Anda di halaman 1dari 33

Green synthesis of silver nanoparticles using olive leaf extract and its

antibacterial activity

“Green Sintetis nanopartikel perak menggunakan ekstrak daun zaitun dan aktifitas
anti bakteri”

Disusun Oleh :

Tiara Laudia
A1F013064

Dosen pengampu :
Dr. M. Lutfi Firdaus, M.T
Grasianto, M.Sc

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2016
Seminar Page 1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Biosintesis nanopartikel yang muncul dari pertemuan antara nanoteknologi dan bioteknologi
telah mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya kebutuhan untuk mengembangkan
lingkungan menggunakan bahan sintetis yang ramah lingkungan (green sintesis) (bhattatch arya
dan gupt, 2005). Banyak cara untuk memasukkan bahan biosintesis kedalam bahan anorganik
terutama nanopartikel logam dengan menggunakan mikrorganisme dan tumbuhan (Mohanpuria
Rana et al., 2007; Farooqui et al., 2010).
Nanosilver memiliki banyak kegunaan yang penting. Nanosilver digunakan sebagai perantara
antimikroba; hal ini diterapkan dalam industri tekstil, sistem pemurnian air rumah, peralatan
medis, kosmetik, elektronik, dan peralatan rumah tangga (Wijnhoven et al., 2009). Sintesis logam
nanopartikel secara konvensional menggunakan metode kimia atau metode fisika yang meliputi
proses sol, micelle, pengendapan kimia, hydrothermal, pirolisis, dan penguapan kimia (Leela &
Vivekanandan, 2008). Beberapa dari metode tersebut mudah memberikan kontrol atas
pembentukan ukuran kristal tetapi yang menjadi masalah yaitu kestabilan produk dalam
mencapai ukuran nano. Selain itu metode tersebut kurang efisien karena memakan biaya terus-
menerus dan penggunaan energi yang besar. Selain itu prosesnya dengan harga yang juga efektif.
Banyak bakteri atau jamur yang telah digunakan untuk sintesis AgNPs melalui proses
intraselular, namun sintesis ini membutuhkan waktu reaksi yang cukup lama. Sebaliknya,
sintesis AgNPs menggunakan ekstrak tanaman sebagai media sintesis yang terjadi secara
ekstraselular telah dilaporkan membutuhkan waktu reaksi yang lebih singkat dibandingkan
dengan sintesis nanopartikel melalui mikroba (Shankar et al., 2004). Pemanfaatan tumbuhan
dalam biosintesis nanopartikel berkaitan dengan kandungan senyawa metabolit sekunder yang
memiliki aktifitas antioksidan. Beberapa jenis tumbuhan tertentu mengandung senyawa kimia
tertentu yang dapat berperan sebagai agen pereduksi. Antioksidan tersebut dapat menjadi
alternatif produksi nanopartikel yang ramah lingkungan (green sintesis) karena mampu
mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia yang berbahaya termasuk limbah yang dihasilkan
(Handayani et al., 2010).
Pada penelitian ini, sintesis AgNPs menggunakan ekstrak tanaman sebagai media sintesis
yaitu daun Zaitun (Olea europaea). Tanaman zaitun merupakan sumber penting dari nutrisi dan

Seminar Page 2
pengobatan. Dalam sebuah laporan resmi penggunaan obat dari ekstrak daun zaitun (OLE)
dilaporkan efektif dalam mengobati demam dan malaria. OLE mengandung senyawa dengan
aktivitas antimikroba yang ampuh melawan bakteri, jamur, dan Mycoplasma. Selain itu, OLE
juga digunakan sebagai anti-inflamasi. Dalam berbagai percobaan, ditemukan bahwa OLE dapat
menghambat infeksi akut dan transmisi sel ke sel HIV-1 dan juga dapat menghambat replikasi
HIV-1 (Lee-Huang et al., 2003). Komponen utama daun zaitun yang diketahui adalah oleuropein
dan turunannya seperti hidroksitirosol dan tyrosol, serta asam caffeic, asam p-coumaric, asam
vanillic, vanili, luteolin, diosmetin, rutin, luteolin-7-glukosida, apigenin - 7-glukosida, dan
diosmetin-7-glucoside (Bianco and Uccella, 2000; Farag et al., 2003).
Pada penelitian ini, kami menyelidiki sintesis nanopartikel perak stabil dengan metode
bioreduction menggunakan ekstrak daun zaitun cair dan dievaluasi aktivitas antibakterinya
terhadap isolat bakteri resisten obat. Menambahkan penelitian sebelumnya pada biosintesis
Nanomaterials menggunakan ekstrak daun tanaman.

1.2 Batasan Masalah


Batasan masalah pada penelitian ini sebagai berikut :
a. Logam nanopartikel yang digunakan adalah nanopartikel perak (AgNPs).
b. Ekstrak tanaman yang digunakan sebagai media sintesis adalah ekstrak daun olea
europaea (Zaitun).
c. Bakteri yang digunakan sebagai pengujian aktivitas antibakteri pada sintesis nanopartikel
perak dari ekstrak daun Zaitun adalah Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa,
dan Escherichia coli.

1.3 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut :
a. Bagaimana cara mensintesis nanopartikel perak dari ekstrak daun Olea europaea (Zaitun)
sebagai media sintesis ?
b. Bagaimana mengkombinasikan aktivitas antibakteri yang terdapat pada nanopartikel
perak dan ekstrak daun Olea europaea (Zaitun) untuk peningkatan aktivitas antibakteri ?
c. Bagaimana pengaruh sintesis nanopartikel perak dari ekstrak daun Zaitun dalam aktivitas
antibakteri terhadap bakteri Staphylacoccus aureus, Pseudomonas aeruginosa dan
Eschercia coli ?

Seminar Page 3
1.4 Tujuan
Tujuan penelitian ini sebagai berikut :
a. Untuk mensintesis nanopartikel perak (AgNPs) dari ekstrak daun Olea europaea (Zaitun)
sebagai media sintesis.
b. Mengkombinasikan aktivitas antibakteri yang terdapat pada nanopartikel perak dan
ekstrak daun Olea europaea (Zaitun) untuk peningkatan aktivitas antibakteri.
c. Mengetahui pengaruh sintesis nanopartikel perak dari ekstrak daun Zaitun dalam aktivitas
antibakteri Staphylacoccus aureus, Pseudomonas aeruginosa dan Eschercia coli.

1.5 Manfaat
Adapun manfaat penelitian ini sebagai berikut :
a. Dapat mengetahui cara mensintesis nanopartikel perak dari ekstrak daun Zaitun yang
dapat digunakan sebagai antibakteri dalam skala industri.
b. Sintesis nanopartikel perak dari ekstrak daun Zaitun dapat meningkatkan aktivitas
antibakteri terhadap bakteri Staphylacoccus aureus, Pseudomonas aeruginosa dan
Eschercia coli sehingga penelitian ini nantinya dapat dikembangkan menjadi produk
dalam bidang pengobatan.
c. Pengujian aktivitas antibakteri AgNPs yang disintesis dari ekstrak daun Zaitun dapat
diaplikasikan sebagai antimikroba dalam bidang medis serta industri makanan dan
kosmetik.
d. Memberikan informasi tentang sifat, karakter, dan kemampuan antibakteri dari
nanopartikel perak terhadap bakteri Staphylacoccus aureus, Pseudomonas aeruginosa dan
Eschercia coli.

Seminar Page 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Biosintesis Nanopartikel Perak
Nanoteknologi merupakan inovasi teknologi yang menarik dari penelitian yang
berkaitan dengan bidang produksi, ukuran, dan bentuk. Nanosains dan nanoteknologi
merupakan kajian ilmu dan rekayasa material dalam skala nanometer yang sedang
dikembangkan oleh para ilmuwan di seluruh dunia. Nanoteknologi menjadi salah satu
bidang ilmu fisika, kimia, biologi, dan rekayasa yang penting dan menarik beberapa tahun
terakhir ini. Jepang dan Amerika Serikat adalah dua negara terdepan dalam riset
nanoteknologi. Salah satu bagian nanoteknologi yang merupakan aspek penting adalah
nanopartikel karena sudah diaplikasikan dalam berbagai hal yang tak terhitung
banyaknya. Suatu produk dapat diartikan sebagai nanopertikel jika memiliki ukuran 1-100
nm. Nanopartikel telah menyatakan kemajuan yang signifikan di bidang medis, sensor,
antimikroba, elektronik, pertanian, katalis, dan produk kecantikan. Diantara semua
sintesis nanopartikel, sintesis nanopartikel logam perak dan emas paling banyak mendapat
perhatian karena dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi. Nanopartikel logam perak dan emas telah banyak digunakan dalam berbagai
aplikasi seperti sensor, katalisis, biokimia, optik, dan elektronik (Lembang, M.S., 2014).
Nanopartikel Perak (NPP) merupakan partikel logam perak yang memiliki ukuran
<100 nm. Pemilihan NPP sebagai produk luaran hasil biosintesis berdasar pada
potensinya yang luas untuk dikembangkan dalam berbagai bidang aplikasi. Selain itu,
perak merupakan salah satu logam mulia yang memiliki kualitas optik yang cukup baik
setelah emas dengan harga yang lebih terjangkau (Caro, dkk, 2010). Beberapa teknik yang
dapat digunakan dalam memproduksi nanopartikel seperti cara reduksi kimia, fotokimia,
sonokimia, dan lain-lain. Sintesis nanopartikel dengan teknik sonokimia menggunakan
alat ultrasonik untuk memecah padatan logam menjadi partikel yang berukuran nano
sedangkan teknik fotokimia menggunakan radiasi tinggi dari sinar UV. Akan tetapi, cara
yang sangat populer karena alasan faktor kemudahan, biaya yang relatif murah serta
kemungkinannya untuk diproduksi dalam skala besar adalah dengan cara reduksi kimia
(Lu, dkk, 2008).

Seminar Page 5
2.1.2 Metode Sintesis Nanopartikel
Secara garis besar sintesis nanopartikel dapat dilakukan dengan metode top down
(fisika) dan metode bottom up (kimia). Metode fisika yaitu dengan cara memecah padatan
logam menjadi partikel-partikel kecil berukuran nano sedangkan metode kimia dilakukan
dengan cara membentuk partikel-partikel nano dari prekursor molekular atau ionik.
Beberapa teknik yang dapat digunakan dalam memproduksi nanopartikel seperti cara
reduksi kimia, fotokimia, sonokimia, dan lain-lain. Sintesis nanopartikel dengan teknik
sonokimia menggunakan alat ultrasonik untuk memecah padatan logam menjadi partikel
yang berukuran nano sedangkan teknik fotokimia menggunakan radiasi tinggi dari sinar
UV. Akan tetapi, cara yang sangat populer karena alasan faktor kemudahan, biaya yang
relatif murah serta kemungkinannya untuk diproduksi dalam skala besar adalah dengan
cara reduksi kimia. Prinsip biosintesis dengan metode reduksi dalam preparasi
nanopartikel ialah memanfaatkan tumbuhan dan mikroorganisme sebagai agen pereduksi.
Mikroorganisme yang digunakan seperti jamur, khamir, dan bakteri. Teknik bioreduksi
dalam preparasi nanopartikel yang menggunakan mikroorganisme memiliki memiliki
kelemahan seperti pemeliharaan kultur yang sulit dan waktu sintesis yang lama sehingga
tumbuhan menjadi alternatif dalam bioreduksi nanopartikel (Lembang, E.Y., 2014).
Banyak bahan kimia yang tersedia untuk sintesis nanopartikel logam, tetapi
terdapat kekhawatiran terhadap penggunaan bahan kimia ini karena merupakan bahan
yang sangat beracun untuk lingkungan. Selain dari keracunan bahan kimia tersebut,
metode ini juga tidak efektif karena dapat menyebabkan kerugian untuk sintesis
nanopartikel pada skala industri. Oleh karena ini, berbagai metode yang telah
dikembangkan ahli bermunculan yang dinamakan green nanotechnology berbasis
tumbuhan sebagai bioreduktor untuk sintesis perak dan emas. Penggunaan senyawa
organik tumbuhan untuk sintesis nanopartikel dikenal sebagai biosintesis dan merupakan
metode yang ramah lingkungan, serta lebih sederhana (Lembang, M.S., 2014).
Salah satu nanopartikel yang dapat disintesis dengan metode reduksi adalah nanopartikel
perak. Sintesis nanopartikel perak cenderung mengalami agregasi membentuk ukuran
besar. Stabilitas nanopartikel perak memegang peranan yang sangat penting ketika akan
dikarakterisasi dan diaplikasikan ke dalam sebuah produk. Nanopartikel cenderung
mengalami agregasi (ukuran besar). Upaya pencegahan terjadinya agregat antar

Seminar Page 6
nanopartikel dapat dilakukan dengan penambahan material atau molekul pelapis partikel
(Lembang, E.Y., 2014).

2.1.3 Green Sintesis Nanopartikel Perak


Akhir-akhir ini kemajuan dalam bidang nanoteknologi berhasil mengembangkan
metode deteksi yang sangat sensitif dan selektif. Dalam hal ini, nanopartikel emas dan
perak telah muncul sebagai alat sensor yang baik karena sifat optis yang mereka miliki.
Perak memiliki banyak manfaat dibandingkan emas, seperti koefisien ekstensi yang lebih
tinggi atau pita ekstensi yang lebih tajam, namun stabilitas kimia dari nanopartikel perak
lebih rendah bila dibandingkan dengan emas. Meskipun demikian, telah dilakukan
perkembangan yang mencakup perlindungan permukaan nanopartikel perak untuk dapat
meningkatkan stabilitas kimianya. Akibatnya, penggunaan nanopartikel perak menjadi
popular. Kebutuhan untuk sintesis nanopartikel secara green synthesis berkembang karena
proses fisika dan kimia menggunakan pelarut toksik, menghasilkan limbah berbahaya,
membutuhkan banyak energi dan mahal. Sehingga untuk mencari jalan yang lebih ramah
lingkungan, efisien energi, dan murah dalam sintesis nanopartikel, ilmuwan menggunakan
mikroorganisme dan ekstrak tanaman untuk sintesis atau dikenal dengan green synthesis.
Green synthesis nanopartikel merupakan sejenis pendekatan bottom-up di mana
reaksi utama yang terjadi adalah reduksi/oksidasi. Enzim mikroba atau fotokimia tanaman
dengan antiooksidan atau agen pereduksi biasanya bertanggung jawab untuk reduksi
komponen logam menjadi bentuk nanopartikelnya. Tiga langkah utama dalam preparasi
nanopartikel yang perlu dievaluasi adalah pemilihan medium pelarut untuk sintesis,
pemilihan agen pereduksi yang ramah lingkungan dan pemilihan material non-toksik
untuk stabilisasi nanopartikel. Sintesis nanopartikel menggunakan ekstrak tanaman saat
ini sedang banyak dimanfaatkan. Keuntungan menggunakan tanaman untuk sintesis
nanopartikel adalah mereka mudah tersedia, aman untuk ditangani dan memiliki
variabilitas metabolit yang luas yang mungkin dapat membantu proses reduksi
membentuk nanopartikel. Oleh karena itu, isolasi dan pengujian fraksi tunggal ekstrak
tanaman untuk reduksi ion logam, serta ikatannya dengan nanopartikel merupakan hal
penting yang harus diperhatikan dalam proses sintesis. Pengaturan pH, sumber tanaman,
dan suhu inkubasi dalam metode sintesis nanopartikel dapat mempengaruhi karakteristik
nanopartikel yang dihasilkan (Nafia, 2012).

Seminar Page 7
2.1.4 Sifat Antibakteri Pada Nanopartikel Perak
Koloid perak telah lama diketahui memiliki sifat antimikroba. Kemampuan
antimikroba perak dapat membunuh semua mikroorganisme patogenik, dan belum
dilaporkan adanya mikroba yang resisten terhadap perak. Bentuk dan ukuran nanopartikel
perak sangat penting dalam penentuan sifat optik, listrik, magnet, katalis dan
antimikrobanya. Semakin kecil ukuran partikel semakin besar efek antimikroba. Faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi ukuran partikel dalam sintesis yaitu temperatur larutan,
konsentrasi garam dan agen pereduksi dan waktu reaksi. Berdasarkan kegunaannya
sebagai agen antibakteri, nanopartikel perak yang dihasilkan akan diaplikasikan sebagai
lapisan antibakteri penyebab luka infeksi. Mikroba penyebab infeksi yang paling sering
dijumpai adalah Staphylococcus aureus, Eschericia coli dan Bacillus subtilis. Ketiga
bakteri tersebut merupakan bakteri penghasil toksin yang berbahaya bagi manusia dan
kebal terhadap antibiotik. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan upaya
pengendalian kehidupan bakteri penyebab infeksi luka (Ariyanta et al.,2014). Sifat
antibakteri nanopartikel perak dipengaruhi oleh ukuran partikel. Semakin kecil ukuran
nanopartikel perak semakin besar efek antibakterinya. Jika ukuran partikel semakin kecil,
luas permukaan nanopartikel perak semakin besar sehingga meningkatkan kontak mereka
dengan bakteri atau jamur, dan mampu meningkatkan efektivitas bakterisida dan
fungisida. Pada saat nanopartikel perak kontak dengan bakteri dan jamur maka
nanopartikel perak akan berfungsi dalam mempengaruhi metabolisme sel dan
menghambat pertumbuhan sel. Nanopartikel perak melakukan penetrasi dalam membran
sel kemudian mencegah sintesis protein selanjutnya terjadi penurunan permeabilitas
membran, dan pada akhirnya menyebabkan kematian sel (Ristian, 2013).

2.1.5 daun olea europaea (Zaitun)

Seminar Page 8
Klasifikasi tanaman zaitun antara lain:
 Kingdom : Plantae
 Divisi : Magnoliophyta
 Kelas : Magnoliopsida
 Ordo : Lamiales
 Famili : Oleaceae
 Genus : Olea
 Spesies : O. europeae

Kebanyakan orang mungkin hanya mengetahui khasiat dari minyak zaitun.


Padahal tak hanya minyaknya saja yang memiliki banyak manfaat kesehatan. Buah dan
daunnya pun berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit. Di Maroko daun zaitun sudah
digunakan sebagai pengobatan tradisional untuk menjaga kadar gula darah dan diabetes.
Kini sudah banyak penelitian ilmiah yang mengkaji khasiat dari daun zaitun. Masyarakat
pun sudah banyak yang memanfaatkan daun zaitun sebagai pengobatan alternatif.
Zaitun mengandung senyawa oleuropein, yakni senyawa yang bersifat antibakteri,
antifungal, antiviral, dan bermanfaat melawan berbagai macam infeksi internal. Senyawa
oleuropein juga dapat meningkatkan produksi thermogenin yakni senyawa yang berfungsi
membakar lemak dalam tubuh secara efektif.
Menurut hasil penelitian senyawa oleuropein dapat membantu menurunkan tekanan
darah. Senyawa ini bersifat antioksidan poten yang bisa menghambat oksidasi lipid dalam
darah, serta mencegah penyakit kardiovaskuler.
Dalam sebuah penelitian ilmiah diketahui bahwa senyawa antioksidan yang berasal dari
tanaman memiliki manfaat kesehatan dan menekan risiko munculnya berbagai penyakit
kronik. Telah dibuktikan bahwa antioksidan dalam daun zaiutn lebih tinggi ketimbang teh
hijau.
Daun zaitun juga mengandung senyawa antikanker seperti apigenin dan luteolin,
dan cinchonine yang merupakan sumber antimalarial. Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa kandungan asam oleanolic dari daun zaitun mampu menghambat perkembangan
kanker hati pada hewan uj coba laboratorium. Terapi daun zaitun dapat bereaksi baik
terhadap kanker hati dan kanker payudara. Asam oleatmampu memotong ekspresi gen
yang berkaitan dengan perkembangan kanker payudara dan telah diakui sebagai terobosan

Seminar Page 9
besar dalam memahami diet Mediterania. Hal ini membuktikan bahwa daun zaitun
terbukti efektif mencegah kanker yang berhubungan dengan inflasmasi seperti usus besar,
liver, prostat, dan kanker lambung. Daun zaitun bermanfaat untuk meningkatkan sistem
imun/ketahanan tubuh manusia. Daun zaitun sudah lama dimanfaatkan oleh masyarakat
Yunani kuno sebagai pembasuh luka. Daun zaitun juga dipakai sebagai obat kandung
kemih dan riset menunjukkan, bahwa daun zaitun memiliki kemampuan membantu
penurunan kadar gula dalam darah sebagaimana juga bermanfaat menurunkan
tekanan darah tinggi. Daun tersebut juga mengandung zat anti mikroba dan sangat efektif
memerangi sejumlah jamur, virus dan bakteri.
Kandungan flavonoid dalam ekstrak daun zaitun (Olea europaea). Aktivitas antioksidan
dari estrak daun Zaitun (Olea europaea) hampir dua kali lebih tinggi dibandingkan
antioksidan yang umumnya digunakan seperti Selenium dan vitamin E.
Para ilmuwan juga telah mengidentifikasi sebuah senyawa baru yang berasal dari asam
oleanolic daun zaitun yang melindungi dari perkembangan kanker hati pada hewan
laboratorium.. Baik kanker Hati dan kanker payudara telah diidentifikasi bereaksi baik
terhadap terapi daun zaitun. Hal ini menunjukkan daun zaitun secara khusus efektif dalam
mencegah kanker dengan hubungan yang kuat untuk inflamasi, seperti liver, usus besar,
prostat, dan kanker lambung.

2.1.6 Bakteri Patogen


Potensi sebagai senyawa antibakteri dari tanaman dapat diketahui melalui
pengujian terhadap bakteri-bakteri patogen yang menyebabkan penyakit bagi manusia.
Bakteri patogen yang sering digunakan dalam pengujian potensi senyawa antibakteri
adalah bakteri Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa dan Escherichia coli.
Bakteri S. aureus mewakili bakteri Gram positif dan bakteri Pseudomonas aeruginosa
dan E. coli mewakili bakteri Gram negatif. Staphylococcus aureus sering dilaporkan
sebagai penyebab keracunan.
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang
pendek yang memiliki panjang sekitar 2 µm, diameter 0,7 µm, lebar 0,4-0,7µm dan
bersifat anaerob fakultatif. E. coli membentuk koloni yang bundar, cembung, dan halus
dengan tepi yang nyata (Smith-Keary, 1988 ; Jawetz et al., 1995). E. coli dapat
dilihat pada gambar 2.1.

Seminar Page 10
Gambar 2.1 : Eschercia coli
Staphylococcus aureus merupakan bakteri patogen yang dapat masuk ke dalam
tubuh manusia melalui kulit atau selaput lendir. Staphylococcus aureus dapat
menyebabkan bisul (furunkel) dan menyebabkan infeksi pada kulit. Staphylococcus
aureus merupakan bakteri yang selnya berbentuk bulat, termasuk bakteri gram positif,
terdapat tunggal, berpasangan dan dalam bergerombol, tidak membentuk spora, aerobik
atau fakultatif anaerobic. Beberapa strain membentuk kapsul, dinding selnya tersusun atas
tiga komponen utama yaitu peptidoglikan, asam tekoat dan protein. Staphylococcus
aureus merupakan mikroba normal di kulit, hidung, mulut (air liur) dan kantung rambut.
Staphylococcus aureus merupakan bakteri patogen gram positif yang mudah tumbuh pada
kebanyakan medium bakteriologis dalam keadaan aerob maupun anaerob fakultatif.
Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri yang dapat menyebabkan berbagai
penyakit pada manusia dan hewan. Kemampuan dalam menyebabkan suatu penyakit
tersebut berhubungan dengan beberapa faktor termasuk ekstraselular enzim dan racun.
Bakteri ini terutama ditemukan pada kulit, kelenjar kulit, selaput lendir, luka, umumnya
merupakan penyebab radang tenggorokan serta infeksi kulit (bisul), infeksi sistem syaraf
pusat dan paru-paru. Staphylococcus aureus dapat tumbuh pada suhu berkisar antara 15-
45oC dengan suhu optimum antara 35-37oC. Tumbuh pada medium dengan pH 4.0-9.8
dengan pH optimum 7.0-7.5 (Ristian, 2013).

Gambar 2.2 : Staphylacoccus aureus

Seminar Page 11
P. aeruginosa merupakan bakteri Gram negatif yang seringkali menjadi sumber
infeksi. P. aeruginosa memiliki potensi sebagai bakteri patogen di lingkungan rumah
sakit. Larutan air yang digunakan dalam perawatan medis misalnya, desinfektan, sabun,
cairan irigasi, tetes mata, dan cairan dialisis sering terkontaminasi dengan P. aeruginosa.
Bakteri ini juga sering ditemukan dalam aerator, peralatan terapi pernafasan, shower dan
wastafel di lingkungan rumah sakit. Bakteri tersebut banyak ditemukan sebagai bakteri
penyebab infeksi nosokomial pada saluran kemih, infeksi luka paska operasi, infeksi
pembuluh darah, Ventilator-Associated Pneumonia (VAP) dan meningitis khususnya
pasien dengan sistem imun yang rendah di intensive care unit (ICU). Penelitian di
Indonesia didapatkan P. aeruginosa sebagai salah satu bakteri gram negatif yang paling
sering menginfeksi yaitu sebesar 25,8%.

Gambar 2.3 Pseudomonas aeruginosa

2.1.7 Spektrofotometri UV-Vis

Pada prinsipnya spektroskopi UV-Vis menggunakan cahaya sebagai tenaga yang


mempengaruhi substansi senyawa kimia sehingga menimbulkan cahaya. Cahaya yang
digunakan merupakan foton yang bergetar dan menjalar secara lurus dan merupakan
tenaga listrik dan magnet yang keduanya saling tagak lurus. Tenaga foton bila
mmepengaruhi senyawa kimia, maka akan menimbulkan tanggapan (respon), sedangkan
respon yang timbul untuk senyawa organik ini hanya respon fisika atau Physical event.
Tetapi bila sampai menguraikan senyawa kimia maka dapat terjadi peruraian senyawa
tersebut menjadi molekul yang lebih kecil atau hanya menjadi radikal yang dinamakan
peristiwa kimia/Chemical event. Pada spektrofotometer UV-Vis, warna yang diserap oleh
suatu senyawa atau unsur adalah warna komplementer dari warna yang teramati. Hal
tersebut dapat diketahui dari larutan berwarna yang memiliki serapan maksimum pada
warna komplementernya. Namun apabila larutan berwarna dilewati radiasi atau cahaya

Seminar Page 12
putih, maka radiasi tersebut pada panjang gelombang tertentu, akan secara selektif
sedangkan radiasi yang tidak diserap akan diteruskan (Khoiroh, 2014).
Spektrofotometer UV-Vis merupakan alat yang selalu digunakan untuk
mengkonfirmasi terbentuknya Npp. Spektrum UV-Vis merupakan hasil interaksi antara
radiasi elektromagnetik (REM) dengan molekul. REM merupakan bentuk energy radiasi
yang mempunyai sifat gelombang dan partikel (foton) (Harmita, 2006).
Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan suatu pemeriksaan visual
dengan studi yang lebih mendalam dari absorbs energi. Absorbsi radiasi oleh suatu
sampel diukur pada berbagai panjang gelombang dan dialirkan oleh suatu perkam untuk
menghasilkan spektrum
tertentu yang khas untuk komponen yang berbeda. Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti
hukum Lambert-Beer, yaitu :
A = log ( I0 / It ) = a b c
Keterangan :
I0 = Intensitas sinar datang
It = Intensitas sinar yang diteruskan
a = Absorptivitas
b = Panjang sel/kuvet
c = Konsentrasi (g/L)
A = Absorbansi (Khopkar, 2002).
Spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk mengkonfirmasi apakah nanopartikel
yang disintesis telah terbentuk. Nanopartikel perak memiliki absorpsi yang kuat pada
panjang gelombang antara 400 hingga 500 nm, sedangkan nanopartikel emas memiliki
spektrum di kisaran 550 nm (Leela, dkk, 2008). Pada pengkuruan dengan
spektrofotometer UV-Vis, localized surface palsmon resonance (LSPR) memiliki
hubungan dengan warna larutan nanopartikel perak. LSPR merupakan osilasi gabungan
dari lelektron konduksi pada nanopartikel. Eksistasi LSPR diindikusi oleh medan listrik
dari cahaya dating dimana resonansi terjadi. Perpindahan awan electron karena medan
listrik membuat permukaan bermuatan, positif dimana kekurangan awan elektron negative
dimana awan elektron terkonsentrasi. Ketika resonansi terjadi, muncul piuta absorpsi yang
kuat dari plasmon permukaan. Posisi, bentuk, dan intensitas LSPR dipengaruhi oleh

Seminar Page 13
beberapa factor seperti bentuk, ukuran, komposisi partikel, jarak antar partikel , spesies
yang teradsorbsi, serta konstanta dielektrik medium (Moores, dkk, 2006).

2.1.8 Transmission Electron Microscopy (TEM)


TEM adalah alat yang paling teliti yang digunakan untuk menentukan ukuran
partikel karena resolusi yang sangat tinggi. Partikel dengan ukuran beberapa nanometer
dapat diamati dengan jelas menggunakan TEM. Bahkan dengan high resolution TEM
(HR-TEM) kita dapat mengamati posisi atom-atom dalam partikel. Prinsip kerja TEM
sangat mirip dengan prinsip kerja peralatan rontgen di rumah. Pada peralatan roentgen,
gelombang sinar-X menembus bagian lunak tubuh (daging) tetapi ditahan oleh bagian
keras tubuh (tulang). Film yang diletakkan di belakang tubuh hanya menangkap berkas
sinar-X yang lolos bagian lunak tubuh. Akibatnya, film menghasilkan bayangan tulang.
Pada TEM, sample yang sangat tipis ditembak dengan berkas electron yang berenergi
sangat tinggi (dipercepat pada tegangan ratusan kV). Berkas electron dapat menembus
bagian yang “lunak” sample tetapi ditahan oleh bagian keras sample (seperti partikel).
Detektor yang berada di belakang sample menangkap berkas electron yang lolos dari
bagian lunak sample. Akibatnya detector menangkap bayangan yang bentuknya sama
dengan bentuk bagian keras sample (bentuk partikel).
TEM memiliki fungsi untuk analisis morfologi, struktur Kristal, dan komposisi
spesimen. TEM menyediakan resolusi lebih tinggi dibandingkan SEM, dan dapat
memudahkan analisis ukuran atom (dalam jangkauan nanometer) menggunakan energi
berkas electron sekitar 60 sampai 350 keV. TEM cocok untuk menjadi teknik pencitraan
material padat pada resolusi atomik. Informasi struktural diperoleh dengan pencitraan
resolusi tinggi dan difraksi elektron. Ketika elektron ditumbukkan pada sebuah
permukaan material, dari permukaan tersebut akan dipancarkan elektron. Dari pancaran
elektron ini bisa diketahui bentuk permukaan zat tersebut, itu merupakan asas kerja dari
mikroskop elektron TEM yang banyak dipakai secara luas pada pengembangan material,
kedokteran, bioteknologi, dan sebagainya. Uji TEM sangat perlu dilakukan untuk
mengetahui struktur kristal yang memberi konstribusi pada karakteristik material tersebut
dan kandungan spesimennya (Bintarti, 2011).
Karakterisasi dengan TEM digunakan untuk menentukan ukuran partikel dan
distribusinya. Partikel dengan ukuran beberapa nanometer dapat diamati dengan jelas

Seminar Page 14
menggunakan TEM karena resolusinya yang sangat tinggi. Dengan menggunakan high
resolution TEM (HR-TEM) kita bahkan dapat menentukan lokasi atom-atom dalam
sampel. Pada TEM, sampel yang sangat tipis ditembak dengan berkas elektron yang
berenergi sangat tinggi. Berkas elektron dapat menembus bagian sampel yang “lunak”
tetapi ditahan oleh bagian keras sampel (seperti partikel). Detektor yang berada di
belakang sampel menangkap berkas elektron yang lolos dari bagian lunak sampel.
Akibatnya detektor menangkap bayangan yang bentuknya sama dengan bentuk bagian
keras sampel (bentuk partikel) (Ristian, 2013).

2.1.9 X-Ray Diffraktometri


X-Ray diffraction (XRD) adalah teknik analitik yang sesuai untuk menguji kristal
zat padat, seperti keramik, logam, materi elektronik, materi geologi, organik, dan polimer.
Materi tersebut dapat berupa serbuk, kristal tunggal, film tipis dengan banyak lapisan
(multilayer thin-film), lembaran, serat (fiber), atau materi dengan bentuk tak beraturan.
Sistem kristal yang dimiliki oleh suatu materi menurut Bravai dapat dilihat pada tabel
berikut .

Tabel 2.1 : Sitem Kristal

Prinsip dasar yang digunakan untuk menentukan sistem kristal adalah dengan
menggunakan persamaan hukum Bragg: 2d sinƟ = n λ dimana d adalah jarak antar
bidang kisi, Ɵ adalah sudut pengukuran, n adalah indeks, sedangkan λ adalah panjang
gelombang sumber sinar-X (Razzak et al., 2014). Difraksi sinar-X digunakan untuk
mengidentifikasi struktur kristal suatu padatan dengan membandingkan nilai jarak d

Seminar Page 15
(bidang kristal) dan intensitas puncak difraksi dengan data standar. Sinar-X merupakan
radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang sekitar 100 pm yang dihasilkan dari
penembakkan logam dengan elektron berenergi tinggi (Eliasti, 2013)

2.1.10 Spektrofotometri-IR (FT - IR)

Salah satu hasil kemajuan instrumentasi IR adalah pemrosesan data seperti


Fourier Transform Infra Red (FTIR). Teknik ini memberikan informasi kimia, seperti
struktur dan konformasional pada polimer, perubahan induksi tekanan dan reaksi kimia.
Dalam teknik ini padatan diuji dengan cara merefleksikan sinar infra merah yang melalui
tempat kristal sehingga terjadi kontak dengan permukaan cuplikan. Degradasi atau
induksi oleh oksidasi, panas, maupun cahaya, dapat diikuti dengan cepat melalui infra
merah. Sensitivitas FTIR adalah 80-200 kali lebih tinggi dari instrumentasi dispersi
standar karena resolusinya lebih tinggi.Teknik pengoperasian FTIR berbeda dengan
spektrofotometer infra merah. Pada FTIR digunakan suatu interferometer Michelson
sebagai pengganti monokromator yang terletak di depan monokromator. Interferometer
ini akan memberikan sinyal ke detektor sesuai dengan intensitas frekuensi vibrasi molekul
yang berupa interferogram.

Gambar 3. Skema Instrumen FT-IR

Interferogram juga memberikan informasi yang berdasarkan pada intensitas


spektrum dari setiap frekuensi. Informasi yang keluar dari detektor diubah secara digital
dalam komputer dan ditransformasikan sebagai domain, tiap-tiap satuan frekuensi dipilih
dari interferogram yang lengkap (fourier transform). Kemudian sinyal itu diubah menjadi
spektrum IR sederhana. Spektroskopi FTIR digunakan untuk:

Seminar Page 16
1. Mendeteksi sinyal lemah
2. Menganalisis sampel dengan konsentrasi rendah
3. Analisis getaran (Gunawan, 2007).

FTIR (Fourier Transform infrared) merupakan metode analisis dengan


memanfaatkan spketroskopi sinar infrared yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kandungan gugus kompleks pada senyawa dengan melihat ikatan-ikatan yang dihasilkan.
Pada FTIR radiasi infrared ditembakkan pada sampel. Sebagian dari radiasi infrared
diserap oleh sampel dan sebagian lainnya diteruskan. Frekuensi dari suatu vibrasi akan
menntukan spectrum yang dihasilkan dengan penggambaran transmitan. Dari spektrum
inilah dilihat ikatan-ikatan apa saja yang berubah maupun yang dihasilkan sampel.
Spektrometri infrared telah berkembang secara pesat selama 40 tahun terakhir.
Teknik spektrometri infrared digunakan untuk penentuan struktur senyawa-senyawa
organik. Teknik ini biasanya digabung dengan teknik Nuclear Magnetic resonance
(NMR), Spektrometer massa, bahkan digabung dengan XRD. Perkembangan teknik
sampling pada spektroskopi infrared saat ini dan dilengkapinya FTIR dengan Attenuated
Total Reflectance (ATR) maka pengukuran spektrum infrared dari berbagai sampel dapat
dilakukan secara lebih mudah. Spektroskopi FTIR adalah teknik pengukuran untuk
mengumpulkan spektrum inframerah. Energi yang diserap sampel pada berbagai
frekuensi sinar inframerah direkam, kemudian diteruskan ke interferometer. Sinar
pengukuran sampel diubah menjadi interferogram. Perhitungan secara matematika
Fourier Transform untuk sinyal tersebut akan menghasilkan spekrum yang identik pada
spektroskopi inframerah. Teknik FTIR sudah berhasil digunakan untuk menentukan
residu petrolium, spesifikasi karbon organik di dalam tanah, komposisi keju, struktur
protein, dan identifikasi bakteri. Berbagai studi telah menunjukkan bahwa spektroskopi
FTIR dapat memberikan informasi karakteristik structural suatu senyawa organik
makromolekul. (Razzak et al., 2014).

2.1.11 TGA (analisis gravimetri termal)


Analisis thermogravimetric atau analisis gravimetri termal (TGA) adalah metode
analisis termal di mana perubahan dalam sifat fisik dan kimia dari bahan yang diukur
sebagai fungsi meningkatnya suhu (dengan tingkat pemanasan konstan), atau sebagai
fungsi waktu (dengan suhu konstan dan / atau kerugian massa konstan). TGA dapat
Seminar Page 17
memberikan informasi tentang fenomena fisik, seperti orde kedua fase transisi, termasuk
penguapan, sublimasi, penyerapan, adsorpsi, dan desorpsi. Demikian juga, TGA dapat
memberikan informasi tentang fenomena kimia termasuk chemisorptions, desolvation
(terutama dehidrasi), dekomposisi, dan reaksi padat-gas (misalnya, oksidasi atau reduksi).
TGA biasanya digunakan untuk menentukan karakteristik yang dipilih dari bahan
yang menunjukkan baik kehilangan massa atau keuntungan karena dekomposisi, oksidasi,
atau kehilangan volatil (seperti kelembaban). Aplikasi umum dari TGA adalah (1)
karakterisasi bahan melalui analisis pola dekomposisi karakteristik, (2) studi mekanisme
degradasi dan kinetika reaksi, (3) penentuan kadar organik dalam sampel, dan (4)
penentuan anorganik (misalnya abu) konten dalam sampel, yang mungkin berguna untuk
menguatkan struktur materi diperkirakan atau hanya digunakan sebagai analisis kimia.
Analisis thermogravimetric (TGA) bergantung pada tingkat presisi yang tinggi
dalam tiga pengukuran: perubahan massa, suhu, dan perubahan suhu. Oleh karena itu,
persyaratan penting dasar untuk TGA adalah keseimbangan presisi dengan pan sarat
dengan sampel, dan tungku diprogram. Tungku dapat diprogram baik untuk tingkat
pemanasan konstan, atau untuk pemanasan untuk memperoleh kehilangan massa konstan
dengan waktu .Meskipun tingkat pemanasan konstan lebih umum, tingkat kehilangan
massa konstan dapat menerangi kinetika reaksi tertentu.
TGA dapat digunakan untuk mengevaluasi stabilitas termal dari material. Dalam
rentang suhu yang diinginkan, jika suatu spesies secara termal stabil, tidak akan ada
perubahan massa diamati. Massa yang hilang diabaikan sesuai dengan sedikit atau tidak
ada kemiringan di jejak TGA. TGA juga memberikan suhu penggunaan atas bahan. Di
luar suhu ini bahan akan mulai menurunkan.TGA memiliki berbagai macam aplikasi,
termasuk analisis keramik dan polimer termal stabil. Keramik biasanya mencair sebelum
mereka membusuk karena mereka termal stabil pada rentang suhu yang besar, sehingga
TGA terutama digunakan untuk menyelidiki stabilitas termal polimer.

2.1.12 Surface Plasmon Resonance (SPR)


Spektroskopi surface plasmon resonance (SPR) merupakan teknik optik yang dapat
digunakan untuk mengukur kinetik adsorpsi molekul pada substrat secara in situ. Teknik ini merupakan
pengukuran (probe) kuantitatif dengan cara mengukur intensitas cahaya pantul pada bahan

Seminar Page 18
dielektrik. Teknik ini digunakan untuk mengamati interaksi dari berbagai jenis
biopolimer, seperti protein, ligand, membran termasuk didalamnya DNA.
Selain digunakan untuk mengamati dan mengukur kinetik adsorpsi molekul, teknik
SPR dapatdigunakan untuk menghitung konstanta keseimbangan, konstanta kinetik, perubahan
indeks bias, mengamati ikatan antar protein, mengamati kinetik disosiasi, dan mengukur
ketebalan monolayer. Surface plasmon merupakan osilasi kolektif dari elektron bebas yang merambat
pada film logam tipis. Surface plasmon juga didefinisikan sebagai gelombang elektro magnetik yang
merambat sepanjang interface lapisan logam tipis dan bahan dielektrik. Eksita sisurface
plasmon memerlukan divais kopling berupa prisma yang memiliki indeks bias tinggi. Surface plasmon
ditentukan oleh sifat dari prisma, logam dan medium dielektrik sekitar medim. Pada sudut
sinar datang tertentu, elektron bebas dari logam beresonansi dengan cahaya datang,
mengakibatkan reflektansi menurun tajam sampai kondisi minimum. Berdasarkan persamaan Maxwell,
timbulnya surface plasmon mengakibatkan ketebalan (d ) dan konstanta dielektrik (ε) dari medium yang
berada disekitarnya akan berubah (Fitrilawati & Said Sesiria, 2006).
Teori Mie pada SPR telah dibuktikan dengan hasil eksperimen bahwa SPR sangat
bergantung pada interaksi partikel nano dengan partikel yang lainnya, dengan pergeseran
pita merah (red-shifting) dan pelebaran karena terjadi coupling antar partikel (Rohiman et
al, 2014).

Seminar Page 19
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan


Alat : Bahan :
 Gelas ukur  Ekstrak daun zaitun (OLE)
 Oven  Perak nitrat (AgNO3)
 Spektrofotometer λ-Helios SP  Air deionisasi
Pye-Unicam  HNO3 encer
 Spektrofotometer perkin  Asam nitrat
Elmer LS50B  Air suling
 JEOL JEM mikroskop  Kertas blotting
elektron 1200  KBr
 Shimadzu DT-50 analyzer  H3PO4 0,1 N
termal  larutan NaOH 0,1 N
 Difraktometer Shimadzu  Bakteri staphylococcus aureus
XDR-6000  Bakteri Pseudomonas
 Inkubator aeruginosa
 Bakteri Escherichia coli
 Nutrient agar
 Nutrient broth

3.2 Analisis yang digunakan


 Spektroskopi UV-vis
 mikroskop electron transmisi (TEM)
 XRD (difraksi sinar-X)
 FTIR (Fouruer Transform Infrared Spectroscopy)
 Analisis Gravimetri termal (TGA)

Seminar Page 20
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1 sintetis nanopartikel perak
Untuk sintetis nanopartikel perak, (0,2-9) ml ekstrak daun zaitun ditambahkan ke
dalam larutan AgNO3 dan volume disesuaikan dengan 10 ml air deionisasi. konsentrasi
akhir Ag+ adalah 1 x 10-3M. Larutan diaduk selama 2 menit. Proses reduksi Ag+ sampai
larutan coklat gelap tergantung pada parameter yang diteliti seperti konsentrasi ekstrak,
suhu dan pH. Nanopartikel digunakan dengan nilai pH yang berbeda, pH larutan
disesuaikan dengan menggunakan 0,1 N H3PO4 atau 0,1 N larutan NaOH.

3.3.2 uji antibakteri


3.3.2.1 isolat klinis
Tiga isolate klinis yang digunakan yaitu staphylococcus aureus (S. aureus),
Pseudomonas aeruginosa (P.aeruginosa) dan Escherichia coli (E. coli) yang dipasok
dari departemen Mikrobiologi, Fakultas Sains, Universitas Ain Shams, Kairo,
Mesir. Semua isolate klinis bakteri yang terpelihara secara rutin pada condong
nutrient agar (Oxoid) pada suhu 4oC.

3.3.2.2 Preparasi Ag-Nps


Ekstraksi daun zaitun dilakukan dengan menggunakan jumlah yang berbeda dari
OLE (0,5, 1, 3, 4, dan 5 ml) ditambahkan ke 0,5 ml 3,4 mg/ml Ag+ membentuk
larutan Ag-Nps dan didiamkan selama 24 jam. Hasil masing-masing sampel yaitu
Ag NP-1, Ag NP-2, Ag NP-3, dan Ag NP-4 dengan 0,5, 1, 3, 4 dan 5 ml OLE.

3.3.2.3 Preparasi inokulum bakteri


Selama 24 jam pemeliharaan nutrient broth bakteri yang diuji ditumbuhkan
dalam orbital shaking incubator, disentrifugasi, dicuci dua kali dengan PBS dan
kemudian dibekukan sektiar 106 CFU ml-1 menggunakan nutrient broth.

3.3.2.4 uji sensitivitas bakteri

Metode difusi standar dapat dilakukan untuk mendeteksi aktivitas Ag-Nps


terhadap bakteri isolate klinis. Untuk aktivitas antibakteri dari senyawa, sumur
dibuat di piring yang berisi media nutrien agar yang paling baik dengan 100µ1 dari
24 jam setiap isolate klinis. Dari setiap larutan (1-5) yang berisi Ag dan ekstrak
Seminar Page 21
daun zaitun (OLE), serta diamati 100µ1 ditempatkan disumur terpisah. Piring
didinginkan dilemari es selama 2 jam kemudian diinkubasi pada 37oC selama 24
jam. Diameter zona hambat diukur dan ditabulasikan.

Seminar Page 22
BAB IV
Hasil dan Pembahasan

4.1 UV-visible dan TEM dari nanopartikel Ag yang terbentuk pada suhu kamar
Untuk memantau pembentukan dan stabilitas nanopartikel perak, spektrum penyerapan
nanopartikel perak terhadap air disintesis dicatat. Gambar 1 menunjukkan spectrum UV-visible
dari pembentukan nanopartikel perak menggunakan konsetrasi konstan AgNO3 (1x10-3M) dengan
konsentrasi ekstrak yang berbeda yaitu pada suhu kamar setelah 24 jam. Warna larutan berubah
dari kuning pucat sampati coklat kekuningan sampai coklat gelap tergantung pada konsentrasi
ekstrak menandakan pembentukan nanopartikel perak sebagai perubahan warna yang diamati
karena eksitasi getaran permukaan Plasmon dalam nanopartikel perak. Hal ini dapat dilihat
bahwa surface plasmon resonance (SPR) dari AgNPs adalah 440-458 nm.
Ketika Konsentasi ekstrak daun zaitun meningkat, puncak (peak) penyerapan akan lebih
tajam dan pergeseran biru (blue shift) terlihat 458-441nm. Blue shift (pergeseran) ini
menunjukkan pengurangan diameter rata-rata dari nanopertikel perak.

Gambar.1 spektrum UV-vis dari nanopartikel perak dari ekstrak daun zaitun pada konsentrasi
yang berbeda ( a, b, c, d dan f merujuk 0,2, 0,5, 3, 5 dan 7 ml, berturut-turut ).

Pergeseran biru dan bentuk runcing kecil pita SPR yang menunjukkan pembentukan bola dan
memperlihatkan distribusi homogen nanopertikel perak. Selanjutnya dikonfirmasikan oleh TEM
gambar dari ekstrak daun sampel dicampur menggunakan 1 dan 5 ml ekstrak pada suhu kamar
setelah 24 jam inkubasi, gambar 2.

Seminar Page 23
Gambar.2 TEM mikrograf dari nanopartikel perak: (a) skala bar sesuai dengan 10 nm (inset: pola
SAED), dan (b) skala bar sesuai dengan 20 nm.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran partikel rata-rata nanopartikel perak yang
disintesis sangat dipengaruhi oleh konsentrasi air daun. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun
dalam campuran reaksi ukuran partikelnya akan semakin kecil. Pada konsentrasi ekstrak yang
lebih rendah ( 1 ml ekstrak), nanopartikel kuasi bulat terbentuk dengan ukuran rata-rata 30 ± 6nm
(gambar 2a), dan beberapa partikel kecil dalam kisaran ukuran 7-15 nm. Disisi lain, pada
konsentrasi ekstrak yang lebih tinggi (5 ml), sebagian besar nanopartikel Ag berukuran di kisaran
8-15 nm (gambar 2b). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah yang rendah dari ekstrak dapat
mengurangi ion perak, tetapi tidak melindungi sebagian besar nanopartikel kuasi-bulat dari
agregasi karena defisiensi biomolekul dengan bertindak sebagai agen pelindung. Disisi lain, pada
konsentrasi ekstrak yang lebih tinggi molekul bertindak sebagai pereduksi dan menutup
permukaan nanopartikel dan melindungi mereka dari agregasi. Penelitian serupa menunjukkan
bahwa rasio ekstrak relative lebih tinggi bertanggung jawab untuk sintesis nanopertikel simetris.

4.2 Pengaruh waktu kontak pada suhu kamar

Gambar.3 spektrum UV-visible dari nanopartikel Ag dengan fungsi waktu pada suhu kamar (10-3
M AgNO3 dan 3 ml OLE).

Seminar Page 24
Reaksi antara Ag+ dan material dapat mengurangi ekstrak yang diamati selama satu minggu.
Gambar 3 menunjukan spectrum UV-visible dari nanopartikel Ag pengaruh pada waktu setelah
penambahan 3ml ekstrak daun zaitun. Meningkatnya waktu reaksi berakibat meningkatnya
spectrum absorbansi dengan SPR di 446nm dan intensistas warna meningkat dengan durasi
inkubasi. Intensitas puncak SPR meningkat seiring meningkatnya waktu, yang menunjukkan
peningkatan konsentrasi nanopartikel perak. Hasil ini menujukkan bahwa nanopartikel perak
yang dibuat dengan metode green sintesis ini sangat stabil tanpa agregasi. Setelah satu minggu,
absorbansi sedikit menurun. Perlu diketahui bahwa dalam penelitian sebelumnya rentang waktu
yang diperlukan untuk reduksi ion perak berkisar 24-48 jam (Chandran et al., 2006; Lin et al.,
2010). Atau waktu yang lebih lama satu minggu (Dipankar dan Murugan., 2012; Bindhu dan
Umadevi, 2013).

4.3 pengaruh suhu

Gambar.4 Spektrum UV-vis dari AgNPs dengan fungsi suhu (10-3 M AgNO3 dan 3 ml olive leaf
extract)

Gambar. 4 menunjukkan Spektrum UV-visible dari AgNPs dengan suhu yang berbeda. Dapat
dilihat pada grafik bahwa absorbansi meningkat seiring dengan meningkatnya suhu. Percobaan
ini menunjukkan bahwa laju yang lambat dari AgNPs pada suhu kamar dapat dipercepat dengan
meningkatkan suhu campuran reaksi. Peningkatan suhu reaksi menyebabkan laju reduksi yang
cepat dari ion AG+ yang kemudian nukleasi homogen dari inti-kemungkinan perak untuk
membentuk AgNPs dengan ukuran kecil.

Seminar Page 25
4.4 pengaruh pH

Gambar.5 Pengaruh pH pada pembentukan AgNPs pada suhu kamar.

Gambar.6 TEM mikrograf dari nanopartikel perak: (a) pada pH 3, bar skala sesuai dengan 100
nm dan (b) pada pH 8, bar skala sesuai dengan 50 nm.

Gambar.7 spektrum UV-visible dari nanopartikel Ag dengan fungsi waktu pada suhu kamar (10-3
M AgNO3 dan 3 ml olive leaf extract, pH 8).

Gambar. 5 menunjukkan pengaruh pH pada pembentukan nanopartikel perak. Terlihat bahwa


absorbansi meningkat bersamaan dengan meningkatnya pH 2-8 setelah itu menurun. Selain itu,

Seminar Page 26
teramati bahwa warna coklat dari nanopartikel muncul tak lama setelah pencampuran AgNO3
dengan ekstrak. Dalam penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ukuran dan bentuk dari
nanopartikel yang dibiosintesa dapat dimanipulasi dengan memvariasikan pH reaksi dari
campuran. Pengaruh yang besar dari pH reaksi adalah mampu untuk mengubah muatan listrik
dari biomolekul yang mungkin mempengaruhi capping dan kemampuan menstabilkan juga
pertumbuhan dari nanopartikel. Diperkirakan ukuran pertikel akan lebih besar di media asam
daripada media dasar. Hasil ini dibuktikan dengan pengukuran TEM yang dilakukan pada pH 3
dan 8, gambar 6. Ukuran partikel pada pH 3 lebih besar daripada yang di pH 8 dengan bentuk
keduanya yang bulat teratur. Suasana pH basa meningkatkan kemampuan reduksi dan
menstabilkan antikoksidan dalam ekstrak daun zaitun (olive leaf extract). Karena reaksi lebih
cepat pada pH 8, perlu untuk mengikuti laju AgNPs pada pH 8 pada suhu kamar, gambar. 7. Jelas
bahwa laju dari reaksi meningkat dan reduksi dari Ag+ dengan Ag0 berakhir pada menit ke 52.
Ekstrak pada pH 8 menengahi jumlah inti hingga menghasilkan ukuran dari nanopartikel perak.
Jumlah dari inti yang meningkat dengan pH tinggi mendorong reaktivitas dari reduktor OLE,
sehingga puncak penyerapan produk mengalami blue-shift dengan peningkatan pH seperti
ditunjukkan pada gambar.5 dikaitkan dengan menurunya ukuran nanopartikel perak.

4.5 difraksi sinar-X (XRD)

Gambar.8 pola X-ray diffraction dari preparasi nanopartikel perak dengan olive leaf encer

Gambar 8. Menunjukkan pola difraksi sinar-X (XRD) dari nanopartikel perak yang
dikeringkan disintesis menggunakan ekstrak daun zaitun (OLE) pada suhu kamar. Pola XRD dari
Ag / ekstrak menunjukkan bahwa struktur nanopartikel perak berupa kubus berpusat muka (fcc).
Selain itu, puncak XRD pada 2θ dari 38.17º, 44.31º, 64.44º, 77.34º dan 81.33º dapat dikaitkan
dengan 111, 200, 220, 311, dan 222 bidang kristalografi. Puncak lain juga diamati di 20

Seminar Page 27
aqual/sejajar 22 menunjukkan bahwa kristalisasi dari fase bio-organik terjadi pada permukaan
nanopartikel perak (Sathyavathi et al., 2010). Maka dari pola XRD jelas bahwa AgNPs yang
terbentuk menggunakan ekstak daun zaitun pada dasarnya kristal.
Ukuran rata-rata nanokristalin dapat dihitung dengan menggunakan rumus Debye-Scherrer,
D=kλ/βcosθ, dimana D adalah ukuran diameter partikel, k adalah konstanta sama dengan 1, k
adalah panjang gelombarng dari sumber sinar-X (0,1541nm), b adalah lebar total pada setengah
maksimum (FWHM) dan h sudut difraksi yang sesuai dengan bidang kisi (111). Ukuran rata-rata
Kristal menurut persamaan Debye-Scherrer setelah dihitung hasil yang ditemukan adalah sebesar
51 nm sedikit lebih tinggi dibanding dengan ukuran partikel yang diperoleh di TEM dari AgNPs.

Gambar.9 spektrum FTIR dari (A) daun Gambar.10 TGA dari AgNPs capped
zaitun biasa dan (b) dengan AgNPs. preparasi menggunakan ekstrak daun zaitun
(OLE).

4.6 Fouruer Transform Infrared Spectroscopy (FTIR)

Spektrum FTIR dari daun zaitun dan nanopertikel Ag disintesis menggunakan ekstrak daun
zaitun telah ditunjukkan pada (gambar. 9a dan b). pengukuran FTIR dilakukan untuk
mengidentifikasi biomolekul yang mungkin berperan untuk capping dan stabilitas efisien dari
nanopartikel logam disintesis oleh air daun. Puncak pita IR (gambar. 9a) terlihat pada 3409 dan
1733 cm-1 di daun zaitun kering merupakan ciri khas dari O-H dan C=O stretching mode, untuk
golongan OH dan C=O mungkin dari oleuropein, apigenin-7-glukosida dan atau luteolin-7-
glukosida yang ada dalam daun zaitun (khalil et al., 2012). Media pita pada 1624 cm-1 cocok
dengan amida I yang timbul karena peregangan karbonil dengan protein. Puncak (peak) yang
tajam pada 1077 cm-1 cocok dengan C-N peregangan vibrasi amina. Puncak (peak) dekat 651cm-1
berperan untuk CH keluar dari vibrasi bidang lentur dari sistem substitusi etilen–CH=CH.

Seminar Page 28
Dalam kasus nanopartikel, perubahan besar pada puncak absorbansi dengan penurunan
intensitas band (pita) diamati dari 3436-3395 cm-1 dan 1420-1454 cm-1, yang berarti pengikatan
ion perak dengan hidroksil dan golongan karboksilat dari ekstrak. Spectrum ini juga
menggambarkan pergeseran gelombang yang sesuai dengan amida I (1651-1630 cm-1) dan amida
II (1520-1537 cm-1) keterkaitan, memvalidasi bahwa amino lepas (-NH2) atau karboksilat (-
COO-) golongan senyawa dari ekstrak daun zaitun telah berinteraksi dengan AgNPs membuat
permukaan AgNPs sangat stabil.

4.7 Analisis Gravimetri termal (TGA)


TGA menggambarkan AgNps capped dibuat dengan menggunakan 5 ml ekstrak zaitun
(gambar. 10) menunjukkan penurunan bobot yang stabil di kisaran suhu 160-600ºC. penurunan
bobot dari bubuk nano AuNPs sebesar 42.3%. hal ini terjadi karena desorpsi senyawa bioorganik.

4.8 uji antimikroba

Gambar.11 Aktivitas antimikroba dari Ag-Nps terhadap A: S. aureus, B: P. aeruginosa dan C: E.


coli. 1, 2, 3, 4 dan 5 berturut-turut adalah larutan Ag-NPs1, Ag-NPs2, Ag-NPs3, Ag-NPs4 dan
Ag-NPs5.

Seminar Page 29
Gambar.12 Aktivitas antimikroba Ag-Nps dari larutan yang berbeda (1-5) terhadap tiga isolat
klinis. OLE: ekstrak daun zaitun dan Ag-Nps: nanopartikel perak.

Ion perak serta AgNPs memiliki aktivitas antimikroba yang kuat (furno et al., 2004).
Aktivitas antibakteri yang mengandung larutan AgNPs yang berbeda membuktikan bahwa
bakteri gram positif dan gram negatif dihambat oleh larutan yang berbeda dengan tingkat yang
berbeda. Hasil uji antibakteri digambarkan pada gambar.11 dan 12. Hasil ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya oleh Kim et al,. (2007), Lie et al. (2010,2011) dan Bindhu dan Umadevi,
(2013). Penyebab utama aktivitas larutan ialah jumlah dari larutan Ag-NPs yang berbeda yang
dibentuk dari penambahan konsentrasi yang berbeda dari OLE. Ini dipastikan oleh UV sebagai
hasil serapan atom. Pengukuran serapan atom dari lima larutan membuktikan bahwa nilai
konversi (perubahan) dari ion Ag + untuk Ag0 berturut-turut adalah 52%, 78%, 91.9%, 98% dan
100% pada 0.5, 1, 3, 4, dan 5 ml OLE. Gram negatif bakteri E.coli kurang sensitif terhadap
AgNPs jika dibandingkan dengan bakteri S.aureus. Hal ini serupa dengan yang didapat oleh
Sondi dan Salopek-Sondi (2004); namun, Kim et al. (2007) mendapatkan bakteri S.aureus tidak
terlalu terpengaruh oleh AgNPs dibandingkan dengan bakteri E.coli bahkan dalam konsentrasi
tinggi. Hal ini bisa disebabkan karena kualitas spesies bakteri tersebut (Kim et al., 2007).
Aktivitas maksimum pada semua bakteri menunjukkan, 4 larutan yang penyerapan UV tertinggi
menandakan pembentukan kuantitas yang tinggi dari Ag-Nps. Perbedaan sensitivitas bakteri
gram positif dan gram negatif untuk Ag-Nps adalah karena perbedaan ketebalan dan konstituen
dari struktur membrannya.
Ag-NPs juga kemungkinan tidak hanya berinterkasi pada permukaan membrane, tetapi juga
dapat menembus kedalam bakteri. Kekuatan Ag-NPs pada bakteri juga karena interaksi dengan
golongan senyawa tiol yang ditemukan di respirasi enzim di dalam sel bakteri sehingga
menghambat proses respirasi bakteri.

Seminar Page 30
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Nanopartikel perak kuasi-bulat disintesis menggunakan ekstrak daun zaitun sebagai reduktor
dan stabilizer. Rata-rata ukuran nanopertikel perak hanya berubah karena konsentrasi ekstrak
yang digunakan dan pH reaksi yang tinggi. Analisis kuantitatif menunjukkan bahwa pengurangan
precursor perak dilakukan pada pH tinggi untuk peningkatan aktivitas ekstrak daun zaitun
konstituen. Akibatnya, jumlah inti dan ukuran nanopartikel perak menurun dengan meningkatnya
pH reaksi. Bentuk partikel perak menjadi lebih spherical.(bulat).
Aktivitas antibakteri yang mengandung larutan AgNPs yang berbeda membuktikan bahwa
bakteri gram positif dan gram negatif memiliki daya hambat yang tinggi. Tetapi tergantung gram
negative yang digunakan. Gram negatif bakteri E.coli kurang sensitif terhadap AgNPs jika
dibandingkan dengan bakteri S.aureus.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penulis memberikan saran sebagai berikut :


a. Penelitian lebih lanjut mengenai sintesis nanopartikel dengan variasi konsentrasi prekusor
perak nitrat perlu dilakukan untuk mengetahui konsentrasi perak nitrat optimum dalam
pembentukan nanopartikel perak dengan kestabilan yang tinggi.
b. Penelitian lebih lanjut mengenai sintesis nanopartikel dengan variasi konsentrasi prekusor
selain perak nitrat juga perlu dilakukan untuk menghasilkan rata-rata ukuran nanopartikel
lebih kecil.
c. Penelitian lebih lanjut dan mendalam perlu dilakukan terkait dengan senyawa spesifik
dalam daun Zaitun yang mampu mereduksi Ag+ menjadi Ag serta reaksi kimia yang
terjadi.

Seminar Page 31
DAFTAR PUSTAKA

Almahidy, A., dan Yandri, M. (2010). Uji Fetotoksitas Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum
sanctum L.) Pada mencit Putih. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, 15(1), 29-33
(diakses tanggal 1 April 2016)
Ariyanta, H.S., Sri Wahyuni, & Sigit Priatmoko. (2014). Preparasi Nanopartikel Perak Dengan
metode Reduksi Dan Aplikasinya Sebagai Antibakteri Penyebab Infeksi.Indonesian J
ournal of Chemical Science, 3(1), 1-6 (diakses tanggal 1 April 2016)
Bintarti, Tri Wahyuni. (2011). Transmission Electron Microscopy. http://www. http://tri-w-
bfst08.web.unair.ac.id/artikel_detail39161UmumTEM%20%28transmission%20electr
on%20microscopy%29.html (diakses tanggal 1 April 2016)
Eliasti. 2013. Sintesis dan Karakterisasi nanopartikel ZnO. Ehttp://digilib.unimed.ac.id/
public/UNIMED-Undergraduate-22371-BAB%20II.pdf (diakses tanggal 1 April 2016)
Fitrilawati dan Said Sesiria. (2006). Penggunaan Spektroskopi Surface Plasmon Resonance
untuk Menentukan ketebalan Monolayer. http://www.scribd.com/doc/88513620/modul
(diakses tanggal 1 April 2016)
Govindaraju, K., S. Tamilselvan, V. Kiruthiga, and G. Singar- avelu. (2010). Biogenic silver
nanoparticles by Solanum torvum and their promising antimicrobial activity. Journal
of Biopesticides, 3(1), 394–399 (diakses tanggal 1 April 2016)
Handayani, W. 2011. Pemanfaatan Tumbuhan Tropis untuk biosintesis nanopartikel dan
aplikasinya sebagai indokator kolorimetri keberadaan logam berat. Universitas Indonesia
(diakses tanggal 1 April 2016)
Handayani, W; Bakir; Imawan, C., dan Purbaningsih, S. 2010. Potensi Ekstrak Beberapa Jenis
Tumbuhan sebagai Agen Pereduksi untuk Biosintesis Nanopartikel Perak. Seminar
Nasional Biologi pada tanggal 24-25 September 2010, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta (diakses tanggal 1 April 2016)
Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid 3. Departemen Kehutanan : Jakarta (diakses
tanggal 1 April 2016)
Khoiroh, Rosyidatul. 2014. UV-Vis Spectrophotometri. https://www.academia.edu/98930200
makalah_UV_Vis_Spectrophotometry (diakses tanggal 1 April 2016)

Seminar Page 32
Lembang, E.Y., Maming, dan Zakir, M. (2014). Sintesis Nanopartikel Perak Dengan Metode
Reduksi Menggunakan Bioreduktor Ekstrak Daun Ketapang (Terminalia Catappa)
(diakses tanggal 1 April 2016)
Mardiana, A.D., Ibrahim, M., Lisdiana, L., Biologi, J., Matematika, F., & Alam, P. (2015).
Potensi Filtrat Daun Sansevieria trifasciata Terhadap Penghambatan Pertumbuhan
Bakteri Staphylococcus aureus Dan Escherichia coli. Lentera Bio (diakses tanggal 1 April
2016)
Nafia, Ilma. (2012). Nanopartikel Perak Termodifikasi L-Sistein Sebagai Indikator Warna Untuk
Logam Pencemar Pada Sampel Ikan Tongkol (Euthynnus Affinis). Depok : Universitas
Indonesia (diakses tanggal 1 April 2016)
Nurwaini, S., dan Retno, E. (2011). Formulasi Tablet Hisap Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum
Sanctum L.): Pengaruh Kadar Natrium Karboksimetil Selulosa Sebagai Bahan Pengikat
Terhadap Sifat Fisik Tablet. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, 12(1), 45– 57
(diakses tanggal 1 April 2016)

Seminar Page 33

Anda mungkin juga menyukai