Anda di halaman 1dari 66

ASKEP SYOK KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

KELOMPOK 2

1. SELFIANA

2. KHAIRUL MUKRIMIN

3. MITA ANUGERAH

4. YUYU HUSNUL KHATIMA

5. NURFADILLAH

6. NURUL ASISAH NURDIN

STIKES PANRITA HUSADA BULUKUMBA

STIKES PANRITA HUSADA BULUKUMBA TAHUN AJARAN 2020-2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah Swt. Karena atas berkat rahmat-Nya kami

dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Tidak lupa pula kami mengucapkan

terima kasih kepada dosen Mata Kuliah keperawatan kritis dengan judul “askep syok” yang

telah memberikan tugas ini kepada kami sebagai upaya untuk menjadikan kami manusia yang

berilmu dan berpengetahuan.

Keberhasilan kami dalam menyelesaikan tugas ini tentunya tidak lepas dari bantuan

berbagai pihak. Untuk itu, kami menyampaikan terima kasih pada semua pihak yang telah

membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan

masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, untuk itu, kami mengharapkan saran yang

membangun demi kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang

membacanya.

Bulukumba, 14 April 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

sampul

Kata pengantar ii

Daftar isi iii

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar belakang1

B. Rumusan masalah 2

C. manfaat 2

D. tujuan 3

BAB II: PEMBAHASAN

A. Patofisiologi syok 4

B. Pathway 4

C. Farmakologi 6

D. Terapi diet …………...…………………..……………………………………………7

E. Penatalaksanann ………………………..…………..……………………………..…11

F. Pencegahan…………………………..……………………………………………....13

G. Pemeriksaan laboratorium ………………………………………..………………....15

H. Proses keperawatan……………..…………………..…..……………………………19

I. EBNP jurnal syok 36

BAB III: PENUTUP

A. kesimpulan 61

iii
B. saran 61

Daftar pustaka 62

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Syok yaitu hambatan di dalam peredaran darah perifer yang

menyebabkan perfusi jaringan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sel akan

zat makanan dan membuang sisa metabolisme ( Theodore, 93 ), atau suatu

perfusi jaringan yang kurang sempurna. Perfusi organ secara langsung

berhubungan dengan MAP yang ditentukan oleh volume darah, curah jantung

dan ukuran vaskuler.

Syock dapat pula didefinisikan sebagai suatu keadaan tidak adekuatnya

perfusi jaringan, Keadaan akut yang menyebar secara luas dimana terjadi

penurunan perfusi jaringan dan tidak adekuatnya sirkulasi volume darah

intravaskuler yang efektif, Suatu bentuk sindroma dinamik yang akibat akhirnya

berupa kerusakan jaringan sebab substrat yang diperlukan untuk metabolisme

aerob pada tingkat mikroseluler dilepas dalam kecepatan yang tidak adekuat

oleh aliran darah yang sangat sedikit atau aliran maldistribusi (Candido, 1996)

Jumlah insiden syok semakin semakin meningkat di Indonesia. Tidak

jarang kita temui insiden seperti ini. Mahasiswa keperawatan harus mampu

mengenal tanda dan gejala syok dan melaksanakan penatalaksanaan pada pasien

syok. Sehingga ketika menemukan kasus syok mahasiswa mampu memberikan

pertolongan pertama pada klien. Oleh karena itu, mahasiswa perlu mempelajari

tentang syok dan penatalaksaannya.


B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana patofisiologi syok?

2. Bagaimana pathway syok?

3. Jelaskan terapi farmakologo syok!

4. Jelaskan terapi diet pasien syok!

5. Bagaimana penatalaksanaan syok?

6. Jelaskan cara pencegahan syok?

7. Jelaskan pemeriksaan laboratorium syok?

8. Jelaskan proses keperawatan sypk?

9. Jelaskan EBNP jurnal yang mengarah pada intervensi syok!

C. Manfaat

1. Mengetahui patofisiologi syok

2. Mampu Memahami pathway syok

3. Mampu memahami terapi farmakologo syok

4. Lebih mudahmengetahui terapi diet pasien syok

5. Mampu memahami bagaimana penatalaksanaan syok

6. Mampu mengetahui cara pencegahan syok

7. Untuk mengetahui hasil pemeriksaan laboratorium syok

8. Mengetahui proses keperawatan syok

9. Memahami EBNP jurnal yang mengarah pada intervensi syok


D. Tujuan

tugas ini bertujuan untuk memberikan informasi dan menambah pengetahuan

kepada para pembaca khususnya kepada mahasiswa ilmu keperawatan mengenai

keperawatan gawat darurat. tugas ini juga dibuat untuk memenuhi syarat dalam

proses pembelajaran pada mata kuliah keperawatan gawat darurat


BAB II

PEMBAHASAN

A. Patofisiologi Syok

Secara umum menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu :

1. Fase kompensasi

Penurunan curah jantung (cardiac outpit ) terjadi sedemikian rupa

sehingga timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk

menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui

vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet

dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral

dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah

dengan konservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya

penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini

terjadi peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan

curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi

alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi karena ginjal

mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan filtarasi glomeruler.

Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtarasi glomeruler juga

menurun.[ CITATION pri13 \l 1033 ]

2. Fase progresif

Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi

kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung
tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada

saat tekanan darah arteri menurun, produk metabolisme menumpuk, dan

akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah melemah dan tak

mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous

return) menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke

jaringan tetapi tifdak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat

menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati

intravasa yang luas (DIC = Dissiminated Intravascular Coagulation).

Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor

dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan

anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan

(histamin dan bradikimin) yang ikut memperjelek syok (vasodilatasi dan

memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan

penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke

sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi ditoksikasi hepar dapat timbul

sepsis, DIC bertambah nyata, intergritas sistim retikuloendotelial rusak,

integritas mikro sirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan

perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya menjadi

asidosis metabolik, menjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan

timbunan asam karbonat di jaringan.[ CITATION pri13 \l 1033 ]

3. Fase Irevesibel
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi meluas sehingga tidak dapat di

perbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitasi syok.


Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang

cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun,

dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea.[ CITATION pri13 \l 1033 ]

B. Pathway

Gangguan pompa jantung, kehilangan banyak cairan,allergen

Perubahan irama jantung

Penurunan pasokan darah dari batas normal

Penurunan curah jantung

Gangguan seluler

Penurinan alirah darah ke jantung

Penurunan oksigen di arteri

Produk metabolism menurun

Terjadi kematian sel


Dinding pembulu darah melemah

Bendungan vena

Aliran darah tidak dapat kembali kejantung

Kerusakan pusat vasomotor

Hipoksia dan anoreksia

Ketidakseimbangan alveolus-kapiler

Kelemahan otot pernafasan

Gangguan pertukaran gas

Gangguan ventilasi spontan

[ CITATION pri13 \l 1033 ]

C. Farmakologi

1. Dopamin

Dopamin bisa juga dipakai untuk meningkatkan denyut jantung pada

keadaan bradycardia disaat atropin tidak menghasilkan kerja yang efektif

pada dosis 5 sampai 20 mg/ kg/ menit. Kerja dari dopamin tergantung pada

dosisnya: pada dosis kecil (1-2 mg/kg/menit), dopamin mendilatasi

pembuluh darah ginjal dan pembuluh darah mesenteric, menghasilkan

peningkatan pengeluaran urin pada dosis 20-10 mg/kg, dopamin meningkat

curah jantung melalui peningkatan kontraktilitas jantung dan meningkatkan


tekanan darah melalui vasokonstriksi. Efek Alfa predominan pada dosis

sama atau lebih besar dari dosis 10 mg/kg/menit: terjadi vasokontriksi

ginjal, sentrik dan pembuluh darah perifer.[ CITATION pet13 \l 1033 ]

2. Dobutamin

obat simpatomimetik dengan kerja beta adrenergik. Efek beta termasuk

meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium dan meningkatkan denyut

jantung titik d buta min merupakan indikasi pada keadaan syok apabila

ingin didapatkan perbaikan curah jantung dan kemampuan kerja jantung

secara menyeluruh titik tekanan darah meningkat melalui peningkatan curah

jantung, tidak memiliki efek vasokontriksi, titik biasanya dosis IV bervariasi

dari 2, 5-20 mg/kg/menit diberikan melalui pompa infus volume trik untuk

mendapatkan dosis yang tepat. Konsentrasi debut Amin yang sering dipakai

adalah 1000 MG dicampur dalam 250 ml dekstrosa 5% dalam air atau

normal salin. Seperti dopamin, pemberian dobutamin harus dihentikan

secara bertahap, jika sudah tidak diperlukan lagi.[ CITATION pet13 \l 1033 ]

3. Norepinefrine

Suatu katekolamin dengan kerja vasokontriksi yang sangat kuat. Obat ini

dipakai pada keadaan syok, sering dipakai sebagai obat terakhir, pada saat

obat-obat seperti dopamin dan dobutamin gagal menghasilkan tekanan

darah yang memadai. seperti dopamin dosis tinggi adanya vasokontriksi

perifer mungkin dapat menimbulkan gangguan kemampuan jantung dan

menurunkan perfusi jaringan dan organ. Pada umumnya 4-8 mg


norepinefrin ditambahkan ke dalam 250 ml 5% dalam air atau larutan salin

normal dan diinfus kan dengan dosis 2 sampai 12 mg/per menit untuk orang

dewasa. Perlu dilakukan pemantauan tekanan darah dan jantung secara

terus-menerus. Obat harus diberhentikan secara bertahap dan lambat;

penghentian pemakaian yang mendadak dapat menimbulkan hipotensi yang

berat.[ CITATION pet13 \l 1033 ]

4. Epinefrin

Obat pilihan dalam mengobati syok anafilaktik, alergi yang paling gawat

yang ditimbulkan oleh adanya reaksi antigen-antibodi. syok anafilaktik

dapat menjadi fatal jika tidak segera diobati titik tanda utamanya adalah

adanya bronkokonstriksi berat dan hipotensi karena kolaps kardiovaskuler

epinefrin juga merupakan indikasi untuk serangan asma akut berat.

Pemberian epinefrin menyebabkan bronkodilatasi, meningkatkan

kemampuan jantung, dan vasokontriksi pembuluh darah untuk

meningkatkan tekanan darahtitik pada asma berat, dan syok anafilaktik,

epinephrine diberikan dalam dosis 0,1- 0,5 MG secara subkutan (SK) atau

intramuskular (IM) untuk orang dewasa melalui alat penyuntik tuberkulin

untuk memberikan dosis yang akurat (larutan 1; 1000). Alternatif lain,

epinefrin dapat diberikan dalam dosis 0,1-0,25 mg IV diberikan selama 5-10

menit (larutan 1: 10.000). Pemberian epinefrin dapat diulang setiap 5-15

menit jika diperlukan.[ CITATION pet13 \l 1033 ]

5. Difenhidramin hidroklorida
Hifenhidramin (benadryl), adalah suatu antihistamin, sering diberikan

bersama-sama epinefrin pada syok anafilaktik. agen ini efektif untuk

mengobati pembengkakan jaringan yang diinduksi oleh histamin dan

pruritus yang sering timbul akibat reaksi alergi berat. Dosis standar dewasa

adalah 10-50 mg diberikan IV atau IM dalam. Obat ini dapat juga diberikan

secara oral, tetapi pemberian secara parenteral lebih disukai untuk

mengatasi keadaan gawat darurat. Reaksi merugikan yang timbul meliputi

rasa mengontrol sedasi, kekacauan mental, vertigo, emosi labil,, hipotensi,

takikardia, gangguan gastrointestinal, dan mulut kering.[ CITATION pet13 \l

1033 ]

6. Dekstrosa 50%

Dekstrosa 50% adalah suatu larutan pekat karbohidrat tinggi yang

dipakai untuk mengobati hipoglikemia yang diinduksi oleh insulin atau

karena syok insulin. Apabila diketahui adanya syok insulin atau bila diduga

terjadi syok insulin dan kesadaran klien terganggu pemberian larutan gula

secara oral merupakan kontraindikasi, seringkali diberikan diberikan kan 50

ml dekstrosa 50% dan diberikan sebagai suatu bolus IV. dekstrosa 50%

sangat mengiritasi Vena sehingga bila mungkin harus diberikan pada

pembuluh vena perifer yang besar atau pembuluh vena sentral. Bisa terjadi

feblita setiti ekstravasasi larutan ini dapat menimbulkan nekrosis jaringan.

Perawat harus memantau kadar gula darah klien dengan seksama, sering

timbul hiperglikemia, terutama setelah obat disuntikkan dengan cepat.


7. Sulfas atropin, bila frekuensi jantung <50x/menit

8. Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi jantung

tidak adekuat. Dosis dopamine 2-15 mikrogram/kg/m

9. Diuretic/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan okseginasi jaringan

10. Digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel[ CITATION pet13
\l 1033 ]
D. Terapi diet

Terapi diet yang di terapkan pada salah satu syok seperti syok hipovolemi

dimana salah satu penyebab dari syok hipovolemik adalah diare,perioritas utama

dalam menerapkan terapi diet dengan megomsumsi makanan yang tidak

mengandung serat berlebih [ CITATION pet13 \l 1033 ]

E. Penatalaksanaan

Pentaklasanaan syok di mulai dengan tindakan umum yang bertujuan

untuk memperbaiki perfusi jaringan, memperbaiki oksigenasi tubuh, dan

mempertahan kan suhu tubuh tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok.

Diagnose harus segera di tegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal.

Segera berikan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi ABC.

1. Melihat keadaan sekitar apakan berbahaya (danger), baik untuk penolong

maupun yang ditolong (contoh keadaan berbahaya: ditengah kobaran api)

2. Buka jalan napas korban, dan pertahankan kepatenan jalan nafas (Airway)

3. Periksa pernafasan korban (breathing)

4. Periksa nadi dan cegah perdarahan yang berlanjut(Circulation)h


5. Peninggian tungkai sekitar 8-12 inchi jika ABC clear

6. Cegah hipotermi dengan menjaga suhu tubuh pasien tetap hangat (missal

dengan selimut)

7. Lakukan penangan cedera pasien secara khusus selama menunggu bantuan

medis tiba. Periksa kembali pernafasan, denyut jantung suhu tubuh korban

(dari hipotermi) setiap 5 menit.[ CITATION pri13 \l 1033 ]

Segera menghentikan perdarahan yang terlihat dan mengatas inyeri yang hebat,

yang juga bias merupakan penyebab syok. Pada syok septik, sumber sepsis

harus di cari dan ditanggulangi. langkah-langkah yang perlu dilakukan sebagai

pertolongan pertama dalam menghadapi syok:

1. Posisi tubuh

a) Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara umum

posisi penderit adibaringkan telentang dengan tujuan meningkatkan

aliran darah ke organ-organ vital

b) Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang penderita

jangan di gerakkan sampai persiapan transportasi selesai, kecuali untuk

menghindari terjadi nya luka yang lebih parah atau untuk memberikan

pertolongan pertama seperti pertolongan untuk membebaskan jalan

nafas.

c) Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka, atau

penderita tidak sadar, harus dibaringkan pada saat situasi tubuh

(barbaring miring) untuk memudahkan cairan keluar dari rongga mulut


dan untuk menghindari sumbatan jalan nafas oleh muntah atau darah.

penanganan yang sangat penting adalah meyakinkan bahwa saluran

nafas tetap terbuka untuk menghindari terjadinya asfiksia.

d) Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang datar

atau kepala agak ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala lebih

rendah dari bagian tubuh lainnya.

e) Padap enderita –penderita syok hipoyolemik, baringkan penderita

telentang dengan kaki ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik

kejantung lebih besar dan tekanan darah menjadi meningkat. Tetapi bila

penderita menjadi lebih sukar bernafas atau penderita menjadi kesakitan

segera turunkan kakinya kembali.[ CITATION pri13 \l 1033 ]

2. Pertahankan Respirasi

a) Bebaskan jalan nafas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau

muntah

b) Tengadah kepala-topang dayu, kalau perlu pasang alat bantu jalan

nafas(gudel/oropharingeal airway).

c) Berikan oksigen 6 liter /menit

d) Bila pernapasan /ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa

sungkup (ambu bag) atau ETT.[ CITATION pri13 \l 1033 ]

3. Pertahankan sirkulasi
Segera pasang infuse intravena. Bias lebih dari satu infus.pantau

nadi,tekanan darah,warna kulit,isivena,produksi urin,dan(CVP).[ CITATION

pri13 \l 1033 ]

F. Pencegahan

1. Pencegahan syok anafilaktik


Reaksi alergi dan anafilaksis sulit untuk dicegah, terutama bila anda
tidak mengetahui bahwa anda memiliki alergi terhadap zat tertentu. Namun,
ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menurunkan risiko terjadinya
reaksi alergi dan syok anafilaktik, antara lain:
a) Melakukan tes alergi di rumah sakit atau klinik
b) Membaca label keterangan pada kemasan makanan, terutama jika anda
memiliki riwayat alergi dengan bahan tertentu
c) menggunakan penangkal serangga terutama ketika berada di luar ruangan
d) Menggunakan alas kaki saat berjalan keluar rumah
e) Memberitahukan dokter tentang riwayat kesehatan, termasuk riwayat
alergi anda sebelumya
2. Pencegahan syok kardiogenik
Menjaga kesehatan jantung menjadi salah satu cara untuk mencegah
syok kardiogenik. Berikut ini cara yang bisa kamu lakukan untuk mencegah
terjadinya kondisi syok kardiogenik:
a) Jalani gaya hidup sehat
Kamu bisa memulai untuk menjalani gaya hidup sehat agar
terhindar dari kondisi syok kardiogenik. Rutin berolahraga akan semakin
membuat jantung kamu kuat. Olahraga dapat meningkatkan fungsi kerja
jantung menjadi semakin baik. Olahraga bisa memperlancar aliran darah
tubuh kamu, dengan begitu kerja jantung bisa optimal untuk memompa
darah dan kandungan oksigen untuk dialirkan menuju seluruh tubuh
b) Komsumsi makanan sehat untuk jantung
Tidak ada salahnya menghindari makanan yang dapat membuat
kerusakan pada jantung. Sebaiknya, pilih makanan yang dapat membuat
jantung kamu semakin sehat. Salmon di anggap sebagai salah satu
makanan yang baik untuk jantung karena mengandung omega 3. Kacang
kenari juga salah satu makanan yang baik untuk kesehatan jantung
karena melindungi arteri jantung dari peradangan
c) Hindari penyakit yang meningkatkan risiko syok kardiogenik
Darah tinggi, diabetes, dan oenyakit jantung lainnya
meningkatkan risiko mengalami syok kardiogenik. Sebaiknya, rutin
berkunjung pada dokter untuk cek kesehatan, hindari juga penyebab yang
meningkatkan kamu memiliki penyakit darah tinggi atau diabetes
3. Pencegahan syok hipovolemik
Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
syok hipovolemik adalah:
a) Menghentikan perdarahan yang terjadi
b) Mengonsumsi cairan yang cukup
c) Dilakukan pemasangan infuse untuk menggantikan cairan yang keluar
d) Menghindari terjadinya luka bakar
e) Minum air putih minimal 2 hingga 3 liter per hari [ CITATION pet13 \l

1033 ]

G. Pemeriksaan penunjang atau pemeriksaan laboratorium

1. Pemeriksaan penunjang syok secara umum

a) darah untuk mengetahui adanya ketidak seimbangan elektrolit, fungsi

ginjal, dan hati.

b) Pemeriksaan CT scan atau USG untuk mengetahui bagian dalam tubuh.

c) Echocardiogram untuk memeriksa bagian jantung.

d) Elektrokardiogram untuk memeriksa irama atau detak jantung.


e) Endoskopi untuk memeriksa bagian kerongkongan dan organ

pencernaan lainnya.

f) Kateterisasi jantung untuk mengetahui seberapa efektif jantung dalam

memompa darah.

g) Kateter kemi untuk mengukur jumlah urine yang masuk dalam kandung

kemih.[ CITATION Wij14 \l 1033 ]

2. Pemeriksaan penunjang syok anafilatik

pemeriksaan laboratorium hanya digunakan untuk memperkuat dugaan

adanya reaksi alergi.

a) Jumlah leukosit

Pada alergi, jumlah leukosit normal kecuali bila disertai dengan

infeksi. Eosinofilia Sering dijumpai tetapi tidak spesifik.

b) Serum IgE total

Dapat memperkuat adanya alergi, tetapi hanya didapatkan pada

60-80% pasien.

c) IgE spesifik

Pengukuran IgE spesifik dilakukan untuk mengukur IgE terhadap

alergi tertentu secara in Vitro dengan cara RAST (Radio Alergo

Sorbent Test) atau ELISA (Enzim Linked Imunnosorbent Assay).

Tes ini dapat dipertimbangkan apabila tes kulit tidak dapat

dilakukan.

d) Serum tryptase
pemeriksaan serum tryptase dapat digunakan untuk

mengidentifikasi reaksi anafilaksis yang baru terjadi atau reaksi lain

karena aktivitas sel mast. Triptase merupakan protease yang berasal

dari sel mast.

e) Tes kulit

Tes kulit bertujuan untuk menentukan antibodi spesifik IgE

spesifik dalam kulit pasien yang secara tidak langsung menunjukkan

antibodi yang serupa pada organ yang sakit. Dapat dilakukan dengan

tes tusuk (pick Test), scratch Test, frction Test,

f) Tes sampel

test tempel (patch Test), intradermal Test. tes tusuk dilakukan

dengan meneteskan alergen dan kontrol pada tempat yang disediakan

kemudian dengan jarum 26 G dilakukan tusukan dangkal melalui

ekstrak yang telah diteteskan titik pembacaan dilakukan 15-20 menit

dengan mengukur diameter urtika dan eritema yang muncul titik tes

tempel dilakukan dengan cara menempelkan pada kulit bahan yang

dicurigai sebagai alergen. Pembacaan dilakukan setelah 48 jam dan

96 jam.[ CITATION Wij14 \l 1033 ]

3. Pemeriksaan penunjang

Pedoman dari American heart association (AHA)

merekomendasikan semua pasien dengan syok kardiogenik dievaluasi

dengan elektrokardiogram, Rontgen torax dan


ekokardiogram.pemeriksaan laboratorium yang direkomendasikan

meliputi pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kreatinin, fungsi hati,

analisa gas darah, serum laktat dan kadar troponin serial/berkala. Walau

demikian, perlu diingat bahwa syok kardiogenik adalah keadaan gawat

darurat, sehingga pemeriksaan penunjang tidak boleh menunda sitasi dan

pemberian medikamentosa.[ CITATION Wij14 \l 1033 ]

Pemeriksaan laboratorium :

a) Pemeriksaan darah lengkap

Pemeriksaan darah lengkap berguna untuk menyingkirkan anemia. Hasil

leukosit tinggi dapat menandakan adanya infeksi dapat menandakan

infeksi, sementara trombosit rendah dapat menunjukkan koagulopati yang

terjadi akibat sepsis.

b) Profil biokimia

pemeriksaan biokimia diperlukan untuk menilai fungsi organ vital.

Pemeriksaan biokimia yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

1) Elektrolit

2) Fungsi ginjal

3) Pemeriksaan ureum dan kreatinin

4) Terjadinya kerusakan ginjal akut disertai dengan oligouria

menandakan hipoperfusi ginjal dan merupakan faktor prognostik

buruk.
c) Analisa gas darah (AGD):

AGD menunjukkan keadaan asam basa tubuh dan tingkat oksigenasi

darah arteri. Asidosis akan mengganggu fungsi miokardium. Elevasi dari

base deficit berkorelasi dengan derajat syok yang terjadi, maka merupakan

hal yang penting untuk dipantau selama resusitasi syok.[ CITATION Wij14 \l

1033 ]

H. Proses keperawatan

1. Pengkajian
Data-data yang dapat ditemukan pada saat pengkajian meliputi Airway,
Breathing, Circulation (ABC):
a) Gelisah, ansietas, tekanan darah menurun
b) Tekanan darah sistolik < 90 mmHg (hipotensi)
c) Tekanan   ventrikel   kiri      peningkatan   tekanan   akhir   diastolik   ventrik
el  ki, peningkatan tekanan atrium kiri, peningkatan tekanan baji arteripulmon
al (PCWP)
d) Curah jantung 2,2 l/mnt, penurunan fraksi ejeksi, penurunan indeks jantung
e) Peningkatan tekanan vena sentral 1600 dyne/dtk/cm-5
f) Peningkatan  tekanan  pengisian  ventrikel  kanan    adanya  distensi  vena ju
gular peningkata CVP (tekanan > 15 cm H2O, refleks hepatojugular
meningkat
g) Takikardia nadi radialis halus, nadi perifer tidak ada atau berkurang
h) Terdengar bunyi gallop S3, S4  atau murmur
i) Distress pernafasan takipnea, ortopnea, hipoksia,dispnea
j) Perubahan tingkat kesadaran apatis, letargi, semicoma, coma
k) Perubahan kulit pucat, dingin, lembab, sianosis
l) Perubahan suhu tubuh subnormal, meningkat
m) Sangat kehausan
n) Mual, muntah
o) Status  ginjal  haluaran  urine  di  bawah  20  ml/jam,  kreatinin  serum meni
ngkat, nitrogen urea serum meningkat
p) Perubahan EKG perubahan iskemi, disritmia, fibrilasi ventrikel
q) Kenyamanan nyeri dada, nyeri abdominal

ANALISA DATA
No Sympton Etiologi Problem
1 Gejala dan tanda mayor Perubahan Penurunan
Ds : afterload curah jantung
1. Ortopnea
2. Lelah
Do :
 Takikardia
 Distensi vena jugularis
 Central venous pressure
meningkat
 Tekanan darah menurun
 Nadi perifer teraba lemah
 Warna kulit sianosis
 Terdengar suara jantung s3
Gejala dan tanda minor
Ds :
3. Cemas
4. Gelisah

2 Gejala dan tanda mayor Ketidakseimbangan Gangguan


Ds : alveolus kapiler pertukaran gas
 Dispnea
Do :
 Takikardia
 Bunyi nafas tambahan
Gejala dan tanda minor
Do :
 Sianosis
 Gelisah
 Warna kulit kebiruan
3 Tanda dan gejala mayor Peningkatan Hipovolemia
Do : permeabilitas
 Nadi teraba lemah kapiler
 Tekanan darah menurun
 Volume urine menurun
Gejala dan tanda minor
Ds :
 Merasa lemah
 Mengeluh haus
Do :
 Suhu tubuh meningkat

2. Diagnosa keperawatan

No Diagnose Tgl di temukan Tgl teratasi


1 Penurunan curah jantung Bd 11 april 2021 11 april 2021

perubahan afterload
2 Gagguan pertukaran gas Bd 11 april 2021 11 april 2021

ketidakseimbangan alveolus
kapiler
3 Hipovolemia Bd peningkatan 11 april 2021 11 april 2021

permeabilitas kapiler

3. Intervensi dan evaluasi

N Diagnose Evaluasi Intervensi

o
1 Penurunan curah 1. Curah jantung 1. Manajemen syok
jantung Bd perubahan
 Setelah di a. Definisi
afteload
lakukan Mengindentifikasi
Gejala dan tanda
mayor tindakan dan mengelola
Ds :
keperawatan ketidakmampuan
5. Ortopnea
selama 2x24 tubuh menyediakan
6. LelahDo :
 Takikardia jam maka oksigen dan nutrien
 Distensi vena takikardia untuk mencukupi
jugularis
menurun kebutuhan jaringan
 Central venous
pressure dengan criteria b. Tindakan
meningkat hasil 5 Observasi
 Tekanan darah
 Setelah di  monitor status
menurun
 Nadi perifer lakukan kardiopulmonal

teraba lemah tindakan (frekuensi dan


 Warna kulit
keperawatan kekuatan nadi,
sianosis
 Terdengar selama 2x24 frekuensi napas,
suara jantung jam maka lelah TD, MAP)
s3
menurun  monitor status
Gejala dan tanda
dengan criteria oksigenasi
minor
Ds : hasil 5 (oksimetri nadi,
 Cemas
 Setelah di AGD)
 Gelisah
lakukan  monitor status

tindakan cairan (masukan

keperawatan dan haluaran,

selama 2x24 turgor kulit,

jam maka CRT)

distensi vena  monitor tingkat

jugularismenuru kesadaran dan

n dengan respon pupil

criteria hasil 5  periksa seluruh

 Setelah di permukaan tubuh

lakukan terhadap adanya

tindakan DOTS

keperawatan (defomityldeform

selama 2x24 itas, open

jam maka wound/luka

dispnea terbuka,

menurun tendemess/nyeri
dengan criteria tekan,

hasil 5 swelling/bengkak

 Setelah di )

lakukan Terapeutik

tindakan  pertahankan jalan

keperawatan napas paten

selama 2x24  berikan oksigen

jam maka untuk

ortopnea mempertahankan

menurun saturasi oksigen

dengan criteria >94%

hasil 5  persiapkan

 Setelah di intubasi dan

lakukan ventilasi mekanis,

tindakan jika perlu

keperawatan  berikan posisi

selama 2x24 syok (modified

jam maka suara trendelenberg)

jantung s3  pasang jalur IV

menurun  pasang kateter


dengan criteria urine untuk
hasil 5 menilai produksi
 Setelah di urine

lakukan  pasang selang

tindakan nasogastrik untuk

keperawatan dekompresi

selama 2x24 tambung

jam maka Kolaborasi

tekanan darah  kolaborasi

membaik pemberian infus

dengan criteria cairan

hasil 5 kristaloidb1-2 L

pada dewasa

 kolaborasi

pemberian infus

cairan kristaloid

20 mL/kgBB pada

anak

 kolaborasi

pemberian

transfusi darah,

jika perlu
2 1. Pertukaran gas 1. Pemantauan respirasi
Gangguan pertukaran
 Setelah di a) Definisi
gas Bd
lakukan Mengumpulkan
ketidakseimbangan tindakan dan menganalisis
alveolus kapiler
keperawatan data untuk
Gejala dan tanda
selama 2x24 memastikan
mayor
Ds : jam maka kepatenan jalan
 Dispnea dispnea napas dan
Do :
menurun keefektifan
 Takikardia
 Bunyi nafas dengan criteria penukaran gas

tambahan hasil 5 b) Tindakan


Gejala dan tanda
 Setelah di Observasi
minor
Do : lakukan  monitor frekuensi,

 Sianosis tindakan irama, kedalaman


 Gelisah
keperawatan dan upaya napas
 Warna kulit
kebiruan
selama 2x24  monitor pola

jam maka bunyi napas (seperti

napas tambahan bradipnea,

menurun takipnea,

dengan criteria hiperventilasi,

hasil 5 kussmaul,

 Setelah di cheyne-stokes,

lakukan biot, ataksik)

tindakan  monitor

keperawatan kemampuan batuk


selama 2x24 efektif

jam maka  monitor adanya

takikardia produksi sputum

menurun  monitor adanya

dengan criteria sumbatan jalan

hasil 5 napas

 Setelah di  palpasi

lakukan kesimetrisan

tindakan ekspansi paru

keperawatan  auskultasi bunyi

selama 2x24 napas

jam maka  monitor saturasi

gelisah menurun oksigen

dengan criteria  monitor nilai


hasil 5 AGD

 Setelah di  monitor hasil x-


lakukan ray toraks
tindakan Terapeutik
keperawatan  atur interval
selama 2x24 pemantauan
jam maka respirasi sesuai
sianosis kondisi pasien
membaik  dokumentasikan

dengan criteria hasil pemantauan

hasil 5 Edukasi

 Setelah di  jelaskan tujuan

lakukan dan prosedur

tindakan pemantauan

keperawatan  informasikan

selama 2x24 hasil pemantauan,

jam maka warna jika perlu

kulit membaik 2. Terapioksigen

dengan criteria a. Definisi

hasil 5 Memberikan

tambahan oksigen

untuk mencegah

dan mengatasi

kondisi

kekurangan

oksigen jaringan

b. Tindakan

observasi

 Monitor

kecepatan
aliran oksigen

 Monitor posisi

alat terap

ioksigen

 Monitor aliran

oksigen secara

periodic dan

pasti kan

fraksi yang

diberikan

cukup

 Monitor

efektifitas

terapi oksigen

(mis.oksimetri

,analisa gas

darah),jika

perlu

 Monitor

kemampuan

melepaskan

oksigen saat
makan

 Monitor

tanda-tanda

hipoventilasi

 Monitor tanda

dan gejala

toksikasi

oksigen dan

atelectasis

 Monitor

tingkat

kecemasan

akibat terapi

oksigen

 Monitor

integritas

mukosa

hidung akibat

pemasangan

oksigen

Terapiutik

 Bersihkan
secret pada

mulut,hidung

dan trakea,jika

perlu

 Pertahankan

kepatenan

jalan nafas

 Siapkan dan

atur peralatan

pemberian

oksigen

 Berikan

oksigen

tambahan,jika

perlu

 Tetap berikan

oksigen saat

pasien

ditransportasi

 Gunakan

perangkat

oksigen yang
sesuai dengan

tingkat

mobilitas

pasien

Edukasi

 Ajarkan pasien

dan keluarga cara

menggunakan

oksigen di rumah

Kolaborasi

 Kolaborasi

penentuan dosis

oksigen

 Kolborasi

penggunaan

oksigen saat

aktivitas dan/ atau

tidur

3 Hipovolemia Bd 1. Status cairan  Manajemensyokhipov


peningkatan
 Setelah di olemik
permeabilitas kapiler
lakukan a. Definisi
Tanda dan gejala tindakan Mengidentifikasi
mayor
keperawatan dan mengelola
Do :
selama 2x24 ketidakmampuan
 Nadi teraba
lemah jam maka tubuh
 Tekanan darah kekuatan nadi menyediakan
menurun
meningkat oksigen dan
 Volume urine
menurun dengan criteria nutrient untuk
Gejala dan tanda hasil 5 mencukupi
minor
 Setelah di kebutuhan
Ds :
 Merasa lemah lakukan jaringan akibat

 Mengeluh haus tindakan kehilangan


Do :
keperawatan cairan /darah
Suhu tubuh meningkat
selama 2x24 berlebih.

jam maka tindakan

perasaan lemah observasi

menurun  Monitor status

dengan criteria kardiopulmonal

hasil 5 (frekuensi dan

 Setelah di kekuatan nadi,

lakukan frekuensi napas,

tindakan TD, MAP0

keperawatan  Monitor status


selama 2x24 oksigenasi

jam maka rasa (oksimetrinadi,

haus menurun AGD)

dengan criteria  Monitor status

hasil 5 cairan(masukan

 Setelah di dan

lakukan haluaran.turgor

tindakan kulit,CRT)

keperawatan  Periksa tingkat

selama 2x24 kesadaran dan

jam maka respon pupil

tekanan darah  Periksa seluruh

membaik permukaan

dengan criteria tubuh terhadap

hasil 5 adanya DOTS


Terapeutik

 Pertahankan

jalan napas

paten

 Berikan oksigen

untuk

mempertahanka
nsaturasi

oksigen>94%

 Persiapkan

intubasi dan

ventilasi

mekanis, jika

perlu

 Lakukan

penekanan

langsung (direct

pressure)pada

perdarahan

eksternal

 Berikan posisi

syok (modified

trendelenberg)

 Pasangj alur lV

berukuran

besar(mis,nomo

r 14 atau 16)

 Pasang kateter

urine untuk
menilai

produksi urin

 Pasang selang

nasogastrik

untuk demopresi

lambung

 Ambil sampel

darah untuk

pemeriksaan

darah lengkap

dan elektrolit

Kolaborasi

 Kolaborasi

pemberian infuse

cairan kristaloid

1-2 L pada

dewasa

 Kolaborasi

pemberian infuse

cairan kristaloid

20 mL/kg BB

Pada anak
 Kolaborasi

pemberian

transfuse

darah,jika perlu

I. EBNP
1. Analisis PI (C) OT

a. Analisis Jurnal 1

“Pengaruh Resusitasi Cairan Terhadap Status Hemodinamik (Map), Dan

Status Mental (Gcs) Pada Pasien Syok Hipovolemik Di Igd Rsud Dr.

Meowardi Surakarta”

b. Population

Populasi pada penelitian ini adalah pasien dengan syok hipovolemik di

IGD RSUD Dr. Moewardi Surakarta selama periode 04 Mei 2015 sampai

27 Juli 2015.

c. Intervention

Terapi resusitasi cairan yang memberikan hasil peningkatan status

hemodinamik (MAP) . Pemberian resusitasi cairan dengan jenis dan

jumlah yang tepat dan cepat diharapkan dapat meningkatkan status sirkulasi.

Dan intervensi pembanding yaitu status mental (GCS) pada pasien dengan
syok hipovolemik sehingga efektif untuk perbaikan status hemodinamik dan

status mental

d. Comparation

Dalam jurnal ada intervensi pembanding yaitu pemberian resusitasi

cairan pada status mental (GCS) dimana nilai GCS sebelum dan sesudah

pemberian resusitasi cairan setelah 30 menit, terjadi peningkatan nilai GCS

dengan rerata 13,2.

e. Outcome

 Keuntungan

a) Dapat mengetahui pengaruh resusitasi terhadap status hemodinamik

(MAP), dan status mental (GCS) pada pasien syok hipovolemik di

IGD RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

b) Terdapat pengaruh yang bermakna terapi resusitas cairan terhadap

peningkatan status hemodinamik dan status mental

c) terapi resusitasi cairan efektif untuk perbaikan status hemodinamik

dan status mental.

 Manfaaat

a) Resusitasi cairan memiliki kontribusi yang sangat penting untuk

meningkatkan status hemodinamik dan status mental

pasien yang mengalami syok hipovolemik.

b) Untuk perbaikan status hemodinamik dan status mental.


c) Terapi cairan dapat meningkatkan aliran pembuluh darah dan

meningkatkan cardiac output yang merupakan bagian terpenting

dalam penanganan syok.

 Efek

Efek yang ditimbulkan Apabila pemberian resusitasi cairan

duberikan dengan tidak tepat, maka tidak dapat meningkatkan aliran

pembuluh darah dan tidak meningkatkan cardiac output yang merupakan

bagian terpenting dalam penanganan syok.

f. Time

Waktu penilaian dilakukan setelah 30 menit pemberian resusitas cairan pada

pasien syok

2. Analisis Jurnal 2

“Pengelolaan Pasien Syok Hipovolemik Dengan Pemberian Resusitasi Cairan

Di Igd Rsud Tugurejo Semarang”

a. Population

Populasi pada penelitian ini adalah pasien syok hipovelemik di IGD

RSUD Tugurejo Semarang.

b. Intervention

Pemberian manajemen pengelolaan resusitasi cairan pada pasien dengan

syok hipovolemik yaitu pasien dapat tertangani dengan tepat, setelah

diberikan tindakan status hemodinamik pasien menjadi lebih stabil.

Tindakan ini seringkali merupakan langkah “life saving” pada pasien yang
menderita kehilangan cairan yang banyak seperti dehidrasi karena muntah

mencret dan syok

c. Comparation

Tidak ada

d. Outcome

1) Keuntungan

a) Terapi cairan adalah salah satu terapi yang sangat menentukan

keberhasilan penanganan pasien kritis.

b) meningkatkan aliran pembuluh darah dan meningkatkan cardiac

output yang merupakan bagian terpenting dalam penanganan syok

2) Manfaaat

a) Untuk menangani gangguan airway, breathing dan circulation

b) Mampu menjelaskan manajemen pengelolaan resusitasi cairan pada

pasien dengan syok hipovolemi

c) Terapi cairan dapat meningkatkan aliran pembuluh darah dan

meningkatkan cardiac output yang merupakan bagian terpenting

dalam penanganan syok

3) Efek

Efek yang ditimbilkan apabila pasien tidak dapat tertangani dengan

tepat, setelah diberikan tindakan resusitasi cairan status hemodinamik

pasien menjadi tidak lebih stabil

4) Time
Pengkajian pertama dilakukan tanggal 13 juni 2019 dan pengkajian pada

kasus kedua dilakukuakn pada tanggal 16 juni 2019

3. Analiss Jurnal 3

“Pengaruh Terapi Cairan Ringer Laktat Terhadap Skor Kesadaran Glasslow

Coma Scale (Gcs) Pada Pasien Syok Hipovelemik Di Instalasi Gawat Darurat

Rsud Palembang Bari Tahun 2018”

a. Population

Populasi pada penelitian ini adalah penderita syok hipovelemik di

Instalasi Gawat Darurat RSUD Palembang.

b. Intervention

Pemberian terapi cairan Ringer laktat terhadap skor kesadaran GCS pada

pasien syok hipovelemik. pemberian resusitasi cairan dengan jenis dan

jumlah yang tepat diharapkan dapat meningkatkan status sirkulasi. Ringer

laktat adalah salah satu cairan kristaloid isotonik yang efektif mengisi ruang

iterstial, mudah disediakan, tidak mahal tidk menimbulkan reaksi alergi. Dan

dimana nilaii MAP sebelum dan sesudah pemberian resusitasi cairan

terdapat pengaruh resusitasi cairan terhadap peningkatan MAP

c. Comparation

Tidak ada

d. Outcome

 Keuntungan
a) Dapat diketahui adanya pengaruh terapi cairan linger laktat terhadap

skor kesadaran GCS Pada pasien syok hipovelemik di Istalasi Gawat

Darurat RSUD Palembang Bari.

b) Dapat menambah wawasan tentang pengaruh terapi cairan linger

laktat terhadap skor kesadaran GCS.

c) Ringer laktat adalah salah satu cairan kristaloid isotonik yang efektif

mengisi ruang iterstial, mudah disediakan, tidak mahal tidk

menimbulkan reaksi alergi.

 Manfaaat

a) Untuk memelihara , mengganti milieu interiur dalam batas-batas

fisiologi dengan cairan elektrolit atau koloid secara intavena

b) Diketahui adanya pengaruh terapi cairan linger laktat terhadap skor

kesadaran GCS Pada pasien syok hipovelemik di Istalasi Gawat

Darurat RSUD Palembang Bari.

c) Menanggulangi korban bencana

d) Mencegah kematian dan cacat pada pasien gawat darurat sehingga

dapat hidup dan berfungsi sebagaimana mestinya.

e) Untuk menjaga keseimbangan asam dan basa.

 Efek

Efek yang biasa ditimbulkan dari pemberian cairan Ringer laktat

adalah pasien terasa pusing, gatal-gatal, sakit perut, demam bahkan sulit

bernapas. Terapi cairan dibutuhkan kalau tubuh tidak dapat memasukkan


air, elektrolit dan zat-zat makanan secara oral misalnya, pada keadaaan

pasien harus puasa lama, karena pembedahan saluran cerna,perdarahan

banyak, syok hipovelemik

e. Time

Penelitian ini dilakukan selama 1 bulan dari 28 mei – 28 juni 2019

4. Latar Belakang

Syok merupakan gangguan sirkulasi yang diartikan sebagai tidak adekuatnya

transpor oksigen ke jaringan yang disebabkan oleh gangguan hemodinamik.

Gangguan hemodinamik tersebut dapat berupa penurunan tahanan vaskuler

sistemik, berkurangnya darah balik, penurunan pengisian ventrikel, dan sangat

kecilnya curah jantung. Berdasarkan bermacam-macam sebab dan kesamaan

mekanisme terjadinya, syok dapat dikelompokkan menjadi empat macam yaitu syok

hipovolemik, syok distributif, syok obstruktif, dan syok kardiogenik. Syok

hipovolemik merupakan keadaan berkurangnya perfusi organ dan oksigenisasi

jaringan yang disebabkan oleh berbagai keadaan. Penyebab utama syok hipovolemik

diantaranya adalah diare, muntah (dehidrasi), cidera akibat kecelakaan dan trauma,

jenis syok hipovolemik merupakan salah satu jenis syok dengan angka terbanyak

dibandingkan dengan syok lainnya

Menurut World Health Organization (WHO) cedera akibat kecelakaan setiap

tahunnya menyebabkan terjadinya 5 juta kematian diseluruh dunia. Angka kematian

pada pasien trauma yang mengalami syok hipovolemik di rumah sakit dengan

tingkat pelayanan yang lengkap mencapai 6%. Sedangkan 2 angka kematian akibat
trauma yang mengalami syok hipovolemik di rumah sakit dengan peralatan yang

kurang memadai mencapai 36% (Diantoro, 2014). Kasus syok hipovolemik yang

paling sering ditemukan adalah yang disebabkan oleh perdarahan. Oleh karena itu,

syok hipovolemik dikenal juga dengan sebutan syok hemoragik (Hardisman, 2013).

Syok hipovolemik yang disebabkan oleh perdarahan merupakan salah satu penyebab

kematian di negara dengan mobilitas tinggi. Salah satu penyebab terjadinya syok

hemoragik tersebut diantaranya adalah kecelakaan lalu lintas. Angka kematian pada

pasien trauma yang mengalami syok hipovolemik di rumah sakit dengan tingkat

pelayanan yang lengkap mencapai 6%, sedangkan di rumah sakit dengan peralatan

yang kurang memadai mencapai 36%.

Salah satu pengelolaan kedaruratan pada kasus syok hipovolemik adalah dengan

pemberian terapi cairan dan elektrolit. Terapi cairan dan elektrolit adalah salah satu

terapi yang menentukan keberhasilan penanganan pasien kritis. Resusitasi cairan

dapat membantu pasien dalam proses pemulihan karena efektif

5. Hasil Pencarian EBP

1. Jurnal 1

Literatur-literatur yang digunakan avidence based practice ini didapatkan

dari:

a. Jurnal : Pengaruh Resusitasi Cairan Terhadap Status Hemodinamik

(Map), Dan Status Mental (Gcs) Pada Pasien Syok Hipovolemik Di Igd

Rsud Dr. Meowardi Surakarta

b. Situs web: google scholar


c. Rentang jurnal: 2015

d. kata kunci: syok hipovolemik, resusitasi cairan

2. Jurnal 2

Literatur-literatur yang digunakan avidence based practice ini didapatkan

dari:

a. Jurnal: Pengelolaan Pasien Syok Hipovolemik Dengan Pemberian

Resusitasi Cairan Di Igd Rsud Tugurejo Semarang

b. Situs web: google scholar

c. Rentang jurnal: 2019

d. kata kunci: syok hipovolemik, resusitasi cairan, hemodinamik

3. Jurnal 3

Literatur-literatur yang digunakan avidence based practice ini didapatkan

dari:

a. Jurnal : Pengaruh Terapi Cairan Ringer Laktat Terhadap Skor

Kesadaran Glasslow Coma Scale (Gcs) Pada Pasien Syok Hipovelemik

Di Instalasi Gawat Darurat Rsud Palembang Bari Tahun 2018

b. Situs web : google scholar

c. Rentang jurnal : 2018

d. kata kunci : Skor kesadaran Glaslow coma scale (GCS),cairan Ringer

Laktat,Syok Hipovelemik
4. Rangkuman Research

NO JUDUL DESAIN INTERVENSI HASIL KESIMPULAN


1. Pengaruh Resusitasi Desain penelitian ini adalah Adapun intervensi pada  Nilai MAP sebelum o Berdasarkan penelitian

cairan Terhadap Status Pra Experiment dengan jurnal ini adalah pemberian resusitasi cairan yang telah dlakukan

Mental (GCS) Pada rancangan One group Pre- Pemberian Resusitasi pada pasien syok diperoleh hasil bahwa

Pasien Syok test and post-test design. Cairan Pada Pasien Syok hipovolemik. Berdasarkan semua responden

Hipovolemik Di IGD Dan dimana studi Hipovolemik dimana data hasil penelitian memiliki nilai MAP

RSUD DR.Meowardi populasinya adalah pasien pemberianya adalah: sebelum dilakukan dibawah normal

Surakarta dengan syok Hipovolemik Pemberian resusitasi resusitasi cairan semua sebelum dilakukan

di IGD RSUD Dr. cairan dengan jenis dan responden memiliki nilai resusitasi cairan

Moewardi Surakarta. jumlah yang tepat dan MAP tidak normal yaitu 23 dengan nilai terendah

cepat diharapkan dapat (100%) responden dengan dan tertinggi sebesar

meningkatkan status nilai minimum 60, 60 dan 67 mmHg.

sirkulasi.Dikarenakan maksimum 67, rerata 64.43 Sedangkan nilai MAP

terapi cairan dapat dan nilai rata-rata 64.43. sesudah diberikan

meningkatkan aliran pasien syok hipovolemik resusitasi cairan

pembuluh darah dan terjadi penurunan MAP terendah dan tertinggi

meningkatkan cardiac sekitar 15 % karena sebesar 60 dan 70

output yang merupakan kehilangan darah maupun mmHg.

bagian terpenting dalam tidak pada pasien trauma

penanganan syok. akan mengalami penurunan o Berdasarkan penelitian

tekanan darah arteri yang yang telah dlakukan

akan mempengaruhi curah diperoleh hasil bahwa

jantung dimana penyebab nilai GCS terndah dan

tersering dari syok. tertinggi sebesar 9 dan

 Nilai MAP Setelah 30 15 sebelum dilakukan

menit pemberian resusitasi resusitasi cairan.

cairan pada pasien syok Sedangkan nilai GCS

hipovolemik. terendah dan tertinggi

setelah diberikan

 Hasil penelitian resusitasi cairan

menunjukkan bahwa sebesar 9 dan 15.

setelah 30 menit diberikan

resusitasi cairan terjadi o Hasil penelitian

peningkatan nila MAP didapatkan bahwa

sebesar rerata 60% dapat resusitasi cairan

meningkatkan nilai MAP. berpengaruh terhadap


Cairan kristaloid yang perubahan status

mempunyai komposisi hemodinamik (MAP)

mirip dengan cairan dan status mental

ekstraseluler. Berfungsi (GCS). Hal ini

untuk mengganti menunjukkan bahwa

kehilangan darah. Cairan resusitasi cairan

tersebut berdifusi cepat memiliki kontribusi

kedalam ruang yang sangat penting

ekstraseluler sekitar 75%, untuk meningkatkan

diikuti tranfus darah dan status hemodinamik

koloidSelama 30 menit dan status mental

tersebut cairan kristaloid

mampu meresap keluar

vaskuler menuju

interstitial. Sampai terjadi

keseimbangan baru antara

plasma volume dan

interstitial

 Analisis perbedaan tekanan

MAP (Mean Arterial

Pressure) sebelum dan

sesudah 30 menit

pemberian resusitasi cairan.

Dari uji hasil wilcoxcon

perbedaan MAP sebelum

dengan sesudah resusitasi

cairan pada pasien syok

hipovolemik di RS. Dr.

Moewardi Surakarta

didapatkan niali p 0.000 (<

0.05) sehingga dapat

disimpulkan bahwa ada

pengaruh resusitasi cairan

terhadap peningkatana

MAP.

 Nilai GCS sebelum

pemberian resusitasi cairan


pada pasien syok

hipovolemik Berdasarkan

data hasil penelitian,

sebelum resusitasi cairan

responden memiliki nilai

GCS minimum yaitu 9,

nilai maksimum yaitu 15,

nilai rata-rata 12.3, standar

deviasi 1.953.

 Nilai GCS setelah 30 menit

pemberian resusitasi cairan

pada pasien syok

hipovolemik Hasil

penelitian menunjukkan

bahwa setelah 30 menit

dilakukan resusitasi cairan

terjadi peningkatan nilai

GCS dengan rerata 13.2.


2. Pengelolaan Pasien syok Design rancangan yang Penatalaksanaan syok Hasil observasi sebelum dan Pemenuhan status

Hipovolemik dengan penulis gunakan adalah hipovolemik tidak sesudah pemberian resusitasi hemodinamika sesudah

Pemberian Resusitasi penerapan evidence based terlepas dari penerapan cairan dilakukan tindakan pada

Cairan Di IGD RSUD practise tentang resusitasi algoritma ABC, dimana  Untuk Saturasi oksigen pasien syok hipvolemik

Tugu Rejo Semarang cairan pada kegawatan perawat gawat darurat Tidak terjadi perubahan yaitu terjadi peninkatan

dengan Syok Hipovolemik berperan untuk pada nilai saturasi oksigen tekanan darah sistole pada

di ruang IGD RSUD menangani gangguan pada responde pertama dan responden pertama sebesar

Tugurejo Semarang. airway, breathing dan kedua yaitu 100%. 33 mmHg dan pada

circulation segera.  Terjadi penurunan suhu responden kedua 20

pemberian manajemen tubuh setelah dilakukan mmHg, tekanan darah

pengelolaan resusitasi observasi, untuk responden diastole 48 mmHg pada

cairan pada pasien pertama tidak terjadi responden pertama dan 20

dengan syok penurunan dan pada mmHg pada responden

hipovolemik yaitu pasien responden kedua terjadi kedua, nilai MAP 43

dapat tertangani dengan penurunan sebanyak 0,3°C. mmHg pada responden

tepat, setelah diberikan Parameter suhu tubuh pertama dan 20 mmHg

tindakan status hipotermi jika suhu tubuh < pada responden kedua,

hemodinamik pasien 35,5°C, normotermi jika heart rate pada kedua

menjadi lebih stabil. suhu tubuh36-37,5°C, dan responden terjadi


hipertemi jika suhu tubuh > penurunan, terjadi

37,5°C, yang diukur penurunan suhu 0,3°C

dengan alat ukur pada responden ke dua,

thermometer. saturasi oksigen pada

 Respiration rate pada studi angka 100%, dan

kasus ini adalah frekuensi respiration rate pada kedua

rata-rata pernafasan pasien responden rata-rata pada

yang di hitung dalam satu angka 20-24.

menit.

 Terjadi perubahan

respiration rate pada kedua

responden yaitu yang

pertama dari RR 28 x/menit

menjadi 20 x/menit

sedangkan pada responden

kedua yaitu dari 24 x

/menit menjadi 20 x/menit..


3. Pengaruh Terapi Cairan Desain penelitian ini Adapu intervensi yang terdapat pengaruh dari Diketahuinya GCS pada

ringer Laktat Terhadap merupakan pre eksperimen dilakukan adalah: pemberian terapi cairan ringer pasien syok hipovolemik

Skor Kesadaran Glasgow dengan rancangan one laktar terhadap skor kesadaran sebelumpemberian terapi

Coma Scale (GCS) Pada group pretest pasttest. Pemberian Terapi Cairan GCS pada pasien syok cairan laktat 20 responden,

Pasien Syok Populasi pada penelitian ini Ringer laktat. Dapat hipovolemik dengn p value = sebanyak 9 (45%) skor

Hipovolemik Di Instalasi adalah semua pasien syok diketahui bahwa dari 20 0,000 kesadaranya 13.

Gawat darurat RSUD Hipovolemik responden sebelum Diketahui GCS pada

PALEMBANG BARI diberikan terapi cairan pasien syok hipovolemik

RL sebanyak 2(10%) setelah terapi pemberian

responden dengan cairan RL adalah sebanyak

gangguan skor kesadaran 10 (50%) skor kesadaranya

glas gow coma scale 15.

(GCS)9, sebanyak 3 Ada pengaruh terapi cairan

(15%) responden dengan ringer laktat terhadap skor

skor kesadaran (GCS)10, kesadaran (GCS) pada

sebanyak 1(5%) pasien syok hipovolemik

responden dengan dengan P=0,000

kesadaran (GCS) 11,

responden sebanyak 4

(20%) responden dengan


skor kesadaran (GCS) 13

dan sebanyak 1(5%)

responden dengan

gangguan kesadaran.

Skor kesadaran (GCS)

responden sesudah

diberikan intervensi

terapi cairan RL.

Diketahui sebanyak 20

responden sudah

diberikan intervensi

cairan RL sebanyak

1(5%) skor kesadaran

(GCS) 11, sebanyak

1(5%) responden dengan

skor (GCS) 12, sebanyak

3(15%) responden

dengan skor kesadaran

13, sebanyak 5 (25%)

responden dengan skor

kesadaran (GCS) 14 dan

sebanyak 10 (50%)

respondengn dengan

gangguan skor (GCS)

15..
5. Critical Analysis

NO Judul karya ilmiah, penulis Tujuan Metode (desain, sample, Hasil Komentar

dan tahun variable, instrumen

penelitian, analisis)
Pengaruh Resusitasi Tujuan penelitian ini Desain : Hasil penelitian penambahan penelitian

Cairan Terhadap Status adalah untuk Jenis penelitian yang didapatkan bahwa sebelumnya yang

Hemodinamik (Map), Dan mengetahui pengaruh digunakan adalah pra resusitasi cairan dicantumkan menambahkan

Status Mental (Gcs) Pada resusitasi terhadap experiment dengan berpengaruh terhadap kesesuaian dengan hasil yang

Pasien Syok Hipovolemik status hemodinamik rancangan one group pre perubahan status diperoleh dan dapat

Di Igd Rsud Dr. Meowardi (MAP), dan status test – post test design. hemodinamik (MAP) dan meninkatkan ide atau acuan

Surakarta.(Najib, mental (GCS) pada Sample : status mental (GCS). Hal penelitian selanjutnya terkait

Supriyadi, Iis.2019) pasien syok Sampel pada penelitian ini ini menunjukkan bahwa faktor faktor perbaikan pada

hipovolemik di IGD adalah semua pasien dengan resusitasi cairan memiliki pasien dengan syok

RSUD Dr. Moewardi syok hipovolemik yang kontribusi yang sangat hipovolemik

Surakarta tercatat sebagai pasien IGD penting untuk

RSUD Dr. Moeardi meningkatkan status

Surakarta selama bulan Mei hemodinamik dan status

– Juli 2015 sebanyak 23 mental pasien yang

responden.. mengalami syok

Variable : hipovolemik.sebesar

Status Hemodinamik rerata 60% dapat

(MAP), Status Mental meningkatkan nilai MAP.

(GCS), Responden syok

hipovolemik

Instrumen penelitian :

Teknik sampling yang

digunakan adalah Quota

sampling. Adapun kriteria

inklusi pada penelitian ini

adalah pasien syok

hipovolemik yang masuk

IGD RSDM, pasien dengan

salah satu atau lebih tanda

syok hipovolemik (nadi

lemah, tekanan darah turun,

penurunn kesadaran). Alat

pengumpulan data yang


digunakan dalam penelitian

ini adalah tensi meter yang

telah dikalibrasi, stetoskop

serta table glascow coma

scale (GCS) sebagai alat

observasi..

Analisis :

Analisis yang digunakan

pada penelitian ini adalah

analisis univariat dan

bivariat.

 Analisis univariat

dilakukan terhadap tiap

variabel dengan

menggunakan tendensi

sentral yang berupa

standar standar deviasi,

mean, frekuensi, dan

presentase sebagai dasar

untuk melakukan analisa

bivariate. Adapun

hasilnya yakni 1)

distribusi frekuensi

karakterisik berdasarkan

jenis kelamin responden

yakni menunjukan

bahwa jenis kelamin

kelompok pemberian

terapi resusitasi cairan

terbanyak adalah laki-

laki yaitu 15 responden

(65,2%), kemudian

disusul oleh jenis

kelamin perempuan

sebanyak 8 responden

(34,8%). 2) distribusi

frekuensi usia responden


menunjukan bahwa

karakteristik responden

berdasarkan umur paling

banyak pada rentang

usia 36-45 tahun

sebanyak 10 responden

(43,5%), kemudian

diikuti oleh rentang usia

26-35 tahun sebanyak 5

responden (21.7%), 4

responden berumur 17-

25 tahun (17.4%), 4

responden berusia 46-55

(17.4%). 3) distribusi

GCS sebelum dan

sesudah resusiias cairan

menunjukkan bahwa

tingkat GCS sebelum

resusitasi cairan dimana

tingkat somnolen

sebanyak 9 responden

(39.1%), composmentis

8 responden (34.8%),

apatis 6 responden

(26.1%). Untuk hasil

nilai GCS (Glascow

Coma Scale) sesudah

resusitasi cairan 7

responden pada tingkat

somnolen dengan

presentasi 30.4%,

composmentis 11

responden (47.8%), dan

apatis 5 responden

(21.7%).

 analisis bivariat pada

penelitian ini uji


Wilcoxon dengan

tingkat kemaknaan p =

0, 05. Dimana

didapatkan nilai

terendah dan tertinggi

MAP sebesar 60 dan 67

mmHg, nilai rata-rata

MAP sebesar 64.43

mmHg dengan standar

deviasi 2.59 sebelum

resusitasi cairan dan

nilai terendah dan

tertinggi sebesar 60 dan

67 mmHg, nilai rata-

rata MAP sebesar 72.65

mmHg dengan standar

deviasi 4.281 sesudah

resusitasi cairan. Hasil

uji Wilcoxcon

didapatkan nilai

signifikansi (p) 0.000

(<0.05), maka dapat

disimpulkan bahwa ada

pengaruh resusitasi

cairan terhadap

peningkatan MAP pada

pasien syok

hipovolemik di IGD

RSUD Dr. Moewardi

Surakarta.

nilai rata-rata GCS

sebesar 12.3 sebelum

resusitasi cairan dengan

standar deviasi 1.95 dan

nilai rata-rata GCS

sebesar 13.2 sesudah

resusitasi cairan dengan


standar deviasi 1.82.

Hasil uji Wilcoxcon

didapatkan nilai

signifikansi (p) 0.001

(<0.05), maka dapat

disimpulkan bahwa ada

pengaruh resusitasi

cairan terhadap tingkat

kesadaran pada pasien

syok hipovolemik di

IGD RSUD Dr.

Moewardi Surakarta.
Pengelolaan Pasien Syok Tujuan dari penelitian Desain : Pemenuhan status intervensi dan pemantauan

Hipovolemik Dengan ini adalah menjelaskan Metode rancangan yang hemodinamika sesudah yang dilakuakn dnegan

Pemberian Resusitasi manajemen pengelolaan penulis gunakan adalah dilakukan tindakan pada mengambil 2 responden

Cairan Di Igd Rsud resusitasi cairan pada penerapan evidence based pasien syok hipvolemik dnegan kasus yang berbeda

Tugurejo Semarang) (dina pasien dengan syok practise tentang resusitasi yaitu terjadi peninkatan dapat melihat perbedaan dan

purnama sari. 2018) hipovolemik di instalasi cairan pada kegawatan tekanan darah sistole pada kesamaan yang dapat ditarik

gawat darurat RSUD dengan Syok Hipovolemik responden pertama untuk kemudian dapat

Tugurejo Semarang. di ruang IGD RSUD sebesar 33 mmHg dan dikembangkan di penlitian

Tugurejo Semarang. pada responden kedua 20 selanunya

Sample : mmHg, tekanan darah

Sampel yang diambil yaitu diastole 48 mmHg pada

pasien dengan kegawatan responden pertama dan 20

Syok hipovolemik di Ruang mmHg pada responden

IGD RSUD Tugurejo kedua, nilai MAP 43

Semarang. Sebanyak 2 mmHg pada responden

responden pertama dan 20 mmHg

Variable : pada responden kedua,

Responden syok, terapi heart rate pada kedua

resusitas caitran responden terjadi

Instrumen penelitian : penurunan, terjadi

Analisis : penurunan suhu 0,3°C

pada responden ke dua,

saturasi oksigen pada

angka 100%, dan

respiration rate pada


kedua responden rata-rata

pada angka 20-24.


Pengaruh terapi cairan Tujuan dari penelitian Desain : terdapat peningkatan skor diperlukan observasi lebih

ringer laktat terhadap ini adalah untuk penelitian inimerupakan GCS pada pasien syok lanjur=t sebelum memulai

skor kesadaran glasslow menegetahui pegaruh penelitian pre eksprimen hipovolemik sebelum penelitian untuk kemudian

coma scale (gcs) pada terapi cairan ringer dengan rancangan one pemberian terapi cairan didapatkan data dan informasi

pasien syok hipovelemik di laktat terhadap skor group pretest postest dimana dari 20 respon yang lebih maksimal. Dimana

instalasi gawat darurat kesadaran coma scale Sample : terdapat sebanyak 9 dalam penelitian ini

rsud palembang bari (GCS) pada pasien syok 20 responden responen yang memiliki memasukkan keterbatasan

tahun 2018 (Amalia, hipovolemik di Variable : skor GCS 13 dan dalam penelitian dibagian

2018) instalansi gawat darurat Skor kesadaran glasgoew kemudian setelah pengumpulan data dan

RSUD Palembang Bari coma scale (GCS), Terapi ppemberian terapi informasi hal ini terjadi karna

cairan infus ringer laktat didapatkan sebanyak 15 adanya perbedaan yang

Instrumen penelitian : respon dengan skor GCS terjadi di lapangan salah

teknik pengambilan sampel 15. satunya ctatan rekam meds

dilakukan dnegan cara sehingga dapat dilihat responden yang minim

purposive sampling. bahwasanya terdapat

Instrumen yang digunakan pengaruh dari pemberian

adalah formulir observasi, terapi cairan ringer laktar

skala pengukuran skor terhadap skor kesadaran

kesadaran, tensimeter, GCS pada pasien syok

termometer, stetoskop, jam hipovolemik dengn p

tangan untuk mengukur nadi value = 0,000

dan bedside monitor

Analisis :

 distribusi frekuensi skor

GCS seebleum

intervensi didapatkan 2

respon memiliki skor

GCS 9, 3 responden

dengan skor GCS 10, 1

respnden dengan skor

GCS 11, 4 responden

dengan skor GCS 12, 9

responden dengan skor

GCS 13, dan 1

responden dengan skor


GCS 14

 distribusi frekuensi skor

GCS sesudah intervensi

didaptkan 1 responden

dengan GCS 11, 1

respondenn dengan GCS

12, 3 responden dengan

GCS 13, 5 responden

dengan GCS 14, dan 10

responden dengan GCS

15

 analisa bivariat dengan

membandingkan skor

GCS responden sebelum

dan sesudah intervensi

didaptkan hasil rata –

rata skor kesadaran GCS

responden sebelum

intervensi terapi cairan

RL adalah 11,9 dengan

nilai median 12,5 dan

standar deviasi adalah

1,52 serta nilai

minimum maksimum

adalah 9 – 14.

Sedangkan nilai rata –

rata skor kesadaran GCS

responden sesdudah

intervensi terapi RL

adalah 14,1 dengan nilai

median 14,5 dan standar

deviasi adalah 1,16 serta

minumum maksimum

adalah 11 -15.

 Berdasarkan hasil uji

wilcoxon didapatkan

hasil P value + 0,000


yang berrti h0 ditolak

dan ha diterima, ini

menunjukkan bahwa ada

pengatuh yang

signifikan terapi cairan

ringer laktat terhadap

skor kesadaran GCS

pada pasien syok

hipovolemik
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Syok yaitu hambatan di dalam peredaran darah perifer yang

menyebabkan perfusi jaringan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sel

akan zat makanan dan membuang sisa metabolisme ( Theodore, 93 ), atau

suatu perfusi jaringan yang kurang sempurna. Perfusi organ secara

langsung berhubungan dengan MAP yang ditentukan oleh volume darah,

curah jantung dan ukuran vaskuler.

Tanda dan gejala syock terlihat berbeda beda tergantung pada

tahapan syock yang dialami. Namun secara umum Diagnosa klinis syock

dinyatakan bila : sistolik kurang dari 80 mmhg, oliguria, asidosis

metabolic, dan perfusi jaringan jelek. Sedang ditingkat sel, fenomena

akibat suplai oksigen yang tidak adekuat yaitu terjadinya : metabolisme

anaerob, akumulasi asam laktat mikokondria bengkak, sel tidak mampu

menggunakan substrat untuk membuat ATP, mikrosom bengkak dan

membran ruptur sehingga terjadi digesti intraseluler

Jenis syok dapat dikenal melalui penyebabnya yaitu syok

hipovolemik, septic, kardiogenik, neurogenik, dan anafilaktik.


B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka kami selaku penulis berpesan

kepada semua khusunya bagi tenaga kesehatan agar di dalam setiap

tindakan keperawatan selalu mendahulukan kebutuhan klien sebagaimana

mestinya. Bagi seorang mahasiswa perawat hendaknya dapat mempelajari

lebih dalam tentag syok secara teoritis.Aagar terwujud suatu lembaga

kesehatan yang memiliki sarana dan prasarana yang memadai maka

penulis menyarankan kepada lembaga kesehatan hendaknya lebih

mengutamakan fasilitas kebutuhan oksigenasi sebagai kebutuhan utama

manusia.
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Uly. 2018. Pengaruh Terapi Cairan Ringer Laktat Terhadap Skor
Kesadaran Glasslow Coma Scale (Gcs) Pada Pasien Syok Hipovelemik Di
Instalasi Gawat Darurat Rsud Palembang Bari Tahun 2018.
http://repository.stik-sitikhadijah.ac.id/281/1/B21612035P.pdf

Hidayatulloh, Muh Ainun Najib., Supriyadi., Iis Sriningsih. 2015. Pengaruh


Resusitasi Cairan Terhadap Status Hemodinamik (Map), Dan Status
Mental (Gcs) Pada Pasien Syok Hipovolemik Di Igd Rsud Dr. Meowardi
Surakarta.
http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/index.php/jikk/article/download/376
/397.

Sari, Dina Purnama. 2019. Pengelolaan Pasien Syok Hipovolemik Dengan


Pemberian Resusitasi Cairan Di Igd Rsud Tugurejo Semarang.
http://repository.poltekkes-smg.ac.id/repository/24.%20NASKAH
%20PUBLIKASIi.pdf

Price, Sylvia A, Lorraine M Wilson: Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses


Penyakit, Jakarta, 2013, EGC

Wijaya, Ip,2014,Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid III,Ed VI.Interna


Publishing, Jakarta.

Patrick, gaskins. 2013. “Asuhan Keperawatan pada Klien dengan syok


hipovolemik” http://jrpatrickgaskins.blogspot.com (diakses tgl: 15 april
2021)

Anda mungkin juga menyukai