Anda di halaman 1dari 11

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
4.1.1 Preparasi Sampel
Pada preparasi dengan menggunakan sampel 1,2 mg putik bunga saffron
(Crocus sativus) dengan menggunakan pelarut aquadest sebanyak 100 ml. Larutan
putik bunga saffron yang didapatkan berwarna kuning pekat.
Tabel 4.1 Hasil Larutan Putik Bunga Saffron yang Diperoleh
Berat Sampel Volume Pelarut Larutan Putik Bunga
(mg) (ml) Saffron
1,2 mg 100 ml Kuning Pekat
Sumber Data: Data primer yang diolah, 2022
4.1.2 Analisis Larutan Putik Bunga Saffron Menggunakan
Spektrofotometri UV-Vis
Pada hasil analisis larutan blanko dengan menggunakan kuersetin murni
menunjukkan pada konsentrasi 10 ppm yaitu 1,114, 20 ppm yaitu 1,971, 30 ppm
yaitu 2,828, 40 ppm yaitu 3,971, dan 50 ppm yaitu 5,114 dengan panjang
gelombang maksimum yang didapatkan adalah 417 nm (table 4.2) dengan nilai
korelasi mendekati sempurna yaitu 0,9943 atau mendekati 1 dapat dilihat pada
gambar 4.1.
Tabel 4.2 Hasil Analisis Kuersetin Murni
Konsentrasi Absorbansi (C) Persamaan
(ppm) (ƛ= 417 nm) g/mol Linier
10 0,041 1,114 Y= 0,0035x +
20 0,044 1,971 0,0371
30 0,047 2,828 R2= 0,9943
40 0,051 3,971
50 0,055 5,114
Sumber data: Data primer yang diolah, 2022
absorbansi
0.06

0.05 f(x) = 0.0035 x + 0.0371


R² = 0.994318181818182
0.04
absorban
0.03
Axis Title Linear (absorban)
0.02

0.01

0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
Axis Title

Gambar 4.1 Hubungan konsentrasi dan absorbansi kuersetin murni


Pada hasil analisis sampel larutan putik bunga saffron dengan
menggunakan panjang gelombang 417 nm menghasilkan absorbansi larutan putik
bunga saffron yaitu 0,164, dengan menunjukkan pada konsentrasi yaitu 36,257
(tabel 4.3).
Tabel 4.3 Hasil Analisis Larutan Putik Bunga Saffron
Sampel Absorbansi (C)
(ƛ= 417 nm) g/mol
Larutan Putik Saffron 0,164 36,257
Sumber data: Data primer yang diolah, 2022
4.1.3 Hasil Biosintesis Nanopartikel Perak Putik Bunga Saffron
Hasil pembentukan biosintesis nanopartikel perak terjadi karena adanya
gugus -OH dalam flavonoid, seperti pada kuersetin yang akan bertanggung jawab
untuk mereduksi ion perak menjadi nanopartikel perak (gambar 4.2).
Gambar 4.2 Mekanisme pembentukan AgNPs
Terbentuknya nanopartikel perak dibuktikan dengan terjadinya proses perubahan
dari larutan kuning kebeningan menjadi kuning pucat saat dilakukan proses
pemanasan menggunakan microwave dapat dilihat pada gambar 4.3.

A B
Gambar 4.3 Warna larutan sebelum di biosintesis (A), warna larutan setelah
di biosintesis
4.1.4 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Biosintesis Nanopartikel
Perak Putik Bunga Saffron
Pada karakterisasi dilakukan pengujian dengan menggunakan
spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 400-500 nm yang bertujuan
untuk mengetahui variasi waktu yang optimum dalam pembentukan AgNPs putik
bunga saffron. Pada hasil tersebut dengan menggunakan variasi waktu,
menghasilkan panjang gelombang yang sama yaitu 440 nm dengan nilai
absorbansi yang berbeda-beda yaitu masing-masing 0,035, 0,046, 0,078 (tabel
4.4)
Tabel 4.4 Hasil Panjang Gelombang Maksimum Biosintesis AgNPs Putik
Bunga Saffron
No. Variasi Waktu Panjang Gelombang Absorbansi
1. 4 Menit 440 nm 0.035
2. 6 Menit 440 nm 0.046
3. 10 Menit 440 nm 0,078
Sumber data: Data primer yang diolah, 2022
4.1.5 Karakterisasi PSA (Particle Size Analyzer)
Karakterisasi menggunakan PSA bertujuan untuk menentukan ukuran dari
nanopartikel perak dengan menggunakan metode Dinamyc Light Scattering
(DLS) yang menggunakan hamburan inframerah. Pada hasil pengukuran
mendapatkan ukuran rata-rata AgNPs putik bunga saffron pada variasi waktu 4
menit yaitu sebesar 153,7 nm dan rata-rata PDI 0,518, 6 menit yaitu 442,55 nm
dan rata-rata PDI 0,431, dan 10 menit yaitu 152,1 nm dan rata-rata PDI 0,364
(tabel 4.5).
Tabel 4.5 Hasil Pengujian Karakterisasi PSA (Particle Size Analyzer)
Variasi Size (nm) Size PDI Rata-rata
Waktu Averrage PDI
Sampel (nm)
4 Menit 147,3 160,1 153,7 0,453 0,583 0,518
6 Menit 444,4 440,7 442,55 0,433 0,429 0,431
10 Menit 158,3 145,9 152,1 0,393 0,335 0,364
Sumber data: Data primer yang diolah, 2022
4.1.6 Hasil Pengujian Potensi Antibakteri AgNPs Putik Bunga Saffron
Pengujian potensi sebagai antibakteri Propionibacterium acnes
menggunakan metode difusi padat dengan paper disc. Hasil uji daya hambat dapat
dilihat pada tabel berikut (tabel 4.6).

Tabel 4.6 Hasil Pengujian Potensi Nanopartikel Perak Putik Bunga Saffron
Sebagai Antibakteri Propionibacterium acnes
Diameter Daya Kategori
No Sampel Uji Hambat (mm) Jumlah Rata-rata Daya
. Pengulangan Hambat
1 2
1. Kontrol (+) 23,61 23,97 47,58 23,79 Sangat
(Kloramfenikol) Kuat
2. Kontrol (-) 0 0 0 0 Lemah
(Aquadest)
3. Larutan Putik 8,52 8,77 17,29 8,64 Sedang
Bunga Saffron
4. Larutan Perak 9,31 9,08 18,39 9,19 Sedang
(AgNO3) 1 mM
5. Nano Perak Putik 11,09 11,75 22,84 11,42 Kuat
Saffron (4 menit)
6. Nano Perak Putik 11,48 11,79 23,27 11,63 Kuat
Saffron (6 menit)
7. Nano Perak Putik 10,31 10,48 20,79 10,39 Kuat
Saffron (10 menit)
4.2 Pembahasan
Crocus sativus L. atau yang lebih dikenal dengan saffron digunakan untuk
tujuan masakan dan obat-obatan pada abad ke-21 (Melnyk JP et al., 2010). Dan
telah digunakan sejak zaman kuno untuk tujuan kosmetikatau untuk
mengaplikasikan pada kulit. Dalam pengobatan tradisional saffron dapat
menyegarkan kulit, dapat mengobati jerawat, luka dan penyakit kulit lainnya
(Salvi A., Minerva P, 2021).
4.2.1 Preparasi Putik Bunga Saffron
Pada proses preparasi larutan putik bunga saffron dengan mengambil 5
putik dengan berat timbangan 1,2 mg dimasukkan kedalam gelas beker yang telah
berisi 100 ml aquadest. Pelarut aquadest termasuk pelarut polar sehingga sering
digunakan untuk mengidentifikasi senyawa flavonoid yang bersifat polar (Arifin
dkk., 2006). Proses tersebut dilakukan perendaman sampai menjadi warna kuning
pekat, lalu disaring menggunakan kertas saring. Menurut Jensen (2008), tujuan
disaring menggunakan kertas saring yaitu agar bahan pengotor dapat dipisahkan
dari larutannya.
4.2.2 Analisis Larutan Putik Bunga Saffron Menggunakan
Spektrofotometri UV-Vis
Setelah proses preparasi larutan putik bunga saffron selesai, dilanjutkan
dengan proses analisis senyawa flavonoid dengan tujuan untuk mengetahui ada
atau tidaknya kandungan senyawa flavonoid (kuersetin) dalam larutan dengan
menggunakan spektrofotometri UV-Vis. Analisis larutan putik bunga saffron
dilakukan dengan cara membuat larutan baku terlebih dahulu dengan menimbang
sebanyak 10 mg baku standar kuersetin dilarutkan ke dalam 100 ml etanol 96%
dan diencerkan menjadi 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, dan 50 ppm.
Absorbansi ditentukan menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada panjang
gelombang maksimum 417 nm. Selanjutnya dilakukan analisis larutan putik
bunga saffron yang telah dipreparasi menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada
panjang gelobang 417 nm yang merupakan panjang gelombang maksimum
kuersetin yang sesuai dengan literatur Widyasari, R. dan Yuspita, Y.S (2021),
mengatakan bahwa pengukuran panjang gelombang maksimum kuersetin yaitu
417 nm. Dari hasil absorbansi yang didapatkan mulai dari baku standar kuersetin
konsentrasi 10 ppm yaitu 0,041, 20 ppm yaitu 0,044, 30 ppm yaitu 0,047, 40 ppm
yaitu 0,051, 50 ppm yaitu 0,055 dan larutan putik bunga saffron yaitu 0,164. Dari
hasil pengukuran tersebut dapat diketahui ada atau tidaknya flavonoid (kuersetin)
di dalam larutan putik bunga saffron.
4.2.3 Biosintesis Nanopartikel Perak Putik Bunga Saffron Menggunakan
Irradiasi Microwave
Pada biosintesis nanopartikel perak dilakukan pencampuran larutan
AgNO3 pada konsentrasi 1 mM dengan larutan putik bunga saffron dengan
perbandingan 27:3 pada variasi waktu 4 menit, 6 menit, dan 10 menit pada
tekanan medium low, karena senyawa flavonoid termasuk golongan yang tidak
tahan panas dan mudah teroksidasi pada suhu tinggi (Rompas, 2012). Penggunaan
konsentrasi AgNO3 1 mM karena menurut Prasetiowati A.L. dkk (2018)
konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi optimum dalam pembentukan
nanopartikel perak. Dalam hasil pembentukan biosintesis nanopartikel perak
terjadi karena adanya gugus -OH dalam flavonoid, seperti pada kuersetin yang
akan bertanggung jawab untuk mereduksi ion perak menjadi hasil biosintesis
nanopartikel perak (gambar 4.2). Proses reduksi sangat dipengaruhi oleh
kemampuan senyawa untuk menstabilkan nanopartikel perak yang terbentuk.
Terbentuknya nanopartikel perak dapat diketahui pada sebelum dan setelah
di irradiasi microwave dengan adanya perubahan warna (gambar 4.3). Hal ini
sesuai dengan literatur Sianipar R.P. (2018), mengatakan bahwa perubahan warna
yang terjadi disebabkan oleh eksitasi dari permukaan plasmon nanopartikel.
Perubahan warna yang dihasilkan selama sintesis menunjukkan pertumbuhan
cluster yang dihasilkan semakin besar, dimana pada saat atom perak belum saling
berinteraksi satu sama lain. Dalam jumlah tertentu dan memasuki ukuran nano,
cluster perak akan berubah warna menjadi kekuningan. Atom-atom Ag akan
saling berinteraksi dengan logam sesamanya dan akan menghasilkan cluster
dengan jumlah yang sangat besar. Namun, kumpulan Ag (cluster) yang terus
semakin berkembang dapat dikendalikan sehingga ukurannya hanya sampai
berdiameter tertentu dan dapat dikendalikan dengan cara mengatur suhu sintesis.
4.2.4 Karakterisasi Biosintesis Nanopartikel Perak Putik Bunga Saffron
Terbentuknya nanopartikel perak dapat diketahui secara kuantitatif dengan
melakukan 2 pengujian yaitu menggunakan spektrofotometri UV-Vis dan Particle
Size Analyzer (PSA). Karakterisasi awal yang dilakukan dengan menggunakan
pengujian spektrofotometri UV-Vis pada puncak panjang gelombang 400-500 nm
untuk larutan hasil biosintesis nanopartikel perak putik bunga saffron dengan
variasi waktu 4 menit, 6 menit, dan 10 menit. Hal ini dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui waktu optimum pembentukan nanopartikel perak putik bunga
saffron. Dari hasil pengujian terdapat pengaruh panjang gelombang maksimum
putik bunga saffron tanpa penambahan AgNO3 dengan hasil biosintesis
nanopartikel perak putik bunga saffron. Pada hasil biosintesis nanopartikel perak
putik bunga saffron dengan variasi waktu menghasilkan panjang gelombang yaitu
440 nm dengan nilai absorbansi yang berbeda-beda, dimana pada waktu 4 menit
menghasilkan absorbansi 0,035, pada waktu 6 menit menghasilkan absorbansi
0,046, dan pada waktu 10 menit menghasilkan absorbansi 0,078. Panjang
gelombang tersebut mengidentifikasi telah terbentuknya nanopartikel dengan
panjang gelombang berkisar 400-500 nm (Bakir, 2011). Hasil absorbansi yang
meningkat pada panjang gelombang 440 nm menunjukkan nanopartikel perak
yang terbentuk bertambah seiring meningkatnya waktu biosintesis. Besar
absorbansi berhubungan dengan jumlah nanopartikel yang terbentuk. Secara
kualitatif, semakin tinggi nilai absorbansi dapat diasumsikan nanopartikel yang
terbentuk semakin banyak atau konsentrasi nanopartikel dalam larutan semakin
tinggi (Bakir, 2011). Hal ini dapat dilihat dengan menggunakan pengujian PSA
(Particle Size Analyzer).
Karakterisasi selanjutnya dengan menggunakan PSA (Particle Size
Analyzer) yang bertujuan untuk mengetahui distribusi ukuran dan keseragaman
partikel. Sampel yang digunakan yaitu ketiga variasi waktu hasil biosintesis 4
menit, 6 menit dan 10 menit. Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui ukuran rata-
rata partikel AgNPs putik bunga saffron dengan waktu 4 menit sebesar 153,7 nm
masuk dalam range ukuran nanopartikel perak dan nilai PDI 0,518, dengan waktu
6 menit sebesar 442,55 nm tidak masuk dalam range ukuran nanopartikel perak
dan nilai PDI 0,431, dengan waktu 10 menit sebesar 152,1 nm masuk dalam range
ukuran nanopartikel perak dan nilai PDI 0,364. Menurut Nanocomposix (2012),
mengatakan bahwa untuk partikel berukuran 100-300 nm, nilai PDI umumnya
dibawah 0,7 maka dapat dikatakan baik, sedangkan partikel dengan ukuran diatas
500 nm dan memiliki nilai PDI diatas 0,7 dikatakan besar dan teraglomerasi.
Sedangkan indeks polidispersitas merupakan ukuran dari distribusi massa molekul
dalam sampel tertentu. Formula dari suatu sediaan yang semakin stabil dapat
dilihat dengan semakin kecilnya nilai PDI, karena apabila nilai PDI semakin besar
maka menunjukkan partikel yang terbentuk tidak seragam, dan mengakibatkan
formula akan terflokulasi dengan cepat. Hasil indeks polidispersitas pada variasi
waktu 4 menit, 6 menit dan 10 menit masih termasuk dalam range indeks
polidispersitas yaitu 0,08-0,7. Apabila nilai indeks polidispersitas >0,7
menunjukkan distribusi yang sangat luas dari ukuran partikel dan memungkinkan
terjadi sedimentasi (Cita, 2017).
4.2.5 Pengujian Potensi Antibakteri Nanopartikel Perak Putik Bunga
Saffron
Pengujian potensi antibakteri nanopartikel perak putik bunga saffron
dilakukan dengan menggunakan metode difusi cakram, menurut Mitika S. (2016),
pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan menggunakan metode difusi
cakram untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh sampel dalam menghambat
pertumbuhan bakteri. Pada pengujian ini kontrol positif yang digunakan
merupakan antibiotik kloramfenikol, menurut Gunawan (2017), kloramfenikol
merupakan antibiotik berspektrum yang mampu menghambat banyak bakteri
gram positif baik yang aerob maupun anaerob. kontrol negatif pada penelitian ini
menggunakan aquadest. Menurut Henaulu A.H. dan Kaihena M. (2020),
perlakuan kontrol negatif digunakan aquadest karena merupakan senyawa netral
yang tidak berefek terhadap pertumbuhan bakteri. Sedangkan, menurut
Farmakologi (2009), antibiotik kloramfenikol memiliki mekanisme menghambat
protein bakteri pada ribosom subunit 50S dan menghambat enzim peptidil
transferase sehingga ikatan peptida tidak terbentuk pada proses sintesis protein
bakteri.Hal tersebut dibuktikan dengan tidak adanya respon hambat pertumbuhan
P.acnes dari paperdisc yang telah direndam aquadest (tabel 4.6). Cara pengujian
efektivitas ini dilakukan dengan cara paperdisc dicelupkan ke dalam kontrol
positif (kloramfenikol), kontrol negatif (aquadest), larutan putik saffron, larutan
perak AgNO3 1 mM, larutan hasil biosintesis nanopartikel perak putik saffron 4
menit, 6 menit dan 10 menit. Selanjutnya paperdisc ditempelkan pada media
bakteri uji dengan pinset kemudian dilakukan inkubasi selama 24 jam pada suhu
37ºC dan dilakukan secara duplo.
Berdasarkan hasil pengujian dengan metode difusi kertas cakram atau
paperdisc terhadap bakteri menunjukkan bahwa larutan putik saffron, larutan
perak AgNO3 1 mM, larutan hasil biosintesis nanopartikel perak putik saffron 4
menit, 6 menit dan 10 menit yang diuji pada bakteri Propionibacterium acnes
memiliki pengaruh terhadap terhadap pertumbuhan bakteri Propionibacterium
acnes yang ditunjukkan dengan adanya zona bening disekitar paperdisc.
Menurut Moral et al. (2005), aktivitas zona hambat antimikroba
digolongkan menjadi 4 kelompok, yakni: aktivitas lemah (<5 mm), sedang (5-10
mm), kuat (>10-20 mm), sangat kuat (>20-30 mm). Hasil pengukuran zona
hambat pada (tabel 4.6) menunjukkan bahwa larutan putik saffron memiliki
respon penghambatan yang sedang (5-10 mm), larutan perak AgNO3 memiliki
respon penghambatan yang sedang (5-10 mm), larutan hasil biosintesis
nanopartikel perak putik saffron 4 menit, 6 menit dan 10 menit memiliki respon
penghambatan yang kuat (>10-20 mm) dan kontrol positif (kloramfenikol)
memiliki respon penghambatan yang sangat kuat (>20-30 mm), sedangkan
aquadest sebagai kontrol negatif tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Propionibacterium acnes baik pada awal hingga akhir perlakuan. Hal ini
menunjukkan bahwa kloramfenikol memiliki kemampuan daya hambat paling
baik terhadap pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes dan larutan hasil
biosintesis nanopartikel perak putik saffron 4 menit, 6 menit dan 10 menit tidak
berbeda secara signifikan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Putik bunga saffron dapat dibiosintesis menjadi nanopartikel perak
menggunakan irradiasi microwave dengan didapatkan ukuran nanopartikel
perak putik bunga saffron pada variasi waktu 4 menit 153,7 nm dan 10
menit 152,1 nm. Sedangkan pada waktu 6 menit didapatkan 442,55 nm
tidak termasuk range ukuran nanopartikel perak yaitu 1- 400 nm.
2. Nanopartikel perak putik bunga saffron variasi waktu 4 menit, 6 menit dan
10 menit memiliki potensi penghambatan terhadap bakteri
Propionibacterium acnes yang kuat (>10-20 mm).
5.2 Saran
Disarankan untuk peneliti selanjutnya melakukan formulasi sediaan
kosmetik berbahan nanopartikel perak putik bunga saffron (Crocus Sativus)
terhadap bakteri Propionibacterium acnes untuk mengetahui perbedaan respon
penghambatan aktivitas Propionibacterium acnes.

Anda mungkin juga menyukai