Anda di halaman 1dari 34

PROPOSAL SATUAN ACARA TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI DI RUANG


FLAMBOYAN RUMAH SAKIT JIWA
MENUR SURABAYA

Di Susun Oleh :
Desie 2020.01.14401.008
Diana Safitri 2020.01.14401.009
Dila 2020.01.14401.010
Khofifah Diah Ayu 2020.01.14401.015
Pramesti
Laura Lusiantia 2020.01.14401.017
Listra 2020.01.14401.018
Natasya Kristiya 2020.01.14401.020
Nina Pebriana 2020.01.14401.022
Pepelia 2020.01.14401.023
Ririn 2020.01.14401.024
Sintia Praditha 2020.01.14401.025
Virainita 2020.01.14401.026
Yetri Dea Puspitasari 2020.01.14401.027

YAYASAN STIKES EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI DIII KEPERAWATAN
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat
dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan Proposal TAK ini dengan baik.
Proposal TAK yang berjudul ”Stimulasi Sensori ( Halusinasi )” disusun untuk
memenuhi tugas target PBL Mata Kuliah Keperawatan Jiwa di RSJ Menur
Surabaya.
Pada kesempatan ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
1. Direktur Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya yang telah memberikan kami
ijin dalam melakukan praktik keperawatan jiwa.
2. Dosen mata kuliah keperawatan jiwa yang telah memberikan bimbingan
dan pengarahan dalam penyelesaian proposal TAK ini.
3. Orang Tua Kami tercinta yang selalu memberikan do’a restu dan dukungan
baik moral maupun spiritual dalam proses pembelajaran kami dijurusan
keperawatan.
4. Kepala Ruangan di RSJ Menur Surabaya.
5. Serta rekan – rekan dan semua pihak yang terkait dalam penyelesaian dan
penyusunan proposal TAK ini.
Kami menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna oleh karena
itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan proposal TAK ini kedepannya.

Surabaya, 06 Januari 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................3
A. TOPIK.............................................................................................................4
B. TUJUAN.........................................................................................................5
C. LANDASAN TEORI......................................................................................6
D. KLIEN.............................................................................................................7
E. PENGORGANISASIAN.................................................................................9
F. PROSES PELAKSANAAN...........................................................................12
G. PROSES PELAKSANAAN..........................................................................13
H. DOKUMENTASI..........................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada pasien gangguan jiwa dengan dengan kasus skizofrenia selalu
diikuti dengan gangguan persepsi sensori, halusinasi yang dapat berujung
pada perilaku kekerasan. Terjadinya perilaku kekerasan dapat menimbulkan
kerugian baik pada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan orang sekitar.
Perilaku kekerasan sering kali memberikan ancaman bagi orang lain, dengan
car menakutkan, memberi kata-kata ancaman, melukai disertai melukai pada
tingkat ringan, dan yang paling berat adalah melukai atau merusak secara
sosial.
Program terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu asuhan
keperawatan dengan gangguan jiwa tidak hanya difokuskan pada aspek
psikologis, fisik, dan sosial tetapi juga kognitif. Ada beberapa terapi
modalitas yang dapat diterapkan salah satunya adalah Terapi Aktivitas
Kelompok Stimulasi Persepsi. Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi
yang dilakukan sekelompok klien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu
sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang terapis. Pengertian TAK
stimulasi persepsi menurut adalah terapi yang bertujuan untuk membantu
klien yang mengalami kemunduruan orientasi, menstimulasi persepsi dalam
upaya memotivasi proses berpikir dan afektif serta mengurangi perilaku
maladaftif. Pengertian yang lain menurut Budi Anna Keliat dan Akemat
(2005) TAK stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas
sebagai stimulus dan terkait dengan pengalaman dan/atau kehidupan untuk
didiskusikan dalam kelompok. Hasil diskusi kelompok dapat berupa
kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian masalah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep teori klien dengan Persepsi Halusinasi?
2. Apa pengertian dari Terapi Aktivitas Kelompok?
3. Apa saja macam-macam Terapi Aktivitas Kelompok?
4. Apa tujuan Terapi Aktivitas Kelompok?
5. Apa manfaat Terapi Aktivitas Kelompok?
6. Bagaimana tahap-tahap dalam Terapi Aktivitas Kelompok?
7. Bagaimana peran perawat dalam Terapi Aktivitas Kelompok?
8. Bagaimana kerangka teoritis Terapi Aktivitas Kelompok?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui teori pasien dengan Persepsi Halusinasi
2. Untuk mengetahui pengertian dari Terapi Aktivitas Kelompok
3. Untuk mengetahuimacam-macam Terapi Aktivitas Kelompok
4. Untuk mengetahui tujuan Terapi Aktivitas Kelompok
5. Untuk mengetahui manfaat Terapi Aktivitas Kelompok
6. Untuk mengetahuitahap-tahap dalam Terapi Aktivitas Kelompok
7. Untuk mengetahui peran perawat dalam Terapi Aktivitas Kelompok
8. Untuk mengetahui kerangka teoritis Terapi Aktivitas Kelompok
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Terapi Aktivitas kelompok (TAK) Stimulasi Persepsi Sensori (Halusinasi)


a. Pengertian Terapi Aktivitas kelompok (TAK)
Terapi Aktitivas Kelompok Stimulasi Persepsi Sensori digunakan untuk
memberikan stimulasi pada sensasi pasien, kemudian diobservasi reaksi
sensori pasien berupa ekspresi emosi atau perasaan melalui gerakan tubuh,
ekspresi muka, ucapan. Terapi aktivitas kelompok untuk menstimulasi
sesnsori pada penderita yang mengalami kemunduran fungsi sensoris.
Teknik yang digunakan meliputi fasilitasi penggunaan panca indera dan
kemampuan mengekspresikan stimulus baik dari internal maupun
eksternal (Prabowo, 2014)
b. Jenis terapi aktivitas kelompok
Menurut Prabowo (2014) secara umum Terapi Aktivitas Kelompok terdiri
dari empat jenis yaitu terapi aktivitas kelompok kognitif atau persepsi,
terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas kelompok
orientasi realitas, dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi.
c. Tujuan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi sensori
Menurut Prabowo (2014) tujuan Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi
Persepsi Sensori adalah meningkatkan kemampuan sensori, meningkatkan
upaya memusatkan perhatian, meningkatkan kesegaran jasmani, dan
mengeskpresikan perasaan.
d. Aktivitas dan indikasi terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi sensori
Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi sensori halusinasi memiliki
lima sesi yang bertujuan untuk melatih dan mengajarkan pasien untuk
mengontrol halusinasinya. Selain dapat melatih mengontrol gangguan
persepsi sensori (halusinasi) terapi ini juga dapat melatih pasien untuk
mengetahui kerugian bila tidak dapat mengontrol halusinasi dengan baik
dan benar. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi sensori ini
diindikasikan pada pasien dengan gangguan persepsi sensori.
B. Pengertian Halusinasi
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanda ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami
suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimullus eksteren : persepsi palsu
(Prabowo, 2014).
Halusinasi adaah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Pasien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata. Sebagai contoh pasien mengatakan mendengar suara
padahal tidak ada orang yang berbicara (Kusumawati & Hartono, 2012).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien
mengalamai perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaaan atau pengciuman. Pasien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Damaiyanti, Mukhripah &
Iskandar, 2012).

A. Tanda dan Gejala


Prabowo (2014) menjelaskan perilaku paisen yang berkaitan dengan
halusinasi adalah sebagai berikut:
1. Bicara, senyum, dan tertawa sendiri
2. Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, dan respon
verbal lambat
3. Menarik diri dari orang lain dan berusaha untuk menghindari diri dari
orang lain
4. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang tidak
nyata
5. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah
6. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik dan
berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya
7. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya) serta rasa takut
8. Sulit berhubungan dengan orang lain
9. Sulit membuat keputusan
10. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung dan marah
11. Tidak mampu mengikuti perintah
12. Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik dan agitasi.
B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
Prabowo (2014) menjelaskan faktor-faktor predisposisi dari
halusinasi adalah:
a. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan pasien terganggu, misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan pasien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilangnya percaya diri dan lebih
rentan terhadap stress.
b. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima di lingkungannya sejak
bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungannya.
c. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.
Adanya stress yang berlebih dialami seseorang maka di dalam tubuh
akan dihasilkan zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia.
Akibat stress berkepanjangan menyebabakan teraktivasinya
neutransmitter otak.
d. Faktor Psikologi
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan pasien dalam mengambil keputusan yang
tepat demi masa depannya. Pasien lebih memilih kesenangan sesaat
dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
e. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh
orang tua skizofrenia cenderung mengalamai skizofrenia. Hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini.

2. Faktor Presipitasi
Prabowo (2014) menjelaskan faktor-faktor presipitasi terjadinya
gangguan halusinasi yaitu:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk
secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterprestasikan.
b. Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap tress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menamggapi
stress.
d. Perilaku
Respons pasien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku menarik diri,
kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak
dapat membedakan nyata dan tidak. Damaiyanti, Mukhripah dan
Iskandar (2012) menjelaskan:
1) Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam
hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur
dalam waktu yang lama.
2) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusianasi itu terjadi, isi dari
halusinasi dapat berupa peritah memaksa dan menakutkan. Pasien
tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan
kondisi tersebut pasien berbuat sesuatu terhadap ketakutan
tersebut.
3) Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menjelaskan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi
ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri
untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu
hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil
seluruh perhatian pasien dan tidak jarang akan mengotrol semua
perilaku pasien.
4) Dimensi social
Pasien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, pasien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di
alam nyata sangat membahayakan. Pasien asyik dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang
tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan
kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi
berupa ancaman bagi dirinya atau orang lain individu, tindakan
keperawatan pasien dengan mengupayakan suatu proses interkasi
yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan,
serta mengusahakan pasien tidak menyendiri sehingga pasien
selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak
berlangsung.

5) Dimensi spiritual
Secara spiritual pasien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang
berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri, irama
sirkardiannya terganggu.

C. Pohon Masalah

Resiko perilaku kekerasan

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi pendengaran, halusinasi


penglihatan

Isolasi Sosial : Menarik Diri

D. Rentang Respon

Rentang Respon Halusinasi


(Kusumawati & Hartono, 2012)
E.Akibat
Akibat dari halusinasi adalah resiko mencederai diri sendiri,orang
lain dan lingkungan. Hal ini diakibatkan karena pasien berada di bawah
halusinasinya yang memintanya untuk melakukan sesuatu hal
di luar kesadarannya (Prabowo, 2014).
F. Terapi Aktivitas Kelompok
1. Pengertian Terapi Aktivitas Kelompok
Kelompok adalah kumpulan individu yang mempunyai hubungan
antara satu dengan yang lainnya, saling ketergantungan serta mempunyai
norma yang sama.
Sedangkan kelompok terapeutik memberi kesempatan untuk saling
bertukar (Sharing) tujuan, misalnya membantu individu yang berperilaku
destruktif dalam berhubungan dengan orang lain, mengidentifikasi dan
memberikan alternatif untuk membantu merubah perilaku destruktif menjadi
konstruktif.
Setiap kelompok mempunyai struktur dan identitas tersendiri.
Kekuatan kelompok memberikan kontribusi pada anggota dan pimpinan
kelompok untuk saling bertukar pengalaman dan memberi penjelasan untuk
mengatasi masalah anggota kelompok. Dengan demikian kelompok dapat
dijadikan sebagai wadah untuk praktek dan arena untuk uji coba
kemampuan berhubungan dan berperilaku terhadap orang lain.
Terapi aktivitas kelompok adalah terapi modalitas yang dilakukan
perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan
yang sama. Aktivitas yang digunakan sebagai terapi, dan kelompok
digunakan sebagai target asuhan. Di dalam kelompok terjadi dinamika
interaksi yang saling bergantung, saling membutuhkan dan menjadi
laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk
memperbaiki perilaku lama yang maladaptif.

2. Macam-Macam Terapi Aktivitas Kelompok


a. Terapi aktifitas kelompok stimulasi kognitif atau persepsi
Terapi aktifitas kelompok stimulus kognitif/persepsi adalah terapi yang
bertujuan untuk membantu klien yang mengalami kemunduran orientasi,
menstimuli persepsi dalam upaya memotivasi proses berfikir dan afektif
serta mengurangi perilaku maladaptif.
Tujuan :
1) Meningkatkan kemampuan orientasi realita
2) Meningkatkan kemampuan memusatkan perhatian
3) Meningkatkan kemampuan intelektual
4) Mengemukakan pendapat dan menerima pendapat orang lain
5) Mengemukakan perasaanya
Karakteristik :
1) Penderita dengan gangguan persepsi yang berhubungan dengan nilai-
nilai
2) Menarik diri dari realitas
3) Inisiasi atau ide-ide negative
4) Kondisi fisik sehat, dapat berkomunikasi verbal, kooperatif dan mau
mengikuti kegiatan
b. Terapi aktifitas kelompok stimulasi sensori
Terapi aktifitas kelompok untuk menstimulasi sensori pada penderita
yang mengalami kemunduran fungsi sensoris. Teknik yang digunakan
meliputi fasilitasi penggunaan panca indera dan kemampuan
mengekpresikan stimulus baik dari internal maupun eksternal.
Tujuan :
1) Meningkatkan kemampuan sensori
2) Meningkatkan upaya memusatkan perhatian
3) Meningkatkan kesegaran jasmani
4) Mengekspresikan perasaan

c. Terapi aktifitas kelompok orientasi realitas


Terapi aktifitas kelompok orientasi realitas adalah pendekatan untuk
mengorientasikan klien terhadap situasi nyata (realitas). Umumnya
dilaksanakan pada kelompok yang menghalami gangguan orientasi
terhadap orang, waktu dan tempat. Teknik yang digunakan meliputi
inspirasi represif, interaksi bebas maupun secara didaktik.

Tujuan :
1) Penderita mampu mengidentifikasi stimulus internal (fikiran,
perasaan, sensasi somatik) dan stimulus eksternal (iklim, bunyi, situasi
alam sekitar)
2) Penderita dapat membedakan antara lamunan dan kenyataan
3) Pembicaraan penderita sesuai realita
4) Penderita mampu mengenali diri sendiri
5) Penderita mampu mengenal orang lain, waktu dan tempat
Karakteristik :
1) Penderita dengan gangguan orientasi realita (GOR); (halusinasi, ilusi,
waham, dan depresonalisasi ) yang sudah dapat berinteraksi dengan
orang lain
2) Penderita dengan GOR terhadap orang, waktu dan tempat yang sudah
dapat berinteraksi dengan orang lain
3) Penderita kooperatif
4) Dapat berkomunikasi verbal dengan baik
5) Kondisi fisik dalam keadaan sehat
d. Terapi aktifitas kelompok sosialisasi
Kegiatan sosialisasi adalah terapi untuk meningkatkan kemampuan klien
dalam melakukan interaksi sosial maupun berperan dalam lingkungan
social. Sosialisasi dimaksudkan memfasilitasi psikoterapis untuk :
1) Memantau dan meningkatkan hubungan interpersonal
2) Memberi tanggapan terhadap orang lain
3) Mengekspresikan ide dan tukar persepsi
4) Menerima stimulus eksternal yang berasal dari lingkungan

Tujuan umum :
Mampu meningkatkan hubungan interpersonal antar anggota kelompok,
berkomunikasi, saling memperhatikan, memberi tanggapan terhadap
orang lain, mengekpresikan ide serta menerima stimulus eksternal.
Tujuan khusus :
1) Penderita mampu menyebutkan identitasnya
2) Menyebutkan identitas penderita lain
3) Berespon terhadap penderita lain
4) Mengikuti aturan main
5) Mengemukakan pendapat dan perasaannya
Karakteristik :
1) Penderita kurang berminat atau tidak ada inisiatif untuk mengikuti
kegiatan ruangan
2) Penderita sering berada ditempat tidur
3) Penderita menarik diri, kontak sosial kurang
4) Penderita dengan harga diri rendah
5) Penderita gelisah, curiga, takut dan cemas
6) Tidak ada inisiatif memulai pembicaraan, menjawab seperlunya,
jawaban sesuai pertanyaan
7) Sudah dapat menerima trust, mau berinteraksi, sehat fisik

e. Penyaluran energi
Penyaluran energi merupakan teknik untuk menyalurkan energi secara
kontruktif dimana memungkinkan penembanghan pola-pola penyaluran
energi seperti katarsis, peluapan marah dan rasa batin secara konstruktif
dengan tanpa menimbulkan kerugian pada diri sendiri maupun
lingkungan.
Tujuan :
1) Menyalurkan energi; destruktif ke konstrukstif.
2) Mengekspresikan perasaan
3) Meningkatkan hubungan interpersonal

3. Tujuan Terapi Aktivitas Kelompok


a. Mengembangkan stimulasi kognitif
Tipe : biblioterapy
Aktivitas : menggunakan artikel, sajak, puisi, buku, surat kabar untuk
merangsang dan mengembangkan hubungan dengan orang
lain.
b. Mengembangkan stimulasi sensori
Tipe : music, seni, menari.
Aktivitas : menyediakan kegiatan, mengekspresikan perasaan.
Tipe : relaksasi
Aktivitas : belajar teknik relaksasi dengan cara napas dalam, relaksasi
otot, dan imajinasi.
c. Mengembangkan orientasi realitas
Tipe : kelompok orientasi realitas, kelompok validasi.
Aktivitas : fokus pada orientasi waktu,tempat dan orang, benar, salah
bantu memenuhi kebutuhan.
d. Mengembangkan sosialisasi
Tipe : kelompok remitivasi
Aktivitas : mengorientasikan klien yang menarik diri, regresi
Tipe : kelompok mengingatkan
Aktivitas : focus pada mengingatkan untuk menetapkan arti positif.
4. Manfaat Terapi Aktivitas Kelompok
a. Secara umum manfaat terapi aktivitas kelompok adalah :
1) Meningkatkan kemampuan uji realitas (reality testing) melalui
komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.
2) Melakukan sosialisasi.
3) Membangkitkan motivasi untuk kemajuan fungsi kognitif dan afektif.
b. Secara khusus manfaatnya adalah :
1) Meningkatkan identitas diri
2) Menyalurkan emosi secara konstruktif
3) Meningkatkan ketrampilan hubungan interpersonal atau social.

c. Manfaat rehabilitasinya adalah :


1) Meningkatkan keterampilan ekspresi diri.
2) Meningkatkan keterampilan sosial.
3) Meningkatkan kemampuan empati.
4) Meningkatkan kemampuan atau pengetahuan pemecahan masalah

5. Tahap-Tahap dalam Terapi Aktivitas Kelompok


Menurut Yalom yang dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1995, fase - fase
dalam terapi aktivitas kelompok adalah sebagai berikut :
a. Pre kelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, merencanakan, siapa yang menjadi
leader, anggota, dimana, kapan kegiatan kelompok tersebut dilaksanakan,
proses evaluasi pada anggota dan kelompok, menjelaskan sumber -
sumber yang diperlukan kelompok seperti proyektor dan jika
memungkian biaya dan keuangan.
b. Fase awal
Pada fase ini terdapat 3 kemungkinan tahapan yang terjadi yaitu
orientasi, konflik atau kebersamaan.
1) Orientasi
Anggota mulai mengembangkan system social masing – masing, dan
leader mulai menunjukkan rencana terapi dan mengambil kontrak
dengan anggota.
2) Konflik
Merupakan masa sulit dalam proses kelompok, anggota mulai
memikirkan siapa yang berkuasa dalam kelompok, bagaimana peran
anggota, tugasnya dan saling ketergantungan yang akan terjadi.
3) Kebersamaan
Anggota mulai bekerja sama untuk mengatasi masalah, anggota mulai
menemukan siapa dirinya.
c. Fase kerja
Pada tahap ini kelompok sudah menjadi tim. Perasaan positif dan engatif
dikoreksi dengan hubungan saling percaya yang telah dibina,
bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah disepakati, kecemasan
menurun, kelompok lebih stabil dan realistic, mengeksplorasikan lebih
jauh sesuai dengan tujuan dan tugas kelompok, dan penyelesaian masalah
yang kreatif.
d. Fase terminasi
Ada dua jenis terminasi (akhir dan sementara). Anggota kelompok
mungkin mengalami terminasi premature, tidak sukses atau sukses.
6. Peran Perawat dalam Terapi Aktivitas Kelompok
Peran perawat jiwa professional dalam pelaksanaan terapi aktivitas
kelompok adalah:
a. Mempersiapkan program terapi aktivitas kelompok
Sebelum melaksanakan terapi aktivitas kelompok, perawat harus terlebih
dahulu, membuat proposal. Proposal tersebut akan dijadikan panduan
dalam pelaksanaan terapi aktivitas kelompok, komponen yang dapat
disusun meliputi : deskripsi, karakteristik klien, masalah keperawatan,
tujuan dan landasan teori, persiapan alat, jumlah perawat, waktu
pelaksanaan, kondisi ruangan serta uraian tugas terapis.
b. Tugas sebagai leader dan co leader
Tugas dari leader meliputi tugas menganalisa dan mengobservasi pola -
pola komunikasi yang terjadi dalam kelompok, membantu anggota
kelompok untuk menyadari dinamisnya kelompok, menjadi motivator,
membantu kelompok menetapkan tujuan dan membuat peraturan serta
mengarahkan dan memimpin jalannya terapi aktivitas kelompok.
c. Tugas sebagai fasilitator
Sebagai fasilitator, perawat ikut serta dalam kegiatan kelompok sebagai
anggota kelompok dengan tujuan memberi stimulus pada anggota
kelompok lain agar dapat mengikuti jalannya kegiatan.
d. Tugas sebagai observer
Tugas seorang observer meliputi : mencatat serta mengamati respon
penderita, mengamati jalannya proses terapi aktivitas dan menangani
peserta/anggota kelompok yang drop out.

e. Tugas dalam mengatasi masalah yang timbul saat pelaksanaan terapi


Masalah yang mungkin timbul adalah kemungkinan timbulnya sub
kelompok, kurangnya keterbukaan, resistensi baik individu atau
kelompok dan adanya anggota kelompok yang drop out.Cara mengatasi
masalah tersebut tergantung pada jenis kelompok terapis, kontrak dan
kerangka teori yang mendasari terapi aktivitas tersebut.
f. Program antisipasi masalah
Merupakan intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
keadaan yang bersifat darurat (emergensi dalam terapi) yang dapat
mempengaruhi proses pelaksanaan terapi aktivitas kelompok.
7. Kerangka Teoritis Terapi Aktivitas Kelompok
a. Model fokal konflik
Menurut Whiteaker dan Liebermen’s, terapi kelompok berfokus pada
kelompok dari pada individu.Prinsipnya terapi kelompok dikembangkan
berdasarkan konflik yang tidak disadari. Pengalaman kelompok secara
berkasinambungan muncul kemudian konfrontir konflik untuk
penyelesaian masalah, tugas terapi membantu anggota kelompok
memahami konflik dan mencapai penyelesaian konflik. Menurut model
ini pimpinan kelompok (leader) harus memfasilisati dan memberikan
kesempatan kepada anggota untuk mengekspresikan perasaan dan
mendiskusikannya untuk menyelesaiakan masalah.
b. Model komunikasi
Model komunikasi menggunakan prinsip-prinsip teori komunikasi dan
komunikasi terapeutik. Diasumsikan bahwa disfungsi atau komunikasi
tak efektif dalam kelompok akan menyebabkan ketidak puasan anggota
kelompok, umpan balik tidak sekuat dari kohesi atau keterpaduan
kelompok menurun. Dengan menggunakan kelompok ini leader
memfasilitasi komunikasi efektif, masalah individu atau kelompok dapat
diidentifikasi dan diselesaikan.
Leader mengajarkan pada kelompok bahwa:
1) Perlu berkomunikasi
2) Anggota harus bertanggung jawab pada semua level, misalnya
komunikasi verbal, nonverbal, terbuka dan tertutup.
3) Pesan yang disampaikan dapat dipahami orang lain
4) Anggota dapat menggunakan teori komunikasi dalam membantu satu
dan yang lain untuk melakukan komunikasi efektif
Model ini bertujuan membantu meningkatkan keterampilan interpersonal
dan social anggota kelompok.Selain itu teori komunikasi membantu
anggota merealisasi bagaimana mereka berkomunikasi lebih efektif.
Selanjutnya leader juga perlu menjelaskan secara singkat prinsip-prinsip
komunikasi dan bagaimana menggunakan didalam kelompok serta
menganalisa proses komunikasi tersebut.
c. Model interpersonal
Sullivan mengemukakan bahwa tingkah laku (pikiran, perasaan dan
tindakan) dagambarkan melalui hubungan interpersonal. Contoh:
interaksi dalam kelompok dipandang sebagai proses sebab akibat dari
tingkah laku anggota lain. Pada teori ini terapis bekerja dengan individu
dan kelompok.Anggota kelompok ini belajar dari interaksi antar anggota
dan terapis. Melalui ini kesalahan persepsi dapat dikoreksi dan perilaku
social yang efektif dipelajari. Perasaan cemas dan kesepian merupakan
sasaran untuk mengidentifikasi dan merubah tingkah laku/perilaku.
d. Model psikodrama
Dengan model ini memotivasi anggota kelompok untuk berakting sesuai
dengan peristiwa yang baru terjadi atau peristiwa yang lalu.Anggota
memainkan peran sesuai dengan yang perna dialami. Contoh: klien
memerankan ayahnya yang dominin atau keras.
BAB 3
TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI

A. Topik:
1. Mengenal Halusinasi
2. Mengontrol halusinasi dengan menghardik
3. Mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
4. Mencegah halusinasi dengan melakukan kegiatan
B. Tujuan:
1. Klien dapat mengenal halusinasi, klien mengenal waktu terjadi halusinasi,
Klien mengenal waktu terjadinya halusinasi, klien mengenal situasi
terjadinya halusinasi.
2. Klien dapat menjelaskan cara yang selama ini dilakukan untuk mengatasi
halusinasi, klien dapat memahami cara menghardik halusinasi, klien dapat
memperagakan cara menghardik halusinasi.
3. Klien memahami pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain untuk
mencegah munculnya halusinasi, klien dapat bercakap-cakap dengan orang
lain untuk mencegah halusinasi.
4. Klien dapat memahami pentingnya melakukan kegiatan untuk mencegah
munculnya halusinasi, klien dapat menyusun jadwal kegiatan untuk
mencegah terjadinya halusinasi
C. Kriteria Klien:
1. Klien halusinasi yang sudah mampu mengontrol rasa marahnya
2. Klien halusinasi yang sudah tenang dan kooperatif
3. Klien halusinasi yang bersedia mengikuti kegiatan terapi aktivitas
D. Uraian Struktur Kelompok :
1. Setting
a. Terapis dan klien duduk bersama dalam satu lingkaran.
b. Ruangan nyaman dan tenang
2. Waktu Pelaksanaan
Tempat : Ruang Flamboyan RSJ Menur Surabaya
Hari/Tanggal : Senin, 07 Januari 2023
Waktu : 09.00 – 09.45 WIB
Alokasi Waktu : 45 menit
a. Pembukaan : 5 menit
b. Pelaksanaan : 35 menit
c. Penutup : 5 menit
3. Pengorganisasian
Yang bertugas dalam TAK kali ini disesuaikan dengan petugas setiap sesi
yang telah disepakati. Sebagai berikut:
a. Leader : Listra
b. Co. Leader : Diana Safitri
c. Fasilitator : 1. Sintia Praditha
2. Yetri Dea Puspitasari
3. Virainita
4. Dila
5. Laura Lusiantia
6. Natasya Kristiya
7. Nina Pebriana
8. Ririn
9. Khofifah Diah Ayu Pramesti
d. Observer : Desie
e. Operator : Pepelia
1) Leader :
Tugas leader:
a) Mengarahkan dan memimpin jalannya TAK.
b) Membantu kelompok menetapkan tujuan dan membuat peraturan.
c) Merencanakan, mengontrol, dan mengatur jalannya therapy.
d) Menyampaikan materi sesuai tujuan TAK.
e) Memimpin diskusi kelompok.
2) Fasilitator :
Tugas fasilitator :
a) Ikut serta dalam kelompok dengan tujuan memberi stimulus pada
anggota kelompok lain agar dapat mengikuti jalannya kegiatan.
b) Menyiapkan tempat dan alat.
c) Menjadi motivator
3) Observer :
Tugas observer :
a) Mencatat serta mengamati respon klien.(dicatat pada format yang
tersedia)
b) Mengamati jalannya aktivitas kelompok dari mulai persiapan, proses,
hingga penutupan.
c) Mengamati peserta drop out.
4) Peserta :
a) Nama :
Riwayat Halusinasi:
Kondisi Saat ini :
Jenis Halusinasi :
b) Nama :
Riwayat Halusinasi:
Kondisi Saat ini :
Jenis Halusinasi :
c) Nama :
Riwayat Halusinasi:
Kondisi Saat ini :
Jenis Halusinasi :
d) Nama :
Riwayat Halusinasi:
Kondisi Saat ini :
Jenis Halusinasi :
e) Nama :
Riwayat Halusinasi :
Kondisi Saat ini :
Jenis Halusinasi :
f) Nama :
Riwayat Halusinasi :
Kondisi Saat Ini :
Jenis Halusinasi :
4. Tata tertib TAK:
a) Peserta bersedia mengikuti kegiatan TAK
b) Berpakaian rapih dan bersih
c) Peserta tidak diperkenankan makan, minum dan merokok selama
kegiatan TAK
d) Peserta tidak boleh meninggalkan ruangan sebelum tata tertib dibacakan
selama 5 menit, dan bila peserta tidak kembali ke ruangan maka peserta
tersebut diganti peserta cadangan.
e) Peserta tidak diperkenankan meninggalkan ruangan setelah tata tertib
dibacakan. Bila peserta meninggalkan ruangan dan tidak bisa mengikuti
kegiatan lain setelah dibujuk oleh fasilitator, maka peserta tersebut tidak
dapat diganti oleh peserta cadangan.
f) Paserta hadir 5 menit sebelum kegiatan dimulai
g) Peserta yang ingin mengajukan pernyataan, mengangkat tangan terlebih
dahulu dan berbicara setelah dipersilahkan.
h) TAK berlangsung selama 45 menit dari pukul 09.00 sampai 09.45
5. Setting tempat

Keterangan :    Leader Pasien


            Co leader Fasilitator
Observer

E. Metode:
1. Diskusi dan Tanya jawab
2. Sharing persepsi
F. Antisipasi Masalah:
Program antisipasi masalah merupakan suatu intervensi keperawatan yang
dilakukan untuk mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin muncul saat
kegiatan dilakukan. Masalah yang mungkin muncul saat kegiatan dilakukan
adalah :
1. Klien tidak mau memulai kegiatan
Intervensi :
a. Mendekati klien
b. Menanyakan mengapa klien tidak mau memulai kegiatan
c. Jelaskan pada klien pentingnya mengikuti kegiatan
d. Mengarahkan untuk mengikuti kegiatan seperti klien yang lain.
2. Klien meninggalkan kegiatan
a. Panggil nama klien
b. Tanyakan alasan klien meninggalkan kegiatan
c. Berikan penjelasan pada klien
d. Ajak kembali klien mengikuti kegiatan.
3. Klien lain ingin mengikuti kegiaan
a. Mendekati klien
b. Menanyakan kepada klien mau mengikuti kegiatan
c. Jelaskan pada klien pentingnya mengikuti kegiatan
d. Mengarahkan untuk mengikuti kegiatan seperti klien yang lain.
G. Kriteria Evaluasi:
1. Evaluasi Struktur
a. Kondisi lingkungan tenang, dilakukan di tempat tertutup, dan
memungkinkan klien untuk berkonsentrasi terhadap kegiatan.
b. Klien dan terapis duduk bersama membentuk lingkaran.
c. Peserta sepakat untuk mengikuti kegiatan.
d. Alat yang digunakan dalam kondisi baik.
e. Leader, fasilitator, dan observer berperan sebagaimana mestinya
2. Evaluasi Proses
a. Leader dapat mengkoordinasi seluruh kegiatan dari awal sampai akhir.
b. Leader mampu memimpin acara.
c. Fasilitator mampu memotivasi peserta dalam kegiatan.
d. Fasilitator membantu leader melaksanakan kegiatan dan bertanggung
jawab dalam antisipasi masalah.
e. Observer sebagai pengamat melaporkan hasil pengamatan kepada
kelompok yang berfungsi sebagai evaluator kelompok.
f. Peserta mengikuti kegiatan yang dilakukandariawalsampaiakhir.
3. Evaluasi Hasil
a. 80 % Klien mampu mengenal penyebab kesal/marah, klien mengenal
tanda-tanda kesal/marah.
b. 80 % Klien mampu menjelaskan cara yang selama ini dilakukan saat
kesal/marah, klien dapat memahami cara mengontrol marah, klien dapat
memperagakan cara mengontrol marah
c. 80 % Klien mampu memahami pentingnya melakukan kegiatan
mengontrol marah secara positif, klien dapat menyusun jadwal kegiatan
untuk mengontrol kesal/marahnya.
d. 80 % Klien mampu memahami pentingnya mengontrol marah dengan
cara fisik (Nafas dalam dan pukul bantal) dan mengontrol marah dengan
cara verbal.

H. Media/Alat:
1. Musik box
2. Papan nama
3. Kertas
I. Langkah-langkah Kegiatan:
TAK STIMULASI PERSEPSI MENGONTROL HALUSINASI

1. SESI 1 : Mengenal Halusinasi


a. Tujuan
1) Klien mengenal halusinasi
2) Klien mengenal waktu terjadinya halusinasi
3) Klien mengenal frekuensi halusinasi
4) Klien mengenal perassan bila mengalami halusinasi
b. Setting
1) Kelompok berada diruang yang tenang
2) Klien duduk melingkat
c. Metode
1) Diskusi
2) Tanya jawab
d. Langkah – langkah kegiatan
1) Persiapan
a) Memilih klien sesuai dengan indikasi yaitu klien dengan
perubahan sensori persepsi; halusinasi
b) Membuat kontrak dengan klien
c) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2) Orientasi
a) Salam terapeutik: terapis mengucapkan salam
b) Evaluasi validasi :
(1) terapis menanyakan perasaan peserta hari ini
(2) terapis menanyakan halusinasi yang telah terjadi
c) Kontrak :
(1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan
(2) Terapis menjelaskan aturan main:
(a) masing masing klien memperkenalkan diri nama,
nama panggilan
(b) jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok,
harus meminta izin pada terapis
(c) lama kegiatan 45 menit
(d) setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai
akhir
3) Kerja
a) Terapis memperkenalkan diri (nama dan nama panggilan).
Terapis meminta klien memperkenalkan nama dan nama
panggilan secara berurutan, dimulai dari klien yang berada di
sebelah kiri terapis, searah jarum jam.
b) Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu
masing-masing klien membagi pengalaman tentang
halusinasi yang mereka alami dengan menceritakan :
(1) Isi halusinasi
(2) Waktu terjadinya
(3) Frekuensi halusinasi
(4) Perasaan yang timbul saat mengalami halusinasi.
c) Meminta klien menceritakan halusinasi yang dialami secara
berurutan dimulai dari klien yang ada di sebelah kiri terapis,
seterusnya bergiliran searah jarum jam.
d) Saat seorang klien menceritakan pengalaman hausinasi,
setelah cerita selesai terapis mempersilakan klien lain untuk
bertanya sebanyak-banyaknya 3 pertanyaan.
e) Lakukan kegiatan (b) sampai semua klien selesai mendapat
giliran.
f) Setiap kali klien bisa menceritakan halusinasiny, terapis
memberikan pujian.
4) Terminasi
a) Evaluasi
(1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti
TAK
(2) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan anggota
kelompok
b) Rencana tindak lanjut
(1) Terapis menganjurkan kepada peserta jika mengalami
halusinasi segera menghubungi perawat atau teman lain .
c) Kontrak yang akan datang
(1) Terapis membuat kesepakatan dengan klien kegiatan
TAK berikutnya yaitu belajar mengontrol halusinasi.
(2) Terapis membuat kesepakatan dengan klien waktu dan
tempat TAK berikutnya.

e. Evaluasi dan dokumentasi


No Aspek yang dinilai Nama peserta TAK

1 Menyebutkan isi halusinasi

2 Menyebutkan waktu halusinasi

3 Menyebutkan frekuensi
Halusinasi

4 Menyebutkan perasaan bila


halusinasi timbul

Petunjuk dilakukan = 1 tidak dilakukan = 0


2) SESI 2 : Mengontrol Halusinasi: menghardik
a Tujuan
1) Klien dapat menjelaskan cara yang selama ini dilakukan
mangatasi halusinansi.
2) Klien dapat memahami dinamika halusinasi.
3) Klien dapat memahami cara menghardik halusinasi .
4) Klien dapat memperagakan cara menghardik halusinasi.
b. Setting
1) Klien duduk melingkar
2) Kelompok di tempat yang tenang
c. Metode
1) Diskusi
2) Tanya jawab.
3) Stimulasi.
d. Langkah langkah kegiatan
1) Persiapan
(a) mempersiapkan alat
(b) mempersiapkan tempat pertemuan.
2) Orientasi
(a) Salam terapeutik : terapis mengucapkan salam .
(b) Evaluasi/validasi:
(1) Terapis menanyakan perasaan klien hari ini.
(2) Terapis menanyakan pengalaman halusinasi yang telah
terjadi
(c) Kontrak
(1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan
(2) Terapis menjelaskan atusan main:
(a) Lama kegiatan 45 menit.
(b) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal dan akhir.
(c) Jika akan meninggalkan kelompok ,klien harus
meminta izin .
3) Kerja
a) Terapis meminta massing masing klien secara berurutan searah
dengan jarum jam menceritakan apa yang dilakukan jika
mangalami halusinasi dan apakah itu bisa mengatasi
halusinasinya.
b) Setiap selasai klien menceritakan pengalamanya,terapis
memberikan pujian dan mengajak peserta lain memberikan
tepuk tangan .
c) Terapis menjelaskan cara mengatasi halusinasi dengan
menghardik halusinasi saat halusinasi muncul .
d) Terapis memperagakan cara menghardik halusinasi
e) Terapis meminta masing masing klien memperagakan
menghardik halusinasi dimulai dari peserta disebelah kiri
terapis berurutan searah jarum jam sampai semua peserta
mendapatkan giliran
f) Terapis memberikan pujian dan megajak semua klien bertepuk
tangan saat setiap klien selesai memperagakan menghardik
halusinasi
4) Terminasi
a) Evaluasi
(1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti
TAK
(2) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
b) Rencana tindak lanjut
(1) Terapis menganjurkan klien untuk menerapkan cara yang
sudah dipelajari jika halusinasi muncul
c) Kontrak yang akan datang
(1) Terapis membuat kesepakatan dengan klien TAK
berikutnya yaitu belajar mengontrol halusinasi dengan
cara lain
(2) Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat TAK
e. Evaluasi dan Dokumentasi
NO Aspek yang Dinilai Nama peserta TAK
1. Menyebutkan cara yang
Selama ini digunakan
mengatasi halusinasi

2. Menyebutkan efektifitas
Cara

3. Menyebutkan cara
mengatasi halusinasi dengan
menghardik

4. Memperagakan menghardik
halusinasi
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A dan Akemat.(2013). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.


Cetakan I. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
NANDA,(2011).Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-
2011.Cetakan 2011. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Townsend. M.C, (2013).Buku Saku Diagnosis Keperawatan Psikiatri Rencana
Asuhan & Medikasi Psikotropik. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai