Anda di halaman 1dari 38

OPOSISI BINER KESEJARAHAN INDONESIA PERIDOE REVOLUSI

FISIK (1945-1949) DALAM FILM SOEGIJA (2012) & SANG KIAI (2013)

Sandy Allifiansyah

Universitas Bunda Mulia


sandyallifiansyah@gmail.com

ABSTRACT
The binary opposition is a common way to drive the story. It is a basic way of
thinking in popular movies. Through the method of narrative and semiotic
analysis, this research reveals how binaries and the role of Hasyim Asy'ari as the
leaders of Islam and Soegijapranata as Catholic leaders in the effort to defend
Indonesia's independence during the physical revolution. The semiotics square
concept of Greimas is used to understand and dissect the binary opposition
structures contained in the historical narratives seen in Soegija (2012) and Sang
Kiai (2013).

Keywords: semiotics, movies, binary opposition, history

Latar Belakang mana kawan mana lawan, oposisi


Teks-teks yang bersifat epos biner digunakan untuk
selalu mempunyai alur narasi yang menumbuhkan nasionalisme. Tulisan
khas. Meskipun demikian, bukan ini adalah potongan bahasan dari
berarti apa yang kerap tersaji dalam tesis master UGM di tahun 2016
narasi-narasinya tidak bisa dipetakan. yang membahas historiografi visual
Salah satu cara berpikir yang periode revolusi fisik (1945-1949)
digunakan dalam setiap teks-teks melalui medium film nasional
fiksi adalah cara berpikir oposisi Indonesia.
biner. Cara berpikir semacam ini Model penceritaan yang ada
juga lazim digunakan dalam teks- dalam teks-teks populer, lazim
teks kesejarahan. Selain mudahnya mengkuti gaya berpikir biner.
pemahaman untuk membedakan Mengapa demikian? Karena cara
163
berpikir dengan mengkontraskan dua dikembangan, terutama bila konsep
kubu ini ada cara berpikir paling ini diaplikasikan pada sebuah narasi,
mudah untuk dipahami kebanyakan baik yang bersifat fiktif maupun non-
orang. Seperti yang kita tahu, sifat fiktif.
utama dalam sebuah produk budaya Pendapat lain tentang oposisi
populer adalah menjangkau sebanyak biner (binary opposition) hadir dari
mungkin khalayak agar mendapatkan Roland Barthes yang mengatakan
keuntungan sebesar mungkin (Fiske, bahwa cara berpikir struktur yang
2005:18). Oposisi biner adalah mengedepankan pada oposisi biner,
sebuah cara berpikir yang mengakibatkan adanya naturalisasi
melekatkan sifat polarisasi dua objek pemaknaan dan mistifikasi terhadap
atau lebih. Polariasasi tersebut sebuah objek (Barker, 2004:190).
mengakibatkan adanya kontradiksi Contohnya, hitam diidentikkan
sehingga membuat batasan-batasan dengan sesuatu yang jahat,
dalam tatanan sosial budaya (Barker, sedangkan putih selalu berkonotasi
2004:190). Cara berpikir ala oposisi dengan kebaikan dan keanggunan.
biner ini diperkenalkan oleh Levi Intinya, identitas yang terbentuk
Strauss dan Ferdinand de Saussure. adalah struktur yang di dalamnya
Mereka berpendapat bahwa cara kita berkelindan cara berpikir biner yang
memahami kehidupan adalah dengan melekatkan kontradiksi struktur-
mengkontraskan objek-objek dan struktur agar makna bisa terbentuk.
simbol-simbol yang ada di sekeliling Paradigma yang memandang
kita. Seperti laki-laki/perempuan, objek-objek dengan kerangka hitam
hitam/putih, baik/buruk, dan lain dan putih ini, menjangkau berbagai
sebagainya. Dalam biner-biner ini, bidang keilmuan, khususnya ilmu-
tersimpan sebuah hirarki, di mana ilmu sosial humaniora seperti
satu objek dianggap lebih dominan anthropologi dan linguistik. Lain
daripada yang lainnya (Hooker & halnya jika kita membicarakannya
Murphy, 2005:452). Dengan dalam ranah cultural studies, maka
pertentangan sedemikian rupa, maka cara pandang ala oposisi biner ini
konflik pasti terjadi dan mudah untuk akan dibedah dan dikritik habis-
164
habisan. Tetapi khusus dalam Terdapat dua pendekatan yang
penelitian ini, seuai dengan lazim digunakan dalam metode
paradigma kontruktivis yang penulisan sejarah atau historiografi.
digunakan, maka cara berpkir oposisi Pertama adalah historiografi naratif,
biner bisa diterapkan, tentunya dalam yakni jenis penulisan sejarah yang
batasan sebagai alat atau tool untuk berisi tentang rekaman kronologis
menganalisis, bukan sebuah peristiwa politis yang dramatis
keyakinan universal yang bisa (Zed,2001:3). Pendekatan semacam
menjelaskan keseluruhan teks yang ini adalah gaya penulisan sejarah
ada di media massa. paling konvensional. Kesejarahan
yang ditulis dengan gaya naratif
menekankan pada kisah epos
Metode kepahlawanan yang didasari dari satu
Penelitian ini menggunakan tipe sudut pandang. Tak jarang pula cara
penelitian kualitatif deskriptif yang penulisan sejarah semacam ini akan
mencoba mendeksripsikan dan membentuk pola oposisi biner
memahami secara interpretif dengan mengkontraskan dua kutub
bagaimana teks film bertema sejarah yang saling bertentangan satu sama
berwujud biopic di Indonesia lain. Alur narasi dalam sejarah
dinarasikan. Untuk menganalisis manusia juga diceritakan bergerak
sebuh teks kesejarahan, kita tidak karena adanya konflik dan
bisa semata-mata bergantung pada pertentangan antar oposisi biner
sebuah metode analisis film sebagai (Deliege, 2004:30).
metode yang bersifat determinan. Kedua adalah historiografi
Meskipun demikian, kita juga perlu strukturalis, yakni jenis penulisan
mengambil inspirasi dari metode sejarah yang berisi tentang ekplanasi
penulisan sejarah atau historiografi sosial yang menekankan pengaruh
untuk membedah teks sejarah yang dari struktur terhadap masyarakat
termanifestasi dalam narasi film dan segala dialektikanya
biopic. (Alian,2012). Gaya penulisan
struktural ini dipelopori oleh
165
kelompok sejarawan Les Annales. Di Nasional Indonesia Pertama di
Indonesia sendiri, gaya penulisan Yogyakarta. Setelah itu kegiatan
historiografi mengalami sebuah ragam penulisan sejarah menjadi
pembaharuan saat Sartono Kartodirjo sebuah keniscayaan
menulis sejarah tentang (Kuntowijoyo,2003:1-3) dan ditulis
pemberontakan petani Banten 1888. kedalam berbagai bentuk juga jenis
Sartono memberikan sudut pandang ruang lingkup. Misalnya sejarah
dan pendekatan baru terkait tentang kemiliteran, sejarah lisan,
historiografi. Pendekatan histriografi hingga sejarah populer.
ini dikenal sebagai pendekatan multi- Kini, dunia ilmu sosial telah
interpretability atau pendekatan mengalami pergeseran menuju
multidimensional sebuah arah pemikiran baru atau
(Kartodirdjo,1983). yang sering disebut sebagai
Sartono memberikan gambaran postmodernism atau pascamodern.
bahwa dalam menulis sejarah, kita Postmodernism adalah penolakan
bisa menggunakan beragam dimensi terhadap cara pandang dunia yang
ilmu dan sudut pandang. Bila kita kaku, penuh standar, dan saling
mengacu pada narasi sejarah yang klaim satu sama lain mengenai
ada dalam film biopic, maka disiplin keilmuan (Barker,
historiografi yang berlaku adalah 2004:156). Dalam perspektif
gabungan antara naratif dan postmodern, jarak dan batas tersebut
struktural, karena fakta yang menjadi kabur. Artinya batasan antar
disajikan di dalamnya adalah fakta- ilmu, ilmiah atau tidak ilmiah, topik-
fakta yang diklaim memuat kisah topik kontroversial dan alternatif
hidup seorang tokoh sejarah yang seperti fantasi, gay, lesbian, dan
terkemuka berikut segala aktifitas kelompok menyimpang lainnya,
dan pengaruh besarnya pada menjadi sah dibicarakan (Seidman,
masyarakat di zaman saat ia hidup. 1994:2). Perspektif postmodern
Historiografi Indonesia mengalami memungkinkan kita untuk membuat
fase pribumisasi sejak 1957 saat formula baru tentang dunia dan
diselenggarakannya Seminar Sejarah segala aktifitasnya. Adanya
166
liberalisasi pemikiran yang dibawa struktur masyarakat yang kian plural
oleh cara berpikir postmodern, dan kompleks. Bagi postmodern,
berpengaruh juga dalam pluralisasi sebuah teks sejarah tidak mungkin
teks-teks populer, termasuk pada teks bisa lepas dari faktor-faktor seperti
dan narasi yang membahas tentang wacana, ekonomi politik, budaya
peristiwa-peristiwa di masa lampau. arus bawah, dan wacana yang
Jean-Francois Lyotard sifatnya oposisi terhadap wacana
memberikan ciri bahwa dominan.
postmodernisme adalah kondisi Aspek historiografi juga
sosial masyarakat yang penuh mengalami pembaharuan saat
dengan sekularisasi, demokratisasi, munculnya cara pandang
komputerisasi, dan konsumsi yang postmodern ini. Inti dari penulisan
menekan segala bentuk pengetahuan historiografi dalam kerangka berpikir
dan lapisan masyarakat yang postmodern adalah dekonstruksi dan
kompleks (Lyotard,2006:37). penggabungan antara imajinasi dan
Kondisi semacam ini menjangkit wacana zaman guna memahami
pada banyak lini kehidupan, salah konteks zaman masa kini sekaligus
satunya sejarah. Pemikiran dan sebuah cara untuk menulis ulang
penulisan kembali teks sejarah sejarah dengan cara yang baru
menggunakan kerangka pikir (Jenkins,2003:79). Jenkins
postmodern, memandang bahwa menambahkan bahwa terdapat 2 cara
narasi adalah bentuk artikulasi yang dalam memahami sejarah dalam
tidak pernah habis. Selain itu, kerangka postmodern (2003:82-83)
postmodernisme juga lazim terutama bila mengacu pada
menggunakan pendekatan yang manifestasi teks-teksnya pada media.
liberal dengan mencampuradukkan Pertama, sejarah adalah sebuah
berbagai disiplin ilmu guna mencari refleksi soal mengapa fragmen
jawaban dan makna terhadap teks sejarah itu yang dihadirkan kepada
maupun fenomena sosial. publik, dan mengapa dengan cara
Postmodernisme menawarkan cara yang demikian sejarah itu ditulis
pandang baru dalam memahami ulang. Kedua, melakukan refleksi
167
skeptis terhadap penulisan dan bagian dari kultur dan menjadi ajang
fragmen sejarah yang selama ini untuk beropini, baik setuju maupun
dianggap penting. tidak pada sebuah peristiwa sejarah
Cara berpikir postmodern yang (Ankersmit, 2006:277-278).
diaplikasikan dalam narasi sejarah 2. Dekonstruksi adalah inti dari
menekankan pada aspek pemaknaan pemikiran postmodern dalam
atau interpretasi. Itu artinya, setiap menuliskan historiografi. Bagi
orang yang mencoba untuk menulis postmodern, segala penulisan sejarah
sejarah dalam berbagai bentuk dengan menggunakan sudut pandang
medium populer seperti film, novel, moderins adalah kaku dan bersifat
maupun artikel koran, mempunyai paradoks. Maka dari itu perlu
hak penuh untuk menyusun plot penafsiran dan interpretasi ulang
masa lalu tanpa mengikuti metode (2006:282-283).
dan klaim ketat layaknya sejarawan 3. Postmodern menuntut untuk
profesional. Gaya penulisan sejarah diciptakannya bahasa dan gaya
khas postmodern adalah bentuk (style) baru dalam penulisan
keprihatinan sekaligus kritik seperti historiografi layaknya yang
yang dilontarkan Hayden White dilakukan dalam penulisan-penulisan
bahwa seluruh historiografi adalah sastra estetis. (2006:284).
ironis, karena berisi paradoks 4. Historiografi dalam
terhadap realitas (White, 1974:37), pemikiran postmodern memandang
maka dari itu butuh dekonstruksi sebuah bukti (evidence) sejarah
untuk menemukan fakta-fakta dan sebagai pintu masuk untuk
pemahaman baru akan sebuah meluakukan interpretasi, baik secara
historiografi. horizontal maupun vertikal.
Menurut F.R. Ankersmit, Postmodern juga mencermati segala
terdapat 5 prinsip postmodern dalam bentuk penubuhan masa lalu yang
memandang sebuah historiografi: merupakan hasil dari percampuran
1. Tidak ada makna tunggal antara ide dan fakta empiris
dalam memahami sebuah teks (2006:287-289).
sejarah. Historiografi merupakan
168
5. Fokus postmodern dalam Dengan menggunakan
memandang sejarah bukan lagi soal pemikiran historiografi yang
integrasi, sintesis, dan totalitas. berdasar pada teks audio-visual
Melainkan potongan-potongan tersebut, maka aspek-aspek seperti
kejadian yang dianggap penting dan sequences, pengambilan gambar,
sanggup untuk diinterpretasikan editing, dan lain sebagainya, menjadi
ulang (2006:291). perhatian khusus. Sebab, pada aspek-
Lima prinsip tadi menunjukkan aspek tersebut kita bisa menyaksikan
bahwa cara pandang postmodernism kesejarahan yang dihadirkan kembali
menganjurkan historiografi untuk lewat medium visual. Kritik yang
melakukan reformasi ulang untuk dilontarkan para sejarawan kepada
bisa lepas dari cara-cara metode historiopothy ini adalah
konvensional dari modernisme. subjektifitas sang pembuat film yang
Koneksi antara historiografi yang mendistorsi sejarah dan fakta-fakta
berdasarkan pada teks-teks tertulis trivia imajiner yang tidak dapat
maupun oral dengan historiografi dipertanggung jawabkan (Beau,
yang ditulis menggunakan medium 1997). Akan tetapi, pendapat ini
audio-visual, menjadi perhatian dibantah oleh kaum postmodern yang
seorang Hayden White. Dalam mengemukakan bahwa penulisan
esainya, White menyebut bahwa sejarah secara rigid pun pasti tidak
historiografi yang disusun sekaligus lepas dari subjektifitas dan distorsi
dipahamai melalui medium audio- sejarah. Kasus paling mutakhir
visual disebut sebagai historiopothy. sejarah yang diklaim ilmiah ditulis
Inti dari historiopothy sebenarnya oleh Orde Baru. Maka dari itulah
linier dengan historiografi, yakni para postmodernis menawarkan cara
usaha untuk melacak penulisan pandang baru yang menyatukan
sejarah. Bedanya, historiopothy subjektifitas, fantasi, sekaligus
memfokuskan diri pada representasi argumentasi yang dapat
sejarah yang nampak pada gambar- dipertanggungjawabkan dalam
gambar visual dan wacana film menginterpretasikan sejarah lewat
(White,1988).
169
medium apapun, termasuk film dan biopic sehingga membentuk sebuah
lain sebagainya. formula struktur cerita yang
Mengacu pada historiopothy dihadirkan kepada publik. Karena
White, khusus pada aspek narasi penelitian ini menaruh fokus pada
film, unsur karakter perlu narasi sejarah dalam wujud medium
mendapatkan perhatian karena film, maka aspek technical code,
karakter-karakter ini bisa menjadi verbal code dan symbolic code wajib
penggerak plot dari narasi (Hesling, untuk diperhatikan. Dari tiga unsur
2001). Film biopic sendiri memiliki ini akan terlihat strutur narasi
keunikan yang khas dalam aspek kesejarahan seperti apa yang coba
karakter. Hal ini didasari bahwa dikembangkan lewat medium film
tokoh utama yang diangkat kisah biopic populer.
hidupnya, menjadi kunci dari Aspek pertama yang
bergeraknya alur cerita, atau dengan diperhatikan untuk membedah
kata lain, segala tindak tanduk struktur narasi sebuah film biopic
(action) dari karakter utama itu adalah technical code, yakni
sendiri yang menggerakkan (driven) komposisi teknis dari narasi itu
plot narasi film. Unsur penubuhan sendiri. Hal yang dimaksudkan
atau embodiment karakter utama sebagai teknis disini adalah segala
menjadi titik sentral jalannya sebuah usaha yang dilakukan agar narasi
film biopic (Dolan, 2009) yang tersebut sampai kepada khalayak
terlihat pada kostum, aktor/aktris dengan menggunakan teknologi. Bila
yang dipilih sebagai pemeran utama, berbicara dalam konteks film,
gaya berbicara dan diksi yang teknologi tersebut meliputi camera
digunakan serta kesesuaiannya angle, focus, panning,
dengan konteks peristiwa. zooming/extreme shot, shot, reverse
Terdapat 3 hal pokok yang shot, lighting dan colour (Edwards,
dibedah dan menjadi titik fokus 2003:34). Fokus dari techical code
perhatian dalam penelitian ini untuk adalah segala bentuk narasi yang
memahami bagaimana historiografi ditampakkan secara visual.
dinarasikan dalam balutan film
170
Aspek kedua adalah verbal penentu arah cerita, sedangkan
code yang berarti segala bentuk konteks zaman saat karakter tersebut
narasi yang terucap secara verbal hidup, menjadi sebuah latar belakang
maupun tertulis dalam film. besar yang menaunginya. Kode yang
Komponennya dapat berupa terlihat dalam simbol-simbol ini
monolog yang mengarahkan alur lazimnya muncul saat karakter-
cerita, atau ucapan-ucapan khas karakter dalam narasi melakukan
karakter dalam narasi, atau sesuatu atau bertindak sehingga
keterangan-keterangan seperti tempat menimbulkan kesan terhadap cerita
dan tahun yang bisa menunjukkan itu sendiri.
periodisasi sejarah yang hendak Ketiga teknik ini akan dibedah
ditampilkan. Verbal code juga bisa secara mikroskopik dengan
berwujud monolog dari salah seorang menggunakan metode naratologi dari
karakter yang menjelaskan dan Algirdas Julien Greimas. Ia adalah
menuntun duduk perkara sebuah seorang pakar linguistik asal Perancis
cerita. Salah satu contoh film yang yang mengembangkan teori
sangat kuat aspek verbal code adalah struktural guna memahami struktur
The Shawhank Redemption (1994). narasi sebuah penceritaan. Greimas
Pada film itu, monolog Morgan mengambil inspirasi dari Ferdinand
Freeman memberi kita pemahaman de Saussure tentang struktur, analogi,
mengenai realitas yang coba simbol, dan menerapkannya saat
dibangun oleh film tersebut. menganalisis teks. Menurut Greimas,
Aspek ketiga adalah symbolic subjek yang terdapat dalam cerita
code. Aspek ini mengacu pada dapat dipahami melalui aksi yang
Barthes dan Freud bahwa segala disebut aktan atau actans/acteurs
tindak tanduk implisit maupun yang subjek lakukan (Greimas,
eksplisit setiap karakter bisa 1972). Itu artinya, sebuah
menentukan plot (Nichols,1985:480). penceritaan sangat bergantung pada
Khusus dalam kasus film biopic, aksi-aksis yang dilakukan oleh para
karakter utama mendapatkan porsi pemeran-pemeran yang terlibat di
utama, mengingkat posisinya sebagai dalamnya. Rimon-Kenan (dalam
171
Ratna, 2004) mempunyai pendapat aktan dari tokoh utama yaitu Romo
menarik soal konsep aksi dari subjek Soejigaparanata dan K.H. Hasyim
ini. Menurut mereka, baik actans Asy’ari mendapatkan perhatian lebih.
atau acteurs adalah sebuah tindakan Kedua biopic ini memiliki kemiripan
yang tidak selalu harus dilakukan periode kesejarahan yang dicuplik
oleh manusia, melainkan dapat pula untuk ditampilkan ke layar lebar.
dilakukan oleh non-manusia. Kendati Posisi Soegija dan Hasyim Asy’ari
demikian, berbicara dalam koridor dapat dipahamai sebagai subjek yang
teks film biopic, subjek yang akan menggerakkan cerita, sekaligus
dibicarak disini tentulah manusia dan sebagai sender yang menggerakkan
segala tindak-tanduknya di masa atau memberikan fungsi informasi
lalu. kepada subjek-subjek lain yang
Selanjutnya, Luxemburg, Ball, kemudian bergerak sesuai plot
dan Weststeijen (1984:154) ceritanya masing-masing. Subjek-
menjabarkan bahwa aktan adalah subjek yang nantinya bergerak atas
peran-peran abstrak yang dimainkan dasar perintah (order) dari
oleh sesorang atau sejumlah pelaku. Soegijapranata dan Hasyim Asy’ari,
Seperti halnya konsep enam aktan menjadi bagian cerita yang terpisah,
utama dari Greimas yang tetapi tetap terkoneksi dengan dua
membangun sebuah cerita, yakni tokoh agama ini.
pengirim, objek, penerima, penolong, Aplikasi dari aksi peran-peran
subjek, dan penentang (Herman & ini dibekukan oleh Greimas dalam
Vervaeck, 2005:52-53). sebuah model fungsional yang
Penggambaran tentang enam aktan mencangkup tahapan-tahapan situasi
tersebut disajikan sebagai berikut yang kemudian bergerak dan
Bila kita berbicara narasi bertransformasi. Model fungsional
sebagai sebuah alur yang berjalan, mempunyai tugas menguraikan peran
maka enam peran ini yang ditunjang subjek dalam rangka melaksanakan
dengan fungsi dari setiap aksi-aksi tugas dari sender atau pengirim yang
yang mereka lakukan. Pada biopic terdapat dalam aktan (Jabrohim,
Soegija (2012) dan Sang Kiai (2013), 1996:16). Model aktan dan model
172
fungsional dari Greimas saling penjelasannya adalah sebagai
berkaitan satu sama lain. Model berikut:
fungsional berisi aksi-aksi dari peran 1. Tahap Uji Kecakapan
yang spesifik dijalankan tokoh dalam Pada tahap ini subjek diuji
sebuah narasi. Operasionalisasi kekuatan dan ketahanannya
model fungsional terbagi dalam tiga untuk mendapatkan objek.
bagian, yaitu (1) situasi awal, (2) Tahap ini adalah tantangan
tahapan transformasi (tahap pertama yang ahrus dilewati
kecakapan, tahap utama, dan tahap oleh subjek. Jika sang subjek
kegemilangan), (3) situasi akhir. gagal, maka transformasi
Model ini menekankan aspek berhenti sampai tahap uji
jalannya sebuah aksi dari subjek atas kecakapan.
perintah-perintah dari sender 2. Tahap Utama
maupun segala bentuk varian aksi Dalam tahap ini, subjek
lainnya yang melibatkan subjek berhasil mendapatkan objek
sebagai pihak yang bergerak. yang dituju. Transformasi bisa
Penjelasan dari tahapan-tahapan berhenti di tahap utama jika
fungsi berdasarkan bagan di atas pada peristiwa selanjutnya
adalah sebagai beikut: tidak ditemukan penghambat
I. Situasi awal adalah situasi atau tantangan kedua yang
saat objek mengingkan menghambat pencapaian
sebuah tujuan kepada objek. subjek untuk menyerahkan
Situasi ini juga bisa berarti objek kepada penerima
adanya perintah dari sender (receiver) (Kusmawati &
tentang sebuah misi. Sudrajat, 2014).
II. Transformasi meliputi tiga 3. Tahap Uji Kegemilangan
tahapan, yakni tahap uji Tahap ini menekankan sebuah
kecakapan, tahap utama, fase saat subjek berhasil
tahap uji kegemilangan. melewati rintangan terakhir
Masing-masing untuk mencapai tujuannya.

173
III. Situasi Akhir adalah sebuah Posisi Karakter-Karakter dalam
situasi saat sebuah Skema Aktan Dua Biopic
keseimbangan kembali Sebuah narasi tidak mungkin
didapatkan. Keseimbangan bergerak tanpa adanya karakter-
tersebut ditandai dengan karakter yang memiliki peran dan
tercapainya sebuah objek dan keunikan masing-masing. Terlebih
cita-cita. bila kita berbicara tentang narasi-
narasi yang ada dalam film-film
Tahapan fungsional ini bersifat layar lebar populer, maka masing-
tentatif, artinya setiap narasi bisa masing karakter selalu memiliki
dibedah sesuai kebutuhan dan setiap karakter –karakter tertentu yang
narasi juga memiliki ciri khasnya melekat dalam narasi. Berdasarkan
masing-masing. Sehingga sangat logika Greimassian, posisi dari
mungkin terjadi pengembangan dari karakter-karakter ini didasarkan pada
tahap-tahap transformasi ini. aksi, motif, tema dan keadaan dari
Tahapan-tahapan yang tersaji dalam aktan-aktan dalam sebuah narasi.
model fungsional ini sebenarnya Satu aktan bisa direpresentasikan
adalah sebuah unsur makro yang oleh beberapa karakter, dan beberapa
mempunyai unsur miskroskopik aktan, dapat diperankan oleh karakter
dalam membedah narasi. Unsur yang sama (Danesi, 2004:144).
miskroskopik atau unsur terkecil Dalam dua biopic tentang dua
tersebut adalah logika-logika tokoh agama, yakni Soegijapranata
semantik yang dibangun berdasarkan dan Hasyim Asy’ari, pola aktan ini
logika matematis untuk membedah kembali terlihat. Narasi yang
alur cerita secara detail. Unsur dimainkan di dalamnya, di bangun
sintaktis itu adalah dasar untuk menggunakan struktur tersebut.
membedah relasi-relasi antar aktan Tokok-tokoh utama yang diangkat
sehingga membentuk unsur makro kisah hidupnya, memerankan lebih
seperti yang tertera pada bagan dari satu aktan. Selain itu, gerak
model fungsional (Budniakiewicz, narasi juga ditentukan oleh aksi-aksi
1992:32). para penolong (helper) dari sang
174
tokoh utama atau pun subjek untuk Berikut adalah posisi masing-
mendapatkan objek yang mereka masing karakter dalam dua film
tuju. Tidak ketinggalan pula aspek biopic:
konteks keadaan yang menyelimuti
narasi. Kedua film ini mencangkup
rangkaian peristiwa serupa, yaitu
pendudukan Jepang, kemerdekaan,
hingga agresi militer Belanda yang
berujung pada pengkuan kedaulatan.

Posisi Karakter-Karakter
dalam Aktan Film Soegija (2012)

Sender Subjek Helper Opponent Objek Receiver


Romo Soegija Romo Soegija Lantip Robert Romo Soegija Romo Soegija

Otoritas Lantip Toegimin Militer Belanda Lantip Lantip


Vatikan
Laskar Hendrik Nobuzuki Laskar Laskar
Lantip Republiken Militer Jepang Republiken Republiken
Mariyem
Jenderal Jemaat Gereja Jemaat Gereja Jemaat Gereja
Soedirman Nobuzuki
Barisan Keluarga Pak Besut
Sri Sultan HB Pemuda Jemaat Gereja Tionghoa
IX Semarang Masyarakat
Masyarakat Pak Besut Indonesia
Mariyem Yogyakarta
Masyarakat
Gerilyawati Indonesia

175
Tabel Posisi Karakter-Karakter
dalam Aktan Film Sang Kiai (2012)

Sender Subjek Helper Opponent Objek Receiver


Kiai Kiai Hamid Ono Militer Kiai Hizbullah
Hasyim Hasyim Jepang Hasyim
Hizbullah
Asy’ari Asy’ari Asy’ari Santri

Kholiq
Militer Tebuireng
Wachid Wachid Hasyim Sekutu Santri
Hasyim Hasyim Tebuireng Masyarakat
Harun
Militer Indonesia
Wahab Hizbullah Belanda Hizbullah
Abdi
Chasbullah Umat Islam
Santri Hamzah Mallaby Pemuda jawa
Utusan Tebuireng Surabaya
Masyarakat
Bung Mansergh Militer
Surabaya
Karno Harun Masyarakat Belanda

Sari
Harun Surabaya
Pemuda Masyarakat
Surabaya Nyai Hasyim Zainal Khamid Surabaya
Asy’ari
Mustafa
Bung
Santri
Tomo Tebuireng

Umat Islam Wachid


Hasyim
Jawa

Saifudin
Santri di Zuhri
Jawa

Shumubu

176
Berbicara mengenai posisi tengan pancaroba perubahan struktur
karakter dalam aktan. Maka posisi- pemerintahan, hingga meletusnya
posisi tersebut akan selalu bersifat proklamasi kemerdekaan dan
tentatif. Artinya, seperti yang revolusi fisik. Skema disusun sesuai
diungkapkan sebelumnyan masing- dengan alur narasi dan penceritaan,
masing karakter bisa menempati sekaligus memperlihatkan watak dan
lebih dari satu posisi aktan, semua itu posisi masing-masing karakter dalam
sangat bergantung pada aksi mereka historiografi Indonesia yang tersaji
sepanjang jalannya narasi. Tak secara visual.
jarang pula ada sebuah transformasi Varian posisi tematis dari
perubahan sifat karakter yang masing-masing karakter dalam aktan
menyebabkan dirinya berbelok dari yang mencangkup lima peristiwa
satu kutub biner, ke kutub biner penting sepanjang film, dapat dilihat
lainnya. Masing-masing aktan di dalam bab lampiran. Posisi karakter
bawah ini adalah pemetaan dalam aktan-aktan film Soegija
berdasarkan periode-periode penting (2012) mampu dijadikan sebagai
yang terjadi sepanjang narasi dua acuan untuk melihat konsistensi dari
biopic. silogisme naratologi yang telah
disusun sebelumnya. Lima peristiwa
a. Varian Aktan-Aktan dalam penting dalam film Soegija
Film Soegija (2012) mencangkup adegan-adegan kunci
Pemetaan aktan film Soegija (2012) sepenajng film. Mulai dari
terangkum dalam 5 skema yang pengangkatan Soegijapranata sebagai
memuat 5 peristiwa penting Uskup Agung hingga peristiwa
sepanjang narasi. Karakter yang revolusi nasional. Dari lima
menempati masing-masing posisi perisitiwa tersebut, Romo Soegija
aktan, berkisar pada entitas-entitas menempati posisi sender dan subjek.
gereja Katolik yang membaur dengan Artinya ia berperan aktif sebagai
para pemuda dan berbagai destinator pemberi perintah
keberagaman kultur masyarakat sekaligus sekaligus subjek yang aktif
Semarang dan Yogyakarta di tengah-
177
bergerak mengejar tujuan dan arah pada warga republik. Hal ini
narasi. ditunjukkan saat dirinya terlibat
Secara keseluruhan film dalam aksi penempatan paksa
Soegija (2012) tidak menunjukkan keuskupan di Semarang yang
adanya perubahan transformasi dipimpin oleh Romo Soegija. Saat
karakter. Hampir seluruhnya Jepang menduduki tanah air,
bertindak konsisten sepanjang Nobuzuki melindungi Lingling dari
jalnnya narasi. Satu-satunya karakter ancaman pembunuhan yang akan
yang berada ditengah-tengah dua dilakukan oleh salah seorang tentara
kutub biner adalah tokoh bernama Jepang, scene (30).
Nobuzuki, seorang tentara Jepang Setali tiga uang dengan
yang sudah ada sejaka pemerintahan Nobuzuki, karakter Hendrik, seorang
kolonial, bahkan dekat dengan wartawan asal Belanda, juga
keluarga Tionghoa. Kedekatan ini memiliki kesamaan. Posisinya
didasari pada pengalaman personal sebagai seorang Belanda, dan
dirinya yang teringat anaknya yang kedekatannya dengan militer
ia klaim seusia dengan Lingling, Belanda, tentunya memberikan kesan
seorang putri keluarga Tionghoa. antagonis di awal narasi. Akan tetapi,
Bahkan pada scene (59) saat setelah bergeraknya narasi, Hendrik
konfrontasi pelucutan senjata dengan justru menaruh perhatian
Barisan Pemuda Semarang, kemanusiaan yang lebih kepada
Nobuzuki rela mengorbankan dirinya republik. Dimulai dari saat Hendrik
sendiri. Bahkan ia juga digambarkan mencegah Robert, seorang tentara
simpatik terhadap lagu berjudul Belanda untuk bertindak kasar
Bengawan Solo yang dimainkan oleh kepada para pemuda buta huruf
Suwito. (yang pada akhirnya menjadi
Kendati demikian, dalam film gerilyawan). Hendrik juga menjalin
Soegija, dirinya dinarasikan tidak hubungan asmara dengan Mariyem,
bisa melepaskan kewajibannya seorang jemaat gereja yang bertindak
sebagai seorang perwira militer yang sebagai perawat.
sudah tentu wajib bersifat represif
178
Jenis paradoks karakter cerita. Perbedaannya hanya pada
semacam ini, lazim kita temui dalam wujud entitas hirarki yang kini
kisah-kisah dongeng, di mana melibatkan entitas pesantren dengan
terdapat karakter yang tampak kasat Kiai Hasyim Asy’ari sebagai sosok
mata berperan antagonis, tetapi karismatik dibelakangnya.
malah berlaku sebaliknya. Selama Selebihnya, film Sang Kiai (2013)
jalannya narasi film, karakter bercerita tentang periode yang serupa
Nobuzuki dan Hendrik bertindak dengan Soegija (2012), yakni soal
konsisten. Artinya, semenjak awal, agama dan perjuangan
aksi mereka berdua memang telah mempertahankan kedaulatan
memberikan kesan bahwa mereka republik. Terdapat lima peristiwa
akan bertindak lebih lembut kepada kunci yang melibatkan beragam
republik. Dalam perspektif ala Propp, karakter dalam film Sang Kiai
kita bisa menyebut mereka sebagai (2013). Dua peristiwa melibatkan
donor atau sosok yang memberikan tarik ulur kebijakan dan konfrontasi
bantuan kepada hero. Pola ini terlihat dengan Jepang. Dalam peristiwa
serupa dalam kerangka Greimassian, inilah, resistensi dalam tubuh
bahwa paradoks karakter fisik pesantren dan Islam dinarasikan
Nobuzuki dan Hendrik menjadi secara gamblang.
mitos yang melekat dalam diri Menarik untuk dicermati posisi
mereka, bahwa ciri fisik yang dan Harun dan Hamzah yang
sedemikian rupa, adalah oposisi dari mengalami transformasi sedemikian
karakter fisik kaum pembela rupa. Dua karakter ini mengalami
republik. sebuah transformasi peran yang
berbasis pada aksi mereka sepanjang
b. Varian Aktan-Aktan dalam jalannya plot narasi. Pada fase awal
Film Sang Kiai (2013) cerita, Harun adalah seorang santri
Aktan film Sang Kiai (2013) disusun yang dekat dengan Kiai Hasyim,
dengan logika yang sama dengan bahkan Kiai Hasyim sendiri yang
aktan film Soegija (2013), yakni melamarkannya dengan Sari, hingga
berdasar pada alur dan kronologis akhirnya menikah. Akan tetapi, pada
179
periode perundingan diplomatik yang bekerja untuk militer Jepang.
dengan Jepang menyangkut Hamzah kemudian bergabung
pelipatgandaan hasil bumi, Harun dengan para santri dan Hizbullah
kecewa dengan kebijakan Kiai untuk berperang melawan sekutu,
Hasyim dan memutuskan untuk setelah diberi nasihat oleh Kiai
keluar dari Tebuireng. Hasyim tentang Islam.
Sikap Harun yang tidak Transformasi dari peran Harun
menyukai hal-hal yang bersifat dan Hamzah ini ditentukan oleh
diplomatik, sudah ia tunjukkan di motif mereka (Propp, 1968:87).
awal narasi saat ia memilih untuk Karakter Harun seolah-olah bergerak
bergabung dengan gerilyawan, scene dari protagonis menuju antagonis,
(68) saat Kiai Hasyim ditawan oleh tetapi tidak demikian kenyataannya
Jepang. Ia pun bertindak secara menjelang akhir narasi. Ia berbalik
sepihak saat rakyat dipaksa mendukung kebijakan Sang Kiai
menyerahkan hasil bumi kepada bahkan berujung pada pengorbanan
Jepang dengan menyerang militer dirinya demi republik. Pengorbanan
Jepang dan memprovokasi rakyat dari Harun adalah simbolisasi bahwa
agar mengambil kembali hasil bumi dirinya telah kembali. Mereka berdua
mereka. Bahkan terjadi pula mengalami transformasi secara
perpecahan di kalangan Islam dengan gradual, seperti yang diungkapkan
eksekusi mati Zainal Mustafa oleh Greimas pada tahun 1983. Perubahan
militer Jepang sebagai puncaknya. karakter secara gradual ini
Sampai pada akhirnya Harun sebenarnya adalah kritik dari
mengalami sebuah fase realisasi pemikiran tentang struktur Greimas
menjelang dikeluarkannya resolusi yang dianggap terlalu biner dan
jihad, bahwa ide-ide Kiai Hasyim berlebihan dari sisi estetis (Martin &
tentang pelatihan militer, Hizbullah, Ringham,2000:6).
dan lain sebagainya, ternyata Film Sang Kiai (2013)
berdampak signifikan di masa depan. menunjukkan adanya perubahan
Sikap Harun ini berbanding terbalik karakter secara gradual itu. Harun
dengan Hamzah, seorang penerjemah bergerak menjauh dari titik pusat
180
pesantren. Sebuah titik pusat tempat 2. Peta Oposisi Biner Semiotics
berkumpulnya karakter protagonis Square Greimas
dalam narasi film, menuju Konsep semiotics square dari
pengasingan diri bersama istrinya. Ia Greimas digunakan untuk memahami
kemudian kembali bersama teman- dan membedah struktur oposisi biner
teman pesantrennya yang kini telah yang terdapat dalam narasi
bergerak atas nama bangsa di bawah kesejarahan yang tampak dalam film
bendera Hizbullah. Adegan saat Soegija (2012) dan Sang Kiai (2013).
Harun tidak berani menemui Kiai Struktur oposisi biner ini didasari
Hasyim dan hanya memiliki nyali atas aksi dari masing-masing
untuk sekedar menyentuh sorbannya individu atau kelompok terhadap
sang kiai, adalah simbol dari peristiwa (event). Konsep semiotics
penyesalan dan realisasi. square ini digunakan untuk
Lain halnya dengan Hamzah memetakan biner-biner dan
yang bertransformasi menuju arah kontradiksi di dalam narasi dua
protagonis dari antagonis yang biopic. Sebab, setelah struktur teks
ditunjukkan lewat peran seorang film dianalisis menggunakan
penerjemah bagi militer Jepang. Ia silogisme aktan Greimas, ditemukan
bergeser menjadi bagian dari fakta bahwa terdapat pola dan
Hizbullah bahkan ikut terlibat hingga struktur yang dipertahankan dan
akhir narasi saat pasukan Hizbullah menjadi pemicu jalannya narasi
harus lari dari pesantren setelah kesejarahan yang tervisualisasi lewat
tempat mereka menuntut ilmu film.
tersebut dibumihaguskan oleh tentara Kedua film biopic ini
Belanda yang datang dengan menggunakan cara berpikir
membonceng sekutu. Hamzah adalah strukturalis yang menggunakan pola
bagian dari entitas di luar isotop oposisi biner untuk menggerakkan
protagonis yang bergerak menuju narasi. Pihak republik atau pribumi
isotop protagonis bernama pesantren. sangat dikontraskan dengan pihak
asing (Jepang dan Belanda). Narasi
kesejarahan dibangun dengan cara
181
berpikir demikian. Pihak republik para tokoh utama terdapat di
dikonotasikan sebagai putih, dalamnya.
sedangkan pihak penjajah Berikut ini adalah peta oposisi
dikonotasikan sebagai hitam. Kedua biner berdasarkan konsep semiotics
titik ekstrem ini saling bertubrukan square dari Greimas yang
di masa pra kemerdekaan, menunjukkan bahwa ada pola dan
kemerdekaan, hingga pasca struktur yang dipelihara dalam dua
kemerdekaan, dengan dua tokoh biopic. Struktur ini sekaligus menjadi
agama berada di pihak republik. penggerak jalannya narasi film. Peta
Skema semiotics square oposisi biner di bawah dibagi
sebenarnya adalah bentuk pemetaan menjadi 4 bagan, di mana masing-
atas logika konjungsi dan disjungsi masing film mengisi 2 bagan.
serta relasinya dalam teks narasi Peta semiotics square dari
(Greimas,1987:49). Dalam semiotics Greimas ini membantu kita untuk
square, terdapat kontradiksi dan menemukan kemungkinan-
pertentangan antar subjek-subjek kemungkinan lain dari sebuah sistem
dalam teks (Chandler,2002:106). penandaan. Contoh paling sederhana
Setelah melalui fase analisis panjang adalah kita harus menemukan simbol
menggunakan silogisme aktan atau bahasa baru untuk menyebut
Greimas, ditemukan dua entitas besar entitas yang tidak termasuk dalam
dari biopic Soegija (2012) dan Sang golongan “bukan laki-laki” dan
Kiai (2013). Terdapat dua pola “bukan perempuan”. Dari pemetaan
entitas yang dipertahankan, yakni ini, akan lahir entitas-entitas baru
kutub Indonesia, kutub Jepang, dan yang ternyata ada dalam kehidupan
kutub Belanda. Ketiga kutub ini diisi nyata tetapi belum kita beri sebutan
oleh elemen-elemen yang memiliki untuk eksistensinya. Dari dua film
fungsi yang saling mendukung dan biopic yang dibedah, kita bisa pula
bertentangan satu sama lain. menemukan posisi-posisi yang unik
Ketiganya saling bersinggungan ketika dua kutub antara Indonesia
dengan kutub Indonesia, tempat dengan Jepang bertemu, atau
berbagai elemen karakter termasuk
182
Indonesia dengan Belanda Dua karakter yang bertentangan
dipertemukan. itulah yang coba disajikan oleh
Ada pihak-pihak tertentu yang kedua biopic tentang tokoh agama
ternyata menjadi negasi atau bahkan ini. Bukannya cara berpikir demikian
tidak termasuk di dalamnya, tetapi keliru dan harus ditinggalkan dalam
ada dalam narasi. Contohnya tradisi pascamodern, tetapi dalam
Muhammad Al Amin Al Husain koridor film populer, struktur biner
sebagai ketua kongres muslim terkadang tetap dipelihara. Sang
sedunia atau perwakilan Vatikan, antagonis yang diwujudkan sebagai
yang bahkan tidak ada hubungannya tokoh utama dan protagonis yang
dengan entitas Indonesia sebagai diwujudkan sebagai pengganggu,
bangsa, tetapi mereka tetap menjadi pertempuran yang wajib
mempunyai kepentingan politis dan ada, karena mudah dipahami oleh
menjadi bagian dalam jalannya penonton sehingga mampu bersaing
narasi biopic. Adanya kontradiksi dengan film komersial lainnya.
antar kutub yang saling bertentangan Terlebih lagi, karena dua film ini
atau menjadi bagian di luar kedua adalah film berlatarbelakang sejarah,
kutub, menghasilkan pola pikir yang unsur yang menempatkan Indonesia
disebut Greimas sebagai isotopi yang sebagai pihak yang berjuang karena
berarti sifat-sifat khas yang akan penjajahan kolonialisme, harus
selalu dipercaya melekat dalam ditonjolkan. Hal tersebut perlu agar
simbol dan penandaan pada objek penonton usia muda setidaknya
(Martin & Ringham,2000:77). Pada mengerti bahwa kemerdekaan bangsa
dua film biopic ini, isotopi dari Indonesia tidak diraih dengan
Indonesia adalah pihak yang terjajah, mudah, dan perjuangan itu diraih atas
berjuang melawan kolonialisme, usaha keras berbagai elemen,
bersatunya unsur spiritual dan termasuk dari kaum gereja dan
nasionalisme. Sedangkan isotopi bagi pesantren.
Jepang dan Belanda adalah penjajah,
kesewenang-wenangan, kekerasan.

183
Film Soegija (2012) adalah seorang pemimpin gereja
Mungkin sebelum kemunculan film katholik. Ia juga dihormati oleh
biopic tentang dirinya, sosok uskup kaum kolonial, terbukti saat adegan
pribumi pertama ini hanya dikenal di awal film, Romo Soegija
dan dipelajari oleh pemeluk katholik berdakwah di hadapan para jemaat
dan murid-murid yang mendalami yang mayoritas berkulit putih. Sosok
teologi. Di Semarang, nama Soegija diperankan oleh Nirwan
Soegijapranata sudah diabadikan Dewanto, seorang seniman asal
sebagai nama salah satu universitas ibukota yang diklaim oleh Garin
berbasis Katolik. Di ibukota Jawa Nugroho mendekati ciri fisik dari
Tengah, nama Soegija cukup Romo Soegija. Film Soegija (2012)
kondang. Di kota inilah sang romo memperlihatkan 17 adegan kunci
memimpin sebuah keuskupan yang saat sang romo berhadap-hadapan
pada perkembangannya, memiliki langsung dengan penguasa kolonial.
kontribusi dalam memobilisasi masa Narasi film menunjukkan sebuah
di era perjuangan dan revolusi fisik. kronologi historiografi yang lazim
Romo Soegija ternyata seorang kita ketahui. Periode Jepang,
loyalis republik yang tidak kemerdekaan, agresi militer Belanda,
diragukan. Pernyataannya bahwa hingga pengakuan kedaulatan. Romo
seorang yang seratus persen katholik, Soegija berada di tengah-tengah
maka ia harus pula seratus persen pusaran era pancaroba tersebut.
republik, menunjukkan sikapnya Saat Romo Soegija mempertahankan gereja dari
yang tidak orthodoks terhadap ajaran pendudukan militer Jepang

spiritual itu sendiri. Keberhasilannya


melakukan integrasi antara katholik
dan republik, disajikan oleh Garin
Nugroho dalam biopic berjudul
Soegija (2012).
Dalam film ini sosok Soegija
ditampilkan lengkap dengan segala
atribut yang menunjukkan bahwa ia
184
Coba kita perhatikan dengan sebagai simbol dari pimpinan militer
seksama scene kunci ini. Saat tentara Jepang.
Jepang datang menginvansi gereja di Sosok Toegimin hadir sebagai
Kota Semarang, Romo Soegija seorang sidekick yang bertindak
dihadirkan secara sintagmatik membantu tokoh utama
dengan simbol salib yang mengalung menyelesaikan masalah. Relasi kuasa
di dadanya, sebagai tanda sebuah yang biner inilah menjadi poin utama
keimanan. Tampak Toegimin sebagai geraknya sebuah narasi dalam film
tangan kepercayaannya, hadir dengan perjuangan, terutama film bertema
pakaian khas Jawa dengan posisi kemerdekaan. Bedanya, di zaman
tangan menyilang kebawah. Mereka Orde Baru, kaum militer berada
berdua berhadapan dengan dalam kutub pahlawan (hero),
Nobuzuki, seorang tentara militer sedangkan dalam film ini, Romo
Jepang yang hendak mengakuisisi Soegija yang mewakili otoritas
gereja untuk dijadikan markas. gereja bertindak sebagai seorang
Saat menganalisis sebuah film, pahlawan. Unik bila menilik posisi
tidak cukup jika kita hanya para penjajah yang selalu
menganalisis bagian sintagmatik, ditempatkan sebagai villain atau
aspek-aspek konotatif dan karakter antagonis dalam film-film
paradigmatik juga menjadi hal yang nasional perjuangan.
kerap menentukan ideologi semacam Dunia perfilman Indonesia
apa yang hendak ditananamkan lewat sendiri memiliki perbedaan yang
sebuah narasi film. Scene (37) yang signifikan bila kita bandingkan
hadir sebagai salah satu kunci dari dengan India soal film-film bertema
scene-secene perjuangan dalam film sejarah perjuangan. Di negara asal
Soegija (2012) menunjukkan adanya Mahatma Gandhi itu, film-film
visualisasi relasi kuasa antara otoritas nasional populer bahkan biopic
gereja dan militer Jepang. Otoritas bapak bangsa mereka, dibuat oleh
gereja dihadirkan lewat sosok Romo orang kulit putih. Hal ini tentunya
Soegija yang berdiri di depan pintu menimbulkan bias mengenai persepsi
masuk menghadang Nobuzuki tentang nasionalisme dan identitas
185
mereka sebagai bangsa yang pemuda. Ketiganya jongkok dan
merdeka (Raj & Sreekumar, 2013). menundukkan kepala sebagai tanda
Berbeda dengan Indonesia, pasca sebuah ketertundukkan kepada
kemerdekaan, film-film populer yang seseorang yang mereka anggap lebih
bertema sejarah termasuk biopic berkuasa. Bila narasi film telah
ditulis dan disutradarai oleh anak- mencapai visualisasi sedemikian
anak bangsa Indonesia. Ini adalah rupa, maka telah jelas siapa yang
bukti bahwa setidaknya narasi film akan dilawan. Teks yang disusun
kesejarahan kita, khususnya biopic, dengan struktur signifikansi biner,
hadir dari memori anak bangsa yang akan menghasilkan pesan simbolik
secara naluriah, akan selalu ingin yang berisi stigmatisasi menganai
menempatkan para penjajah dalam suatu objek (Barthes,1977:18). Pesan
biner antagonis. simbolik tersebut secara empiris
Gambar tentara Belanda melakukan teror dan represi dapat terlihat dalam skema dan posisi
terhadap masyarakat dari objek-objek yang terlihat
layaknya pada scene reprsei tentara
Belanda di atas.
Bambu runcing menjadi
demikian populer sebagai simbol
perjuang, bahkan simbolisasi ini
tetap bertahan dan menjadi memori
kolektif perjuangan revolusi fisik
hingga kini.
Visualisasi dari biner-biner
Gambar Nobuzuki dan militer Jepang bertempur dengan
yang menempatkan pemerintahan
Barisan Pemuda Semarang terkait pelucutan senjata
kolonial pada ekstrim antagonis
berlanjut dengan visualisasi
pemeriksaan yang dilakukan oleh
militer Belanda kepada rakyat
Indonesia. Seorang tentara bernama
Robert membentak tiga seorang

186
Rekonstruksi sejarah Dengan terlibatnya Romo Soegija
berikutnya yang muncul dalam film dalam memberikan pesan kepada
Soegija (2012) adalah saat pemerintah pusat mengenai hal
konfrontasi pelucutan senjata dengan tersebut, penonton diajak untuk
tentara Jepang. Pertempuran yang memahami peran sang romo dalam
ada dalam scene ini dicatat oleh peristiwa berdarah tersebut.
Benedict Anderson dimulai ketika penonton diajak untuk
tentara elit Jepang menolak untuk memahami peran sang romo dalam
menyerahkan persenjataan mereka peristiwa berdarah tersebut.
dan memilih untuk tetap berjaga di
barak mereka yang terdapat di Gambar Lantip dan anggota Barisan Pemuda
Djatingaleh (Anderson,1972:147). berdiskusi sebelum berangkat menuju Yogyakarta

Peristiwa inilah yang


divisualisasikan Nobuzuki sebagai
pimpinan militer Jepang menolak
untuk menyerahkan persenjataan
mereka kepada para gerilyawan.
Lantip dan para gerilyawan
lainnya menyerbu gudang senjata
pasukan militer Jepang. Kendati pada
Kronologi berikutnya adalah
awalnya ia tidak menginginkan
saat pemuda berkumpul untuk
sebuah pertempuran, tetapi pemuda
bergerak menuju Yogyakarta sesuai
yang digambarkan telah naik darah
dengan perjanjian Linggarjati. Lantip
dan menggebu-gebu, menyerang
sebagai pemimpin barisan pemuda,
tentara Jepang sehingga terjadi
bertindak sebagai opinion leader. Ia
pertumpahan darah yang ditampilkan
tampak dominan dengan
dengan visualisasi tubuh-tubuh
memberikan arahan kepada para
penuh darah yang berjatuhan.
pemuda lainnya. Adegan ini
Pertumpuran 5 hari Semarang yang
mengambil setting waktu pada waktu
muncul di film Soegija (2012)
malam hari. Konotasi yang muncul
menjadi salah satu scene kunci.
187
Gambar 4.11 Scene (72) saat Romo Soegija bertemu
adalah senjakala republik yang Bung Karno dan wakil Vatikan di Gedung Agung
Yogyakarta
disebabkan semakin menyempitnya
wilayah republik Indonesia akibat
perjanjian tersebut. perjanjina
Linggajati adalah penjanjian antara
Belanda dan Indonesia. Ketentuan
utamanya adalah pemerintah Belanda
mengakui kekuasaan Republik secara
de fakto di Jawa dan Sumatera, dan Salah satu scene paling
kedua belah pihak akan bekerjasama menarik sepanjang film ini, adalah
menuju pembentukan negara federal pada saat Bung Karno muncul dan
yang akan bergabung bersama berdialog dengan Romo Soegija di
Belanda dalam Uni Belanda- Gedung Agung Yogyakarta. Tipikal
Indonesia (Cribb & sosok Bung Karno yang identik
Kahin,2012:411). dengan kopiah, dihadirkan kembali
Dengan menyempitnya sedemikian rupa dalam film ini. Hal
wilayah republik sebagai akibat dari ini menjadi indikasi bahwa ada
perjanjian ini, maka secara langsung penjajaran (juxtaposition) antara
dan tidak langsung, pihak Republik Romo Soegija dan Bung Karno di era
dirugikan atas perjanjian Linggajati. revolusi. Relasi antara Romo dan
Adegan malam hari yang dipilih Presiden Soekarno dicatat oleh
sebagai latar belakang scene, Subanar (2003:33) sebagai relasi
memiliki signifikansi atas hasil dari yang moderat. Ketika beberapa tokoh
perjanjian itu sendiri. Malam adalah Katolik seperti Djajaseputra dan
saat ketika matahari terbenam dan Kasimo menjauh karena kedekatan
identik dengan kegelapan. Bila kita Soekarno dengan komunis, Romo
mencoba menalarkan menggunakan Soegija tetap mendukung. Baginya,
logika mitos Barthes, konotasi harus ada tokoh Katolik yang terlibat
malam berarti sebuah senjakala, saat adalam kebijakan politik Presiden
ketika manusia beristirahat untuk Soekarno.
memulai sesuatu yang baru.
188
Gambar 4.13 Scene (83) Mariyem ketakutan saat yang menyangkut soal nasionalisme,
kedatangan tentara Belanda di Yogyarakarta
selalu memposisikan bahwa pihak
yang terjajah selalu dalam posisi
sebagai masyarakat miskin, atau
paling tidak kelas pekerja. Jarang
diungkap dalam teks kesejarahan
Indonesia, baik dalam historiografi
tertulis maupun visual, tentang
bagaimana keadaan masyarakat
Kedatangan pasukan Belanda Indonesia kelas menengah-atas saat
saat menyerbu Yogyakarta, terjadinya masa revolusi fisik
digambarkan dalam adegan Mariyem Narasi biner yang dibangun
yang ketakutan sembari menuntun dalam logika isotopy yang
sepedanya. Scene ini bahkan menjadi melekatkan sifat-sifat stigmatis
bagian dalam poster film Soegija terhadap karakter-karakter tertentu,
(2012). Dalam adegan ini terdapat tetap dipertahankan oleh sineas
pula monolog dari Pak Besut yang industri perfilman Indonesia.
memberitahukan kedatangan tentara Bukannya cara berpikir ini keliru,
Belanda yang telah melanggaran tetapi menjadi tanda bahwa narasi
gencatan senjata dan perintah kesejarahan Indonesia masih berkutat
Jenderal Soedirman untuk perang pada cara berpikir biner dengan
gerilya. menempatkan kaum tertentu sebagai
Gambar ini menunjukkan patron (Kartodirjo, 2015), kendati
sebuah kontradiksi antara pribumi sudah tidak lagi monopoli militer.
dan kolonial, penjajah dan terjajah.
Bila kita lihat, di belakang Mariyem
tampak warga menggotong barang-
barang mereka untuk mengungsi,
sedangkan tentara Belanda datang
dengan menggunakan kendaraan
perang. Teks narasi sejarah terutama
189
Gambar 4.14 Scene (96) Mariyem pasang badan saat
lokasi perawatan pasien didatangai militer Belanda

perawatan. Lalu Robert pergi


meninggalkan Mariyem dan
menghentikan pencarian gerilyawan
di ruang perawatan.
Pengkultusan sosok Maria
adalah bagian yang tidak terpisahkan
dari tradisi gereja Katolik. Mitos
dianggap sebagai sebuah kebenaran

Film Soegija (2012) juga yang tidak perlu dibuktikan secara


empiris maupun rasional. Hingga
memuat personifikasi dari sosok
Maria. Dalam teologi Katolik, sosok kini terdapat beragam visualisasi
sosok Maria, ibu dari segala ibu
Maria adalah ibu dari Jesus. Ada
beberapa versi tentang dirinya, di dalam teologi Katolik. Mitos yang
dihadirkan dalam teks budaya
antaranya yang paling terkenal
adalah hubungannya dengan populer adalah sebuah signifikansi
dari sebuah proses penandaan yang
seseorang bernama Joseph
(Browning,2004:246). Ada pula mempunyai pondasi sejarah

sebuah versi yang mengatakan (Barthes,1972:107-108). Mitos tidak

bahwa Maria menikah dengan Joseph hanya ada dalam percakapan sehari-

dan tinggal di Bethlehem, tempat hari, melainkan menjangkau hingga

Jesus lahir (Ruiz, 2010). Film karya aspek fotografi dan sinema media

Garin Nugroho merepresentasikan audio-visual, berita (news), dan lain

sosok Maria dalam arti tindakan dan sebagainya. Mitos dalam kesejarahan

humanisme, dalam sosok Mariyem. dinilai penting karena dalam mitos

Seorang perawat yang rela pasang tersebut tersimpan sebuah

badan saat Robert, sang tentara pemaknaan yang lokusnya

Belanda mencari gerilyawan dalam terbentang di luar alam nyata (Levi-

sebuah ruang perawatan pasien. Strauss, 1968).

Mariyem bahkan berani menegaskan Berbicara dalam aspek teologi,

bahwa dirinya adalah Maria atau ibu maka unsur mitos sering diwujudkan

bagi pasien-pasien di ruang dalam simbol-simbol tertentu.


190
Simbol salib dengan tubuh (corpus) akhirnya kandas di tengah-tengah
Yesus tentu mempunyai arti peristiwa agresi militer di
tersendiri dalam benak dan mental Yogyakarta, tetapi film kesejarahan
pemeluk Katolik. Sama halnya populer paham betul bahwa formula
simbol tasbih bagi bagi umat Islam romantisme harus ditonjolkan. Hal
dan patung Buddha bertapa untuk ini mereka lakukan agar audiens
umat Buddha. Mitos dan simbol yang merasa ikut terlibat dalam konflik
ada dalam ranah spiritual ini bersifat percintaan sehingga sanggup
sakral dan punya sejarah panjang. bertahan menyaksikan narasi sejarah
Mereka adalah objek-objek yang yang seringkali sangat rigid.
mempersatukan umat-umat di Beragam penelitian tentang narasi
seluruh dunia dalam naungan otoritas film-film biopic populer pun
agama. menunjukkan adanya alur percintaan
Sosok Maria adalah simbol ibu heteroseksual yang dominan
bagi jemaat Katolik yang diwujudkan (Hall,2006:155).
dalam patung-patung maupun
diucapkan dalam doa-doa Gambar 4.18 Scene (105) Dua tentara Belanda
menurunkan bendera Belanda saat
peribadatan. Umat Katolik bahkan kedaulatan Indonesia diakui oleh Belanda

selalu menambahkan kata “bunda”


sebelum nama Maria disebut.
Personifikasi Bunda Maria sebagai
pengayom dan pelindung itulah yang
dihadirkan dalam sosok Mariyem di
film Soegija (2012).
Mariyem dalam film ini
menjadi penggerak dua sisi plot. Di Simbol kemenangan pihak
satu sisi ia adalah seorang pejuang Republik dalam pertempuran
kemanusiaan di bawah komando Yogyakarta, divisualisasikan dengan
gereja, di sisi lain ia juga menjalin penurunan bendera Belanda yang
kisah percintaan dengan Hendrik, dilakukan oleh dua orang berkulit
seorang tentara Belanda. Meski pada putih yang tentunya diasumsikan
191
sebagai warga negara Belanda. Saat Layaknya film Soegija (2012),
penurunan bendera Belanda ini, visualisasi biner penjajah terjajah,
terdengar pula monolog dari Pak pribumi kolonial, Indonesia dan non-
Besut yang menerangkan bahwa Indonesia di tampilkan pula dalam
Belanda telah mengakui kedaulatan film Sang Kiai (2013). Adegan
Indonesia di Jakarta. Apa yang penyiksaan terhadap seorang pribumi
ditampilkan dalam scene (105) oleh militer Jepang muncul dengan
adalah representasi dari pengakuan menampakkan darah dan bendera
kedaulatan tersebut. kebangsaan Indonesia. Wacana
Bukti empiris dari asumsi nasionalisme dengan cara
tersebut adalah diturunkannya menampilkan kaum pribumi sebagai
langsung bendera Belanda oleh pihak kaum tertindas adalah ciri khas dari
Belanda itu sendiri, tanpa paksaan film-film kesejarahan di Indonesia.
layaknya yang terjadi saat peristiwa Terutama bila kita melihat narasi-
Hotel Oranye di Surabaya. Dengan narasi yang coba dibangun dalam
ini, tanda bahwa pihak Republik film-film sejarah yang mengambil
telah menang telah disimbolkan periode revolusi nasional.
secara jelas lewat visualialisasi Seorang pemuda dalam scene
turunnya bendera kolonial, dan (20) ini menurunkan bendera merah
dinaikkan bendera kebangsaan putih dan dipaksa untuk melakukan
Indonesia. sekerei, tetapi ia menolaknya.
Adegan ini adalah representasi dari
Film Sang Kiai (2013) nasionalisme yang coba ditanamkan
Gambar 4.22 Scene (20) Kekejaman tentara Jepang dalam biopic Sang Kiai (2013).
kepada penduduk Indonesia
Dramatisasi simbolis yang coba
digambarkan dengan darah dan
bendera adalah simbol awal
perjuangan yang ada dalam narasi.
Adegan ini sebelumnya di mulai
dengan kedatangan tentara Jepang ke
tanah air, kemudian diikuti dengan
192
aksi penurunan bendera dan santri Tebuireng. Hal ini juga
penyiksaan terhadap mereka yang menunjukkan bagian kontras dari apa
tidak mematuhi perintah militer yang dikenakan oleh tentara Jepang.
Jepang. Peci dan sarung menjadi simbol
perekat dan identitas dan kaum
Gambar 4.23 Scene (29) Para santri mencoba melindungi
Kiai Hasyim saat hendak ditawan Jepang muslim dan santri. Semua entitas
santri pesantren Tebuireng,
menggunakan simbol tersebut.
Sedangkan para santri perempuan
menggunakan kerudung. Sepanjang
jalannya film ini, setiap umat muslim
divisualisasikan dengan tampilan
peci atau sorban penutup kepala
layaknya yang dikenakan oleh Kiai
Hasyim dan Kiai Wahab Chasbullah.
Scene (29) memperlihatkan
Bila umat Islam dan santri
bagaimana relasi Kiai Hasyim
pribumi divisualisasikan dengan
dengan santri-santrinya saat Sang
sarung dan penutup kepala berupa
Kiai hendak dibawa paksa oleh
sorban atau peci, lain halnya dengan
tentara Jepang. Relasi ini
Ono Hamid, seorang muslim Jepang.
menunjukkan bahwa Kiai Hasyim
Ono tidak pernah sekali pun
adalah sosok yang dianggap sebagai
ditampakkan menggunakan elemen
guru sekaligus sosok yang harus
ini untuk menunjukkan bahwa
dilindungi. Adegan ikonik di salah
dirinya adalah seorang muslim.
satu scene ini adalah penggerak
Indikasi bahwa Ono Hamid adalah
narasi menuju perjuangan kaum
seorang muslim muncul dari dialog
santri untuk berjuang atas nama
saat dirinya bersedia melobi pihak
agama dan nasionalisme.
Jepang agara bersedia membebaskan
Layaknya umat Islam di
kiai-kiai di Jawa dari tahanan militer
Indonesia pada umumnya, peci dan
Jepang, termasuk Kiai Hasyim. Itu
sarung menjadi simbol khas dari para
semua ia lakukan atas dasar
193
kewajibannya sebagai seorang dianggapnya menyengsarakan rakyat
muslim. kecil.
Pakaian muslim, layaknya
Gambar 4.25 Scene (96) saat Zaenal Mustafa
sarung dan peci, bersifat sangat
memberontak di Jawa Barat
kontekstual. Penggunaan peci di
Indonesia sudah dimulai sejak 1913
saat Douwes Dekker, Tjipto
Mangunkusumo, dan Ki Hajar
Dewantara sedang menjalani
pengasingan di Belanda. Saat
diundang dalam rapat SDAP (Sociaal
Dalam sejarahnya, Zaenal
Democratische Arbeiders Partij) di
Mustafa memberontak di Jawa Barat
Den Haag, Tjipto Mangunkusumo
(Amin,2008:153) saat masa
pertama kali menggunakan beludru
pendudukan Jepang dan menolak
hitam. Peci baru menjadi simbol bagi
mentah-mentah perintah militer
perjuangan melawan kolonialisme
Jepang untuk melakukan
setelah dipopulerkan dan ditetapkan
penghormatan kepada matahari
oleh Soekarno (Nordholt,1997:71).
sebagai simbol Kaisar Jepang.
Uniknya, peci dipadukan dengan
Film Sang Kiai (2013) juga
sarung juga digunakan oleh para
mencuplik kejadian pemberontakan
santri dan pemuka agama Islam lain
ini, bahkan hingga dieksekusinya
dalam setiap kegiatan keagamaan,
Zaenal Mustafa di Ancol. Polemik
tidak terkecuali dalam lingkungan
Zaenal Mustafa dan Masyumi yang
pesantren Tebuireng.
diketuai oleh Kiai Hasyim
Kemunculan Zainal Mustafa
disimbolkan dalam pergolakan yang
dalam biopic Sang Kiai (2013)
terjadi di Jawa Barat dan dipimpin
dimaknai sebagai awal polemik dari
oleh Zaenal Mustafa. Pergolakan ini
otoritas pesantren dan Masyumi
divisualisasikan dengan penyerangan
sebagai golongan yang ikut dalam
secara seporadis yang dilakukan oleh
pengambilan keputusan
Zaenal Musatafa dan beberapa
pelipatgandaan hasil bumi yang
194
pengikutnya. Muncul pertentangan menjadi bagian yang terintegrasi
antar otoritas. Masyumi sebagai dalam film Sang Kiai (2013).
organisasi Islam yang dipimpin Kemunculan pertama kali
langsung oleh Kiai Hasyim, Bung Tomo dalam film Sang Kiai
kebijakannya tidak dipatuhi secara (2013) saat meminta berkat dan
menyeluruh oleh pemimpin Islam nasihat kepada Kiai Hasyim,
lainnya di Indonesia. mempertegas posisi Hasyim Asy’ari
sebagai seorang nasionalis-religius.
Gambar 4.29 Scene (131) Visualisasi Bung Tomo
yang paling populer muncul di film Sang Kiai Biopic tentang Kiai Hasyim ini
(2013) mencoba menggabungkan dua kutub
tersebut. Kita juga bisa menyaksikan
penubuhan Bung Tomo yang otentik
layaknya yang sering tersaji di buku-
buku pelajaran sejarah.
Gambar 4.30 Scene (132) Masyarakat memberikan
logistik kepada para gerilyawan di Surabaya

Selain Bung Karno, sosok


nasionalis lainnya yang hadir dalam
biopic Kiai Hasyim Asy’ari adalah
Bung Tomo. Pemimpin arek-arek
Surabaya ini diceritakan bertemu
Sang Kiai untuk mendapatkan berkat
sekaligus nasihat saat hendak
berpidato menentang ultimatum
Sekutu di Surabaya. Visualisasi Inilah visualisasi yang
Bung Tomo paling ikonik saat ia merupakan dekonstruksi dari apa
berpidato dengan latar belakang yang dipertontonkan oleh Orde Baru
sebuah peredam suara belang dengan saat peristiwa revolusi fisik. Dalam
tangan kanan mengacung ke udara, film-film Orde Baru yang sangat
mengkultusakn peran Soeharto dan
195
militer, kontribusi rakyat atau happy ending layaknya Soegija
diminimalisir. Rakyat diposisikan (2012).
seolah-olah hanya menjadi objek Gambar 4.31 Scene (147) Sekutu dan Belanda
membumihanguskan Kota Surabaya
represi tentara Sekutu dan Belanda.
Nyaris tidak ada kesempatan bagi
rakyat untuk berkontribusi melawan
penajah bila mereka bukan bagian
dari gerilyawan.
Adegan saat penduduk
Surabaya memberikan bantuan
logistik yang ditampilkan dengan
pemberian nasi bungkus kepada Sebuah antiklimaks perjuangan
kaum gerilyawan adalah sebuah di mana para santri harus mundur
tawaran wacana alternatif dari film dan mengungsi dari pesantren dan
biopic Indonesia, khususnya yang Kota Surabaya yang
menyangkut spiritualitas dan dibumihanguskan oleh tentara
nasionalisme seperti Soegija (2012) Belanda yang datang membonceng
dan Sang Kiai (2013). Adegan saat Sekutu. Scene (147) yang dimulai
masyarakat memberi bantuan logistik saat Hamzah melihat dari kejauhan
yang terdapat dalam dua biopic dan mendapati Kota Surabaya sudah
tersebut, selalu dilakukan sebelum pebuh dengan kobaran api, menjadi
pecahnya pertempuran melawan pertanda bahwa perjuangan Laskar
tentara Sekutu dan Belanda. Hizbullah dan para pemuda harus
Kontribusi dan peran dari masyarakat berakhir dengan kekalahan dan harus
kelas bawah ini, ditonjolkan mundur hingga batas aman wilayah
sekaligus mendeligitimasi peran Republik.
militer yang terlampau berlebihan Perjuangan Laskar Hizbullah
pada film-film tentang revolusi mengalami goncangan ketika Kiai
nasional di era sebelumnya. Hasyim meninggal dunia, tidak lama
Biopic dari Hasyim Asy’ari setelah pasukan Hizbullah dipukul
tidak diakhiri dengan kemenangan mundur oleh tentara Belanda yang
196
datang membonceng Sekutu. Adegan terakhir dalam film
Peristiwa terpukul muncurnya saat Laskar Hizbullah adu tembak
Hizbullah beserta para pemuda dari dengan tentara sekutu, menunjukkan
Kota Surabaya, divisualisasikan saat bahwa narasi memang berakhir saat
Hamzah menyaksikan bagaimana Republik belum memperoleh
tentara Belanda membombardir dan kemenangan dan kedaulatan
membakar habis Kota Surabaya melawan tentara Belanda yang
melalui bom yang dijatuhkan dari mencoba kembali menduduki
helikopter. Republik Indonesia. Film Sang Kiai
(2013) dinarasikan berakhir setelah
Gambar 4.31 Scene (155) Film di akhiri
dengan peristiwa baku tembak antara Hizbullah Kiai Hasyim meninggal dunia, di
dan tentara Belanda
saat Republik menghadapi agresi
kedua Belanda. Akhir yang
antiklimaks ini tidak mengikuti
pakem film-film populer, tetapi
dengan demikian, sang sutradara
berusaha untuk tetap
mempertahankan otentitas kehidupan
dari Hasyim Asy’ari itu sendiri.

Film Sang Kiai (2013) berakhir


dengan mundurnya para santri ke Kesimpulan

garis batas pertahan Republik. Narasi Analisis narasi dan semiotik yang

hanya berakhir dengan keterangan dilakukan dalam studi ini

bahwa pada bulan Desember 1949 mengerucut dalam delapan temuan.

Belanda akhir mengakui kedaulatan Historiografi visual yang disajikan

Indonesia. Lalu muncul gambar KH. dalam dua biopic sama-sama

Hasyim Asy’ari yang monolog dari menunjukkan kesamaan struktur

Ikranagara tentang kepahlawanan narasi. Pertama, dua biopic

dan jasa para syuhada yang pasti menyajikan sebuah fakta empiris

diberikan tempat yang sebaik- tentang kisah hidup dua tokoh

baiknya oleh Tuhan. agama, yakni Soegijapranata dan


197
Hasyim Asy’ari yang hidup dalam kemerdekaan adalah fase terciptanya
periode perjuangan kemerdekaan. keseimbangan baru (new equlibrium)
Periode tersebut terdiri dari era sebelum terjadi disequilibrium baru
pendudukan Jepang, proklamasi via aksi agresi militer Belanda. Dua
kemerdekaan, hingga meletusnya biopic sama-sama diakhiri dengan
perjuangan revolusi fisik yang terciptanya titik keseimbangan akhir,
berbuah pengakuan kedaulatan yakni pengakuan kedaulatan yang
Indonesia dari Belanda. Kedua tokoh diperoleh lewat perjuangan fisik.
ini bergerak dalam koridor spiritual Keempat, narasi biopic Soegija
sekaligus penyokong pergerakan (2012) dan Sang Kiai (2013)
revolusi fisik lewat otoritas menunjukkan aspek-aspek dramatis
keagamaan yang mereka pimpin. (peperangan, penindasan,
Kedua, film Soegija (2012) penyesalan, kematian) yang turut
dan Sang Kiai (2013) sama-sama andil menggerakkan narasi
memuat imajinasi historis yang kesejarahan. Meskipun demikian,
tersaji lewat kemunculan tokoh- dua biopic ini juga memuat adegan
tokoh rekaan yang lebih dimaknai yang sifatnya trivia dan humor.
secara simbolis ketimbang empiris. Aspek ini menjadi indikasi bahwa
Ketiga, narasi dalam film Soegija kesejarahan yang muncul dalam
(2012) dan Sang Kiai (2013) sajian biopic, juga memuat aspek
bergerak secara linier. Artinya, hiburan bagi penonton.
historiografi visual yang disajikan Kelima, baik biopic Soegija
mengalami pasang surut dan klimaks (2012) maupun Sang Kiai (2013)
layaknya film-film populer. Cerita sama-sama menggunakan formula
dimulai dari masa pra kedatangan paling paten dari setiap film populer,
Jepang, lalu kedatangan tentara yakni menggunakan aktor dan aktirs
Jepang yang diserati huru-hara populer untuk memerankan tokoh
sebagai awal dimulainya fase utama. Hal ini dilakukan demi
disequilibrium, dilanjutkan dengan kepentingan komersil sekaligus
perlawanan dari kaum pribumi menambah kemampuan dari
hingga berbuah kemerdekaan. Fase penyebaran film itu sendiri karena
198
ditopang oleh popularitas aktor/aktris Barthes, Roland. (1977). Image,
Music, Text. London: Fontana Press.
yang terlibat di dalamnya. Sosok
Barthes, Roland. (1972).
Soegija dan Hasyim Asy’ari dalam Mythologies. Paris: Jonathan Cape
Ltd.
biopic tentang mereka, langsung
Beau, B. F. (1997). Historiography
ditampilkan periodenya saat telah Meets Historiophoty: The Peril
and Promise of Rendering The
menjadi pemuka agama. Penonton
Past on Film. American Studies
tidak diajak untuk melihat bagaimana Vol 38 (1) , 151-155.
Bingham, D. (2010). Whose Lives
kehidupan mereka saat kecil hingga
are They Anyway? The Biopic
beranjak remaja. Hal inilah menjadi as Contemporary Film Genre.
New Jersey: Rutgers
menjadi indikasi utama bahwa biopic
University Press.
Soegija (2012) dan Sang Kiai (2013) Brahmantyo, K. (2016). Sejarah
Publik dan Agen Perubahan.
adalah biopic yang bersifat periodik.
Jakarta: Koran Tempo 29
Artinya, dua biopic ini hanya Januari 2016.
Budniakiewicz, T. (1992).
mengambil bagian tertentu dalam
Fundamentals of Story Logic:
perjalanan hidup sang tokoh. Introduction to Greimassian
Semiotics. John Benjamins
Publishing Company:
Daftar Pustaka Amsterdam/Philadelphia.
Chandler, D. (2002). Semiotics: The
Fiske, J. (2005). Reading The
Basic. New York: Routledge.
Popular. London: Taylor &
Danesi, M. (2009). Dictionary of
Francis Group.
Media and Communications.
Alian. (2012). Metodologi Sejarah
New York: M.E. Sharpe Inc.
dan Implementasi dalam
Deliege, R. (2004). Levi-Staruss
Penelitian. Palembang:
Today: An Introduction to
Universitas Sriwijaya.
Structural Antrophology. New
Anderson, Benedict. (1972). Java in
York: Berg.
The Time of Revolution:
Edwards, M. (2003). Key Ideas in
Occupation and Resistance,
Media. London: Nelson Thornes
1944-1946 . Ithaca & London:
Ltd.
Cornell University Press.
Greimas, A. J. (1987). On Meaning:
Ankersmit, F. (2006). Historiography
Selected Writings in Semiotic
and Postmodernism. In K.
Theory. London: Frances
Jenkins, The Postmodern
Pinter.
History Reader (pp. 277-297).
Hall, J. (2006). Opposites Attract:
New York: Routledge.
Politics and Romance in The
Barker, C. (2004). The SAGE
Way We were and Speechless.
Dictionary of Cultural Studies.
Quarterly Review of Film and
London: SAGE.
Video, Volume 23 , 155-169.
199
Hesling, W. (2001). The Past as Historical Review Vol. 93 (5) ,
Story; The Narrative Structure 1193-1199.
of Histrorical Films. European Zed, M. (2001). Menggugat Tirani
Journal of Cultural Studies 4 Sejarah Nasional Suatu Telaah
(2) , 189-205. Pendahuluan Tentang Wacana
Jenkins, K. (2003). Refiguring Sejarah Nasional Dalam
History. London: Routledge. Perspektif Perbandingan.
Kartodirdjo, S. (1983). Pendekatan Disampaikan Dalam Konfrensi
Ilmu Sosial Dalam Metodologi Nasional Sejarah Indonesia
Sejarah. Jakarta: Gramedia VII, (p. 3). Jakarta.
Pustaka Utama.
Kuntowijoyo. (2003). Metodologi
Sejarah. Yogyakarta:Tiara
Wacana.
Luxemburg, J. V., Bal, M., &
Weststeijen, W. G. (1984).
Pengantar Ilmu Sastra.
Jakarta: Gramedia.
Martin, B., & Ringham, F. (2000).
Dictionary of Semiotics.
London: Cassell.
Nichols, B. (1985). Movies and
Methods Volume II An
Anthology. London: University
of California Press.
Propp, V. (1968). Morphology of The
Folktale. Austin-London:
University of Texas Press.
Ramirez, B. (1999). Clio in Words
and in Motion: Practices of
Narrating the Past. Journal of
American History Vol 86 ,
1002.
Subanar, B. (2003). Kesaksian
Revolusioner Seorang Uskup
Di Masa Perang: Catatan
Harian MGR. A.
Soegijapranata, SJ 13
Februari 1947 - 17 Agustus
1949. Yogyakarta: Galang
Offset.
White, Hayden. (1988).
Historiography and
Historiopothy. The American

200

Anda mungkin juga menyukai