Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

I : DENGAN TINDAKAN ORAL HYGIENE

UNTUK MENCEGAH VENTILATOR ASSOSIATED PNEUMONIA (VAP)

PADA PENDERITA COVID 19 DI RUANG INTENSIF

RUMAH SAKIT DR HASAN SADIKIN BANDUNG

KARYA ILMIAH AKHIR

Karya Imiah Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Ners (Ns)

Disusun Oleh :

AMBARWATI

2053084

Program Studi Keperawatan Profesi Ners

Universitas Advent Indonesia

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pada bulan Desember 2019 telah dtemukan pertama kali corona virus di

Wuhan China yang diduga penyebarannya berasal dari kekelawar dan menyebar ke

manusia. Pertama kali di temukan di pasar hewan provinsi Wuhan ( Rosmha, 2020) .

Corona virus sendiri itu masih satu keluarga/ rumpun dari virus yang menyebabkan

yang suatu penyakit dengan gejala flu, demam hingga penyakit yang berat seperti

Middle East Respiratory Syndrome ( MERS-CoV) and Severe Acute Respiratory

Syndrome ( SARS-CoV). Menurut World Health rdanization, 2019 dalam penelitian

( Mona, 2020) covid-19 ditemukan pada tahun 2019 dan belum pernah diidentifikasi

menyebar ke manusia sebelumnya.

Virus ini berukuran sangat kecil dan memiliki ukiuran sebesar 120-160 nm

yang utamanya virus ini akan menginfeksi hewan seperti kelelawar dan unta.

Penularan virus covid-19 bisa menular ke manusia dan menjadi penularanya sangat

cepat serta virus ini sangat agresif. Penularan dari manusia ke manusia bisa lewat

droplet, yang keluar saat batuk dan bersin ( Purnamasari & Raharyani,2020).

Penelitian lain menyebutkan bahwa penularan virus covid 19 bisa menular secara

langsung maupun tidak langsung. Penularan langsung disebabkan karena terkena

percikan dahak ( droplet) pada saat batuk atau bersin, dan penularan secara tak

langsung terjadi secara tidak sengaja melaui kontak dengan benda yang

terkontaminasi oleh virus covid-19 9 ( Mujiyanti,2019).


Awal kemunculan Covid-19 di China diduga merupakan penyakit pneumonia

dengan gejala flu. Gejalanya antara lain batuk, demam, letih lesu, sesak napas, dan

tidak nafsu makan. Penelitian yang dilakukan oleh Susilo et al (2020), sebagian besar

pasien yang terinfeksi SARS CoV- 2 memiliki gejala pada sistem pernapasan seperti

batuk, demam, bersin, serta sesak napas. Gejala yang sangat sering terjadi adalah

demam, batuk kering, dan fatigue. Gejala lain yang bisa ditemukan adalah batuk

produktif, sesak napas, sakit tenggorokan, nyeri kepala, myalgia/artralgia, menggigil,

mual muntah, kongesti nasal, diare, nyeri abdomen, hemoptisis serta kongesti

kongjungtiva.

Peningkatan jumlah kasus Covid-19 yang tercatat di Indonesia dalam waktu

singkat karena virus corona bisa berkembang dengan cepat menuntut tenaga medis

atau tenaga Kesehatan khususnya perawat dapat bertindak dengan cepat dalam

memberikan penanganan dan perawatan yang sesuai. Gangguan pernapasan terutama

gangguan pertukaran oksigen merupakan salah satu ciri-ciri pasien yang terjangkit

virus corona. Salah satu penyebab gangguan pertukaran oksigen adalah adanya

obstruksi di sauran nafas, termasuk obstruksi pada Endotracheal Tube ( ETT) dan

adanya pneumonia ( Septimar, 2018).

Ventilasi mekanik (ventilator) memegang peranan penting bagi dunia

keperawatan kritis, dimana perannya sebagai pengganti bagi fungsi paru dalam hal

ventilasi bagi pasien dengan gangguan fungsi respiratorik (Sundana, 2014).

Ventilator merupakan alat bantu pernafasan bertekanan negatif atau positif yang

menghasilkan udara terkontrol pada jalan nafas sehingga pasien mampu

mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam jangka waktu lama. Dimana

tujuan dari pemasangan ventilator tersebut adalah mempertahankan ventilasi alveolar

secara optimal untuk memenuhi kebutuhan metabolik pasien, memperbaiki


hipoksemia, dan memaksimalkan transport oksigen. Ventilasi mekanik ventilator)

bertanggung jawab dalam menyeimbangkan asam basa, menjamin saturasi oksiegn

O2 arteri yang sangat adekuat serta bisa menurunkan WOB (Work Of Breathing).

Ada dua cara dalam menggunakan ventilasi mekanik yaitu secara invasif dan

non invasif. Pemakaian secara invasif dengan menggunakan pipa Endo Tracheal Tube

(ETT) yang pemasangannya melalui intubasi, dimana pemasangan pada pipa ETT

akan menekan sistem pertahanan host, menyebabkan trauma dan inflamasi lokal,

sehingga meningkatkan kemungkinan aspirasi patogen nasokomial dari oropharing

disekitar cuff (Setiadi & Soemantri, 2009). Pemakaian secara non invasif dengan

menggunakan masker, penggunaan ventilator non invasif ini di ICU jarang

ditemukan, karena tidak adekuatya oksigen yang masuk kedalam paru-paru,

kecenderungan oksigen masuk kedalam abdomen, serta penggunaan NIV sering

digunakan pada kasus PPOK dimana pasien mengalami gangguan keseimbangan

asam basa yaitu asidosis respiratorik ,maka dari itu pemakaian ventilator non invasif

jarang sekali digunakan (Sherina & RSCM, 2010).

Definisi Ventilator-associated pneumonia (VAP) adalah infeksi terkait

perawatan kesehatan umum (HCAI) yang terjadi pada 10-20% pasien yang dipasang

ventilasi mekanis di ICU (Chastre dan Fagon, 2002) . Meskipun kematian terkait

yang pasti terbukti sulit untuk ditentukan, hal itu memiliki konsekuensi yang

signifikan dengan peningkatan kematian, lama tinggal di ICU dan rawat inap di

rumah sakit dan peningkatan biaya perawatan kesehatan ( Mersen dkk, 2011) .

Selanjutnya, dalam pengaturan global resistensi antimikroba yang memburuk,

pengobatan infeksi saluran pernapasan merupakan beban antimikroba di ICU.

Ventilator Associated Pneumonia (VAP) didefinisikan sebagai pneumonia yang

terjadi pada pasien dalam waktu 48 jam atau lebih setelah intubasi dengan pipa
endotrakeal atau pipa trakeostomi dan yang sebelumnya tidak ada. VAP onset dini

terjadi dalam 48 jam dan VAP onset lambat setelah 48 jam intubasi trakea

( Guidelines , 2015) .

VAP terjadi karena pasien yang diintubasi endotrakeal berisiko mengalami

inokulasi mikroorganisme pada saluran pernapasan bagian bawah. Sumber inokulasi

potensial meliputi orofaring, area subglotis, sinus, dan saluran gastrointestinal (GI).

Akses ke saluran pernapasan bawah terjadi di sekitar manset tabung endotrakeal

(ETT) (Seegobin and Van hasselt, 1986). Intervensi untuk mencegah VAP bertujuan

untuk mencegah mikroaspirasi berulang, kolonisasi saluran napas atas dan saluran GI

dengan organisme yang berpotensi patogen, atau kontaminasi peralatan

ventilator/pernapasan. Bundel ini umum di ICU dan telah dikembangkan untuk

pencegahan VAP. Bukti terbaru telah menantang praktik luas saat ini dan

rekomendasi terkini tentang intervensi untuk pencegahan VAP diperlukan

( Nice,2008).

VAP diperkirakan terjadi pada 9-27% dari semua pasien dengan ventilasi

mekanik, dengan risiko tertinggi pada awal rawat inap. Studi telah menempatkan

kematian akibat VAP di antara 33-50%, tetapi angka ini bervariasi dan sangat

bergantung pada penyakit medis yang mendasari VAP adalah infeksi nosokomial

kedua yang paling umum di unit perawatan intensif dan yang paling umum pada

pasien dengan ventilasi mekanik( Hunter JD,2021) .. VAP meningkatkan lama tinggal

di ICU sebesar 28%.

Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang didapat atau dialami pasien

selama dirawat di rumah sakit. Peyebab dari infeksi nosokomial adalah adanya

transmisi mikroba patogen yang bersumber dari lingkungan rumah sakit dan

perangkatnya. Kerugian dari infeksi nosokomial adalah los of stay menjadi besar,
serta menandakan bahwa manejemen pelayanan medis di rumah sakit tidak bermutu

(Hunter. J, 2006).

Ringkasan laporan data untuk 2003- 2008 dibandingkan dengan 3,3 per 1.000

ventilator hari di US National Healthcare Safety Network (NHSN; sebelumnya

National Nasocomial Infection Surveillance System (NNIS)). Pentingnya masalah ini

tercermin pada tingginya insiden dan membuat VAP antara infeksi yang paling umum

di ICU dan pengobatan dengan biaya tinggi, dengan jumlah hari rawat yang lebih

besardi ICU, durasi yang lebih lama dari ventilasi mekanis, dan kematian lebih tinggi

(Mohamed, 2014).

Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi VAP adalah dengan VAP

Bundle. VAP bundel digambarkan sebagai sekelompok intervensi berbasis-bukti yang

akan membantu mencegah VAP. Pentingnya Bundle dalam pencegahan infeksi

nasokomial VAP dapat mengurangi biaya 10 kali lipat dan meningkatkan hasil pasien

terkait dan keselamatan pasien dan kualitas pelayanan. Intervensi keperawatan kritis

dilakukan secara rutin telah terbukti mengurangi angka kejadian VAP. (The Institute

for Healthcare Improvement, 2006). The Centers for Disease Control and Prevention

(CDC, 2003) dan An European Care Bundle (Rello et al., 2010) telah merancang VAP

bundle untuk membantu mengurangi atau menghilangkan VAP dan mempromosikan

kepatuhan terhadap pedoman bukti dasar, dalam rangka meningkatkan hasil pasien.

Tindakan yang dilakukan seperti elevasi kepala tempat tidur (HOB) 300 -450 , sedasi

harian, Deep Vein Trombosis (DVT) prophylaxis, ulkus peptikum prophylaxis,

perawatan mulut (oral care).Ventilator Bundle (VB) adalah serangkaian intervensi

yang berhubungan dengan perawatan pada pasien dengan ventilator mekanik yang

ketika diimplementasikan bersama-sama akan mencapai hasil yang sangat signifikan

dibandingkan dengan penerapan secara individual, yg terdiri dari 5 elemen antara


lain : elevasi tempat tidur (Head of bed) 30% sampai 45%,penghentian secara berkala

agen sedasi dan penilaian kesiapan extubasi, profilaksis trombosis vena dalam,

profilaksis ulkus peptikum, oral care secara berkala menggunakan chlorhexidine.

Ventilator bundle merupakan termasuk dalam pencegahan infeksi nosokomial,

terutama VAP......

American College Of Chest Physicans mendefinisikan VAP sebagai suatu

keadaan dengan gambaran infiltrasi paru yang menetap pada foto-foto thoraxs disertai

salah satu gejala yaitu ditemukan hasil biakan darah atau pleura sama dengan

mikroorganisme yang ditemukan pada sputum maupun aspirasi trakea, kavitas pada

rongga thoraxs. Gejala Pneumonia yang muncul bisa sebagai berikut : demam,

leukositosis dan sekret purulen. Menurut The Institute For Healthcare

Improvement( IHI) pencegahan VAP yang diberi nama VAP bundle ada lima cara

yaitu Elevasi head of the bed (HOB) 30 o-45 Evaluasi sedatif harian dan kesiapan

ekstubasi, pemberian therapi profilaksis tromboembolik, pemberian therapi ulkus

peptikum, perawatan oral.

Pencegahan VAP bisa dilakukan mandiri oleh perawat, ada 8 cara untuk

melakukannya: hand hygiene, head of bed elevation 30 o-45o , ETT with subglotic, ETT

cuff pressure, humidifier O2, Suction dan oral hygiene

Pencegahan VAP bisa dilakukan dengan tindakan keperawatan salah satunya oral

care/oral hygiene dengan dekontaminasi orofaring (rongga mulut) dengan

menggunakan menggunakan klorheksidin 0,2%.. Tindakan ini dilakukan kurang lebih

1 menit dan sangat efektif bisa menurunkan kolonisasi kuman penyebab VAP sampai

dengan 53%. Chlorhexidine glukonat bisa menurunkan tingkat kejadian pneumonia

nosokomial pada pasien- pasien dengan kondisi sakit kritis. Penggunaanya secara

bilasan oral sebanyak dua kali sehari bisa menurunkan tingkat kejadian infeksi saluran
nafas sebesar 69% (Jelie dkk, 2008). Dari penelitaian yang dilakukan Fitri Hapsari

Dewi,dkk mengemukakan bahwa chlorhexidine 0,2% digunakan sebagai oral hygiene

terpilih pada pasien dengan ventilasi mekanik dibandingkan dengan menggunkaan

povidine iodine 1 %.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Genuit,Bochichio, Napolitano, McCarter,

Roghman (2004) tentang efek penggunaan Chlorhexidine 0,2% terhadap resiko

terjadinya pneumonia didapatkan bahwa bisa menurunkan risko pneumonia yang

disebabkan oleh pemasangan ventilasi mekanik. Artikel Sony ( 2010) menyatakan

bahwa Chlorhexidine berfungsi untuk antiseptik di 3 reservoir VAP ( Ventilator

Associated Pneumonia ) yaitu di oral, nasal serta mencegah bakteri dental plak pada

pasien cedera kepala berat yang dirawat diruangan ICU.

Hasil penelitian diatas sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Koeman,

Hak, Ramsay,Joore Kaasjager, Hans dan Van Der Ven ( 2006) yang mendapatkan

data bahwa Chlorhexidine mampu menurunkan kolonisasi mikroorganisme

oropharyngeal baik gram positif maupun gram negatif secara signifikan, dimana

chlorhexidine sangan berefek pada mikroorganisme gram-positif.Jadi bisa

disimpulkan bahwa dekontaminasi oral menggunakan Chlorhexidine bisa

menurunkan insiden VAP.

Berdasarkan latar belakang ini penulis akan mengambil kasus perawatan di ruang

GICU 2 yang sebelumnya ruangan ini adalah ruang khussus perawatan NCCU dan

ULB dimana NCCU dengan kapasitas 4 tidur, sedangkan ULB dengan kapasitas 6

tempat tidur. Semenjak pandemic terjadi di Indonesia khususnya di Bandung dengan

kasus terkonfirmasi Covid 19 semakin bertambah maka dari itu sesuai arahan dan

instruksi dari Kemenkes Ruang GICU 2 sejak Januari 2021 dibuka untuk ruang isolasi
perawatan intensif Covid 19. Dengan 10 kapasitas tempat tidur yang dilengkapi 2

kamar yang mempunyai tekanan positif dan negatif,10 ventilator, 10 HFNC,Mesin

dialisis, Alat Echo, USG, mesin EKG, Defibrilator.Sejak dibukanya menjadi ruang

perawatan intensif covid banyak pasien yang masuk menggunakan ventilasi mekanik

sebanyak 90 orang ( januari- september 2021).

Karya Ilmiah ini diharapkan bisa memberikan manfaat secara teoritis dan praktis,

sehingga bisa digunakandalam praktek klinis asuhan keperawatan pada klien dengan

Covid19 yang mengakibatkan pneumonia. Berdasarkan hasil observasi perawatan

yang dilakukan selama bekerja di ruang intensif , penulis tertarik untuk membuat

karya ilmiah dengan judul “ ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. I : DENGAN

TINDAKAN ORAL HYGIENE UNTUK MENCEGAH VENTILATOR

ASSOSIATED PNEUMONIA (VAP) PADA PENDERITA COVID 19 DI RUANG

INTENSIF RUMAH SAKIT DR HASAN SADIKIN BANDUNG”.

1.2 Tujuan Penelitian

Tulisan ini memiliki dua tujuan yaitu : tujuan umum dan tujuan khusus

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk melakukan tindakan mandiri perawat oral hygiene pada pasien Pneumonia

dengan gangguan sistem pernapasan dengan masalah gangguan ventilasi spontan.

1.2.2 Tujuan khusus


1. Mampu mengkaji pada pasien covid 19 dengan gangguan sistem pernapasan

dengan masalah gangguan ventilasi spontan

2. Mampu menegakan diagnosa keperawatan pada pasien covid 19, dengan

gangguan sistem pernapasan dengan masalah gangguan ventilasi spontan

3. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada pasien covid 19 dengan

gangguan sistem pernapasan masalah utamanya gangguan ventilasi spontan

4. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien covid 19dengan gangguan

sistem pernapasan dengan masalah utama gangguan ventilasi spontan.

5. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien covid 19 dengan sitem

pernapasan dengan masalah utama gangguan ventilasi spontan.

1.3 Manfaat Karya Ilmiah Akhir

Manfaat dari karya ilmiah akhir ini (KIA) terbagi menjadi dua, yaitu secara aplikatif

serta bagi institusi.

1.3.1 Manfaat Aplikatif Perawat

Karya ilmiah akhir ini NERS ini diharapkan bisa digunakan sebagai dasar dalam

melakukan asuhan keperawatan sehingga pelayanan di ruang ICU isolasi Covid 19,

tidak hanya mengutamakan tentang masalah fisik dan juga memperhatikan masalah

secara holistik.

1.3.2 Mahasiswa

Karya ilmiah ini diharapkan bisa membantu sebagai dasar dalam menerapkan

intervensi keperawatan bagi mahasiswa yang dalam masa praktik, sehingga

menembah wawasan yang lebih luas dalam memberikan asuhan keperawatan.

1.3.3 Manfaat Intitusi dan keilmuan

 Penelitian
Bisa menjadi rujukan dasar dalam melakukan penelitian lain mengenai asuhan

keperawatan pada klien dengan gangguan ventilasi spontan pada pasien

dengan Pneumonia.

 Pendidikan

Wawasan betambah dan ilmu pengetahua khususnya dalam bidang

Keperawatan mengenai asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan

ventilasi spontan pada pasien Pneumonia.

1.4 Metode Penelitian

Menurut Sugiyono ( 2011) mengatakan bahwa metode diskriptif adalah satu jenis

penelitian yang bermaksud menyajikan suatu keadaan yang terjadi dengan

menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab masalah secara aktual.Melalui

penjelasan diatas penulisan karya ilmiah akhir ini menggunakan metode deskriptif

dengan tehnik pengumpulan data yang terdiri dari :

a. Studi kepustakaan (library Research) bisa dilakukan dengan

membaca,mempelajari, memahami literatur-literatur yang bersifat teoritis

berdasarkan pendapat para ahli yang berhubungan dengan judul penulisan karya

tulis.

b. Studi Kasus (Case Research) mengumpulkan data dilakukan dengan cara

mmepelajari dan menyelidiki suatu kejadian yang terkait dengan individu yang

menjadi objek penelitian.

c. Wawancar dilakukan dengan berbincang-bincang secara langsung kepada klien

ataupun keluarga klien , menanyakan riwayat kesehatan klien,riwayat kesehatan

keluarga klien, pola hidup menanyakan apakah ada riwayat pengobatan klien,

menanyakan riwayat hospitalisasi, dan menanyakan psikososial dan spiritual

klien.
d. Dokumentasi dengan cara melihat pada status pasien tentang pemerikassan

penunjang antara lain laboratorium, radiologi dan pemeriksaan lainnya yang

berkaitan dengan masalah pasien serta interpretasi dari tindakan yang dilakukan.

1.5 .Lokasi Penelitian

Asuhan Keperawatan ini dilakukan di ruang Icu Isolasi Covid 19 di Rumah Sakit

Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung

BAB 2

LANDASAN TEORI

Tinjauan teoritis adalah kegiatan penelitian yang bertujuan melakukan kajian secara sungguh-

sungguh tentang teori-teori dan konsep-konsep yang berkaitan dengan topik yang akan diteliti

(Sugiyono, 2017). Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep dasar penyakit Covid-19 ,

VAP, dan konsep dari oral hygiene

2.1 Konsep dasar Covid 19

Pada konsep ini akan dijelaskan mengenai defiisi COVID 19, pengertian VAP, anatomi

fisiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, pemeriksaan penunjang, serta tindakan oral hygiene

memakai chlorhexidine.

2.1.1 Definisi COVID 19


Pada bulan Desember 2019 telah dtemukan pertama kali corona virus di

Wuhan China yang diduga penyebarannya berasal dari kekelawar dan menyebar ke

manusia. Pertama kali di temukan di pasar hewan provinsi Wuhan ( Rosmha, 2020) .

Corona virus sendiri itu masih satu keluarga/ rumpun dari virus yang menyebabkan

yang suatu penyakit dengan gejala flu, demam hingga penyakit yang berat seperti

Middle East Respiratory Syndrome ( MERS-CoV) and Severe Acute Respiratory

Syndrome ( SARS-CoV). Menurut World Health rdanization, 2019 dalam penelitian

( Mona, 2020) covid-19 ditemukan pada tahun 2019 dan belum pernah diidentifikasi

menyebar ke manusia sebelumnya.

Virus ini berukuran sangat kecil dan memiliki ukiuran sebesar 120-160 nm

yang utamanya virus ini akan menginfeksi hewan seperti kelelawar dan unta.

Penularan virus covid-19 bisa menular ke manusia dan menjadi penularanya sangat

cepat serta virus ini sangat agresif. Penularan dari manusia ke manusia bisa lewat

droplet, yang keluar saat batuk dan bersin ( Purnamasari & Raharyani,2020).

Penelitian lain menyebutkan bahwa penularan virus covid 19 bisa menular secara

langsung maupun tidak langsung. Penularan langsung disebabkan karena terkena

percikan dahak ( droplet) pada saat batuk atau bersin, dan penularan secara tak

langsung terjadi secara tidak sengaja melaui kontak dengan benda yang

terkontaminasi oleh virus covid-19 9 ( Mujiyanti,2019).

Awal kemunculan virus ini diduga pasien mengalami pneumonia dengan

gejala berupa sakit flu pada umumnya, batuk-batuk, demam, letih, sesak napas, dan

tidak nafsu makan. Pasien yang sudah terinfeksi virus corona akan berkembang

dengan cepat sehingga menimbulkan infeksi parah, dan gagal organ, serta bisa

mengakibatkan kematian ( Tallo-Kupang,2020). Masa inkubasi virus corona 5-7 hari

dengan masa inkubasi terpanjang selama 14 hari (Wulandari et al., 2020). Sebagian
besar penderita akan mengalami gejala ringan, namun sekitar 5% akan menjadi sakit

serius atau sakit dengan gejala berat dan diantaranya membutuhkan perawatan

insentif. Virus ini mudah berpindah dari manusia ke manusia lain melalui airbone,

droplet, dan kontak langsung. (Aliana, Bejo, & Suryani, 2020). Menurut Rosyanti &

Hadi (2020) kemungkinan penularan Covid 19 terjadi melalui tetesan pernapasan

dengan ( Pertikel yang berdiameter 5-10m) dari batuk dan bersin. Sebuah penelitian

menyebutkan bahwa SARS-CoV-2 bisa ditemukan pada plastic 2-3 hari, stainles steel

2- 3hari, kardus hingga 1 hari, tembaga hingga 4 jam. Selain itu SARS-CoV-2 bisa

dilantai, mouse computer, tong sampah, dan pegangan tangan serta udara hingga 4

meter dari pasien. (Guo et al.,2020).

Seseorang yang mempunyai gejala ISPA seperti demam (≥ 38oC) atau riwayat

demam dan disertai salah satu gejala/tanda berupa batuk, sesak napas, sakit

tenggorokan, pilek, pneumonia ringan hingga berat. Pada kasus COVID 19 yang berat

bisa menyebabkan pneumonia, sindrome pernapasan akut, gagal ginjal dan bahkan

kematian. Gejala klinis yang akan muncul adalah demam dan kesulitan bernapas

( Dai,2020) ( Fathiyah Ishbaniah & Agus Dwi Susanto,2020).

1. Kasus Probable

Kasus suspek dengan ISPA berat/ ARDS/meninggal dengan gambaran

klinis yang menyakinkan COVID-19 dan belum ada hasil pemeriksaan

laboratorium RT-PCR

2. Kasus Konfirmasi

Seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi/teriindikasi virus COVID-19

yang dibuktikan dengan pemeriksaan Laboratorium RT-PCR. Kasus ini

terbagi menjadi 2 :
a. Kasus konfirmasi dengan gejala ( simptomatik)

b. Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik)

3. Kontak Erat

Seseorang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable atau

konfirmasi COVID-19. Riwayat kontak yang dimaksud antara lain

(Fathiyah Isbaniah & Agus Dwi Susanto, 2020) :

o Kontak tatap muka/berdekatan denagn kasus probable atau kasus

konfirmasi dalam radius 1 (satu) meter dan dalam jangka waktu ≥ 15

menit sentuhan fisik langsung dengan kasus probable atau konfirmasi

(seperti bersentuhan, salama, berpegangan tangan, dan lain-lain).

o Orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasus probable

atau konfirmasi tanpa menggunakan APD yang sesuai standar. Situasi

lainnya yang mengindikasikan adanya kontak berdasarkan penilaian

risiko lokal yang ditetapkan oleh tim penyelidikan epilademiologi

setempat. Pelaku perjalanan seseorang yang melakukan perjalanan dari

dalam negeri maupun luar negeri pada 14 hari terakhir.

4. Discarded

Discarded apabila memnuhi salah satu kriteria adalah seseorang dengan

status kasus suspek dengan hasil pemeriksaan RT –PCR 2 kali negatif

selama 2hari berturut-turut dengan selang waktu 24 jam. Seseorang dengan

status kontak erat yang telah menyelesaikan masa karantina selama 14

hari.

5. Selesai isolasi

Selesai isolasi jika memenuhi salah satu kriteria berikut :


6. Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik) yang tidak dilakukan

pemeriksaan follow up RT-PCR dengan ditambah 10 hari isolasi mandiri

sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi.

7. Kasus probable/kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik) yang tidak

dilakukan pemeriksaan follow up

8. Kematian

Kematian COVID -19 untuk kepentingan surveilans adalah kasus

konfirmasi atau probable COVID- 19 yang meninggal.

2.2 Konsep dasar VAP

Ventilasi mekanik adalah salah satu alat bantu pernafasan bertekanan negatif atau

positif yang bisa mmepertahankna ventilasi dan pemberiian oksigen dalam waktu yang lama

(Bruner dan Sudddart,2006). Penggunaan ventilasi mekanik bisa dilakukan dengan intubasi

ataupun lewat insisi trachea. Intubasi adalah tehnik melakukan laringoskopi dan memasukan

Endotracheal Tube (ETT) melalui mulut atau orofaring(Elliot, Aitken dan Chaboyer,

2007).Terpasangnya ETT atau TC akan menjadi jalan masuk bakteri secara langsung menuju

saluran nafas bagian bawah. Hal ini akan mengakibatkan adanya bahaya antara saluran nafas

bagian atas dan trakea yaitu terbukanya saluran nafas bagian atas dan tersedianya jalan masuk

bakteri secara langsung.Dengan terbukanya saluran nafas atas akan mengakibatkan

kurangnya penurunan kemampuan tubuh dalam menyaring kuman dan menghangatkan udara.

Reflek batuk akan tertekan atau terjadi pengurangan dari reflek batuk yang diakibatkan

karena adanya ETT, serta adanya gangguan pertahanan silia terutama silia mukosa daluran

nafas bagian atas dikarenakan adanya cidera pada mukosa pada saat intubasi, sehingga

mengakibatkan kolonisasi bakteri pada trakea. Pada kondisi tersebut sekret akan mengalami

penumpukan dan produksi yang berlebih. 9Agustus,2007). Sekret dalam saluran nafas akan

menumpuk menjadi media untuk pertumbuhan bakteri (Agustus,2007). Intervensi yang


sangat cocok untuk pasien dengan ventilasi mekanik adalah pengisapan lendir atau sekret

endotrakeal agar jalan nafas efektif serta oral care untuk mengurangi mikroorganisme di

orofaring.

VAP ( Ventilator Associated Pneumonia ) merupakan inflamasi parenkim paru yang

disebabkan oleh infeksi kuman yang mengalami inkubasi saat penderita mendapatkan

ventilasi mekanik dengan menggunakan ventilator. Faktor penyebab dari pneumonia

nosokomial yang utama adalah pemberian ventilator mekanis yang lebih dari 48 jam..

2.1.1 Definisi VAP

VAP dedefinikan sebagai pneumonia yang terjadi 48 jam atau lebih setelah ventilator

mekanik diberikan. VAP merupakan bentuk infeksi nosokomial yang paling sering ditemui di

unti pelayanan intensif (UPI), khususnya pada paasien yang menggunakan ventilasi mekanik

(Wiryana,2007).

VAP didefinisikan sebagai pneumonia yang didapat setalah 48 jam dilakukan intubasi

baik melalui endotrakeal maupun lewat insisi di traceal (TC). Langer dkk, membagi VAP

menjadi onset dini ( early onset) yg terjadi dalam 96 jam pertama pemberian ventilasi

mekanis dan onset lambat yang terjadi dari 96 jam setalah pemberian atau pemakaian

ventilasi mekanis.

VAP merupakan komplikasi di sebanyak 28% dari pasien yang menggunakan

ventilasi mekanik. Kejadiannya akan meningkat seiring dengan peningkatan durasi

penggunaan ventilasi mekanik. Estimasi iniden adalah sebesar 3% per hari selama 5 hari

pertama, 2% per hari selama 6-10 hari, dan 1% per hari setelah 10 hari. (Amanullah dan

Posner,2010). Menurut Agustyn (2007) insiden VAP pada psien yang menggunakan ventilasi

mekanik sekitar 22,7% dan pasien yang menggunakan ventilasi mekanik menyumbang 86%
dari kasus infeksi nosokomial. Untuk resiko terjadinya pneumonia meningkat sebanyak 3-10

kali lipat pada pasien yang mendapat ventilasi mekanik.

American College of Chest Physicans mendefinisikan VAP sebagai suatu keadaan

dengan gambaran infiltrasi paru yang menetap pada foto-foto thoraks disertai salah satu

gejala yaitu ditemukannya hail biakan darah atau pleura sama dengan mikroorganisme yang

ditemukan pada sputum maupun trakea, Kavitas pada rongga thoraks, serta adanya demam,

leukositosis dan adanya sekret yang purulen.

VAP mempunyai banyak resiko salah satunya membuat hari lama perawatan menjadi

panjang, cose juga akan mahal, angka kematian tinggi.

2.3 tanda dan Gejala VAP

Krteria Diagnostik dari VAP menurut CPIS (2012) adalah :

a. Abnormalitas Radiografik :

b. WBC ≥12.000 atau < 4000, suhu tubuh > 380 C dengan tidak ada penyebab lainnya.

c. Sekret minimal tracheal onset purulen baru, atau berubah karakteristik atau

penambahan jumlah sekresi.

d. Peningkatan kebutuhan untuk penghisapan lendir

e. Pernapasan krakles pada inspirasi atau bunyi nafas bronchial pada auskultasi

f. Perburukan pertukran gas ( misalnya desaturasi O2,Pa)2/FiO2 <240, peningkatan

kebutuhan oksigenisasi atau ventilasi).

Diagnosis VAP CPIS score ≥ 6 score

CPIS

Asesssed Parameter Results Score

Temperature 36,5-38,40C 0
38,5-38,90C

≤ 36 or ≥ 390C 1

Leukocyte count 4.000-11.000/ mm3 0

< 4.000 or > 11.000/ mm3 1

≥ 500 Band cells 2

Tracheal secretions None 0

Mid/non- purulent 1

Purulent 2

Radiographic findings ( on No infiltrate 0

chest radiography, excluding Diffuse/patchy infiltrate 1

CHF and ARDS) Localized infiltrate 2

Culture result ( endotracheal No or mid growth 0

aspirate) Moderate or florid growth 1

Moderate or florid growth 2

AND pathogen consistent

with graim stain

Oxygenation status ( defined  240 or ARDS 0

by PaO2: FiO2 ≤ 240 and absence 1

of ARDS

2.5 Patofisiologi

Patofisiologi VAP meliputi proses kolonisasi di traktus respiratorius dan digestif dan

proses mikroaspirasi dari sekresi jalan nafas bagian atas dan bagian bawah (Livngston,200
dalam Augustyn,2007). Kolonisasai dari bakteri akan merujuk pada pertumbuhan bakteri

tanpa adanya respon sktif dari host. (Krunis,& Puntilo,2003 dalam Augustyn,

2007).Kolonisasi didalam paru merupakan penyebaran organisme yang berasal dari banyak

sumber yang berbeda-beda, termasuk yang berasal dari orofaring, kavum sinus, hidung, plag

gigi dari traktus gastrointestinal, dari kontak pasien-pasien dan sirkuit

ventilator(Kunis&Puntillo,2003 dalam Augustyn,2007). Inhalasi koloni bakteri yang berasal

dari sumber manapun mengaktivasi respon host dan pada akhirnya akan menyebabkan

VAP( Augustyn,2007).

Patogenesis Of VAP

2.6 Penyebab dan Faktor resiko VAP


Pada kondisi pasien yang sangat berat atau kritis VAP pada umumnya disebabkan

oleh adanya aspirasi mikroorganisme dari nasal, oropharingeal atau lambung yang

menginvasi saluran nafas bagian bawah dengan difasilitasi oleh adanya penurunan daya tahan

tubuh (Torres et al,1992 dalam Keeley,200&). VAP bisa terjadi pada pasien dengna kondisi

kesehatan mulut yang buruk dan perawatan mulut yang kurang ( Grap & Munro,1997 dalam

Yeung & Chui,2010;Berry, et al,2007). Faktor resiko yang bisa mengakibatkan VAP adalah

posisi istirahat yang dini dan adanya keparahan penyakit(Tolentino- Delos Reyes, et al,2007).

Faktor resiko terjadinya VAP:

1. Meningkatnya usia ( > 55 tahun)

2. Penyakit paru kronis

3. Aspirasi/ mikroaspirasi pada psien dengan supine

4. Pembedahan dada& abdomen atas

5. Riwayat pemberian terapi antibiotik, terutama antibiotik spektrum luas

6. Reintubasi setelah gagal ektubasi atau intubasi yang lama

7. ARDS

8. Sering mengganti circuit ventilator

9. Pasien premorbid ( seperti ; malnutrisi,anmeia, gagal ginjal).

The Instittute For Healthcare Improvement ( IHI) mengeluarkan sebuah rangkaian

pencegahan VAP yang diberi nama VAP Bundle :

 Elevasi head of bed ( HOB) 300 – 45o

 Pemberian therapi profilaksis tromboembolik

 Pemberian therapi ulkus peptikum

 Evaluasi sedatif harian dan kesiapan ekstubasi

 Perawatan oral
2.7 Asuhan keperawatan

Proses keperawatan merupakan suatu sistem yang digunakan untuk menyelesaikan

masalah kesehatan dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan kesehatan dan keperawatan.

Proses keperawatan terbagi menjadi 7 tahap antaranya : pengkajian, pengumpulan data serta

analisa data, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi ( Smeltzer &

Bare,2013).

2.7.1 Pengkajian keperawatan

Pengkajian merupakan suatu proses pertama yang dilakukan dalam proses keperawatan.

Proses ini bertujuan untuk menyusun data dasar tentang kebutuhan, masalah kesehatan yang

sedang dihadapiserta respon pasien mengenai masalah kesehatan yang sedang dihadapi

( Induniasih & Hendarsih, 2017).


2.7.3 Intervensi keperawatan

2.7.4 Evaluasi

2.8 Konsep dasar Oral hygiene

2.8.1 Pengertian Oral Hygiene

Kebersihan mulut sangatlah penting dan menjamin kesejahteraan umum pasien dan

sangat menunjang kualitas hidup pasien. Pasien membutuhkan perawatan mulut yang nyaman

untk bicara,makan dengan baik, akan merasa senang dengan penampilan, serta bisa terhindar

dari infeksi mikrobakteri dan bia menjaga kualitas diri. Kondisi kesehatan dan

ketidakmampuan untuk memenuhi perawatan diri secara optimal bisa mengabaikan

kebersihan mulut.

Dekontaminasi Oro faring adalah membersihkan ronga mulut (Orofaring) dengan

menggunakan klhorheksidin 0,2% ( anti septik/astigen) yang dioleskan 30 cc keseluruh

permukaan mukosa pipi,gusi,lidah dan gigi dengan memakai kasa set oral hygiene steril

selama 1 menit. Oral hygiene memakai khlorhexidine 0,2% bisa menurunkan kolonisasi

kuman penyebab vap sampai dengan 53%.

Khlorhexidine merupakan salah satu jenis desinfektan golongan kemis yang memiliki

keuntungan berupa kemampuan untuk mencapai seluruh bagian dari gigi dan resiko

terjadinya kerusakan serta abrasi pada gigi. Khlorhexidine sudah dikenal sejak tahun 1950

yang mempunyai kemmapuan antiseptik dan disinfektan dengan spektrum luas, sangat efektif

untuk bakteri gram positif,gram negatif, jamur serta protozoa.


Khlorhexsidine bisa menghambat pembentukan plak karena mempunyai kemampuan

untuk :

1. Mengadakan ikatan dengan kelompok asam jenis glikoprotein saliva sehingga

pembentukan polikel yang diperlukan untk kolonisasi bakteri plak akan terhambat.

2. Mengadakan ikatan dengan lapisan polisakarida yang menyelubungi bakteri

sehingga perlekatan bakteri ke permukaan gigi akan terhambat.

3. Mengadakan faktor-faktor aglutinasi asam yang ada dalam saliva dan

menggantikan kalsium yang akan diperlukan sebagai perekat bakteri untuk

membentuk massa plak.

4. Memiliki efek bakterisidal karena molekul katoniknya berikan dengan anionik

bakteri yang akan mempengaruhi dinding sel bakteri dan selanjutnya mengganggu

keseimbangan osmotic sel.

Manfaat Dekontaminasi Orofaring :

1. Dapat menurunkan kolonisasi kuman penyebab VAP s/d 53% didalam mukosa

mulut.

2. Menurunkan jumlah angka kejadian infeksi nosokomial saluran pernafasan hingga

69%.

3. Mencegah pembentukan plak pada gigi

4. Menghindarkan pasien dari Antibiotik lainya

5. Menurunkan angka kematian

6. Menurunkan beban biaya perawatan, menurunkan beban biaya perawatan dan

beban kerja juga berkurang.

Yang bisa dilakukan untuk mencegah VAP :

a. Fisioterapi dan membolak-balikan pasien


b. Kempeskan cuf ETT / TC sebelum suction ( tujuannya agar sekret turun dan bisa

disuction).

BAB 3

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian

3.1.1 Identitas klien

Nama : Tn. I.K.

Tanggal Lahir : Cianjur , 15 Agustus 1968

Umur/Jenis kelamin : 53 tahun/laki-laki

Alamat : Cianjur

Agama : Islam

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan : S1

No. Rekam Medik : 00019868193

Tanggal Pengkajian : 10 September 2021 pukul 13:00


Diagnosa Medis : Pneumonia, Hypertiroidisme, Confirmed covid 19

3.1.2 psikososial Pasien

Keluarga mengatakan aktivitas pasien sehari-hari bisa berjalan dengan lancar.

Huungan sosial pasien berjalan dengan baik, komunikasi terhadap orang lain tidak ada

hambatan. Pasien melakukan ibadah sesuai dengan kepercayaan secara rutin. Keluarga

mengatakan bahwa pasien memiliki riwayat diabetus melitus serta hipertensi dan post

tiroidektomi 3 bulan yang lalu.

3.1.3. Riwayat Kesehatan Sekarang,

Pasien datang ke UGD pada tanggal 8 September 2021 pukul 01.40 kesadaran masih

compos mentis , pasien ditemani keluarga mengatakan pasien sudah demam, batuk seminggu

yang lalu, sesak sudah dua hari sehingga pasien dibawa ke rumah sakit. Dilakukan

pemeriksaan dan didapatkan dengan hasl TD140/90mmhg,nadi 90x/mnt,rr 32x/mnt suhu 37,

saturasi oksigen 95%,GCS 15: E4M6V5, oksigen yang digunakan NRm 10ltr/mnt dan

disarankan untuk dirawat di ruang isolasi Covid 19 di gedung K I.

Pada tanggal 10 September2021 pukul 13.00 pasien di pindah ke ruang GICU 2 diantar oleh

perawat K I. Sampai di GICU 2 pasien dilakukan pemeriksaan dengan hasil TD 90/60mmhg,

nadi 110x/mnt, rr 45x/mnt,saturasi oksigen 85%, penurunan kesadaran, akral dingin, sesak,

oksigen yang diberikan NRM 15ltr/mnt. Jam 15 pasien mengalami sesak, ronchi +/+,lapor

DPJP dan inta dilakukan untuk pemasangan endotracheal tube atau tindakan intubasi dengan

maksud agar saluran pernapasan pasien terbuka serta mencegah kekurangan oksigen yang

semakin parah dan mengakibatkan pasien mengalami gagal nafas serta untuk mengeluarkan

sekret yang ada di saluran nafas. Jam 15.45 WIB pasien berhasil dilakukan intubasi oleh Dr

jaga anestesi tanpa premedikasi, os di conect ventilasi mekanik dengan mode AC/PC dengan

setingan PINS 15 RR 16 PEEP 7 FI02 100% I:E ratio 1: 2.


3.1.4 Pemeriksaan Fisik

3.1.5 Riwayat alergi

3.1.6 Riwayat penyakit keluarga

3.1.7 pola aktivitas sehari-hari


BAB 3

TINJAUAN KASUS

Anda mungkin juga menyukai