Anda di halaman 1dari 64

BAB VIII

PERSAMAAN DIFERENSIAL

A. PENDAHULUAN.
Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat satu atau
lebih dari satu turunan (derivative) atau diferensial. Persamaan diferensial
digolongkan berdasarkan :
(i) Tipenya, yaitu :
(a) Jika pada persamaan diferensial terdapat hanya satu ubahan
(variable) bebas, maka persamaan diferensial tersebut disebut
persamaan diferensial biasa.
Contoh
dy
1  x5
dx
d2y dy
2 2
 3  2y  0
dx dx
3 xy1  y  3

4 y' ' '2( y' ' ) 2  y1  cos x

5 ( y' ' ) 2  ( y' ) 3  3 y  x 2


(b) Jika pada persamaan diferensial terdapat lebih dari satu ubahan
(variable) bebas, maka persamaan diferensial tersebut disebut
persamaan diferensial partial.
Contoh
z z
1  zx
x y

2z  z 2
2  x y
x 2 y 2

Fisika Matematika II 0
(ii) Jenis (order)nya, yaitu :
Jenis (order) persamaan diferensial ditentukan oleh jenis tertinggi dari
turunan (derivative) yang terdapat pada persamaan diferensial tersebut.
(iii) Pangkat (degree)nya, yaitu :
Pangkat dari turunan jenis tertinggi yang terdapat pada persamaan
diferensial tersebut, seteiah persamaan diferensial itu dibersihkan dari
pecahan dan akar dalarn ubahan (variable) dan turunannya.
Contoh
Diketahui persamaan diferensial
d3y 2 d2y 5 y
( 3 ) ( 2 )  2  ex
dx dx x 1
Persamaan diferensial (1) adalah persamaan diferensial biasa, Jenis 3
dan pangkat 2.

CONTOH PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL.


y = f(x) dikatakan penyelesaian suatu persamaan diferensial, jika persamaan
diferensial itu tetap memenuhi kaiau y dan turunan-turunannya digantikan
pada f(x).
Contoh :
y = c1 Cos x + c2 sin x adalah penyelesaian dari persamaan diferensial

d2y
2
y0
dx
Penyelidikan :
y = c1cos x + c2sin x
dy d (c1 cos x  c 2 sin x)

dx dx
 c1 sin x  c 2 cos x

Fisika Matematika II 1
d 2 y d (c1 sin x  c2 cos x)

dx 2 dx
 c1 cos x  c2 sin x
Jika y dan turunan-turunannya digantikan pada persamaan diferensial (1),
diperoleh :
(— c1 cos x — c2sin x) + (c1 cos x + c2sin x) = 0
sehingga benar bahwa y = c1 cos x + c2 sin x merupakan penyelesaian dari
d2y
 y  0.
dx 2
B. BEBERAPA PERSAMAAN DI FERENSIAL.
1. PERSAMAAN DI FERENSIAL JENIS SATU.
1.1. Persamaan diferensial jenis satu dengan ubahan terpisah.
Persamaan diferensial
M(x,y) dx + N(x,y) dy = 0 merupakan persamaan diferensial dengan
ubahan terpisah jika dapat dikembalikan ke bentuk
f1 (x) g2(y) dx + f2 (x) . g1 (y) dy = 0……………………………. (1)
1 f ( x) g ( y)
Kedua ruas dari (1) dikalikan diperoleh 1 dx  1 dy  0
f 2 ( x)  g 2 ( y ) f 2 ( x) g 2 ( y)

selanjutnya dengan mengintegralkan kedua ruas diperolen penyelesaiannya.


CATATAN :
1
disebut faktor integrasi dari persamaan, diferensial (1).
f 2 ( x)  g 2 ( x)

CONTOH.
1. Tentukan penyelesaian umum dari
X3 dx + (y + 1)2 dy = 0
Penyelesaian :
X3dx + (y + 1)2 dy = 0

Fisika Matematika II 2
 x3 dx +  (Y + 1)2dy = c1
x4
   ( y  1) 2 d ( y  1)  c1
4
x 4 ( y  1) 3
   c1
4 3
 3x 4  4( y  1) 3  c

2. Tentukan penyelesaian umum dari


(x-1)2 ydx + x2 (y + 1) dy = 0……………………………………(1)
Penyelesaian
1
dengan faktor integrasi persamaan diferensial (1) menjadi :
y  x2

( x  1) 2 y 1
2
dx  dy  0
x y
diintegralkan
( x  1) 2 y 1
 x 2 dx   y dy  c
2 1 1
  (1   2 )dx   (1  )dy
x x y
1
  (1  2 x 1  x  2 )dx   (1  )dy  c
y
1
 x  2 Inx   y  In y  c
x
1 y
 ( x  y )   In 2  c
x x
3. Tentukan penyelesaian umum dari 4xdy - ydx = x2dy
Penyelesaian :
4 xdy - ydx = x2 dy

Fisika Matematika II 3
 ydx+ (x2- 4x) dy = 0
1
Dengan faktor integrasi merubah persamaan differensial
y ( x  4 x)
2

menjadi :
dx dy
  0.
x( x  4) y
1 dx 1 dx dy
(    ) 0
4 x4 4 x y
dx dx dy
  4 0
x4 x y
dengan mengintegralkan diperoleh
In (x-4) - In x + 4 In y = In c
x4 4
 y c
x
 ( x  4) y 4  cx

4. Tentukan penyelesaian khusus persamaan diferensial (1 + x3 ) dy – x2 ydx


= 0 untuk x=1 dan y=2
Penyelesaian :
Pertama ditentukan dahulu penyelesaian umumnya. Dengan faktor
1
integrasi merubah persamaan difierensial (1 + x3 )dy – x2 ydt = 0
y (1  x )
3

menjadi
dy x 2 dx
 0
y 1  x3

Fisika Matematika II 4
dy x2
  dx  0
y 1  x3
dy 1 d (1  x 3 )

y 3  1  x3
  c1

1
 In y  ln(1  x 3 )  c1
3
3 In y  In (1  x 3 )  3c1
In y 3  In ( 1  x 3 )  In c
y 3  c(1  x 3 )
Dengan mengganti x = 1, y = 2 pada persamaan, diperoleh :
y 3  c(1  13 )
 8  2c
c4
sehingga diperoleh penyelesaian khusus y3 = 4 (1 + x3)

SOAL-SOAL LATIHAN.
Tentukan penyelesaian umum persamaan-persamaan diferensial berikut :
1. x 2 ( y  1)dx  y 2 ( x  1)dy  0
dy 4y
2. 
dx x( y  3)

3. x(2 y  3)dx  ( x 2  1)dy  0

4. x 2 (2 y  3)dx  y x 3  1dy  0
dy
5.  e x y
dx
dx x
6. In x  
dy y

x2 1
7. x e y dy  dx  0
y

Fisika Matematika II 5
8. y 2 x 2  3dy  x 4  y 2 dx  0

9. 1  x 2 dy  y 2  1dx  0

dy
10. x 2 y  (1  x) csc y
dx

1.2. PERSAMAAN DIFERENSIAL JENIS SATU HOMOGEN

DEFENISI

F(x,y) dikatakan homogen pangkat n


Jika

CONTOH :
(i) f ( x, y)  x4  x3 y

f (x, y)  (x) 4  (x) 3  (y)

 4 x 4  4 x3 y
 4 ( x 4  x3 y )
 4 f ( x, y )

y
y
(ii) f ( x, y )  e  tan
x
x
y
y
f (  x,  y )  e x
 tan
x
y
y
 e  tan
x
x
y
y
  (e  tan )
0 x
x
  f ( x, y )
0

Sehingga f(x,y) homogen pangkat 0

Fisika Matematika II 6
(iii) f ( x, y)  x 5  xy tidak homogen, sebab :

f (x, y)  (x) 5  (x)(y)

 λ 5 x 5  λ 2 xy
 λ n f(x, y)

DEFENISI

Persamaan diferensial M(x,y)dx+N(x,y)dy = 0


disebut homogen jika M(x,y) dan N(x,y) keduanya
homogen dengan pangkat yang sama

TEOREMA

Jika f(x,y) homogen pangkat n


Maka f(x,y) = xn. f(v) dengan

Bukti : f(x,y) homogen pangkat n


Sehingga f (x, y)  n  f ( x, y)
1
Jika dipilih   , maka
x
y 1
f (1, )  n f ( x, y )
x x
y
f ( x, y )  x n  f (1, )
x
y
f ( x, y )  x n  f (v) dengan v 
x

TEOREMA

Fisika Matematika II 7
M(x,y) dx + N(x,y) dy = 0 adalah persamaan diferensial
homogen. M(x,y) dx + N(x,y) . dy = 0 dapat dikembalikan
kedalam persamaan diferensial dengan variable terpisah
dengan penggantian y = vx atau x = y/v

Bukti :
Diadakan substitusi y = v . x
 dy  vdx  xdv
Sehingga M(x,y)dx + N(x,y)dy = 0 menjadi
d
Yang merupakan persamaan diferensial dengan variable terpisah.
Penyelesaian umumnya diperoleh dengan mengintegralkan dan kemudian
y
mengganti kembali v dengan
x

CONTOH :
1. Tentukan penyelesaian umum dari
2 xydx - (x2 - y2) dy = 0 ………………………………………….(1)
Penyelesaian
M ( x, y )  2 xy
M (x, y )  2  2 xy  2 M ( x, y )
N ( x, y )   ( x 2  y 2 )
 
N (  x,  y )   (  x ) 2  ( y ) 2

  x   y 
2 2 2 2

    ( x  y )
2 2 2

  2 N ( x, y )
M(x,y) dan N(x,y) keduanya homogen dengan pangkat sama, sehingga
persamaan diferensial (1) adalah homogen. Diadakan penggantian y = vx,
persamaan diferensial (1) menjadi :

Fisika Matematika II 8
2x2 vdx — (x2— v2x2) (vdx + xdv) = 0
dx v2 1
  dv  0
x v(1  v 2 )
dx dv 2vdv
   0
x v 1 v2
x(1  v 2 )
 In  In c
v
 x 2  y 2  cy

2. Tentukan penyelesaian umum dari persamaan diferensial (x3 + y3) dx -


3xy2dy = 0 ………………………….. (1)
Penyelesaian :
Persamaan (1) adalah homogen pangkat 3.
Dengan penggantian y = vx, dy = vdx + xdv diperoleh
(x3 + v3x3) dx - 3 x3 v2(vdx + xdv) = 0
 (1 - 2 v3)dx - 3 v2xdv = 0
1
dengan faktor integrasi persamaan menjadi :
x(1  2v 3 )

dx 3v 2 dv
 0
x 1  2v 3
y
selanjutnya diintegralkan dan dengan penggantian kembali v
x
diperoleh penyelesaian umum x3 – 2y3 = cx

SOAL—SOAL LATIHAN.
Tentukan penyelesaian umum persamaan-persamaan diferensial berikut :

1. xdy - ydx - x 2  y 2 dx = 0

2. (2x +3y) dx + (y - x) dy = 0
3. (x + y) dy + (x - y) dx = 0

Fisika Matematika II 9
4. x2dy + (y2 - xy) dx = 0
y

5. ( x  e x  y )dx  xdy  0
6. (x2 + y2) dy – y2dx = 0

dy  x  x  y
2 2
7. 
dx y

1.3 PERSAMAAN DIFERENSIAL JENIS SATU, PANGKAT SATU DAN


TIDAK HOMOGEN.
(i) Persamaan diferensial berbentuk .
(a1 x + b1y + c1 ) dx + (a2x + b2y + c2)dy = 0 …………………………….(1)
dengan a1b2 — a2 b1 = 0
Karena a1b2 — a2 b1 = 0 maka persamaan diferensial (1) dapat dirubah
menjadi [(a1x + b1y) + c1] dx + [k(a1x + b1y) + c2] dy = 0 ……………..(2)
dt  a1 dx
dengan transformasi a1x+b1y = t, dy =
b1
persamaan diferensial (2) menjadi
dt  a1 dx
(t  c1 )dx  (kt  c 2 )( )0
b1
kt  c 2
 dx  dt  0
b1 (t  c1 )  a1 (kt  c 2 )
yang merupakan persamaan diferensial dengan ubahan terpisah.

CONTOH.
Tentukan penyelesaian umum persamaan diferensial
(x + y + 1) dx + (2x + 2y + 1) dy = 0
Penyelesaian :
Dengan transformasi x + y = t, dy = dt — dx persamaan (1) menjadi :
(t + 1) dx + (2t + 1) (dt — dx) = 0

Fisika Matematika II 10
1 dt
 dx  dt  0
2 t
diintegralkan, kemudian penggantian kembali t = x + y
diperoleh :
1
xt  In ct
2
 2( x  t )  In ct
 ct  e 2( x t )
 c( x  y )  e  2 y
 c( x  y )  e 2 y  1

(ii) Persamaan diferensial berbentuk


(a1x + b1y + c1) dx + (a2x + b2y + c2) dy = 0
dengan a1b2 — a2b1  0
Untuk mendapatkan penyeiesaian umum, pertama merubah persamaan
diferensial menjadi homogen dengan transformasi :
x = u +h dx = du
y = v+k dy = dv ,
dengan x = h , y = k merupakan penyelesaian dari perangkat persamaan
a1x + b1y + c1 = 0
a1x + b1y + c1 = 0
sehingga
 c1 b1
 c 2 b2 b c  b2 c1
h=  1 2
a1 b1 a1b2  a 2 b1
a 2 b2

Fisika Matematika II 11
a1 c1
a c2  a1c 2  a 2 c1
k= 2 
a1 b1 a1b2  a 2 b1
a2 b2

sehingga persamaan diferensial 1 menjadi


 b1c 2  b2 c1  a1c 2  a 2 c1 
a1 (u  )  b1 (v  )  c1  du 
 a1b2  a 2 b1 a1b2  a 2 b1 
 b1c 2  b2 c1  a1c 2  a 2 c1 
a 2 (u  )  b2 (v  )  c 2  dv  0
 a1b2  a 2 b1 a1b2  a 2 b1 
yang merupakan persamaan diferensial homogen.

CONTOH
Tentukan penyelesaian umum persamaan diferensial
(2x – 5y + 3) dx – (2x + 4y – 6) dy = 0
Penyelesaian :
3 5
6 4  12  30 18
h=   1
2 5 8  10 18
2 4

2 3
2 6 12  6 18
k=   1
2  5 8  10 18
2 4

dengan transformasi x = u + h , y = v + k persamaan diferensial (1) menjadi


(2u – 5v) du – (2u + 4v) dv ……………………………………… (2)
selanjutnya dengan transformasi
v = wu, dv = wdu + udw persamaan (2) menjadi

Fisika Matematika II 12
du 4 dw 2 dw
    0
u 3 4w  1 3 w  2
diintegralkan
1 2
In u  In (4w - 1)  In (w  2)  c1
3 3
 In u  In (4w - 1)  In (w  2) 2  In c
3

 u 3 (4w - 1) (w  2) 2  c
v
dengan mengganti kembali w  diperoleh
u
(4v  u)(v  2u) 2  c
selanjutnya mengganti kembali u = x – 1 dan v = y – 1 diperoleh
penyelesaian umum dengan ubahan yang asli (4y – x – 3) (y + 2x – 3)2 = c

SOAL-SOAL LATIHAN
Tentukan penyelesuan umum persamaan-persamaan diferensial berikut :
1. (x + y + 1) dx + (2x + 2y + 3) dy = 0
2. (x + y) dx - (3x + 3y - 4) dy = 0
3. (2 – x – y) dx + (3 + x + y) dy = 0
4. (3x + 2y + 1) dx – (3x + 2y – 1) dy = 0
5. (x – 2y – 1) dx + (2x – y – 1) dy = 0
6. (2 + 3x – 5y) dx + 7dy = 0
7. (4x+3y+2) dx + (5x+4y+1) dy = 0
8. 2(x – 2y – 5) dx + (5x – dy) = 0
9. (3x – 2y + 2) dx + (7y – 3x + 3) dy = 0
dy 4 x  y  7
10. 
dx 2 x  y  1

Fisika Matematika II 13
1.4 PERSAMAAN DIFERENSIAL JENIS SATU LINEAR.
Persamaan diferensial jenis satu pangkat satu disebut linear jika
ubahan tak bebas dart turunannya berpangkat satu. Bentuk persamaan
diferensial jenis satu linear adalah
dy
 y  p( x)  Q( x)
dx
Berikut ini disalikan 3 cara menentukan penyelesaian umum persamaan
differenstai jenis satu linear, yaitu :

(i) Dengan faktor integrasi.


dy
 y  P( x)  Q( x) ………………………………………………………...(1)
dx
Kedua ruas dari persamaan diferensial (1) dikalikan dengan faktor integrasi
  (x) sedemikian hingga ruas kiri dari (1) merupakan turunan dari  y
sehingga (1) menjadi
dy
 ( x)   ( x) y P( x)   ( x)  Q( x) ………………………………………………(2)
dx
dengan

 ( x)
dy
  ( x)  y  P( x) 

d  ( x)  y 
dx dx

  ( x)
dy dy
  ( x)  y  P( x)   ( x)  y 
 
d  ( x)
dx dx dx
d
  P( x)dx

 In  ( x)   P( x)dx  In c
 ( x)
  e  P ( x ) dx
c
 P ( x ) dx
  ( x)  c  c
selanjutnya boleh diambil c = 1, sehingga

Fisika Matematika II 14
 ( x)  e  P ( x ) dx
dari persamaan diferensial (2), diperoleh penyelesaian umum persamaan
diferensial (1)

d  ( x)  y 
  ( x)  Q( x)
dx
  ( x)  y    ( x)  Q( x)dx  c
 e  P ( x ) dx y   e  P ( x ) dx Q( x)dx  c

CONTOH:
Tentukan penyelesaian persamaan diferensial
dy
 y  ex
dx
Penyelesaian

P( x)  1, e   e
P ( x ) dx dx
 ex

Q( x )  e x
sehingga penyelesaian umumnya

e x y   e x  e x dx  c
1 2x
2
 ex y  e d (2 x)  c

1
 e x y  e2x  c
2
1 x
 y  e  c  e x
2

(ii) Cara Bernoulli


dy
 y  P( x)  Q( x) ………………………………………………………..(1)
dx
dy dv du
dengan transformasi y  uv, u v persamaan diferensial (1)
dx dx dx
menjadi

Fisika Matematika II 15
 dv  du
u   v  P( x)  v   Q( x) ……………………………………………(2)
 dx  dx
selanjutnya ditentukan v sedemikian hingga
dv
 v  P( x)  0
dx
dv
  P( x)dx  0
v
 In v    P( x)dx

ve 
 P ( x ) dx

dari persamaan diferensial (2), diperoleh

e 
 P ( x ) dx du
 Q( x)
dx
 du  e 
P ( x ) dx
 Q( x)dx

 u   e
P ( x ) dx
 Q( x)dx  c

sehingga penyelesaian umum dari (1) adalah y = u . v

y    e   Q( x)dx  c    
P ( x ) dx  P ( x ) dx

 

 e  y   e
P ( x ) dx P ( x ) dx
Q( x)dx  c

(iii) Cara Lagrange


dy
 y  P( x)  Q( x) ………………………………………………………..(1)
dx
Persamaan diferensial diredusir, yaitu dengan memberi nilai

Fisika Matematika II 16
dy
 y  P( x)  0
dx
dy
   P( x)dx
y
 In y    P( x)dx  In c

 y  ce 
 P ( x ) dx

selanjutnya dianggap y  c( x)  e 
 P ( x ) dx
………………………………..(2)
memenuhi Persamaan diferensial (1).

y  c( x)  e 
 P ( x ) dx

 In y  In c( x)   P( x)dx
1 dy 1 d c( x)
    P( x)
y dx c( x) dx
dy y d c( x)
  y  P( x)  
dx c( x) dx
Sehingga
y d c( x)
  Q( x)
c( x) dx

c( x)  e  d c( x)
 P ( x ) dx

   Q( x)
c( x) dx
 d c( x)  e P ( x ) dx  Q( x)dx

 c( x)   e 
P ( x ) dx
 Q( x)dx  k

Sehingga penyelesaian umumnya

y =   e   Q( x)dx  k  e   P ( x ) dx
P ( x ) dx

 

 e  y   e
P ( x ) dx P ( x ) dx
 Q( x)dx  k

Dapat dilihat bahwa dengan menggunakan ketiga Cara di atas, diperoleh


penyelesaian umum yang sama.

Fisika Matematika II 17
SOAL - SOAL LATIHAN.
Tentukan penyelesaian umum persamaan-persamaan diferensial berikut :
dy
1.  2 xy  4 x
dx
dy
2. x  y  x 3  3x 2  2 x
dx
dy
3. ( x  2)  y  2( x  2) 3
dx
dy
4.  y cot x  5e cos x
dx
dy
5. x3  (2  3x 2 ) y  x 3
dx
dy
6.  2 y cot 2 x  1  2 x cot 2 x  2 csc 2 x
dx
7. y In y dx + (x — In y) dy = 0
(anggaplah x sebagai ubahan tak bebas).
dy
8.  y  2  2x
dx
d
9.  3  2
de
dy
10.  y  xy 2
dx
11. xdy – 2ydx = (x-2) exdx
di
12. - 6i = 10 sin 2 t
dt
dy
13. + y = y2 ex
dx
14. vdx + (xy + x — 3y) dy = 0
15. (2s — e2t ) ds = 2 (se2t — cos 2t) dt

Fisika Matematika II 18
dy
16. - + 2y = e-x
dx
x
dy
17. 2 - y = e2
dx
dy
18. x + 3y = sin x dx
dx
19. xdy + ydx = sin x dx
20. xdy + ydx = ydy

1.5 PERSAMAAN DIFERENSIAL BERNOULLI.


Persamaan diferensial berbentuk
dy dy
 y  P( x)  y n  Q( x) atau y  n   y  n 1 P( x)  Q( x) ……………………..(1)
dx dx
disebut persamaan diferensial Bernoulli.
Untuk menentukan penyelesaian umumnya diadakan transformasi
dy 1 dv dy y n dv
y n1  v, y n     
dx 1  n dx dx 1  n dx
sehingga persamaan diferensial (1) menjadi :
y n dv dv
yn    v  P ( x )  Q( x )   v  (1  n) P( x)  (1  n)Q( x) yang
1  n dx dx
merupakan persamaan diferensial order 1 linear.
CONTOH.
Tentukan penyelesaian umum dari persamaan diferensial
dy
 y  xy 5
dx
Penyelesaian
dy
 y  xy5
dx
dy
 y 5  y 4  x
dx

Fisika Matematika II 19
dy dv
dengan transformasi y  4  v,4 y 5  sehingga persamaan diferensial
dx dx
menjadi
1 5 dv
y  5  ( y  )v  x
4 dx
dv
  4v  4 x
dx

P(x) = 4, e   e  e4x
P ( x ) dx 4 dx

Q(x) = - 4x
sehingga penyelaian umumnya
e4 x  v  4 e4 x  xdx  c

1
 e 4 x  y  4   xe 4 x  e 4 x  c
4

SOAL-SOAL LATIHAN.
Tentukan penyelesaian umum persamaan-persamaan diferensial berikut :
dy
1.  2 xy  xy 4  0
dx
dy 1 1
2.  y  (1  2 x) y 4
dx 3 3
dy
3.  y  y 2 (cos x  sin x)
dx
4. x dy – [y + xy3 (1 + In x)] dx = 0
dy 3
5.  y  y5
dx x
dy
6. y  y 2 tan x  cos 2 x
dx
dy
7. x  y  y3
dx

Fisika Matematika II 20
dy y  ( x  1) 3 y 3
8.  
dx x  1 2
dy
9.  xy  y 2 sin x
dx
dy
10. x  y  xy 3
dx

Fisika Matematika II 21
1.6 PERSAMAAN DIFERENSIAL EKSAK.
Persamaan diferensial
M (x,y) dx + N (x,y) dy = 0 ………………………………………………….. (1)
merupakan diferensial eksak jika ruas kiri merupakan diferensial total.
Dengan demikian ada u (x,y) sedemikian hingga
u u
 M ( x, y) dan  N ( x, y)
x y

TEOREMA :
Persamaan diferensiai M (x,y) dx + N (x,y) dy = 0 adalah eksak jika dan
M N
hanya jika 
y x

Bukti
M N
(i) Akan dibuktikan jika M(x,y) dx + N(x,y) dy = 0 eksak maka 
y x
M (x,y) dx + N(x,y) dy eksak, maka ada u (x,y) sedemikian hingga
u  2 u M
 M, 
x yx y
u  2 u N
 N, 
y xy x

 2u  2u M N
Karena  , maka 
yx xy y x
u u
(ii) Akan dibuktikan jika ada u (x,y) sedemikian hingga M, N,
x y
maka M (x,y) dx + N (x,y) dy = 0 adalah eksak.
Bukti ;
u
 M ( x, y ), u( x, y )   M ( x, y )dx  c( y )
x

Fisika Matematika II 22
diturunkan ke y

u [  M ( x, y )dx] [c( y )]
   N ( x, y )
y y y

[c( y )] [  M ( x, y )dx]
Sehingga  N ( x, y ) 
y y

[  M ( x, y )dx]
 c( y )   [ N ( x, y )  ]dy  k
y

c(y) hanya bergantung pada y, sehingga


[  M ( x, y )dx]
N ( x, y )  tidak bergantung pada x, maka
y

[ N ( x, y )]  2 [ M ( x, y )dx]
 0
x xy
N M
  0
x y
N M
 
x y

Cara penyelesaian persamaan diferensial eksak seperti pada bukti


teorema di atas.

CONTOH :
1. Tentukan penyelesaian umum persamaan diferensial
(x2 - y) dx + (y2 - x) dy = 0 ………………………………………………..(1)
Penyelesaian :
M ( x, y )  x 2  y
N ( x, y )  y 2  x

Fisika Matematika II 23
M ( x 2  y )
  1
y y M N
 
N ( y 2  x ) y x
  1
x x
sehingga persamaan diferensial (1) adalah eksak.
u
M
x
u
  x2  y
x
 u   ( x 2  y )dx   ( y )
x3
 u  (  xy)   ( y )
3
diturunkan ke y
x3
(  xy )
u 3 d
   y2  x
y y dy
d
sehingga  x   y2  x
dy
d
  y2
dy
y3
 
3
Dengan demikian penyelesaian umum dari persamaan diferensial (1)
adalah :
x3 y3
 xy   c1 atau x3 — 3xy + y3 = c
3 3
2. Tentukan penyelesaian umum persamaan diferensial
(x2 — y) dx + (y2- x)dy = 0 …………………………………………………(1)
Penyelesaian :

Fisika Matematika II 24
M ( x, y )  x 2  y
N ( x, y )  y 2  x

M  ( x 2  y )
  1
y y M

N  ( y  x) 2
  1
x x
u N
 1  sehingga (1)) adalah persamaan diferensial eksak.
y x
u
N
y

 u    xdy   ( x)
 u   xy   ( x)
diturunkan ke x
u 
 y   x2  y
x dx
Sehingga
d
 x2
dx
    x 2 dx
x3
 
3
Dengan demikian penyelesaian umum dari (1) adalah
x3 x3
 xy   c1 atau xy  c
3 3

Fisika Matematika II 25
FAKTOR INTEGRASI
Jika persamaan M (x,y) dx + N (x,y) dy = 0 …………….……..…(1)
bukan persamaan diferensial eksak maka (1) perlu dikalikan faktor integrasi f
sehingga (1) menjadi eksak.
f M (x,y) dx + f N (x,y) dy = 0 ………………………………….……………..(2)
 fM  fN
sehingga 
y x
M f N f
 f M  f N …………………………………….………..(3)
y y x x
f
(i) Jika f adalah bentuk dalam x saja, maka  0 sehingga (3) menjadi
y

 M N  f
f   N
 y x  x

 M N 

f  y x 
  dx
f N
M N

y x
 dx
 f e N

f
(ii) Jika f merupakan bentuk dalam y saja, maka  0 sehingga persamaan
x
(3) menjadi
 N M  f
f   M
 x y  y

Fisika Matematika II 26
CONTOH.
1. Selidikilah bahwa (x2 + y2 + x) dx + xydy = 0 bukan eksak. Kemudian
tentukan faktor integrasi f sehingga persamaan diferensial tersebut
meniadi eksak.
Penyelesaian :
M ( x, y)  x 2  y 2  x N ( x, y )  xy
M
 2y
y M N
 
N y x
y
x
sehingga persamaan diferensial tersebut bukan eksak.
M N

y x
 N
dx
Faktor integrasinya f(x) = e
1
 x dx
= e
= e Inx
=x
2. Tentukan penyelesaian umum persamaan diferensial (2xy4ey + 2xy3 +y) dx
+ (x2y4ey - x2y2 - 3x) dy = 0
Penyelesaian :
M (x,y) = 2xy4eY + 2xy3 + y
N (x,y) = x2y4eY – x2y2 – 3x
M N

y x
Factor integrasinya :
M N

y x
 dy
f ( y)  e M

Fisika Matematika II 27
dy
4 
e y

 e  4 In y
1
 4
y
1
Dengan factor integrasi f(x) = persamaan differensial menjadi :
y4

2x 1 x 2 3x
(2 xe y   3 )dx  ( x 2 e y  2  4 )dy  0
y y y y
Yang merupakan persamaan diferensial eksak
Ada  ( x, y )  c1 sehingga
 2x 1
 2 xeY  
x y y3
2x x
    (2 xe y   )dx   ( y )
y y3
 x 2 3x d x 2 3x
 x e  2  4 
2 y
x e  2  4
2 y

y y y dy y y
d
Sehingga 0
dy
   c dengan c konstanta
Dengan demikian penyelesaian umumnya :
x2 x
x 2e y   3  c 2  c1
y y

x2 x
 x 2e y   3 c
y y

Fisika Matematika II 28
TEOREMA
Jika M (x,y) dx + N (x,y) dy = 0 homogen pangkat n dan Mx + Ny ≠ 0.

 M ( x, y)dx  N ( x, y)dy  0 adalah eksak


1 1
Maka disebut
Mx  Ny Mx  Ny
factor integrasi

Bukti
1
.(Mdx  Ndy )  0
Mx  Ny
M N
 dx  dy  0
Mx  Ny Mx  Ny
M M M N
( ) ( Mx  Ny )  M (x Ny )
Mx  Ny y y y

y ( Mx  Ny ) 2
M N
Ny  MN  My
y y

( Mx  Ny ) 2

) ( Mx  Ny ) N  N ( M  x M  y N )
M
(
Mx  Ny x x x

x ( Mx  Ny ) 2

N M
Mx  MN  Nx
 x x
( Mx  Ny ) 2
M N
( ) ( )
Mx  Ny Mx  Ny N (nM )  M (nN )
  0
y x ( Mx  Ny ) 2
Sehingga
1
 ( M ( x, y)dx  N ( x, y)dy)  0 eksak
Mx  Ny

Fisika Matematika II 29
Contoh.
Tentukan jawab umum persamaan
( x 4  y 4 )dx  xy 3 dy  0 ……………………………………………………(1)
Penyelesaian :
x 4  y 4 dan  xy 3 homogen pangkat 4, factor integrasinya
1 1
 5
( x  y ) x  ( xy ) y x
4 4 3

1 y4 y3
Persamaan (1) menjadi (  5 )dx  4 dy  0 yang merupakan
x x x
persamaan diferensial eksak.
Ada  ( x, y )  c1 sedemikian hingga

u 1 y 4
 
x x x 5
1 y4
   In x    ( y)
4 x4
Diturunkan ke y
u y 3 d y3
 4  
y x dy 4
d
Sehingga  0    c2
dy
Dengan demikian penyelesaian umumnya adalah
1 y4
In x   4  c 2  c1
4 x
1 y4
 In x   4  c
4 x

Fisika Matematika II 30
SOAL-SOAL LATIHAN
1. Tunjukkan bahwa persamaan diferensial berikut adalah eksak.
(a) (4 x 3 y 3  2 xy)dx  (3x 4 y 2  x 2 )dy  0

(b) (3e 3 x y  2 x)dx  e 3 x dy  0

(c) (Cos y 3  y Cos x)dx  (Sin x  x Sin y)dy  0

(d) 2 x( ye x  1)dx  e x dy  0
2 2

(e) (6 x 3 y 3  4 x 3 y 3 )dx  (3x 6 y 2  5x 4 y 4 )dy  0


2. Tentukan mana yang merupakan persamaan diferensial eksak,
kemudian selesaikanlah !
(a) (2 x 3  3 y)dx  (3x  y  1)dy  0
(b) (y 2e xy2+ 4x3 ) dx + (2xyexy2 - 3y2) dy 0
(c) (x 2 + y 2 ) dx + 2 xydy = 0
(d) y (x — 2y) dx — x2 dy = 0
(e) (x2+ y2) dx + 2 xydy = 0
(f) (x +y cos x) dx +sin xdy=O
(g) (1 + e 2 ) d + 2p e 2 de =0

(h) dx - a 2  x 2 dy  0
(i) (2x + 3y + 4) dx + (3x + 4y + 5) dy = 0

(j) (x x 2  y 2 - y) dx + (y x 2  y 2 - x) dy 0

3. Tentukan faktor integrasi setiap persamaan berikut dan selesaikan.


(a) xdx + ydy = (x2 + y2) dx
(b) (2y — 3x) dx + xdy = 0
(c) (x — y2) dx + 2 xydy = 0
(d) xdy — ydx = 3x2(x2+ y2) dx
(e) ydx — xdy + ln xdx = 0
(f) (3x 2+ y 2)dx — 2xydy = 0

Fisika Matematika II 31
(g) (xy — 2y I)dx — (x2— 3xy)dy 0
(h) (x + y) dx — (x — y) dy = 0
(i) 2ydx — 3xy2dx — xdy = 0
(j) ydx + x (x2 y — 1) dy = 0

2. PERSAMAAN DIFERENSIAL JENIS 2 ATAU LEBIH.


Bentuk umum persamaan diferensial linear orde n koefisien tetap adalah
dn y d n 1 y dy
an n
 a n 1 n 1
 .......a1  a 0 y  F(x) ……………………………….(1)
dx dx dx
dengan semua koefisien ak (k = 0, 1,………n) adalah tetapan, dan an  0. Bila F(x) 
0, persamaannya dikatakan takhomogen, sedangkan bila F(x) = 0, dikatakan
homogen.
OPERATOR LINEAR D
Untuk mempermudah pembahasan pemecahannya, diperkenalkan lambang D
yang menyatakan operator turunan terhadap x. Sedangkan D2 diartikan sebagai
operator turunan ke-2 terhadap x. Jadi.
df ( x)
Df ( x) 
dx
d 2 f ( x)
D f ( x) 
2

dx 2
Begitupula untuk pangkat tertinggi D lainnya. Untuk pangkat nol, D° ditafsirkan
sebagai operator identitas 1, yakni :
d 0 f ( x)
D 0 f ( x)   If ( x)  f ( x)
dx 0
Suatu polinom dalam D ditafsirkan sebagai suatu operator yang apabila dikenakan
pada f(x), menghasilkan suatu koimbinasi linear dari f dan semua turunannya yang
bersangkutan. Sebagai contoh,

Fisika Matematika II 32
( D 2  D  4) f ( x)  D 2 f ( x)  Df ( x)  4 f ( x)
d 2 f(x) df ( x)
   4 f ( x)
dx 2 dx
Lf (x) =- (a D 2 + bD + cl) f (x)
kita kaitkan suatu persamaan aljabar biasa :
ar 2 +br + c = 0
yang juga disebut persamaan karakteristik operator linear L. Jika r1 dan r2 adalah
akar-akarnya. maka
ar 2 +br + c = 0
yang juga disebut persamaan karakteristik operator linear L. Jika r1 , dan r2 adalah
akar-akarnya. maka
ar 2 + br + c = a(r - r 1 ) (r- r 2 )
dan operator linear L di atas dapat pula difaktorkan menjadi
L =- (aD 2 + bD + cl) = a(D - r 1 ) (D - r 2 )

2.1 ORDE DUA LINEAR HOMOGEN DENGAN KOEFISIEN TETAP


Bentuk umum suatu persamaan diferensial linear homogen orde dua koefisien tetap
adalah :
d 2 y dy
a   cy  0 a#0
dx 2 dx
Untuk menyederhanakan bahasannya, kita tinjau persamaan setara
d2y dy
. 2
 p  qy  0 …………………………………………………..(5)
dx dx
(dengan p = b/a, dan q = c/a), yang dalam bentuk operatornya adalah
(D 2 + pD + ql) y = 0 ............................................................................ (6)
Jika r 1 , dan r 2 adalah akar-akar persamaan karakteristik yang bersangkutan:

Fisika Matematika II 33
r 2 + pr + q = 0, maka Pers. (6) setara dengan
maka persamaan (6) dapat kita pecahkan dalam dua tahap.
(D  r1 ) (D-r 2 )y=0 .....................................................................(7)
Jika kita ambil
(D-r2) y = u …………………....................................…(8)
Sehingga
(D-r 1 ) u = 0 …………...............................................(9)
Maka persamaan (5) dapat kita pecahkan dalam dua tahap. Dari prs (9) yang adalah
terpisahkan variabelnya,kita dapati :

u  C1e r1x
Substitusikan ke dalam (8), memberikan persamaan
dy
(D - r 2 ) y = C1e r1x atau  r2 y  C1e r1x .................................................(10)
dx
Faktor integrasinya adalah:
p  e  r2 x

Dengan demikian, pemecahan umum Pers. (10) adalah

e  r2 x y  c1  e ( r1  r2 ) x dx  c 2 …………………………… …................(11)

Pemecahan akhirnya bergantung pada apakah r 1 , sama dengan r 2 .

KASUS A. Jika r 1 = r 2 , maka e ( r1  r2 ) x = e° = 1, dan Pers. (11) tersederhanakan


menjadi:
y  (C1 x  C2 )e r2 x ............................................................(12)
KASUS B. Jika r 1 , ≠ r 2 , maka setelah menghitung integral pada (11), kita peroleh :

Fisika Matematika II 34
c1
y e r1x  c 2 e r2 x ............................................................(13)
(r1  r2 )

Karena C 1 , adalah tetapan sebarang, maka C 1 ,/(r 1 , r 2 ) adalah juga tetapan sebarang,
sehingga untuk menyederhanakan kita tuliskan saja kembali tetapan ini sama dengan
C,. Dengan demikian, bentuk akhir pemecahannya adalah :
y  c1e r1x  c2 e r2 x

AKAR KOMPLEKS
Jika r 1 , dan r 2 adalah akar-akar kompleks, maka pemecahannya dapat kita
sederhanakan lebih lanjut sebagai berikut. Misalkan :
r1    i , r2    i ...........................................................(14)
Jika b # 0, pemecahan (14) dapat diganti menjadi :
 ix
y  c1e ( i ) x  c2 e ( i ) x  ex [c1e ix  c2 ] ....................................(15)
Gunakan rumus Euler, e ix  cos x  i sin x Persamaan ini ditulis ulang dalam
fungsi cos dan sin sebagai berikut :
y  ex [A cosx  B sin x )

dengan A = (C 1 + C 2 ), dan B = i(C 1 — C 2 ), adalah dua tetapan real.

CONTOH
d2y dy
(a) Pecahkan persamaan : 2
 3  4y  0
dx dx
PEMECAHAN
Persamaan karakteristiknya, r 2 + 3r - 4 = 0, memiliki akar, r 1 =-4, dan r 2 = 1. Jadi.
pemecahan umumnya adalah :
y  c1e 4 x  c2 e x

Fisika Matematika II 35
d2y dy
(b) Pecahkan persamaan : 2
 6  9y  0
dx dx
PEMECAHAN:
Persamaan karakteristiknya, r 2 + 6r + 9 = (r + 3) 2 0, memiliki akar rangkap, r 1 , r 2 =

-3. Jadi, pemecahan umumnya adalah : y  (C1 x  C2 )e 3 x

d2y dy
(c) pecahkan persamaan: 2
 4  13y  0
dx dx
PEMECAHAN :
Persamaan karakteristiknya, r 2 - 4r + 13 = 0, memiliki akar-akar kompleks, r 1 , 2 – 3i,
dan r 2 = 2 + 3i., Jadi, pemecahan umumnya adalah

y  e 2 x ( A cos 3x  B sin 3x)


(d) Tentukan pemecahan khusus Contoh c, jika diketahui bahwa untuk x =
0,y=1,dan y (1) (0) = -1
PEMECAHAN :
Dengan menyisipkan x = 0, dan y = 1, ke dalam pemecahan umum Contoh 10.7c, kita
peroleh persamaan
1 = e 2.0 (A cos 3.0 + B sin 3.0).
Karena e . 2.0 =e 0 = 1, cos 3.0=cos O= 1, dan sin 3.0=sin0=0,
maka : 1 = A
Selanjutnya, turunkan pemecahan umum terhadap x:
dy
 2e 2 x ( A cos 3x  B sin 3x)  e 2 x (3 A sin 3x  3B cos 3x)
dx
Sisipkan x = 0, dan dy/dx =-1 , memberikan
-1 = 2(A + 0) + 1(0 + 3B)
kita peroleh :
A=1 clan B=-1
Jadi, pemecahan khusus persamaan diferensial yang memenuhi syarat batas yang
diberikan adalah :

Fisika Matematika II 36
y = e 2 x (cos 3x - sin 3x).

PERSAMAAN CAUCHY-EULER:
Salah satu persamaan diferensial linear koefisien taktetap yang dapat dialihkan ke
bentuk koefisien tetap adalah persamaan Cauchy-Euler yang bentuk umumnya adalah
n 1
dny n 1 d y dy
an x n n
 a n 1 x n 1
 ...  a1 x  a0 y  0 ........................................(16)
dx dx dx
Transformasi variabel yang mengalihkannya ke bentuk koefisien tetap adalah
transformasi variabel bebas :
x = e z , atau z = In x ........................................................................(17)
untuk sederhananya, tinjaulah persamaan orde dua :
d2y dy
a2 x 2
2
 a1 x  a0 y  0
dx dx
dy dz dy 1 dy dy
   e z
dx dx dz x dz dz
Karena 2
2 z  d y dy 
2
d y z d  z dy
2
 e ( e )  e  2  
dx dz dz  dz dz 

dy dy dy
x  (e z )(e  z  )
dx dz dz
Maka
d2y  d 2 y dy   d 2 y dy 
x 2 2  (e 2 z )(e  2 z  2     2  
dz  dz dz   dz dz 

Dengan demikian, persamaan diferensial teralihkan menjadi


d2y dy
a2 2
 (a 2 - a 1 )  a0 y  0
dz dz
suatu persamaan diferensial linear homogen orde-2 koefisien tetap.

Fisika Matematika II 37
2.2. ORDE DUA LINEAR TAKHOMOGEN DENGAN KOEFISIEN TETAP
Dalam pasal ini kita akan membahas metode pemecahan Persamaan
diferensial takhomogen orde dua linear koefisien tetap, yakni persamaan :
d2y dy
2
 p  qy  f ( x) .....................................................(18)
dx dx
dengan F(x) adalah suatu fungsi taknol yang diketahui. Untuk memecahkannya, ada
beberapa metode khusus yang dapat diterapkan, namun sifatnya menebak dan
menghafal. Metode khusus ini akan kita singgung secara tabel setelah membicarakan
metoda umum berikut.

A. METODE INTEGRASI BERURUTAN


Ini adalah metode langsung untuk memecahkan Pes. (18). Langkah-langkah yang kita
tempuh adalah sebagai berikut :
(1). Cari dahulu akar karakteristik darl operator linearnya, (D 2 + pD + q1).
Misalkan hasilnya adalah r 1 , dan r 2 Jadi, Pers. (18) terfaktorkan menjadi
(D - r 1 ,) (D - r 2 ) y = F(x) .......................................................................(19)
(2). Misalkan,
dy
(D - r 2 ) y = u(x) atau  r2 y  u ( x) ……………………...(20)
dx
(3). Maka, Pers. (19) menjadi
du
(D-r 1 ) u(x) = F(x) atau  r1u  F ( x) ……………………………..(21)
dx
(4) Pecahkan Pers. (21) bagian u(x), dengan menerapkan metode pemecahan
persamaanlinear orde pertama
(5) Sisipkan pemecahan u = u(x) dari langkah (4) ke dalam Pers. (20), kemudian
terapkan kembali metode pemecahan persamaan linear orde pertama untuk
memperoleh pemecahan bagi y.
(6). Pemecahan y = y(x) pada langkah (5) adalah pemecahan Pers. (18) yang kita
cari.

Fisika Matematika II 38
CONTOH :
d2y dy
1. Pecahkan : 2
 3  4 y  2x
dx dx
PEMECAHAN:
Akar karakteristik yang bersangkutan, yaitu r 1 = -4, dan r 2 ,= 1, jadi bentuk
terfaktorkannya adalah
(D + 4) (D - 1) y = 2x …………………………………………(22)
dy
Misalkan, (D - 1) y = u (x) atau  y  u (x) ………………(23)
dx
maka Pers. (22) menjadi
du
(D + 4)u = 2x atau  4u  2 x ...........................(24)
dx
Ini adalah persamaan linear orde satu dengan faktor integrasi:
P( x)  4 Q( x)  2 x

sehingga e   e
p ( x ) dx 4 dx
 e4x
Jadi, pemecahannya adalah :
e 4 x u ( x)   e 4 x (2 x)dx  12 x e 4 x  18 e 4 x  c1

atau u( x)  12 x  18  c1e 4 x ....................................................(25)


Sisipkan (24) ke dalam ( 23), kita peroleh

dy
 y  12 x  18  c1e  4 x ..........................................................(26)
dx
Ini adalah persarnaan linear orde satu dengan faktor integrasi
p( x)   1 qx   12 x  18  c1e 4 x

sehingga e   e
p ( x ) dx  dx
 e x
Jadi, pemecahannya adalah :

Fisika Matematika II 39
e  x y   e  x ( 12 x  18  c1e 4 x )dx
 - ( 12 x  83 )e -x - 15 c1e 5 x  c 2

1
atau, karena C 1 adalah sebarang, maka kita dapat menulis kembali  C1 , untuk
5
sederhananya, sebagai C 1 , sehingga pemecahan akhir yang kita peroleh adalah:

y  ( 12 x  83 )  c1e 4 x  c2 e x

KESIMPULAN :
Dari pemecahan kita lihat bahwa suku kedua dan ketiga, yakni
y h  c1e 4 x  c2 e x
adalah pemecahan persamaan homogen yang bersangkutan sedangkan suku pertama,
yakni
y p  ( 12 x  83 ) adalah pemecahan istimewa bagi persamaan homogennya.

Jadi, pemecahan umum persamaan diferensial takhomogen linear orde dua koefisien
tetap, selalu berbentuk :
y = pemecahan istimewa (y p ) + pemecahan homogen (y h )

B. METODE TEBAKAN (KOEFISIEN TAKTENTU)


Metode integral berturutan di atas memang wajar tetapi lumayan panjang. Untuk
mengatasinya, kita kembangkan metode pintas yang dapat membantu kita
mendapatkan pemecahan suatu persamaan diferensial linear takhomogen orde dua
dengan koefisien tetap secara langsung. Metode pintas yang akan diperkenalkan di
sini semata-mata terdiri atas sejumlah resep untuk menebak pemecahan istimewanya,
tentu saja yang dapat dibuktikan kebenarannya dengan menggunakan metode integral
berturutan di atas. Metode tebakan ini lazim disebut metode koefisien taktentu, dan

Fisika Matematika II 40
bergantung pada bentuk fungsi takhomogen F(x) di ruas kanan. Berikut adalah tabel
fungsi tebakan yang dapat anda pergunakan untuk mencari pemecahan istimewa, y p ,
TABEL 1 METODE KOEFISIEN TAK TENTU BAGI PILIHAN F(x) TERTENTU
Jika F(x) memiliki Dan jika Maka sertakan
suatu suku yang adalah pernyataan ini dalam
kelipatan konstan dari... fungsi tebak bagi yP
e rx r bukanlah sebuah akar Ae rx
karakteristik
r adalah salah satu akar x. (pernyataan atas)
karakteristik
r adalah akar karakteristik x2. (pernyataan atas)
rangkap
sin kx, cos kx ki bukanlah salah satu A cos kx+B sin kx
akar karakteristik
ki adalah salah satu akar x. (pernyataan atas).
karakteristik
ax 2  bx  c ; 0 bukanlah akar Ax 2  Bx  c
ax + b karakteristik ax + b
0 adalah salah satu akar x. (yang di atas
karakteristik
0 adalah akar x 2 (yang di atas)
rangkap karakteristik

CATATAN :
1. Koefisien tetap A, B, dan C ditentukan dengan menyisipkan pemecahan
tebakan y p ke dalam persamaan semula, dan menyamakan koiefisien ruas kiri dan

kanan dari identitas yang diperoleh

Fisika Matematika II 41
2. Bila F(x) adalah gabungan dari bentuk fungsi di kolom pertama, maka
pemecahan istimewanya merupakan superposisi, atau jumlah linear fungsi yang
bersangkutan di kolom ketiga.
3. Bila F(x) merupakan perkalian fungsi-fungsi di kolom pertama, maka
pemecahan istimewanya juga merupakan perkalian fungsi yang bersangkutan di
kolom ketiga.
CONTOH
d2y dy
(1). Pecahkan persamaan 2
 3  4 y  2x dengan metode koiefisien
dx dx
taktentu.
PEMECAHAN :
Karena akar karakteristik dari persamaan :
d2y dy
2
 3  4 y  2x
dx dx
telah kita perlihatkan tak ada yang sama dengan nol, maka pemecahan istimewanya,
menurut Tabel 1, berbentuk :
y p  Ax  B

Sisipkan ke dalam persamaan diferensial di atas kita peroleh identitas


0+3(A)-4(Ax+B)=2x; atau —4Ax+(3A-4B)=2x+0
Samakan koefisien, memberikan
-4A=2, (3A - 4B) = 0

Pemecahan bagi A dan B adalah: A   12 , B   83 sehingga pemecahan istimewanya


adalah :
yp   12 x  83

d2y dy
(b). Pecahkan 2
 6  9 y  5e 3 x
dx dx

Fisika Matematika II 42
PEMECAHAN :
Persamaan karakteristiknya adalah
r 2 — 6r + 9 = (r — 3) 2 = 0
Akan karakteristiknya r = 3 adaklah akar rangkap, karena itu pemecahan istimewanya
berbentuk:
yp  x 2. ( Ae3 x )  Ax 2 e 3 x
Sisipkan kembali ke dalam persamaan diferensial di atas, kita peroleh identitas
(9 Ax 2e3 x  12 Axe3 x  2 Ae3 x )  6(3 Ax 2e3 x  2 Axe3 x )  9 Ax 2e3 x  5e3 x
2Ae 3x  5e3x
Samakan koefisien, memberikan: A  52 . Jadi, pemecahan istimewanya adalah :

y p  12 x 2 e 3 x

Pemecahan homogennya menurut Persamaan ini adalah


y h  (c1 x  c2 )e 3 x
Jadi, pemecahan umum persamaan di atas adalah:
y  yh  y p  (c1 x  c2 )e3 x  52 x 2e3 x

3. Contoh
d2y dy
2
 5  4 y  cos 2 x
dx dx
PEMECAHAN
Akar karakteristiknya adalah r 1 =-1, dan r 2 = -4, jadi pemecahan homogennya adalah:

y h  c1e  x  c2 e 4 x
Merujuk ke Tabel 1, sebagai pemecahan istimewanya kita pilih :
y p  A cos 2 x  B sin 2 x

Sisipkan ke dalam persamaan diferensial di atas memberikan persamaan trigonometri:


-10A sin 2x + 10 B cos 2x = cos 2x

Fisika Matematika II 43
Samakan koefisien sin 2x dan cos 2x di ruas kiri dan kanan, kita peroleh: A = 0, dan
B 1/10. Jadi, pemecahan istimewanya adalah :
Dengan demikian, pemecahan umumnya adalah :
1
y  y h  y p  c1e  x  c 2 e  4 x  sin 2 x
10

Fisika Matematika II 44
2. 3. PENERAPAN PADA PERSOALAN FISIKA

Peninjauan secara khusus pada persoalan fisika yang terumuskan dalam

persamaam diferensial orde dua linier koefisien tetap, homogen dan tak homogen.

Pada rangkaian listrik RCL seri, Menurut hukum kekekalan energi, diperoleh

persamaan diferensial integral untuk arus I, yaitu :

dI 1
C
L  RI  Idt  V (t )
dt

Turunkan sekali lagi terhadap waktu t, diperoleh :

Fisika Matematika II 45
d 2I dI 1 dV
L  R  I 
dt 2 dt C dt

Persamaan yang sama pada persoalan gerak benda bermassa m yang digantungkan

pada ujung sebuah pegas dengan tetapan pegas k, yang mengalami gaya gesek Fg

sebanding kecepatannya, dan gaya luar periodik F(t) dengan frekuensi . Ambilkan

titik setimbang pegas dengan beban sebagai titik asal 0, maka, bila y adalah

kedudukan benda setiap saat t, percepatannya adalah :

d2y
ay =
dt 2

dengan titik asal 0 ini, gaya berat benda tereleminasi secara matematis dan hanyalah

tinggal gaya-gaya berikut yang bekerja pada benda :

Gaya pegas : Fp = -ky

dy
Gaya gesek : Fg = -kvy = -k
dt

Gaya luar periodik : Fl = F0 sin t

Dengan K sebuah tetapan, maka menurut hukum kedua Newton

W = Fp + Fg + Fl = may

Sisipkan ay dan gaya-gaya kedalam hukum newton, sehingga memberikan persamaan

diferensial bagi y, yaitu :

d2y dy
2
 2b   2 y  A0 sin t
dt dt

Fisika Matematika II 46
Dengan b = c/2m, = k / m dan A0 = F0/m adalah tetapan, persamaan ini disebut

persamaan getaran teredam terpaksa.

Contoh-contoh
1. Sebuah bandul panjang 15 cm dilepaskan dengan suatu kecepatan 12 rad/det arah
kegaris vertical, dari suatu posisi 1/5 radial dari garis vertical. Carilah persamaan
gerak.
Penyelesaian :

Gambar 1

Fisika Matematika II 47
Fma
d 2θ
mL  mgsin θ
dt 2
d 2θ g
 sin θ  0
dt 2 L
untuk θ kecil, maka sin θ  θ sehingga PD menjadi :
d 2θ g
 θ0
dt 2 L
g g
 θ  c1cos .t  c 2 sin .t
L L
9,6m
g ; L  15cm  0,15m, maka :
det 2
g g
 64  8
L L
θ  C1cos8t  C 2sin8t
1 1
t  0, θ  radial, diperoleh   C1
5 5

t  0,   1 (jarak ke garis vertical)
dt 2

 8C1sin8t  8C 2 cos8t
dt
1
 1  8C 2  C 2  
2 16
jadi
1 1
θ  cos8t  sin8t
5 16

Fisika Matematika II 48
2. Sebuah partikel dengan massa m menjauhititik 0 dengan sebuah gaya sama dengan
k( k < 0 ) kali jarak dari titik 0. Jika partikel tersebut berangkat dari diam pada
suatu jarak a dari 0, carilah posisi t detik kemudian.

Penyelesaian:
d2x
Fm  kx
dt 2
d 2x k k
 2    0, di mana  0
dt m m
k k
t
t
x  C1e  C2e
m m

dx
t  0, x  a. v 0
dt
x  a  C1  C 2
k k
k t t
v (C1e m  C 2 e m )
m
C1  C 2  12 a.sehingga diperoleh posisi setelah t detik :
k k
t t
x  a (e
1
2
m
e m
)

3. Jika dalam soal 2, k = m , a = 4, tentu:


a. Jarak dari 0 dan kecepatan ketika t = 2 detik
b. Saat partikel itu berada 6 m dari titik 0, dan kemudian kecepatannya pada saat
itu.

Fisika Matematika II 49
Penyelesaian:

a) x  2(e t  e -t )
v  2(e t - e -t )
untuk t  2 , maka x  2(e 2  e -2 )  15m
v  2(e 2 - e -2 )  14,5 m/det.
b). x  6
2(e t  e -t )  6
 e 2t  1  3e t  e 2t - 3e t  1  0
et  1 (3  5 )
2
t  in 1 (3  5 )  0,96 detik
2
3 5 2
v  2(  )
2 3 5
3 5 3 5
 2(  )2 5
2 2
 4,47 m/det

3. Sebuah rantai tergantung diatas sebuah katrol licin, 2m pada satu sisi dan 3 m pada
sisi yang lain. Jika gaya gesek adalah sama dengan berat dari 0,25 m rantai tersebut,
carilah waktu yang diperlukan rantai itu meluncur jatuh
Penyelesaian :

Bila massa seluruh rantai m,. pada


saat t
panjang rantai kanan = 3 + x
Panjang rantai kiri =2-x

Gaya gesek = mg = gm/20

Gambar 2

Fisika Matematika II 50
3 x 2x 1
F mg  mg  mg
5 5 20
d2x
F  ma  m , maka
dt 2
d2x 3 x 2 x 1 1  2x 1
(   )g  (  )g
dt 2 5 5 20 5 20
d 2 x 8x  3 d 2 x 2g 3g
 g  
dt 2 20 dt 2 5 20
t 0,4g -t 0,4g 3
x  C1e  C 2e 
8
Untuk t  0, maka x  0, diperoleh
3
C1  C 2 
8
dx t 0,4g t 0,4g
 0,4g (C1e  C 2e
dt
dx
t  0, maka v  0
dt
3
diperoleh : C1  C 2  .jadi
6
3 t 0,4g t 0,4g
x  (e e  2)
16
Saat rantai akan muncul, maka panjang rantai kiri
2 - x  0 atau x  2
t 0,4 g -t 0,4 g 32 38
e e  2
3 3

 3e 2t 0, 4 g
 38.e t
3 0
0, 4 g

1 1
e t 0, 4 g  (38  8 22 )  (19  4 22 )
6 3
1
 t 0,4 g  In (19  4 22 )
3
1 1
t In (19  4 22 )
0,4 g 3

Fisika Matematika II 51
4. Bilamana bagian dalam dari dua bola sepusat dari jari-jari r1 dan r2 , r1  r2.
,membawa muatan listrik, persamaan diferensial untuk potensi V pada setiap titik di
antara kedua bola pada suatu jarak r dari titik pusat persekutuan adalah:
d 2 v 2 dv
 0
dt 2 r dr
selesaikan untuk V diberikan V  V1 bila r  r1dan V  V2 bila r  r2
Penyelesaian:
d 2 v 2 dv
 0
dr 2 r dr
d2v dv
r 2 2  2r 0
dr dr
r  e u , atau u  1n r, maka
dv du dv 1 dv
  , sehingga PD menjadi :
dr dr du r du
d 2 v dv
 0
du 2 du
A
 v  Ae  u  B   B
r
r  r1 untuk v  v 1 , r  r2 untuk v  v 2 , maka
A A
v1   B, v 2   B
r1 r2
1 1 r r
 v 2  v 1  A(  )  A( 1 2 )
r2 r1 r1 r2
r1 r2
A (v 2  v 1 )
r 1 r 2

Fisika Matematika II 52
r1 r2
A (v1  v 2 )
r2  r1
v1 r1  v 2 r2  B (r1  r2 )
v 2 r2  v1 r1
B
r2  r1
r1 r2 (v1 - v 2 ) r2 v 2  r1 v1
jadi : v  
r (r2 - r1) r (r2  r1)
r v (r  r1 )  r1 v1 (r  r2 )
v 2 2
r (r2  r1 )
6. sebuah pegas adalah sedemikian sehingga dapat merenggang 8 cm oleh sebuah
massa 4 kg. Sebuah massa 10 kg diikatkan pada pegas tersebut dan dibawa hingga
diam. Carilah persamaan gerak bila massa itu kemudian:
a. Ditarik ke bawah 8 cm dan di lepaskan.
b. Ditarik ke bawah 4 cm dan di beri kecepatan ke atas sebesar 0,5 m/det.
c. Ditarik ke bawah 6 cm dan diberi suatu kecepatan ke bawah 1 m/det.
d. Di tekan 6 cm ke atas dan dilepas.
e. Ditekan ke atas 8 cm dan di beri kecepatan ke atas sebesar 1,25 m/det.
Penyelesaian :
d 2x
m 2  kx  0
dt
4 x 9,8 N
k N / m  490 , m  10kg , maka :
0,080 m
d 2x
 49 x  0
dt 2
 x  A cos 7t  B sin 7t
dx
v  7 A sin 7t  7B cos 7t
dt
a. t  0, x  0,08 m, v  0
x  0,08  A
v  0  7B  B  0
jadi : x  0,08 cos 7t
v  -0,56 sin 7t

Fisika Matematika II 53
b. t  0, x  0,04 m, v  - 0,5 m/det
x  0,04  A  A  0,04
v  - 0,5  7B  B  - 0,071
jadi : x  0,04 cos 7t - 0,071 sin 7t
v  - 0,28 sin 7t  0,50 cos 7t
c. t  0, maka x  0 ,06 m, v  1 m/det.
x  0,06  A  A  0,06
v  1  7B  B  0,143
jadi, x  0,060 cos 7t  0,143 sin 7t
v  - 0,42 sin 7t  cos 7t
d. t  0 x  - 0,06, v  0
v0B
jadi diperoleh : x  - 0,08 cos 7t
v  0,42 sin 7t
e. t  0 x  - 0,08, v  - 1,25
x  - 0,08  A
v  - 1,25  7B  B  - 0,178
jadi : x  - 0,08 cos 7t - 0,178 sin 7t
v  0,56 sin 7t - 1,25 cos 7t

7. Sebuah pegas sedemikian sehingga dapat merenggang 72 mm oleh suatu massa 15


kg,diikatkan kepada pegas tersebut dan dibawa sehingga diam. Tahanan medium
adalah sama menurut angka pada 120 dx/dt N.
Carilah persamaan gerak jika :
a. Mulai bergerak-gerak (start)kebawah dengan kecepatan awal 3m/det
b. Ditarik ke bawah 140 mm dan di berikecepatanke atas sebesar 3 m/det. :
15 x 9,8 6125 N
Penyelesaian k 
0,072 3 m
dx
F  - kx - 120
dt
2
d x dx
 m 2  120  kx
dt dt

Fisika Matematika II 54
d 2x dx x
 30  120  6125  0
dt dt 3
2
d x dx
 18 2  72  1225 x  0
dt dt
persamaan karekteristik : 18 r 2  72r  1225 x  0
persamaan karakteristik : 18 m 2  72m  1225  0
1
m1, 2  (72  5184  88.200 )
36
1
 (72  288, i )  2  8i
36
Diperoleh :
x  e -2t ( A cos 8t  B sin 8t )
dx
v  (8 A  2 B)e  2t sin 8t  (8B - 2A)e -2t cos 8t
dt
a. t  0, x  0, v  3m/det
x0A   0
3
v  3  8B - 2A  B 
8
jadi :
3
x  e  2t sin 8t
8
3
v  - e  2t sin 8t  3 e -2t cos 8t
4
b. t  0, x  0,14 m, v  - 3 m/det
x  0,14  A  A  0,14
v  - 3  8B - 2A  - 3
 -8B  - 3  0,28  2,72
 B  - 0,34
jadi :
x  e -2t (0,14 cos 8t - 0,34 sin 8t)
v  e -2t (-0,44 sin 8t - 3 cos 8t)

Fisika Matematika II 55
8. Sebuah pegas adalah sedemikian sehingga dapat merenggang 77 mm oleh suatu
massa sebesar 1,5 kg.Sebuah massa 1,5 kg diikat dan dibiarkan hingga diam. Massa
tersebut kemudian ditarik ke bawah 4 cm dan dilepas. Tentukan persamaan gerak jika
a. Sebuah gaya Imperessed 7 sin 6t dikerjakan pada pegas tersebut,
b. Sebuah gaya Imperessed 8 sin 8t dikerjakan pada pegas tersebut

Penyelesaian:

1,5 x 9,8
k  190,9 N / m
0,077
a. F  - kx  7 sin 6t
d2 x 14
2
 64 x  sin 6t
dt 3

Fungsi komplemeter y = A cos 8t + B sin 8t’ integral partikulir:


1 14 1 14 1
x ( ) sin 6t  ( ) sin 6t  sin 6t
D  64 3
2
- 36  64 3 6
jadi :
1
x  A cos 8t  B sin 8t  sin 6t
6
v  - 8A sin 8t  8B cos 8t  cos 6t
t  0, x  0,04, v 0
x  0,04  A  A  0,04
v  0  8B  1  B  - 0,125
jadi :
1 1 1
x cos 8t - sin 8t  sin 6t
25 8 6
v  - 0,32 sin 8t - cos 8t  cos 8t
b. F  - kx  8 sin 8t
d2x 16
2
 64 x  sin 8t
dt 3
Fungsi komplementer : y = cos 8t + B sin 8t misalkan integral partikulir adalah

Fisika Matematika II 56
y = kt cos 8t
y’= k cos 8t -8 kt sin 8t
16 1
y”= -16k sin 6t = sin 8t maka k =- jadi:
3 3
1
x = A cos 8t+ B sin 8t - t cos 8t
3
1 8
v= -8A sin 8t + 8 B cos 8t - cos 8t t sin 8t
3 3
t = 0, maka x = 0,04, v = 0
x = 0,04 = A  A = 0,04
1 1
v  0  8B -  B 1 1 1
3 24 Jadi : x = cos 8t  sin 8t - t cos 8t
25 24 3

9. Sebuah rangkaian listrik terdiri dari sebuah induktansi sebesar 0,05 Hendry.
Sebuah tahanan sebesar 5 ohms, dan kondensator dengan kapasitansi 4 x 10 4
farad.jika q = i = 0, bila t = 0. carilah q dan i, bilamana:
a. terdapat sebuah tegangan tetap 110 volt
b. Terdapat tegangan AC 200 cos 100 t

Penyelesaian
d 2q dq q Gambar 3
a. L 2
R   110
dt dt t
2
d q dq q
0,05 2  5   110
dt dt 4 x 10 -4
d2q dq
2
 100  50.000 q  2200
dt dt
persamaan karateristik :
r  100 r  50.000  0

Fisika Matematika II 57
Fisika Matematika II 58
q  e - 50t (A cos 50t 19  B sin 50t 19 )(lihat a)
Integral partikulir
1
q 2 4000 cos 100t
D  100D  50.000
1
 4000 cos 100t
 10.000  100 D  50.000
1
 40 cos 100t
400  D
400 - D
 40 cos100t
160.000 - D 2
16.000 cos t  4.000 sin 100t

160.00  10.000
16 cos 100t  4 sin 100t

170
jadi :
q  e 50 t ( A cos 50t 19  B sin 50t 19
4
 ( 4 cos 100t  sin 100t )
170
dq
i
dt
i  50e  50t (A cos 50t 19  B sin 50t 19 )
- 50A 19 .e  50t sin 50t 19
 50B 19e  50t cos 50t 19
400
 ( 4 sin 100t  cos 100t
170
i  - 50e - 50t ( A  B 19 ) cos 50t 19
 50e  50t ( A 19  B ) sin 50t 19
40
 ( 4 sin 100t  cos 100t )
7
t  0, maka q  0, i  0
16 16
q  0  C1   C1  
170 170

Fisika Matematika II 59
40
i  0  - 50A  50B 19 
17
A A 16 8
 B   
19 85 19 170 19 170 19
12
 19
1615
jadi :
8 12 19
q  e - 50t (- cos 50t 19 sin 50t 19 )
85 1615
4
 (4cos 100t  sin 100t )
170
4 3
  e  50t (2 cos 50t 19  sin 50t 19 )
85 19
4
 (4 cos 100t  sin 100t )
170
40 41
i  - e  50t (cos 50t 19  sin 50t 19 )
17 19
40
 (cos 100t - 4 sin 100t )
17

10. Selesaikan soal 9 setelah penggatian tahanan 5 ohm dengan tahanan 50 ohm.
Penyelesaian:
a. Di sini berlaku :

d 2q dq q
0,05  50   110
dt 2 dt 4 x 10 -2
d 2q dq
 1000  50.000 q 
dt 2 dt
Persamaan karakteristik :
r2  1000 m  50.000  0
 (r  53), (r  947)  0
r1  - 53, r2  - 947

q  A e-53t  B e -947t

Fisika Matematika II 60
Integral Partikulir :
2.200 11
q 
50.000 250
q  Ae -53t  Be -947t  0,044
dq
i  53 Ae  53t  947 Be  947t
dt
t  0, maka q  0, dan i  0, diperoleh :
q  0  A  B  0,044.............(1)
I  0  - 53A - 947B  0..........(2)
53
B- A, maka
947
53 11 894 11
A A 0 A
947 250 947 250
947 11
A X-  0,0466
894 250
53 53 11
B A X  0,0026
947 894 250
jadi :
q  0,0466e 53t  0,0026e 947t  0,044

 2,47(e 53t - e -947t )


dq
i
dt
b. Disini berlaku
d 2q dq
0,05 2
 50  2.500 q  200 cos 100t
dt dt
d2q dq
2
 1000  50.000 q  4000 cos 100t
dt dt
fungsi komplement er :
y  Ae -53t  B e -947t
Integral partikulir :
1
y 2 4000 cos 100t
D  1000 D  50.000
1
 4000 cos 100t
40.000 - 1000D

Fisika Matematika II 61
40  D
 4 cos 100t
1.600  D 2
160 cos 100t  100 sin 100t

1.600  10.000
2 cos 100t  5 sin 100t

145
jadi :
2 cos 100t  5 sin 100t
q  Ae 53t  Be 947t 
145
100 cos 100t - 40 sin 100t
i  - 53 A e -53t - 947B e -947t 
29
untuk t  0, q  0, i  0
2
q0AB ................(1)
145
100
i  0  - 53A - 947B  ......(2)
29
1894
947 A  947 B  0
145
500
 53 A - 947B  0
145
2394
894   0  A  0,018
145
A  - 0,018, B  0,005
jadi :
q  - 0,018e -53t  0,005e -947t  0,034 sin 100t  0,014 cos 100t
i  0,98 e -53t - 4,43 e -947t 3,45 cos 100t - 1,38 sin 100t

Fisika Matematika II 62
DAFTAR PUSTAKA

Armawi K.M, 1980, Kalkulus differensial dan Integral, Penerbit Armico Bandung.

Boas, M., L., 1983, Mathematical Methods in the Physical Sciences, Second Edition,
John Wiley and Sons, New York.

Couran, R., 1936, Differential and Integral Calkulus, Volume I and II, Blake & Sonn
Limited, London

Frans Ayres, 1993, Kalkulus, Seri Buku Schaum, Penerbit Erlangga, Jakarta
Hans J W, Dasar-Dasar Matematika Untuk Fisika

Kaplan, Wilfred, 1952, Advanced Calculus, Addison Wesley Publishing Company


Inc, Massachusetts

Louis. A and Lawrence R, 1991, Matematika Terapan untuk Para Insinyur dan
Fisikawan Jilid I dan II, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Noeniek Soemartojo, 1987, Kalkulus Lanjutan, Penerbit Universitas Indonesia,


Jakarta

Fisika Matematika II 63

Anda mungkin juga menyukai