Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS LEVEL ARGUMENTASI ILMIAH PADA PERISTIWA

TERBENTUKNYA PELANGI MASYARAKAT KOTA SURABAYA

Diyah Prasasti Listiantomo1, Fika Dina Aprilia2


190301840471, 190301840032
Jurusan Pendidikan Fisika, Universitas Negeri Surabaya
Jl. Ketintang, Surabaya 6023, Indonesia
e-mail: diyah.19047@mhs.unesa.ac.id

Abstrak
Argumentasi merupakan salah satu tujuan penting di era pembelajaran modern karena
merupakan langkah dasar untuk mempromosikan proses berpikir kritis dan sastra sains yang
mengaitkan kemampuan mengaitkan klaim, bukti ilmiah dan alasan yang rasional. Penelitian ini
dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis level argumentasi masyarakat kota Surabaya pada
peristiwa terbentuknya pelangi. Metode pada penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Data
penelitian ini diperoleh dari kuesioner yang dibagikan melalui media sosial kepada masyarakat kota
Surabaya yang telah diisi oleh 70 responden. Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian
ini yaitu teknik analisis deskriptif kualitatif yang akan dikategorikan dalam tingkat argumentasi
yang diadaptasi dari pola argumentasi Toulmin. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diperoleh kesimpulan bahwa masyarakat kota Surabaya memiliki pengetahuan dan pemahaman
yang cukup luas dan baik yang berkaitan dengan peristiwa terbentuknya pelangi. Kemampuan
responden ketika memberikan suatu argumentasi ilmiah rata-rata mencapai pada level 3 dimana
klaim dan bukti kuat serta hubungan antar komponen merupakan argumen yang kuat. Namun ada
beberapa subjek yang tidak mampu untuk menjelaskan argumentasi ilmiahnya tanpa didukung oleh
adanya ilmu pengetahuan yang hanya dimiliki.

Kata kunci : Argumentasi Ilmiah, Pelangi, Level Argumentasi.

1
Abstract

Argumentation is one of the important goals in the era of modern learning because it is a
basic step to promote critical thinking processes and scientific literature that links the ability to
relate claims, scientific evidence and rational reasons. This research was conducted with the aim of
analyzing the level of argumentation of the people of Surabaya on the event of the formation of a
rainbow. The method in this study is a qualitative descriptive method. The data of this study were
obtained from questionnaires distributed through social media to the people of the city of Surabaya
which had been filled out by 70 respondents. The data analysis technique used in this study is a
qualitative descriptive analysis technique which will be categorized in the level of argumentation
adapted from Toulmin's argumentation pattern. Based on the research that has been done, it can be
concluded that the people of the city of Surabaya have a fairly broad and good knowledge and
understanding related to the event of the formation of a rainbow. The respondent's ability when
giving a scientific argument averages at level 3 where the claims and evidence are strong and the
relationship between components is a strong argument. However, there are some subjects who are
unable to explain their scientific arguments without being supported by the knowledge they only
have.

Keywords: Scientific Argument, Rainbow, Argument Level.

2
PENDAHULUAN

Argumentasi hakikatnya adalah pendapat. Apa yang didapatkan adalah masalah.


Argumentasi biasanya adalah jenis tulisan yang bertolak dari hal yang mempertanyakan. Mengapa
lalu lintas selalu macet? Mengapa hari semakin terik? Setiap jawaban yang bertolak dari alasan
adalah argumentasi (Suwarna, 2012:78). Argumentasi bertujuan meyakinkan pembaca agar mereka
percaya atau sependapat dengan apa yang diyakini penulis.
Dalam kegiatan menulis argumentasi kita pasti akan menggunakan logika kita untuk
menyusun sebuah kalimat sehingga kalimat tersebut menjadi kalimat yang dapat dipahami dan
dapat digunakan sebagai dasar untuk membuktikan sesuatu hal itu kepada para pembaca. Mengingat
logika erat kaitannya dengan kegiatan berpikir, dan berpikir erat kaitannya dengan bahasa, maka
hubungan antara bahasa dan berpikir logis nampak bagaikan dua sisi mata uang. Dalam karangan
argumentasi logika sangat berperan penting dalam menyusun sebuah kata, kemudian menjadi
sebuah kalimat yang dapat dipahami para pembaca.(Russyda,2019).
Pola argumentasi dan mengembangkan kerangka argumentasi sebagai dasar perspektif
teoritis terhadap argumen diusulkan pertama kali oleh Toulmin. Dalam Erduran et al (2004)
memakai pola argumentasi Toulmin untuk menganalisis argumentasi yang sudah familiar yaitu
TAP (Toulmin’s Argument Pattern). Toulmin Argumentation mempunyai kesamaan terhadap
argumentasi keseharian untuk mempermudah tugas analisis mengaitkan berbagai bagian terutama
dengan cara memfasilitasi konseptualisasi arti argumen, sehingga pola argumentasi Toulmin
merupakan sebuah pola argumen yang digagas oleh Stephen Toulmin (2003) dalam mengukur dan
mengidentifikasi kualitas argumentasi seseorang, Toulmin membuat klasifikasi 6 (enam) elemen
penting pada sebuah argumen antara lain claims, grounds, backing, qualifier, warrants dan rebuttals.
Pengertian argumentasi telah banyak didefinisikan oleh ahli diantaranya yaitu ; argumentasi
tidak hanya merupakan sebuah pemikiran logis tentang suatu teori, tetapi juga klaim disertai
pembelaan bahwa suatu teori adalah benar [4]. Selain itu menurut Mcneill argumentasi adalah
kegiatan membandingkan teori dengan memberikan penjelasan disertai data yang logis [5]. Ada
beberapa unsur dalam argumentasi yaitu pertama adalah klaim yang merupakan pendapat atau
kesimpulan hasil berpikir seseorang. Kedua, data yang merupakan fakta yang digunakan dalam
mendukung klaim. Ketiga warrants atau alasan untuk menghubungkan antara data dan klaim.
Keempat, backing atau asumsi teoritis yang mendukung alasan yang diberikan. Kelima, Qualifiers
atau batasan atau prasyarat dari klaim. Kelima, Rebuttal atau sanggahan. Unsur kelima ini menjadi
unsur tertinggi dari level argumentasi dengan syarat memiliki dasar dari unsur lain sebelumnya
yang memadai (Ninda,2018).

3
Argumentasi merupakan salah satu tujuan penting di era pembelajaran modern karena
merupakan langkah dasar untuk mempromosikan proses berpikir kritis dan sastra sains. Argumen
diproses yang digunakan oleh seseorang untuk menganalisis informasi tentang suatu topik dan
kemudian hasil analisisnya dikomunikasikan kepada orang lain (Warnick, 2015). Argumentasi
adalah proses memperkuat suatu klaim melalui analisis berpikir kritis berdasarkan dukungan
dengan bukti-bukti dan alasan yang logis. Bukti-bukti ini dapat mengandung fakta atau kondisi
objektif yang dapat diterima sebagai suatu kebenaran. Kualitas argumentasi atau kuat lemahnya
suatu argumentasi (klaim) ditentukan oleh pemahaman suatu konsep yang didukung data/bukti,
warrant, backing dan bagaimana kita mengkonstruk komponen komponen tersebut sehingga dapat
meyakinkan (Rahmawati, 2020).
Kemampuan berargumentasi tidak didapatkan dengan mudah tanpa disertai dengan latihan
berkelanjutan (Kuhn, 2013 dalam Wardani, A.D, dkk., 2016). Ada banyak strategi yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kemampuan argumentasi ilmiah. Berdasarkan studi literatur, telah
ditemukan beberapa strategi yang digunakan seperti mengembangkan perangkat pembelajaran
(instructional content) berbasis argumentasi ilmiah (Berland & McNeill, 2010), dan membentuk
kelompok kecil dalam aktivitas lab (Yun & Kim, 2015).. Pada dasarnya untuk meningkatkan
kemampuan argumentasi ilmiah siswa dapat dilakukan melalui aktivitas ilmiah (Manz, 2015).
Namun, dari kajian literatur yang dilakukan belum banyak yang memanfaatkan perkembangan
teknologi dalam upaya meningkatkan kemampuan argumentasi ilmiah. Padahal penggunaan
teknologi dalam pendidikan menjadi sangat penting di era revolusi industri 4.0 ini.
Peristiwa dispersi cahaya yang terjadi secara alami adalah peristiwa terbentuknya pelangi.
Pelangi terbentuk dari cahaya matahari yang diuraikan oleh titik-titik air hujan di langit.
(Erixon,2015). Cahaya matahari yang kita lihat berwarna putih. Namun, sebenarnya cahaya
matahari tersusun atas banyak cahaya berwarna. Sifat-sifat cahaya dapat dimanfaatkan dalam
pembuatan berbagai macam alat, di antaranya periskop, teleskop, kaleidoskop, dan lup. Alat-alat
tersebut sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari (Rosmadi,2018)
Masyarakat sering sekali melihat pelangi tetapi masih banyak yang belum mengetahui
terkait terbentuknya pelangi. Pelangi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah lengkungan
warna spektrum di langit sebagai akibat adanya pembiasan sinar matahari oleh titik hujan atau
embun. Semua warna yang dihasilkan oleh pelangi berawal dari cahaya matahari. Matahari itu
sendiri memiliki beberapa warna yang disebut polikromatik. Cahaya yang dapat ditangkap jelas
oleh mata manusia hanya ada tujuh warna yaitu merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu
(mejikuhibiniu). Ke tujuh cahaya inilah yang dikenal sebagai cahaya tampak.

4
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di kota Surabaya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
kualitatif. Metode deskriptif kualitatif digunakan untuk menganalisis argumentasi ilmiah pada
peristiwa terbentuknya pelangi. Penelitian ini dilakukan dengan melibatkan 100 responden.
Responden pada penelitian ini adalah masyarakat kota Surabaya.
Pada penelitian ini data diperoleh dari kuesioner yang dibagikan melalui media sosial
kepada masyarakat kota Surabaya. Dimana pada kuesioner ini terdiri dari 7 pertanyaan sesuai
dengan topik penelitian yaitu terkait peristiwa terbentuknya pelangi. Berdasarkan data yang
diperoleh dari kuesioner selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan Teknik analisis data
yaitu Teknik analisis deskriptif kualitatif. Data pada penelitian ini yang diperoleh dari kuesioner
terkait dengan argumentasi ilmiah masyarakat kota Surabaya pada peristiwa terbentuknya pelangi
dianalisis dengan menggunakan rubrik observer yang diadaptasi dari Toulmin. Data telah
dikategorikan ke dalam tingkat argumentasi yang diadaptasi dari pola argumentasi Toulmin
berdasarkan tabel 1.

Identifikasi Masalah
Pembuatan Kuesioner

Pengambilan Data Share kuesioner

Pengisian Kuesioner

Menganalisis Data

Kesimpulan

Gambar 1. Desain Penelitian

5
Tabel Argumen Penskoran Matriks
(Diadaptasi dari Pola Argumentasi Toulmin)

Tingkatan Kriteria

1 a. Argumen yang sangat lemah


b. Klaim tidak valid dan data tidak dapat diandalkan
c. Hubungan antara klaim , data dan warrant sangat lemah
d. Hubungan antar argumen tidak ada komponen

2 a. Argumen yang cukup bagus


b. Klaim tidak memadai dan data tidak cukup baik
c. Hubungan antara klaim dan bukti cukup baik
d. Hubungan antar komponen adalah argumen yang cukup

3 a. Argumen yang kuat


b. Klaim valid , data kuat dan dijamin bagus
c. Hubungan antara klaim dan bukti kuat
d. Hubungan antar komponen merupakan argumen yang kuat

4 a. Argumen sangat kuat


b. Klaim sangat valid , data untuk memperjelas klaim termasuk yang
bukti yang kuat
c. Hubungan antara klaim dan bukti sangat kuat
d. Hubungan antar komponen argumen sangat kuat

HASIL DAN PEMBAHASAN


Argumentasi ilmiah berperan untuk menyajikan dan mengatasi kesenjangan antara gagasan
dan bukti melalui pernyataan yang valid. Lebih lanjut Berland dan Hammer (2012) menyebutkan
bahwa seseorang mempunyai kemampuan argumentasi melalui pencapaiannya dalam memahami
fenomena yang dialaminya, mengemukakan pemahamannya dan meyakinkan orang lain agar
menerima gagasannya. Untuk mencapai hal itu, mereka harus mengkonstrak dan mendukung
pernyataan dengan bukti dan penalarannya, mempertanyakan yang mempertahankan ide dan jika
perlu merevisi pernyataannya atau pernyataan yang diajukan orang lain.

6
Berdasarkan hasil angket yang telah kami buat terkait Argumentasi Ilmiah tentang
terbentuknya Pelangi telah diisi oleh 70 responden yaitu masyarakat Surabaya diperoleh hasil
berikut :

Grafik Hubungan Antara Pertanyaan


dan Tingkat Argumentasi
4.5
4
3.5
3
2.5 Level
Level

2
1.5
1
0.5
0
1 2 3 4 5 6 7
Pertanyaan

Grafik 1. Hubungan antara pertanyaan dan tingkat argumentasi

Berdasarkan grafik 1 terkait hubungan antara pertanyaan dan tingkat argumentasi


masyarakat kota Surabaya menunjukkan bahwa rata-rata tingkat argumentasi masyarakat kota
Surabaya terkait peristiwa terbentuknya pelangi berada pada level 3. Hal ini dapat dilihat bahwa
masyarakat Surabaya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup luas dan baik terkait
dengan terbentuknya pelangi.
Rata-rata responden yang menjawab benar pada pertanyaan berikut :
"Apa sebenarnya pelangi itu ?"
Berdasarkan data yang telah diperoleh dari pengisian kuesioner oleh masyarakat kota
Surabaya sebagian besar para responden memberikan jawaban yang sama. Para responden
menjelaskan pengertian dari pelangi yang berkaitan dengan ilmu sains. Sehingga para responden
dapat menyampaikan argumentasi ilmiahnya pada pertanyaan tersebut. Berikut beberapa jawaban
dari responden antara lain:
● Pelangi adalah fenomena meteorologi yang disebabkan oleh refleksi, refraksi, dan difraksi
cahaya dalam tetesan air yang menghasilkan spektrum cahaya yang muncul di langit. Pelangi
biasanya bentuk busur melingkar berwarna-warni.(NA)
● Pelangi adalah fenomena langit yang diakibatkan oleh refleksi dari tetesan air hujan ke cahaya
matahari sehingga menghasilkan spektrum cahaya yang berwarna warni. (DA)
"Bagaimana proses terbentuknya pelangi menurut sains? (Boleh search google)"

7
Berdasarkan data yang telah diperoleh dari pengisian kuesioner oleh masyarakat kota
Surabaya terdapat beberapa subjek memberikan jawaban yang sedikit berbeda antara responden
satu dan lainnya. Para responden dapat memberikan jawaban yang benar, sesuai dan lengkap
dengan ilmu sains yang ada terkait dengan proses terbentuknya pelangi. Sehingga para responden
dapat menyampaikan argumen ilmiahnya pada pertanyaan tersebut. Berikut beberapa jawaban dari
responden antara lain:
● Menurut blog ilmugeografi.com, pelangi terbentuk karena adanya pembiasan sinar matahari
(cahaya) yang dibelokkan berpindah tempat ke arah lain dari perjalanan satu medium ke
medium lainnya oleh tetesan air yang ada di atmosfer. Sinar matahari melewati tetesan air.(IM)
● Proses terjadinya pelangi melibatkan beberapa unsur. Mulai dari tetesan air hujan, cahaya
matahari, serta udara atau atmosfer bumi. Dalam hal ini, cahaya matahari memasuki tetesan-
tetesan air hujan, dengan gerakan yang lambat dan menekuk saat bergerak dari udara menuju
air yang lebih padat. Saat sudah masuk ke dalam tetesan air, cahaya yang terdiri dari banyak
panjang gelombang warna akan memantulkan bagian dalam tetesan air hingga terlihat warna-
warna yang terbentuk. Selanjutnya, saat cahaya mulai keluar dari tetesan air maka akan
memunculkan cahaya berwarna-warni yang dikenal dengan pelangi." (SN)
"Mengapa pelangi selalu muncul / tidak selalu muncul setelah hujan?"
Berdasarkan data yang telah diperoleh dari pengisian kuesioner oleh masyarakat kota
Surabaya pada soal ini sebanyak 35,8 % berpendapat bahwa pelangi selalu muncul setelah hujan
dan sebanyak 65,2% berpendapat bahwa pelangi tidak selalu muncul setelah hujan. Meskipun
terdapat perbedaan pendapat antar responden, namun responden memberikan suatu penguatan
terhadap pendapatnya dengan mengaitkan alasan mereka berpendapat dengan mengaitkan dengan
sains. Sehingga para responden mampu untuk berargumentasi ilmiah. Pada pertanyaan ini para
responden masih belum benar-benar memahami terkait pertanyaan tersebut. Berikut beberapa
alasan dari responden yang menjawab pelangi selalu muncul setelah hujan dan pelangi yang tidak
selalu muncul setelah hujan antara lain:
● Berpendapat pelangi selalu muncul setelah hujan karena proses terjadinya pelangi
membutuhkan 2 unsur yaitu cahaya dan air.(AR)
● Berpendapat pelangi tidak selalu muncul setelah hujan karena setelah hujan belum tentu terjadi
proses dispersi cahaya.(NF)
Pada pertanyaan tersebut jawaban yang benar adalah hujan tidak selalu muncul setelah hujan
karena hujan hanya menjadi perantara untuk munculnya pelangi. Hal ini karena cahaya matahari
menyinari tetesan pada sudut yang tepat. Itulah yang memunculkan pelangi. Padahal pelangi bisa
muncul kapan saja. Pelangi akan muncul ketika terdapat tetesan air di udara walaupun tidak hujan.

8
Tetesan tersebut akan dipantulkan sinar matahari sehingga membentuk warna-warna indah (Vania,
2020).

PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa masyarakat kota
Surabaya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup luas dan baik yang berkaitan dengan
peristiwa terbentuknya pelangi. Pada penelitian ini masyarakat kota Surabaya yang memiliki urutan
terbaik dengan urutan yang sedang menempuh pendidikan perguruan tinggi kemudian menempuh
pendidikan di sekolah menengah akhir kemudian menempuh pendidikan di sekolah mengenai
pertama dan dilanjutkan oleh semua masyarakat kota Surabaya. Kemampuan para responden ketika
memberikan suatu argumentasi ilmiah rata-rata mencapai pada level 3 dimana klaim dan bukti kuat
serta hubungan antar komponen merupakan argumen yang kuat. Namun ada beberapa subjek yang
tidak mampu untuk menjelaskan argumentasi ilmiahnya tanpa didukung oleh adanya ilmu
pengetahuan yang hanya dimiliki.

Saran
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian terkait analisis level argumentasi
ilmiah masyarakat dengan memiliki banyak referensi lain yang lebih banyak lagi agar dapat
melakukan penelitian dengan hasil yang lebih baik lagi. Serta dengan adanya jurnal ini yang
berkaitan dengan sains yaitu pada proses terjadinya pelangi maka diharapkan kedepannya untuk
terus mengembangkan pengetahuan dan pemahaman terutama untuk masyarakat kota Surabaya
pada bidang sains mengenai peristiwa terbentuknya pelangi.

DAFTAR PUSTAKA
Berland, L. K., & McNeill, K. L. (2010). A learning progression for scientific argumentation:
Understanding student work and designing supportive instructional contexts. Science
Education, 94(5), 765–793. https://doi.org/10.1002/sce.20402
Erduran, S., Simon., dan Osborne J. (2004). Tapping Into Argumentation Developments In The
Application Of Toulmin’s Argument Pattern for Studying Science Discourse. Science
Education.
Manz, E. (2015). Representing student argumentation as functionally emergent from scientific
activity. Review of Educational Research, 85(4), 553–590.
https://doi.org/10.3102/003465431455849 0

9
Sumarsono. 2012. Sosiolinguistik. Yogyakarta: SABDA
Wardani, A.D. 2016. Kemampuan Argumentasi Ilmiah dan Pemecahan Masalah Fisika Siswa SMA
pada Materi Gaya dan Gerak. Pros. Semnas Pend. IPA Pascasarjana UM. (I), ISBN: 978-
602-9286-21-2
Yun, S. M., & Kim, H. B. (2015). Changes in students’ participation and small group norms in
scientific argumentation. Research in Science Education, 45(3), 465–484.
https://doi.org/10.1007/s11165- 014-9432-z
Rossa, Vania. (2020). “Fakta Tentang Pelangi, Benarkah Hanya Muncul Setelah Hujan?”,
(https://lampung-suaracom.cdn.ampproject.org/v/s/lampung.suara.com/amp/read/
2020/12/31/171901/fakta-tentang-pelangi-benarkah-hanya-muncul-setelah-hujan?
amp_js_v=a6&amp_gsa=1&usqp=mq331AQKKAFQArABIIACAw%3D
%3D#aoh=16532322460438&amp_ct=1653232257264&referrer=https%3A%2F
%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s&ampshare=https%3A%2F
%2Flampung.suara.com%2Fread%2F2020%2F12%2F31%2F171901%2Ffakta-tentang-
pelangi-benarkah-hanya-muncul-setelah-hujan), di akses pada Ahad, 22 Mei 2022.

10

Anda mungkin juga menyukai