Anda di halaman 1dari 23

TUGAS FINAL

MAKALAH MANAJEMEN SYARIAH

DI

OLEH:

NAMA : SITTI MULYANA

NIM : 2102010007

PRODI : EKONOMI SYARIAH

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

DARUD DA’WAH WAL IRSYAD

(STAI-DDI) PINRANG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya. Atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis
bisa menyusun dan menyelesaikan makalah tentang Manajemen Syariah ini
dengan baik dan tepat waktu guna memenuhi tugas final mata kuliah Manajemen
Syariah.

Dalam penulisan dan penyelesaian makalah ini penyusun tidak terlepas


dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penyusun mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyelesaian makalah ini.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bagi kami sebagai penyusun merasa
bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Pinrang, 14 Januari 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

PEMBAHASAN......................................................................................................3

A. FUNGSI PENGAWASAN DALAM ISLAM..............................................3

1. Pengawasan Melekat (Built in Control)....................................................3

2. Pengawasan Manajemen...........................................................................4

3. Mekanisme Pengawasan Manajemen........................................................5

4. Pengawasan Publik....................................................................................7

5. Pengawasan Peradilan serta Lembaga Hisbah dan Muhtasib...................8

B. MANAJEMEN LOKAL DALAM ISLAM..................................................9

1. Definisi Sentralisasi Desentralisasi...........................................................9

2. Manajemen Lokal dalam Islam...............................................................10

C. TEORI ALTERNATIF BAGI PRILAKU MANEJEMEN........................12

1. Pemikiran Manajemen Islam...................................................................12

2. Tujuan dan Karakteristik Teori Manajemen...........................................13

3. Teori Manajemen Modern.......................................................................15

4. Teori Birokrasi........................................................................................16

D. TEORI MANAJEMEN DALAM ISLAM DAN CONTOHNYA..............17

PENUTUP..............................................................................................................19

A. Kesimpulan.................................................................................................19

B. Saran............................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA

ii
PEMBAHASAN

A. FUNGSI PENGAWASAN DALAM ISLAM


1. Pengawasan Melekat (Built in Control)
Pemgawasan melekat atau built in control adalah proses
pemantauan, pemeriksaan, dan evaluasi oleh pimpinan unit/organisasi
kerja terhadap pendayagunaan semua sumber daya, untuk mengetahui
kelemahan dan kelebihan yang dapat digunakan untuk pengembangan
unit/organisasi kerja di masa depan.
Dalam pengewasan melekat, pelaku pengawasan adalah atasan
yang dianggap memiliki kekuasaan dan setiap pimpinan atau manajer
memiliki fungsi yang ,elekat di dalam jabatannya untuk melaksankan
pekerjaannya atau pada personil yang melaksanakan pekerjaan sesuai
dengan tugas pokoknya masing-masing. Dalam konsep pengawasan ini,
para pelaku pengawasan lainnya seperti bawahan, orang lain, dan
masyarakat kurang diperhatikan dengan anggapan atasan dapat
menjalankan kekuasaannya sehingga bebas mengawasi bawahannya.
Secara teoritis, pengawasan melekat dapat dilakukan secara lebih
mudah murah dan efektif. Faktor yang sangat menguntungkan dalam hal
ini adalah karena jarak antara subyek dan obyek pengawasan begitu dekat
sehingga sewaktu-waktu pelaksanaan tugas dapat diawasi dengan cermat
tanpa mengeluarkan biaya apapun. Meskipun dapat dilakukan secara lebih
mudah, nyatanya pengawasan melekat juga memiliki permasalahan
utamanya dalam hal built in control. Mekanisme built in control dalam
pengawasan melekat pada dasarnya hamppir sama dengan mekanisme
pengawasan secara umum yakni yang terdiri dari proses mengamati fakta
yang berupa pelaksanaan tugas oleh bawahan kemudian
membandingkannya dengan standar yang menjadi acuan dan diikuti
dengan tindakan korektif. Tindakan korektif ini yang seringkali menjadi
titik sentral permasalahan di dalam pengawasan melekat. Tindakan
korektif yang tidak dilaksanakan secara langsung oleh pengawas dalam

3
4

setiap gejala yang mengarah pada penyimpangan dapat menimbulkan


akibat yang merugikan.
2. Pengawasan Manajemen
Dalam manajemen, pengawasan (controlling) merupakan suatu
kegiatan untuk mencocokkan apakah kegiatan operasional (actuating) di
lapangan sesuai dengan rencana (planning) yang telah ditetapkan dalam
mencapai tujuan (goal) dari organisasi. Dengan demikian yang menjadi
obyek dari kegiatan pengawasan adalah mengenai kesalahan,
penyimpangan, cacat dan hal-hal yang bersifat negatif seperti adanya
kecurangan, pelanggaran dan korupsi.
Fungsi pengawasan atau yang lebih dikenal dengan Controlling
tidak dapat berdiri sendiri, melainkan selalu terkait dengan fungsi-fungsi
manajemen yang lain yang paling sederhana yaitu Planning, Organizing
dan Actuating.
Dengan demikian fungsi pengawasan terkait dengan korporasi,
yang menurut Subekti dan Sudibjo korporasi adalah suatu perseroan yang
merupakan badan hukum. Selanjutnya Puspa memberikan contoh badan
hukum antara lain adalah Perseroan Terbatas (PT) dan Yayasan.
Sementara itu Abdurachman menjelaskan bahwa pada umumnya korporasi
dapat merupakan organisasi pemerintah, setengah pemerintah atau
partikelir.
Dalam korporasi pemerintah, fungsi pengawasan merupakan suatu
kegiatan untuk mencocokkan apakah kegiatan operasional dilapangan
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Kegiatan ini dapat disimak
dari rencana pembangunan yang terbagi dalam Pembangunan jangka
panjang ( dua puluh lima tahun ), jangka menengah ( lima tahun ) dan
jangka pendek ( satu tahun ). Yang menjadi obyek dari kegiatan
pengawasan adalah adanya kemungkinan terjadinya kesalahan,
penyimpangan, kecurangan, pelanggaran. Kesalahan bisa terjadi karena
miskomunikasi, penyimpangan bisa terjadi karena kesengajaan
menggunakan sebagian dana pelaksanaan pembangunan untuk
5

kepentingan pribadi. Pelanggaran bisa terjadi karena baik disengaja atau


tidak sengaja pelaksanaan pembangunan tidak sesuai dengan ketentuan
dan peraturan yang telah ditetapkan.
Berbagai bentuk kesalahan, penyimpangan, kecurangan dan
pelanggaran untuk kepentingan pribadi, keluarga atau kelompok dapat
diartikan sebagai tindak kejahatan korupsi (penjelasan pasal 1 Undang-
undang Republik Indonesia nomor 3 tahun 1971 tentang tindak pidana
korupsi).
3. Mekanisme Pengawasan Manajemen
Adapun bentuk mekanisme pengawasan manajemen dilakukan
dengan tiga cara :
a. Pengawasan Langsung berupa :
Peninjauan pribadi adalah mengawasi dengan jalan meninjau secara
pribadi sehingga dapat dilihat sendiri pelaksanaan pekerjaan, hal ini
menjadikan kontak langsung diantara yang mengawasi dengan yang
diawasi.
b. Pengawasan melalui laporan lisan adalah dengan mengumpulkan
fakta-fakta melalui laporan lisan yang diberikan. Wawancara yang
ditujukan kepada orang- orang yang diawasi dapat memberikan
gambaran akan hal-hal yang akan diketahui.

c. Pengawasan tidak langsung berupa :


Laporan tertulis adalah merupakan suatu pertanggung jawaban si
pekerja mengenai kegiatan/pekerjaan yang dilaksanakan.

Menurut William Newman dalam T. Hani Handoko (2003:367)


terdapatlima langkah prosedur penetapan sistem pengawasan yakni :
a. Merumuskan hasil yang diinginkan, manajer harus merumuskan hasil
yang akan dicapai sejelas mungkin. Tujuan yang dinyatakan secara
umum atau kurang elas seperti pengurangan biaya over head atau
meningkatkan pelayanan pelanggan., perlu dirumuskan lebih jelas
seperti pengurangan biaya over head dengan 12% atau menyelesaikan
6

setiap keluhan konsumen dalam waktu tiga hari. Disamping itu hasil
yang diinginkan harus dihubungan dengan individu yang bertanggung
jawab atas pencapaiannya.
b. Menetapkan petunjuk. Tujuan pengawasan sebelum dan selama
kegiatan dilaksanakan adalah agar manajer dapat mengatasi dan
memperbaiki adanya penyimpangan sebelum kegiatan diselesaikan.
Tugas penting menejer adalah merancang program pengawasan untuk
menemukan sejumlah indfikator yang terpercaya sebagai petunjuk
apabila tindaka koreksi perlu diambil. Terdapat beerapa perkiraan apa
hasil yang diinginkan tercapai atau tidak menurut Newman ;
1) Pengukuran masukan, perubahan dalam masukan pokok akan
mengisyaratkan manajer untuk merubah ataumengambil
tindakan koreksi.
2) Hasil-hasil pada tahap permulaan, bila hasil dari tahap
permulaan lebih baik atau jelek daripada yang diperkirakan
maka perlu dilakukan penilaian kembali. Penjualan awal yang
menggembirakan akan merupakan indikasi yang sangat berguna
bagi keberhasilan di waktu yang akan datang.
3) Gejala-gekjala, Ini adalah kondisi yang tampaknya berhubungan
dengan hasiul akhir, tetapi tidak secara langsung
mempengaruhinya.
4) Perubahan dalam kondisi yang diasumsikan. Perkiraan mula-
mula didasarkan atas asumsi-asumsi dengan kondisi normal.
Perubahan yang tidak diharapkan seperti pengembangan produk
baru oleh pesaing atau kekurangan bahan akan menunjukan
perlunya penilaian kembali taktik dan tujuan perusahaan.
c. Menetapkan standar petunjuk dan hasil akhir. Penetapan standar untuk
petunjuk dan hasil akhir adalah bagian penting prancangan proses
pengawasan Tanpa penetapa standar manajer mungkin memberikan
perhatian yang lebih terhadap penyimpangan kecil atau tidak bereaksi
terhadap penyimpangan besar.
7

d. Menetapkan jaringan informasi dan umpan balik. Langkah keempat


dalam perancangan suatu siklus pengawasan adalah menetapkan
sarana untuk pengumpulan informasi petunjuk dan perbandingan
penunjuk terhadap standar. Jaringan kerja komunikasi dianggap baik
apabila aliran tidak hanya ke atas tetapi juga ke bawah kepadasiapa
yang harus mengambil tindaka koreksi. Disamping itu jaringan juga
harus efisien untuk menyediakan informasi balik yang relevan kepada
personalia kunci yang memerlukan.
e. Menilai informasi dan mengambil tindakan koreksi. Langkah terakhir
adalah pembandingan petunjuk dengan standar, penentuan apakah
tindakan koreksi perlu diambil dan kemudian pengambilan tindakan.
4. Pengawasan Publik
Pengawasan publik dilakukan oleh pengawas internal dan
pengawas eksternal menjelaskan bahwa fungsi pengawasan dalam
pelayanan publik dapat dilakukan oleh pengawas internal dan pengawas
eksternal. Pengawas internal berfungsi sebagai fungsi pengawasan pada
level dasar, karena pengawas internal berada di dalam instansi diharapkan
dapat lebih banyak mengetahui seluk beluk dan karakter pelaksana
pelayanan publik beserta potensi penyimpangan yang mungki terjadi, jika
fungsi pengawasan oleh pengawas internal gagal bereaksi atau berfungsi
dengan baik, maka harus ada peran dari fungsi pengawasan level lanjutan,
yakni pengawasan eksternal.
Menurut Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik Pengawasan internal penyelenggaraan pelayanan
publik dilakukan melalui:
a. Pengawasan oleh atasan langsung sesuai dengan peraturan perundang-
undangan;
Dalam hal ini artinya pengawasan langsung dilakukan oleh
atasan langsung atau kepala instansi penyelenggara pelayanan publik.
Jika sebuah pelayanan publik terdapat penyimpangan, maka
sebenarnya yang harus bertanggung jawab atau harus dicari terlebih
8

dahulu guna dimintai penjelasan selain dari pelaksana pelayanan


publiknya sendiri adalah pimpinan instansi / atasan langsung dari
pelaksana pelayanan publik, hal ini tidak lepas dari kewajiban jabatan
pimpinan instansi pelayanan publik yang artinya penanggung jawab
setiap penyelenggaraan pelayanan publik di suatu instansi adalah
pimpinan instansinya.
b. Pengawasan oleh pengawas fungsional sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
Selain atasan langsung atau kepala instansi penyelenggara
pelayanan publik, pihak berikutnya yang harus melaksanakan fungsi
pengawasan adalah pengawas fungsional sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, contohnya satuan pengawas internal Instansi
penyelenggara pelayanan publik, Inspektorat, serta aparat pengawas
intern pemerintah lainnya.

Selain pengawas internal, fungsi pengawasan dalam pelayanan


publik juga dapat dilaksanakan oleh pengawas eksternal, hal ini sesuai
dengan Pasal 35 ayat (3) yang menyatakan bahwa: Pengawasan eksternal
penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan melalui:
a. Pengawasan oleh masyarakat berupa laporan atau pengaduan
masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik;
b. Pengawasan oleh ombudsman sesuai dengan peraturan perundang-
undangan; dan
c. Pengawasan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota.
5. Pengawasan Peradilan serta Lembaga Hisbah dan Muhtasib
Pengawasan peradilan adalah pengawasan yang dilaksanakan oleh
Badan Pengawasan Mahkamah Agung, pengadilan tingkat banding, dan
pengadilan tingkat pertama secara rutin terhadap penyelenggaraan
peradilan sesuai dengan kewenangan masing-masing.
9

Hisbah merupakan peradilan yang menangani kasus


orang yang melanggar perintah Allah dan mengerjakan larangan-Nya
secara nyata. Tugas utama lembaga ini adalah mengajak orang berbuat
baik dan mencegah orang berbuat mungkar dengan tujuan mendapat rida
dari Allah. Hakim lembaga ini disebut muhtasib yang bertugas mengawasi
berlaku tidaknya undang-undang ketertiban umum dan adab-adab
kesusilaan yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun. Muhtasib harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1) adil, (2) merdeka, (3) memiliki
pandangan atau berwawasan luas serta tajam pemikirannya, (4) teguh
dalam pendirian agama, dan (5) memiliki pengetahuan tentang tindakan-
tindakan kemunkaran yang terjadi dalam masyarakat.
B. MANAJEMEN LOKAL DALAM ISLAM
1. Definisi Sentralisasi Desentralisasi
Sentralisasi merupakan pengellolaan kewenangan secara terpuusat,
sementara desentralisasi itu sendiri yaitu pendelegasian wewenang dari
manajemen puncak terhadap bawahan – bawahannya. Pengelolaan
kewenangan secara desentralisasi diharapkan bahwa keputusan dapat
diambil dengan cepat sehingga tidak menganggu terhadap operasional
perusahaan. Selain itu dengan adanya desentralisasi maka keputusan dapat
diambil oleh satu pihak sehingga tidak terjadi keracuan dalam
pengambilan keputusan.
Menurut Watson (1975) sistem akuntansi manajemen mengarah ke
mekanisme yang akan mendukung struktur organisasi (1998 : 145). Dalam
kondisi struktur organisasi yang terdesentralisasi, para manajer memiliki
peranan yang lebih besardalam pembuatan keputusan dan
mengimplementasikannya, serta menjadikan mereka lebih bertanggung
jawab terhadap aktivitas kerja cabang yang dipimpinnya. Dengan adanya
desentralisasi akan menyebabkan manajer yang mendapat pelimpahan
wewenang dari manajer atas, akan membutuhkan informasi yang
berkualitas dan relevan untuk mendukung keputusan yang berkualitas.
Oleh karena itu, para manajer membutuhkan sistem akuntansi manajemen
10

yang andal agar dapat menyediakan kebutuhan informasi yang diharapkan


dengan tepat waktu dan relevan dalam pembutan kebijakan untuk
mencapai tujuan yang telah diharapkan.
2. Manajemen Lokal dalam Islam
Manajemen merupakan suatu proses dimana sumber-sumber yang
semula tidak berhubungan satu dengan yang lainnya lalu diintegrasikan
menjadi suatu sistem menyeluruh untuk mencapai tujuan-tujuan
organisasi.
Dalam pandangan Islam segala sesuatu yang menjadi

pekerjaan

itu harus dimanaj (dikerjakan) dengan benar, tertib, teratur,

sistematis, tuntas, dan bertanggung jawab. Tidak boleh dilakukan

asalasalan. Apa yang diatur dalam Islam ini telah menjadi indikator

pelaksanaan manajemen yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadis

Nabi Muhammad SAW.

Paradigma manajemen lokal dalam Islam yaitu:


a. Niat yang Lurus
Niat yang lurus adalah pondasi utama dari amal perbuatan
seseorang. Lurus disini maksudnya hanya mengharap ridha Allah.
Dalam hal berbisnis misalnya niat yang lurus itu semata-mata untuk
mendapat ridha Allah, sehingga bisa hidup dalam batas yang wajar,
dapat menjadi warga negara yang baik, yang selalu menunaikan
kewajiban membayar pajak untuk negara, dapat menghidupi
keluarga yang menjadi tanggungan, dan dapat melaksanakan
kewajiban agama seperti membayar zakat bila cukup nasabnya,
berinfaq dan bersedekah untuk kamaslahatan umat.
Dengan demikian jika niat berbisnis itu benar-benar lurus,
semata-mata mengharap “mardhatillah”, maka segala amal usahanya
juga akan baik. Sebaliknya jika niatnya tidak lurus, ada keinginan
yang tersembunyi yang bertentangan dengan kewajiban terhadap
11

negara dan agama, maka amal perbuatannya (berbisnis dalam hal


ini) bisa tidak menguntungkan (membawa mudarat) bagi yang
bersangkutan.
b. Landasan Moral
Dalam perspektif syariah seorang pemimpin dalam menjalankan
kepemimpinannya mempunyai landasan moral yang harus ia
pegang teguh agar ia bisa lurus dalam menjalankan tugas-tugas
kepemimpinan yang menjadi tanggung jawabnya. Landasan moral
yang dimaksud adalah:
1) Kesadaran bahwa dirinya dipantau Allah.

2) Komitmen pada kejujuran.

3) Komitmen pada amanah.

4) Cerdas

5) Komunikatif
c. Budaya Manajemen Bisnis Syariah
1) Mengutamakan akhlak.

2) Mengutamakan pembelajaran.

3) Mengutamakan Pelayanan

4) Adil
d. Mengutamakan silaturrahim-kemitraan (networking)
Seorang pemimpin bsnis dalam mmenjalankan kepemimpinn
bisnisnya selalu mengutamakan silaturrahim-kemitraan (networking)
baik terhadap karyawan (pelanggan internal) maupun terhadap
stakeholders (pelanggan eksternal). Dengan gaya silaturrahim-
kemitraan (networking) ini maka hubungan kerja akan terbangun lebih
hangat dan masing-masing pihak akan merasa bertanggung jawab
untuk memberikan partisipasinya dalam mencapai keberhasilan bisnis
sesuai peran dan porsinya masing-masing.
e. Internalisasi agama dalam kehidupan sehari-hari
12

Internalisasi berarti proses penghayatan (pemberian makna) bagi


motivasi, pola pikir, pola hidup atau tindakan. Dalam konteks agama
internalisasi dapat dipahami sebagai proses pemahaman agama dalam
kehidupan seseorang, seperti misalnya pola pikir atau tindakan
seseorang dalam kaitannya dengan kehidupan pribadi, interaksinya
dengan orang-orang yang dipimpinnya, dan dengan yang Maha
Kuasa (Allah SWT).
C. TEORI ALTERNATIF BAGI PRILAKU MANEJEMEN
1. Pemikiran Manajemen Islam
Menurut Dede Rosada, menajemen sebagaimana dibahas dalam
kajian-kajian teoritis adalah, proses mengarahkan, mengoordinasikan, dan
mempengaruhi operasional untuk memperoleh hasil yang diinginkan, serta
meningkatkan performa organisasi secara keseluruhan. Pengertian tersebut
menekankan bahwa lingkup tugas manajemen adalah mengarahkan dan
mengoordinasikan seluruh anggota organisasi untuk melakukan sesuatu
sesuai kapasitasnya masing-masing untuk mencapai tujuan dari organisasi
tersebut. jika proses ini berjalan dan memperlihatkan hasil yang berarti,
maka performa organisasi juga akan meningkat sebagai organisasi yang
baik, kuat dan solid serta akan menghasilkan output atau outcome sesuai
harapan.
Manajemen dalam pandangan Islam mengandung pengertian
segala sesuatu harus dilakukan secara baik, teratur, tertib, rapi, dan benar.
Tidak boleh dilakukan secara asal-asalan. Hal tersebut sesuai dengan yang
diajarkan Rasdulullah SAW dalam sabdanya:
“Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang jika melakukan sesuatu
pekerjaan dilakukan secara itqan (baik, terratur, tertib, rapi, benar, jelas dan tuntas)”
(H.R. Taberani).

Manajemen dalam arti melaksanakan pekerjaan secara itqan

(dengan baik, teratur, tertib, rapi, benar, jelas dan tuntas)

merupakan

hal yang diisyaratkan dalam Islam. Dan bahkan menurut hadis


13

yang

diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Ya’la melaksanakan

manajemen

itu merupakan suatu kewajiban.


“Allah SWT mewajibkan kepada kita untuk berlaku ihsan dalam segala sesuatu“

Kata ihsan disini mengandung makna melaksanakan sesuatusecara


maksimal dan optimal, tidak setengah-setengah, apalagi asal dikerjakan
saja. Bekerja yang dimaksud disini adalah bekerja yang benar-benar
berkualitas prosesnya dan bermutu hasilnya.
2. Tujuan dan Karakteristik Teori Manajemen
Adapun tujuan manajemen Islam menurut H.Athiyah Al-Abrasyi
sebagaimana yang telah di kutip oleh Oemar Muhammad At-Thoumy al-
Syabani mengatakan bahwa tujuan manajemen Islam adalah:
a. Pembentukan akhlak yang mulia.
b. Persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat.
c. Menumbuhkan ruh ilmiah pada pelajaran.
d. Menyiapkan pelajar yang profesioanal disamping memelihara
kerohanian dan keagamaan.
e. Mempersiapkan anak didik untuk mencari rizki dan pemeliharaan
segi-segi kemanfaatan sesuai dengan tujuan pendidikan Islam di atas.
Sesuai dengan tujuan pendidikan Islam di atas dengan berpijak
pada pengertian manajemen maka tujuan manajemen dalam pendidikan
Islam adalah meningkatkan produktifits pencapaian hasil yang maksimal
dalam pendidikan Islam dalam berbagai aspek, jasmai, rohani, dunia, dan
akhirat.
Manajemen pendidikan memiliki karakteristik yang
membedakannya dengan manajemen dalam bidang layanan jasa lainnya.
Menurut Tony Bush, sebagaimana dikutip Dede Rosyada, perbedaan-
perbedaan tersebut meliputi:
14

a. Tujuan dari lembaga pendidikan berbeda dengan layanan jasa lainnya,


dan tidak mudah untuk didefinisikan dibading dengan manajemen
perdagangan umpamanya, karena pendidikan bertugas mendidik anak-
anak agar memiliki berbagai nilai, bahkan kepercayaan yang
semuanya sukar untuk diukur. Beda dengan perdagangan, berapa
barang terjual dan berapa keuntungannya, sangat mudah untuk
dihitung. Kendati demikian, banyak aspek dari hasil pendidikan yang
mudah dan bisa diukur, kendati banyak pula yang sukar untuk
mengukurnya.
b. Kemudian, dalam pendidikan aspek tujuan termasuk yang sukar pula
diukur tingkat ketercapaiannya, apakah tujuan pendidikan itu telah
tercapai atau belum saat seorang siswa telah menyelesaikan
pendidikannya pada jenjang dan jenis tertentu.
c. Anak-anak atau siswa-siswa sebagai vocal point dari pendidikan justru
menjadi ambiguistik, karena di satu sisi mereka adalah client atau
pelanggan yang harus memperoleh pelayanan terbaik, namun di sisi
lain mereka diharapkan dikembangkan dan diubah karakteristiknya
dengan penanaman nilai-nilai baru. Oleh sebab itu, mereka harus
diberi berbagai perlakuan agar memperoleh berbagai pengalaman
baru. Kemudian bersamaan dengan itu pula, siswa-siswa adalah
manusia, yang pembentukanya tidak sana dengan benda atau barang,
yang mudah untuk di-redesign, sementara anak-anak adalah manusia
yang tidak mudah untuk dibentuk baru atau dimanipulasi.
d. Kepala sekolah dan guru berasal dari kalangan profesi yang sama,
yaitu samasama profesional dan sama-sama guru dari latar belakang
pendidikan keguruan yang sama. Oleh sebab itu, sebagai profesional
guru biasa menuntut otonomi dalam pelaksanaan proses pembelajaran
bagi siswa-siswanya. Dengan demikian, sistem koordinasi antara guru
dengan kepala sekolah berbeda dengan kordinasi antara atasan dan
bahawan dalam sebuag instansi pemerintah umpamanya, atau
perusahaan yang bergerak dalam industri barang atau jasa lainnya.
15

e. Manajemen sekolah juga menghadapi persoalan fragmentatif, karena


suasana pengambilan putusan sekolah senantiasa dipengaruhi oleh
unsur-unsur agensi luar, seperti perwakilan orang tua siswa,
perwakilan pemerintah, politisi dan unsur lainnya. Keragaman unsur-
unsur yang terlibat ini, akan menyulitkan kepala sekolah dalam
mendistribusikan tanggung jawab terhadap putusanputusan yang
dihasilkan rapat sekolah, karena unsur-unsur yang mempengaruhi
pengambilan putusan tersebut justru tidak berada dalam jajaran
manajemen, padahal mereka sangat vokal dalam penyampaian
berbagai saran dan pendapat untuk diputuskan kepala sekolah.
f. Problem manajemen sekolah yang juga spesifik adalah kesibukan
kepala sekolah dalam mengajar. Banyak senior manajer yang
memiliki waktu yang sangat sedikit untuk manajerial karena sibuk
dengan tugas mengajar. Bahkan untuk tingkat primary school (sekolah
dasar) sering kali semua tim manajemen adalah pengajar, dan
memiliki tugas mengajar dikelas, sehingga sangat sedikit waktu untuk
manajemen sekolah. Oleh sebab itulah, ada problematika
implementasi teori-teori manajemen secara umum pada manajemen
sekolah
Argumen-argumen di atas memperlihatkan bahwa manajemen
pendidikan tidak bisa diadopsi secara utuh teori manajemen industri
barang atau jasa lainnya, tapi memiliki ciri dan karakteristik sendiri. Unsur
yang dihailkan adalah sumber daya manusia dalam kualitas tertentu,
teamwork-nya adalah guru yang egaliter, cenderung independen, walaupun
harus tetap akuntabel, mitra kerjanya adalah orang tua, pemerintah, atau
tokoh masyarakat, yang hanya sharing pandangan, pendapat, dan gagasan,
lalu bersama-sama dengan kepala sekolah mengambil berbagai putusan
strategis, tapi setelah itu mereka pergi meninggalkan sekolah, dan
membiarkan kepala sekolah dengan timnya mengatur pelaksanaan putusan
mereka. Itulah karakteristik manajemen sekolah yang harus dibahas
khusus sebagai manajemen pendidikan.
16

3. Teori Manajemen Modern


Bumi tempat kita tinggal didunia ini menurut keyakinan agama
Islam diciptakan oleh Allah Yang Maha Esa. Allah menyiapkan dan
mengatur segala sesuatu yang diperlukan oleh manusia sebagai
khalifah fil ardhi (QS. Hud: 61), dengan selengkap–lengkapnya. Ada
tanah, air, udara, tumbuh-tumbuhan, hewan, tambang, mineral, dan
sebagainya. Manusia yang ditugasi oleh Allah tinggal mengelolanya
dengan sebaik-baiknya.
Untuk dapat mengelola kehidupan di muka bumi ini dengan

sebaik-baiknya, dan bertanggung jawab, maka manusia

memerlukan

pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan sikap kerja yang

profesional, yang dalam istilah modern sekarang ini disebut

manajemen.

Manajemen dalam pandangan Islam mengandung

pengertian segala sesuatu harus dilakukan secara baik, teratur,

tertib, rapi, dan benar. Tidak boleh dilakukan secara asal-asalan.

Hal tersebut sesuai dengan yang diajarkan Rasdulullah SAW dalam

sabdanya:
“Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang jika melakukan sesuatu

pekerjaan dilakukan secara itqan (baik, terratur, tertib, rapi, benar, jelas dan tuntas)”

(H.R. Taberani).

Manajemen dalam arti melaksanakan pekerjaan secara itqan

(dengan baik, teratur, tertib, rapi, benar, jelas dan tuntas)

merupakan hal yang diisyaratkan dalam Islam. Dan bahkan

menurut hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Ya’la

melaksanakan manajemen itu merupakan suatu kewajiban.


“ Allah SWT mewajibkan kepada kita untuk berlaku ihsan dalam segala sesuatu“
17

Kata ihsan disini mengandung makna melaksanakan sesuatu

secara maksimal dan optimal, tidak setengah-setengah, apalagi asal

dikerjakan saja. Bekerja yang dimaksud disini adalah bekerja yang

benar-benar berkualitas prosesnya dan bermutu hasilnya.


4. Teori Birokrasi
Menurut teori birokrasi Max Weber, struktur semacam ini penting
dalam organisasi besar sehingga semua tugas dapat dilakukan secara
struktural oleh sejumlah besar populasi kerja. Selain itu, dalam suatu
birokrasi, seleksi dan promosi hanya terjadi atas dasar kualifikasi teknis.
Menurut Max Weber, pendekatan manajemen birokrasi menekankan pada
kebutuhan organisasi untuk berfungsi secara seimbang daripada mengikuti
keinginan yang sewenang-wenang atau emosi dan niat yang tidak masuk
akal dari manajemen dan pengawas.

Prinsip dan fitur utama yang menjadi dasar pendekatan ini dapat
dilihat sebagai berikut:
a. Tingkat Tinggi Divisi Tenaga Kerja dan Spesialisasi.
b. Ada hierarki kepemimpinan yang terdefinisi dengan baik.
c. Dibutuhkan prinsip-prinsip seperti Rasionalitas, Objektif dan
Konsistensi.
d. Hubungan antara individu dan organisasi adalah hubungan Formal dan
Impersonal. Dan itu tergantung pada posisi dan bukan pada individu.
e. Pedoman dan Peraturan disusun dengan baik dan menunjukkan
kewajiban dan hak istimewa pekerja. Pedoman ini berlaku untuk
semua orang dari bawah asosiasi dan harus diikuti oleh semua orang.
f. Rekrutmen dan Pertumbuhan bergantung pada kemampuan teknis.
g. Kekuasaan birokratis atau legitimasi yang adil diberi makna.
D. TEORI MANAJEMEN DALAM ISLAM DAN CONTOHNYA
Definisi manajemen Islam yang tidak seluruhnya penulis tampilkan
bagi Husaini Ahmad, belum ia temukan kepuasan tentang beragam definisi
18

tersebut. Baginya manajemen Islam secara esensi dapat dipandang sebagai


proses (fungsi) maupun sebagai tugas (task). Masih menurutnya, secara lebih
luas manajemen Islam dapat diartikan sebagai perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian sumber daya organisasi
untuk mencapai tujuan secara efektif dan efesien sesuai Syariat. Efesiensi
(daya guna) mengacu pada memperoleh output terbesar dengan input yang
terkecil.
Dengan demikian urgensi dari manajemen Islam adalah untuk
menjangkau/mencapai tujuan Dunia dan Akhirat, baik organisasional
(maupun personal) dan memelihara keseimbangan antara tujuan-tujuan
dengan cara efisiensi dan efektifitas dalam menjalan hubungan manusia dan
hubungan Allah SWT.
Berbicara mengenai manajemen bisnis yang berlandaskan syariah
tentu tidak terlepas dari tuntunan Islam sebagaimana yang digariskan
Rasulullah dan dicontohkan beliau dalam perilaku bisnisnya.
Apapun bentuk, nama, dan ukuran (besar dan kecilnya) organisasi itu,
sudah dapat dipastikan ia memerlukan manajemen, karena manajemen
merupakan pengetahuan terapan yang dapat dipergunakan oleh siapa saja, dan
dalam bidang apa saja untuk memanaj pekerjaan yang meliputi aktivitas
merencanakan, mengorganisasikan, menggerakan, dan mengendalikan
aktivitas organisasi.
Suatu organisasi, baik organisasi pemerintah seperti negara, yang
terdiri dari kementerian, Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, dan
Desa/Kelurahan, maupun organisasi bisnis yang banyak sekali
jenisnya, dan bahkan organisasi yang terkecil seperti rumah tangga
sekalipun akan tertib (berjalan baik) apabila manajemennya dilaksanakan
dengan baik dan benar.
Sebaliknya apabila suatu organisasi manajemennya tidak dilaksanakan
dengan baik dan benar, maka dapat dipastikan organisasi itu tidak akan
berjalan seperti yang diharapkan. Dan bahkan seperti ungkapan Ali bin Abi
Thalib “apabila suatu organisasi tidak dimanaj dengan baik akan dapat
19

dikalahkan oleh kebatilan yang diorganisir dengan baik. Dan dominasi


kemungkaran sering terjadi bukan karena kuatnya kemungkaran itu, akan
tetapi karena tidak rapinya kekuatan yang hak”.
Sebagai contoh misalnya tentang eksploitasi pengelolaan sumber
daya alam tambang batu bara yang banyak dilakukan di negara kita Indonesia
ini. Meskipun kita sudah punya UU tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
(amdal), UU tentang Sumber Daya Alam, dan UU tentang Pertambangan,
namun karena manusia-manusianya yang diberi wewenang memberi izin
usaha pertambangan dan yang berkewajiban mengawasi pelaksanaannya lebih
mendahulukan mengejar rentseeking (keuntungan pribadi), sehingga
ketentuan-ketentuan yang ada di dalam per-UU-an tersebut tidak dijalankan
sebagaimana mestinya.
PENUTUP
A. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas adapun yang dapat disimpulkan bahwa:


1. Fungsi pengawasan dalam Islam meliputi pengawasan melekat (built in
control), pengawasan manajemen, mekanisme pengawasan manajemen,
pengawasan publik, dan pengawasan peradilan serta lembaga hisbah dan
Muhtasib.
2. Manajemen lokal dalam Islam yang meliputi sentralisasi, desentralisasi
yang dimana manajemen lokal dalam Islam merupakan suatu proses
dimana sumber-sumber yang semula tidak berhubungan satu dengan
yang lainnya lalu diintegrasikan menjadi suatu sistem menyeluruh untuk
mencapai tujuan-tujuan organisasi. Dalam pandangan Islam segala
sesuatu yang menjadi pekerjaan itu harus dimanaj (dikerjakan) dengan
benar, tertib, teratur, sistematis, tuntas, dan bertanggung jawab. Tidak
boleh dilakukan asalasalan. Apa yang diatur dalam Islam ini telah
menjadi indikator pelaksanaan manajemen yang bersumber dari Al-
Qur’an dan hadis Nabi Muhammad SAW.
3. Teori alternatif bagi prilaku manajemen meliputi pemikiran manajemen
Islam, tujuan dan karakteristik teori manajemen, teori manajemen
modern, dan teori birokrasi
4. Teori manajemen dalam islam secara lebih luas manajemen Islam dapat
diartikan sebagai perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengendalian sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan secara
efektif dan efesien sesuai Syariat. Efesiensi (daya guna) mengacu pada
memperoleh output terbesar dengan input yang terkecil. Sebagai contoh
misalnya tentang eksploitasi pengelolaan sumber daya alam tambang
batu bara yang banyak dilakukan di negara kita Indonesia ini. Meskipun
kita sudah punya UU tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (amdal),
UU tentang Sumber Daya Alam, dan UU tentang Pertambangan, namun
karena manusia-manusianya yang diberi wewenang memberi izin usaha

20
21

pertambangan dan yang berkewajiban mengawasi pelaksanaannya lebih


mendahulukan mengejar rentseeking (keuntungan pribadi), sehingga
ketentuan-ketentuan yang ada di dalam per-UU-an tersebut tidak
dijalankan sebagaimana mestinya.
B. Saran
Demikianlah makalah yang penulis buat mudah – mudahan apa yang
kami paparkan bisa menjadi tambahan pengetahuan bagi kita semua untuk
lebih mengenal dunia manajemen syariah. Penulis  menyadari apa yang kami
paparkan dalam makalah ini tentu  masih belum  sesuai apa yang di harapkan,
untuk itu penulis  berharap masukan yang lebih banyak lagi dari dosen
pengampu dan teman – teman semua.
DAFTAR PUSTAKA

Handayaningrat, 1982, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen,


Gunung Agung, Jakarta.

Harahap, Sofyan Syafri. 1992. Akuntansi, Pengawasan dan Manajemen dalam


Perspektif Islam, Jakarta: Fe Universitas Trisakti.

Hasibuan, Malayu S. P. 2001. Manajemen Dasar: Perngertian & Masalah.


Jakarta: Bumi Aksara.

Marhari Oci Yunita. 2012. Manajemen Bisnis Modern ala Nabi Muhammad, Al
Maghfirah. Jakarta.

Nazaruddin Ietje. 1998. Pengaruh Desentralisasi dan Karakteristik Informasi


Sistem Akuntansi Manajemen Terhadap Kinerja Manajerial, JRAI Vol. 1.

Sinn, Ahmad Ibrahim. 2006. Manajemen Syariah, Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Siswanto, H.B. 2005. Pengantar Manajemen. Bandung: Bumi Aksara.

Subardi, A., 1992, Dasar - Dasar Manajemen, Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi
Ilmu Ekonomi YKPN, Yogyakarta.

Tisnawati, Ernie dkk. 2005. Pengantar Manajemen. Jakarta: Prenada Media

Usman dan Husaini. 2008. Manajemen Teori Praktek & Riset Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai