Anda di halaman 1dari 12

SEDEKAH HIBAH HADIAH

1. SEDEKAH
 PENGERTIAN SEDEKAH
 Sedekah atau shadaqah adalah mengamalkan atau menginfakan harta
di jalan Allah. Namun, kegiatan ini bukan hanya semata-mata
menginfakan harta di jalan Allah atau menyisihkan sebagian uang pada
fakir miskin, tetapi sedekah juga mencakup segala macam dzikir
(tasbih, tahmid, dan tahlil) dan segala macam perbuatan baik lainnya.

Adapaun pengertian sedekah menurut KBBI pemberian sesuatu kepada


fakir miskin atau yang berhak menerimanya, diluar kewajiban zakat
dan zakat fitrah sesuai dengan kemampuan pemberi Pengertian secara
umum sedekah adalah mengamalkan harta di jalan Allah dengan ikhlas
tanpa mengharapkan imbalan, dan semata-mata mengharapkan ridha-
Nya sebagai kebenaran iman seseorang. Istilah lain sedekah adalah
derma dan donasi.Sebagimana dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat
245 yang artinya:
"Barang siapa yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman
yang baik (menafkahkan hartanya dijalan Allah), maka Allah akan
melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang
banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan
kepada-Nya lah kamu dikembalikan."Ayat tersebut menggambarkan
bahwa sedekah memiliki makna mendermakan atau menyisihkan uang
di jalan Allah swt. Memberi sedekah kepada fakir miskin, kerabat, atau
orang lain yang dilakukan hanya untuk mengaharap ridha Allah maka
akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda, baik di dunia maupun
di akhirat.

 Hukum dan dalil sedekah

 Secara umum, hukum sedekah adalah sunnah. Banyak sekali ayat al-
Quran dan hadits Nabi yang menyatakan anjuran kepada setiap hamba
Allah subhanahu wata’ala untuk bersedekah.Imam an-Nawawi
menjelaskan, sedekah itu hukumnya mustahab (dianjurkan). Pada
bulan Ramadhan lebih ditekankan lagi anjurannya. Begitu juga pada
hal-hal yang penting, ketika terjadi gerhana, ketika sedang sakit, ketika
sedang safar, ketika sedang berada di Mekah atau Madinah, ketika
sedang berperang, ketika sedang Haji, ketika berada di waktu-waktu
yang utama seperti sepuluh hari pertama bulan Zulhijjah, hari raya Id,
dan semisalnya. Itulah yang disebutkan oleh al-Bahuti dan ulama fikih
lainnya. (Raudhah ath-Thalibin, Imam an-Nawawi, 2/341; Al-Mughni,
Ibnu Qudamah, 3/82; Kasyaful Qina’, 2/295)

Ada banyak sekali ayat dan hadits yang menyebutkan dalil tentang
sedekah. Berikut ini penulis sebutkan sebagiannya.

Ayat sedekah yang pertama, firman Allah subhanahu wata’ala,


ۖ
ُۣ ‫ض > َعافًا َكثِ ْي > َرةً ۗ َوهّٰللا ُ يَ ْقبِضُ َويَب‬
‫ْص >طُ َواِلَ ْي > ِه‬ ْ َ‫ُض > ِعفَهٗ لَ>>هٗ ٓ ا‬ ً ْ‫>رضُ هّٰللا َ قَر‬
ٰ ‫ض >ا َح َس >نًا فَي‬ ِ >‫َم ْن َذا الَّ ِذيْ يُ ْق‬
َ‫تُرْ َجعُوْ ن‬

“Barang siapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka


Allah melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah
menahan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu
dikembalikan.” (QS. Al-Baqarah: 245)

Ayat sedekah yang pertama, firman Allah subhanahu wata’ala,


ۖ
ُۣ ‫ض > َعافًا َكثِ ْي > َرةً ۗ َوهّٰللا ُ يَ ْقبِضُ َويَب‬
‫ْص >طُ َواِلَ ْي > ِه‬ ْ َ‫ُض > ِعفَهٗ لَ>>هٗ ٓ ا‬ ً ْ‫>رضُ هّٰللا َ قَر‬
ٰ ‫ض >ا َح َس >نًا فَي‬ ِ >‫َم ْن َذا الَّ ِذيْ يُ ْق‬
َ‫تُرْ َجعُوْ ن‬

“Barang siapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka


Allah melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah
menahan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu
dikembalikan.” (QS. Al-Baqarah: 245)

Hadits sedekah pertama, Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan, Suatu


ketika Abu Dahdah mengunjungi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan
ia berkata,

ٌ‫ َأرْ ضٌ بِ ْال َعالِيَ> ِة َوَأرْ ض‬:‫ض>ا ِن‬ َ ْ‫ َولِي َأر‬،‫ َأاَل َأ َرى َربَّنَا يَ ْستَ ْق ِرضُ ِم َّما َأ ْعطَانَ>>ا َأل ْنفُ ِس>نَا‬،ِ ‫ي هَّللا‬
َّ ِ‫يَا نَب‬
ً‫ص َدقَة‬
َ ‫ت َخي َْرهُ َما‬ ْ
ُ ‫ َوقَ ْد َج َعل‬،‫بِالسَّافِلَ ِة‬.

“Wahai Nabiyullah, tidakkah Rabb kita menampakkan pinjaman yang


kami berikan untuk diri kami sendiri. Saya memiliki dua kebun; kebun
di atas dan kebun di bawah. Dan yang terbaik dari kebun itu telah aku
sedekahkan.”

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

‫َاح فِي ْال َجنَّ ِة‬


ِ ‫ق ُم َذلَّ ٍل َألبِي الدَّحْ د‬
ٍ ‫َك ْم ِع ْذ‬

“Berapa banyak batang pohon yang tergantung di Jannah yang akan


diberikan untuk Abu Dahdah?” (Ahkam al-Quran, Ibnu al-‘Arabi,
1/308)

Hadits sedekah kedua, dari Abu Said al-Khudhri radhiyallahu ‘anhu ia


berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

‫ َوَأيُّ َم>>ا ُم> ْؤ ِم ٍن َس>قَى‬،‫>ار ال َجنَّ ِة‬ ْ ‫ُوع َأ‬


ِ >‫ط َع َم> هُ هَّللا ُ يَ>>وْ َم القِيَا َم> ِة ِم ْن ثِ َم‬ ْ ‫َأيُّ َما ُمْؤ ِم ٍن َأ‬
ٍ ‫ط َع َم ُمْؤ ِمنًا َعلَى ج‬
‫ي‬ ‫َأ‬
ٍ ْ‫ َو يُّ َما ُمْؤ ِم ٍن َك َس>ا ُمْؤ ِمنً>>ا َعلَى ُع>>ر‬،‫وم‬ ْ
ِ ُ‫يق ال َمخت‬ ‫هَّللا‬
ِ ‫ُمْؤ ِمنًا َعلَى ظَمٍَإ َسقَاهُ ُ يَوْ َم القِيَا َم ِة ِمنَ ال َّر ِح‬
‫الجنَّ ِة‬
َ ِ ‫ر‬ ْ‫ض‬ ُ
‫خ‬ ْ
‫ن‬ ‫م‬ِ ُ ُ َ ‫هَّللا‬ ‫ه‬ ‫ا‬ ‫س‬ َ
‫ك‬

“Siapa pun orang mukmin yang memberi makan mukmin lain saat
lapar, Allah akan memberinya makan dari buah surga, siapa pun
mukmin yang memberi minum mukmin lain saat dahaga, Allah akan
memberinya minum pada hari kiamat dengan minuman yang
penghabisannya adalah beraroma wangi kesturi, siapa pun mukmi
yang memberi pakaian mukmin lain saat telanjang, Allah akan
memberi pakaian dari sutera surga.” (HR. At-Tirmizi No. 2449)

 Mamnfaat sedekah

Sedekah sangat bermanfaat untuk menyempurnakan dan menggenapi


kekurangan pada zakat wajib.

1. Keutamaan sedekah yang pertama, sedekah berfungsi untuk


menyempurnakan dan menggenapi kekurangan pada zakat fardhu.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

‫ال‬ َ َ‫ وَِإ ْن لَ ْم يَ ُك ْن َأتَ َّمهَا ق‬،ً‫ت لَهُ تَا َّمة‬ ْ َ‫ فَِإ ْن َكانَ َأتَ َّمهَا ُكتِب‬،ُ‫صاَل تُه‬
َ ‫َأ َّو ُل َما يُ َحا َسبُ بِ ِه ْال َع ْب ُد يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة‬
‫ ثُ َّم‬،َ‫ ثُ َّم ال َّز َك>>اةُ َك> َذلِك‬،ُ‫يض>تَه‬ َ ‫ع فَتُ ْك ِملُونَ بِهَا فَ ِر‬ ٍ ‫ ا ْنظُرُوا هَلْ تَ ِج ُدونَ لِ َع ْب ِدي ِم ْن تَطَ ُّو‬:َّ‫هللاُ َع َّز َو َجل‬
‫ك‬ َ َ
ِ ‫ت َخذ ا ع َما ُل َعلى ِح َسا‬
َ ِ ‫ب ذل‬ ْ ‫َأْل‬ ُ ‫ُْؤ‬

“Amalan yang pertama kali dihisab dari seorang hamba pada Hari
Kiamat adalah shalatnya. Jika dia mendirikannya secara sempurna,
maka ditulis secara sempurna. Jika tidak, Allah azza wajalla berfirman:
‘Lihatlah kalian, apakah kalian mendapatkan amalan sunnah pada
hamba-Ku sehingga bisa menyempurnakan shalat wajibnya?” (HR.
Ahmad No. 16949. Sanad hadits ini shahih)

2. Sedekah memadamkan kesalahan dan menghapusnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersaabda,

ْ ‫طفُِئ ال َخ ِطيَئةَ َك َما ي‬


َ َّ‫ُطفُِئ ال َما ُء الن‬
‫ار‬ ْ ُ‫ص َدقَةُ ت‬
َّ ‫َوال‬

“Dan sedekah akan memadamkan kesalahan sebagaimana air


memadamkan api.” (HR. At-Tirmizi No. 613; HR. Ahmad No. 15284)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

‫صفَا‬ ْ ُ‫ص َدقَةُ ت‬


َّ ‫طفُِئ ْالخَ ِطيَئةَ َك َما يَ ْذهَبُ ْال َجلِي ُد َعلَى ال‬ َّ ‫َوال‬

“Sedekah itu dapat memadamkan kesalahan, sebagaimana sebongkah


es yang meleleh di atas batu karang.” (HR. Ibnu Hibban No. 5567.
Hadits shahih)

Dalam hadits Hudzaifah disebutkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi


wasallam pernah bersabda,

ِ ‫>ال َم ْعر‬
،‫ُوف‬ ْ >ِ‫ َواَأْل ْم> ُر ب‬،ُ‫الص> َدقَة‬ ِّ ‫الص>اَل ةُ َو‬
َّ ‫الص>يَا ُم َو‬ ِ >‫فِ ْتنَةُ ال َّر ُج ِل فِي َأ ْهلِ ِه َو َولَ ِد ِه َو َج‬
َّ ‫ تُ َكفِّ ُرهَ>ا‬،‫ار ِه‬
ْ ْ
‫َوالنَّ ْه ُي َع ِن ال ُمن َك ِر‬

“Fitnah seseorang di keluarganya, hartanya, dan anaknya serta


tetangganya bisa terhapus oleh shalat, sedekah, dan amar makruf nahi
mungkar.” (HR. Al-Bukhari No. 1435; HR. Ibnu Majah No. 3955)
2. HIBAH

 Pengertian hibah

Kata hibah berasal dari bahasa Arab Al-Hibattu yang memiliki arti


pemberian yang dilakukan seseorang kepada orang lain tanpa
mengharapkan pamrih atau imbalan dalam bentuk apa pun. Pemberian ini
dilakukan saat seseorang masih hidup dan wujudnya dapat berupa harta
secara fisik atau benda-benda lainnya yang tidak tergolong sebagai harta
atau benda berharga.

Pada dasarnya, Islam memiliki pemahaman yang serupa dengan asumsi


masyarakat umum selama ini, yaitu pengertian hibah adalah barang
berharga yang dapat diberikan kepada orang lain yang mana bukan
saudara kandung atau suami atau istri. 

Pihak penerima tidak diwajibkan memberikan imbalan jasa atas hadiah


yang diterima sehingga tidak ada ketetapan apa pun yang mengikat
setelah harta atau barang berharga diserah terima. Dalam pandangan
Islam, hibah adalah perbuatan untuk mendekatkan diri kepada sesama
umat sebagaimana telah disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW,
yaitu:Saling memberilah kalian, niscaya kalian saling mencintai [HR. Al-
Bukhâri dalam al-Adâbul Mufrad no. 594].

Jika dilihat dari sudut pandang hukum bernegara, arti hibah dapat
dipermasalahkan jika wujud pemberiannya berupa uang dengan jumlah
yang banyak atau barang yang sangat bernilai. Dalam hal itu, maka
pengertian prosedur hibah dan pemberiannya harus disertai dengan bukti-
bukti ketetapan hukum resmi secara perdata agar tidak digugat oleh pihak
ketiga, termasuk oleh orang-orang yang termasuk ahli waris di kemudian
hari.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) pasal 1666


dan pasal 1667 dijelaskan bahwa hibah atau pemberian kepada orang lain
secara cuma-cuma tidak dapat ditarik kembali, baik berupa harta bergerak
maupun harta tidak bergerak saat pemberi masih hidup.

 Hukum dan dalil hibah

Hibah adalah pemberian sukarela atau kerap disebut hadiah.


Pengertian hibah beda dengan warisan karena diberikan saat pemberi
masih hidup, bukan ketika sudah meninggal.
Dikutip dari situs Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyah)
UII, hibah berasal dari bahasa Arab ُ‫ ال ِهبَة‬yang artinya pemberian
sukarela pada orang lain. Kata hibah disebutkan dalam Al Quran surat
Maryam ayat 5-6,

َ ‫ت ٱ ْم َرَأتِى عَاقِرًا فَهَبْ لِى ِمن لَّدُن‬


5. ‫ك َولِيًّا‬ ِ َ‫ت ْٱل َم ٰ َولِ َى ِمن َو َرآ ِءى َو َكان‬
ُ ‫َوِإنِّى ِخ ْف‬
ِ ‫وب ۖ َوٱجْ َع ْلهُ َربِّ َر‬
6. ‫ضيًّا‬ ُ ‫يَ ِرثُنِى َويَ ِر‬
َ ُ‫ث ِم ْن َءا ِل يَ ْعق‬

Arab latin:

5. Wa innī khiftul-mawāliya miw warā`ī wa kānatimra`atī 'āqiran fa hab


lī mil ladungka waliyyā

6. Yariṡunī wa yariṡu min āli ya'qụba waj'al-hu rabbi raḍiyyā

Artinya:

5. "Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku


sepeninggalku, sedang istriku adalah seorang yang mandul, maka
anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra,

6. Yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub;


dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai."

 Syarat dan rukun hibah

Syarat-Syarat Hibah
Dilakukan dengan Akta Notaris (Pasal 1687 BW) untuk barang yang bergerak,
dan juga dengan Akta PPAT (Pasal 37 ayat 1 PP No. 24 Tahun 1997) untuk tanah
dan juga bangunan.
Merupakan pemberian yang secara cuma-cuma atau gratis atau tanpa bayaran.
Oleh karena itu, diberikan secara gratis penerimaan hibah tidak menerima
tambahan keuntungan dan karenanya seharunya hibah tidak dikenai pajak. Namun
demikian, dalam UUP ditetapkan bahwa bebas dari PPh hanyalah untuk hibah
dari orang tua ke anak dan dari anak ke orangtua. Jadi, kalau pemberian hibah
dilakukan dengan cara antara saudara kandung, yang juga tetap dikenakan PPh
misalnya jual beli biasa.
Diberikan saat pemberi hibah masih hidup. Pemberi hibah kemudian harus
beritindak secara aktif dalam menyerahkan kepemilikannya terhadap suatu
barang. Jika si pemberi hibah tersebut sudah meninggal dunia, bentuknya pun
adalah hibah wasiat.
Pemberi hibah adalah orang yang pintar dalam bertindak berdasarkan hukum jadi,
pemberi hibah bukan seseorang yang berada di bawah umur atau tidak dalam
pengampunan.
Yang dapat dihibahkan adalah barang yang bergerak dan juga barang yang tidak
bergerak. Barang bergerak, seperti saham, obligasi, deposito, dan juga hak atas
pungutan sewa. Sedangkan barang tidak bergerak adalah tanah atau rumah, kapal
beratnya lebih dari dua puluh ton, dan juga sebagainya.
Pemberian hibah hanyalah demi barang-barang yang telah ada. Misalnya: yeni
beli dua mobil jaguar, dua ratus lembar saham di PT Adaro, serta berencana untuk
membeli rumah di Pondok Indah. Kemudian Yenni berniat untuk menghibahkan
dua mobil Jaguar tersebut kepada Ira dan juga Agi, dua ratus lembar saham
kepada Putri, dan juga rumah baru akan dibeli kepada Nina. Berdasarkan hal
tersebut, yang tidak dapat dibuatkan hibahnya adalah rumah di Pondok Indah
karena kempemilikan atas rumah itu belum ada di tangan Yenni.
Penerimaan hibah sudah ada ( dalam hal ini lahir atau sudah dibenihkan di saat
pemberian hibah itu berdasarkan Pasal 1679. Jadi, seseorang ingin hibahkan
kepada anaknya, anak itu harus minimal sudah lahir atau berada dalam kandungan
ibunya. Tidak boleh untuk anak yang belum tentu ada.
Pemberian hibah yang sifatnya final dan juga tidak dapat ditarik kembali (Pasal
1666 BW).

Hibah: Pengertian, Syarat Hibah, Rukun, Hukum & Manfaat Bag Ijoni kasim 3
Juni 2021Hibah: Pengertian, Syarat Hibah, Rukun, Hukum & Manfaat Bag I2021-
07-05T10:55:38+07:00
Tribratanews.kepri.polri.go.id – Pengertian Hibah secara bahasa atau etimologi
adalah pemberian. Sedangkan pengertian hibah secara istilah atau terminologi
adalah akad yang menjadi kepemilikan tanpa terdapat pengganti ketika masih
hidup dan juga dapat dilakukan dengan sukarela.

Adapun dari lengkapnya adalah memberikan kepemilikan terhadap barang yang


di tasarufkan (dipergunakan) baik berupa harta yang jelas dan juga mengenai
yang tidak jelas karena terdapat suatu halangan untuk mengetahuinya, berwujud,
dan dapat diserahkan tanpa terdapat suatu adanya kewajiban, ketika masih hidup,
dan tanpaadanya pengganti. Demikian hal tersebut dapat dikategorikan sebagai
hibah menurut adat dengan lafaz hibah atau tamlik. Adapun hal yang berlaku
dalam Hibah adalah

Harta dihibahkan berwujud


Diserahkan tanpa adanya kewajiban
Memberi dan menerima hibah masih hidup
Tanpa terdapat pengganti
Barang dihibahkan dikategorikan sebagai hibah berdasarkan adat dengan lafaz
hibah atau tamlik (menjadi pemilik).
Hibah adalah pemberian (Dari seseorang) dengan pengalihan hak milik atas
hartanya yang jelas, yang ada semasa hidupnya, kepada orang lain. Jika di
dalamnya disyaratkan terdapat pengganti yang jelas, maka ia disebut dengan jual
beli.

Ketahuilah, bahwasanya keluarnya harta dengan derma (pemberian) bisa berupa


hibah, hadiah dan sedekah. Jika tujuannya adalah untuk mendapatkan pahala
akhirat, maka disebut dengan sedekah. Jika dinamakan kasih sayang dan
mempererat hubungan, maka itu hadiah. Sedangkan jika untuk orang yang diberi,
dapat memanfaatkannya, maka dinamakan hibah.
Itulah perbedaan hal di atas dimana kasih sayang dan mempererat hubungan
adalah alasan yang disyariatkan untuk mendapatkan pahala di akhirat tersebut
bukanlah tujuan pertama. Seseorang memberikan kepada orang tertentu.
Sedangkan untuk sedekah tidak dikhususkan kepada orang tertentu.

Namun, siapa pun orang fakir ia temui maka dapat memberikannya. Walaupun
begitu, umumnya mempunyai kesamaan, yakni berupa derma (pemberian) murni,
yang pelakunya tidak mengharapkan sesuatu darinya.

Hibah adalah mendermakan harta saat sehat atau sedang sakit yang mana tidak
mengkhawatirkan atau pun tidak sakit, tetapi mengakibatkan kematian.

Pengertian Hibah berdasarkan Pasal 1666 dan Pasal 1667 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata Indonesia (BW) artinya adalah:

“Pemberian oleh seseorang kepada orang lainnya, secara cuma-cuma dan tidak
dapat ditarik kembali, atas barang yang bergerak maupun juga untuk barang yang
tidak bergerak di saat pemberi hibah itu masih hidup”.

Syarat-Syarat Hibah
Dilakukan dengan Akta Notaris (Pasal 1687 BW) untuk barang yang bergerak,
dan juga dengan Akta PPAT (Pasal 37 ayat 1 PP No. 24 Tahun 1997) untuk tanah
dan juga bangunan.
Merupakan pemberian yang secara cuma-cuma atau gratis atau tanpa bayaran.
Oleh karena itu, diberikan secara gratis penerimaan hibah tidak menerima
tambahan keuntungan dan karenanya seharunya hibah tidak dikenai pajak. Namun
demikian, dalam UUP ditetapkan bahwa bebas dari PPh hanyalah untuk hibah
dari orang tua ke anak dan dari anak ke orangtua. Jadi, kalau pemberian hibah
dilakukan dengan cara antara saudara kandung, yang juga tetap dikenakan PPh
misalnya jual beli biasa.
Diberikan saat pemberi hibah masih hidup. Pemberi hibah kemudian harus
beritindak secara aktif dalam menyerahkan kepemilikannya terhadap suatu
barang. Jika si pemberi hibah tersebut sudah meninggal dunia, bentuknya pun
adalah hibah wasiat.
Pemberi hibah adalah orang yang pintar dalam bertindak berdasarkan hukum jadi,
pemberi hibah bukan seseorang yang berada di bawah umur atau tidak dalam
pengampunan.
Yang dapat dihibahkan adalah barang yang bergerak dan juga barang yang tidak
bergerak. Barang bergerak, seperti saham, obligasi, deposito, dan juga hak atas
pungutan sewa. Sedangkan barang tidak bergerak adalah tanah atau rumah, kapal
beratnya lebih dari dua puluh ton, dan juga sebagainya.
Pemberian hibah hanyalah demi barang-barang yang telah ada. Misalnya: yeni
beli dua mobil jaguar, dua ratus lembar saham di PT Adaro, serta berencana untuk
membeli rumah di Pondok Indah. Kemudian Yenni berniat untuk menghibahkan
dua mobil Jaguar tersebut kepada Ira dan juga Agi, dua ratus lembar saham
kepada Putri, dan juga rumah baru akan dibeli kepada Nina. Berdasarkan hal
tersebut, yang tidak dapat dibuatkan hibahnya adalah rumah di Pondok Indah
karena kempemilikan atas rumah itu belum ada di tangan Yenni.
Penerimaan hibah sudah ada ( dalam hal ini lahir atau sudah dibenihkan di saat
pemberian hibah itu berdasarkan Pasal 1679. Jadi, seseorang ingin hibahkan
kepada anaknya, anak itu harus minimal sudah lahir atau berada dalam kandungan
ibunya. Tidak boleh untuk anak yang belum tentu ada.
Pemberian hibah yang sifatnya final dan juga tidak dapat ditarik kembali (Pasal
1666 BW).
Syarat-syarat bagi penghibah
Barang yang dihibahkan adalah milik si penghibah; dengan demikian tidaklah sah
menghibahkan barang milik orang lain.
Penghibah bukan orang yang dibatasi haknya disebabkan oleh sesuatu alasan
Penghibah adalah orang yang cakap bertindak menurut hukum (dewasa dan tidak
kurang akal).
Penghibah tidak dipaksa untuk memnerikan hibah.
Syarat-syarat penerima hibah
Penerima hibah haruslah orang yang benar-benar ada pada waktu hibah
dilakukan. Adapun yang dimaksudkan dengan benar-benar ada ialah orang
tersebut (penerima hibah) sudah lahir. Dan tidak dipersoalkan apakah dia anak-
anak, kurang akal, dewasa. Dalam hal ini berarti setiap orang dapat menerima
hibah, walau bagaimana pun kondisi fisik dan keadaan mentalnya. Dengan
demikian memberi hibah kepada bayi yang masih ada dalam kandungan adalah
tidak sah.

Syarat-syarat benda yang dihibahkan


Benda tersebut benar-benar ada;
Benda tersebut mempunyai nilai;
Benda tersebut dapat dimiliki zatnya, diterima peredarannya dan pemilikannya
dapat dialihkan;
Benda yang dihibahkan itu dapat dipisahkan dan diserahkan kepada penerima
hibah.
Adapun mengenai ijab kabul yaitu adanya pernyataan, dalam hal ini dapat saja
dalam bentuk lisan atau tulisan.Menurut beberapa ahli hukum Islam bahwa ijab
tersebut haruslah diikuti dengan kabul, misalnya : si penghibah berkata : “Aku
hibahkan rumah ini kepadamu”, lantas si penerima hibah menjawab : “Aku terima
hibahmu”.Sedangkan Hanafi berpendapat ijab saja sudah cukup tanpa harus
diikuti oleh kabul, dengan pernyataan lain hanya berbentuk pernyataan
sepihak.Adapun menyangkut pelaksanaan hibah menurut ketentuan syari’at Islam
adalah dapat dirumuskan sebagai berikut :
Penghibahan dilaksanakan semasa hidup, demikian juga penyerahan barang yang
dihibahkan.
Beralihnya hak atas barang yang dihibahkan pada saat penghibahan dilakukan.
Dalam melaksanakan penghibahan haruslah ada pernyataan, terutama sekali oleh
si pemberi hibah.
Penghibahan hendaknya dilaksanakan di hadapan beberapa orang saksi
(hukumnya sunat), hal ini dimaksudkan untuk menghindari silang sengketa
dibelakang hari.
Rukun hibah
1. Pemberi (Al Wahib)
Dalam hibah, diisyaratkan al-waahib beberapa syarat berikut:
- Pemberi adalah seorang yang merdeka, bukan budak. Pemberian yang dilakukan
oleh seorang budak dianggap tidak sah, karena dia dan semua miliknya adalah
milik tuannya.
- Pemberi adalah seorang yang berakal dan tidak sedang dilikuidasi (al hajr)
karena kurang akal atau gila.
- Pemberi telah mencapai usia baligh.
- Pemberi adalah pemilik sah barang yang dihibahkan (diberikan). Tidak boleh
menghibahkan harta orang lain tanpa izin karena si pemberi tidak memiliki hak
kepemilikan pada barang yang bukan miliknya.
2. Penerima pemberian (Al Mauhub lahu)
Tidak ada persyaratan tertentu bagi pihak yang menerima hiah. Sehingga, hibah
dapat diberikan kepada siapa pun, dengan beberapa pengecualian.
Apabila hibah terdapat anak di bawah umur atau orang yang tidak waras akal
pikirannya, maka harus diserahkan kepada wali atau pengampu yang sah dari
mereka.
3. Barang yang dihibahkan (al-Mauhuub)
Terdapat beberapa syarat berkenaan dengan harta yang dihibahkan, yaitu
- Barangnya jelas ada pada saat dihibahkan
Akad hibah suatu barang dinyatakan tidak sah, jika saat hibah barang yang
dihibahkan tidak ada. Misalnya, menghibahkan buah kebun yang akan ada dan
berbuah tahun depan atau janin yang belum ada. Inilah pendapat mazhab
Hanafiyah, Hanabilah dan Syafi’iyah.
Imam Ibnu Qudâmah rahimahullah berkata, 'Tidak sah hibah janin yang ada
dalam perut dan susu yang masih belum diperas. Inilah pendapat Abu Hanîfah
rahimahullah, asy-Syâfi’i rahimahullah dan Abu Tsaur rahimahullah, karena
sesuatu yang dihibahkan itu belum ada dan tidak bisa diserahkan.
- Barang yang dihibahkan sudah diserah terimakan. inilah pendapat mayoritas
ulama
Imam An-Nawawi rahimahullah berkata, "Orang yang diberi hibah tidak bisa
memiliki hibah tersebut kecuali setelah serah terima." (Al-Majmu', Syarhul
Muhadzdzab, 16/351)
- Benda yang dihibahkan adalah milik orang yang memberi hibah
Ketika ingin menghibahkan sesuatu kepada orang lain, kta tidak boleh
menghibahkan milik orang lain tanpa izin pemiliknya. Syarat ini adalah syarat
yang telah disepakati para ulama.
4. Shighat
Menurut para ulama fikih, terdapat dua jenis shighat, yaitu shighat perkataan
(lafaz) yang dinamakan ijab dan qabul, dan shighat perbuatan, seperti penyerahan
tanpa ada ijab dan qabul.
Para ulama sepakkat, ijab dan qabul dalam hibah itu mu'tabar (diperhitungkan).
Namun, mereka pula berselisih tentang shighat perbuatan (al-mu’athah) dalam
dua pendapat.
Mayoritas ulama juga mensyaratkan adanya ijab dan qabul dalam hibah,
sedangkan mazhab Hanabilah memandang al mu’athah (serah terima tanpa
didahulu kalimat penyerahan dan penerimaan, red) dalam hibah itu juga sah
selama menunjukkan adanya serah terima, dengan alasan Rasulullah SAW dan
para sahabat beliau pada zaman dahulu juga memberikan hibah dan menerimanya.
Namun, tidak dinukilkan dari mereka adanya syarat ijab dan qabul dan sejenisnya,
sehingga tetap diberlakukan semua bentuk shighat boleh dalam hibah. Inilah
pendapat yang dirajihkan penulis Kitab al Fiqhul Muyassar. (Lihat halaman 296)
Ketika kita sudah menghibahkan sesuatu, maka hibah tersebut tidak dapat ditarik
kembali. Seperti yang dikatakan dalam hadis berikut,
ِ ‫العاِئ ُد في ِه َب ِت ِه َك ْال َك ْل‬
‫ب َيع ُْو ُد فِي َقيِْئ ِه‬
Artinya: Orang yang menarik kembali hibahnya seperti anjing yang menjilat
kembali muntahnya. (HR Al-Bukhari)
Nah, itulah empat rukun hibah yang harus kamu ketahui. Jadi, jangan asal
melakukan hibah, ya. Karena hibah punya aturannya sendiri, baik dalam Islam,
maupun hukum negara.
 Manfaat hibah
Hikmah atau Manfaat dalam Amalan Hibah
Hibah disyari’atkan dalam Islam dengan galakan yang mendalam adalah untuk
memaut hati kalangan masyarakat Islam itu sendiri sesama mereka dan
memperdekatkan perasaan kejiwaan sesama manusia yang hidup dalam
masyarakat Islam atau di luar masyarakat Islam. Keistimewaan hibah ini ialah
ianya boleh dilakukan kepada orang yang bukan Islam sekali pun, bahkan kepada
musuh-musuh yang membenci Islam apabila diketahui lembut hatinya apabila
di’beri’kan sesuatu. Hibah ini merupakan salah satu aktiviti kemasyarakatan yang
berkesan memupuk rasa hormat, kasih sayang, baik sangka, toleransi, ramah
mesra dan kecaknaan dalam kehidupan sosial sesebuah negara. Secara
ringkasnya, hikmah hibah ini boleh dirumuskan dalam perkara berikut (tanpa
menghadkan kepada perkara di bawah) :

Melunakkan hati sesama manusia


Menghilangkan rasa segan dan malu sesama jiran, kawan, kenalan dan ahli
masyarakat
Menghilangkan rasa dengki dan dendam sesama anggota masyarakat
Menimbulkan rasa hormat, kasih sayang, mesra dan tolak ansur sesama ahli
setempat.Meningkatkan citarasa kecaknaan dan saling membantu dalam
kehidupan
Memudahkan aktiviti saling menasihati dan pesan-memesan dengan kebenaran
dan kesabaran
Menumbuhkan rasa penghargaan dan baik sangka sesama manusia
Mengelak perasaan khianat yang mungkin wujud sebelumnya
Meningkatkan semangat bersatu padu dan bekerjasama
Dapat membina jejambat perhubungan dengan pihak yang menerima hibah.
Firman Allah SWT (QS. Al-Baqarah : 177) yang artinya:
Bukanlah kebaikan itu engkau mengarahkan wajahmu menghadap timur dan
barat. Akan tetapi kebaikan itu adalah orang yang beriman kepada Allah, hari
akhir, para malaikat, para nabi, memberikan harta yang disukainya kepada kerabat
dekatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang yang meminta-minta dan
untuk membebaskan budak.

Firman Allah SWT QS Al-Baqarah : 261 :


Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat
gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas
(karunia-Nya) lagi Maha Mengetahu

Demikianlah informasi mengenai Hibah. Semoga informasi ini dapat bermanfaat


dan menambah pengetahuan kita. Sekian dan terima kasih.

3. Hadiah
1. Pengertian Hadiah
Hadiah adalah pemberian sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk
memuliakan atau memberikan penghargaan. Rasulullah SAW. menganjurkan
kepada umatnya agar saling memberikan hadiah. Karena yang demikian itu dapat
memumbuhkan kecintaan dan saling menghormati antar sesama muslim.
Rasulullah SAW. bersabda : artinya “hendaknya kalian saling memberikan
hadiah, niscaya kalian akan saling menyayangi.” (HR. Abu Ya’la)
2. Hukum Hadiah
Hukum hadiah adalah boleh (mubah). Adapun tentang dibolehkan untuk
memberikan hadiah terdapat keterangan yang menjadi dasar hukum hadiah
tersebut.
3. Dasar Hukum Hadiah
a. Al-Qur’an
Firman Allah dalam QS. Al-Maidah ayat 2 :
....)٢ : Y‫ (الماءدة‬....‫َو َت َع َاو ُن ْوا َعلَى ْال ِبرِّ َوال َّت ْق َوى‬
Artinya :
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa,...”
(QS. Al-Maidah : 2)
b. Hadits
Nabi SAW. sendiri pun juga sering menerima dan memberi hadiah kepada sesama
muslim, sebagaimana sabdanya:
‫صلَّىاللَّه َُعلَي ِْه َو َسلَّ َم َي ْق َباُل ْل َه ِد َّي َة َو ُيثِيب َُعلَ ْي َه‬
َ ‫ع ْن َعاِئ َش َة َرضِ َياللَّه َُع ْن َها َقالَ ْت َكا َن َر ُسواُل للَّ ِه‬
Artinya :
“Rasulullah SAW. menerima hadiah dan beliau selalu membalasnya.” (HR. Al-
Bazzar)
Rasulullah saw bersabda:
Artinya: “janganlah menganggap remeh pemberian seorang tetangga, walaupun
hanya berupa kaki kambing. ( H.R. al-Bukhari: 2378 dan Muslim: 1711)
4. Rukun Hadiah
Rukun hadiah dan rukun hibah sebenarnya sama, yaitu :
a. Orang yang memberi, syaratnya orang yang memberi benda itu dan yang
berhak mentasyarrufkannya.
b. Orang yang diberi, syaratnya orang yang berhak memiliki.
c. Barang yang diberikan, syaratnya barang dapat dijual.
d. Ijab qabul.
Syarat hadiah
A) Orang yang memberikan harus sehat akalnya dan tidak dibawah perwalian
orang lain. B) Penerima adalah orang yang meminta-minta. C) Penerima
haruslah orang yang berhak memilikinya. D) Barang atau benda yang
diberikan harus ada guna dan manfaatnya.
Manfaat hadiah
Ternyata, memberi hadiah kepada seseorang memiliki banyak manfaat. Tidak
hanya sekadar memberikan kebahagiaan bagi orang lain, memberi hadiah juga
membawa seseorang memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi. ... Bahkan
memberi hadiah atau saling bertukar hadiah bisa memperlihatkan keintiman yang
jauh lebih baik.

4. Perbedaan antara sedekah hibah dan hadia


Sedekah adalah sebagai bukti keimanan, bukan yang lain. Hibah adalah
pemberian hadiah yang dilakukan oleh penghibah saat penghibah masih
hidup. Hadiah adalah barang yang diberikan saat seseorang berada di hari yang
istimewa. Ini dilakukan agar orang tersebut senang.

5. Hikmah –hikmah sedekah dan haibah dan hadiah


hikmah dari shadaqah:menumbuhukan ukhuwah islamiya,dpt menghindari dari
sebagai bencana. hikmah Dari hibah: menumbuhukan rasa kasi sayang terhadap
Sesama dan saling tolong menolong.

Anda mungkin juga menyukai