Anda di halaman 1dari 32

1

LAPORAN KASUS

KEHAMILAN POSTTERM

Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya


KSM Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSD dr. Soebandi Jember

Oleh:
Lendy Nusa Bika Ika 1870174

Pembimbing:
dr. Endang Ma’ruf Randi, Sp.OG

KSM/LAB OBSGYN RSD DR. SOEBANDI JEMBER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
SURABAYA
2019
1

LAPORAN KASUS

KEHAMILAN POSTTERM

Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya


KSM Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSD dr. Soebandi Jember

Oleh:
Lendy Nusa Bika Ika 1870174

Pembimbing:
dr. Endang Ma’ruf Randi, Sp.OG

KSM/LAB OBSGYN RSD DR. SOEBANDI JEMBER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
SURABAYA
2019
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................
2.1 Definisi.......................................................................................................
2.2 Epidemiologi...............................................................................................
2.3 Mekanisme Terjadinya Persalinan..............................................................
2.4 Etiologi.......................................................................................................
2.5 Patofisiologi................................................................................................
2.6 Diagnosis....................................................................................................
2.7 Komplikasi..................................................................................................
2.8 Tatalaksana.................................................................................................
2.9 Prognosis.....................................................................................................
BAB 3 LAPORAN KASUS.............................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................

ii
4

BAB 1
PENDAHULUAN

Kehamilan postterm sering dikaitkan dengan peningkatan mortalitas


dan morbiditas fetal, neonatal, serta ibu hamil. Kehamilan yang masih
bertahan di usia gestasi 37-43 minggu masih menjadi salah satu masalah
besar yang berkontribusi terhadap kematian neonatal daripada kematian
akibat komplikasi dari prematuritas atau sindrom kematian bayi mendadak. 8

Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dihitung


dari hari pertama haid terakhir (HPHT). Kehamilan aterm ialah usia
kehamilan antara 38-42 minggu dan ini merupakan periode terjadinya
persalinan normal. Namun, sekitar 3,4-14% atau rata- rata 10% kehamilan
berlangsung sampai 20 minggu atau lebih.1,2
Kehamilan postterm terutama berpengaruh pada janin tertutama pada
perkembangan sampai terjadinya kematian janin. Ada janin yang dalam
masa kehamilan 42 minggu atau lebih berat badannnya terus meningkat, ada
yang tidak bertambah, ada yang lahir dengan berat badan kurang dari
semestinya atau meninggal dalam kandungan karena kekurangan zat
makanan dan oksigen. Kehamilan postterm mempunyai hubungan erat
dengan mortalitas, morbiditas perinatal, ataupun makrosomia.Sementara itu
risiko bagi ibu dengan kehamilan postterm dapat berupa perdarahan pasca
persalinan ataupun tindakan obstetrik yang meningkat. Berbeda dengan
angka kematian ibu yang cenderung menurun, kematian perinatal tampaknya
masih menunjukkan angka yang cukup tinggi. Sehingga pemahaman dan
penatalaksanaan yang tepat terhadap kehamilan postterm akan memberikan
sumbangan besar dalam upaya menurunkan angka kematian, terutama
kematian perinatal. 1,2
Peningkatan mortalitas fetal akibat persalinan postterm dapat dicegah
dengan induksi persalinan pada kehamilan term (cukup bulan). Namun, baik
dokter maupun pasien harus memahami resiko induksi persalinan, meliputi
hiperstimulasi uterus, gagal induksi, maupun peningkatan jumlah sectio
cesarea.8

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Berikut merupakan definisi kehamilan postterm adalah sebagai berikut:
a. Kehamilan postterm adalah suatu kehamilan yang berlangsung pada
atau melebihi 42 minggu atau 294 hari.
b. Kehamilan postdate adalah suatu kehamilan yang berlangsung
melebihi 40 minggu ditambah satu hari atau lebih (setiap waktu yang
melebihi tanggal perkiraan lahir)
c. Prolonged pregnancy adalah semua kehamilan yang melebihi 42
minggu, merupakan sinonim dari postterm.
Menurut Prawirohardjo, Kehamilan postterm, disebut juga kehamilan
serotinus, kehamilan lewat waktu, kehamilan lewat bulan, prolonged pregnancy,
extended pregnancy, post-date/pos datisme atau pasca maturitas, adalah;
kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294) hari atau lebih, dihitung
dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-
rata 28 hari.1,3
Kehamilan postterm didefinisikan sebagai kehamilan pada atau lebih dari
42 minggu (294 hari), atau taksiran persalinan + 14 hari. Istilah kehamilan yang
berkepanjangan (prolonged pregnancy), postdates dan postdatism adalah sinonim
yang digunakan untuk menggambarkan kondisi yang sama. Istilah postdate dan
kehamilan jangka panjang tidak jelas dan sebaiknya dihindari. 3
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian kehamilan postterm bervariasi antara 3,4-14% dengan
rata-rata sebesar 10%. Hal ini sangat bergantung pada kriteria yang digunakan
untuk mendiagnosis kehamilan postterm.1
2.3 Mekanisme Terjadinya Persalinan
Proses kehamilan dipertahankan oleh berbagai mekanisme yang kompleks.
Dalam keadaan normal, kondisi ini akan selalu dipertahankan sampai kehamilan
mencapai usia genap bulan. Sampai saat ini bagaimana proses persalinan dimulai
belum diketahui dengan jelas, sehingga timbul beberapa hipotesis yang diduga

2
3

mendasari terjadinya persalinan yaitu;


a. Teori rangsangan oksitosin.
b. Teori penurunan progesteron
c. Teori kortisol janin.
d. Teori prostaglandin.
e. Struktur uterus, nutrisi, sirkulasi dan syaraf.
f. Mekanisme penurunan kepala janin.

Persalinan dimulai dengan labor, kontraksi ritmik uterus yang


mendorong fetus ke dunia luar. Sinyal yang memicu kontraksi ini dapat
dimulai pada ibu atau janin, atau kombinasi keduanya. Pada sebagian besar
mamalia bukan manusia, penurunan kadar progesteron dan estrogen menandai
awal persalinan. Penurunan kadar progesteron adalah logis karena
progesteron menghambat kontraksi uterus. Namun, kadar hormon-hormon
tersebut pada manusia tidak menurun sebelum proses persalinan benar-benar
berlangsung.4 Pada proses persalinan, penurunan progesteron tidak
disebabkan karena kadar progesteron plasma yang menurun, tetapi karena
adanya perubahan respon miometrium terhadap progesteron melalui
perubahan ekspresi PR (Progesteron reseptor). Pada kehamilan aterm,
ekspresi PR-A meningkat dan menekan fungsi PR-B sehingga terjadi
withdrawal fungsional dari progesteron.5 Kemungkinan lain pemicu proses
persalinan adalah oksitosin, hormon peptida yang menyebabkan kontraksi
uterus. Saat kehamilan mendekati akhir, jumlah reseptor oksitosin uterus terus
meningkat.4

Kemungkinan lain adalah bahwa janin memberi sinyal bahwa


perkembangannya sudah lengkap. Salah satu teori yang didukung bukti klinis
adalah bahwa hormon penglepas kortikotropin (CRH) yang disekresi oleh
plasenta merupakan sinyal untuk memulai kontraksi. CRH juga merupakan
faktor yang dilepas oleh hipotalamus yang mengatur pelepasan ACTH hari
hipofisis anterior. Dalam minggu-minggu sebelum persalinan, kadar CRH
darah ibu meningkat dengan cepat.4

Beberapa hari sebelum awitan persalinan aktif, serviks melunak


4

“matang” dan ligamen-ligamen yang menahan tulang-tulang panggul


mengendur karena adanya enzim yang menyebabkan kolagen di jaringan
penghubung menjadi tidak stabil. Pengaturan proses ini tidak jelas dan
mungkin disebabkan oleh estrogen atau hormon peptida relaksin yang
disekresi oleh ovarium dan plasenta.4

Segera setelah kontraksi uterus dimulai, suatu lengkung umpan balik


positif yang terdiri dari faktor mekanik dan hormonal mulai bekerja.Pada
awal persalinan janin turun lebih rendah dalam abdomen dan mulai
mendorong serviks yang melunak.Peregangan sekviks memicu kontraksi
uterus yang bergerak seperti gelombang dari puncak uterus ke bawah,
mendorong janin makin jauh ke dalam panggul. Bagian bawah panggul tetap
berelaksasi dan serviks meregang dan melebar. Peregangan serviks memicu
suatu siklus umpan balik positif yang berupa kontraksi yang meningkat.
Kontraksi tersebut diperkuat oleh sekresi oksitosin dari hipofisis posterior,
dengan peregangan serviks yang kontinyu yang meningkatkan sekresi
oksitosin.4

Prostaglandin dibentuk di dalam uterus sebagai respon terhadap sekresi


oksitosin dan CRH. Prostaglandin sangat efektif dalam menimbulkan
kontraksi otot uterus di setiap saat. Selama persalinan dan pelahiran,
prostaglandin memperkuat kontraksi uterus yang dirangsang oleh oksitosin.4
Perubahan-perubahan pada miometrium, serviks, dan membran janin selama
kehamilan dapat dilihat pada Gambar 2.1.
5

Gambar 2.1 Perubahan-perubahan pada miometrium, serviks, dan membran


janin Selama kehamilan5

2.4 Etiologi

Seperti halnya teori bagaimana terjadinya persalinan, sampai saat ini


sebab terjadinya post-date belum jelas. Beberapa teori yang diajukan pada
umunya menyatakan bahwa terjadinya post-date sebagai akibat gangguan
terhadap timbulnya persalinan. Beberapa teori diajukan antara lain sebagai
berikut:

2.4.1 Pengaruh progesteron

Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya


merupakan kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses
biomolekular pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap
oksitosin, sehingga beberapa penulis menduga bahwa terjadinya kehamilan
postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progesteron.1

2.4.2 Teori oksitosin

Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada post-date memberi


kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan
penting dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari
neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga
sebagai salah satu faktor penyebab post-date.1

2.4.3 Teori kortisol/ACTH janin

Dalam teori ini diajukan bahwa pemberi tanda untuk dimulainya


persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol
plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi
progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya
berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat
bawaan janin seperti anensefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya
kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak
diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.1
6

2.4.4 Saraf uterus

Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauster akan


membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan ini dimana tidak ada tekanan
pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek, dan bagian
bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab terjadinya post-
date.1

2.4.5 Herediter

Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami


kehamilan postterm mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan
pada kehamilan berikutnya. Bilamana seorang ibu mengalami kehamilan
postterm saat melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan anak
perempuannya akan mengalami kehamilan postterm.1

2.5 Patofisiologi

Waktu inisiasi persalinan merupakan proses yang kompleks yang


membutuhkan interaksi yang tepat antara hypothalamo-hypophyseal-adrenal
axis janin, plasenta, selaput ketuban, miometrium uterus, dan serviks. Secara
umum, interaksi antara sistem endokrin janin, plasenta, dan ibu menginduksi
perubahan anatomi dan fisiologi otot-otot uterus dan resistensi
serviks.Kegagalan dalam interaksi tersebut menyebabkan terhambatnya
persalinan. Beberapa mekanisme patogenik bisa menyebabkan kehamilan
post-date.6

2.6 Diagnosis

Sering terjadi kesulitan dalam menentukan diagnosis kehamilan


postterm karena diagnosis ini ditegakkan berdasarkan umur kehamilan, bukan
terhadap kondisi kehamilan.Beberapa kasus yang dinyatakan sebagai post-
date merupakan kesalahan dalam menentukan umur kehamilan.Kasus
kehamilan postterm yang tidak dapat ditegakkan secara pasti diperkirakan
sebesar 22%. Dalam menentukan kehamilan postterm disamping riwayat haid,
sebaiknya dilihat pula hasil pemeriksaan antenatal.1
7

2.6.1 Riwayat haid

Diagnosis kehamilan postterm tidak sulit ditegakkan bila hari pertama


haid terakhir (HPHT) diketahui dengan pasti. Untuk memperoleh riwayat haid
yang dapat dipercaya, diperlukan beberapa kriteria antara lain:

a. Pasien harus yakin dengan HPHTnya

b. Siklus 28 hari dan teratur

c. Tidak minum pil KB setidaknya 3 bulan terakhir

Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut rumus


Naegele. Berdasarkan riwayat haid, seorang pasien yang ditetapkan
mengalami post-date kemungkinan adalah sebagai berikut:

a. Terjadi kesalahan dalam menentukan HPHT atau akibat mestruasi


abnormal

b. HPHT diketahui jelas, tetapi terjadi keterlambatan ovulasi

c. Tidak ada kesalahan menentukan HPHT dan kehamilan memang


berlangsung lewat bulan (sekitar 20-30% dari seluruh kejadian post-date)1

2.6.2 Riwayat pemeriksaan antenatal

a. Tes kehamilan

Bila pasien melakukan pemeriksaan tes imunologik setelah terlambat haid


2 minggu, maka dapat diperkirakan kehamilan telah berlangsung selama 6
minggu.1

b. Gerak janin

Gerak janin atau quickening pada umumnya dirasakan ibu pada umur
kehamilan 18-20 minggu.Pada primigravida dirasakan sekitar umur
kehamilan 18 minggu.Sedangkan pada multigravida pada 16 minggu.
Petunjuk umum untuk menentukan persalinan adalah quickening ditambah 22
8

minggu pada primigravida atau ditambah 24 minggu pada multiparitas.1

c. Denyut jantung janin (DJJ)

Dengan stetoskop Laennec DJJ dapat didengar mulai usia kehamilan 18-
20 minggu, sedangkan dengan Doppler dapat terdengar pada usia kehamilan
10-12 minggu.1

Kehamilan dapat dinyatakan sebagai post-date bila didapatkan 3 atau


lebih dari 4 kriteria hasil pemeriksaan sebagai berikut:

1) Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan positif

2) Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan Doppler

3) Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali

4) Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan


stetoskop Laennec.1

2.6.3 Tinggi fundus uteri

Dalam trimester pertama pemeriksaan tinggi fundus uteri serial dalam


sentimeter dapat bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan secara berulang tiap
bulan. Lebih dari 20 minggu, tinggi fundus uteri dapat menentukan umur
kehamilan secara kasar.1

2.6.4 Pemeriksaan ultrasonografi (USG)

Ketetapan usia gestasi sebaiknya mengacu pada hasil pemeriksaan


ultrasonoografi pada trimester pertama. Kesalahan penghitungan dengan
rumus Naegele dapat mencapai 20%. Bila telah dilakukan pemeriksaan
ultrasonografi serial terutama sejak trimester pertama, hampir dapat
dipastikan usia kehamilan. Pada trimester pertama pemeriksan panjang
kepala-tungging (crown-rump length/CRL) memberikan ketepatan kurang
lebih 4 hari dari taksiran persalinan. Pada umur kehamilan sekitar 16-26
minggu, ukuran diameter biparietal dan panjang femur memberikan ketepatan
sekitar 7 hari dari taksiran persalinan.1 Selian CRL, diameter biparietal, dan
9

panjang femur, beberapa parameter dalam pemeriksaan USG juga dapat


dipakai seperti lingkar perut, lingkar kepala, dan beberapa rumus yang
merupakan perhitungan dari beberapa hasil pemeriksaan parameter tersebut di
atas. Sebaliknya, pemeriksaan sesaat setelah trimester III dapat dipakai untuk
menentukan berat janin, keadaan air ketuban, ataupun keadaan plasenta yang
sering berkaitan dengan post-date, tetapi sulit untuk memastikan usia
kehamilan.1

2.6.5 Pemeriksaan radiologi

Umur kehamilan ditentukan dengan melihat pusat penulangan.


Gambaran epifisis femur bagian distal paling dini dapat dilihat pada
kehamilan 32 minggu, epifisis tibia proksimal terlihat setelah umur kehamilan
36 minggu, dan epifisis kuboid pada kehamilan 40 minggu. Cara ini sekarang
jarang dipakai selain karena dalam pengenalan pusat penulangan seringkali
sulit, juga pengaruh radiologik yang kurang baik terhadap janin.1

2.6.6 Pemeriksaan laboratorium

a. Kadar lesitin/spingomielin

Bila lesitin/spingomielin dalam cairan amnion kadarnya sama, maka umur


kehamilan sekitar 22-28 minggu, lesitin 1,2 kali kadar spingomielin: 28-32
minggu, pada kehamilan cukup bulan rasio menjadi 2:1. Pemeriksaan ini tidak
dapat dipakai untuk menentukan kehamilan post-date, tetapi hanya untuk
menentukan apakah janin cukup umur/matang untuk dilahiran yang berkaitan
dengan mencegah kesalahan dalam tindakan terminasi kehamilan.1

b. Aktivitas tromboplastin cairan amnion (ATCA)

Cairan amnion mempercepat waktu pembekuan darah. Aktivitas ini


meningkat dengan bertambahnya usia kehamilan. Pada usia kehamilan 41-42
minggu ATCA berkisar antara 45-65 detik, pada umur kehamilan lebih dari
42 minggu didapatkan ATCA kurang dari 45 detik. Bila didapat ATCA antara
42-46 detik menunjukkan bahwa kehamilan berlangsung lewat waktu.1

c. Sitologi cairan amnion


10

Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel lemak dalam cairan
amnion. Bila jumlah sel yang menganduk lemak melebihi 10% maka
kehamilan diperkirakan berusia 36 minggu dan apabila 50% atau lebih, maka
umur kehamilan 39 minggu atau lebih.1

d. Sitologi vagina

Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik >20%) mempunyai


sensitivitas 75%. Perlu diingat bahwa kematangan serviks tidak dapat dipakai
untuk menentukan usia gestasi.1

Kriteria diagnosis kehamilan postterm adalah sebagai berikut:

a. Umur kehamilan 42 minggu atau lebih. HPHT harus jelas dan


dikonfirmasi dengan USG trimester I (pengukuran CRL). HPHT yang
tidak jelas diperlakukan sebagai postdate.

b. Pada USG dimana terdapat perbedaan lebih dari 5 hari antara


perkiraan dari HPHT dan USG trimester I maka yang dipakai adalah
USG

c. Pada USG dimana terdapat perbedaan lebih dari 10 hari antara


perkiraan dari HPHT dan USG trimester II, maka yang dipakai adalah
USG.1

Jika umur kehamilan tidak diketahui dimana tidak ada data HPHT dan
USG trimester I dan II, tetapi dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan USG on
site menunjukkan kehamilan aterm maka dikelola sesuai kehamilan postterm.7

2.7 Komplikasi

Kehamilan postterm memiliki risiko lebih tinggi daripada kehamilan


aterm, terutama terhadap kematian perinatal (antepartum, intrapartum, dan
postpartum) berkaitan dengan aspirasi mekoneum dan asfiksia. Pengaruh
kehamilan postterm antara lain sebagai berikut.

2.7.1 Perubahan pada plasenta

Disfungsi plasenta merupakan faktor penyebab terjadinya komplikasi


11

pada kehamilan postterm dan meningkatnya risiko pada janin. Penurunan


fungsi plasenta dapat dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasental
laktogen. Perubahan pada plasenta sebagai berikut:

a. Penimbunan kalsium

Pada kehamilan postterm terjadi peningkatan penimbunan kalsium


pada plasenta. Hal ini dapat menyebabkan gawat janin dan bahkan
kematian janin intrauterin yang dapat meningkat 2-4 kali lipat.Timbunan
kalsium plasenta meningkat sesuai dengan progresivitas degenerasi
plasenta. Namun, beberapa vili mungkin mengalami degenerasi tanpa
mengalami kalsifikasi.1

b. Selaput vaskulisinsisial menjadi lebih tebal dan jumlahnya berkurang.


Keadaan ini dapat menurunkan mekanisme transpor plasenta.

c. Terjadi proses degenerasi jaringan plasenta seperti edema, timbunan


fibrinoid, fibrosis, trombosis intervili, dan infark vili.

d. Perubahan biokimia.

Adanya insufisiensi plasenta menyebabkan protein plasenta dan kadar


DNA di bawah normal, sedangkan konsentrasi RNA meningkat. Ranspor
kalsium tidak terganggu, aliran natrium, kalium, dan glukosa menurun.
Pengangkutan bahan dnegan berak molekul tinggi seperti asam amino,
lemak, dan gama globulin biasanya mengalami gangguan sehingga dapat
mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin.1

2.7.2 Pengaruh pada janin

Fungsi plasenta mencapai puncak pada kehamilan 38 minggu dan


kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu. Hal ini dapat
dibuktikan dengan punurunan kadar estriol dan plasental laktogen. Rendahnya
fungsi plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin dengan
risiko 3 kali. Akibat dari proses penuaan plasenta, pemasokan makanan dan
oksigen akan berkurang 50% menjadi hanya 250 ml/menit.1 Beberapa
pengaruh kehamilan postterm terhadap janin antara lain sebagai berikut:
12

a. Berat janin

Bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada plasenta maka terjadi
penurunan berat janin.Sesudah umur kehamilan 36 minggu grafik rata-rata
perubahan janin mendatar dan tampak adanya penurunan sesudah 42
minggu.Namun seringkali plasenta masih dapat berfungsi dengan baik
sehingga berat janin bertambah terus sesuai dengan bertambahnya umur
kehamilan. Rata-rata berat janin lebih dari 3600 gram sebesar 44,5% pada
kehamilan postterm, sedangkan pada kehamilan genap bulan (term) sebesar
30,6%. Risiko persalinan bayi dengan berat lebih dari 4000 gram pada
kehamilan postterm meningkat 2-4 kali lebih besar dari kehamilan term.1

Fungsi plasenta berkurang pada kehamilan postterm, tetapi area total


plasenta meningkat. Hal ini menyebabkan pertukaran nutrisi tetap
berlangsung untuk mendukung pertumbuhan janin.Oleh karena itu komplikasi
paling sering yang berhubungan dengan kehamilan postterm adalah
makrosomia.Berat badan lahir lebih dari 4000 gram dapat terjadi sebanyak
tiga hingga tujuh kali lipat pada kehamilan postterm dengan insidensi
keseluruhan sebesar 25% pada kehamilan minggu ke 42.Persalinan bayi
dengan makrosomia berkaitan dengan peningkatan terjadinya distosia, trauma
lahir, seksio cesarea, dan komplikasi neonatal seperti hipoglikemia,
ketidakstabilan suhu tubuh bayi, dan ikterik. Sebanyak 40% kasus distosia
terjadi pada bayi yang lahir postterm.1

b. Sindroma postmaturitas

Sindroma postmaturitas dapat dikenali pada neonatus dengan


ditemukannya beberapa tanda seperti gangguan pertumbuhan, dehidrasi, kulit
kering, keriput seperti kertas (hilangnya lemak subkutan), kuku tangan dan
kaki panjang, tulang tengkorang lebih keras, hilangnya verniks kaseosa dan
lanugo, maserasi kulit terutama daerah lipat paha dan genital luar, warna
cokelat kehijauan atau kekuningan pada kulit dan tali pusat, muka tampak
menderita, dan rambut kepala banyak atau tebal. Tidak semua neonatus
kehamilan postterm menunjukkan tanda postmaturitas tergantung fungsi
plasenta.Umumnya didapat sekitar 12- 20% neonatus dengan tanda
13

postmaturitas pada kehamilan postterm. Berdasarkan derajat insufisiensi


plasenta yang terjadi, tanda postmaturitas ini dapat dibagi dalam 3 stadium
yaitu:

Stadium I : kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi


berupa kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas

Stadium II : gejala di atas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) pada


kulit Stadium III : disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit, dan tali
pusat1

c. Gawat janin atau kematian perinatal

Gawat janin dan kematian perinatal meningkat setelah kehamilan 42


minggu atau lebih, sebagian besar terjadi intrapartum. Umumnya disebabkan
oleh:

1) Makrosomia yang dapat menyebabkan terjadinya distosia pada


persalinan, fraktur klavikula, palsi Erb-Duchene, sampai kematian
bayi

2) Insufisiensi plasenta yang berakibat:

3) Pertumbuhan janin terhambat

4) Oligohidramnion: terjadi kompresi tali pusat, keluar mekoneum yang


kental, perubahan abnormal jantung janin

5) Hipoksia janin

6) Keluarnya mekoneum yang berakibat dapat terjadi aspirasi mekoneum


pada janin

d. Cacat bawaan terutama akibat hipoplasia adrenal dan anensefalus


Kematian janin akibat kehamilan postterm terjadi pada 30% sebelum
persalinan, 55% dalam persalinan, dan 15% pascanatal. Komplikasi yang
dapat dialami bayi baru lahir ialah suhu yang tidak stabil, hipoglikemia,
polisitemia, dan kelainan neurologik.1

2.7.3 Pengaruh pada ibu


14

Morbiditas/mortalitas ibu dapat meningkat sebagai akibat dari


makrosomia janin dan tulang tengkorak menjadi lebih keras yang
menyebabkan terjadi distosia persalinan, incoordinate uterine action, partus
lama, meningkatkan tindakan obstetrik dan persalinan traumatis/perdarahan
postpartum akibat bayi besar. Dalam aspek emosi, ibu dan keluarga menjadi
cemas bila kehamilan terus berlangsung melewati taksiran persalinan.1

2.7.4 Aspek medikolegal

Dapat terjadi sengketa atau masalah dalam kedudukannya sebagai


seorang ayah sehubungan dengan umur kehamilan.1

2.8 Tatalaksana

2.8.1 Pengelolaan antepartum

Pengelolaan aktif yaitu dengan melakukan persalinan pada usia


kehamilan 41 atau 42 minggu untuk memperkecil risiko terhadap janin.
Pengelolaan pasif/menunggu/ekspektatif didasarkan pandangan bahwa
persalinan anjuran yang dilakukan semata-mata atas dasar postterm
mempunyai risiko/komplikasi cukupbesar terutama risiko persalinan operatif
sehingga meganjurkan untuk dilakukan pengawasan terus-menerus terhadap
kesejahteraan janin, baik secara biofisik maupun biokimia sampai persalinan
berlangsung dengan sendirinya atau timbul indikasi untuk mengakhiri
kehamilan.1,3,7 Sebelum mengambil langkah, beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam pengelolaan kehamilan postterm adalah sebagai berikut:

a. Menentukan apakah kehamilan tersebut memang telah berlangsung lewat


bulan (postterm) atau bukan. Dengan demikian, penatalaksanaan
ditujukan kepada dua variasi dari postterm ini.

b. Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin.

1) Pemeriksaan kardiotokografi seperti nonstress test (NST) dan


contraction stress test dapat mengetahui kesejahteraan janin sebagai
rekasi terhadap gerak janin atau kontraksi uterus. Bila didapatkan hasil
15

reaktif, maka nilai spesifitas 98,9% menunjukkan kemungkinan besar


janin baik. Pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan besar janin,
denyut jantung janin, gangguan pertumbuhan janin,keadaan dan
derajat kematangan plasenta, jumlah (indeks cairan amnion) dan
kualitas air ketuban.

2) Beberapa pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan seperti


pemeriksaan kadar estradiol.

3) Gerakan janin dapat ditentukan secara subjektif (normal rata-rata 7


kali/20 menit) atau secara objektif dengan tokografi (normal 10
kali/20 menit)

4) Amnioskopi. Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih


mungkin keadaan janin masih baik. Sebaliknya, air ketuban sedikit
dan mengandung mekoneum akan mengalami risiko 33% asfiksia.

c. Periksa kematangan serviks dengan skor Bishop. Kematangan serviks ini


memegang peranan penting dalam pengelolaan kehamilan postterm.
Sebagian besar kepustakaan sepakat bahwa induksi persalinan dapat
segera dilaksanakan baik pada usia 41 maupun 42 minggu bila serviks
telah matang.

1) Bila serviks telah matang (skor Bishop >5)

Dilakukan induksi persalinan dan dilakukan pengawasan intrapartum


terhadap jalannya persalinan dan keadaan janin. Induksi persalian
padaserviks yang telah matang akan menurunkan risiko kegagalan
pada tindakan persalinan.

2) Bila serviks belum matang

Perlu dinilai keadaan janin lebih dahulu apabila kehamilan tidak


diakhiri:

a) NST dan penilaian volume kantong amnion. Bila keduanya


normal, kehamilan dapat dibiarkan berlanjut dan penilaian
dilanjutkan seminggu 2 kali.bila ditemukan oligohidramnion (<2
16

cm pada kantong yang vertikal atau indeks cairan amnion <5)


atau dijumpai deselerasi variabel pada NST, maka dilakukan
induksi persalinan.

b) Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, tes
pada kontraksi (CST) harus dilakukan. Bila hasil CST positif,
terjadi deselerasi lambat berulang, variabilitas abnormal (<5/20
menit) menunjukkan penurunan fungsi plasenta janin,
mendorong agar janin segera dilahirkan dengan
mempertimbangkan bedah sesar. Bila CST negatif, kehamilan
dapat dibiarkan berlangsung dan penilaian janin dilakukan lagi 3
hari kemudian.

c) Keadaan serviks (skor Bishop) harus dinilai ulang setiap


kunjungan pasien dan kehamilan dapat diakhiri bila serviks
matang.

d) Kehamilan lebih dari 42 minggu diupayakan diakhiri.

2.8.2 Pengelolaan selama persalinan

a. Pemantauan yang baik terhadap ibu (aktivitas uterus) dan kesejahteraan


janin.

b. Hindari penggunaan obat penenang atau analgetika selama persalinan

c. Awasi jalannya persalinan

d. Persiapan oksigen dan bedah sesar bila sewaktu-waktu terjadi kegawatan


janin

e. Cegah terjadinya aspirasi mekoneum dengan segera mengusap wajah


neonatus dan dilanjutkan resusitasi sesuai dengan prosedur pada janin
dengan cairan ketuban bercampur mekoneum

f. Pengawasan ketat terhadap neonatus dengan tanda-tanda postmaturitas

g. Hati-hati terjadi kemungkinan terjadi distosia bahu.

Perlu disadari bahwa persalinan adalah saat paling berbahaya bagi


17

janin postterm sehingga setiap persalinan kehamilan postterm harus dilakukan


pengamatan ketat dan sebaiknya dilaksanakan di rumah sakit dengan
pelayanan operatif dan perawatan neonatal yang memadai.1 Bagan tatalaksana
kehamilan postterm dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Bagan tatalaksana kehamilan Postterm7

2.9 Prognosis
18

Secara umum prognosis kehamilan postterm tanpa komplikasi adalah


baik. Kematian janin pada kehamilan postdate meningkat. Apabila pada
kehamilan normal (37- 41 minggu) angka kematiannya 1,1% pada kehamilan
43 minggu angka kematian bayi menjadi 3,3 % dan pada kehamilan 44
minggu menjadi 6,6%.
BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas
Nama : Ny. U
Tanggal lahir : 20 Januari 2000
Usia : 19 tahun
Alamat : Tanggul wetan
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku bangsa : Madura
Status : Menikah
Tanggal MRS : 25 Mei 2019

3.2 Anamnesis
Keluhan utama
Pasien mengeluhkan kenceng-kenceng

Riwayat penyakit sekarang


Pasien merasa hamil 10 bulan. Pasien datang ke IGD Ponek RSD
dr. Soebandi tanggal 25 Mei 2019. Pasien mengeluhkan kenceng-kenceng
sejak pukul 22.00 (24 Mei 2019). Kemudian pasien memeriksakan diri ke
Puskesmas Tanggul dan didapatkan pembukaan 2 cm pukul 05.30 (25 Mei
2019). Dari PKM dirujuk ke PONEK RSD Dr. Soebandi pukul 13.00 (25
Mei 2019) karena postterm.

Riwayat penyakit dahulu dan operasi

Pasien menyangkal adanya riwayat kencing manis, darah tinggi,


perdarahan yang sulit berhenti maupun riwayat trauma. Pasien juga
menyangkal adanya kebiasaan merokok, minum alkohol, mengonsumsi
obat-obatan tertentu.

19
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit yang
sehubungan dengan keluhan yang dialami pasien.

HPHT : 06 Agustus 2018


HPL : 13 Mei 2019
Riwayat menarche: 10 th
Riwayat menstruasi : teratur tiap bulan, selama 7 hari, nyeri (+)
Riwayat marital: menikah 1 kali, selama 2 tahun
Riwayat Obstetri: 1. Hamil ini
Riwayat ANC: teratur di posyandu
Riwayat Kontrasepsi : KB Suntik 3 bulan

3.3 Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : Composmentis
Kepala/Leher : Anemis(-) Ikterik(-) Sianosis(-) Dispneu (-)
TD : 120/70 mmHg HR : 84x/m
RR : 20 x/m Tax : 36,5 °C
Thorax/Jantung :S1 S2 tunggal reguler, Ekstrasistol(-)Gallop (-) Murmur (-)

Paru : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-


Ekstremitas : akral hangat +/+ oedem -/-
TB : 160 cm
BB : 69 kg
Status Obstetri
Abdomen
Inspeksi : BSC (-) cembung
Auskultasi : Bu (+) Normal, DJJ : 135 x/menit
Perkusi : Redup

20
Palpasi : L1 : TFU 32 cm
His (+) 2x10’x30”
L2 : Teraba punggung kanan
L3 : Presentasi kepala
L4 : Sudah masuk PAP

Genitalia : VT pembukaan 3 cm, eff 50%, ketuban (-), presentasi kepala,


kepala di Hodge 1, denominator UUK jam 3, UPD dbn.
Ekstremitas: akral hangat keempat ekstremitas dan tidak ada edema pada
ekstremitas

3.4 Diagnosis

G1P0000Ab000 gr 41-42 mgg J/T/H/I + kala 1 fase laten + post term

3.5 Tatalaksana

Planning Obstetri :
Pro expectative pervaginam

Planning monitoring:
Evaluasi 2 jam

Planning terapi:
IVFD RL 20 tpm

Planning diagnostik:
DL

3.6 Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam


Ad functionam : dubia
Ad sanationam : dubia ad bonam

21
22

Pukul 14.00 Pukul 15.00 Pukul 20.00


TD: 110/70 mmHg His: 2x10’x35” TD: 110/70 mmHg
HR: 89 x/mnt TD : 130/90, HR : 92x/m, HR: 80 x/mnt
RR : 20x/m RR: 20x/m RR : 20x/m
His : 2x10’x30’’ DJJ: 135 x/mnt His : 3x10’x35’’
DJJ : 137 x/m DJJ : 138 x/m
VT : ϕ 3 cm, eff 50%, ket VT : ϕ 6 cm, eff 75%,
(-),letak kepala, Hodge I ket (-),letak kepala,
Hodge I

Pukul 22.00 Pukul 00.30 Pukul 00.40


TD: 100/60 mmHg TD: 100/70 mmHg OUTCOME:
HR: 74 x/mnt HR: 78 x/mnt Telah lahir bayi laki-laki
RR: 20x/mnt RR: 20x/mnt BB: 3400 gram
His: 3x10’x40” His: 3x10’x40” PB: 51 cm
AS: 6-7
DJJ: 138 x/mnt DJJ: 141 x/mnt
Langsung Menangis
VT : ϕ 8 cm, eff 75%, ket VT : ϕ 10 cm, eff 100%, ket Ketuban Mekoneal
(-), letak kepala, Hodge II (+), letak kepala, Hodge III Anus (+)
Pukul 01.30
KU :cukup
Kes : CM
TD : 120/80
HR:80x/m
RR : 20x/m
TFU : 2 jari dibawah pusat
Uc baik, perdarahan biasa.
3.7 Follow UP
25-Mei-2019 (Observasi)

Follow Up 26-05-2019
S/ Pasien postpartum tidak ada keluhan

O/ TD: 110/70 mmHg


RR: 18x/mnt
k/l: a/i/c/d -/-/-/-
Thorax : Cor/ S1S2 tunggal e/g/m -/-/-
Pulmo/ simetris, ves
+/+, rho -/-, whe -/- Abdomen :
TFU 2 jari di bawah pusat, UC
baik Genitalia : fluksus (+)
minimal
23

A/ P1001Ab000 Post Partum Spontan B ai Postterm (H1)

P/ Pro KRS
24

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. PT Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

2. Cunningham, F., Gant, N., Leveno MD. 2010. Williams


Obstetrics. 23st Ed. McGraw-Hill Professional.

3. The American College of Obstetricians and Gynecologists


(ACOG). 2014. Clinical Management Guidelines for Obstetrcian-
Gynecologists. Practice Bulletin 124(2): 390-396.

4. Silverthorn, Dee Unglaub. 2013. Human Physiology: an


Integrated Approach. Pearson Education.

5. Pieber D, Allport VC, Hills F, Johnson M, dan Bennett PR 2001


Interaction between progesterone receptor isoform in myometrial
cells in human labour. Mol Hum Reprod 7:875-879

6. Berkowitz, K.M. dan Garite T.J. 2008. Posdatism. The Global


Library of Women’s
Medicine.https://www.glowm.com/section_view/heading/Postdat
ism/item/123. [Diakses pada 9 September 2018].

7. SMF Obstetrik dan Ginekologi Fakultas Kedokteran


Universitas Udayana. 2015. Panduan Praktek Klinik Obstetrik
dan Ginekologi. Denpasar.

8. Galal M, Symonds I, Murray H, Petraglian, Smith R. 2012. Postterm


Pregnancy.
FVV in Obsgyn 4(3): 175-187.
25
26
27
28
29

Anda mungkin juga menyukai