DAFTAR ISI
DAFTAR PUSAKA................................................................................................. 15
i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kalamullah yang diwahyukan kepada nabi Muhammad SAW. Al-
Qur’an adalah sumber utama ajaran Islam dan pedoman hidup bagi setiap muslim. Al-
Qur’an bukan sekedar memuat petunjuk tentang hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi
juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya (hablum min Allah wa hablum min
an-nas), serta manusia dengan alam sekitarnya. Untuk memahami ajaran Islam secara
sempurna (kaffah), diperlukan pemahaman terhadap kandungan Al-Qur’an dan
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari secara sungguh-sungguh dan konsisten.
Sebagaimana diketahui, Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab, baik lafal
maupun uslub-nya. Suatu bahasa yang kaya kosakata dan sarat makna. Kendati Al-Qur’an
berbahasa Arab, tidak berarti semua orang Arab atau orang yang mahir dalam bahasa
Arab, dapat memahami Al-Qur’an secara rinci. Bahkan, para sahabat mengalami
kesulitan untuk memahami kandungan Al-Qur’an, kalau hanya mendengarkan dari
Rasulullah SAW, karena untuk memahami Al-Qur’an tidak cukup dengan kemampuan
dan menguasai bahasa Arab saja. Hasbi Ash-Shiddieqi menyatakan untuk dapat
memahami Al-Qur’an dengan sempurna, bahkan untuk menerjemahkannya sekalipun,
diperlukan sejumlah ilmu pengetahuan, yang disebut ‘ulumul Qur’an.
1.3 Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Muhammad Amin Suma,Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an(1) (Jakarta: Pustaka Firdaus,2000),hlm. 6
2
T.M. Hasbi As-Shiddiqie, Ilmu-ilmu Al-Qur’an (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hlm.10-11
2
Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan, bahwa Ulumul Qur’an adalah suatu
ilmu yang lengkap dan mencakup semua ilmu yang ada hubungannya dengan al-Qur’an
seperti pembahasan tentang asbabun nuzul, pengumpulan Alquran dan penyusunannya,
masalah Makiyah dan Madaniyah, nasikh dan mansukh, muhkam dan mutasyabihat, dll. 3
3
Ibid.
4
Ahmad Syadali, Ulumul Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hlm. 11
5
Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an, ( Jakarta: PT RajaGrafindo, 2002), hlm. 9
3
c. Imalah,
d. Bacaan yang dipanjangkan (madd),
e. Meringankan bacaan hamzah,
f. Memasukkan bunyi huruf yang sukun kepada bunyi sesudahnya (idgham).
4. Persoalan Kata-Kata Al-Qur’an.
Persoalan ini menyangkut beberapa hal berikut:
a. Kata-kataAl-Qur’an yang asing (gharib),
b. Kata-kata Al-Qur’an yang berubah-ubah harakat akhirnya (murab),
c. Kata-kata Al-Qur’an yang mempunyai makna serupa (homonim),
d. Padanan kata-kataAl-Qur’an (sinonim),
e. Isti’arah,
f. Penyerupaan (tasybih).
5. Persoalan Makna-Makna Al-Qur’an yang Berkaitan dengan Hukum.
Persoalan ini menyangkut hal-hal berikut:
a. Makna umum (‘am) yang tetap dalam keumumannya,
b. Makna umum (‘am) yang dimaksudkan makna khusus,
c. Makna umum (‘am) yang maknanya dikhususkan sunnah,
d. Nash,
e. Makna lahir,
f. Makna global (mujmal),
g. Makna yang diperinci (mufashshal),
h. Makna yang ditunjukkan oleh konteks pembicaraan (manthuq),
i. Makna yang dapat dipahami dari konteks pembicaraan (mafhum),
j. Nash yang petunjuknya tidak melahirkan keraguan (muhkam),
k. Nash yang muskil ditafsirkan karena terdapat kesamaran di dalamnya
(mutasyabih),
l. Nash yang maknanya tersembunyi karena suatu sebab yang terdapat pada kata itu
sendiri (musykil),
m. Ayat yang “menghapus” dan yang “dihapus” (nasikh-mansukh),
n. Yang didahulukan (muqaddam),
o. Yang diakhirkan (muakhakhar).
4
6. Persoalan Makna-Makna Al-Qur’an yang Berpautan dengan Kata-kata Al-Qur’an.
Persoalan ini menyangkut hal-hal berikut ini:6
a. Berpisah (fashl),
b. Bersambung (washl)
c. Uraian singkat (i’jaz)
d. Uraian panjang (ithnab)
e. Uraian seimbang (musawah)
f. Pendek (qashr)
6
Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 13
7
Hasby Ash-Shidiqie, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir, Cetakan ke-13 (Jakarta:
Bulan Bintang,1990), h.90
5
2. Sejarah Perkembangan Ulumul Qur’an
a. Periode Perkembangan Ulumul Qur’an Abad I dan II H
1) Pada Masa Rasulullah SAW
Pada masa Rasulullah SAW. ini Alquran belum dibukukan. Di masa Rasulullah
SAW. dan para sahabat, Ulumul Quran belum dikenal sebagai suatu ilmu yang berdiri
sendiri dan tertulis. Pada masa Rasulullah SAW. Ulumul Quran dipelajari secara lisan,
hal ini berlangsung terus sampai beliau wafat. Karena para sahabat yang menerima
Alquran asli orang Arab dengan keistemewaan hafalan yang kuat, kecerdasan,
kemampuan menangkap makna yang terkandung dalam Alquran. Para sahabat adalah
orang-orang Arab asli yang dapat merasakan struktur bahasa Arab yang tinggi dan
memahami apa yang diturunkan kepada Rasulullah SAW. Bila mereka menemukan
kesulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat menanyakan langsung
kepada Rasulullh SAW.
Adapun tentang kemampuan Rasulullah SAW. memahami Alquran tentunya tidak
diragukan lagi karena ialah yang menerimanya dari Allah dan Allah yang mengajari
segala sesuatunya.8
Dengan demikian ada tiga faktor yang menyebabkan Ulumul Quran tidak dibukukan
di masa Rasulullah SAW. dan sahabat, yaitu :
1) Kondisinya tidak membutuhkan karena kemampuan mereka yang besar
untuk memahami Alquran dan Rasulullah SAW. dapat menjelaskan
maksudnya.
2) Para sahabat sedikit sekali yang pandai menulis.
3) Adanya larangan Rasul untuk menuliskan selain Alquran.
4) Sebagian besar para sahabat Nabi terdiri dari orang-orang buta huruf, dan
alat tulis menulis pun tidak dapat mereka peroleh dengan mudah.
2) Pada Masa Khulafa al Rasyidin
Pada zaman kekhalifaan Abu Bakar dan Umar, ilmu Alquran masih diriwayatkan
melalui penuturan secara lisan. Ketika Abu Bakar Shiddiq menjadi khalifah terjadi
pertempuran yang sangat sengit antara kaum muslimin dengan pengikut Musailamah al-
8
Ibid., hlm. 91
6
Kadzab yang menimbulkan banyak korban. Di pihak muslimin ada tujuh puluh
penghafal Alquran yang gugur, sehingga Umar bin Khattab mengusulkan kepada Abu
Bakar untuk menuliskan Alquran dalam satu mushaf. Pada mulanya Abu Bakar merasa
ragu untuk menerima usul Umar tersebut dan memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk
menuliskan Alquran dalam bentuk mushaf.
Ketika di zaman Utsman di mana orang Arab mulai bergaul dengan orang-orang non
Arab, pada saat itu Utsman memerintahkan supaya kaum muslimin berpegang pada
mushaf induk dan membuat reproduksi menjadi beberapa buah naskah untuk dikirim ke
daerah-daerah. Di zaman Khalifah Utsman wilayah Islam bertambah luas sehingga
terjadi perbauran antara penakluk Arab dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui
bahasa Arab. Keadaan demikian menimbulkan kekhawatiran sahabat akan tercemarnya
keistimewaan bahasa Arab dari bangsa Arab. Bahkan dikhawatirkan akan terjadinya
perpecahan di kalangan kaum Muslimin tentang bacaan Alquran yang menjadi standar
bacaan bagi mereka. Untuk menjaga terjadinya kekhawatiran itu, disalinlah dari tulisan-
tulisan aslinya sebuah Alquran yang disebut Mushhaf Imam. Dengan terlaksananya
penyalinan ini maka berarti Utsman telah meletakkan suatu dasar Ulumul Qur’an yang
disebut Rasm al-Qur’an atau Ilm al Rasm al-Utsmani.
Di masa Ali bin Abu Thalib terjadi perkembangan baru dalam bidang ilmu Alquran.
Ali menyuruh Abu al-Aswad al-Duali (w.63 H.) untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa
Arab. Hal ini dilakukan untuk memelihara bahasa Arab dari pencemaran dan menjaga
Alquran dari keteledoran pembacanya. Tindakan khalifah Ali ini dianggap perintis bagi
lahirnya ilmu Nahwu dan I’rab Alquran.9
3) Pada Masa Tabiin
Kegiatan para sahabat dan Tabi’in terkenal dengan usaha-usaha mereka yang
tertumpu pada penyebaran ilmu-ilmu Alquran melalui jalan periwayatan dan pengajaran
secara lisan, bukan melalui tulisan atau catatan. Kegiatan-kegiatan ini dipandang
sebagai persiapan bagi masa pembukuannya. Orang-orang yang paling berjasa dalam
periwayatan ini adalah; khalifah yang Empat, Ibn Abbas, Ibn Mas’ud, Zaid ibn Tsabit,
Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah ibn al-Zubair dari kalangan sahabat. Sedangkan dari
kalangan Tabi’in ialah Mujahid, ‘Atha, ‘Ikrimah, Qatadah, Al-Hasan al-Bashri, Sa’id
9
Ibid., hlm. 91-92
7
ibn Jubair, dan Zaid ibn Aslam di Madinah. Dari Aslam ilmu ini diterima oleh putranya
Abdul Rahman bin Zaid, Malik ibn Anas dari generasi Tabi’i al-tabi’in. Mereka ini
semua dianggap sebagai peletak batu pertama bagi apa yang disebut ilmu tafsir, ilmu
asbab al-nuzul, ilmu nasikh dan mansukh, ilmu gharib Alquran dan lainnya. 10
10
Ibid., hlm. 92
8
mengarang Grarib al-Qur’an , dan Muhammad Ibn Ali al-Adfawi (w. 388 H.)
mengarang Al-istghna’ fi ’Ulum al-Qur’an (Kebutuhan Akan Ilmu Alquran).
e. Periode Perkembangan Ulumul Qur’an Abad V H
Di abad ke-5 muncul pula beberapa tokoh ilmu qirrat, di antaranya ialah Ali Ibn
Ibrahim Ibn Sa’id al-Hufi. mengarang Al-Burhan fi ’Ulum al-Qur’an dan i’rab al-
Quran. Abu Amral-Dani (w. 444 H.) menulis kitab Al-Taisir fi al-Qiraat al-Sab’i dan
Al-Mukham fi al-Nuqath. Dalam abad ini juga lahir ilmu amtsal al-Qur’an yang di
antara lain dikarang oleh Al-Mawardi (w. 450 H.).
f. Periode Perkembangan Ulumul Qur’an Abad VI H
Pada abad ke-6, di samping banyak ulama yang melanjutkan pengembangan ilmu-
ilmu Alquran yang telah ada, lahir pula ilmu mubhamat al-Qur’an.
Abu al-Qasim Abd al-Rahman al-Suhaili (w. 581 H.) mengarang Mubhamat al-
Qur’an. Ilmu ini menerangkan lafal-lafal Alquran yang maksudnya apa dan siapa tidak
jelas. Misalnya kata rajulun (seorang lelaki) atau malikun (seorang raja). Ibn al-Jauzi (
w.597 H.) menulis kitab Funun al-Afnan fi’Ajaib al-Qur’an dan kitab Al-Mujtaba fi
’Ulum Tata’allaq bi al-Qur’an.
g. Periode Perkembangan Ulumul Qur’an Abad VII H
Pada abad ke-7 Abd al-Salam yang terkenal dengan sebutan Al-‘Izz (w. 660 H.)
mengarang kitab Majaz al-Qur’an. ’Alam al-Din al-Sakhawi (w. 643 H.) mengarang
tentang qirrat. Ia menulis kitab Hidayah al-Murtab fi al-Mutasyabih yang terkenal
dengan nama Al-Sakhawiyah. Abu Syamah Abd al-Rahman Ibn Ismal al-Maqdisi (w.
665 H.) menulis kitab Al-Mursyid al-Wajiz fi ma Yata’allaq bi al-Qur’an al-‘Aziz.
h. Periode Perkembangan Ulumul Qur’an Abad VIII H
Pada abad ke-8 muncul beberapa ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru tentang
Alquran. Ibn Abi al-Ishba’ menulis tentang badai’al-Qur’an. Ilmu ini membahas
keindahan bahasa dalam Alquran. Ibn al-Qayyim ( w.752 H.) menulis tentang Aqsam
Alquran. Ilmu ini membahas tentang sumpah-sumpah Alquran. Najmuddin al-Thufi
(w.716 H.) menulis tentang Hujaj Alquran. Ilmu ini membahas tentang bukti-bukti yang
dipergunakan Alquran dalam menetapkan suatu hukum. Abu al-Hasan al-Mawardi
menyusun ilmu amtsal Alquran. Ilmu ini membahas tentang perumpamaan-
permpamaan yang ada dalam Alquran. Kemudian Badruddin al-Zarkasyi[34] (w. 794
H.) menyusun kitabnya Al-Burhan fi ’Ulum al-Qur’an.
9
i. Periode Perkembangan Ulumul Qur’an Abad IX H
Pada abad ke-9, muncul beberapa ulama melanjutkan perkembangan ilmu-ilmu
Alquran. Jalaluddin al-Bulqini, menyusun kitabnya Mawaqi’ al-‘Ulum min Mawaqi’al-
Nujum. Menurut al-Suyuthi, Al-Bulqini dipandang sebagai ulama yang mempelopori
penyusunan Ulumul Quran yang lengkap. Sebab dalam kitabnya mencakup 50 macam
ilmu Alquran. Muhammad ibn Sulaiman al-Kafiaji, mengarang kitab Al-Tafsir fi
Qawa’id al-Tafsir. Di dalamnya diterangkan makna tafsir, takwil, Alquran, surah dan
ayat. Di dalamnya juga diterangkan tentang syarat-syarat mentafsirkan Alquran.
Jalaluddin al-Suyuthi (w. 991 H.) menulis kitab al-Tahbir fi’Ulum al-Tafsir. Penulisan
kitab ini selesai pada tahun 873 H. Kitab ini memuat 102 macam-macam ilmu Alquran.
Karena itu, menurut sebagian ulama, kitab ini dipandang sebagai kitab Ulumul Quran
yang paling lengkap. Namun Al-Suyuthi belum merasa puas dengan karya yang
monumental ini sehingga ia menyusun lagi kitab Al-Itqan fi ’Ulum Al-Qur’an. Di
dalamnya dibahas 80 macam ilmu-ilmu Alquran secara padat dan sistematis. Menurut
Al-Zarqani, kitab ini sebagai pegangan kitab bagi para peneliti dan penulis dalam ilmu
ini. Setelah wafatnya Imam Al-Suyuthi pada tahun 991 H., seolah perkembangan
karang-mengarang dalam Ulumul Quran sudah mencapai puncaknya sehingga tidak
terlihat munculnya penulis yang memiliki kemampuan seperti kemampuannya. Keadaan
seperti ini dapat terjadi sebagai akibat meluasnya sikap taklid yang dalam sejarah
perkembangan ilmu-ilmu agama umumnya mulai berlangsung setelah masa Al-
Suyuthi. Kondisi yang demikian berlangsung sejak wafatnya Iman Al-Suyuthi hingga
akhir abad ke-13 H.
j. Periode Perkembangan Ulumul Qur’an Abad X H
Abad ke-10, boleh dikatakan adalah abad kemunduran karena hanya seorang penulis
yang aktif mengarang, yaitu Imam Jalaluddin.
Setelah as-Suyuti wafat pada tahun 911 H, perkembangan ilmu-ilum al-Alquran seolah-
olah telah mencapai puncaknya dan berhenti, dengan berhentinya kegiatan ulama dalam
mengembangkan Ulumul Alquran, dan keadaan semacam itu berjalan sejak wafatnya
Imam as-Sayuti sampai akhir abad XIII H.
10
k. Periode Perkembangan Ulumul Qur’an Abad XIV H
Setelah memasuki abad XIV H ini, maka bangkit kembali perhatian ulama menyusun
kitab-kitab yang membahas al-quran dari berbagai segi dan macam Ilmu al-quran, di
antara mereka itu ialah:
a) Thahir al-Jazairi menyusun kitab Al-Tibyan fi Ulumil Quran yang selesai tahun 1335
H.
b) Jamaluddin al-Qasimi (w. 1332 H) menyusun kitab Mahasinut Ta’wil.
c) Muhammad Ali Salamah mengarang kitab Manhajul Furqan fi Ulumil quran.
d) Thanthawi Jauhari mengarang kitab al-Jawahir fi Tafsir al-Alquran dan Alquran wal
Ulumul Ashriyah.
e) Muhmmad Shadiq al-Rafi’i menyusun I’jazul Quran.
f) Mustafa al-Maraghi menyusun kitab “Boleh Menterjemahkan al-Alquran”, dan
risalah ini mendapat tanggapan dari para ulama yang pada umumnya menyetujuinya
tetapi ada juga yang menolaknya sepepti Musthafa Shabri seorang ulama besar dari
Turki yang mengarang kitab Risalah Tarjamatil Alquran.
g) Said Qutub mengarang kitab al-Tashwitul Fanni fil Alquran dan kitab Fi Dzilalil
quran.
h) Sayyid Muhammad Rasid Ridha mengarang kitab Tafsir al-Alquranul Hakim. Kitab
ini selain menafsipkan al-Alquran secara ilmiyah, juga membahas Ulum Alquran.
11
Kahar Masyhur,Pokok-Pokok Ulumul Qur’an (Jakarta: PT Rineka Cipta,1992), hlm. 30-45
11
Hubungan ‘Ulumul Qur’an dengan tafsir juga dapat dilihat dari beberapa hal yaitu:
a. Fungsi ‘Ulumul Qur’an sebagai alat untuk menafsirkan, yaitu:
1. Ulumul Qur’an akan menentukan bagi seseorang yang membuat syarah atau
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an secara tepat dapat dipertanggung jawabkan.
Maka bagi mafassir ‘Ulumul Qur’an secara mutlak merupakan alat yang harus
lebih dahulu dikuasai sebelum menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.
2. Dengan menguasai ‘Ulumul Qur’an seseorang baru bisa membuka dan
menyelami apa yang terkandung dalam Al-Qur’an.
3. ‘Ulumul Qur’an sebagai kunci pembuka dalam menafsirkan ayat Al-Qur’an
sesuai dengan maksud apa yang terkandung di dalamnya dan mempunyai
kedudukan sebagai ilmu pokok dalam menafsirkan Al-Qur’an.
b. Fungsi ‘Ulumul Qur’an sebagai Standar atau Ukuran Tafsir
Apabila dilihat dari segi ilmu, ‘Ulumul Qur’an sebagai standar atau ukuran tafsir Al-
Qur’an artinya semakin tinggi dan mendalam ‘Ulumul Qur’an dikuasai oleh seseorang
mufassir maka tafsir yang diberikan akan semakin mendekati kebenaran, maka dengan
‘Ulumul Qur’an akan dapat dibedakan tafsir yang shahih dan tafsir yang tidak shahih.
12
Nur Efendi dan Muhammad Fathurrohman, Studi Al-Qur’an (Yogyakarta: Teras, 2014), hlm.
21-22
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1) Kata ‘ilmu’ berasal dari bahasa arab yaitu ‘ulum. Dan adapun ‘ulum
adalah bentuk jamak dari kata ‘ilm yang secara harfiah berarti ilmu. ‘Ilm
dalam kamus bahasa arab berarti ilmu pengetahuan. Kata ‘ilm semakna
dengan ma’rifah yang berarti “pengetahuan”. Sedangkan ‘ulum berarti
sejumlah pengetahuan. ‘Al-Qur’an’ menurut bahasa ialah bacaan yang
dibaca.
2) Ulumul Quran adalah suatu ilmu yang mencakup berbagai kajian yang
berkaitan kajian-kajian Alquran seperti, pembahasan tentang asbabun
nuzul, pengumpulan Alquran dan penyusunannya, masalah Makiyah dan
Madaniyah, nasikh dan mansukh, muhkam dan mutasyabihat, dll. Ilmu ini
mempunyai ruang lingkup yang luas dan dalam sejarahnya selalu
mengalami perkembangan.
3) Ruang lingkup Ulum Al-Qur’an, yaitu semua ilmu yang berhubungan
dengan Al-Qur’an berupa ilmu agama, ilmu ‘Ibrah Al-Qur’an ilmu
kedokteran, ilmu ukur, astronomi dan sebagainya ke dalam pembahasan
‘Ulumul Qur’an.
4) Cabang-cabang (Pokok Bahasan) Ulumul Qur’an diantaranya ialah Ilmu
MawatinAn-Nuzul, Ilmu Tawarikh An-Nuzul, Ilmu Asbab An-Nuzul, Ilmu
Qira’ah, Ilmu Tajwid, Ilmu Garib Al-Qur’an, Ilmu I’rab Al-Qur’an, dll.
5) Dilihat dari aspek sejarah bahwa substansi ulumul qur’an sudah ada
sejak masa Nabi Muhammad SAW. Penyampaian informasi-informasi
mengenai wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW kepada para
sahabat secara langsung merupakan bagian dari materi ulumul qur’an.
13
B. Saran
Dengan di buatnya makalah ulumul qur’an ini, kami berharap para pembaca
dapat menambah wawasannya terhadap ilmu-ilmu tentang Al-Qur’an dan dapat pula
mengaplikasikan nya dalam kehidupan sehari-hari serta menjadi amal ibadah buat kita
semua.
Karya ilmiah ini mungkin masih terselip beberapa kesalahan yang tak kami sengaja, dan
kami sangat mengharapkan kritik dan komentar yang membangun terhadap karya ilmiah
ini, agar bisa menjadi catatan buat kami untuk perbaikan di karya ilmiah kami
berikutnya
14
DAFTAR PUSTAKA
15