Anda di halaman 1dari 26

ASESMEN DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Filsafat Dosen
pengampu : Dr.H.Srie Muldrianto,M.Pd

Disusun oleh :
Kelompok 1
1. Faisal Husain ( 0101.2001.103 )
2. Kharisma Bahtera Firdaus (0101.2001.099 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


STAI DR.KHEZ. MUTTAQIEN PURWAKARTA
2022

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Ilmu Filsafat Dan Agama” tepat pada
waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada bidang
studi Ilmu Filsafat Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr.H.Srie
Muldrianto,M.Pd. selaku dosen yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Purwakarta, 24 Maret 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
I.3. Latar Belakang.................................................................................................... 1
I.2. Rumusan Masalah............................................................................................... 1
I.1. Tujuan................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
II.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan............................. ................................................. 2
II.2 Fungsi Ilmu Pengetahuan..................................................................................... 8
II.3 Fungsi Ilmu Filsafat.............................................................................................. 15
II.4 Agama................................................................................................................... 15
BAB III PENUTUP
III.1. Kesimpulan...................................................................................................... 23
III.2. Saran............................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 24

ii

BAB I
PENDAHULUAN
I. DESKRIPSI SINGKAT
Proses pendidikan yang sedang ditempuh seorang mahasiswa
seringkali tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Mahasiswa
mungkin harus menghadapi dan berupaya untuk menyelesaikan
berbagai permasalahannya, sehingga dikhawatirkan dapat
menghambat penyelesaian studinya. Dibutuhkan layanan
bimbingan dan konseling untuk membantu mahasiswa tersebut.
Pemahaman terhadap latar belakang permasalahan mahasiswa
diperlukan agar efektivitas layanan dapat dirasakan. Untuk itulah
diperlukan kegiatan asesmen dalam layanan bimbingan dan
konseling yang merupakan proses mengumpulkan, menganalisis,
dan menginterpretasikan data tentang mahasiswa dan
lingkungannya. Melalui kegiatan asesmen dapat diperoleh data
yang diperlukan untuk membantu mengenal, melengkapi dan
mendalami pemahaman tentang mahasiswa, sehingga layanan
bimbingan dan konseling yang akan diberikan dapat sesuai dengan
kebutuhan mahasiswa yang akan tertuang dalam program
bimbingan dan konseling. Kegiatan asesmen tidak hanya dilakukan
kepada mahasiswa namun dilakukan pula pada lingkungan.
Asesmen pada lingkungan terkait dengan mengetahui harapan dari
lembaga pendidikan -pendidikan tinggi kesehatan- dan masyarakat,
sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan program
bimbingan dan konseling, ketersediaan dan kualifikasi tenaga
bimbingan dan konseling serta kebijakan lembaga pendidikan.

Informasi tentang kondisi mahasiswa dan lingkungan yang


diperoleh melalui asesmen akan digunakan sebagai dasar dalam
perancangan program bimbingan dan konseling di perguruan tinggi
kesehatan.

Sebagai tenaga pengajar yang berperan sebagai pembimbing


akademik di lingkungan pendidikan tinggi kesehatan yang selalu
berinteraksi dengan mahasiswa, pengetahuan tentang asesmen
dalam Bimbingan dan Konseling tampaknya diperlukan untuk lebih
mengenal dan memahami mahasiswa dan lingkungan agar dapat
memberikan layanan bimbingan dan konseling yang sesuai dengan
kebutuhan mahasiswa dan dalam perancangan program bimbingan
dan konseling.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum ( TPU )
Setelah pembelajaran selesai peserta mampu mengajarkan dan
menerapkan asesmen dalam Bimbingan dan Konseling

B. Tujuan Pembelajaran Khusus ( TPK )


Setelah pembelajaran selesai peserta mampu:
1. Menjelaskan konsep dasar asesmen dalam Bimbingan dan Konseling. 
2. Menjelaskan instrumen non tes wawancara
3. Menjelaskan instrumen non tes observasi.
I. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN
Pokok bahasan dan sub pokok bahasan yang dibahas dalam modul
ini adalah:

A. Konsep Dasar Asesmen dalam Bimbingan dan Konseling


Sub pokok bahasan :
1. Pengertian dan tujuan asesmen.
2. Kedudukan asesmen dalam BK.
3. Bentuk-bentuk asesmen.
4. Perbedaan asesmen teknik nontes dan teknik tes.
5. Kode Etik penggunaan asesmen.
Sub pokok bahasan:
1. Pengertian dan tujuan wawancara.
2. Jenis-jenis wawancara
3. Peran pewawancara
4. Prosedur pelaksanaan wawancara.
5. Kelebihan dan kekurangan wawancara
C. Instrumen non tes observas
Sub Pokok Bahasan:
1. Pengertian dan tujuan observasi
2. Jenis-jenis observasi
3. Peran observer
4. Alat pencatat observasi
5. Prosedur pelaksanaan observasi
6. Kelebihan dan kekurangan observasi
II. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN
Terdapat 3 ( tiga ) pokok bahasan yang akan dibahas yaitu tentang
konsep dasar asesmen dalam Bimbingan dan Konseling, instrumen
non tes wawancara dan instrumen non tes observasi. Selanjutnya
kepada peserta latih diberikan penugasan berupa latihan membuat
atau menyusun pedoman wawancara dan pedoman observasi.

Pada pokok bahasan 1 tentang konsep dasar asesmen dalam


Bimbingan dan Konseling, pembahasan meliputi: pengertian dan
tujuan, kedudukan asesmen dalam Bimbingan dan Konseling,
bentuk - bentuk, perbedaan asesmen teknik non tes dan teknik
tes, dan kode etik penggunaan asesmen.

Pada pokok bahasan 2, tentang instrumen non tes wawancara ,


pembahasan meliputi : pengertian dan tujuan, jenis, peran
pewawancara, prosedur pelaksanaan dan kelebihan dan
kekurangan wawancara.

Pada pokok bahasan 3, tentang instrumen non tes observasi,


pembahasan meliputi : pengertian dan tujuan, jenis, peran
observer, alat pencatatan, prosedur pelaksanaan dan kelebihan
dan kekurangan observasi.

Selanjutnya diberikan penugasan sebagai latihan membuat


pedoman wawancara dan pedoman observasi.
1. Membuat pedoman wawancara terstruktur
2. Membuat pedoman wawancara tidak terstruktur
3. Membuat pedoman observasi dengan catatan anekdot
Langkah 1 :Pengantar, perkenalan dan penjelasan tujuan pembelajaran. 

Fasilitator memperkenalkan diri dan menyampaikan tujuan


pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus.

Langkah 2: Pembahasan tentang konsep dasar asesmen dalam


Bimbingan dan Konseling

Proses pembelajaran di awali dengan melakukan curah pendapat


tentang konsep dasar asesmen dalam BK. Selanjutnya fasilitator
menjelaskan materi tentang konsep dasar asesmen dalam BK
dengan menggunakan power point dan memberikan kesempatan
tanya jawab kepada peserta latih.

Langkah 3: Pembahasan tentang instrumen non tes wawancara.

Pembahasan diawali dengan curah pendapat tentang konsep dasar


instrumen non tes wawancara, dan dilanjutkan dengan penjelasan
tentang materi dengan menggunakan power point dan memberikan
kesempatan tanya jawab kepada peserta latih. 

Langkah 4: Pembahasan tentang instrumen non tes observasi.

Pembahasan diawali dengan curah pendapat tentang konsep dasar


instrumen non tes observasi, dan dilanjutkan dengan penjelasan
tentang materi dengan menggunakan power point dan memberikan
kesempatan tanya jawab kepada peserta latih. 

Langkah 5: Latihan membuat pedoman wawancara dan pedoman


observasi.

Tahapan :
1. Peserta dibagi dalam 6 kelompok 
2. Tiap kelompok mengerjakan tugas yang diberikan 
3. Kelompok 1 dan 2 : membuat pedoman wawancara terstruktur
Kelompok 3 dan 4 : membuat pedoman wawancara tidak terstruktur

Kelompok 5 dan 6 : membuat pedoman observasi dengan catatan


anekdot

4. Presentasi hasil kerja kelompok dan feedback dari fasilitator 


Secara bergantian pasangan-pasangan kelompok mempresentasikan
hasil kerja kelompok. Salah satu sebagai kelompok penyaji, dan 1
kelompok lainnya sebagai kelompok pendamping. Tugas kelompok
pendamping adalah melengkapi informasi yang kurang atau belum
disampaikan oleh kelompok penyaji tentang tugas yang dikerjakan.

Setelah kelompok penyaji menyampaikan presentasi, diberikan


kesempatan kepada kelompok lain untuk memberikan
tanggapannya, selanjutnya fasilitator memberikan feedback.
Demikian seterusnya sampai semua kelompok menyampaikan
presentasinya. 

III. URAIAN MATERI


POKOK BAHASAN : KONSEP DASAR ASESMEN DALAM BK 
1. PENGERTIAN ASESMEN
Asesmen merupakan proses mengumpulkan, menganalisis, dan
meng-interpretasikan data atau informasi tentang peserta didik
dan lingkungannya. Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan
gambaran tentang berbagai kondisi individu dan lingkungannya
sebagai bahan dasar untuk memahami individu dan untuk
pengembangan program layanan bimbingan dan konseling yang
sesuai dengan kebutuhan.
Melalui asesmen yang dilakukan kepada mahasiswa, akan diperoleh
data-data yang berguna untuk lebih mengenal dan memahami
kondisi mahasiswa. Data-data yang dikumpulkan adalah : identitas
mahasiswa seperti nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir,
alamat tempat tinggal, pendidikan; latar belakang keluarga;
karakteristik mahasiswa, seperti aspek-aspek fisik terkait dengan
kesehatan dan keberfungsiannya, kecerdasan, motif belajar, sikap
dan kebiasaan belajar, minat-minatnya terkait dengan pilihan
studi lanjutan, bidang pekerjaan, olah raga, seni, dan keagamaan,
masalah-masalah yang dialami, kepribadian, atau tugas-tugas
perkembangannya.

TUJUAN ASESMEN
Tujuan asesmen adalah untuk mendapatkan data- data tentang
mahasiswa secara lebih luas, lengkap, dan mendalam sehingga
diperoleh gambaran tentang mahasiswa tersebut secara
komprehensif.

2. KEDUDUKAN ASESMEN DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING


Asesmen memiliki kedudukan yang strategis dalam kerangka kerja
bimbingan dan konseling. Karena memiliki posisi sebagai dasar
dalam perancangan program bimbingan dan konseling yang sesuai
kebutuhan, dimana kesesuaian program dan gambaran
komprehensif mahasiswa dapat mendorong pencapaian tujuan
pelayanan bimbingan dan konseling yang diberikan. Melalui
asesmen yang dilakukan kepada mahasiswa akan diperoleh
gambaran permasalahan yang dihadapi mahasiswa yang
mencerminkan adanya kebutuhan yang diperlukan, sehingga dapat
dijadikan acuan untuk menyusun suatu program layanan bimbingan
dan konseling yang berorientasi pada kebutuhan mahasiswa.
Demikian pula dengan asesmen yang dilakukan terhadap
lingkungan pendidikan mahasiswa diharapkan dapat memperoleh
informasi tentang kebutuhan lingkungan mahasiswa terhadap
layanan bimbingan dan konseling. Data-data yang dapat
dikumpulkan antara lain tentang: harapan lembaga pendidikan dan
masyarakat (tenaga pengajar dan orang tua mahasiswa), sarana
dan prasarana pendukung program bimbingan dan konseling,
kompetensi yang diharapkan dimiliki mahasiswa melalui layanan
bimbingan dan konseling, kualifikasi tenaga bimbingan yang
tersedia, dan kebijakan lembaga pendidikan.

3. BENTUK - BENTUK ASESMEN DALAM BIMBINGAN DAN


KONSELING
Asesmen dalam bimbingan dan konseling dibedakan menjadi
asesmen teknik nontes dan asesmen teknik tes. Asesmen teknik
nontes lebih sering digunakan oleh petugas bimbingan dan
konseling karena prosedur perancangan, pengadministrasi-an,
pengolahan, analisis dan penafsirannya relatif lebih sederhana bila
dibandingkan dengan asesmen teknik tes. Bentuk-bentuk asesmen
nontes adalah : Daftar Cek Masalah ( DCM ), Alat Ungkap Masalah
( AUM ), Alat Ungkap Masalah Belajar (AUM PTSDL), Sosiometri,
Wawancara, Observasi, dan Inventori Tugas Perkembangan ( ITP ).

Sedangkan asesmen tenik tes digunakan oleh petugas bimbingan


dan konseling yang telah memiliki sertifikat untuk menggunakan
asesmen teknik tes. Kondisi ini bukan berarti petugas bimbingan
dan konseling yang belum/tidak memiliki sertifikat tidak dapat
menggunakannya, upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara
bekerjasama atau melakukan referal kepada lembaga psikologi
yang memiliki kewenangan tersebut. Lembaga psikologi akan
melakukan tes psikologis sesuai dengan kebutuhan dan akan
menyerahkan hasil analisisnya.

Bentuk-bentuk asesmen tes seperti tes kecerdasan, tes bakat, tes


minat, tes kepribadian, tes kemampuan kerja dan tes kematangan
sosial dan lain lain.
4. PERBEDAAN ASESMEN TEKNIK NONTES DAN TEKNIK TES
Asesmen teknik nontes tidak memerlukan prosedur penyusunan
yang terstandar. Dapat dibuat atau dirancang oleh petugas
bimbingan dan konseling sesuai dengan kebutuhan. Beberapa
diantaranya dirancang dengan melalui tahap uji coba untuk
mengetahui tingkat kesahihan dan tingkat keterandalannya atau
validitas dan reliabilitasnya.

Berbeda dengan asesmen teknik non tes, asesmen teknik tes


memiliki beberapa karakteristik antara lain:
 Standardisasi, instrumen tersebut memiliki keseragaman cara
penyelenggaraan dan penskorannya. Suatu tes yang terstandard memiliki
buku dan manual tes yang berisi petunjuk rinci bagi penyelenggaraan setiap
tes.
 Bersifat obyektif, penyelenggaraan, penilaian, dan interpretasi skor
berdasarkan hasil yang diperoleh dan tidak dipengaruhi oleh penilaian
subyektif penguji.
 Reliabel atau andal, artinya tes harus memiliki konsistensi terhadap
hasilnya.
 Valid, tes tersebut mampu mengukur apa yang memang hendak
diukur, menggambarkan sejauh mana tes tersebut mampu memenuhi
fungsinya.
5. KODE ETIK PENGGUNAAN ASESMEN
Pelaksanaan kegiatan asesmen dalam BK hendaknya mengikuti
aturan dan ketentuan yang berlaku dalam kode etik penggunaan
asesmen dalam BK. Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
(ABKIN) merupakan kode etik testing, yaitu suatu jenis tes hanya
diberikan oleh petugas bimbingan dan konseling yang berwenang
menggunakan dan menafsirkan hasilnya.

Kode etik tersebut adalah :


 Testing dilakukan bila diperlukan data yang lebih luas tentang sifat
atau cirri kepribadian subjek untuk kepentingan pelayanan.
 Konselor wajib memberikan orientasi yang tepat kepada konseli dan
orangtua mengenai alasan digunakannya tes di samping arti dan
kegunaannya.
 Penggunaan suatu jenis tes wajib mengikuti secara ketat pedoman
atau petunjuk yang berlaku bagi tes tersebut.
 Data hasiln testing wajib diintegrasikan dengan informasi lain yang
telah diperoleh dari hasil konseli sendiri atau dari sumber lain. Dalam hal ini
data hasil testing wajib diperlakukan setara denga data dan informasi lain
tentang konseli.
 Hasil testing hanya dapat diberitahukan kepada pihak lain sejauh ada
hubungan dengan usaha bantuan kepada konseli.
POKOK BAHASAN : 
INSTRUMEN NONTES WAWANCARA 
1. PENGERTIAN DAN TUJUAN WAWANCARA
Wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data yang
dilakukan melalui komunikasi langsung dengan individu yang
diwawancara atau sumber data. Agar wawancara dapat
dilaksanakan secara efektif maka perlu direncanakan dan disusun
secara sistematis. Pewawancara atau interviewer (pembimbing
akademik) mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung
tanpa perantara kepada individu yang diwawancarai atau
interviewee (mahasiswa) dan interwiewee memberikan jawaban
langsung dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh
pewawancara. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat
tentang diri mahasiswa ataupun tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan mahasiswa.

Tujuan dilakukan wawancara adalah untuk mendapatkan data yang


diperlukan tentang diri mahasiswa atau hal lain yang berhubungan
dengan mahasiswa.

Wawancara dalam Bimbingan dan Konseling dilakukan oleh petugas


bimbingan dan konseling untuk mendapatkan dan mengumpulkan
data tentang mahasiswa terkait dengan permasalahan yang sedang
dihadapi sehingga dapat memahami berbagai potensi, sikap,
pikiran, perasaan, pengalaman, harapan dan masalahnya serta
memahami potensi dan kondisi lingkungannya baik lingkungan
pendidikan, masyarakat maupun lingkungan kerjanya secara
mendalam sehingga diperoleh informasi yang menyeluruh tentang
kondisi mahasiswa.

Wawancara yang dilakukan selain mengumpulkan informasi tentang


mahasiswa secara mendalam, wawancara dapat pula dilakukan
untuk mengumpulkan data tentang kondisi lingkungan mahasiswa.
Data atau informasi yang diperoleh dipergunakan untuk
mengidentifikasi struktur program bimbingan dan konseling di
lembaga pendidikan. Data atau informasi tersebut seperti: siapa
saja petugas yang melaksanakan program bimbingan dan konseling,
fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan, apa kompetensi yang
diharapkan dapat dimiliki mahasiswa setelah mendapat layanan
bimbingan dan konseling, siapa saja target dari program,
bagaimana pengaturan atau pengelolaan program bimbingan dan
konseling di lembaga pendidikan ini.

2. JENIS-JENIS WAWANCARA
Jenis-jenis wawancara dapat dikelompokkan menurut responden
dan menurut prosedur.
a. Wawancara menurut responden
Dapat dibedakan menjadi wawancara langsung dan wawancara
tidak langsung. Wawancara langsung dilakukan dengan berhadapan
langsung dengan mahasiswa yang ingin diketahui data-datanya.

Wawancara tidak langsung dilakukan secara langsung tetapi dengan


orang lain yang diharapkan dapat memberikan data atau informasi
tentang mahasiswa yang ingin diketahui data-datanya. Misalkan:
dapat mewawancarai orang tua, teman, tetangga, dan lain lain.

b. Wawancara menurut prosedur


Dapat dibedakan menjadi wawancara terstruktur, tidak terstruktur
dan kombinasi keduanya.
Wawancara terstruktur : ketika melakukan wawancara,
pewawancara telah menyusun pedoman wawancara dengan
pertanyaan-pertanyaan secara terinci.

Wawancara tidak terstruktur : ketika melakukan wawancara,


pewawancara menggunakan pedoman wawancara yang berisi
pokok-pokok pertanyaan saja, dan mengembangkan sendiri
pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan data atau informasi yang
diinginkan.

Wawancara kombinasi : pewawancara dapat menggunakan


sekaligus kedua jenis wawancara dengan tujuan untuk
mendapatkan data atau informasi yang maksimal dari individu.

3. PERAN PEWAWANCARA
Keberhasilan melakukan wawancara sangat ditentukan oleh peran
dari pewawancara. Peran dimulai sejak awal, pertengahan hingga
akhir dari wawancara yang dilakukan. Keberhasilan melakukan
wawancara akan menghasilkan data atau informasi yang lengkap,
mendalam, obyektif dan akurat. Pewawancara hendaknya dapat
membawa suasana wawancara berjalan secara terbuka, akrab dan
menyenangkan sehingga wawancara dapat berjalan lancar dan
tujuan wawancara tercapai.

Di awal wawancara pewawancara hendaknya mampu membangun


hubungan baik dengan individu dengan menjelaskan terlebih
dahulu tujuan dari wawancara yang akan dilakukan, lama
wawancara, dan menjelaskan adanya asas kerahasiaan terhadap
seluruh informasi yang akan diberikan.

Selanjutnya pada bagian inti wawancara, pewawancara


mengajukan pertanyan-pertanyaan yang telah disiapkan melalui
pedoman wawancara yang telah disiapkan dengan hati-hati, teliti
dan menggunakan kalimat yang sederhana dan jelas. Agar individu
dapat menangkap dan memahami serta memberikan informasi
sesuai dengan pertanyaan yang diajukan.

Selama proses wawancara berlangsung, dapat dilakukan


pencatatan terhadap hasil wawancara melalui alat rekam yang
telah disiapkan dengan terlebih dahulu memberitahukan kepada
individu bahwa alat rekam hanya digunakan untuk kepentingan
wawancara dan kepentingan individu agar seluruh informasi yang
telah diberikan dapat secara lengkap diketahui dan dipahami
secara menyeluruh. Namun apabila individu menolak maka
pencatatan dapat segera dilakukan setelah wawancara selesai.

Pada tahap penutupan, pewawancara mengakhiri proses


wawancara dengan membuat kesimpulan dari wawancara yang
dilakukan, dan apabila masih diperlukan wawancara berikutnya
dapat membuat kesepakatan bersama dengan individu.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pewawancara dalam


bidang Bimbingan dan Konseling, adalah bahwa proses wawancara
yang dilakukan selain bertujuan untuk mengumpulkan data atau
informasi tentang individu atau mahasiswa secara mendalam
sehubungan dengan permasalahan yang sedang dihadapi, sekaligus
dapat digunakan untuk membangun hubungan baik atau rapport
dengan individu, meningkatkan intensitas hubungan, mendorong
kemampuan untuk membuka diri, meningkatkan pemahaman, dan
mengembangkan kemampuan dalam menerima, dan
mengembangkan kepercayaan antara pewawancara dengan
mahasiswanya. Sehingga diharapkan adanya keterbukaan pada diri
mahasiswa terhadap permasalahan-permasalahan yang sedang
dihadapi dan memudahkan pembimbing akademik untuk
mengetahui dan memahami dengan benar permasalahan yang
sedang dihadapi mahasiswa yang dibimbingnya.
4. PROSEDUR PELAKSANAAN WAWANCARA
Pelaksanaan wawancara hendaknya memperhatikan prosedur
sebagai berikut:
 Penyusunan Pedoman Wawancara
 Pelaksanaan Wawancara
 Analisis Hasil Wawancara
1. Penyusunan Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara perlu disusun agar proses wawancara dapat
terarah dan data yang diperoleh sesuai dengan tujuan yang
diinginkan. Langkah penyusunan pedoman wawancara yaitu:
 Menetapkan tujuan wawancara.
 Menetapkan pertanyaan.
 Membuat butir pertanyaan yang jelas agar mudah dipahami individu.
 Pertanyaan harus fokus pada informasi yang diinginkan.
 Pertanyaan jangan memiliki makna ganda.
 Pertanyaan hendaknya tidak mengandung unsur SARA, dan sugestif.
 Apabila bentuk wawancara terstruktur maka pertanyaan-pertanyaan
harus disusun secara rinci, dan bila tidak terstruktur dapat dituliskan pokok-
pokok pertanyaannya saja.
2. Pelaksanaan Wawancara
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum wawancara
dilakukan:
 Menetapkan individu yang akan diwawancarai 
 Menetapkan jadwal dan tempat wawancara
 Menghubungi individu yang akan diwawancarai
 Melaksanakan wawancara 
 Melakukan verbal setting sebelum wawancara dilakukan dengan
memberikan penjelasan tentang tujuan wawancara, informasi apa yang
dibutuhkan, lama wawancara dilakukan dan jaminan akan adanya
kerahasiaan .
 Selama proses wawancara, pewawancara hendaknya mampu
melakukan attending skill, mampu bertanya dengan baik, mampu
mendengar aktif dan mampu mencatat hasil wawancara dengan lengkap.
 Menutup wawancara dengan membuat kesimpulan hasil wawancara.
3. Analisis Hasil Wawancara
Hasil wawancara yang diperoleh segera dianalisis dengan mengikuti
beberapa tahap di bawah ini:
 Mengidentifikasi dan mengelompok-kan jawaban individu berdasarkan
pokok pikiran pada pedoman wawancara dan pencapaian tujuan wawancara.
 Menganalisis dan mensintesakan hasil jawaban individu sesuai dengan
tujuan wawancara
 Membuat kesimpulan berdasarkan hasil sintesis dari berbagai jawaban
individu.
5. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN WAWANCARA 
1. Kelebihan Wawancara
 Pertanyaan-pertanyaan yang belum dipahami dapat segera diperjelas
oleh pewawancara hingga individu dapat memahami maksud pertanyaan
tersebut dan memberikan jawaban yang sesuai dengan pertanyaan.
 Melalui tatap muka langsung, dapat memberikan peluang untuk
terbinanya hubungan baik diantara pewawancara dengan individu yang akan
besar pengaruhnya bagi kelancaran wawancara.
2. Kekurangan Wawancara
 Membutuhkan waktu dan tenaga untuk memperoleh data/informasi
 Diperlukan keahlian dan pengalaman untuk dapat menjadi
pewawancara, khususnya pewawancara di bidang Bimbingan dan Konseling.
 Hasil wawancara dapat bersifat subyektif apabila telah terbentuk
prasangka.
 Hasil wawancara sangat tergantung dengan keterampilan
pewawancara dalam menggali, mencatat dan menganalisa setiap jawaban
individu.
POKOK BAHASAN :
C. INSTRUMEN NONTES OBSERVASI
1. PENGERTIAN DAN TUJUAN OBSERVASI
Observasi atau pengamatan merupakan teknik pengumpulan data
yang dilakukan secara sistematis dan sengaja, melalui pengamatan
dan pencatatan terhadap gejala-gejala yang diselidiki.

Tujuan observasi atau pengamatan adalah mendapatkan data dari


obyek pengamatan yang sesuai dengan tujuan dilakukannya
observasi.

Observasi atau pengamatan dalam bimbingan dan konseling perlu


memperhatikan beberapa hal diantaranya :
1. Observasi yang bertujuan untuk melakukan analisis individual
harus fokus pada satu orang.
2. Observasi hendaknya dilakukan secara intens atau sering dengan
terlebih dahulu menetapkan kriteria spesifik terhadap tujuan
observasi. Misalnya ingin mengobservasi sikap seorang mahasiswa
ketika mengikuti perkuliahan. Maka perlu ditetapkan secara
spesifik apa yang dimaksud dengan sikap tersebut, apakah
mahasiswa tersebut mengikuti perkuliahan dengan sikap positif
atau sikap negatif, dan harus dirumuskan dalam bentuk tingkah
laku yang spesifik. Seperti sikap positif yang ditunjukkan
mahasiswa ketika mengikuti perkuliahan ditandai dengan turut
serta memberikan sumbangan pemikiran, mengajukan pertanyaan
kepada dosen, dan sikap negatif yang ditunjukkan seperti: diam
menundukkan kepala sambil memainkan pena, mengobrol dengan
teman sebelah, melamun, dan lain lain.

3. Pengamatan hendaknya dilakukan pada beberapa periode


waktu. Meskipun tidak ada ketentuan khusus namun semakin sering
dan semakin lama pengamatan dilakukan, maka hasil pengamatan
akan lebih baik dan dapat dipercaya.

4. Pengamatan hendaknya dilakukan dalam situasi-situasi yang


berbeda dan natural. Karena pada situasi natural akan tampak
tingkah laku yang natural pula. Sedangkan pengamatan yang
dilakukan pada situasi berbeda akan diketahui bahwa beberapa
tingkah laku tidak akan muncul karena terhambat oleh situasi atau
lingkungan tertentu. 

5. Saat pengamatan dilakukan pengamat hendaknya tidak


mengabaikan berbagai kondisi interaksi dan faktor-faktor lain yang
mempengaruhi tingkah laku.
6. Data yang diperoleh melalui hasil observasi hendaknya
diintegrasikan bersama dengan data yang diperoleh melalui
instrumen lain agar dapat dianalisa secara komprehensif.

7. Kondisi pengamatan harus dalam keadaan baik, seperti kondisi


pengamat dan situasi pengamatan agar hasil pengamatan tidak
bias. 

2. JENIS-JENIS OBSERVASI
Terdapat beberapa jenis observasi berdasarkan
pengelompokkannya yaitu:
1. Berdasarkan keterlibatan pengamat: observasi partisipasi, observasi
non partisipasi dan observasi quasi partisipasi.
2. Berdasarkan perencanaan: observasi sistematis/terstruktur,observasi
non sistematis/tidak terstruktur
3. Berdasarkan situasi: observasi bebas, observasi yang dimanipulasi,
observasi yang merupakan perpaduan antara keduanya.
Penjelasan:
1. Observasi partisipasi
Pada observasi ini , observer turut ambil bagian atau melibatkan
diri dalam situasi kehidupan individu yang sedang diamati.
Misalkan turut berpartisipasi pada saat berolah raga, pada saat
kerja kelompok, sehingga dapat mengamati setiap gejala yang
menjadi obyek pengamatan.

2. Observasi non partisipasi


Pada observasi ini observer tidak turut mengambil bagian dalam
situasi individu yang sedang diamati, dan berperan sebagai
penonton. Observer dapat mengamati secara langsung gejala-
gejala yang ditampilkan oleh individu yang sedang diamati.
Misalnya mengamati perilaku seorang mahasiswa ketika sedang
mengikuti perkuliahan.

3. Observasi quasi partisipasi


Pada observasi ini observer seolah-olah turut berpartisipasi, namun
sebenarnya hanya berpura-pura atau tidak benar-benar
berpartisipasi.

4. Observasi sistematis/terstruktur
Pada observasi ini telah ditetapkan kerangka pengamatan secara
sistematis, seperti: tujuan pengamatan, individu yang akan
diamati, tempat dan waktu pengamatan, frekuensi pengamatan
yang akan dilakukan, metode pencatat pengamatan yang akan
digunakan,menentukan siapa yang akan menjadi pengamat, gejala,
tingkah laku apa yang akan diamati telah ditetapkan kategorinya,
sehingga pengamat tinggal melakukan pengecekan .

5. Observasi non sistematis/tidak terstruktur


Pada obervasi ini, perencanaan tetap dilakukan, namun
pembatasan kategorisasi tidak ditetapkan, sehingga observer
diberikan kebebasan untuk mencatat beberapa hal penting dan
menonjol dari gejala-gejala yang tampak.

6. Observasi bebas
Observasi dilakukan pada situasi bebas yang diikuti oleh individu
yang sedang diamati. Misalnya mengamati aktivitas individu dalam
berbagai situasi di dalam kampus.

7. Observasi yang dimanipulasi


517232
Pada observasi ini situasinya sengaja dikondisikan dengan sengaja
agar perilaku yang diinginkan terjadi. 

Jenis pengamatan ini memiliki beberapa ciri yaitu:


 Situasi dibuat sedemikian rupa sehingga individu yang diamati tidak
mengetahui sedang dilakukan pengamatan.
 Dibuat variasi situasi untuk menimbulkan tingkah laku tertentu.
 Pengamatan dihadapkan pada situasi yang seragam.
 Faktor-faktor yang tidak diinginkan pengaruhnya dikontrol dengan
cermat
 Semua reaksi yang muncul dari individu yang diamati dicatat secara
teliti.
Misalkan ingin diketahui bagaimana perilaku kerja sama seorang mahasiswa
dalam kelompoknya. Maka direncanakan program kegiatannya, tujuan yang
ingin dicapai, siapa saja yang akan dilibatkan dalam kerja kelompok, apa
yang harus dilakukan oleh kelompok, berapa lama kegiatan kelompok
dilakukan, dimana kegiatan kelompok dilakukan, situasi apa yang perlu
diciptakan, apa peran observer, dan selama observasi berlangsung tidak
boleh ada intervensi dari pihak lain.

8. Observasi perpaduan antara observasi bebas dan manipulasi


Pada observasi ini sebagian situasi sengaja dikondisikan agar tetap
terkontrol, dan sebagian tetap dalam situasi bebas.

3. PERAN OBSERVER
Pada pelaksanaan observasi, observer memiliki peran penting yang
harus dilaksanakan. Beberapa peran tersebut adalah:
a. Persiapan, yaitu menetapkan tujuan pengamatan, tingkah laku
yang akan diamati, waktu dan tempat pengamatan, berapa kali
pengamatan akan dilakukan, berapa orang pengamat yang akan
dilibatkan, menyiapkan alat pencatat pengamatan.

b. Pelaksanaan, perlu diperhatikan agar kehadiran observer tidak


diketahui oleh siapapun termasuk oleh subyek pengamatan.
Maksudnya adalah agar tingkah laku yang menjadi tujuan
pengamatan dapat ditimbulkan secara natural dan observer dapat
melakukan pengamatan secara bebas,memusatkan perhatian dan
mencatat setiap gejala yang tampak secara cermat.

c. Pencatatan, selama pengamatan berlangsung hasil pengamatan


harus segera dicatat sesuai alat pencatat yang digunakan secara
cermat dan teliti. Untuk menjaga validitas hasil pencatatan, maka
diusahakan agar observer tidak memasukkan pendapat, pandangan
dan penilaian apapun terhadap situasi dan tingkah laku yang
diamati. Selanjutnya hasil pengamatan dapat didokumentasikan
untuk menjaga kerahasiaan dan hanya digunakan untuk
kepentingan layanan bimbingan dan konseling.

d. Penutup, pada tahap ini observer mengakhiri proses


pengamatan dengan melakukan pengecekan terhadap pencatatan
yang telah dilakukan atau melakukan diskusi dengan beberapa
pengamat yang terlibat, untuk menghindari faktor lupa dan
obyektifitas hasil pencatatan serta membuat laporan hasil
pengamatan dan mendokumentasikan.

4. ALAT PENCATAT OBSERVASI


Terdapat beberapa alat pencatat observasi, diantaranya adalah
catatan anekdot .
a. Catatan Anekdot
Merupakan alat pencatat pengamatan yang dapat digunakan untuk
menggambarkan atau mendeskripsikan secara obyektif tingkah laku
yang ditampilkan dan ucapan yang didengar pada situasi tertentu
apa adanya. Deskripsi tersebut seolah-olah merupakan foto dalam
bentuk kata-kata. Beberapa keuntungan untuk penggunaan catatan
anekdot:
1. Deskripsi tingkah laku dari individu yang diamati dalam berbagai
situasi akan membantu observer memahami individu dengan lebih baik.
2. Deskripsi yang akurat tentang tingkah laku individu menghindarkan
observer melakukan penilaian dan generalisasi tanpa fakta dan data.
Memperhatikan beberapa keuntungan dari penggunaan catatan anekdot
sebagai alat pencatat hasil pengamatan maka pada pelaksanaannya perlu
memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
 Hasil pengamatan harus secara jelas dideskripsikan sesuai konteks
kejadian secara obyektif.
 Saat mendeskripsikan kejadian,perhatian dipusatkan pada tingkah
laku atau ucapan individu yang diamati, reaksi orang lain disekitarnya dan
konteks kejadiannya. Hindarkan dari prasangka dan pendapat subyektif
pribadi.
 Batasi deskripsi tingkah laku hanya pada kejadian tertentu saja,
dengan tetap memperhatikan detail penting.
 Lakukan interpretasi dengan memfokuskan pada hal yang
mengandung arti psikologis.
 Rekomendasi dibuat berdasarkan hasil pengamatan dan pengetahuan
observer. Rekomendasi berisi tindak lanjut yang perlu dilakukan bertujuan
untuk melihat perkembangan tingkah laku individu yang diamati.
 Cantumkan identitas observer dan subyek observasi.
 Pencatatan hasil pengamatan dengan menggunakan catatan anekdot
pelu dilakukan beberapa kali atau beberapa orang observer pada berbagai
situasi pada jangka waktu tertentu. Hal ini untuk memperoleh gambaran
secara menyeluruh sebagai dasar untuk membuat interpretasi secara
komprehensif tentang tingkah laku individu yang diobservasi.
 Pencatatan observasi dengan menggunakan catatan anekdot perlu
melakukan kerjasama dengan beberapa rekan sejawat untuk memperoleh
gambaran yang menyeluruh tentang subyek yang diobservasi.
Contoh CATATAN ANEKDOT
Nama Mahasiswa : Siska
Pendidikan : Semester III Jurusan Kebidanan
Situasi : Perkuliahan Praktek I
Tempat : Ruang Praktek
Deskripsi :

Pada saat pelajaran praktek dimulai, ketika dosen pembimbing


tengah memberikan penjelasan dan memperagakan bagaimana
melakukan injeksi kepada pasien kepada seluruh mahasiswa
praktek yang menjadi bimbingannya, terlihat Siska turut
mendengarkan penjelasan dosen praktek sambil membolak-balik
sebuah buku catatan. Sesekali Siska melihat wajah dosen praktek,
namun lebih sering Siska membaca buku catatan yang
dipegangnya. Tampak satu kali dosen pembimbing menegur Siska
agar memperhatikannya, dan Siska merespon dengan menutup
buku catatannya. Kemudian terlihat Siska berbisik-bisik dengan
teman didekatnya, namun teman tersebut tampak diam saja tidak
merespon apapun. Secara bergantian dosen pembimbing memberi
kesempatan kepada seluruh mahasiswa melakukan simulasi
melakukan injeksi kepada pasien. Pada giliran Siska, ia menolak
untuk melakukan simulasi dengan berdiam diri saja di tempat
duduknya. Beberapakali dosen praktek menyuruhnya namun Siska
tetap menolak dengan berdiam diri.

Interpretasi:
1. Apakah perilaku yang ditampilkan tersebut mengindikasikan
Siska tidak berani melakukan injeksi kepada pasien?
2. Apakah Siska ingin menarik perhatian orang lain?
3. Apakah Siska tidak siap mengikuti perkuliahan praktek I ?
4. ………………………………………………………………………………………………
5. ………………………………………………………………………………………………

Rekomendasi:
Perlu diobservasi kembali pada perkuliahan praktek I dan
perkuliahan praktek lainnya.

Jakarta, ……….…… 2012


Observer 

5. PROSEDUR PELAKSANAAN OBSERVASI


1. Penyusunan Pedoman Pengamatan
Sebelum melakukan observasi, konselor perlu merancang pedoman
observasi terlebih dahulu. Tahapannya adalah sebagai berikut:
 Menetapkan tujuan observasi
 Menetapkan bentuk format pencatat hasil observasi sesuai dengan
tujuan.
 Membuat format pencatat hasil observasi, apakah akan digunakan
catatan anekdot, daftar cek, dan skala penilaian.
2. Pelaksanaan observasi
Sebelum pelaksanaan dimulai, observer perlu memperhatikan
beberapa hal:
 Menetapkan individu yang akan diobservasi
 Menetapkan jadwal dan tempat dilakukannya observasi
 Menetapkan jumlah individu yang akan diobservasi
 Menetapkan petugas atau observer sesuai dengan kebutuhan
 Mempersiapkan format pencatat hasil observasi
 Menetapkan posisi yang aman tidak terlihat oleh individu yang
diobservasi
 Selama proses observasi, hendaknya fokus melakukan pengamatan
terhadap situasi dan tingkah laku yang diamati. Segera mencatat pada
format alat pencatat yang telah disiapkan, semua situasi dan tingkah laku
yang terjadi, apa adanya dengan tidak memasukkan pendapat, penilaian
pribadi. Selanjutnya untuk menjaga kerahasiaan semua hasil pengamatan
perlu didokumentasikan.
 Menutup pengamatan dengan membuat kesimpulan hasil observasi
atau melakukan diskusi apabila observasi melibatkan beberapa petugas.
Selanjutnya untuk menjaga kerahasiaan semua hasil pengamatan perlu
didokumentasikan.
6. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN OBSERVAS
1. Kelebihan Observasi
 Memberikan data yang tidak diperoleh dari instrumen lain.
 Melengkapi data yang telah diperoleh melalui instrumen lain.
 Mengetahui tingkah laku nyata yang mungkin tak terlihat saat
observasi berlangsung.
2. Kekurangan Observasi
 Observasi tidak dapat dilakukan pada beberapa situasi atau beberapa
individu secara bersamaan.
 Hasil observasi pada suatu kejadian tidak dapat diulang pada waktu
lain.
 Observasi memerlukan waktu panjang , apabila ingin mendapatkan
gambaran yang menyeluruh tentang individu.
 Kesimpulan dan hasil analisis observasi seringkali bersifat subyektif,
sehingga memerlukan beberapa petugas.
IV. REFERENSI
1. Darnadi, Hamid. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:
Alfabeta Bandung
2. Komalasari, Gantina, Eka Wahyuni, dan Karsih. 2011. Assesmen
Teknik Nontes dalam Perspektif BK Komprehensif. Jakarta: PT. Indeks 
3. Lesmana, Jeanette Murad. 2005. Dasar-Dasar Konseling. Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia. Jakarta: UI-Press
4. Mahmud. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV. Pustaka
Setia Bandung
5. Noor, Juliansyah. 2011. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Prenada
Media Group
6. Sukmadinata, Syaudih Nana. 2005. Metode Penelitian Pendidikan.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
25

Anda mungkin juga menyukai