Anda di halaman 1dari 21

ASSESMENT PRILAKU ADIKSI

Disusun oleh

Nama: Meilisa Partikasari

NIM: 06071282025028

Mata Kuliah: Konseling Adiksi Narkoba

Dosen Pengampu:

Dr. Yosef, M.A

Silvia AR, M.Pd

BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2021 / 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Assessment Prilaku Adiksi”.
makalah ini saya susun untuk pemenuhan tugas mata kuliah Konseling Adiksi Narkoba.

Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi pembaca, dan khususnya pada diri saya
sendiri serta dapat memberikan wawasan yang lebih bagi kita semua. Saya menyadari booklet
yang saya buat memiliki kelebihan dan kekurangan. Saya mohon untuk saran dan kritiknya demi
kesempurnaan booklet yang saya buat.

Palembang, 27 Februari 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1

1.1 Latar belakang ................................................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3

2.1 Teknik Wawancara. .......................................................................................................... 3


2.2 Teknik Tes. ...................................................................................................................... 6
2.3 Teknik Behavioral Assessment. ........................................................................................ 12
2.4 Teknik Self Mentoring. ..................................................................................................... 14
2.5 Skala Penilaian ................................................................................................................. 15

BAB III PENUTUP ............................................................................................................. 17


3.1 Kesimpulan ..................................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Prilaku adiktif merupakan berarti perilaku kecanduan atau suatu tindakan dari diri
seseorang yang dilakukan berulang-ulang sehingga menyebabkan ketergantungan.
Kebanyakan orang-orang berfikir bahwa perilaku kecanduan itu berasal dari obat-obatan yang
menimbulkan efek negatif, namun dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari perilaku adiktif
tidak hanya karena obat-obatan saja tetapi juga bisa berasal dari selain obat, seperti kecanduan
belanja, kecanduan bermain game online, kecanduan olahraga dan lainnya.
Prilaku adiktif yang dilakukan oleh seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa factor yakni
factor lingkungan, social, budaya, ekonomi dan sebagainya. Selain factor yang sudah
dijelaskan ini factor yang paling penting adalah factor psikis yang dimiliki oleh seseorang yang
menyebabkan orang itu melakukan prilaku adiktif. Jika psikis seseorang sehat maka mereka
tidak akan mudah terpengaruh terhadap prilaku adiktif. Sebaliknya, apabila keadaan seseorang
tidak sehat maka akan meyebabkan seseorang dapat berprilaku adiktif.
Hal ini tentunya sebagai konselor kita perlu mengetahui apakah seseorang mengalami
adiksi prilaku adiksi atau tidak, untuk mengetahui hal tersebut dibutuhkan assessment prilaku
terlebih dahulu terhadap seseorang. Assessment ini dapat dilaksanakan menggunakan teknik
non tes, seperti teknik wawancara, teknik tes, teknik behavioral assessment, teknik self
monitoring, dan skala penilaian. Macam-macam bentuk assessment non tes ini dapat
digunakan konselor adiksi dalam mnegidentifikasi seseorang mengalami prilaku adiksi atau
tidak.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana mengidentifikasi teknik wawancara?


2. Bagaimana mengidentifikasi teknik tes?
3. Bagaimana mengidentifikasi teknik behavioral assesment?
4. Bagaimana mengidentifikasi teknik self-monitoring?
5. Bagaimana mengidentifikasi skala penilaian?

1
1.2 Tujuan
Makalah ini ditulis dengan tujuan untuk mendeskripsikan:
1. Ketepatan mengidentifikasi teknik wawancara.
2. Ketepatan mengidentifikasi teknik tes.
3. Ketepatan mengidentifikasi teknik behavioral asessment.
4. Ketepatan mengidentifikasi teknik self-monitoring.
5. Ketepatan mengidentifikasi skala penialain.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Teknik Wawancara


2.1.1 Pengertian teknik wawancara
Wawancara merupakan bentuk pengumpulan data yang paling sering dilakukan
pada penelitian kualitatif. Kebanyakan orang sering menggunakan metode
wawancara ini dikarenakan teknik wawancara ini mudah digunkan. Namun, pada
kenyataannya teknik wawancara ini tidaklah semudah itu, banyak peneliti mengalami
kesulitan mewawancarai orang, karena orang cenderung menjawab singkat pada saat
wawancara di lakukan.
Wawancara atau interviu merupakan kegiatan Tanya jawab secara lisan untuk
memperoleh informasi, dimana salah satunya merupakan narasumber/ penjawab atas
pertanyaan yang diberikan oleh pewawancara. Proses kegiatan wawancara dilakukan
biasanya dengan tujuan untuk memperoleh informasi yang ingin dicapai atas
pertanyaan yang telah disediakan sebelumnya. Bentuk informasi yang diperoleh
dapat berupa tulisan, visual, atau audio visual.
Pelaksanaan wawancara dapat dilakukan secara langsung maupun tidak
langsung. Wawancara langsung dilakukan dengan menemui secara langsung orang
yang memiliki informasi yang dibutuhkan, sedangkan wawancara tidak langsung
dilakukan dengan menemui orang-orang lain yang dipandang dapat memberikan
keterangan mengenai keadaan orang yang diperlukan datanya.

2.1.2 Jenis wawancara


1. Wawancara tidak berstruktur.
Wawancara ini dimulai dari memberikan pertanyaan umum kepada
narasumber. Wawancara ini diikuti oleh suatu kata kunci, agenda atau daftar
topik yang akan dicangkup dalam wawancara. Jenis wawancara ini tidak
menetapkan pertanyaan sebelumnya, jenis wawancara ini bersifat fleksibel
mengikuti minat dan pemikiran narasumber. Pewawancara dengan bebas
memberikan pertanyaan kepada narasumber berkaitan dengan jawaban yang

3
telah diberikan oleh narasumber. Wawancara ini cocok dilakukan apabila
peneliti mewawancarai narasumber lebih dari satu kali.

2. Wawancara semi berstruktur


Wawancara ini dimulai dari isu yang dicakup dalam pedoman
wawancara. Pedoman wawancara bukanlah jadwal seperti dalam penelitian
kuantitatif. Sekuensi pertanyaan tidaklah sama pada tiap partisipan
bergantung pada proses wawancara dan jawaban tiap individu.

3. Wawancara berstruktur dan berstandar


Jenis wawancara ini sesuai dengan namanya bertruktur dan berstandar
artinya jadwal maupun pertanyaan yang ingin diajukan kepada narasumber
telah disusun dan dijadwalkan sebelumnya. Jenis wawancara ini hamper
menyerupai kuisioner survei tertulis, wawancara berstruktur ini bisa berisi
pertanyaan terbuka

4. Wawancara kelompok
Wawancara kelompok adalah wawancara dengan sederetan pertanyaan
sistematis kepada beberapa individu atau kelompok secara serentak, baik
dalam setting formal maupun informal.

2.1.3 Lama dan pemilihan waktu wawancara


Field & Morse (1985 dalam Holloway & Wheeler, 1996) menyarankan bahwa
wawancara harus selesai dalam satu jam. Sebenarnya waktu wawancara bergantung
pada partisipan. Pada saat sebelum melakukan wawancara, pewawancara harus
membuat kontrak terlebih dahulu dengan narasumber terkait waktu wawancara yang
akan dilaksanakan nanti, agar narasumber tidak merasa terganggu kegiatannya
dikarenakan proses wawancara. Pada narasumber yang sudah usia lanjut waktu
dalam melakukan wawancara diperlukan istirahat selama 20-30 menit, hal ini
dikarenakan kelemahan fisik mereka.

4
Peneliti harus menggunakan penilaian sendiri, mengikuti keinginan partisipan,
dan menggunakan waktu sesuai dengan kebutuhan penelitiannya. Umumnya lama
wawancara tidak lebih dari tiga jam. Jika lebih, konsentrasitidak akan diperoleh
bahkan bila wawancara tersebut dilakukan oleh peneliti berpengalaman sekalipun.
Jika dalam waktu yang maksimal tersebut data belum semua diperoleh, wawancara
dapat dilakukan lagi. Beberapa kali wawancara singkat akan lebih efektif dibanding
hanya satu kali dengan waktu yang panjang.

2.1.4 Jenis pertanyaan yang diberikan pada saat wawancara


Holloway & Wheeler, 1996) membuat daftar jenis pertanyaan, seperti pert
anyaan pengalaman (“Dapatkah anda ceritakan tentang pengalaman anda merawat
pasien diabetes?”), perasaan (“Bagaimana perasaan anda saat pasien yang pertama
anda rawat meninggal?”), dan pengetahuan (“Apa pelayanan yang tersedia untuk
kelompok pasien ini?”).
Spradley (1979 dalam Holloway & Wheeler, 1996)
membedakan pertanyaan grand-tour dan mini-tour. Pertanyaan grand-tour lebih luas
sedangkan mini- tour lebih spesifik. Contoh pertanyaan grand-tour: Dapatkah anda
jabarkan kekhususan hari di bangsal? Apa yang anda lakukan jika pasien bertanya
tentang kondisinya? Sedangkan contoh pertanyaan mini-tour: Dapatkah anda
jabarkan apa yang terjadi jika seorang kolega mempertanyakan keputusan anda?

2.1.5 Prosedur wawancara


Adapun beberapa prosedur wawancara menurut Creswell (1998) yakni terdiri atas:
1. Identifikasi para partisipan berdasarkan prosedur sampling yang dipilih.
2. Tentukan jenis wawancara yang akan dilakukan dan jawaban yang relevan
dalam menjawab pertanyaan.
3. Siapkan alat perekam yang sesuai dalam melakukan kegiatan wawancara,
proses ini dilakukan agar untuk merekam pembicaraan yang tidak sempat
tercatat pada saat proses wawancara dilakukan.
4. Cek kondisi alat perekam, misalnya mulai dari batrainya, tombolnya dan
sebagainya.

5
5. Menentukan tempat pada saat kegiatan wawancara berlangsung. Jika
memungkinkan mencari ruangan yang cukup tenang agar tidak ada distraksi
yang akan mengganggu kegiatan wawancara.
6. Berikan inform consent pada calon partisipan.
7. Selama wawancara, sesuaikan dengan pertanyaan, lengkapi pada waktu
tersebut (jika mungkin), hargai partisipan dan selalu bersikap sopan santun.
Pewawancara yang baik adalah yang lebih banyak mendengarkan daripada
berbicara.

2.2 Teknik Tes


2.2.1 Pengertian Teknik Tes
Teknik tes yang dilakukan dalam hal ini berkaitan dengan tes penggunaan
narkoba. Secara umum teknik tes narkoba merupakan pengambilan sample yang
diinginkan dengan peralatan yang sesuai. Sampel kemudian dikerjakan dengan
metode-metode tertentu, seperti immunoassay, kromatografi gas dan spektrometri
massa. Terdapat beberapa sampel yang bisa diambil seperti urine, darah, saliva,
keringat, dan kuku.

2.2.2 Jenis-jenis Tes


1. Tes Formal
Assessment prilaku yang sering mencangkup suatu evaluasi. Tes formal ini
digunakan untuk membantu mendiagnosis retardasi mental digunakan untuk
mengevaluasi kondisi yang mungkin disebabkan oleh gangguan lain, seperti
gangguan syaraf otak akibat kecanduan akut pengunaan narkoba. Tes ini
menyediakan kekuatan dan kelemahan klien untuk membantu
mengembangkan rencana pengobatan yang tepat dalam merehabilitasi klien.

2. Tes Kepribadian Self Report.


Dalam tes ini individu diminta untuk merespon terhadap sekumpulan
perasaan, pikiran, pertimbangan, minat, dan keyakinan mereka. Respon-

6
respon tersebut dikemukakan dalam bentuk jawaban “ya-tidak”, “benar-
salah” “sesuai-tidak sesuai” “setuju-tidak setuju”. Beberapa tes
kepribadian self-report dimaksudkan untuk mengukur trait atau konstruk
tertentu, seperti kecamasan dan depresi.

2.2.3 Persiapan Pasien


Persiapan pasien tergantung pada specimen yang akan dilakukan tes. Adapun
beberapa jenis sample yang bisa diambil antara lain urine, darah, saliva, keringat dan
rambut. Sebelum melelakukan uji tes, orang yang melakukan tes dilarang untuk,
makan, minum atau memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya lebih kurang 20-25
menit.

2.2.4 Peralatan yang digunakan untuk melakukan tes


Peralatan yang digunakan untuk melakukan tes tergantung dengan pengujian sample
yang akan dilakukan, karena setiap jenis sample yang digunakan berbeda pula
peralatan yang digunakannya.
a. Peralatan yang digunakan untuk mengambil sample darah
 Tabung sampel darah dan labelnya
 Alat pengambil darah
 Sarung tangan non steril
 Tourniquet
 Swab alkohol 70%
 Kain kasa atau penutup luka injeksi
 Kontainer anti bocor

b. Peralatan untuk mengambil sample urine.


 Wadah urine
 Container plastic
 Penyerap
 Lable
 Bluing agent (untuk mencegah dilusi spesimen oleh donor)

7
c. Peralatan untuk mengambil sample savalia
 Absorbent foam atau sebuah pad
 Diluent atau bahan pengawet

d. Peralatan untuk mengambil sample keringat.


 Patch keringat (dengan pad penyerap diantara lapisan impermeabel
dan berpori) atau usapan keringat

e. Peralatan untuk mengambil sampel kuku adalah:


 Gunting kuku
 Skapel
 Swab alcohol
 Sampel rambut umumnya tidak membutuhkan peralatan khusus.

2.2.5 Prosedural yang dilakukan dalam melakukan tes


Procedural dalam melakukan tes ini terdiri atas persiapan pasien, pengambilan
sample, dan pemeriksaan. Prosedural yang dilakukan harus disesuaikan dengan jenis
tes yang dilakukan agar menghindari hasil positif palsu atau negative palsu.
 Persiapan pasien
Pada umumnya tahap persiapan ini tidak ada persiapan khusus sebelum
melakukan pengambilan sample, kecuali pada pemeriksaan saliva. Pada
pemeriksaan saliva ini pasien dilarang untuk makan ataupun minum selama
10-20 menit sebelum pengambilan sample.

 Pengambilan sample
Teknik dari tes narkoba dimulai dari pengambilan sampel atau spesimen.
Spesimen urine adalah yang paling sering digunakan karena metabolit zat
lebih banyak terdeteksi di urine dibandingkan sampel. Namun konsentrasi
metabolit zat di urine tidak berkorelasi terhadap kadar zat dalam darah.

8
Untuk mengetahui kondisi intoksikasi, maka dibutuhkan sampel darah.
Beberapa sampel lain yang bisa diambil adalah saliva, rambut, keringat, dan
kuku. Sampel kuku umumnya digunakan ketika sampel rambut tidak bisa
diambil atau analisa postmortem.
a) Sample urine
Tahapan untuk mengambil sample urine terdiri atas:
 Sumber air harus diamankan terlebih dahulu agar tidak
terjadinya delusi secara sengaja.
 Menyingkirkan sabun, disinfektan dan sebagainya yang dapat
mempengaruhi hasil urine.
 Melepaskan pakaian yang tidak diperlukan, lalu dititipkan ke
petugas.
 Mencuci tangan, lalu memberikan container urine sebesar 45
ml.
 Pasien tidak boleh menyiram toilet.
 Petugas kemudian menginspeksi urin yang telah diambil,
untuk melihat apakah ada hal-hal yang tidak wajar. Misalnya
akan berbusa ketika dikocok.
 Kemudian urine dibawa ke laboratorium.

b) Sample darah
Tahapan untuk mengambil sampel darah adalah:

 Persiapkan alat dan bahan


 Mengidentifikasi dan mempersiapkan pasien
(memperkenalkan diri, mengisi lembar laboratorium,
melakukan persetujuan pengambilan tindakan, menenangkan
pasien, memposisikan lengan)
 Memilih lokasi, dengan ekstensi tangan dan inspeksi fossa
antecubiti untuk melihat vena yang akan diinjeksi

9
 Pasang torniquet 4-5 jari di atas lokasi pengambilan darah,
lalu periksa kembali vena tersebut
 Mencuci tangan, lalu pakai sarung tangan non steril
 Membersihkan lokasi injeksi
 Ambil sampel darah
 Isi tabung sampel laboratorium

c) Sample Saliva:

 Donor memasukkan adsorben atau pad di bawah lidah atau


antara gusi dan pipi selama 2-5 menit
 Sampel bisa diperiksa langsung atau disimpan dalam diluent
atau bahan pengawet untuk diantar. Suhu penyimpanan bisa
dengan suhu ruangan atau 4o

d) Sample Keringat
Tahapan untuk mengambil sampel keringat adalah:

 Kulit dibersihkan dahulu untuk menghilangkan debu dan


kotoran
 Patch keringat ditempatkan pada lengan atas
 Sampel dikirimkan ke laboratorium untuk diperiksa

e) Sample Kuku:
Tahapan untuk mengambil sampel kuku adalah:

 Bersihkan kuku dengan alkohol swab


 Gunting kuku dengan ketebalan 2-3 mm
 Masukkan dalam tabung specimen

f) Sample Rambut:
Tahapan untuk mengambil sampel rambut adalah:

10
 Sampel rambut diambil dari bagian vertex posterior, karena
daerah ini memiliki variabilitas fase pertumbuhan yang lebih
rendah serta kurang dipengaruhi jenis kelamin dan usia
 Rambut dipotong sedekat mungkin dengan akar rambut
dengan panjang kurang lebih 1,5 inchi atau 3,8 cm

2.2.6 Waktu Hasil Positif Tes Narkoba Setelah Mengonsumsi Zat.

Rentang Waktu yang


Zat Dibutuhkan untuk Lama Waktu Positif
Mendapatkan Hasil Positif

1-7 hari hingga beberapa bulan dalam


Marijuana 1-3 jam
pemakaian kronis

Opioid/ heroin/
2-8 jam 1-3 hari, metadon 3-10 hari
methadone

Amphetamine/
methamphetamine/ 2-6 jam 1-3 hari
cocaine

Phencyclidine/ PCP 4-6 jam 7-14 hari

Ekstasi 2-7 jam 2-4 hari

Benzodiazepine 2-7 jam 1-7, 2-30 hari untuk diazepam

Barbiturat 2-4 jam 7-21 hari

Ketamine 2-4 jam 3-7 days

Antidepresan
8-12 jam 2-7 hari
trisiklik

Oksikodon 1-3 jam 1-2 hari

11
2.3 Teknik Behavioral Assesment
2.3.1 Pengertian Behavioral Assesment/ assessment prilaku
Behavioral assessment menggunakan hasil tes sebagai sample prilaku yang terjadi
ada situasi spesifik dan bukan sebagai tanda-tanda atau tipe atau trait kepribadian
yang mendasarinya. Menurut pandangan behavioral pula, perilaku terutama
ditentukan oleh faktor-faktor situasional atau lingkungan, seperti penguatan dan
sinyal-sinyal stimulus (Nevid et al., 2005).
Metode behavioral ini mengilhami bahwasanya perkembangan teknik-teknik
bertujuan untuk meneliti prilaku individu dalam seting kemiripan yang mungkin
denga situasi nyata. Analisis fungsional dari perilaku bermasalah diperiksa
menggunakan wawancara behavioral dengan mengajukan pertanyaan lebih
banyak tentang riwayat dan aspek aspek situasional dari perilaku bermasalah.
Analisis fungsional dari perilaku bermasalah diperiksa menggunakan wawancara
behavioral dengan mengajukan pertanyaan lebih banyak tentang riwayat dan
aspek-aspek situasional dari perilaku bermasalah.

2.3.2 Tujuan Assessment Prilaku


 Mengidentifikasi prilaku klien, apakah prilaku yang ia lakukan sedikit
berbeda dengan prilaku sebelum-sebelumnya.
 Mengidentifikasi penyebab- penyebab munculnya prilaku tertentu.
 Menetukan metode intervensi yang tepat untuk dilakukan kepada klien
tersebut, guna untuk mempermudah proses assessment dilakukan.
 Evaluasi hasil treatment. Perlunya dilakukan evaluasi setelah melakukan
assessment agar bisa memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dilakukan.

2.3.3 Metode Assessment Prilaku


 Metode Observasi dan wawancara
Metode ini digunakan untuk mempermudah konseli dalam melakukan
assessment prilaku. Pada metode ini konseli berusaha untuk menangkap pesan
verbal yang diberikan oleh klien, baik itu dari gesture badan, maupun ekspresi
wajah.

12
 Life/ self record
Metode yang digunakan untuk mengetahui motif yang disembunyikan,
penyangkalan, hambatan dan kesulitan yang dihadapi oleh klien.
 Home visit
Metode home visit atau metode mengunjungi rumah klien yang memiliki
masalah.
 Tes psikilogi proyektif/ non-proyektif

2.3.4 Fase Assessment Prilaku


1. Screening (intake phase)
Pada tahapan pertama ini merupakan wawancara umum/ awal dari
pertemuan melakukan assessment prilaku. Adapun yang dilakukan pada
wawancara umum ini meliputi identitas klien, maksud dan tujuan klien.

2. Baseline
Pada tahapan selanjutnya ialah baseline yakni penilaian awal prilaku klien,
Pengamatan dan penilaian lingkungan di mana klien tinggal. Memprediksi
variabel apa saja yang perlu dikontrol untuk mencapai tujuan program
modifikasi perilaku.

3. Treatment
Yakni merancang dan melaksanakan program modifikasi prilaku yang
dilakukan oleh klien sendiri.

4. Evaluasi.
Yakni mengevaluasi keberhasilan perubahan prilaku tertentu, agar program
selanjutnya dapat bisa diperbaiki menjadi lebih baik lagi.

13
2.4 Teknik self-monitoring
2.4.1 Pengertian teknik self-monitoring
Menurut Peacock, et. al, (2010) mendefinisikan teknik self-monitoring
adalah manajemen diri yang sering digunakan di dalam intervensi yang melibatkan
pada dua proses, mencakup: pengamatan diri, dan perekaman diri. Sedangkan
menurut Allinder dkk, 2000 teknik self-monitoring merupakan proses pemantauan
diri yang mencakup dua jenis; pengamatan diri, individu mengamati secara sadar
ada atau tidak dari perilaku sasaran yang dibuatnya. Perekaman diri, individu
mencatat perilaku yang dilakukannya.
Menurut Nevid et al., (2005), “self monitoring diharapkan untuk melatih
klien untuk mencatat atau memonitor perilaku.” Harapannya klien memonitor dan
mengamati dirinya sendiri akan prilakunya. Self monitoring memungkinan
pengukuran secara langsung dari perilaku bermasalah pada saat dan di tempat di
mana perilaku itu terjadi. Pada umumnya klien menyadari frekuensi terjadinya
perilaku dan konteks situasional.
Dapat disimpulkan bahwasanya self mentoring merupakan suatu proses klien
dalam mengamati dan mencatat segala sesuatu tentang dirinya sendiri dan
interaksinya di lingkungan. Dalam pemantauan ini klien bisanya mencatat prilaku
masalah, mengendalikan penyebab terjadinya masalah dan menghasilkan
konsekuensi.

2.4.2 Jenis-jenis Self mentoring


 Akuisitif
Jenis self-monitoring yang bertujuan untuk mendapatkan persetujuan dan
perhatian orang lain. Individu dengan jenis pemantauan diri ini akan menilai
bagaimana reaksi orang sekitar lalu mengubah perilakunya agar bisa lebih
menyatu. Ini dilakukan demi merasa cocok dengan status atau kewenangan
orang lain.

14
 Protektif
Tujuan dari self-monitoring ini adalah melindungi diri dari penolakan atau
ketidaksetujaun orang lain. Artinya, individunya akan memantau situasi dan
reaksi terlebih dahulu sebelum mengubah perilakunya agar disetujui
kelompoknya. Fokus utamanya adalah agar tidak merasa malu atau ditolak.

2.4.3 Manfaat self mentoring


 Dapat mengubah prilaku seseorang secara spesifik.
 Dapat meningkatkan self awareness
 Lebih peka terhadap orang lain
 Meningkatkan kemampuan interpersonal
 Menaksir dampak sebuah tindakan pada situasi tertentu
 Mengenali gejala yang mungkin perlu penanganan
 Menemukan cara berperilaku di lingkungan kompetitif

2.4.4 Dampak self mentoring


 Sebagai pemantauan diri yang sangat bermanfaat bagi seseorang dengan
masalah depresi yang ingin mengenal emosi lebih baik lagi.
 Dapat mengurangi seseorang untuk menjalani hidup bermalas-malasan
 Self mentoring ini dapat berguna tergantung dari pembawaan seseorang itu
sendiri, ada yang bisa mengendalikan dirinya menjadi lebih rileks dalam
menjalani masalah. Namun, adapula yang mengalami gangguan kecemasan
apabila mengalami permasalahan yang ia alami.

2.5 Skala Penilaian/ Rating Scale


Menurut Miltenberger, (2011),” Frequency, duration, and intensity are
all physical dimensions of a behavior”. Aspek-aspek yang mendasari prilaku manusia terdiri
atas frekuensi, durasi dan intentitas prilaku manusia. Sehingga dalam skala penilaian perilaku
didasarkan pada aspek-aspek yang mendasari perilaku manusia. Hal tersebut didukung oleh
Nevid et al., (2005), bahwa suatu skala penilaian perilaku (behavioral rating scale) merupakan

15
suatu daftar cheklist yang menyediakan informasi tentang frekuensi, intensitas, dan rentang
perilaku bermasalah. Skala penilaian perilaku ini menilai perilaku yang spesifik, bukan pada
karakteristik-karakteristik kepribadian, walaupun perilaku tersebut didasari pada kepribadian
manusia.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam proses pengumpulan informasi tentunya tidak semua informasi bisa digunakan
untuk membuat keputusan. Informasi-informasi yang relavan dengan apa yang dinilai akan
mempermudah melakukan sebuah penilaian dalam suatu kegiatan. Oleh karena itu sangat
dibutuhkan melakukan assessment untuk mengetahui hal itu.

Diagnosis tingkat kecanduan pada pecandu narkoba tidak akan lepas dari metode
assessment. Dagnosis kecanduan dapat diketahui melalui instrument-instrumen, yaitu wawancara,
tes psikologis, kuisioner, self-report, ukuran perilaku, dan ukuran fisiologis. Peran assessment
lebih daripada hanya penggolongan saja. Suatu assessment yang diteliti memberikan informasi
yang sangat banyak tentang kepribadian klien dan fungsi kognitifnya. Informasi ini dapat memberi
bantuan klinisi untuk memperoleh suatu pemahaman yang lebih luas tentang permasalahan klien
dan merekomendasikan bentuk rehabilitasi medis dan sosial dalam program rehabilitasi.

17
DAFTAR PUSTAKA

Nur Rachmawati, Imam. 2007. Pengumpulan Data Dalam Penelitian Kualitatif:


Wawancara. Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 11, No.1. hal 35-40.

Prasetio, Andrian. Online. https://www.alomedika.com/tindakan-medis/tes-narkoba/teknik


diakses pada tanggal 2 Maret 2022

RH, Sari. 2021. Penerapan Konseling Behavior Dengan Teknik Self Management.

Utomo, Prio. Zubaidah. 2020. Self-monitoring Techniques : Perbedaan Peningkatan


Achievement Motivation Siswa SMA Berdasarkan Jenis Kelamin (Gender). Jurnal Hawa. Vol. 2
No. 2

Supriyanto, Agus. Nurlita Hendiani. 2021. PENDEKATAN BIMBINGAN DAN


KONSELING NARKOBA (Panduan Pencegahan Narkoba Berbasis Masyarakat dan Pendekatan
Konseling pada Program Rehabilitasi Narkoba). Yogyakarta. K-media.

Trifiana, Azelia. 2021. Mengenal Istilah Self-Monitoring, Piawai Membaca Situasi Atau
Justru Tidak Jadi Diri Sendiri?. Online. https://www.sehatq.com/artikel/mengenal-istilah-self-
monitoring diakses pada tanggal 5 Maret 2022.

18

Anda mungkin juga menyukai