Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki peluang yang besar dalam pengembangan
nanoteknologi. Melalui nanoteknologi, sifat-sifat yang dimiliki alam dapat diubah
sesuai dengan keinginan guna memenuhi persaingan global. Sumber daya alam
Indonesia yang melimpah dan variatif menjadi modal utama dalam pengembangan
nanoteknologi saat ini. Hal inilah yang menjadi salah satu pendorong para
ilmuwan untuk mengembangkan berbagai disiplin ilmu untuk diterapkan pada
berbagai media pemenuhan sumber daya karena salah satu ilmu yang saat ini
tengah berkembang pesat ialah nanosains dan nanoteknologi (Januar Widakdo,
2015).
Nanoteknologi menjadi salah satu bidang ilmu Fisika, Kimia, Biologi, dan
rekayasa yang penting dan menarik beberapa tahun terakhir ini. Jepang dan
Amerika Serikat merupakan dua negara terdepan dalam riset nanoteknologi. Salah
satu pengembangan nanoteknologi yang sedang berkembang yaitu nanopartikel,
dimana sedang berkembang pesat karena dapat diaplikasikan secara luas seperti
dalam bidang lingkungan, elektronik, optis, dan biomedis (wahyudi dkk., 2011
dalam Ma, 2004).
Nanopartikel merupakan bagian dari nanoteknologi yang sangat popular dan
semakin pesat perkembangannya sejak awal tahun 2000. Hal ini disebabkan oleh
manfaat dan dampaknya yang sangat luas dalam kehidupan manusia. Manfaat dan
aplikasi nanopartikel saat ini telah berkembang di berbagai bidang, diantaranya
yaitu di bidang lingkungan, biomedis, perawatan kesehatan, pertanian dan pangan,
tekstil, industry, elektronika, serta energi (Tsuzuki, 2009).
Preparasi nanopartikel secara umum dapat dilakukan secara top down dan
bottom up. Metode top down umumnya memerlukan peralatan yang sangat mahal
dan dilakukan dengan cara fisika. Metode bottom up dilakukan secara kimiawi
menggunakan bahan-bahan kimia, tetapi pada umumnya bahan-bahan kimia
tersebut beracun dan menjadi polutan bagi lingkungan (Kumar & Yadav, 2009;
Parson, et al., 2007; Tolaymat, et al., 2010).

1
Metode lain untuk sintesis nanopartikel yaitu dengan pemanfaatan makhluk
hidup sebagai agen biologi pada proses sintesisnya yang dikenal dengan
biosintesis (Kumar &Yadav, 2009; Mohanpuria, et al., 2008). Kelebihan dari
metode ini dibandingkan dengan metode secara fisika dan kimia adalah prosesnya
yang sederhana, jauh lebih murah, dan penggunaan bahan kimia yang berbahaya
yang minim. Biosintesis nanopartikel melibatkan senyawa-senyawa organik
seperti enzim, protein dan karbohidrat ataupun senyawa metabolit sekunder dari
tumbuhan, seperti flavonoid dan terpenoid (Shankar, Rai, Ahmad, & Sastry,
2004). Dimana senyawa-senyawa tersebut jauh lebih aman dan tidak
membahayakan. Oleh karena itu, metode biosintesis dikenal dengan metode green
synthesis (Shikuo Li, et al., 2007).
Metode green synthesis dalam sintesis nanopartikel perak menggunakan
tanaman dapat meminimalisir penggunaan bahan-bahan anorganik berbahaya dan
tidak ramah lingkungan (Thakkar, et al., 2010). Dengan green synthesis ini,
kemampuan senyawa pada tanaman mampu mereduksi Ag yang bemuatan (Ag+)
menjadi nanopartikel Ag0 (Kumar, V., Yadav, S. K., 2009). Seperti telah diketahui
bahwa logam Ag memiliki satu muatan positif untuk membuat nanopartikel logam
perak dan kemudian tereduksi menjadi Ag0 dengan bantuan tanaman sebagai
reduktor.
Perkembangan nanoteknologi merupakan salah satu alternatif untuk
menigkatkan efektifitas daya antimikroba. Nanopartikel perak memiliki potensi
sebagai sebagai senyawa antimikroba. Nanopartikel perak diketahui mampu
menghambat 650 tipe bakteri (Yaohui et al., 2008).
Propionibacterium acnes adalah flora normal kulit terutama pada wajah dan
tergolong dalam bakteri Corynebacteria. Bakteri ini berperan pada pathogenesis
jerawat yang dapat menyebabkan inflamasi (Pangestu et al., 2017).
Propionibacterium acnes menyebabkan jerawat dengan cara menghasilkan enzim
lipase yang akan memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol pada kulit.
Asam lemak ini yang akan menyebabkan inflamasi pada jaringan kulit sehingga
mendukung munculnya jerawat (Miratunnisa et al., 2015).

2
Banyak hal yang dilakukan Wanita dalam menjaga kesehatan dan
kecantikan kulit salah satunya dengan menggunakan kosmetika berbahan alami
(Minerva, 2019). Pada saat ini kosmetika berbahan putik bunga saffron menjadi
perhatian oleh ahli kecantikan karena banyak mengandung manfaat untuk kulit.
Berdasarkan hasil penelitian Salvi A., Minerva P. (2021) menunjukkan bahwa di
dalam putik bunga saffron (Crocus Sativus) terdapat beberapa kandungan yaitu
Vitamin C, Zinc dan Flavonoid yang dapat bekerja sebagai antibakteri. Menurut
penelitian Rauha, et al (2000), kuersetin mampu menghambat bakteri
Staphylococcus epidermis. Saat ini kosmetika berbahan putik bunga saffron
(Crocus Sativus) banyak digemari oleh masyarakat karena mengandung bahan zat
aktif yang dapat bermanfaat untuk perawatan kulit wajah.
Salah satu bentuk sediaan kosmetik adalah lotion. Lotion merupakan salah
satu sediaan kosmetika golongan emolien (pelembut) yang mengandung air lebih
banyak. Fungsi dari lotion adalah untuk mempertahankan kelembaban kulit,
membersihkan, mencegah, kehilangan air atau mempertahankan bahan aktif.
Komponen-komponen yang menyusun lotion adalah pelembab, pengemulsi,
bahan pengisi, pembersih, bahan aktif, pelarut, pewangi dan pengawet (Mohiudin,
2019).
Berdasarkan hasil penelitian Salvi A., Minerva P. (2021) menunjukkan
bahwa di dalam putik bunga saffron (Crocus Sativus) terdapat beberapa
kandungan yaitu Vitamin C, Zinc dan Flavonoid yang dapat bekerja sebagai
antibakteri.
Berdasarkan uraian di atas, pada penelitian ini digunakan putik bunga
saffron sebagai bioreduktor pada sintesis nanopartikel perak yang akan diuji
sebagai antibakteri Propionibacterium acnes dan di aplikasikan ke sediaan lotion.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan yaitu:
1. Apakah nanopartikel perak putik bunga saffron (Crocus Sativus) dapat
dibiosintesis menggunakan irradiasi microwave?

3
2. Mengetahui potensi antibakteri nanopartikel perak putik bunga saffron
(Crocus Sativus) terhadap bakteri Propionibacterium acnes?
3. Bagaimana memformulasi dan mengevaluasi lotion nanopartikel perak putik
bunga saffron (Crocus Sativus)?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini antara lain:
1. Menentukan biosintesis nanopartikel perak putik bunga saffron (Crocus
Sativus) dengan irradiasi microwave.
2. Menentukan potensi antibakteri nanopartikel putik bunga saffron (Crocus
Sativus) sebagai antibakteri Propionibacterium acnes.
3. Menentukan formulasi dan evaluasi lotion nanopartikel perak putik bunga
saffron (Crocus Sativus).
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu:
1. Bagi Universitas, hasil penelitian dapat menjadi dokumen akademik yang
berguna untuk dijadikan bahan acuan atau pembanding bagi penelitian
mahasiswa.
2. Bagi Mahasiswa, dapat menjadi bahan untuk penelitian lanjutan tentang
nanopartikel perak putik bunga saffron (Crocus Sativus) terhadap uji suatu
bakteri.
3. Bagi Instansi Kesehatan dan RISET, dapat menjadi bahan informasi untuk
penyuluhan dan sosialisasi teknologi farmasi khususnya nanopartikel perak.
4. Bagi Masyarakat, dapat menjadi informasi penting tentang banyaknya
manfaat putik bunga saffron (Crocus Sativus) dalam menjaga kesehatan dan
kecantikan kulit.

4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Putik Bunga Saffron
Crocus sativus L. atau yang lebih dikenal dengan saffron dengan aroma,
warna dan rasa yang unik dianggap sebagai pengantar baru untuk masakan dan
obat-obatan pada abad ke 21 (Melnyk JP et al., 2010). Faktanya, Saffron (Crocus
sativus Linn.) telah digunakan sebagai bahan makanan di berbagai belahan dunia
sejak zaman kuno.
Sejak zaman kuno, Saffron (Crocus Sativus) digunakan untuk tujuan
kosmetik, diserap, diinfus atau bahkan untuk mengaplikasikan pada kulit
dicampur dengan lemak atau disermasi dalam susu kedelai. Dalam pengobatan
tradisional saffron (Crocus Sativus) dapat menyegarkan kulit wajah dan dapat
digunakan untuk penyakit erisipelas dan selain itu dapat mengobati jerawat, luka
dan penyakit kulit lainnya. Selain itu manfaat dari putik bunga saffron (Crocus
Sativus) adalah sebagai anti-UV, mengobati flek hitam, anti aging dan sebagai
pewarna alami untuk pembuatan kosmetik (Salvi A., Minerva P, 2021).
Saffron juga digunakan dalam pengobatan tradisional dalam perawatan
berbagai jenis penyakit. Saffron telah tertulis dalam resep tradisional termasuk
obat-obatan Cina ,Ayurveda dan Yunani. Di Ayurveda, saffron digunakan untuk
mengobati penyakit kronis seperti asma dan arthritis. Saffron juga digunakan
untuk mengobati batuk dan demam (Rahmani AH et al., 2017).
Crocus sativus telah dilaporkan sebagai obat penenang, ekspektoran, anti
asma, antikanker, dan antihiperlipidemia (Rahmani AH et al., 2017). Penggunaan
Saffron sebagai pengobatan untuk sekitar 90 penyakit telah terungkap dalam
rentang waktu 4000 tahun. Saffron digunakan secara luas sebagai tanaman obat
untuk memperbaiki kesehatan manusia terutama di Asia. Tanaman ini dikenal
sebagai bumbu paling mahal di dunia dan telah dijuluki “Emas Merah” di Iran
(Melnyk JP et al., 2010) (Bolhassani A et al., 2014). Diperkirakan Iran

5
memproduksi sekitar 76% dari total produksi saffron di dunia setiap tahunnya
(Milajerdi A et al., 2016).
2.1.1 Klasifikasi Putik Bunga Saffron

Gambar 2.1. Putik Bunga Saffron


(Crocus Sativus)

Klasifikasi taksonomi dari bakteri Propionibacterium acnes (Sugita et al.,


2010) sebagai berikut:
Kingdom : Bacteria
Phylum : Actinobacteria
Kelas : Actinobacteridae
Ordo : Actinomycetales
Famili : Propionibacteriaceae
Genus : Propionibacterium
Spesies : Propionibacterium acnes
2.1.2 Deskripsi Putik Bunga Saffron
Putik bunga saffron memiliki empat kandungan utama yang terdapat dalam
Saffron yaitu crocin (monoglycosyl atau di-glycosyl polyene ester), crocetin
(prekursor asam dikarboksilat karotenoid alami crocin), picrocrocin (prekursor
glikosida monoterpen dari safranal dan produk degradasi zeaxanthin) dan safranal.
Crocin sebagai pemberi warna pada saffron merupakan karotenoid yang larut

6
dalam air karena memiliki kandungan glikosil yang tinggi. Picocrocin merupakan
zat utama yang bertanggungjawab terhadap rasa saffron serta safranal merupakan
minyak volatil yang bertanggungjawab terhadap aroma saffron (Bathaie S &
Mousavi S, 2010).
Putik bunga saffron juga memiliki kandungan Vitamin C, Zinc dan
Flavonoid dari putik bunga saffron (Crocus Sativus) (Salvi A., Minerva P., 2021).
2.2 Nanoteknologi
Nanoteknologi adalah Teknik untuk mendesain dan menyusun materi pada
skala nano yang memungkinkan untuk memanfaatkan dan merekayasa struktur
atom per atomnya (Yokohama, 2007). Pada skala nano, modifikasi materi dapat
dilakukan untuk menciptakan materi yang memiliki ukuran, struktur, dan sifat
yang dikehendaki dengan lebih efektif dan efisien. Materi berupa nanopartikel
memiliki sifat yang unik, yang dapat dikontrol dan dimodifikasi ukuran, bentuk,
sifat kimia, serta fungsionalisasi permukaannya (Nagarajan & Hatlon, 2008).
2.3 Nanopartikel Perak
Nanopartikel adalah material dengan rentang ukuran 1-100 nm (Lalena et
al., 2008). Ariyanta et al. (2014) menyebutkan bahwa munculnya puncak
aborbansi pada panjang gelombang ± 410 nm yang mengindikasikan terbentuknya
nanopartikel perak.
Nanopartikel perak telah lama diketahui miliki sifat antimikroba.
Kemampuan antimikroba perak dapat membunuh semua mikroorganisme
patogenik, dan belum dilaporkan adanya mikroba yang resisten terhadap perak
(Ariyanta et al., 2014). Telah dilakukan penelitian aktivitas nanopartikel perak
terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Eschericia coli (Ariyanta et al., 2014),
Vibrio cholera (Renugadevi dan Venus, 2012). Dari sifat antimikroba inilah
nanopartikel perak dapat digunakan ke dalam berbagai macam aplikasi seperti
kain pembalut luka (Ariyanta et al., 2014), serat katun (Haryono dan Harmami,
2010) yang berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri, semprotan antiseptik dan
pelapis antimikroba untuk perangkat medis yang mensterilkan udara dan
permukaan (Xiu et al., 2012).

7
Kemampuan antibakteri nanopartikel perak dipengaruhi oleh karakteristik
fisik nanomaterial seperti ukuran, bentuk, dan sifat permukaan. Selain itu, rasio
luas permukaan terhadap volume semakin meningkat dengan semakin kecilnya
ukuran partikel sehingga nanopartikel perak memiliki kemampuan antibakteri
yang lebih kuat (Haryono et al., 2008). Semakin kecil ukuran nanopartikel perak,
semakin besar efek antimikrobanya (Guzman et al., 2009).

Gambar 2.2. Skema Biosintesis dari AgNP


Sumber: (Maarebia, R.Z., 2019)

Anjum dan Abbasi (2016) melaporkan bahwa mekanisme yang mungkin


terjadi dalam biosintesis AgNP oleh metabolit tumbuhan masih banyak yang
belum dijelajahi. Mekanisme reduksi dengan menunjukkan pengurangan Ag(I) ke
Ag(0) oleh senyawa standar flavonoid (kuersetin) melalui reaksi redoks dan
senyawa aktif tanaman juga bertanggung jawab atas pembatasan dan stabilisasi
AgNP (Gambar 2.2).
Jain dan Mehata (2017) melaporkan bahwa mekanisme pembentukan nanopartikel
terbentuk melalui tiga tahap: reduksi ion, pengelompokan dan pembentukan
nanopartikel. Fitur masing-masing tahap bergantung pada sifat zat pereduksi,
konsentrasinya, pH, konsentrasi agen pereduksi. Menurut beberapa peneliti,
kelompok -OH yang terdapat dalam flavonoid seperti kuersetin akan bertanggung
jawab dalam reduksi ion perak ke AgNP. Zhang dkk. (2011) melaporkan bahwa
kuersetin memiliki potensi reduksi yang tinggi, oleh karena itu, kuersetin

8
bertindak sebagai agen pereduksi. Gambar 2.3 menunjukkan mekanisme reduksi
ion perak menjadi nanopartikel perak oleh flavonoid (kuersetin).

Gambar 2.3. Mekanisme reduksi ion perak menjadi nanopartikel perak


oleh molekul kuersetin
Sumber: (Maarebia, R.Z., 2019)

2.4 Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel Perak


2.4.1 Sintesis Nanopartikel Perak
Terdapat beberapa cara untuk mensintesis nanopartikel perak yaitu meliputi
metode fisika, kimia dan biologi. Sejumlah pendekatan yang ada misalnya,
reduksi larutan, kimia dan reaksi fotokimia dalam misel terbalik, dekomposisi
termal dari senyawa perak, dengan bantuan radiasi, elektrokimia sonokimia dan
dengan bantuan proses microwave dan dewasa ini melalui metode green
chemistry (Begum et al., 2009).
Penggunaan bahan-bahan ramah lingkungan seperti tanaman, bakteri, dan
jamur (Bhainsa dan Souza, 2006). Sintesis nanopartikel perak menawarkan
banyak manfaat ramah lingkungan dan kompatibilitas untuk aplikasi farmasi dan
biomedis lainnya karena tidak menggunakan bahan kimia beracun untuk protokol
sintesis. Metode-metode sintesis kimia memakai bahan-bahan kimia beracun yang
terserap dipermukaan yang memiliki efek negatif pada aplikasi medis.
Sintesis biologis memberikan kemajuan atas metode kimia dan fisika karena
biaya yang murah, ramah lingkungan, dapat digunakan dalam sintesis skala besar
dan dalam metode ini tidak perlu menggunakan tekanan tinggi, energi, suhu dan
bahan kimia beracun (Elumalai et al., 2011).
2.4.2 Sintesis Nanopartikel Perak Dengan Irradiasi Microwave
Microwave didefinisikan sebagai gelombang elektromagnetik dengan
panjang gelombang vakum dengan rentang yang digunakan antara 0,1 sampai 100
cm, atau ekivalen dengan frekuensi antara 0,3 -300 GHz (Jain, 2011). Area

9
spektra elektromagnetik irradiasi microwave berada antara radiasi infra merah dan
gelombang radio. Irradiasi microwave merupakan metode cepat dan efisien dalam
sintesis dengan variasi senyawa karena selektivitas absorbsi dari energi
microwave pada molekul polar (Surati et al., 2012).
Waktu/Daya 1 Menit 2 Menit 3 Menit
100 W 35ºC/95F 37ºC/98.6F 40.8ºC/105.4F
180 W 37.4ºC/99.3F 44ºC/111.2F 47ºC/116.4F
300 W 43ºC/109.4F 49.5ºC/121.1F 59.7ºC/139.4F
450 W 48.5ºC/119.3F 62.2ºC/143.9F 74.8ºC/166.6F
600 W 54.4ºC/129.9F 76.7ºC/170F 90.3ºC/194.5F
800 W 60.2ºC/140.3F 87.8ºC/190F 100.6C/213F
Sumber : (Ravikumar, 2015)
Pemanasan dielektrik microwave menyebabkan padatan dan cairan
mengubah radiasi elektromagnetik menjadi kalor untuk reaksi kimia. Teknologi
tersebut dapat membentuk reaksi baru yang tidak mungkin menggunakan
pemanasan konvensional (Jain, 2011). Prinsip dari pemanasan menggunakan
microwave berdasarkan pengaruh langsung dari gelombang pada molekul dengan
konduksi ionik dan rotasi dipole. Matrik tanaman dalam pelarut dengan konstanta
dielektrik tinggi secara cepat dipanaskan dengan microwave, pemecahan struktur
seluler dan pelepasan kompoen yang diinginkan ke dalam media sekitar.
Proses kimia dalam kondisi microwave lebih pendek daripada kondisi
konvensional, mekanisme dan kinetika reaksi tetap sama. Waktu reaksi yang lebih
cepat merupakan hasil dari temperatur dari reaksi di bawah irradiasi microwave.
Pada microwave pemanasan volumetrik dari bahan menyebabkan pemanasan di
dalam lebih menyeluruh dibandingkan dengan pemanasan pada lapisan luar bahan
pada metode konvensional yang menyebabkan pengukuran temperatur reaksi
lebih baik (Surati et al., 2012).
Iradiasi microwave memiliki keuntungan yaitu pemanasan homogen yang
dapat berpengaruh secara langsung pada proses nukleasi sintesis nanopartikel
perak (Punuri et al., 2012). Sintesis dengan bantuan microwave merupakan
metode yang menjanjikan untuk sintesis nanopartikel perak. Pemanasan

10
microwave lebih baik daripada pemanasan konvensional untuk secara konsisten
memperoleh hasil nanopartikel dengan ukuran kecil, distibusi ukuran lebih
ringkas, dan kristalisasi derajat tinggi. Pemanasan microwave membutuhkan
waktu reaksi lebih pendek, mengurangi konsumsi energi dan hasil yang lebih baik
dengan mencegah aglomerasi pda pembentukan partikel (Iravani et al., 2013).
Terdapat dua prinsip utama dalam microwave, yaitu mekanisme dipolar dan
mekanisme konduktor elektrik. Mekanisme dipolar muncul ketika frekuensi tinggi
pada medan elektrik, molekul polar berusaha untuk mengikuti bidang yang
selaras. Ketika hal ini terjadi, molekul melepakan panas untuk mendorong reaksi
berjalan. Pada mekanisme kedua, sampel terirradiasi merupakan konduktor
elektrik dan pembawa muatan (elektron, ion) berpindah melalui bahan di bawah
pengaruh medan elektrik, menghasilkan polarisasi. Induksi tersebut menyebabkan
panas pada sampel karena penolakan elektrik (Nadagouda et al.,2010).
2.4.3 Karakterisasi Nanopartikel Perak
2.4.3.1 Spektroskopi Ultra-Violet Visible
Spektroskopi adalah studi mengenai interaksi cahaya dengan atom dan
molekul. Dasar Spektroskopi UV-Vis adalah serapan cahaya, radiasi cahaya atau
elektromagnet dapat dianggap menyerupai gelombang. Bila cahaya jatuh pada
senyawa, maka sebagian dari cahaya diserap oleh molekul-molekul sesuai dengan
struktur dari molekul senyawa tersebut. Serapan cahaya oleh molekul dalam
daerah spektrum UV-Vis tergantung pada struktur elektronik dari molekul
(Underwood, 2007).
Nanopartikel memiliki sifat optis yang sensitif terhadap ukuran, bentuk,
konsentrasi, aglomerasi, dan indeks reflektif mendekati permukaaan nanopartikel
sehingga spektroskopi UV-Vis berfungsi dalam identifikasi, karakterisasi, dan
pengkajian material tersebut. Nanopartikel yang terbuat dari logam tertentu seperti
emas dan perak, berinteraksi secara kuat dengan panjang gelombang tertentu dari
cahaya dan sifat optis unik dari material tersebut merupakan dasar dari sifat
plasmonik. (Ronson, 2012). Spektra UV-Vis sensitif terhadap pembentukan
koloid perak karena nanopartikel perak menunjukkan peak absorpsi yang intens

11
karena eksitasi permukaan plasmon (menggambarkan eksitasi bersama dari
konduksi elektron dalam logam) (Sileikaite et al., 2006).
Penyebaran nanopartikel tergantung pada panjang gelombang dengan
panjang gelombang pendek (ultra violet atau cahaya biru) tersebar secara intens
daripada panjang gelombang yang lebih panjang (cahaya merah). Penyebaran
cahaya partikel yang lebih besar tidak tergantung panjang gelombang (Taylor et
al., 2013). Koloid nanopartikel perak memiliki puncak serapan dengan kisaran
rentang 400 nm hingga 530 nm pada analisis spektrofotometer.
2.4.3.2 Particle Size Analyzer (PSA)
Karakterisasi menggunakan PSA digunakan untuk menentukan ukuran
ratarata nanopartikel perak. PSA menggunakan metode Dinamyc Light Scattering
(DLS) yang memanfaatkan hamburan inframerah. DLS disebut juga sebagai
Spektroskopi Korelasi Foton. Hamburan inframerah ditembakkan oleh alat ke
sampel sehingga sampel akan bereaksi menghasilkan gerak Brown (gerak acak
dari koloidal partikel yang sangat kecil dalam cairan akibat dari benturan dengan
molekul-molekul yang ada dalam zat cair). Semakin kecil ukuran partikel, maka
gerak brown semakin cepat (Rawle, 2010).
Ukuran partikel yang dukur dengan DLS yaitu diameter dari lingkaran
partikel yang terdifusi dengan kecepatan yang sama pada saat pengukuran.
Kecepatan pada fluktuasi intensitas tertentu tergantung pada ukuran partikel.
Analisa distribusi ukuran pada partikel berdasarkan pada ukuran maksimum yang
dihasilkan dalam persentase volume sampel tertentu (Rawle, 2010).
2.4.3.3 Transmission Electron Microscopy (TEM)
TEM adalah alat yang paling teliti digunakan untuk menentukan ukuran
partikel karena resolusinya yang sangat tinggi. Partikel dengan ukuran beberapa
nanometer dapat diamati dengan jelas menggunakan TEM. Pada TEM, sampel
yang sangat tipis ditembak dengan berkas elektron yang berenergi sangat tinggi
(dipercepat pada tegangan ratusan kV). Berkas elektron dapat menenbus bagian
yang “lunak” sampel tetapi ditahan oleh bagian keras sampel (seperti partikel).
Detektor yang berada di belakang sampel menangkap berkas elektron yang lolos
dari bagian lunak sampel. Akibatnya detektor menangkap bayangan yang

12
bentuknya sama dengan bentuk bagian keras sampel (bentuk partikel) (Abdullah
dan Khairurrijal, 2009).
Sampel harus setipis mungkin sehingga dapat ditembus elektron. Sampel
ditempatkan di atas grid TEM yang terbuat dari tembaga atau karbon. Jika sampel
berbentuk partikel, biasanya partikel didispersi di dalam zat cair yang mudah
menguap seperti etanol lalu diteteskan ke atas grid TEM. Jika sampel berupa
komposit partikel di dalam material lunak seperti polimer, komposit tersebut harus
diiris tipis (beberapa nanometer). Alat pengiris yang digunakan adalah microtome.
Jika sampel yang diamati dengan TEM berbentuk partikel maka distribusi ukuran
partikel dapat ditentukan dengan cara yang sama dengan menentukan distribusi
ukuran partikel hasil foto SEM (Abdullah dan Khairurrijal, 2009).
Terdapat beberapa keuntungan dari Selected Area Electron Diffraction
(SAED) berdasarkan analisis struktur, analis volume kecil, dan informasi seleksi
visual dari volume teranalisis dari gambar. Butiran besar (dengan dimensi sis lebih
dari 100 nm) dapat diperlakukan sebagai kristal tunggal dalam TEM. Identifikasi
simultan pada fase dan orientasi dapat diketahui dengan pola SAED. Proses
Difraksi menghilangkan ambiguitas dengan mengevaluasi secara simultan
beberapa pola SAED (dari butiran yang sama) dari rangkaian kemiringan,
ditempatkan pada pengaturan goniometri (Labar et al., 2009).
2.5 Aktivitas Antibakteri Nanopartikel Perak
Kemampuan antibakteri perak antara lain yaitu dapat merusak dinding sel
bakteri, mengganggu metabolisme sel, serta menghambat sintesis sel mikroba.
Menurut Mahendra et al. (2009), nanopartikel perak mempunyai aktivitas
antibakteri karena memiliki luas permukaan yang besar yang memungkinkan
melakukan kontak yang sangat baik dengan mikroorganisme. Nanopartikel perak
mendekat pada membran sel bakteri dan melakukan penetrasi kedalam bakteri.
Selanjutnya nanopartikel perak melakukan difusi dan menyerang rantai
pernafasan bakteri, hingga pada akhirnya sel tersebut menjadi mati.
Mekanisme antibakteri nanopartikel perak menurut Li et al., (2008) meliputi:

13
1. Adhesi nanopartikel terhadap permukaan bakteri yang mengubah sifat
membran. Nanopartikel dengan ukuran kecil dan luas permukaan besar
mampu berhubungan dengan permukaan mikroorganisme.
2. Nanopartikel perak masuk ke dalam sel bakteri menyebabkan kerusakan
DNA.
3. Nanopartikel perak melepaskan ion Ag+ yang dapat berinteraksi dengan
protein yang mengandung sulfur dalam dinding sel bakteri. Ion Ag+ terlarut
berinteraksi dengan dinding sel dan protein sitoplasma.
Bentuk nanopartikel perak merupakan faktor penting pada sifat antibakteri.
Menurut Pal et al., (2007) nanopartikel perak triangular dengan bidang kisi pada
bidang dasar menunjukkan sifat biosida paling kuat melawan Eschericia coli
dibandingkan dengan nanopartikel sferik dan batang. Nanopartikel perak
triangular menghasilkan penghambatan pertumbuhan bakteri pada konten total
perak 1 µg. Ion perak menyebabkan penghilangan ion K+ dari bakteri, kemudian,
plasma bakteri atau membran sitoplasma, yang terasosiasi dengan beberapa enzim
dan DNA, merupakan target ion perak. Ketika pertumbuhan bakteri terhambat,
ion perak terdeposisi ke dalam vakuola dan dinding sel seperti granula. Ion perak
menghambat divisi sel dan merusak membran sel dan isi sel bakteri.
Ketidaknormalan struktur terjadi ketika ukuran bakteri meningkat, membran
sitoplasma, isi sitoplasma, serta lapisan luar berubah. Sebagai tambahan, ion perak
dapat berhubungan dengan asam nukleat, yang mencegah hubungan dengan basa
DNA daripada dengan gugus fosfat (Kim et al., 2011).
2.6 Propionibacterium Acnes
Propionibacterium acnes adalah organisme yang pada umumnya memberi
kontribusi terhadap terjadinya jerawat (Jawetz et al., 2012). P.acnes termasuk
bakteri yang tumbuh rellatif lambat. Genom dari bakteri ini telah dirangkai dan
sebuah penelitian menunjukkan beberapa gen yang dapat menghasilkan enzim
untuk meluruhkan kulit dan protein, yang mungkin immunogenic (mengaktifkan
system kekebalan tubuh) (Pratiwi, 2008). Bakteri ini juga mempunyai
kemampuan untuk menghasilkan katalase beserta indol, nitrat, atau kedua-duanya

14
indol dan nitrat. Propionibacterium acnes menyerupai Corynebacterium secara
morfologi dan susunannya, tetapi tidak bersifat toksigenik (Brahman, 2005).

Gambar 2.5. Hasil Scanning


Gambar 2.4. P.acnes dengan
Electron Microscope (SEM)
pengecetan gram
P.acnes
(Sumber: Lengel, 2009)
(Sumber: Science Direct, 2016)
Propionibacterium acnes merupakan bateri anaerob Gram positif yang
toleran terhadap udara. Sel berbentuk batang yang tidak teratur, bercabang, atau
campuran antara bentuk batang dengan bentuk koloid. P.acnes dapat tumbuh di
udara dan tidak menghasilkan endospore. Beberapa endospore bersifat patogen
untuk hewan dan tanaman. Jumlah P.acnes pada kulit terkait dengan aktivitas
kelenjar sebasea, atau dengan kata lain jumlahnya meningkat setelah adanya
pematangan fungsi kelenjar sebasea yaitu seiring masa pubertas (Jawetz et al.,
2012).
Propionibacterium acnes ialah agen utama etiologic inflamasi jerawat. Ia
merangsang pelepasan interleukin-1 (IL-1), IL-8, dan tumor necrosis factor-α
(TNF_α) dan mengaktifkan sistem komplemen. Bakteri P.acnes menggunakan
sebum yang diproduksi di folikel sebagai sumber utama makanan. Dengan
menggunakan enzim khusus, bakteri ini menghasilkan asam lemak bebas melalui
hidrolisis trigliserida kelenjar sebasea oleh lipasenya. Asam lemak ini dapat
mengakibatkan inflamasi jaringan Ketika berhubungan dengan sistem imun dan
mendukung terjadinya jerawat (Khan, 2009).
2.7 Lotion
Salah satu bentuk sedian kosmetik adalah lotion. Lotion merupakan salah
satu sediaan kosmetika golongan emolien (pelembut) yang mengandung air lebih
banyak. Fungsi dari lotion adalah untuk mempertahankan kelembaban kulit,

15
membersihkan, mencegah, kehilangan air atau mempertahankan bahan aktif.
Komponen-komponen yang menyusun lotion adalah pelembab, pengemulsi,
bahan pengisi, pembersih, bahan aktif, pelarut, pewangi dan pengawet (Mohiudin,
2019).
Emulsi merupakan sistem dua fase yang mengkombinasikan dua larutan
yang tidak saling campur, salah satu larutan terdispersi seragam dalam globul-
globul kecil ke dalam larutan lain (Troy and Beringer, 2016). Kedua larutan yang
tidak saling campur ini membutuhkan suatu agen pengemulsi yang dapat
menurunkan tegangan antarmuka kedua larutan tersebut sehingga salah satu
larutan akan terdispersi secara sempurna ke dalam medium dispers (Allen, 2014).
Agen pengemulsi sering dikombinasikan dengan agen pengemulsi lainnya
untuk menghasilkan emulsi yang semakin stabil. Pengkombinasian agen
pengemulsi digunakan untuk menentukan nilai HLB yang dibutuhkan emulsi
(Felton, 2013).
Lotion memilki beberapa keuntungan diantaranya mudah menyebar rata,
mudah dalam penggunaannya atau mudah dioleskan, dan cara kerjanya langsung
pada jaringan setempat serta efek terapi yang diharapkan lebih mudah dicapai
(Tranggono & Latifah, 2018).
Keunggulan lotion yaitu dengan kandungan air yang cukup besar bentuk
sediaan lotion tersebut dapat diaplikasikan dengan mudah, daya penyebaran dan
penetrasinya cukup tinggi, tidak memberikan rasa berminyak, memberikan efek
sejuk, juga mudah dicuci dengan air. Lotion sudah banyak beredar di masyarakat
yang mengandung berbagai manfaat salah satunya dapat melembabkan kulit
(Aulton, 2007).
2.8 Evaluasi Lotion
Kestabilan emulsi menunjukkan daya tahan suatu emulsi dalam rentang
waktu tertentu dimana partikel yang terdapat dalam emulsi tidak mempunyai
kecenderungan untuk bergabung dengan partikel lainnya dan membentuk lapisan
yang terpisah. Emulsi yang baik memiliki sifat tidak berubah menjadi lapisan-
lapisan, tidak berubah warna, dan tidak berubah konsistensinya selama
penyimpanan (Suryani et al. 2000).

16
Emulsi yang tidak stabil terjadi karena masing-masing fase cenderung
bergabung dengan fase sesamanya membentuk suatu agregat yang akhirnya dapat
mengakibatkan emulsi pecah. Emulsi yang tidak stabil dapat disebabkan oleh
beberapa hal antara lain komposisi bahan yang tidak tepat, ketidakcocokan bahan,
kecepatan dan pencampuran yang tidak tepat, pembekuan, guncangan mekanik
atau getaran, ketidakseimbangan densitas, ketidakmurnian emulsi, reaksi antara
dua atau lebih komponen dalam sistem, dan penambahan asam atau senyawa
elektrolit (Suryani et al. 2000).
2.9 Kajian Penelitian yang Relevan
2.9.1 Penelitian Adelina Salvi dan Prima Minerva “Kelayakan Sediaan
Penyegar (Face Toner) Putik Bunga Saffron (Crocus Sativus) Sebagai
Kosmetik Tradisional Perawatan Kulit Wajah”
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana cara pembuatan
sediaan penyegar (face toner) putik bunga saffron (Crocus Sativus) secara
tradisional untuk perawatan kulit wajah, menganalisis kelayakan sediaan penyegar
(face toner) putik bunga saffron (Crocus Sativus) dilihat dari kandungan Vitamin
C, Zinc dan Flavonoid yang terdapat pada putik bunga saffron (Crocus Sativus),
Untuk menganalisis kelayakan sediaan penyegar (face toner) putik bunga saffron
(Crocus Sativus) dilihat dari aroma, daya serap, warna dan kesukaan panelis.
Instrumen data menggunakan kuisioner/angket. Pengujian ini dilakukan
menggunakan alat-alat laboratorium, Uji organoleptic dan uji hedonic. Metode
analisis data deskriptif persentase.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang saya angkat yaitu
“Biosintesis Nanopartikel Perak Putik Bunga Saffron (Crocus Sativus)
Menggunakan Irradiasi Microwave sebagai Antibakteri Propionibacterium Acnes
Dalam Sediaan Lotion” ini bertujuan untuk mengetahui nanopartikel perak putik
bunga saffron dapat dibiosintesis menggunakan microwave dan untuk melihat
adanya potensi antimikroba dari putik bunga saffron, nanopartikel perak dan
nanopartikel putik bunga saffron sebagai antibakteri Propionibacterium acnes.

17
2.9.2 Penelitian Benni Iskandar, Santa Eni BR Sidabutar dan Leny
“Formulasi dan Evaluasi Lotion Ekstrak Alpukat (Persea Americana)
Sebagai Pelembab Kulit”
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan formulasi dan evaluasi sediaan
lotion sesuai dengan persyaratan yang ada di Handbook of Pharmaceutical
Excipients dan Farmakope Indonesia (FI). Penelitian menggunakan 2 formulasi
lotion dan sediaan lotion kemudian diuji sifat fisiknya, yang meliputi uji
organoleptis, uji homogenitas, uji pH, uji daya sebar, uji akseptabilitas dan uji
iritasi.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang saya angkat yaitu “Biosintesis
Nanopartikel Perak Putik Bunga Saffron (Crocus Sativus) Menggunakan Irradiasi
Microwave sebagai Antibakteri Propionibacterium Acnes Dalam Sediaan Lotion”
ini bertujuan untuk mengetahui nanopartikel perak putik bunga saffron dapat
dibiosintesis menggunakan microwave dan untuk melihat adanya potensi
antimikroba dari putik bunga saffron, nanopartikel perak dan nanopartikel putik
bunga saffron sebagai antibakteri Propionibacterium acnes.
2.9.3 Penelitian Hani Asmorowati dan Novena Yety Lindawati “Penetapan
Kadar Flavonoid Total Alpukat (Persea Americana Mill.) Dengan Metode
Spektrofotometri”
Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan kadar flavonoid total dari dua
vrian buah alpukat (Persea Americana Mill.) menggunakan metode
spektrofotometri UV-Vis. Pada metode spektrofotometri UV-Vis, diukur pada
panjang gelombang 413,6 nm dengan reagen AlCl3 sebagai pembentuk senyawa
kompleks.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang saya angkat yaitu
“Biosintesis Nanopartikel Perak Putik Bunga Saffron (Crocus Sativus)
Menggunakan Irradiasi Microwave sebagai Antibakteri Propionibacterium Acnes
Dalam Sediaan Lotion” ini bertujuan untuk mengetahui nanopartikel perak putik
bunga saffron dapat dibiosintesis menggunakan microwave dan untuk melihat
adanya potensi antimikroba dari putik bunga saffron, nanopartikel perak dan
nanopartikel putik bunga saffron sebagai antibakteri Propionibacterium acnes.

18
2.9.4 Penelitian Nyoman Wendri, Ni Nyoman Rupiasih dan Made
Sumadiyasa “Biosintesis Nanopartikel Perak Menggunakan Ekstrak Daun
Sambiloto: Optimasi Proses dan Karakterisasi”
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil sintesis nanopartikel perak
(AgNP) dengan metode biologi (biosintesis). Sintesis dilakukan dengan
menggunakan ekstrak daun Sambiloto (Andorgraphis Paniculata Ness.).
Penelitian ini meliputi penentuan rasio volume sintesis (larutan AgNO3:larutan
ekstrak) yang optimum dan karakterisasi nanopartikel perak yang terbentuk.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang saya angkat yaitu
“Biosintesis Nanopartikel Perak Putik Bunga Saffron (Crocus Sativus)
Menggunakan Irradiasi Microwave sebagai Antibakteri Propionibacterium Acnes
Dalam Sediaan Lotion” ini bertujuan untuk mengetahui nanopartikel perak putik
bunga saffron dapat dibiosintesis menggunakan microwave dan untuk melihat
adanya potensi antimikroba dari putik bunga saffron, nanopartikel perak dan
nanopartikel putik bunga saffron sebagai antibakteri Propionibacterium acnes.
2.9.5 Penelitian Fitriyanti La Tapa, Edi Suryanto dan Lidya Irma Momuat
“Biosintesis Nanopartikel Perak Menggunakan Ekstrak Empelur Batang
Sagu Baruk (Arenga microcarpha) dan Aktivitas Antioksidannya”
Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis nanopartikel perak dengan
ekstrak empelur sagu baruk menggunakan variasi suhu dan untuk mempelajari
aktivitas antioksidan dari nanopartikel perak. Nanopartikel perak disintesis
menggunakan metode hijau “green chemistry” dengan mereaksikan ekstrak
empelur sagu baruk dengan perak nitrat (AgNO3) 10-3. Karakterisasi
menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan Transmission Electron Microscope
(TEM).
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang saya angkat yaitu
“Biosintesis Nanopartikel Perak Putik Bunga Saffron (Crocus Sativus)
Menggunakan Irradiasi Microwave sebagai Antibakteri Propionibacterium Acnes
Dalam Sediaan Lotion” ini bertujuan untuk untuk melihat adanya potensi
antimikroba dari putik bunga saffron, nanopartikel perak dan nanopartikel putik
bunga saffron sebagai antibakteri Propionibacterium acnes.

19
2.9.6 Penelitian Sumaira Anjum, Bilal Haider Abbasi dan Zabta Khan
Shinwari “Plant Mediated Green Synthesis of Silver Nanoparticles for
Biomedical Applications: Challenges and Opportunities”
Penelitian ini bertujuan untuk sintesis hijau AgNP yang dimediasi dan
aspek mekanistik yang terlibat dalam pengurangan dan stabilisasi AgNP. Metode
karakterisasi AgNP ditinjau dan aktivitas multifungsi AgNP spektrum luas dan
potensi biomedisnya.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang saya angkat yaitu
“Biosintesis Nanopartikel Perak Putik Bunga Saffron (Crocus Sativus)
Menggunakan Irradiasi Microwave sebagai Antibakteri Propionibacterium Acnes
Dalam Sediaan Lotion” ini bertujuan untuk untuk melihat adanya potensi
antimikroba dari putik bunga saffron, nanopartikel perak dan nanopartikel putik
bunga saffron sebagai antibakteri Propionibacterium acnes.
2.9.7 Penelitian S Zahra Bathaie dan S Zeinab Mousavi “New Applications
and Mechanisms of Action of Saffron and its Important Ingredients”
Penelitian ini bertujuan untuk meninjau aplikasi obat dan industry saffron.
Metode yang digunakan untuk penelitian ini termasuk pencarian web of science
dan medline untuk saffron dan penyusunnya. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam
beberapa tahun terakhir aplikasi saffron dalam berbagai gangguan yang
melibatkan sistem saraf, kardiovaskular dan lainnya, serta kanker telah diselidiki.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang saya angkat yaitu
“Biosintesis Nanopartikel Perak Putik Bunga Saffron (Crocus Sativus)
Menggunakan Irradiasi Microwave sebagai Antibakteri Propionibacterium Acnes
Dalam Sediaan Lotion” ini bertujuan untuk mengetahui nanopartikel perak putik
bunga saffron dapat dibiosintesis menggunakan microwave dan untuk melihat
adanya potensi antimikroba dari putik bunga saffron, nanopartikel perak dan
nanopartikel putik bunga saffron sebagai antibakteri Propionibacterium acnes.
2.9.8 Penelitian EK. Elumalai et al “ A bird’s eye view on Biogenic Silver
Nanoparticles and Their Applications”

20
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan mikroorganisme
ddan tanaman dalam biosintesis nanopartikel logam perak dan aplikasinya dengan
mengacu pada studi aktivitas antimikroba.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang saya angkat yaitu
“Biosintesis Nanopartikel Perak Putik Bunga Saffron (Crocus Sativus)
Menggunakan Irradiasi Microwave sebagai Antibakteri Propionibacterium Acnes
Dalam Sediaan Lotion” ini bertujuan untuk mengetahui nanopartikel perak putik
bunga saffron dapat dibiosintesis menggunakan microwave dan untuk melihat
adanya potensi antimikroba dari putik bunga saffron, nanopartikel perak dan
nanopartikel putik bunga saffron sebagai antibakteri Propionibacterium acnes.
2.9.9 Penelitian Maribel G. Guzman, Jean Dille dan Stephan Godet
“Synthesis of Silver Nanoparticles by Chemical Reduction Method and Their
Antibacterial Activity”
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pembentukan nanopartikel perak
menggunakan spektroskopi serapan UV-Vis dan aktivitas antimikroba dan
bakterisida yang tinggi. Ukuran rata-rata dan morfologi nanopartikel perak
ditentukan dengan mikroskop electron transmisi (TEM). Aktivitas antibakteri
dispersi nanopartikel diukur dengan metode Kirby-Bauer.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang saya angkat yaitu
“Biosintesis Nanopartikel Perak Putik Bunga Saffron (Crocus Sativus)
Menggunakan Irradiasi Microwave sebagai Antibakteri Propionibacterium Acnes
Dalam Sediaan Lotion” ini bertujuan untuk mengetahui nanopartikel perak putik
bunga saffron dapat dibiosintesis menggunakan microwave dan untuk melihat
adanya potensi antimikroba dari putik bunga saffron, nanopartikel perak dan
nanopartikel putik bunga saffron sebagai antibakteri Propionibacterium acnes.
2.9.10 Penelitian Siddhant Jain dan Mohan Singh Mehata “Medicinal Plant
Leaf Extract and Pure Flavonoid Mediated Green Synthesis of Silver
Nanoparticles and Their Enhanced Antibacterial Property”
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sintesis nanopartikel perak
dengan kimia hijau dan quercetin turunannya secara terpisah sebagai precursor
untuk menyelidiki peran biomolekul yang ada. Peningkatan aktivitas antibakteri

21
AgNPs terhadap strain bakteri gram negatif E-Coli dianalisis berdasarkan indeks
zona hambat dan konsentrasi hambat minimal (KHM).
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang saya angkat yaitu
“Biosintesis Nanopartikel Perak Putik Bunga Saffron (Crocus Sativus)
Menggunakan Irradiasi Microwave sebagai Antibakteri Propionibacterium Acnes
Dalam Sediaan Lotion” ini bertujuan untuk melihat adanya potensi antimikroba
dari putik bunga saffron, nanopartikel perak dan nanopartikel putik bunga saffron
sebagai antibakteri Propionibacterium acnes.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2022 di Laboratorium
Teknologi Farmasi dan Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Farmasi, Fakultas
Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental laboratorium
dengan menggunakan sampel yaitu Putik Bunga Saffron (Crocus Sativus).
3.3 Alat dan Bahan
3.3.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi seperangkat alat gelas
(Pyrex), aluminium foil, autoklaf, batang pengaduk, cawan petri, inkubator, jarum
ose, kapas, kertas saring, lampu spritus, Microwave (Krisbow), neraca analitik,
Particle Size Analyzer (PSA) (Horiba-SZ100z), pipet mikro, plastik wrap,
Spektrofotometer UV-Vis (Genesys 10s & UV-1900i), tabung reaksi, Thinky
homogenizer (Arm-300, jepang), vial.
3.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi AgNO 3, aquadest,
aqua pro injeksi, Asam sulfur (H2SO4), Barium klorida (BaCl2), bakteri

22
Propionibacterium acnes, etanol 70%, kloramfenikol, Natrium klorida (NaCl),
Nutrient Agar (NA), putik bunga saffron (Crocus sativus), kuersetin.
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Preparasi Sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah putik Bunga Saffron
(Crocus Sativus). Sampel putik Bunga Saffron diambil sebanyak ….mg dan
dilakukan perendaman dalam 100 ml aquades sampai menjadi pekat, lalu disaring
menggunakan kertas saring.
3.4.2 Uji Kandungan Quercetin Putik Bunga Saffron Dengan
Spektrofotometer UV-Vis
1. Pembuatan Larutan Baku Kuersetin 100 ppm
Ditimbang sebanyak 10 mg baku standar kuersetin dan dilarutkan dengan
etanol 96% sampai dengan 100 ml.
2. Pembuatan Kurva Baku Kuersetin
Larutan baku kuersetin 100 ppm, kemudian dipipet sebanyak 1 ml; 2 ml; 3
ml; 4 ml; 5 ml dan ditambahkan etanol 96% sampai volumenya 10 ml sehingga
diperoleh konsentrasi yaitu 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm dan 50 ppm.
Absorbansi ditentukan menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada panjang
gelombang maksimum 417 nm (Sari & Ayuchecaria, 2017).
3. Penetapan Kandungan Kuersetin Putik Bunga Saffron (Crocus Sativus)
Hasil preparasi sampel ditentukan absorbansinya menggunakan
spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang maksimum 417 nm (Sari &
Ayuchecaria, 2017).
3.4.3 Sintesis Nanopartikel Perak
Sintesis nanopartikel perak dilakukan dengan pencampuran larutan AgNO 3
pada konsentrasi 1mM sebanyak 27 ml dicampur dengan larutan putik bunga
saffron sebanyak 3 ml, kemudian dimasukkan ke dalam microwave dengan daya
medium low dengan variasi waktu 4 menit, 6 menit dan 10 menit. Perubahan
warna larutan menjadi kuning menunjukkan terbentuknya nanopartikel perak.
3.4.4 Karakterisasi Nanopartikel Perak

23
Nanopartikel perak yang disintesis kemudian dikarakterisasi menggunakan
Spektrofotometer UV-Vis, dan Particle Size Analyzer (PSA).
3.4.4.1 Penentuan Spektrum Serapan Nanopartikel Perak
Penentuan spektrum serapan nanopartikel perak ini untuk mengkonfirmasi
pembentukan nanopartikel perak. Keadaan optimal yang diharapkan yaitu
munculnya puncak absorbansi pada Panjang gelombang ± 410 nm.
3.4.4.2 Penentuan Ukuran Nanopartikel Perak
Karakterisasi nanopartikel perak menggunakan PSA ini bertujuan untuk
menentukan ukuran partikel hasil sintesis. Dari pengukuran ini akan didapatkan
koloid nanopartikel perak yang paling optimal yaitu yang menghasilkan
nanopartikel perak dengan ukuran terkecil dengan ukuran kurang dari 100 nm.
3.4.5 Uji Aktivitas Antibakteri Nanopartikel Perak Putik Bunga Saffron
Pengujian aktivitas antibakteri yang telah dilakukan mengacu pada
prosedur kerja Yanti & Mitika (2017) yang dimodifikasi.
3.4.5.1 Sterilisasi Alat
Alat-alat yang digunakan dicuci bersih dengan menggunakan detergen dan
dibilas dengan aquadest. Alat-alat yang tahan terhadap pemanasan tinggi
disterilkan dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121ºC pada tekanan 1 atm.
Alat-alat logam disterilkan dengan pemanasan langung pada lampu spritus hingga
memijar. Sedangkan alat-alat yang tidak tahan terhadap pemansan tinggi
disterilkan dengan menggunakan etanol 70%.
3.4.5.2 Pembuatan Media Nutrient Agar (NA)
Media pembenihan Nutrient Agar (NA) dibuat dengan cara Nutrient Agar
(NA) 0,84 gram dilarutkan dalam aqua pro injeksi 30 ml dan dimasukkan kedalam
Erlenmeyer dan panaskan sampai mendidih. Selanjutnya media tersebut
disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121ºC selama 15 menit pada tekanan 1 atm.
3.4.5.3 Peremajaan Bakteri Uji
Peremajaan bakteri dilakukan dengan menggunakan metode gores. Biakan
murni bakteri Propionibacterium acnes diambil satu ose kemudian diinokulasikan
dengan cara digoreskan pada media NA 5 ml dalam tabung reaksi secara aseptik.
Kemudian di inkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam.

24
3.4.5.4 Pembuatan Suspensi Bakteri Uji
Pembuatan suspensi bakteri: Pembuatan suspensi bakteri dilakukan dengan
cara mengambil 1-2 ose bakteri hasil peremajaan, kemudian dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang berisi 5 ml larutan NaCl 0,9% hingga diperoleh kekeruhan
yang sama dengan standar kekeruhan larutan McFarland (1x108 CFU/ml).
3.4.5.5 Pembuatan Larutan 0,5 Mc Farland
Standar McFarland dibuat dengan cara mencampur 9,95 ml asam sulfur
(H2SO4) 1% dengan 0,05 ml barium klorida (BaCl2) 1%. Kemudian tabung ditutup
dengan aluminium foil dan digunakan untuk perbandingan suspensi bakteri
dengan standar. Larutan baku 0,5 Mc Farland ekuivalen dengan suspensi sel
bakteri dengan konsentrasi 1 x 108 CFU/ml (Saeed dan Tariq, 2005).
3.4.5.6 Uji Potensi Antibakteri
Sebanyak masing-masing 20µl suspensi bakteri uji ditambahkan ke dalam
cawan petri kemudian ditambahkan 10 mL media NA. Cawan pertama
dimasukkan paper disc yang berisi kontrol positif (kloramfenikol) dan kontrol
negatif (aquadest), cawan yang kedua berisi larutan putik bunga saffron, larutan
perak (AgNO3) dan cawan yang ketiga berisi larutan nanopartikel perak putik
bunga saffron 4 menit, 6 menit, dan 10 menit. Kemudian diinkubasi selama 24
jam pada suhu 37ºC. Zona hambat akan diamati setelah masa inkubasi selama 24
jam. Perlakuan ini dilakukan secara duplo.
3.4.6 Pembuatan Lotion
Pembuatan lotion ini mengacu pada penelitian Dominica Dwi., Handayani
Dian (2019) yang telah dimodifikasi. Bahan-bahan fase minyak (cera alba, asam
stearat, span 80) dimasukkan dalam gelas piala, dilebur kemudian dipanaskan
pada suhu 75ºC di atas hot plate dan fase air (Tween 80) dimasukkan dalam gelas
piala lalu dipanaskan pada suhu yang sama. Setelah itu perlahan-lahan fase
minyak dimasukkan ke dalam fase air sambal terus diaduk dengan pengaduk
elektrik secara berselang (intermitten shaking: 2 menit pengadukan dengan selang
waktu istirahatnya 20 detik). Selanjutnya ditambahkan hasil sintesis nanopartikel
perak putik bunga saffron dan karbomer yang telah ditambahkan NaOH kemudian
diaduk hingga homogen hingga terbentuk lotion yang homogen.

25
3.4.7 Evaluasi Lotion
3.4.7.1 Uji Organoleptis
Setelah dilakukan pembuatan lotion, kemudian dilakukan pengujian
organoleptis dengan mengamati perubahan bentuk, warna, bau dari sediaan lotion
yang mengandung nanopartikel perak putik bunga saffron.
3.4.7.2 Uji pH
Tujuan dilakukan uji pH sediaan lotion ini untuk mengetahui apakah lotion
yang dibuat ini telah memenuhi syarat pH sediaan topical yaitu 4,5-6,5. Sediaan
topical dengan nilai pH yang terlalu asam dapat mengiritasi kulit sedangkan bila
nilai pH terlalu basa dapat membuat kulit kering dan bersisik (Tranggono &
Latifa, 2007). Uji pH dilakukan menggunakan pH meter.
3.4.7.3 Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui homogenitas sediaan lotion
yang telah dibuat. Sediaan yang homogen akan menghasilkan kualitas yang baik
karena menunjukkan bahan obat terdispersi dalam bahan dasar secara merata,
sehingga dalam setiap bagian sediaan mengandung obat yang jumlahnya sama,
jika bahan obat tidak terdispersi merata dalam bahan dasarnya maka obat tersebut
tidak mencapai efek terapi yang diinginkan (Ulaen dkk., 2012). Lotion diambil
secukupnya kemudian dioleskan pada plat kaca, diraba, dan digosokkan, massa
lotion harus menunjukkan susunan homogen yaitu tidak terasa adanya bahan
padat pada kaca (Lestari, 2002).
3.4.7.4 Uji Daya Sebar
Tujuan evaluasi daya sebar yaitu untuk mengetahui kemampuan
penyebaran lotion pada kulit telah memenuhi persyaratan untuk daya sebar lotion
bila daya sebar sebesar 4-7 cm. Daya sebar baik akan mempermudah saat
diaplikasikan pada kulit.
3.5 Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini meliputi karakteristik nanopartikel perak
yang disintesis dengan putik bunga saffron dengan irradiasi microwave, data
pengujian antibakteri, dan evaluasi lotion. Nanopartikel perak dianalisis
menggunakan Spektrofotometer UV-Vis dan Particle Size Analyzer (PSA). Uji

26
antibakteri nanopartikel perak meliputi uji kualitatif dengan pengamatan zona
hambat. Evaluasi lotion meliputi uji organoleptis, uji daya sebar, uji pH, dan uji
homogenitas.

27

Anda mungkin juga menyukai