Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PENGANTAR MANAJEMEN

Tentang

KEPEMIMPINAN

Disusun Oleh :
KELOMPOK 10
NADIVA JUFRI (2216040158)
YUNITA EGA PUTRI (2216040156)

Dosen Pengampu :
Riandy Mardhika Adif, SE, MM

PRODI AKUNTANSI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN IMAM BONJOL PADANG
TAHUN AJARAN 2023/2024
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB 1 PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
BAB 2 PEMBAHASAN
A. MODEL KEPEMIMPINAN
B. PENDEKATAN SIFAT
C. PENDEKATAN PERILAKU
1. Teori X dan Y dari Douglas McGregor
2. Studi Michigan oleh ahli Psikologi Sosial Rensis Likert
3. Teori Continuum dari Tannenbaum dan Schmidt
4. Studi Ohio State
5. Kisi-kisi Manajerial dari Blake & Mouton
D. PENDEKATAN SITUASIONAL – KONTINGENSI
1. Model Kontingensi Fiedler
2. Teori Path-Goal Evans-House
3. Teori Partisipasi Vroom-Jago
4. Teori Kepemimpinan Situasional Hersey-Blanchard
E. KEPEMIMPINAN KHARISMATIK
KESIMPULAN
PENUTUP
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT, karena atas rahmat dan inayah-Nya tugas makalah
ini dapat diseselaikan . Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad
Saw, yang telah membawa umat manusia dari alam kegelapan menuju alam yang terang
benderang dengan jalan yang diridhai oleh-Nya. Adapun makalah ini telah kami usahakan
semaksimal mungkin tentunya dengan bantuan buku, jurnal, dan internet, sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini, untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada
seluruh referensi yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Dalam sebuah perjalanan menuju kesuksesan, tidak sedikit hambatan dan cobaan yang kami
hadapi. Namun semua bisa dilalui asalkan ada kemauan. Alhamdulillah berkat pertolongan-Nya
segala hambatan dan cobaan yang penulis hadapi dalam menyelesaikan penulisan makalah ini
dapat kami hadapi dengan penuh kesabaran dan ketabahan hati. Dan kami menyadari tanpa
adanya motivasi , bimbingan, doa dan bantuan yang senantiasa mengalir dari orang-orang
sekeliling kami. Dan kami hanya bisa berdo‟a semoga Allah membalas semua amal perbuatan
dengan kasih sayang-Nya. Harapan kami mudah-mudahan makalah ini bisa memberikan manfaat
bagi pembaca.

Padang, 20 Mei 2023

Penyusun
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Semua orang memiliki tujuan dalam hidupnya. Namun keterbatasan yang mereka miliki
antara satu dengan yang laimya adalah menjadi alasan mereka untuk membentuk suatu
organisasi. Dimana semua orang berkumpul dalam suatu wadah untuk bekerja sama dalam
mencapai tujuan yang telah mereka tetapkan.

Dalam setiap organisasi harus memiliki pemimpin agar berjalan dengan baik. Tanpa adanya
pemimpin tentu sangat sulit dan tidak mudah dalam menjalankan semua elemen dan komponen
yang ada dalam organisasi tersebut. Seorang pemimpin tidak begitu saja dipilih dan ditentukan.
Ada kriteria-kriteria tertentu yang harus dimiliki olehnya. Segenap kemampuan dalam berpikir
dan berbuat menjadi pertimbangan yang sangat urgen diperhatikan.

Beragam kepemimpinan yang dibuat oleh setiap pemimpin di dunia ini. Cara dan pandangan
mengenai suatu permasalahan menjadi daya dari kepemimpinan seseorang. Maka tidak bisa
dielakkan lagi kalau menjadi seorang pemimpin memiliki tanggung jawab dan peran yang
sangat berat. Tetapi itu semua bisa diatasi bila ia memiliki cara dan strategi yang baik dan sesuai
dengan kondisinya. Maka penyusun mencoba menguraikan materi kepemimpinan dalam
makalah ini.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian dan Model Kepemimpinan ?


2. Apa saja Pendekatan Sifat dalam Kepemimpinan ?
3. Apa saja Pendekatan Perilaku dalam Kepemimpinan ?
4. Apa saja Pendekatan Situasional-Kontingensi dalam kepemimpinan ?
5. Bagaimana cara kepemimpinan Kharismatik ?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui secara jelas tentang kepemimpinan.


2. Untuk memahami bagaimana menjadi pemimpin didunia modern.
BAB 2

PEMBAHASAN

Kepemimpinan (leadership) adalah proses seseorang mempengaruhi orang-orang lain untuk


melakukan sesuatu atau banyak hal mencapai tujuan organisasi dengan cara menginspirasi.
memotivasi, dan mengarahkan. Termasuk didalamnya kewibawaan, keterampilan, pengetahuan,
visi, dan kompetensi untuk dijadikan sebagai sarana kepemimpinan dalam rangka meyakinkan
orang-orang yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang
dibebankan kepadanya dengan rela, penuh semangat, dan merasa tidak terpaksa. Maka
kepemimpinan merupakan kekuatan dinamis yang berperan penting sebagai memotivasi dan
mengoordinasikan organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara efektif.

Kepemimpinan menjadi titik sentral dalam pembahasan manajemen khususnya pada


organisasi yang belum mapan. Kemapanan organisasi itu dilihat dari kelengkapan system yang
mengatur prosedur pelaksanaan manajemen khususnya untuk hal-hal yang berulang dan bersifat
rutin. Pekerjaan dan kegiatan operasional yang terjadi sehari-hari yang berulang dan rutin
sepatutnya berdasar SOP (standar operating procedure). Untuk pekerjaan-pekerjaan yang tidak
rutin diperlukan kepemimpinan untuk memecahkan dan memutuskan masalah. Sepanjang tidak
tersedia SOP maka peran kepemimpinan dalam suatu organisasi menjadi semakin dibutuhkan.
Semakin miskin SOP semakin sentral peran kepemimpinan. Oleh karena itu diperlukan banyak
SOP untuk berbagai pekerjaan-pekerjaan yang rutin yang bersifat taktis tapi lebih kepada
pekerjaan-pekerjaan strategis yang berdimensi jangka panjang.

Menyusul penelitian tentang kepemimpinan sebelumnya yang telah dilakukan terutama oleh
Ohio State University dan Michigan University di Amerika Serikat, dan terutama karena
terinspirasi gaya kepemimpinan tiga dimensi Reddin (1967), Hersey dan Blanchard (1998)
menyimpulkan bahwa para pemimpin yang sukses menyesuaikan gaya kepemimpinannya
dengan kesiapan dan kematangan para pengikutnya untuk bekerja dalam situasi tertentu.
Berdasarkan penelitian Hersey dan Blanchard tersebut, Blank dan kawan-kawan (1990)
melakukan pengujian dengan sampel 27 hall director dan 353 resident advisors di dua
universitas. Hasil penelitian tersebut mendukung teori bahwa kematangan bawahan menentukan
efektivitas kepemimpinan sehingga mempengaruhi kinerja karyawan. Sementara itu, Butler dan
Reese (1991) melakukan penelitian di perusahaan yang menghasilkan kesimpulan bahwa tenaga
penjualan yang bekerja dengan manajer yang memiliki hubungan rendah tugas mencapai prestasi
yang lebih baik.
Berikut beberapa defenisi kepemimpinan menurut para ahli yaitu :

1. Menurut Goerge R. Terry (1972) kepemimpinan adalah hubungan yang ada dalam diri
seorang atau pemimpin, aktivitas mempengaruhi orang-orang untuk bekerja sama secara
sadar dalam hubungan tugas berusaha untuk mencapai tujuan kelompok secara sukarela.
2. Menurut James Mc Gregor Burns (1979) kepemimpinan yaitu membujuk pengikut untuk
mencapai tujuan bersama dengan menciptakan lingkungan kerja efektif melalui otoritatif,
arahan, kontrol, dan pengendalian diri.
3. Menurut Tead;Terry;Hoyt didalam Kartono,2003. Definisi kepemimpinan menurutnya
adalah sebuah kegiatan ataupun sebuah seni untuk mempengaruhi orang lain agar mau
bekerja sama yang didasarkan kepada kemampuan yang dimiliki oleh orang itu guna
membimbing orang lain didalam usaha mencapai berbagai tujuan yang ingin dicapai oleh
kelompok.

A. Model Kepemimpinan

Model atau gaya kepemimpinan mengandung pengertian sebagai perwujudan timgkah


laku dari seorang pemimpin yang menyangkut kemampuannya untuk memimpin.
Perwujudan tersebut membentuk pola atau bentuk tertentu. Model kepemimpinan merupakan
cara perilaku yang khas dari seorang pemimpin terhadap para anggota kelompoknya atau
cara pemimpin berperilaku secara konsisten terhadap bawahan sebagai anggota
kelompoknya.

Pembicaraan mengenai model kepemimpinan berawal dari adanya suatu kenyataan bahwa
seseorang lebih menonjol disbanding orang lain, seseorang lebih efektif dalam memimpin
dibanding yang lain. Demikian pula terdapat fenomena bahwa seorang pemimpin yang telah
sukses memimpin di tempat lain ternyata tidak begitu sukses memimpin di tempat dan situasi
yang berbeda. Kemudian muncul suatu kesadaran bahwa situasi kepemimpinan adalah interaksi
positif antara sang pemimpin dengan bawahan yang dipimpin. Terdapat banyak faktor yang
mempengaruhi efektivitas kepemimpinan termasuk model kepemimpinan yang diterapkan sang
pemimpin juga kesiapan dan kematangan bawahan dalam menjalankan arahan dan instruksi
pemimpin.

Dalam ilmu manajemen pada umumnya, dikenal 3 (tiga) model kepemimpinan. Pada
umumnya ketiga model kepemimpinan ini sering kita lihat pada diri para leader dalam praktek
sehari-hari dalam memanage kantor atau perusahaan. Masing-masing model mempunyai warna
tersendiri, ada yang timbulnya karena anugerah Tuhan YME, ada juga timbulnya sangat erat
hubungannya dengan sifat atau karakter dari seseorang itu sendiri, bahkan ada yang timbul
karena hasil dari proses pembelajaran. Ketiga model kepemimpinan tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut :
1. Kepemimpinan Karismatik adalah :
Kepemimpinan yang berasal dari anugerah Tuhan, yang mana pemimpin tersebut
mempunyai kemampuan luar biasa, magnit yang kuat dan adanya ketertarikan emosional
yang kuat dari yang dipimpin kepada pemimpinnya.
2. Kepemimpinan Transaksional adalah :
a. Kepemimpinan untuk mengendalikan bawahan dengan cara menggunakan
kekuasaan untuk mencapai hasil.
b. Mengelola bawahan dengan memberi reward dan punishment.
c. Biasa menerapkan transaksi yang saling menguntungkan dengan bawahan.
3. Kepemimpinan Transformasional adalah :
Model kepemimpinan yang efektif dan telah diterapkan di berbagai organisasi
internasional yang mengelola hubungan antara pemimpin dan pengikutnya dengan
menekankan pada beberapa factor antara lain perhatian (attention), komunikasi
(communication), kepercayaan (trust), rasa hormat (respect) dan resiko (risk).

4 (empat) perilaku spesifik dari Kepemimpinan Transformasional. Seorang pemimpin dapat


dikategorikan mempunyai sifat kepemimpinan trasformasional manakala memiliki perilaku
sebagai berikut :
1. Credible, artinya mempunyai sifat konsisten dan komitmen yang tinggi apa yang
diucapkannya dengan yang diperbuat.
2. Creation Opportunities, artinya menciptakan peluang bagi orang lain untuk meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan.
3. Carying, artinya menunjukkan kepedulian kepada orang lain sehingga membuat bawahan
merasa diakui menjadi bagian dari organisasi.
4. Communication, artinya mempunyai ketrampilan komunikasi yang baik dengan orang lain.

Terdapat 3 (tiga) aspek dalam Kepemimpinan Transformasional, yakni :


1. Vision adalah kemampuan diri untuk menggambarkan, menjelaskan dan meyakinkan
bawahan tentang kondisi masa depan yang diinginkannya sekaligus mewujudkannya.
2. Power adalah memiliki pengaruh, kendali dan kuasa terhadap orang lain atau kelompok
sehingga mendapatkan dukungan yang kuat untuk mencapai tujuannya.
3. Self Confidence adalah kepercayaan diri untuk bertindak yang bersumber dari pengalaman
atas hal-hal yang terjadi pada kehidupannya.

B. Pendekatan Sifat
Teori pendekatan sifat (trait approach theory) disebut sebagai greath man theory merupakan
pendekatan teori kepemimpinan awal. Teori ini menganggap pemimpin itu dilahirkan (given),
bukan karena faktor pendidikan dan pelatihan. Teori ini didefinisikan sebagai pola terpadu dari
karakteristik pribadi yang mencerminkan berbagai perbedaan individual dan efektivitas
kepemimpin yang konsisten di berbagai kelompok dan situasi organisasi (Zaccaro, Kemp, &
Bader, 2004).

Konsep kepemimpinan dalam teori orang besar adalah atribut tertentu yang melekat pada diri
pemimpin, atau sifat personal, yang membedakan pemimpin dari pengikutnya. Teori ini secara
garis besar merupakan penjelasan tentang orang besar atau pahlawan dengan pengaruh
individualnya berupa karisma, intelegensi, kebijaksanaan, atau dalam bidang politik tentang
pengaruh kekuasaannya yang berdampak terhadap sejarah.

Teori pendekatan sifat menyatakan bahwa beberapa orang dilahirkan dengan atribut yang
diperlukan yang membedakan mereka dari orang lain dan memiliki sifatsifat bertanggung jawab
atas posisi mereka dengan asumsi kekuasaan dan otoritas. Dengan kata lain atribut-atribut yang
ada dalam seorang pemimpin berbeda dangan seorang pengikut. Seorang pemimpin adalah
seorang pahlawan yang mengarahkan tujuan melewati rintangan bagi para pengikutnya.

Teori ini menunjukkan bahwa mereka yang berkuasa layak berada di sana karena anugerah
khusus mereka. Selanjutnya, teori ini menyatakan bahwa sifat-sifat tersebut tetap stabil
sepanjang waktu di seluruh kelompok yang berbeda. Dengan demikian, hal itu menunjukkan
bahwa semua pemimpin besar menunjukkan karakteristik tersebut terlepas dari kapan dan di
mana mereka tinggal atau peran yang tepat dalam sejarah mereka.

Knootz (1980: 665) mengikthisarkan ada empat sifat utama yang berpengaruh terhadap
kesuksesan seorang pemimpin yaitu :

1. Kecerdasan, Hasil penelitian pada umumnya membuktikan bahwa pemimpin mempunyai


tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin. Namun
demikian, yang sangat menarik dari penelitian tersebut ialah pemimpin tidak bisa
melampaui terlalu banyak dari kecerdasan pengikutnya.
2. Kedewasaan dan keluasan hubungan sosial. Pemimpin cenderung menjadi matang dan
mempunyai emosi yang stabil, serta mempunyai perhatian yang luas terhadap akitivitas-
aktivitas sosial. Dia mempunyai keinginan menghargai dan dihargai.
3. Motivasi diri dan dorongan berprestasi. Para pemimpin seara realatif mempunyai
dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi. Mereka bekerja berusaha mendapatkan
penghargaan yang intrinsik dibandingkan dari yang ekstrinsik.
4. Sikap sikap hubungan kemanusiaan. Pemimpin-pemimpin yang berhasil mau mengakui
harga diri dan kehormatan pengikutnya dan mampu berpihak kepadanya. Dalam istilah
penelitian Universitas Ohio pemimpin itu mempunyai perhatian dan kalau mengikuti
istilah penemuan michigan pemimpin itu berorientasi pada karyawan bukanya beorientasi
pada produksi.
B. Pendekatan Perilaku

Ketidakberhasilan teori sifat mengidentifikasi macam ciri-ciri atau sifat-sifat bagi


pemimpin yang efektif, kemudian timbul pendekatan lain untuk menemukan sikap/tingkah
laku yang menjadikan seorang pemimpin berhasil. Dengan dilakukannya penelitian tentang
keperilakuan, maka dapat dimungkinkan memahami perilaku pemimpin yang konsisten dan
membentuk gaya tertentu. Gaya kepemimpinan adalah cara-cara yang disenangi dan
digunakan oleh seorang pemimpin sebagai wahana untuk menjalankan kepemimpinannya.
Gaya kepemimpinan seseorang akan identik dengan tipe kepemimpinan orang yang
bersangkutan. Tingkah laku di sini berbeda pada
pendekatan sifat yang merupakan bakat atau dan sifai yang dibawa sejak lahir, tapi tingkah
laku yang dipelalari dan dikembangkan, sehingga dapat dilatihkan bila diperlukan bagi
keberhasilan organisasi yang dipimpinnya.
Salah satu pertanyaan yang akan dijawab dalam pendekatan ini adalah apakah ada
sesuatu yang khas dalam perilaku seorang pemimpin yang efektif?. Gaya yang bagaimanakah
dari perilaku yang khas itu?. LJntuk menjawab pertanyaan tersebut telah berkembang
serangkaian penelitian dengan menggunakan model alternatif untuk mencari model
kepemimpinan yang efektif. Pendekatan perilaku sering disebut pula pendekatan sikap
(aftitude/ behavioral approach). Cara bersikap, bertindak atau berperilaku seorang pemimpin
akan nampak dari cara melakukan sesuatu pekerjaan, antara lain dalam :
1. mendelegasikantugas;
2. berkomunikasi;
3. mendorong / memotivasi bawahannya;
4. mengambil keputusan;
5. memberi perintah;
6. memberi bimbingan
7. mengawasi pekerjaan bawahan;
8. menegakkandisiplin;
9. meminta laporan dari bawahan;
10. memimpin rapat;
11. menegur kesalahan bawahan dan lain-lain.

Seorang pimpinan bisa berperilaku dalam menjalankan tugas seperti diurai di atas
dengan cara tegas, keras, sepihak, menghukum yang bersalah, menentukan batas waktu dan
prosedur kerja secara ketat. Kecenderungan perilaku pimpinan tersebut disebut gaya otoriter.
Sebaliknya apabila dalam melakukan kegiatan-kegiatan tersebut pemimpin berperilaku halus,
simpatik, interaksi timbal balik, melakukan ajakan, menghargai pendapat, memperhatikan
perasaan, membina hubungan serasi, maka gaya kepemimpinan ini cenderung dinamakan
gaya kepemimpinan demokratis.
Pandangan klasik pihak manajemen cenderung menganggap setiap pegawai itu pasif, malas,
enggan kerja, sedikit kerja, tidak ambisi maju, takut memikul tanggung jawab, tidak ada
keberanian membuat keputusan, bekerja berdasarkan perintah, bekerja dengan imbalan
materi dan sebagainya. Sebaliknya pandangan modern menganggap para pegawai itu sebagai
manusia yang memiliki perasaan, emosi, jiwa, kehendak yang patut dihargai, memerlukan
hubungan serasi, perlu diperhatikan kebutuhannya, pada umumnya gemar bekerja, aktif dan
kreatif, besar tanggung jawabnya, gemar bekerja, rajin, disiplin dan sebaginya. Dua
pandangan tersebut menimbulkan adanya gaya kepemimpinan yang berbeda. Pandangan
klasik lebih mengutamakan gaya otoriter, sedangkan pandangan modern lebih
mengutamakan gaya demokratis.

Gaya kepemimpinan dalam mengelola organisasi ada tiga hal yang sangat menonjol, yaitu
peftama mengelola organisasi dengan lebih mengutamakan aspek yang berhubungan dengan
tugas, pekerjaan, produksi; kedua mengelola organisasi dengan lebih mengutamakan aspek
yang berhubungan dengan pegawai, perasaan, kebutuhan, kepercayaan, perhatian; dan ketiga
mengelola organisasi dengan memperhatikan kedua aspek tersebut secara bersama-sama.
Oleh karena itu ada perilaku pemimpin yang lebih mengutama aspek pertama saja, atau aspek
kedua saja, atau perilaku pemimpin yang mengutamakan kedua aspek tersebut.

Berbagai sebutan yang digunakan untuk menunjukkan perilaku pemimpin yang


mengutamakan perhatian pada tugas, pekerjaan, produksi
antara lain: autoritarian, directive, leader centered, production centered, task- oriented, job-
centered, goal attainment, initiating structure dan lain-lainnya. Sedangkan berbagai sebutan
yang digunakan untuk menunjukkan perilaku pemimpin yang lebih mengutamakan perhatian
pada hubungan antar pegawai, perasaan, kejiwaan, emosi, kebutuhan, kepercayaan,
persahatan, antara lain: democratic, pafticipative, supporlive, cansultative, emptoyee-
centered, consideration, group centered, relationship-oriented, concem for people, people
centered dan lain-lainnya.

Dalam pendekatan sifat yang mengatakan bahwa pemimpin itu dilahirkan, maka dalam
pendekatan perilaku justru sebaliknya mengatakan bahwa pemimpin itu dibentuk dan diarahkan.
Mengacu pada hasil penelitian-penelitian pada pendekatan sifat, ternyata selain sifat-sifat unggul
yang dipunyai pemimpin masih ada yang lebih penting lagi, sehingga keberhasilan pemimpin
pada akhirnya tergantung pada tindakan-tindakan yang diambil dan hasil-hasil yang dicapai.
Oleh karena itu, penelitian berikutnya lebih menitikberatkan pada penelitian tentang perilaku
seseorang pemimpin pada saat berhadapan dengan bawahannya, langsung maupun tidak
langsung.

Pendekatan perilaku memusatkan perhatiannya pada dua aspek perilaku kepemimpinan, yaitu
fungsi-fungsi dan gaya-gaya kepemimpinan. Agar kelompok berjalan efektif, seorang pemimpin
harus melaksanakan dua fungsi utama sebagai berikut :
1. Fungsi-fungsi yang berhubungan dengan tugas (task related) atau pemecahan masalah.
Ini menyangkut pemberian saran penyelesaian, informasi dan pendapat.
2. Fungsi-fungsi pemeliharaan kelompok (group maintenance) atau sosial. Fungsi ini
mencakup segala sesuatu yang dapat membantu kelompok berjalan lebih lancar,
penengahan perbedaan pendapat, dan sebagainya.

Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang dipergunakan oleh seorang pemimpin dalam
mempengaruhi perilaku orang lain. Masing-masing pemimpin mempunyai gaya yang ingin
memancarkan kepemimpinannya.

Para peneliti telah mengidentifikasi gaya kepemimpinan yaitu


1. Gaya dengan orientasi tugas (task oriented), Pemimpin yang berorientasi tugas mengarahkan
dan mengawasi bawahan secara tertutup tanpa ada partisipasi untuk menjamin bahwa tugas-tugas
dilaksanakan dengan baik sesuai dengan yang direncanakan.
2. Gaya dengan orientasi karyawan (employee oriented), Pemimpin dengan gaya seperti ini
mencoba untuk lebih memotivasi bawahan ketimbang mengawasinya. Karyawan didorong untuk
melaksanakan tugas-tugas dengan memberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam
pembuatan keputusan, menciptakan suasana persahabatan serta hubungan-hubungan saling
mempercayai dan menghormati.

memberikan kesempatan bawahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan,


menciptakan suasana persahabatan serta hubungan-hubungan saling mempercayai dan
menghormati dengan para anggota kelompok

3. Gaya kepemimpinan Direktif Otokratif, Gaya kepemimpinan ini memberikan peluang yang
sangat luas kepada pemimpin untuk melaksanakan otoritasnya, sedangkan kebebasan bawahan
untuk mengemukakan pendapat sangat terbatas. Pemimpin merupakan pusat komando, pusat
perintah terhadap bawahan.

Teori-teori dan penelitian model kepemimpinan dengan pendekatan perilaku yang paling
terkenal adalah berikut ini :

1. Teori X dan Teori Y dari Douglas McGregor


Konsep McGregor yang paling terkenal adalah bahwa strategi kepemimpinan dipengaruhi
anggapan-anggapan seorang pemimpin tentang dasar sifat manusia. Sebagai hasil
pengalamannya sebagai konsultan, McGragor menyimpulkan dua kumpulan anggapan yang
saling berlawanan yang dibuat oleh para manajer dalam industri.
Anggapan-anggapan teori X :
a. Rata-rata pembawaan manusia malas atau tidak menyukai pekerjaan dan akan
menghindarinya bila mungkin.
b. Karenanya, orang harus dipaksa, diawasi, diarahkan atau diancam dengan hukuman agar
mereka menjalankan tugas untuk mencapai tujuan organisasi.
c. Rata-rata manusia mempunyai ambisi yang kecil, ingin aman dan jaminan hidup di atas
segalanya.

Anggapan-angggapan teori Y :
1) Penggunaan usaha fisik dan mental dalam bekerja adalah kodrat manusia, seperti
bermain dan istirahat.
2) Pengawasan dan ancaman hukuman bukanlah satu-satunya cara untuk mengarahkan
pencapaian tujuan. Orang akan mengendalikan diri untuk mencapai tujuannya.
3) Ketertarikan pada tujuan merupakan fungsi dari penghargaan yang berhubungan
dengan prestasinya.
4) Rata-rata manusia dalam kondisi yang layak belajar tidak hanya untuk menerima
tetapi mencari tanggung jawab.
5) Potensi intelektual rata-rata manusia hanya digunakan sebagian saja.
6) Ada kapasitas besar untuk melakukan imajinasi, kecerdikan dan kreativitas dalam
penyelesaian masalah organisasi.

2. Studi Michigan oleh ahli Psikologi Sosial Rensis Likert


Koontz (1980: 670-673) mencatat bahwa para peneliti di Lembaga Penelitian Sosial University
of Michigan USA yang dipimpin oleh Rensis Likert telah melakukan studi untuk melihat apakah
prinsip-prinsip kepemimpinan yang valid dapat diketemukan pada berbagai bidang pekerjaan
yang berbeda. Dengan dasar ini Likert menyusun suatu model empat tingkatan efektivitas
manajemen.
a. Manajer membuat semua keputusan yang berhubungan dengan kerja yang
memerintahkan para bawahan untuk melaksanakannya.
b. Manajer tetap menentukan perintah-perintah, tapi memberi kesempatan bawahan untuk
memberikan komentar, juga diberi keleluasaan cara pengerjaan tugas sepanjang tidak
melanggar kerja yang telah ditetapkan.
c. Manajer menetapkan tujuan dan memberikan perintah setelah berbagai hal didiskusikan
terlebih dahulu dengan bawahan, sehingga disepakati cara pelaksanaan tugas.
d. Tujuan dan keputusan kerja dibuat bersama dalam kelompok. Manajer menetapkannya
secara formalitas karena semua hal telah dibicarakan dengan baik dalam kelompok.

3. Teori Continuum dari Tannenbaum dan Schmidt


Robert Tennenbaum dan Warren H. Schmidt termasuk ahli teori manajemen pertama
yang menguraikan berbagai faktor yang dipikirkan memengaruhi pilihan manajer akan
gaya kepemimpinan (Stoner, 1996: 165). Walaupun mereka secara pribadi menyukai
gaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan, mereka menyarankan bahwa
seorang manajer harus manajer harus memerhatikan tiga macam “kekuatan” sebelum
memilih gaya kepemimpinan.
1) Kekuatan yang ada di tangan manajer, yang mencakup ;
 Sistem nilai baik-buruk, salah-benar, boleh-tidak
 Kepercayaan terhadap bawahan
 Kecenderungan kepemimpinan sendiri
 Perasaan aman dan tidak aman
2) Kekuatan yang ada di tangan karyawan, meliputi :
 Kebutuhan karyawan akan kebebasan
 Kebutuhan karyawan akan peningkatan tanggung jawab
 Ketertarikan dalam penanganan masalah
 Harapan karyawan mengenai keterlibatan dalam pembuatan keputusan
3) Kekuatan dalam situasi, mencakup :
 Tipe organisasi
 Efektivitas kelompok
 Desakan waktu
 Sifat masalah itu sendiri

Model ini menunjukkan sebuah kontinum mulai dari situasi di mana manajer berpegang pada
semua otoritas, menentukan apa tugas yang perlu dilakukan dan kapan. Pendekatan ini
berkembang melalui berbagai fase peningkatan konsultasi dan delegasi ke salah satu di mana
manajer mendelegasikan sebagian besar wewenang yang diinvestasikan di dalamnya kepada tim.

Banyak yang menggunakan ini sebagai model hubungan yang berkembang antara seorang
manajer dan tim dan itu bergema dengan model kepemimpinan dan kerja tim seperti Hersey &
Blanchard dan Tuckman. Tetapi dalam konteks sempit dari kebutuhan manajer P3 untuk
mendelegasikan otoritas, perlu dilihat sedikit berbeda.
Kadang-kadang bermanfaat bagi manajer untuk mengembangkan tim dengan mendorong mereka
untuk mengambil keputusan dan menerima otoritas untuk keputusan tersebut. Mungkin juga
perlu bagi amanajer untuk hanya mendefinisikan tugas dan mengalokasinya ke tim, meskipun
dengan tujuan yang dikomunikasikan dengan baik dan smart.

4. Studi Ohio State


Penelitian ini dipelopori oleh Biro Penelitian Eisnis dari Universitas Ohio State, di negara
bagian Ohio, Amerika Serikat dalam tahun 1945. Suatu penelitian dalam bidang
kepemimpinan secara interdisipliner, yang beranggotakan ahli psikologi, sosiologi, dan
ekonomi. yang ingin dicari dalam penelitian ini adalah identifikasi berbagai demensi yang
independen dari perilaku seorang pemimpin. Studi ini didasarkan pada pemikiran dasar
bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada sejauhmana seorang pemimpin
menekankan peranannya sebagai pemrakarsa struKur tugas yang akan dilaksanakan oleh
bawahan dan sejauhmana serta dalam benlqK apa georang pemimpin memberikan perhatian
kepada bawahannya. Sasaran penelitian ini adalah mengidentifikasi berbagai dimensi yang
independen dari pemimpin.

Para peneliti dari Ohio State University mengidentifikasi dua kelompok perilaku yang
mempengaruhi efektivitas kepemimpinan :
a. Struktur Pemprakarsaan (iniating structure), menjelaskan bahwa seseorang pemimpin itu
mengatur dan menentukan pola organisasi, saluran komunikasi, struktur peran dalam
mencapai tujuan organisasi dan cara pelaksanaannya.
b. Pertimbangan (consideration), menggambarkan hubungan yang hangat antara atasan dan
bawahan, adanya saling percaya, kekeluargaan, dan penghargaan terhadap ide bawahan.

Seorang pimpinan yang menonjol pada aspek pemrakarsa struktur berangkat pada
pemahaman teori tentang manajemen yang menyatakan bahwa pemimpin memegang
peranan penting dalam pemrakarsa tugas. Hal tersebut dapat dipahami karena dengan
perilaku demikian terdapat ketegasan dan kejelasan tentang berbagai tugas yang harus
diselenggarakan, sehingga pemenuhan standar hasil kerja dapat tercapai. Pemrakarsa
struktur menunjuk pada sejauhmana seorang pemimpin mendefinisikan dan menyusun
struktur peranan dia dan bawahannya dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Dalam hal ini pemimpin merupakan factor penentu dalam kehidpan
organisasi. Gaya kepemimpinan ini akan efektif apabila tingkat pengetahuan dan
kematangan jiwa berorganisasi para pekerja pada tingkat rendah. Seorang pemimpin yang
tinggi perhatiannya terhadap bawahan akan menunjukkan suatu perilaku dalam bekerja
berkaitan dengan sifat, bentuk, dan intensitas perhatiannya kepada para bawahannya.
Ciri-ciri perilaku pemrakarsa struktur (initiating structure) :
1) memberi kritik pada pekerjaan yang jelek
2) memberi batas waktu dalam pelaksanaan tugas bawahan
3) menetapkan dan mempertahankan standar kerja terteniu
4) selalu melakukan koordinasi terhadap kegiatan bawahan dan memastikan bawahan
bekerja dengan penuh kemampuan
5) memberi petunjuk kerja dengan jelas
6) menentukan apa, bagairnana, kapan, dan dimana pekerjaan dilaksanakan

Ciri-ciri perilaku perhatian (consideration)


1) menciptakan iklim saling percaya mempercayai,
2) penghargaan terhadap ide bawahan,
3) memperhitungkan perasaana bawahan,
4) perhatian pada kenyamanan kerja para bawahan,
5) perhatian pada kesejahteraan bawahan,
6) pengakuan status para bawahan secara tepat dan professional
7) memperhitungkan faktor kepuasan kerja para bawahan dalam menyelesaikan tugas-
tugas yang dipercayakan kepadanya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku pemrakarsa struktur tugas dan perhatian
tersebut sangat berbeda dan terpisah satu sama lain. Nilai yang tinggi pada satu dimensi
tidak mesti diikuti oleh rendahnya nilai dari dimensi yang lain. Perilaku pemimpin dapat
pula menunjukkan pada perilaku kombinasi dari dua dimensi tersebut bila digambarkan
seperti berikut:
Hasil analisis yang mendalam terhadap hasil-hasil temuan di lapangan dapat
disimpulkan sebagai berikut:
(1) Seorang pemimpin yang mempunyai peringkat tinggi dalam pemrakarsa struktur
tugas dan tinggi perhatian pada bawahan
(2) Tingginya peringkat dalam hal pemrakarsa struktur tugas dan rendah perhatian pada
bawahan
(3) Seorang pimpinan yang tinggi memberikan perhatian besar pada bawahan rendah
pada pemrakarsa struktur..
(4) Seorang pimpinan yang rendah hubungan dan rendah pada orientasi tugas.

5. Kisi-kisi Manajerial dari Blake & Mouton


Salah satu kesimpulan dari Ohio dan Michigan adalah bahwa gaya kepemimpinan mungkin
mempunyai dimensi lebih dari satu. Orientasi pada tugas dan orientasi pada karyawan bisa
menjadi penentu kinerja yang baik. Demikian pula consideration yang tinggi bersamaan
dengan initiating structure yang tinggi pula pada situasi dan kondisi yang sesuai akan
menghasilkan kinerja karyawan yang tinggi.
Kisi-kisi manajerial membedakan tingkah laku manajemen berdasarkan pada berbagai
kemungkinan pertemuan antara gaya manajemen berorientasi pada tuga dan berorientasi pada
karyawan, seperti terlihat pada gambar :
Lima gaya kepemimpinan yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

1. Miskin Manajemen (1, 1): Manajer dengan pendekatan ini rendah pada dimensi dan
melakukan upaya minimum untuk menyelesaikan pekerjaan dari bawahan. Pemimpin
memiliki kepedulian yang rendah terhadap kepuasan karyawan dan tenggat waktu kerja
dan sebagai hasilnya ketidakharmonisan dan disorganisasi berlaku dalam organisasi.
Para pemimpin disebut tidak efektif di mana tindakan mereka hanya bertujuan untuk
mempertahankan pekerjaan dan senioritas.
2. Manajemen tugas (9, 1): Disebut juga gaya diktator atau binasa. Di sini para pemimpin
lebih peduli tentang produksi dan kurang peduli terhadap orang. Gaya ini didasarkan
pada teori X dari McGregor. Kebutuhan karyawan tidak diurus dan mereka hanyalah
sarana untuk mencapai tujuan. Pemimpin percaya bahwa efisiensi hanya dapat dihasilkan
melalui pengorganisasian sistem kerja yang tepat dan melalui penghilangan orang
sedapat mungkin.

3. Middle-of-the-Road (5, 5): Ini pada dasarnya adalah gaya kompromi di mana pemimpin
mencoba untuk menjaga keseimbangan antara tujuan perusahaan dan kebutuhan orang.
Pemimpin tidak mendorong batas prestasi yang menghasilkan kinerja rata-rata untuk
organisasi. Di sini, baik karyawan maupun kebutuhan produksi tidak terpenuhi sepenuhnya.
4. Country Club (1, 9): Ini adalah gaya kolegial yang ditandai dengan tugas yang rendah dan
orientasi orang-orang yang tinggi di mana pemimpin memberikan perhatian penuh pada
kebutuhan orang-orang sehingga memberi mereka lingkungan yang ramah dan nyaman.
Pemimpin merasa bahwa perlakuan seperti itu terhadap karyawan akan mengarah pada
motivasi diri dan akan menemukan orang-orang bekerja keras sendiri. Namun, fokus yang
rendah pada tugas dapat menghambat produksi dan menyebabkan hasil yang dipertanyakan.

5. Manajemen Tim (9, 9): Dicirikan oleh orang-orang tinggi dan fokus tugas, gaya
didasarkan pada teori Y dari McGregor dan telah disebut sebagai gaya paling efektif menurut
Blake dan Mouton. Pemimpin merasa bahwa pemberdayaan, komitmen, kepercayaan, dan
rasa hormat adalah elemen kunci dalam menciptakan suasana tim yang secara otomatis akan
menghasilkan kepuasan dan produksi karyawan yang tinggi.

D. Pendekatan Situasional-Kontingensi
Pendekatan situasional atau pendekatan kontingensi merupakan suatu teori yang berusaha
mencari jalan tengah antara pandangan yang mengatakan adanya asas-asas organisasi dan
manajemen yang bersifat universal, dan pandangan yang berpendapat bahwa tiap organisasi
adalah unik dan memiliki situasi yang berbeda- beda sehingga harus dihadapi dengan gaya
kepemimpinan tertentu.
1. Model Kontigensi Fiedler
Menurut penemuan Fiedler, seseorang yang menguraikan rekannya yang paling disukai
dengan cara yang relative menguntungkan dan cenderung menjadi orang yang suka memberi
kebebasan, beriorientasi pada hubungan antarmanusia, dan memerhatikan perasaan anak buah,
Sebaliknya, menguraikan rekan yang tidak disukai dengan dengan cara merugikan-disebut LPC
rendah-cenderung mengatur, mengendalikan tugas, dan kurang memerhatikan perasaan bawahan.
Fiedler telah mengidentifikasi tiga macam situasi kepemimpinan atau variabel yang
membantu efektivitas gaya kepemimpinan.
a. Mutu hubungan pemimpin-anggota (leader member relations), bila anggota kelompok
menghormati pemimpinnya karena kepribadian, karakter atau kemampuan, maka manajer
tidak perlu lagi mengadalkan kekuasaan dan wewenang formal.
b. Struktur tugas (task structure), dalam tugas yang terstuktur manajer secara otomatis
mempunyai kekuasaan yang tinggi, sebaliknya dalam tugas yang tidak terstruktur
kekuasaan mereka hilang.
c. Kekuasaan posisi (position power), kekusaan posisi yang tinggi menyederhanakan tugas
pemimpin dalam memengaruhi orang lain, sedangkan kekuasaan posisi rendah membuat
tugas pemimpin menjadi lebih sulit.
2. Teori Path-Goal Evans-House
Teori ini dirumuskan oleh Martin G. Evans dan Robert J. House(Schermerhorn, 1996: 14),
yang mencoba membantu dalam memahami dan meramalkan efektivitas dalam kepemimpinan
dalam situasi yang berbeda. Teori ini menekankan bahwa motivasi seseorang tergantung pada
harapannya akan imbalan dan valensi, atau daya tarik imbalan itu. Manajer harus mampu
memberikan imbalan dan menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh bawahan untuk
memperolehnya. Manajer dengan tipe ini juga akan peka terhadap perbedaan antar karyawan dan
akan menyesuaikan imbalan menurut orangnya. Evant-House mengidentifikasi empat gaya
kepemimpinan untuk menjelaskan teorinya.
a) Kepemimpinan direktif, mengarahkan tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana
caranya, menjadwalkan pekerjaan, mempertahankan standar kinerja, memperjelas
peranan pemimpin dalam kelompok.
b) Kepemimpinan suportif, melakukan berbagai usaha agar pekerjaan menjadi lebih
menyenangkan, memperlakukan anggota dengan adil, dan mudah bergaul, memerhatikan
kesejahteraan bawahannya.
c) Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi, menentukan tujuan-tujuan yang
menantang, mengharap kinerja yang tinggi, menekankan pentingnya kinerja yang
berkelanjutan, optimistic dan memenuhi standar-standar yang tinggi.
d) Kepemimpinan partisipatif, melibatkan bawahan, meminta saran bawahan dan
menggunakannya dalam proses pengambilan keputusan.

3. Teori Partisipasi Vroom-Jago


Victor Vroom dan Arthur Jago, 1988, melontarkan kritik atas teori Path-goal karena tidak
memperhitungkan situasi ketika manajer memutuskan untuk melibatkan karyawan. Sebagai jalan
keluarnya mereka memperluas model kepemimpinan situasional klasik dari Vroom-Yetton
(1973) dengan menyertakan perhatian pada mutu dan penerimaan atas keputusan. Awalnya
model klasik itu digunakan untuk memutuskan kapan dan sejauh mana manajer harus
menyertakan karyawan dalam memecahkan masalah tertentu. Model ini memisahkan lima (5)
gaya kepemimpinan yang menggambarkan kontinum dari pendekatan otoriter (AI, AII), ke
konsultatif (CI, CII), sampai ke pendekatan yang sepenuhnya partisipatif (GII).

4. Teori Kepemimpinan Situasional Hersey-Blanchard


Pendekatan kepemimpinan yang dikembangkan oleh Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard
(1988:169-189) menguraikan bahwa gaya kepemimpiana yang paling efektif tergantung
kesesuaian antara beberapa faktor :
a. Perilaku tugas, adalah kadar upaya memimpin organisasi dan menetapkan peran
bawahan, menjelaskan kegiatan setiap anggota, dan bagaimana cara menyelesaikannya.
Dimensi perilaku tugas dan indikator perilaku mencakup :
1) Penyusunan tujuan
2) Pengorganisasian
3) Penetapan batas waktu
4) Pengarahan
5) Pengendalian
b. Perilaku hubungan, adalah kadar upaya pemimpin dalam membina hubungan pribadi di
antara para pemimpin dan bawahan dengan membuka saluran komunikasi, menyediakan
dukungan sosioemosional dan kemudahan perilaku.
c. Kematangan Bawahan, adalah kemampuan atau kemauan individu untuk memikul
tanggung jawab sehingga dapat mengarahkan perilaku bawahan.
Hersey dan Blanchard mengggunakan penelitian OSU (Ohio State University) untuk
kemudian mengembangkan 4 gaya kepemimpinan yang bisa dipakai oleh para pemimpin, antara
lain :

a. Telling – menyuruh, pemimpin menetapkan peran yang diperlukan untuk melakukan


suatu tugas dan memerintahkan para pengikutnya apa, dimana, bagaimana dan kapan
melakukan tugas tersebut.
b. Selling – menjual, yaitu pemimpin memberikan intruksi terstruktur, tetapi juga bersifat
supportif.
c. Participating – berpartisipasi, yaitu pemimpin dan para pengikutnya bersama-sama
memutuskan bagaimana cara terbaik menyelesaikan suatu pekerjaan.
d. Delegating – delegasi, yaitu pemimpin tidak banyak memberikan arahan yang jelas dan
spesifik ataupun dukungan pribadi kepada para pengikutnya.

E. Kepemimpinan Kharismatik

Kepemimpinan karismatik adalah kepemimpinan yang mengasumsikan bahwa karisma


merupakan karakteristik individu yang dimiliki seseorang pemimpin yang dapat
membedakannya dengan pemimpin yang lain, terutama dalam hal implikasi terhadap inspirasi,
penerimaan, dan dukungan para bawahan. Penekanan kepemimpinan karismatik adalah pada
karisma yang dimiliki oleh seorang pemimpin. Selain Robert House, Conger dan Kanungo
(dalam Yukl, 2001) pun mengusulkan teori tentang kepemimpinan karismatik berdasarkan pada
asumsi bahwa karisma merupakan sebuah fenomena yang berhubungan (atribusional). Menurut
teori ini, atribusi pengikut dari kualitas karismatik bagi seorang pemimpin bersama-sama
ditentukan oleh perilaku, keterampilan pemimpinnya dan aspek situasi. Ada tiga asumsi yang
digunakan dalam menarik para pengikut pemimpin karismatik, yaitu:
1. daya tarik dan keanggunan merupakan modal yang dibutuhkan untuk menarik pengikut,
2. Rasa percaya diri adalah kebutuhan dasar dari seorang pemimpin, dan
3. Pengikut akan mengikuti orang-orang yang mereka kagumi.
KESIMPULAN

1. Menurut Goerge R. Terry (1972) kepemimpinan adalah hubungan yang ada dalam diri
seorang atau pemimpin, aktivitas mempengaruhi orang-orang untuk bekerja sama secara
sadar dalam hubungan tugas berusaha untuk mencapai tujuan kelompok secara sukarela.
2. Definisi kepemimpinan menurutnya adalah sebuah kegiatan ataupun sebuah seni untuk
mempengaruhi orang lain agar mau bekerja sama yang didasarkan kepada kemampuan yang
dimiliki oleh orang itu guna membimbing orang lain didalam usaha mencapai berbagai
tujuan yang ingin dicapai oleh kelompok.
3. Mengacu pada hasil penelitian-penelitian pada pendekatan sifat, ternyata selain sifat-sifat
unggul yang dipunyai pemimpin masih ada yang lebih penting lagi, sehingga keberhasilan
pemimpin pada akhirnya tergantung pada tindakan-tindakan yang diambil dan hasil-hasil
yang dicapai.
4. Pendekatan Situasional-Kontingensi Pendekatan situasional atau pendekatan kontingensi
merupakan suatu teori yang berusaha mencari jalan tengah antara pandangan yang
mengatakan adanya asas-asas organisasi dan manajemen yang bersifat universal, dan
pandangan yang berpendapat bahwa tiap organisasi adalah unik dan memiliki situasi yang
berbeda- beda sehingga harus dihadapi dengan gaya kepemimpinan tertentu.
5. Kepemimpinan Kharismatik Kepemimpinan karismatik adalah kepemimpinan yang
mengasumsikan bahwa karisma merupakan karakteristik individu yang dimiliki seseorang
pemimpin yang dapat membedakannya dengan pemimpin yang lain, terutama dalam hal
implikasi terhadap inspirasi, penerimaan, dan dukungan para bawahan.
DAFTAR PUSTAKA

Wahjono, Sentot Imam. Marina, Anna. Wardhana, Andi. Darmawan, Akhmad. 2019.
Pengantar Manajemen. Penerbit RajaGrafindo, Jakarta, Indonesia.
Management Practices is Not Important for Women Entrepreneurs in Family Business while
Enhance Their Business Performance: Evidence from Melaka, Malaysia. Paper presented at
International Conference on Business and Economics 2014 (ICBE2014), Universitas
Andalas, Padang, Indonesia, 22-23 October 2014.
Prof. Dr. H. Syaiful Sagala, S.sos., M.Pd. (2018) PENDEKATAN DAN MODEL KEPEMIMPINAN.
Jakarta 13220
Prof Dr H Veithzal Rivai, Pemimpin dan Kepemimpinan dalam Organisasi
Setiawan, „HUBUNGAN KEPEMIMPINAN KARISMATIK, KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL
DAN KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL DENGAN KINERJA BAWAHAN ‟.

Yukl .A. Gary ,2010, Leadership In Organizations, Seventh Edition, New Yersey, Prentice Hall.
Rivai, Veithzal dan Deddy Mulyadi. 2009. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai