Anda di halaman 1dari 13

Asesmen Nontes Melalui Teknik Wawancara

Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Asesmen Nontes
yang dibina oleh:
Dra. Titin Indah Pratiwi, M.Pd.
M. Farid Ilhamuddin, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh :
1. Hanifah Sri Wahyuni (19010014017 )
2. Dhiyannisa Rahma Hanifika H. (19010014031 )
3. Sefhia Alika Putri (19010014043)
4. Raihan Rizqi N. (19010014057)
5. Shafira Rudi Aqilla (19010014081)

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

1
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
TAHUN AKADEMIK 2019/2020

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami ucapkan kepada Tuhan yang maha esa atas limpahan berkat, rahmat
dan karunianya sehingga kami mampu mengerjakan dan menyelesaikan makalah ini untuk
memenuhi tugas mata kuliah asesmen non tes tentang penggunakan teknik asesmen wawancara
dalam keadaan sehat wal afiat.
Tugas makalah ini kami kerjakan dengan bantuan beberapa sumber dan juga pemikiran
kami, dan kami mengerjakan makalah ini dengan usaha semaksimal mungkin dan mengharapkan
hasil yang optimal pula. Karena kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan dijadikan
referensi bagi para pembaca.
Kami menyadari bahwa dari makalah yang kami susun ini masih terdapat banyak sekali
kekurangan baik dari segi teori, pembahasan yang kurang jelas maupun penyusunan bahasa yang
kurang tepat. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang mampu membangun
dari para pembaca, agar kami dapat menulis makalah dengan lebih baik lagi dan mampu
membenahi kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam makalah ini.
Kamipun berharap agar makalah ini mampu memberikan manfaat bagi para pembaca,
terimakasih kami ucapkan kepada para pembaca yang berkenan membaca makalah yang kami
susun ini.

Surabaya, 11 Februari 2020

Penulis

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 2


DAFTAR ISI....................................................................................................................... 3
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................... 4

BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Definisi, hal yang mempengaruhi motivasi,dan peran motivasi............................. 5
2.2 Cara meningkatkan motivasi atau mempertahankan motivasi siswa..................... 5
2.3 Membantu siswa untuk mengatasi ketidakberdayaan............................................. 6
2.4 Definisi, komponen emosi, klasifikasi emosi......................................................... 7
2.5 Teori emosi, peran emosi dan tips bagi pendidik................................................... 8
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................................................. 11
3.2 Saran ...................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 12

4
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dengan diberlakukannya undang-undang yang mengatur tentang standar
kualifikasi akademik dan kompetensi konselor, guru bimbingan dan konseling
(BK) atau konselor sebagai pendidik diharuskan memiliki beberapa kompetensi
pedagogis, professional, kepribadian, dan sosial. Salah satu jalan untuk
menaikkan kompetensi guru bimbingan dan konseling adalah dengan cara
memahami konsep pelayanan bimbingan dan konseling agar dalam proses
penerapannya lebih terstruktur.
Dalam proses pelayanan yang diberikan oleh konselor kepada konseli,
konselor diharuskan memiliki pemahaman dalam beberapa teknik asesmen. Hal
ini bertujuan agar konselor mampu memberikan pelayanan bimbingan dan
konseling yang tepat sesuai dengan permasalahan yang dihadapi konseli. Dan
mencegah terjadinya kesalahan dalam langkah yang diambil pada proses
bimbingan dan konseling.
Beberapa teknik yang digunakan pada proses asesmen adalah teknik non tes,
dimana dalam proses pengumpulan data tidak menggunakan instrumen yang
baku dan instrument yang digunakan mampu dikembangkan sendiri oleh
konseli. Dalam teknik non tes terdapat beberapa cara diantaranya adalah teknin
wawancara. Dalam Makalah ini kami akan membahas beberapa hal mengenai
wawancara.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan wawancara?
1.2.2 Apa saja jenis-jenis wawancara?
1.2.3 Bagaimana langkah-langkah dalam penyelenggaraan wawancara?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui pengertian dari wawancara.
1.3.2 Mengetahui jenis-jenis wawancara.
1.3.3 Mengetahui langkah-langkah dalam penyelenggaraan wawancara.

5
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Wawancara


Wawancara merupakan salah satu teknik dalam asesmen nontes yang fleksibel, karena
pada proses pelaksanaannya para konseli memungkinkan untuk mengembangkan
pertanyaannya, menanyakan secara lebih terperinci, memungkin responden untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh interviewer dengan segera, lengkap, utuh
tentang permasalahan yang dibahas. Selain itu keuntungan lain yang didapat dari wawancara
adalah interviewer dapat mengetahui intensitas suasana emosional dari responden.
Secara umum pengertian wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data dengan cara
mengajukan beberapa pertanyaan secara lisan kepada narasumber, dan dijawab oleh
narasumber secara langsung. Atau dapat diartikan pula bahwa wawancara adalah percakapan
antara dua orang atau lebih dan berlangsung antara narasumber dengan pewawancara
(interviewer). Tujuan dari dilakukannya wawancara ini adalah untuk mencari informasi
mengenai suatu hal dari narasumber yang bersangkutan atau yang menjadi saksi tentang
suatu peristiwa. Narasumber yang diwawancarai haruslah seseorang yang berkaitan tentang
hal yang akan diselesaikan atau dipermasalahkan dan tentunya harus bisa dipercaya. Serta
keakuratan data-data atau jawaban-jawaban yang diberikan oleh narasumber mampu
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Dalam proses pelayanan bimbingan dan konseling, melakukan asesmen merupakan hal
yang sangat penting, guna dijadikan dasar pensrukturan langkah-langkah yang akan diambil
dalam proses penyelesaian masalah. Salah satu cara yang dapat dijadikan teknik asesmen
tanpa tes adalah wawancara. Wawancara digunakan untuk mencari informasi mengenai data
pribadi konseli, data keluarga, ciri-ciri kepribadian, perkembangan diri, kecerdasan dan
bakat yang dimiliki konseli, emosional dan lingkungan konseli. Pemahaman individu ini
merupakan hal penting dalam proses untuk mengetahui langkah pelayanan bimbingan dan
konseli yang tepat diberikan kepada konseli.
Teknik wawancara ini tidak hanya digunakan dalam menjalankan proses asesmen,
biasanya teknik wawancara juga digunakan dalam bidang jurnalistik guna mendapatkan
informasi mengenai suatu hal. Dalam bidang jurnalistik, wawancara juga biasanya dilakukan
oleh satu atau dua orang, antara wartawan dengan seseorang atau sekelompok orang yang
menjadi sumber berita atau biasa disebut dengan narasumber. Dalam jurnalistik, teknik
wawancara digunakan untuk mendapatkan penjelasan tentang permasalahan sosial atau
gejala sosial yang terjadi pada masa tersebut, guna mengidentifikasi permasalahan yang
akan dihadapi. Dari sini dapat ditarik garis besar bahwa pada dasarnya, wawancara dalam
bidang apapun bertujuan untuk mencari informasi yang nantinya akan dijadikan bahan
kajian suatu permasalahan.

6
2.2 Jenis-jenis wawancara
2.2.1 Wawancara Berdasarkan Tujuan
a. wawancara jabatan
jenis wawancara ini biasanya digunakan oleh seorang atasan untuk mencari calon
pegawainya, dalam hal ini pertanyaan-pertanyaan yang diajukan lebih mengarah kepada
kepribadian calon pekerja, lalu pewawancara akan menyesuaikan jawaban calon pekerja
dengan keinginan perusahaan serta penempatan di bidang yang sesuai dengan calon pekerja.
b. wawancara disipliner atau wawancara administratif
wawancara ini bertujuan untuk menuntut perubahan dari dalam diri seseorang serta mampu
merubah tingkah lakunya kearah yang diinginkan oleh pewawancara. biasanya wawancara
ini dilakukan setelah mengetahui bahwa seseorang mengalami regresif dalam bekerja, untuk
meningkatkan kinerja seseorang tersebut maka perlu dilakukan wawancara disipliner ini
agar mengetahui penyebab dan solusi untuk permasalahan tersebut.
c. wawancara konseling
wawancara konseling merupakan suatu proses tanya jawab yang dilakukan oleh konselor
dengan konseli melalui komunikasi verbal dan didukung oleh komunikasi non verbal.
wawancara ini biasanya dilakukan dalam proses konseling antara konseli dengan konselor.
Dengan bertujuan untuk membantu konseli dalam menyelesaikan permasalahannya.
d. wawancara informative atau face-finding
wawancara ini memiliki tujuan untuk mencari informasi tentang suatu hal. Dalam konteks
psiklogi, wawancara ini digunakan untuk menggali informasi lebih dalam tentang seseorang.
Wawancara ini lebih terfokus kepada klien, setiap jawaban dari klien akan dikembangkan
sedemikian rupa oleh pewawancara untuk mendapatkan informasi yang lebih terperinci.
2.2.2 Wawancara Berdasarkan Responden
a. Secara langsung
wawancara ini dilakukan secara langsung, artinya pewawancara melakukan proses
wawancara dengan individu yang bersangkutan tentang suatu hal tidak melalui perantara.
b. Secara tidak langsung
wawancara ini dilakukan secara tidak langsung, artinya pewawancara melakukan proses
wawancara melalui orang lain untuk mendapat informasi mengenai orang lain. Dapat
diartikan bahwa proses tanya jawab antara pewawancara dengan pihak satu untuk
mendapatkan informasi tentang pihak lain yang terkait dengan pihak ke satu.
2.2.3 Wawancara Berdasarkan Prosedur

7
a.

2.3 Membantu siswa untuk mengatasi ketidakberdayaan


Ketidakberdayaan yang dipelajari adalah motif untuk menghidari kegagalan, dimana
siswa memiliki persepsi bahwa tingkat keberhasilannya kecil, di takdirkan gagal dan tidak
dapat bersaing dengan orang lain. Contoh; seorang anak karena alasan alergi tidak
diperkenankan untuk memakan ayam, saat dirumah larangan memakan ayam diterapkan
dengan ketat naming saat betamu atau bertemu orang lain, orangtua yang enggan berdebat dan
ragu untuk berkonflik di depan umum, membiarkan anaknya memakannya. Hal ini membuat
anak menjadi ragu, apakah sebenarnya memakan ayam hal yang benar atau hal yang salah.
Menurut Santrock, prisip-prinsip berikut dapat bermanfaat untuk membantu;
1. Tonjolkan yang positif.
2. Hilangkan yang negative.
3. Beralih dari sesuatu yang monoton dengan sesuatu yang baru.
4. Menciptakan tantangan.

2.4 Definisi, komponen emosi, klasifikasi emosi


Setiap manusia pasti memiliki emosi, entah itu senang, sedih, marah, kecewa dan
sebagainya. Banyak hal yang dapat manusia lakukan sebagai perwujudan ekspresi itu
sendiri, seperti tersenyum saat mendapat sesuatu yang menyenangkan, dan sebaliknya kita
akan bersedih dan bahkan menangis saat mendapat kabar kemalangan.
Namun, apakah arti dari emosi tersebut. Menurut Descrates, emosi terbagi atas : Desire
(hasrat), hate (benci), Sorrow (sedih/duka), Wonder (heran), Love (cinta) dan Joy
(kegembiraan). Sedangkan JB Watson mengemukakan tiga macam emosi, yaitu : fear
(ketakutan), Rage(kemarahan), Love (cinta). Daniel Goleman (2002 : 411) mengemukakan
beberapa macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu:
Amarah : beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati
Kesedihan : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, putus asa
Rasa takut : cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada, tidak
tenang, ngeri
Kenikmatan : bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur, bangga
Cinta : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat,
bakti, hormat, kemesraan, kasih
Terkejut : terkesiap, terkejut

8
Jengkel : hina, jijik, muak, mual, tidak suka
malu : malu hati, kesal
Dengan hal tersebut, maka dapat kita simpulkan bahwa emosi adalah suatu reaksi yang
mmendorong individu untuk memberikan respon untuk bertingkah laku terhadap stimulus
yang mereka dapatkan.

Emosi merupakan perasaan yang memiliki beberapa komponen pendukung, diantaranya:


a. Respon tubuh Internal, terutama yang melibatkan sistem syaraf otonomik. Misal: Jika
marah tubuh Anda kadang-kadang gemetar atau suara Anda menjadi tinggi, walaupun Anda
tidak menginginkannya.
b. Keyakinan atau penilaian kognitif, bahwa telah terjadi keadaan positif atau negatif tertentu.
Misal: saat mengalami suatu kebahagiaan, seringkali melibatkan tentang alasan kebahagiaan
itu.
c. Ekspresi Wajah, Misal: jika Anda merasa muak atau jijik, mungkin Anda mengerutkan
dahi, membuka mulut lebar-lebar dan kelopak mata sedikit menutup.
d. Reaksi terhadap Emosi, mencakup reaksi spesifik. Misal: kemarahan menyebabkan agresi.

Klasifikasi emosi ada 2, yaitu, Model Roda dan Pendekatan Dua Dimensi. Model Roda
yang dikemukakan oleh Plutchik pada tahun 2011 menggambarkan emosi dalam empat
dimensi :
1. Emosi dapat bersifat positif dan negative
2. Emosi dapat berupa emosi dasar dan campuran
3. Emosi banyak berupa kutub yang saling bertentangan
4. Bervariasi dalam intensitas
Menurut Sylvian Tompkins pada tahun 1962, beliau mendeskripsikan emosi-emosi dasar yang
terdiri atas rasa takut, marah, gembira, jijik, tertarik, muak, dan rasa malu.
Pendekatan Dua Dimensi ini untuk mengategorikan emosi, dalam teori ini disebutkan
bahwa hanya ada dua dimensi umum dari pengalaman emosi yaitu afeksi positif dan afeksi
negative. Emosi positif berperan dalam masyarakat melalui adaptasi, hubungan social, dan
lain-lain. Emosi negative berperan untuk mengidentifikasikan atau memberi petunjuk jika
terdapat kesalahan dalam suatu hal.
Katarsis adalah pelepasan emosi atau energy yang negative secara langsung yang
terlibat didalam kegiatan itu sendiri. Dalam teori ini menyatakan bahwa meluapkan
kemarahan atau melihan orang lain marah dapat mengurangi kemarahan berikutnya.
Berbanding terbalik dengan Teori Sosial-Kognitif yang menyatakan bahwa dengan kita
bertindak marah kita mendapat penguatan untuk melakukan kemarahan tersebut, dan dengan

9
melihat orang lain marah maka seseorang akan belajar atau termotivasi untuk melakukan
kemarahan-kemarahan berikutnya.
2.5 Teori emosi, peran emosi dan tips bagi pendidik
Dalam upaya menjelaskan bagaimana timbulnya emosi, para ahli mengemukakan
beberapa teori emosi,

1. Teori James-Lange
Teori ini dicetuskan oleh dua orang yaitu William James dari Amerika Serikat dan
Carl Lange dari Denmark. Carl Lange (dalam Sarlito, 2000:85-86) mengemukakan
bahwa emosi identik dengan perubahan-perubahan dalam sistem peradaran darah.
Pendapat ini kemudian dikembangkan oleh James dengan mengatakan bahwa emosi
adalah hasil persepsi sesseorang terhadap perubahan-perubahanyang terjadi pada
tubuh sebagai respon terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari luar. Teori ini
menekankan emasi sebagai respon dari perubahan faali yang terjadi pada dirinya.
Contoh tentang teori ini sebagai mana yang dijelaskan oleh Atkinson:
Bila Anda tiba-tiba terjerembab di tangga, secara otomatis Anda akan berpegang
pada pegangan tangga sebelum Anda sempat menyadari adanya rasa takut. Setelah
saat kritis itu berlalu, emosi Anda akan terasa dengan adanya persepsi terhadap jantun
yang berdebar keras, napas yang terengah-engah, dan perasaan lemas atau gemetar
pada tangan dan kaki. Karena perasaan takut terjadi setelah respon badani, situasi
semacam ini membuat teori ini masuk akal.
Dapat disimpulkan bahwa teori James-Lange menempatkan aspek persepsi terhadap
respon fisiologis yang terjadi ketika ada rangsangan datang sebagai pemicu emosi
yang dialami oleh manusia. Perubahan-perubahan fisiologis itu diterjemahkan menjadi
emosi.
2. Teori Cannon-Bard
Menentang teori sebelumnya, teori Cannon-Bard hendak menjeleskan bahwa
perssepsi terhadap obyrk yang dapat menimbulkan emosi diproses secara simultan
oleh dua instansi yakni sistem syaraf otonom dan cerebal cortex. Degup jantung bulu
roma berdiri, aau nafas berat terenga-engah terjadi bersamaan dengan emosi takut. Jadi
emosi dengan perubahan fisiologis terjadi secara simultan. Jadi menurut teori ini tidak
mungkin terjadi perubahan faali yang menyebabkan munculnya emosi sebagaimana
deskripsi teori James-Lange.
3. Teori Shachter-Singer
Teori emosi yang menempatkan kognisi pada posisi yang sangat menentukan
dikembangkan oleh Stanley Schachter dan Jerome Singer. Mereka meyakini bahwa
emosi merupakan fungsi interaksi antara faktor kognitif dan keadaan keterbangkitan

10
fisiologis. Setiap pengalaman yang membangkitkan emosi akan diberi label di dalam
peta kognitif. Label-label itu kemudian dijadikan pola bagi pengalaman-pengalaman
baru. Setiap stimulus yang diterima akan dinilai berdasarkan label yang telah
tersimpan.
Teori Schacher-Singer sering pula disebut two-factor theory of emotion, karena
teori ini didasarkan pada dua hal yang terjadi, yakni perubahan fisiologis dan
interpretasi kognitif.
Alur teori Schachter-Singer dapat dijelaskan sebagai berikut: Dimulai dari stimulus
yang diterima dari luar kemudian memicu terjadinya perubahan fisiologis dalam
tubuh. Selanjutnya terjadi persepsi dan interpretasi terhadap keterbangkitan itu pada
situasi khusus yang sudah dikenal dari informasi dan pengalaman yang sudah
tersimpan sebelumnya, kemudian terjadilah emosi yang bersifat subyektif.
Peran Emosi cukup banyak yang muncul untuk mencoba menjelaskan bagaimana
terjadinya peran emosional.
1. Bagi Kesehatan
Menurut Pressman & Cohen dalam King tahun 2010, psikologi saat ini sudah
mulai menjajaki penelitian tentang emosi positif dan mengurangi emosi negative.
Contohnya, komunikasi dengan amarah adalah penyakit, ada pepatah yang
menegaskan bahwa seseorang sering marah maka akan semakin tua.

2. Bagi Pembentukan Identitas


Allen pada tahun 2009 melakukan 3 studi yang membandingkan emosi harian
yang dialami oleh remaja sampai orang dewasa. Semua memberikan gambaran
umum dan hipotesis bahwa remaja lebih emosioanl dari pada dewasa. Dalam studi
pertama, Allen membandingkan dua sampel tidak berhubungan remaja dan orang
dewasa dan menemukan bahwa ada variabilitas yang lebih besar di suasana hari
remaja disbanding mereka yang dewasa. Dari studi diatas dapat disimpulkan bahwa
remaja memiliki fluktuasi yang lebih luas dan dibawah rata-rata.

3. Bagi Ingatan
Emosi sangat mempengaruhi ingatan seseorang baik yang berhubungan dengan
kebahagiaan maupun kesedihan. Dalam penelitian menyelidiki bahwa efek
pencahayaan yang menarik mengarahkan emosi untuk mempromosikan ingatan.
Sebaliknya, yang melibatkan memori saksi mata tentang kejadian yang buruk,
pandangan dominan telah membuktika bahwa emosi menggaggu ingatan.

Tips Bagi Pendidik yaitu siswa dapat memahami materi yang kita sampaikan keika kondiki kelas
menyenangkan dan melibatkan emosi positif. Jika siswa sudah bosan dengan pelajaran atau
sudah merasa tidak nyaman mereka akan berontak atau berualah, kita sebagai pendidik yang baik
harus menularkan emosi-emosi yang positif kepada siswa dan menciptakan suasana yang

11
menyenangkan bukan menegangkan. Kita sebagai penddik juga harus selalu mengingatkan siswa
agar siswa tidak tehasut dengan emosi-emosi yang negative.

BAB 3

PENUTUP

A. SIMPULAN
Kita sebagai pendidik harus mengetahui dan memahami hal-hal apa saja yang
mempengaruhi motivasi dan emosi siswa, perkembangan emosi siswa, apa saja
permasalahan emosi siswa, peran motivasi dan emosi dalam pembelajaran, sehingga
diharapkan kita bisa menjadi tenaga pendidik yang professional dan memotivasi.
B. SARAN
sebaiknya para calon guru diberikan materi psikologi pendidikan secara maksimal
agar kejadian-kejadian seperti guru yg menganiaya siswa tidak terjadi lagi dikarenakan
guru wajib mengetahui dan memahami emosi siswa

12
DAFTAR PUSTAKA

Nursalim,Muhammad. 2015. Psikologi Pendidikan. Surabaya: Unesa University Press

13

Anda mungkin juga menyukai