Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PENGANTAR STUDI HUKUM ISLAM

Tentang

TAQLID, ITTIBA’ DAN TAFLIQ

Disusun Oleh :
KELOMPOK 11
NADIVA JUFRI (2216040158)

Dosen Pengampu:
Ibnu Hasnul., S.H.I., MA

PRODI AKUNTANSI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN IMAM BONJOL PADANG
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Pengantar Studi Hukum Islam
yang berjudul “Sadd Al-zari‟ah, Syar‟u Man Qablana, dan Al-‟Urf
Makalah ini di buat dengan tujuan memenuhi tugas dari Bapak Ibnu Hasnul., S.H.I., MA.
Selain itu penyusunan makalah ini bertujuan menambah wawasan pembaca.
Penulis berharap dengan membaca makalah ini dapat memberikan kita wawasan yang luas
dan bermanfaat bagi kita semua, dan penulis juga menyadari bahwa makalah masih jauh dari
kata sempurna, untuk itu penulis mengucapkan mohon maaf jika ada kesalahan dalam
pembuatan makalah ini dan siap menerima kritikan dan saran yang membangun.

Padang, 01 Juni 2023

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu Ushul Fiqh merupakan metode dalam menggali dan menetapkan hukum, ilmu ini
sangat berguna untuk membimbing para mujtahid dalam mengistimbatkan hukum syara’
secara benar dan dapat dipertanggung jawabkan hasilnya. Melalui ushul fiqh dapat ditemukan
jalan keluar dalam menyelesaikan dalil-dalil yang kelihatannya bertentangan dengan dalil
lainnya. Dalam ushul fiqh juga dibahas masalah talfiq, taklid, ittiba’, dan ifta. Keempatnya
memiliki arti yang berbeda dan maksudnya pun berbeda.

Makalah ini mencoba menguraikan masalah yang berkenaan dengan Talfiq, taqlid,
ittiba’, dan ifta yang ramai dan tetap hangat untuk didiskusikan, dan pembahasan ini sangat kita
butuhkan, terutama juga masyarakat kita di Indonesia, oleh karena itu kita dituntut agar
mengetahui, meneliti dan mendalami ilmu usul fiqh terutama untuk materi ini, sehingga kita
tidak canggung ketika dihadapkan permasalahan atau pertanyaan tentang masalah ini. Makalah
ini hanyalah sebagai pengantar, agar nantinya kita bisa lebih mendalami dengan mengkaji
khazanah-khazanah keilmuan yang ada di negeri ini.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun yang menjadi fokus permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1) Apa itu Taqlid, Ittiba dan Taqfiq ?
2) Apa itu penggunaan metode Taqlid, Ittiba dan Taqfiq ?
3) Bagaimana contoh kasus Taqlid, Ittiba dan Taqfiq ?
C. Tujuan
Adapun tujuannya:
1) Untuk mengetahui pengertian Taqfiq, Ittiba dan Taqliq
2) Untuk mengetahui bagaimana penggunaan Taqfiq, Ittiba dan Taqliq di zaman
kontemporer
3) Untuk mengetahui apa saja contoh kasus Taqfiq, Ittiba dan Taqliq.
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Taqlid
1) Pengertian Taqlid
Taqlid secara Bahasa terambil dari al-qalladah yang berarti
mengalungkan, sedangkan menurut istilah sebagaimana yang diungkapkan
Imam Al-Ghazali (al-Mustasfa: 370: tth) adalah:

‫قبول قول بال حجة‬


“Menerima ucapan tanpa adanya hujjah atau dalil”.

Sedangkan Ibnu Subki mendefinisikan Taqlid adalah:


‫قبول قول الغيش مه غيش حجة‬
“Mengambil suatu perkataan tanpa mengetahui dalil”
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Taqlid secara istilah adalah
mengambil pendapat orang lain tanpa mengetahui dalilnya serta tidak
mengetahui apakah dalilnya itu kuat atau tidak.

2) Hukum Taqlid
Pada asalnya menurut hukum Islam bertaqlid itu dicela atau dilarang karena
ia hanya mengikuti tanpa mengetahui alasan dan dalilnya, karena hal itu akan
membuat orang yang bertaqlid menjadi fanatic yang berlebihan kepada orang
yang bertaqlidinya.
Dalam menghukumi Taqlid menurut para Ulama terdapat tiga macam hukum:
pertama, Taqlid yang diharamkan, kedua, Taqlid yang diwajibkan, ketiga,
taqlid yang dibolehkan.
a. Taqlid yang diharamkan
Ulama sepakat haram melakukan taqlid ini. taqlid ini ada tiga
macam:
 Taqlid semata-mata mengikuti adat kebiasaan atau
pendapat nenek moyang atau orang dahulu kala yang
bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadis.
 Taqlid kepada orang yang tidak diketahui bahwa dia pantas
diambil perkataannya.
 Taqlid kepada perkataan atau pendapat seseorang,
sedangkan yang bertaqlid mengetahui bahwa perkataan
atau pendapat itu salah.
b. Taqlid yang dibolehkan
Adalah Taqlidnya seseorang yang sudah mengerahkan
usahanya untuk ittiba’ kepada apa yang diturunkan Allah swt.
Hanya saja sebagian darinya tersembunyi bagi orang tersebut
sehingga dia taqlid kepada orang yang lebih berilmu darinya, maka
yang seperti ini adalah terpuji dan tidak tercela, dia mendapat
pahala dan tidak berdosa. Taqlid ini sifatnya sementara. Misalnya
taqlid sebagian Mujtahid kepada Mujtahid lain, karena tidak
ditemukan dalil yang kuat untuk pemecahan suatu persoalan.
Termasuk taqlidnya orang awam kepada Ulama.
Ulama mutaakhirin dalam kaitan bertaqlid kepada Imam,
membagi kelompok masyarakat ke dalam sua golongan:
 Golongan awam atau orang yang berpendidikan
wajib bertaqlid kepada salah satu pendapat dari
keempat mahzab.
 Golongan yang memenuhi syarat-syarat berijtihad,
sehingga tidak dibenarkan bertaqlid kepada ulama-
ulama. Golongan awam harus mengikuti pendapat
seseorang tanpa mengetahui sama sekali dasar
pendapat itu (Taqlid dalam pengertian Bahasa).
c. Taqlid yang diwajibkan
Adalah taqlid kepada orang yang perkataannya dijadikan
sebagai dasar hujjah, yaitu perkataan dan perbuatan Rasulullah
Saw. juga apa yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim: Sesungguhnya
Allah Swt. Telah memerintahkan agar bertanya kepada Ahli Dzikr
adalah Al-Qur’an dan Al-Hadis yang Allah Swt. Perintahkan agar
para istri Nabi-Nya selalu mengingatnya sebagaimana dalam
Firman-Nya:

َّ ‫ٱَّللِ َو ۡٱل ِح ۡك َم ِۚ ِة إِ َّن‬


ً ِ‫ٱَّللَ َكانَ لَ ِطيفًا َخب‬
‫يشا‬ َّ ‫ت‬ ِ َ‫َو ۡٱر ُك ۡشنَ َما يُ ۡتلَ ٰى فِي بُيُوتِ ُك َّه ِم ۡه َءا ٰي‬

Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat


Allah Swt. Dan hikmah (Sunnah Nabimu). Sesungguhnya Allah
adalah Maha Halus lagi Maha mengetahui.(QS AL-Ahzab
[33]:34)
Inilah Adz-Dzikr yang Allah Swt. Perintahkan agar kita
selalu ittiba’ (mengikuti) kepadanya, dan Allah Swt. Perintahkan
orang yang tidak memiliki ilmu agar bertanya kepada ahlinya.
Inilah yang wajib atas setiap orang agar bertanya kepada ahli ilmu
tentang Adz-Dzikr yang Allah Swt. Turunkan kepada Rasul-Nya
agar ahli ilmu ini memberitahukan kepadanya. Ka;au dia sudah
beritahu tentang Adz-Dzikr ini maka tidak boleh baginya kecuali
ittiba’ kepadanya.

B. Ittiba ) ‫( اَ ِال ِت َباع‬


1. Pengertian Ittiba’
Kata “Berasal dari Bahasa Arab, yakni dari kata kerja atau fi’il
“Ittiba’a”, “Yattabiu”, “Ittiba’an”, yang artinya mengikuti atau menurun.
Ittiba’ yang dimaksudkan di sini adalah:

. ُ‫فَبُ ْول قَو ِل اْل َقائِ ِل َوأَ ْنتَ تَ ْعلَ ُم ِم ْن أَ ْينَ قَالَه‬
"Menerima perkataan orang lain yang berkata, dan kamu mengetahui
alasan perkataannya."
Disamping itu ada juga yang memberi definisi;
ِ ‫فَبُ ْو ُل قَو ِل اْل َقائِ ِل ِب َد ِلي ٍل َر‬
‫اج ٍع‬

“Menerima perkataan seseorang dengan dalil yang lebih kuat.”

Jika kita gabungkan definisi-definisi diatas, dapatkah kita


simpulkan bahwa, Ittiba’ adalah, menerima perkataan seorang faqih atau
mustahid, dengan mengetahui alasannya serta tidak terikat pada salah satu
mahzab dalam mengambil suatu hukum berdasarkan alasan yang dianggap
lebih kuat dengan jalan membanding.

2. Hukum Ittiba’
Dari pengertian tersebut diatas, jelaslah bahwa yang dinamakan
Ittiba’ bukanlah mengikuti pendapat ulama tanpa alasan Agama. Adapun
orang yang mengambil ataupun mengikuti pendapat ulama dengan disertai
alasan-alasan, dinamakan “Muttabi" ) ‫ ( ا َ ْل ُمتَّبِ ُع‬.
Hukum Ittiba’ adalah wajib bagi setiap muslim, karena Ittiba’ adalah
perintah Allah, sebagaimana firman-Nya:

ِ ُ ‫ٱتَّبِعُواْ َما ٓ أ‬
َ‫وز َل إِلَ ۡي ُكم ِ ّمه َّس ِبّ ُك ۡم َو ََل تَتَّبِعُواْ ِمه دُووِ ِ ٓۦً أ َ ۡو ِليَا ٓ َۗ َء قَ ِل ايال َّما تَزَ َّك ُشون‬
)3:‫(األعشاف‬
Ikuti apa yang dirutunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu
mengikuti peminpin-peminpin selain-Nya. (Al-A’raf:3)
Dalam ayat tersebut kita diprintah mengikuti perintah-perintah
Allah. Kita telah mengikuti bahwa tiap-tiap perintah adalah wajib, dan
tidak terdapat dalilyang merubahnya.
Disamping itu juga ada sabda Nabi yang berbunyi:
.‫الش ِش ِذيْهَ ِم ْه َب ْعذِىز‬ ِ َ‫سىَّةُ ْال ُخلَف‬
ّ ِ ‫اء‬ ُ ‫َعلَ ْي ُك ْم ِب‬
ُ ‫سىَّ ِتى َو‬
)‫(سبو دواود وغيشي‬
”Wajib atas kamu mengikuti sunnahku dan perjalanan/sunah Khulafaur
Rasyiddin sesudahku.” (H.R. Abu Daud)
Selain itu, banyak pula fatwa Imam Mazhab yang menunjukan
akan wajibnya “Ittiba’” memang demikianlah praktik-praktik para
Sahabat Nabi SAW.
C. Talfiq
a) Pengertian Talfiq
Secara Bahasa Talfiq berarti melipat antara yang satu dengan yang
lain sedangkan istilah dapat diartikan mencampuradukkan dua pendapat
atau lebih dalam sebuah permasalahan yang mempunyai hukum, sehingga
akan melahirkan pendapat ketiga yang antara kedua pendapat tadi sama-
sama tidak mengakui kebenarannya. Sehingga terjadilah sebuah hukum
baru yang membatalkan antara kedua pendapat tersebut.
b) Talfiq yang dilarang
Tidak ada perkataan dibolehkannya talfiq secara mutlak, tetapi
bergantung pada batas tertentu, karena disebabkan bathil secara dzatnya,
seperti keharamannya khamar, zina dan lain-lain. Tetapi ada pula yang
hukumnya bathil yang bukan pada dzatnya seperti contoh hal dibawah ini.
 Sengaja mengikuti rukshah (Keringanan), demi terjaganya dan
terhindar dari kerusakan terhadap hukum syariat yang dibebankan
kepada seorang hamba.
 Talfiq yang menjadikan batalnya hukum hakim, karena hukumnya
menimbulkan terjadinya perbedaan yang akhirnya menyebabkan
keributan.
 Talfiq yang mengharuskan ia mengikuti terhadap apa yang ia ikuti
dalam madzhabnya halini hanya disyaratkan kepada selain ibadah.
c) Hukum Talfiq
Sebagian ulama melarang talfiq, karena hal ini sama saja dengan membuat pendapat
ketiga saat ulama berbeda pendapat dalam suatu masalah. Didalam kitab Ushul iqh
Al Islamy dijelaskan tentang bantahan yang melarang talfiq secara mutlak, yaitu :
1. Talfiq belum diketahui oleh para salaf, belum ada pada zaman nabi dan para sahabat,
begitu pula para imam 4 dan selainnya dari para mujtahid, belum pernah kita dengar
diantara mereka yang tidak melarang beramal dengan madzhab yang lain.
2. Ulama menetapkan tidak wajib seseorang iltizam terhadap madzhab tertentu, sehingga
orang yang tidak mengikuti madzhab tertentu boleh baginya talfiq
D. PENGGUNAAN TAQLID, ITTIBA’ DAN TALFIQ DI ZAMAN KONTEMPORER
1 Taqliq
 Seorang muslim mengikuti fatwa-fatwa dari seorang ulama atau lembaga fatwa
tertentu dalam masalah-masalah agama seperti pernikahan, zakat, puasa, dan
ibadah lainnya.
 Seorang muslim mengikuti pendapat ulama dalam menentukan metode
penghitungan waktu shalat atau penetapan awal dan akhir bulan Ramadhan.
 Seseorang tidak memiliki pengetahuan mendalam tentang hokum-hukum agama
mengikuti panduan dari seorang ulama untuk menjalankan ibadah dengan benar.
2 Ittiba’
 Seorang muslim mencontohi perilaku dan akhlak mulia Nabi Muhammad SAW
dalam kehidupan sehari-hari, seperti kesabaran, kejujuran, dan kepedulian
terhadap sesama.
 Seorang muslim mempelajari hadis-hadis Rasulullah SAW dan mengikutinya
dalam beribadah, seperti cara melakukan shalat dan puasa.
 Seorang muslim merujuk pada kehidupan para sahabat nabi dan mengambil
insprasi dari mereka dalam memperkuat iman dan menegakkan keadilan.
3. Talfiq
 Seorang muslim menggabungkan pendapat dari berbagai madzhab dalam memilih
metode penyembelihan hewan dala kurban.
 Seseorang mengambil hokum-hukum ekonomi islam dari berbagai sumber yang
berbeda untuk menciptakan model bisnis yang sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah.
 Seseorang muslim memilih pendapat yang paling memudahkan dalam memenuhi
tuntutan agama, seperti dalam masalah yang melibatkan kemudahan atau
kebutuhan khusus.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Taqlid adalah mengikuti pendapat seorang mujtahid atau ulama tertentu
tanpa mengetahui sumber dan cara pengambilan pendapat tersebut.
Ittiba’ adalah mengambil atau menerima perkataan seorang fakih atau
mujtahid, dengan mengetahui alasannya, serta tidak terikat pada salah satu
madzhab dalam mengambil suatu hukum berdasarkan alasan yang di anggap
lebih kuat dengan jalan membanding.
Secara Bahasa Talfiq berarti melipat antara yang satu dengan yang lain
sedangkan istilah dapat diartikan mencampuradukkan dua pendapat atau lebih
dalam sebuah permasalahan yang mempunyai hukum, sehingga akan
melahirkan pendapat ketiga yang antara kedua pendapat tadi sama-sama tidak
mengakui kebenarannya.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat
banyak kesalahan-kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
pembaca dapat menyampaikan kritik dan juga sarannya terhadap hasil
penulisan makalah kami.
DAFTAR PUSTAKA
Arsjad Rasyida, “Talfiq Dalam Pelaksanaan Ibadah Dalam Persepektif Empat Madzhab”, Jurnal
Studi Keislaman, nomor 1( Juni 2015) 63-70

Djalil Basiq. 2010. Ilmu Ushul Fiqih. Jakarata: Prenada Media Grup

Sanusi Ahmad, Sohari. 2017. Ushul Fiqh. Jakarta: Rajawali Pers


Anonim.01Januari 2010. Ittiba Taqlid Dan Talfiq. https://himaprodiesystais.wordpress.com
Diakses 26 September 2019

Anda mungkin juga menyukai