Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN CAIRAN


DI RUANG PERAWATAN BAJI ATEKA
RS LABUANG BAJI

Oleh :

NUR ADELIA
ARIF NIM :
A1C122101

CI LAHAN CI INSTITUSI

(......................................) (.....................................)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS MEGAREZKY
MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kemudahan
sehingga dapat menyelesaikan laporan ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-
Nya tentunya saya tidak akan sanggup untuk menyelesaikan laporan ini dengan
baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta
kita yaitu Nabi Muhammad Saw yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat
nanti.

Saya mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga saya mampu
menyelesaikan pembuatan laporan sebagai tugas dari mata kuliah Keperawatan
Dasar Profesi dengan judul “Laporan Pendahuluan Gangguan Pemenuhan
Kebutuhan Cairan di Ruang Keperawatan Baji Ateka RS Labuang Baji ”

Saya tentu menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
saya mengharapkan kritik serta saran dari pembaca laporan ini, agar nantinya
dapat menjadi laporan yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak
kesalahan saya memohon maaf yang sebesar-besarnya.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya


kepada CI Lahan dan CI Institusi yang telah membimbing dalam menulis dan
menyusun laporan ini.

Demikian, semoga laporan ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Makassar, 16 Januari 2023

Penulis

ii
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

1. DEFINISI
A. DEFINISI GANGGUAN KEBUTUHAN CAIRAN
Cairan yang mengisi ruangan sebagian besar sel tubuh dan
menyusun sejumlah besar lingkungan cairan tubuh. Ada 15% berat tubuh
merupakan cairan interstisial. Cairan di dalam membran sel berisi
substansi terlarut atau solut untuk keseimbangan cairan, elektrolit dan
metabolisme. Cairan intrasel membentuk 40% berat tubuh. Cairan yang
berada dalam ruang cairan intrasel dan ekstrasel mengandung elektrolit,
mineral, sel. Elektrolit adalah sebuah unsur/senyawa yang jika melebur
dalam air akan pecah menjadi ion dan mampu membawa muatan listrik,
elektolit yang memiliki muatan positif disebut kation, elektrolit yang
memiliki muatan negatif disebut anion (Mertajaya et al., 2019).

Gangguan elektrolit adalah kondisi ketika salah satu atau beberapa


jenis elektrolit jumlahnya lebih rendah atau berlebihan dari kadar normal.
Umumnya, kondisi tersebut tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan
dicetuskan oleh kondisi medis tertentu. Sebenarnya, dalam kondisi normal,
tubuh manusia terdapat beberapa jenis elektrolit, seperti natrium (sodium),
kalium (potassium), kalsium, klorida, magnesium, dan fosfat. Elektrolit
yang terdapat di dalam darah, cairan tubuh, dan urine tersebut pada jumlah
yang normal dibutuhkan tubuh agar sel bisa menjalankan semua fungsinya
dengan baik. Apabila gangguan elektrolit memberat, kondisi yang
berbahaya bisa terjadi, seperti penurunan kesadaran, kejang, bahkan henti
jantung mendadak (Garcia, 2023).

B. DEFINISI HIPOVOLEMIA
Hipovolemia merupakan kondisi dimana terjadi penurunan volume
cairan intravaskular, interstisial, dan/atau intraselular (PPNI, 2018).
Hipovolemia adalah suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan
ekstraseluler (CES), dan dapat terjadi karena kehilangan cairan melalui
kulit, ginjal, gastrointestinal, perdarahan sehingga dapat menimbulkan
syok hipovolemia (Wartonah, 2015).

2. ETIOLOGI HIPOVOLEMIA
Hipovolemia dapat disebabkan oleh beberapa hal (PPNI, 2018) :

1) Kehilangan cairan aktif


2) Kegagalan mekanisme regulasi
3) Peningkatan permeabilitas kapiler
4) Kekurangan intake cairan
5) Evaporasi

3. PATOFISIOLOGI HIPOVOLEMIA
Patofisiologi syok hipovolemik terjadi akibat kegagalan perfusi
jaringan sebagai imbas dari kehilangan volume cairan dalam jumlah besar
yang tidak mampu ditangani melalui mekanisme kompensasi tubuh. Beberapa
perubahan hemodinamik yang terjadi pada kondisi syok hipovolemik adalah
penurunan kardiak output, penurunan tekanan darah, peningkatan resistensi
vaskular sistemik, dan penurunan tekanan vena sentral. Patofisiologi syok
hipovolemik secara umum dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu (Ramanda,
2022) :

1) Stadium Kompensasi
Pada stadium ini efek dari kehilangan cairan pada fungsi organ
vital dipertahankan melalui mekanisme kompensasi fisiologis tubuh
dengan cara meningkatkan refleks simpatis, yang menyebabkan
terjadinya peningkatan resistensi vaskular sistemik, meningkatkan denyut
jantung untuk meningkatkan cardiac output; dan meningkatkan sekresi
vasopresin, renin-angiotensin aldosterone system (RAAS) di ginjal
sebagai mekanisme pertahanan pada organ yang pertama terdampak pada
keadaan hipovolemia dengan cara menahan air dan sodium di dalam
sirkulasi. Gejala klinis pada syok dengan stadium kompensasi ini adalah
takikardi, gelisah, kulit pucat dan dingin, pengisian kapiler lambat, serta
tekanan darah bisa dalam rentang normal
2) Stadium Dekompensasi
Pada fase ini perfusi jaringan memburuk dan menyebabkan
penurunan O2 bermakna, mengakibatkan metabolisme anaerob sehingga
produksi laktat meningkat menyebabkan asidosis laktat. Selain itu,
terdapat gangguan metabolisme energy dependent Na+/K+ pump di
tingkat seluler, menyebabkan integritas membran sel terganggu, fungsi
lisosom dan mitokondria memburuk yang dapat berdampak pada
kerusakan sel. Pelepasan mediator vaskuler, seperti histamin, serotonin,
dan sitokin, menyebabkan terbentuknya oksigen radikal serta platelet
aggregating factor (PAF). Pelepasan mediator oleh makrofag
menyebabkan vasodilatasi arteriol dan permeabilitas kapiler meningkat,
sehingga menurunkan venous return dan preload yang berdampak pada
penurunan cardiac output. Gejala pada stadium dekompensasi ini antara
lain takikardi, tekanan darah sangat rendah, perfusi perifer buruk,
asidosis, oliguria, dan kesadaran menurun yang dapat diukur dengan
Glasgow Coma Scale.
3) Stadium Irreversible
Pada stadium ini terjadi kerusakan dan kematian sel yang dapat
berdampak pada terjadinya multiple organ failure (MOF). Stadium ini
merupakan fase akhir syok yang tidak tertangani. Pada stadium ini, tubuh
akan kehabisan energi akibat habisnya cadangan adenosine
triphosphate (ATP) di dalam sel. Gejala yang dapat dilihat pada stadium
ini meliputi nadi tak teraba, tekanan darah tak terukur, anuria, dan tanda-
tanda kegagalan organ.

4. MANIFESTASI HIPOVOLEMIA
Gejala dan Tanda Mayor Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif Subjektif Objektif
(tidak tersedia) 1. Frekuensi nadi meningkat 1. Merasa lemah 1. Pengisian vena
2. Nadi teraba lemah 2.Mengeluh menurun
3. Tekanan darah menurun haus 2. Status mental
4. Tekanan nadi menyempit berubah
5. Turgor kulit menurun 3. Suhu tubuh
6. Membran mukosa kering meningkat
7. Volume urin menurun 4. Konsentrasi
8. Hematokrit meningkat urin meningkat
5. Berat badan
turun tiba-tiba
Sumber : (PPNI, 2018)
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG HIPOVOLEMIA
Pasien trauma dengan hipovolemia membutuhkan pemeriksaan
ultrasonografi di unit gawat darurat jika dicurigai terjadi aneurisma aorta
abdominalis. Jika dicurigai terjadi perdarahan gastrointestinal, sebaiknya
dipasang selang nasogastrik, dan gastric lavage harus dilakukan. Foto polos
dada posisi tegak dilakukan jika dicurigai ulkus perforasi atau Sindrom
Boerhaave. Endoskopi dapat dilakukan (biasanya setelah pasien tertangani)
untuk selanjutnya mencari sumber perdarahan.

Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan


usia subur. Jika pasien hamil dan sementara mengalami syok, konsultasi
bedah dan ultrasonografi pelvis harus segera dilakukan pada pelayanan
kesehatan yang memiliki fasilitas tersebut. Hipovolemia akibat kehamilan
ektopik sering terjadi. Hipovolemia akibat kehamilan ektopik pada pasien
dengan hasil tes kehamilan negatif jarang, namun pernah dilaporkan.

Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan


dari foto polos dada awal, dapat dilakukan transesofageal echocardiography,
aortografi, atau CT-scan dada. Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat
dilakukan pemeriksaan FAST (Focused Abdominal Sonography for Trauma)
yang bisa dilakukan pada pasien yang stabil atau tidak stabil. CT-Scan
umumnya dilakukan pada pasien yang stabil. Jika dicurigai fraktur tulang
panjang, harus dilakukan pemeriksaan radiologi.

Hasil pemeriksaan yang dapat mendukung diagnosis, diantaranya:


penurunan HCT, penurunan Hb, penurunan RBC dan jumlah platelet,
peningkatan serum potassium, sodium, lactate dehydrogenase, creatinin, dan
BUN, peningkatan berat jenis urin (> 1.020) dan osmolalitas urin; sodium
urin < 50 mEq/L, penurunan creatinin urin, penurunan pH, peningkatan
PaCO2, gastroskopi, X-Ray.

6. PENATALAKSANAAN HIPOVOLEMIA
Penatalaksanaan pada hipovolemia adalah sebagai berikut:

a. Mempertahankan suhu tubuh dengan memakaikan selimut pada penderita


untuk mencegah kedinginan dan mencegah kehilangan panas. Jangan
sekali-kali memanaskan tubuh penderita karena akan sangat berbahaya.
b. Pemberian Cairan

1) Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-


mual, muntah, atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke
dalam paru.

2) Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau


dibius dan yang mendapat trauma pada perut serta kepala (otak).

3) Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada
indikasi kontra. Pemberian minum harus dihentikan bila penderita menjadi
mual atau muntah.

4) Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan


pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume
intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau
pengganti plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik
intravaskuler.

5) Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus


seimbang dengan jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan
jenis cairan yang sama dengan cairan yang hilang, darah pada perdarahan,
plasma pada luka bakar. Kehilangan air harus diganti dengan larutan
hipotonik. Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit harus diganti dengan
larutan isotonik. Penggantian volume intra vaskuler dengan cairan
kristaloid memerlukan volume 3–4 kali volume perdarahan yang hilang,
sedang bila menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah yang sama
dengan jumlah perdarahan yang hilang. Telah diketahui bahwa transfusi
eritrosit konsentrat yang dikombinasi dengan larutan ringer laktat sama
efektifnya dengan darah lengkap.

6) Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian


cairan yang berlebihan.

c. Pemberian posisi Passive leg raising (PLR) merupakan posisi yang rutin
digunakan sebagai tatalaksana awal pada intensive care unit sebelum
mendapatkan resusitasi cairan pada pasien hipovolemik dan hipotensi. Efek
hemodinamik yang dihasilkannya bermanfaat sebagai auto transfusi pada
pasien hipovolemik dan hipotensi. Pada manuver ini kedua kaki pasien
diangkat 0 - 90 derajat sehingga aliran darah dari tubuh bagian bawah ke
bagian sentral tubuh akan bertambah, seperti ke otak dan kompartemen
sentral tubuh yaitu di kavitas jantung.
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah pertama dalam proses keperawatan dengan
mengadakan kegiatan mengumpulkan data-data atau mendapatkan data yang
akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai permasalahan yang ada
(Hidayat, 2017) yaitu :
a. Biodata pasien
Mengkaji biodata pasien yang berisikan nama klien dan nama
penanggung jawab, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, alamat,
golongan darah, pendidikan terakhir, tanggal masuk RS, agama, status
perkawinan, pekerjaan, nomor register, dan diagnosa medis.
b. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan atau gejala saat awal dilakukan
pengkajian yang menyebabkan pasien berobat. Pasien yang mengalami
syok hipovolemik akan terjadi penurunan kesadaran, lemas, adanya
perdarahan aktif, mual muntah dan diare.
c. Riwayat kesehatan saat ini
Setiap keluahan utama yang ditanyakan kepada pasien akan
diterangkan pada riwayat penyakit saat ini seperti sejak kapan keluhan
dirasakan, berapa lama dan berapa kali keluhan terjadi, bagaimana sifat
keluhan yang dirasakan, apa yang sedang dilakukan saat keluhan timbul,
adakah usaha mengatasi keluhan sebelum meminta pertolongan, berhasil
atau tidak usaha tersebut, dan sebagainya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Pengkajian riwayat penyakit keluarga sangat penting untuk mendukung
keluhan dari pasien, perlu dikaji riwayat keluarga yang memberikan
predisposisi keluhan seperti adanya riwayat batuk lama, riwayat sesak
napas dari generasi terdahulu. Adanya riwayat keluarga yang menderita
kencing manis dan tekanan darah tinggi akan memperburuk keluhan
pasien.
e. Pemeriksaan fisik
Pengkajian tanda-tanda vital dilakukan untuk mengetahui kondisi
pasien meliputi nadi (frekuensi, irama, kualitas), tekanan darah,
pernafasan (frekuensi, irama, kedalaman dan pola pernafasan) dan suhu
tubuh. Pada pengkajian fisik menurut (Hidayat, 2017) meliputi
pemeriksaan pada :
a) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut dan kulit kepala, adakah
pembesaran pada leher, ada tidaknya nyeri telan, telinga kadang-
kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa
tebal, mukosa bibir, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah
penglihatan kabur/ganda, diplopia, lensa mata keruh.
b) Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas
luka, kelembaban dan, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur
rambut dan kuku.
c) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada, adakah suara nafas
tambahan seperti ronchi dan wheezing.
d) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
e) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,
dehidrasi, bising usus, perubahan berat badan, peningkatan lingkar
abdomen, obesitas.
f) Sistem urinary
Poliuri, retensi urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
g) Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan,
cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
h) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi, dan kekuatan
otot.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

D.0023 Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif,


kegagalan mekanisme regulasi, peningkatan permeabilitas kapiler, kekurangan
intake cairan, evaporasi dibuktikan dengan frekuensi nadi meningkat, tekanan
darah menurun, membrane mukosa kering, volume urine menurun, merasa
lemah, konsentrasi urine meningkat, muntah, diare (PPNI, 2018).
C. INTERVENSI

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan SLKI Intervensi SIKI


1 Hipovolemia Dalam 3x24 jam maka status cairan Manajemen Hipovolemia
berhubungan dengan membaik dengan kriteria hasil : Observasi
kehilangan cairan aktif, 1. Kekuatan nadi meningkat 1. Periksan tanda dan gejala hipovolemia (mis. Nadi meningkat,
kegagalan mekanisme 2. Turgor kulit meningkat nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi
regulasi, peningkatan 3. Output urine meningkat menyempit, turgor kulit menurun, membrane mukosa kering,
permeabilitas kapiler, 4. Pengisian vena meningkat volume urine menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)
kekurangan intake cairan, 5. Ortopnea menurun 2. Monitor intake dan output cairan
evaporasi dibuktikan 6. Dispnea menurun
dengan frekuensi nadi Terapeutik
7. Paroxysmal nocturnal dyspnea
meningkat, tekanan darah 1. Hitung kebutuhan cairan
(PND) menurun
menurun, membrane 2. Berikan posisi modified Trendelenburg
8. Edema anasarka menurun
mukosa kering, volume 3. Berikan asuhan cairan oral
9. Edema perifer menurun
urine menurun, merasa 10. Berat badan meningkat Edukasi
lemah, konsentrasi urine 11. Suara napas tambahan menurun 1. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
meningkat, muntah, diare 12. Perasaan lemah menurun 2. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
13. Keluhan haus menurun Kolaborasi
14. Konsentrasi urine meningkat 1. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCl, RL)
15. Frekuensi nadi meningkat 2. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. Glukosa 2,5%,
16. Tekanan darah membaik NaCl 0,4%)
17. Tekanan nadi membaik 3. Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. albumin, plasmanate)
18. Membran mukosa lembab meningkat 4. Kolaborasi pemberian produk darah
sumber : (PPNI, 2018)
DAFTAR PUSTAKA

Garcia, V. (2023). Gangguan Elektrolit. Klikdokter.


https://www.klikdokter.com/penyakit/gangguan-darah/gangguan-elektrolit

Hidayat, A. A. A. (2017). Metodologi Penelitian Keperawatan dan Kesehatan.


Jakarta: Salemba Medika.

Mertajaya, I. M., St, S., & Kes, M. (2019). Modulkeperawatandasar.

PPNI. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia; Definisi dan Indikator


Diagnostik (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia; Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:Definisi dan Tindakan


Keperawatan, (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.

Ramanda, R. (2022). Patofisiologi Syok Hipovolemik. Alomedika.


https://www.alomedika.com/penyakit/kegawatdaruratanmedis/syok-
hipovolemik/patofisiologi

Wartonah, T. dan. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan


(Edisi 4).

Anda mungkin juga menyukai