Anda di halaman 1dari 11

Pengaplikasian Transformational Leadership dalam Lingkungan Keluarga

UAS KOMUNIKASI ORGANISASI

Oleh:

Tania Tamara

NRP: F11210013

PROGRAM STUDI STRATEGIC COMMUNICATION

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS HUMANIORA DAN INDUSTRI KREATIF

UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

SURABAYA

1
2022

Daftar Isi

Bab 1 Pendahuluan………………………………………………………………………………..3

A. Latar Belakang…………………………………………………………………………….3
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………………4

Bab 2 Isi…………………………………………………………………………………………...5

A. Teori / Tinjauan Masalah………………………………………………………………….5


B. Hasil Analisa………………………………………………………………………………6

Bab 3 Kesimpulan………………………………………………………………………………..10

A. Kesimpulan………………………………………………………………………………10
B. Saran……………………………………………………………………………………..10

Daftar Pustaka……………………………………………………………………………………11

2
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keluarga merupakan sebuah organisasi kecil yang paling dekat dengan kita.
Dalam keluarga terdiri dari dua atau lebih orang yang mempunyai jaringan interaksi
interpersonal, hubungan darah, hubungan perkawinan, mau pun hubungan adopsi.
Mengapa keluarga dikatakan sebagai organisasi? Karena pastinya di dalam keluarga kita
memiliki tujuan bersama yang ingin dicapai. Tujuan ini dapat berupa menciptakan sebuah
keluarga yang harmonis, didengar satu sama lain, dll. Kunci dalam sebuah hubungan
keluarga yang sehat meliputi komunikasi yang baik, mengambil keputusan bersama dan
menjaga hubungan yang baik antar anggotanya.
Sebuah komunikasi yang baik dapat dibentuk jika semua anggota keluarga dapat
terbuka menyampaikan pendapatnya dan merasa dihargai. Selain itu, dalam sebuah
keluarga dikenal seorang pemimpin keluarga yaitu ayah, ibu atau bahkan keduanya.
Biasanya bagaimana peraturan dalam keluarga tersebut atau cara kerja dari sesuatu
bergantung besar dari seorang pemimpin ini. Dapat dikatakan bahwa sosok pemimpin
dalam keluarga ini sangat penting, karena ia seperti seorang “nahkoda” dari sebuah
“kapal”. Termasuk dalam komunikasi yang terjadi dalam sebuah keluarga, pemimpin
memiliki peranan besar pada hal ini. Seorang pemimpin dalam keluarga memang harus
tegas dan tanggung jawab, tetapi juga harus dapat mendengarkan, menghargai, dan
mempertimbangkan pendapat dari anggota keluarga lainnya.
Tetapi pada kenyataannya, banyak ditemukan salah pemahaman mengenai konsep
sebuah keluarga. Banyak orang beranggapan bahwa keluarga harus bisa menjadi sesuai
dengan keinginan pemimpin keluarganya. Hal ini dapat terjadi karena salah satu faktor
terbesar yaitu tipe kepemimpinan yang ada di dalam keluarga tersebut. Dengan tipe /
gaya kepemimpinan yang kurang tepat maka tidak akan menciptakan keluarga yang
baik / sehat. Mengapa? Karena gaya kepemimpinan seperti ini biasanya hanya
mementingkan bagaimana keinginan dari seorang pemimpin tersebut. Akhirnya anggota
keluarga yang lain akan secara terpaksa mengikuti apa yang diminta oleh seorang

3
pemimpin. Sekali pun mereka mengutarakan pendapat atau keinginan mereka, hal itu
juga tidak atau kurang didengar oleh pemimpin keluaraga.
Padahal keluarga seharusnya menjadi zona nyaman, tempat dimana kita dapat
merasakan kasih sayang dan melepas semua kelelahan. Tetapi jika begini, maka akan
timbul sebuah tekanan di dalam keluarga tersebut. Maka dari itu akan dibutuhkan sebuah
tipe kepimimpinan yang tepat dalam sebuah keluarga. Karena bahkan dalam sebuah
keluarga pun membutuhkan sebuah pemimpin yang baik. Menurut saya, tipe
kepemimpinan yang tepat untuk diterapkan dalam lingkungan keluarga adalah
Transformational Leadership. Hal ini menjadi latar belakang saya dalam memilih judul
untuk Ujian Akhir Semester Komunikasi Organisasi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada, terbentuklah beberapa rumusan masalah

a. Apa itu transformational leadership dan bagaimana gaya kepemimpinannya?


b. Mengapa transformational leadership adalah tipe kepemimpinan yang cocok
diterapkan dalam lingkungan keluarga?

4
BAB 2

ISI

A. Teori / Tinjauan Masalah

Transformational Leadership adalah sebuah tipe kepemimpinan yang pertama kali


dicetuskan oleh James McGregor Burns dalam sebuah buku yang berjudul Leadership.
Dimana Burns membuktikan mengenai hubungan dari peran kepemimpinan kepada
pengikutnya. Proses dimana seorang pemimpin terlibat dengan orang lain dan menciptakan
koneksi yang meningkatkan motivasi dan moralitas baik pada pemimpin atau pengikutnya
disebut sebagai transformational leadership. Seorang pemimpin dari tipe kepemimpinan ini
memperhatikan kebutuhan dan motif pengikutnya. Pemimpin tidak hanya memikirkan
kebutuhan atau tujuan dirinya seorang, tetapi dia juga sangat memperhatikan anggota-
anggotanya.

Transformational Leadership atau kepemimpinan transformasional digambarkan sebagai


proses dimana para pemimpin memainkan model peran yang ideal dan mendorong
kreativitas, memberikan motivasi inspirasional, dan terlibat dalam mendukung dan
membimbing pengikut untuk mencapai visi dan tujuan bersama organisasi (Mahmood,
Uddin, & Fan, 2018). Dari definisi-definisi yang ada, dapat dilihat bahwa pemimpin dalam
model ini juga dapat mendorong serta memotivasi pengikut atau anggotanya untuk maju.
Pemimpin tidak memberikan batasan berpikir kepada anggotanya untuk tumbuh dan
berkembang.

Selain memperhatikan kebutuhan dan motif dari anggota-anggotanya, pemimpin juga


memberikan perhatian kepada elemen emosional dan karisma. Dimana hal tersebut adalah
salah satu faktor yang penting dalam sebuah kepemimpinan. Jika seseorang dapat merasa
dimengerti secara emosional, maka komunikasi dan lingkungan yang terbentuk akan
terbentuk lebih baik. Untuk memahami seseorang seorang pemimpin tidak bisa hanya
berfokus pada apa yang kelihatan, tetapi juga harus memperhatikan apa yang ada di
dalamnya yaitu faktor emosional mereka.

Untuk dapat menjalankan tipe kepemimpinan ini dengan baik, pastinya ada beberapa
faktor yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Salah satunya adalah karisma dalam diri

5
seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang berkarisma memiliki cara mereka sendiri yang
dapat menimbulkan efek karismatik kepada pengikutnya. Pemimpin disini bersifat dominan,
dapat mempengaruhi dan memiliki rasa yang kuat terhadap nilai-nilai moral seseorang. Ada
pula faktor-faktor lain seperti idalized influence, inspirational motivation, intellectual
stimulation dan individualized consideration.

Faktor pertama, idealized influence merupakan komponen emosional dari sebuah


kepemimpinan. Faktor ini mendeskripsikan seorang pemimping dapat menjadi panutan yang
kuat dan dapat daindalkan pengikutnya. Pemimpin dijadikan sebagai role model oleh
anggota-anggotanya. Dalam faktor ini terdapat 2 komponen, yaitu atribusi yang mengacu
pada atribusi pemimpin oleh anggotanya dan komponen perilaku yang mengacu pada
pengamatan anggota pada perilaku pemimpin.

Kedua, inspirational motivation mendeskripsikan seorang pemimpin yang mempunyai


ekspektasi tinggi pada pengikutnya. Tidak sampai sana saja, tetapi pemimpin juga dapat
menginspirasi mereka melalui motivasi untuk berkomitmen dan menjadi bagian dari visi
bersama dalam sebuah organisasi. Hal ini bukan berarti memaksa anggotanya untuk
mengikutinya, tetapi pelan-pelan memberikan pemahaman serta pertimbangan agar visi
organisasi tersebut dapat sejalan dengan anggota-anggotanya. Dalam faktor ini simbol dan
daya tarik emosional memiliki peranan yang besar.

Ketiga, intellectual stimulation. Pemimpin dapat menstimulasi atau memberikan


dorongan kepada anggotanya untuk menjadi kreatif dan inovatif. Anggota didukung untuk
mencoba atau mengembangkan cara-cara inovatif yang baru untuk menghadapi masalah
dalam organisasi. Selain itu, anggotanya juga didorong untuk ikut serta dalam penyelesaian
masalah di dalamnya. Keempat, individualized consideration yang menggambarkan seorang
pemimpin dapat memberikan iklim yang mendukung dimana pemimpin mendengarkan
kebutuhan setiap individu anggotanya. Pemimpin berperan sebagai pelatih atau penasihat
dalam membantu anggotanya dalam menyelesaikan perkara.

Secara keseluruhan untuk menjadi seorang pemimpin yang baik, bahkan di dalam
keluaga dibutuhkan kelima faktor yang sudah dijelaskan sebelumnya.

B. Hasil Analisa

6
Dari penjelasan mengenai teori yang sudah diberikan sebelumnya, membuktikan bahwa
transformational leadership adalah tipe kepemimpinan yang baik untuk diaplikasikan dalam
lingkungan keluarga. Seperti yang sudah dijelaskan pada bagian latar belakang, bahwa
banyak ditemui seorang pemimpin keluarga yang menginginkan keluarganya sesuai dengan
tujuan dan keinginan dirinya seorang. Dapat dikatakan tipe kepemimpinan seperti ini adalah
pseudotransformational leadership, dimana hal ini juga sempat disinggung di buku
Leadership milik James McGregor Burns.

Dilansir dari SehatQ yang menyebutkan bahwa ciri-ciri hubungan keluarga yang sehat
beberapa diantaranya yaitu komunikasi yang positif dan mampu menyelesaikan masalah
bersama. Di dalam keluarga tidak hanya terdiri dari seorang pemimpin, melainkan juga ada
anggota-anggota lain yang memiliki suara sama pentingnya. Hal ini dibuktikan dari
pengalaman penulis sendiri, dimana penulis juga merupakan anggota dari sebuah keluarga.
Tidak jarang penulis merasa bahwa pendapatnya tidak valid atau bahkan tidak terhitung. Hal
ini dikarenakan pemimpin dari keluarga penulis terkadang terlalu self oriented.

Banyak ditemui juga, seorang anak dalam sebuah keluarga yang hidupnya terlalu diatur
dan diputuskan oleh orang tuanya. Orang tuanya kurang atau bahkan tidak
mempertimbangkan apa yang sebenarnya diinginkan oleh anaknya. Yang paling sering
ditemui biasanya yaitu dalam bidang pendidikan, dimana anak dituntut untuk harus
berprestasi sesuai dengan keinginan orang tuanya. Bahkan tertulis di Kompasiana, bahwa
dorongan yang berlebihan dari orang tua kepada anak dapat menimbulkan keterpaksaan dan
tekanan. Dengan adanya tekanan, dapat mempengaruhi kondisi mental anak tersebut. Dan
jika hal itu terjadi secara berkelanjutan dapat membawa dampak yang lebih besar dan serius
lagi.

Maka dari itu seorang pemimpin diharuskan untuk memiliki sifat individualized
consideration. Yang berarti, pemimpin keluarga dapat mengetahui dan mempertimbangkan
kebutuhan dari anggota keluarganya. Pemimpin dapat mencari jalan tengah apa yang harus
dicapai agar timbul persetujuan atau kesamaan di antara mereka. Hal ini tidak bermaksud
harus selalu mendengarkan apa perkataan anak atau anggota keluarga, tetapi harus selalu ada
pertimbangan di dalam keluarga. Seringkali pemimpin dalam keluarga berpatokan pada

7
“zaman” mereka sendiri, seorang pemimpin yang baik harus dapat menyesuaikan diri serta
mempertimbangkan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.

Dalam sebuah keluarga tentunya juga dibutuhkan rasa “diikutsertakan”, hal ini berarti
dapat terlibat dalam segala sesuatu yang terjadi dalam keluarga tersebut. Jika seseorang
merasa terlibat maka dia juga akan merasa bahwa dia adalah bagian dari organisasi atau
keluarga tersebut. Hal ini masuk ke dalam faktor intellectual stimulation, dimana jika
terdapat sebuah masalah di dalam keluarga tersebut, seorang pemimpin meminta anggota-
anggotanya untuk ikut serta menyelesaikannya. Bukan malah menyelesaikannya dengan cara
dan keinginannya sendiri. Selain itu dengan melibatkan anggota di dalam pengambilan
keputusan atau penyelesaian permasalahan juga merupakan salah satu kunci untuk mencapai
hubungan keluarga yang sehat.

Jika salah satu anggota keluarga sedang terlibat dalam sebuah masalah, seorang
pemimpin juga harus bisa memberikan dorongan atau stimulasi kepada mereka untuk
mencari penyelesaiannya dan bangkit lagi. Terkadang pemimpin malah sibuk mencari
kesalahan yang dilakukan oleh anggotanya, bukan apa penyebab atau bagaimana
penyelesaiannya. Hal tersebut harus dihindari, karena hal itu dapat membuat seorang anggota
jera untuk menceritakan masalahnya dan memilih untuk bungkam. Sedangkan dalam sebuah
keluarga, setiap anggota harus dapat terbuka dan saling membantu satu sama lain.

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, tidak baik untuk seorang pemimpin terlalu
memberikan target atau tekanan kepada anggotanya. Tetapi sebaliknya, seorang pemimpin
juga tidak boleh meremehkan kemampuan dari anggotanya. Pemimpin harus dapat
memberikan dukungan dan dorongan dengan cara yang tepat. Yaitu dengan memberikan
motivasi yang dapat membangun diri anggotanya. Dalam memberikan dorongan ini, tentunya
juga harus memperhatikan dan mempertimbangkan ketertarikan dari anggotanya. Jika
seorang anak tidak memiliki ketertarikan di bidang A, orang tua juga harus dapat
memahaminya dan mendukung mereka pada hal-hal yang mereka mampu dan tertarik. Maka
dari itu dibutuhkan pemahaman terlebih dahulu sebelum melakukan sebuah aksi.

Pemimpin keluarga, harus dapat menjadi panutan bagi anggota-anggotanya. Mereka


harus dapat memberikan contoh-contoh yang baik kepada anggotanya. Apa yang diucapkan
juga harus sesuai dengan apa yang dilakukan. Seorang pemimpin juga harus memiliki pikiran

8
yang terbuka, bahwa pemimpin tidak selamanya benar. Pemimpin juga dapat melakukan
kesalahan dan harus mau menerima kritik. Umumnya banyak orang tua yang masih
berpikiran bahwa mereka selalu benar dan anak harus menuruti perkataan orang tua. Orang
tua tidak mau disalahkan atau menerima kritik dari anak. Hal ini akhirnya menimbulkan rasa
tidak percaya antara orang tua dan anak. Terkadang orang tua sendiri juga tidak dapat
melakukan perkataannya sendiri.

Padahal tentunya anggota dapat melakukan pengamatan mereka sendiri terhadap


pemimimpinnya. Contohnya, orang tua biasanya melarang anaknya bermain gadget saat
sedang makan. Tetapi pada sisi lain, orang tua tersebut juga melihat gadget saat sedang
makan. Disini adalah bukti bahwa apa yang dikatakan tidak selaras dengan apa yang
dilakukan. Jika seorang pemimpin keluarga ingin mengatur anggotanya, maka pemimpin itu
harus memberikan contoh terlebih dahulu.

Dari faktor dan contoh yang sudah disebutkan cukup membuktikkan bahwa
transformational leadership cocok untuk diaplikasikan dalam lingkungan keluarga. Sebuah
tipe kepemimpinan yang mengajak pemimpinnya untuk tidak egois dan mempertimbangkan
kebutuhan anggotanya. Dalam sebuah keluarga pastinya memiliki tujuan dan visi masing-
masing, melalui transformational leadership visi tersebut tidak semata-mata dibuat
berdasarkan kemauan pemimpin melainkan juga anggota-anggotanya. Maka dari itu
pelaksanaannya pun akan lebih mudah dan baik karena sebelumnya sudah dipertimbangkan
matang-matang.

9
BAB 3

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Dari apa yang sudah dituliskan bada bab sebelumnya, penulis menarik
kesimpulan bahwa pengaplikasian transformational leadership baik untuk diterapkan
dalam lingkungan keluarga. Mengingat bahwa beberapa faktor penting yang harus ada
dalam sebuah keluarga adalah rasa didengar dan terlibat di dalamnya. Dimana hal itu
terdapat dalam faktor-faktor pembentuk transformational leadership.

Faktor idealized influence, inspirational motivation, intellectual stimulation, dan


individualized consideration dapat diterapkan dengan baik dalam sebuah keluarga.
Karena keluarga juga merupakan sebuah organisasi yang membutuhkan seorang
pemimpin yang baik. Seorang pemimpin tidak sebatas mengetahui kebutuhan yang ada
tetapi juga harus dapat melakukan pertimbangan. Apa yang harus dilakukan agar dapat
mencapai tujuan bersama. Dari berbagai faktor yang ada dalam transformational
leadership juga dapat membantu untuk mencapai hubungan dalam keluarga yang sehat.

B. Saran

Dari makalah ini, penulis memberikan saran agar setiap pemimpin keluarga dapat
mengevaluasi lagi tipe kepemimpinan mereka dalam sebuah keluarga. Karena sebuah tipe
kepemimpinan sangat mempengaruhi hubungan antara pemimpin dan anggotanya.

Diharapkan melalui makalah ini, dapat memberikan pengertian dan pemahaman


mengenai apa itu transformational leadership dan bagaimana cara pengaplikasiannya
dalam sebuah keluarga.

10
Daftar Pustaka

Adzani, F. (2021, January 4). 6 Tanda hubungan keluarga sehat yang perlu anda ketahui. Retrieved from

https://www.sehatq.com/artikel/tanda-hubungan-keluarga-sehat-yang-perlu-anda-ketahui

Northouse, G.P. (2022). Leadership : Theory and practice (7th ed.) Retrieved from

Leadership Theory and Practice by Peter G. Northouse (z-lib.org).pdf

Tuntutan orang tua bebani anak. (2022). Retrieved from

https://www.kompasiana.com/talithadaffa5543/62f209e408a8b51d2d1ab1b4/tuntutan-
orang-tua-bebani-anak

https://dewey.petra.ac.id/repository/jiunkpe/jiunkpe/s1/mbis/2019/jiunkpe-is-s1-2019-31415040-
44897-pengaruh-chapter2.pdf

11

Anda mungkin juga menyukai