Anda di halaman 1dari 24

TEORI-TEORI BELAJAR

“ Teori Belajar Perspektif Classical Conditioning “

Disusun Oleh :
Lulu Insyiroh Widie Ayu (225609009)
Resi Siti Nuriani (225609018)

Dosen Pengampu :
Ananda Rachmaniar, M. Pd

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PRODI BIMBINGAN KONSELING
MA’SOEM UNIVERSITY
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Assalaamualaikum wr.wb.
Alhamdulillah berkat rahmat dan karunia dari Allah SWT., penulisan Makalah ini yang
berjudul “ Teori Belajar Perspektif Classical Conditioning “dapat terselesaikan. Shalawat dan
salam dikirimkan ke junjungan alam, Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya
menjadi yang beriman, berilmu, beramal, dan berakhlak mulia.
Penulis hanyalah manusia biasa sehingga menyadari bahwa materi yang ada dalam
makalah ini belum sempurna. Masih banyak terdapat kesalahan di dalam makalah ini. Namun,
penulis akan selalu berusaha menyempurnakan makalah ini. Maka dari itu, penulis bersedia
menerima saran dan kritikan dari pembaca. Dengan diselesaikannya makalah ini, penulis
berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pembaca.

Jatinagor , Februari 2023

Penulis

1
DAFTAR ISI
BAB I.......................................................................................................................................................2
PENDAHULUAN...................................................................................................................................2
1. Latar Belakang............................................................................................................................3
2. Rumusan Masalah.......................................................................................................................4
3. Tujuan..........................................................................................................................................4
BAB II......................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN......................................................................................................................................5
A. Teori Belajar Classical Conditioning Ivan Pavlov....................................................................5
B. Eksperimen Ivan Pavlov.............................................................................................................7
C. Hukum-Hukum Teori Belajar Classical Conditioning Paplov................................................9
D. Prinsip-Prinsip Teori Belajar Classical Conditioning Paplov...............................................14
BAB III..................................................................................................................................................21
PENUTUP.............................................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................22

BAB I

PENDAHULUAN

2
1. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan jaman banyak negara yang mengakui bahwa persoalan
pendidikan merupakan persoalan yang pelik. Namun semuanya merasakan bahwa
pendidikan merupakan salah satu tugas negara yang amat penting. Bangsa yang ingin maju,
membangun, dan berusaha memperbaiki keadaan masyarakat dan dunia tentu mengatakan
bahwa pendidikan merupakan kunci keberhasilan suatu bangsa. Pengemasan pendidikan,
pembelajaran, dan pengajaran sekarang ini belum optimal seperti yang diharapkan. Hal ini
terlihat dengan kekacauan-kekacauan yang muncul di masyarakat bangsa ini, diduga
bermula dari apa yang dihasilkan oleh dunia pendidikan. Pendidikan yang sesungguhnya
paling besar memberikan kontribusi terhadap kekacauan ini.

Tantangan dunia pendidikan ke depan adalah mewujudkan proses demokratisasi belajar.


Pembelajaran yang mengakui hak anak untuk melakukan tindakan belajar sesuai
karakteristiknya. Hal penting yang perlu ada dalam lingkungan belajar yang demokratis
adalah reallness. Sadar bahwa anak memiliki kekuatan disamping kelemahan, memiliki
keberanian di samping rasa takut dan kecemasan, bisa marah di samping juga bisa gembira.
Realness bukan hanya harus dimiliki oleh anak, tetapi juga orang yang terlibat dalam proses
pembelajaran. Lingkungan belajar yang bebas dan didasari oleh realness dari semua pihak
yang telibat dalam proses pembelajaran akan dapat menumbuhkan sikap dan persepsi yang
positif terhadap belajar.

Bagi para guru, menciptkan kondisi yang paling efektif untuk menciptakan perubahan
yang diinginkan dalam tingkah laku merupakan salah satu tugas yang paling penting tentang
belajar dengan kata lain, guru memiliki tanggungan mengemas teori belajar sehingga dapat
diaplikasikan dalam kehidupan. Sebelum kita menjawab pertanyaan tersebut, kita harus
melihat pada penjelasanpenjelasan psikologis tentang belajar.

Secara luas teori belajar selalu dikaitkan dengan ruang lingkup bidang psikologi atau
bagaimanapun juga membicarakan masalah belajar ialah membicarakan sosok manusia. Ini
dapat diartikan bahwa ada beberapa ranah yang harus mendapat perhatian. anah-ranah itu
ialah ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Akan tetapi manusia sebagai
makhluk yang berpikir, berbeda dengan binatang. Binatang adalah juga makhluk yang dapat
diberi pelajaran, tetapi tidak menggunakan pikiran dan akal budi. Ivan Petrovich Pavlov, ahli
psikologi Rusia berpengalaman dalam melakukan serangkaian percobaan. Dalam percobaan
itu ia melatih anjingnya untuk mengeluarkan air liur karena stimulus yang dikaitkan dengan

3
makanan. Proses belajar ini terdiri atas pembentukan asosiasi (pembentukan hubungan
antara gagasan, ingatan atau kegiatan pancaindra) dengan makanan. Proses belajar yang
digambarkan seperti itu menurut Pavlov terdiri atas pembentukan asosiasi antara stimulus
dan respons refleksif.

2. Rumusan Masalah
1. Teori belajar classical conditioning ivan pavlov
2. Eksperimen ivan pavlov
3. Hukum-hukum teori belajar classical conditioning paplov
4. Prinsip-prinsip teori belajar classical conditioning paplov

3. Tujuan
Untuk mengetahui dan mempelajari mengenai teori belajar perspektif classical
conditioning

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Belajar Classical Conditioning Ivan Pavlov


Ivan Petrovich Pavlov, dilahirkan di Rjasan (Rusia), (yang saat ini Negara Rusia
telah menjadi negara-negara kecil) pada tanggal 18 September 1849 dan wafat di
Leningrad pada tanggal 7 Februari 1936. Pavlov anak seorang Pendeta; sebagaimana
keterangan yang kami kutip bahwa orang tua Ivan Pavlov berkeinginan supaya anaknya
kelak mengikuti jejaknya menjadi pendeta, karena itu dalam pendidikannya, Pavlov
memang disiapkan untuk itu. Tetapi Pavlov sendiri merasa tidak cocok dengan pekerjaan
sebagai pendeta, ia memilih belajar kedokteran, dan mengambil spesialisasi dalam bidang
fisiologi.

Sejak tahun 1890 ia telah menjadi ahli filosofi yang ternama Dalam sub judul ini
penulis banyak mengutip uraian Hendry C. Ellis, tentang eksperimennya Pavlov di
laboratorium pada seekor anjing. Beliau melakukan operasi kecil pada pipi anjing itu
sehingga bagian dari kelenjar liur dapat dilihat dari kulit luarnya. Sebuah saluran kecil di
pasang pada pipinya untuk mengukur aliran air liurnya. Kondisi anjing itu terpisah dari
penglihatan dan suara luar, atau diletakkan pada panel gelas.

Rita L. Atkinson, et.al mengungkapkan; lampu dinyalakan. Anjing dapat bergerak


sedikit, tetapitidak mengeluarkan liur. Setelah beberapa detik, bubuk daging diberikan;
anjing tersenut lapar dan memakannya. Alat perekam mencatat pengeluaran air liur yang
banyak. Prosedur ini beberapa kali. Kemudian lampu dinyalakan tetapi bubuk daging
tidak diberikan, namun anjing tetap mengeluarkan air liur. Binatang itu telah belajar
mengasosiasikan dinyalakan lampu dengan makanan.

Secara sederhana dari peristiwa ini, Pavlov kemudian mengeksplorasi fenomena


eksperiment tersebut, dan kemudian mengembangkan satu study perilaku (behavioral
study) yang dikondisikan. yang dikenal dengan teori Clasical Conditioning. Classical
conditioning adalah model pembelajaran yang menggunakan stimulus untuk
membangkitkan rangsangan secara alamiah melalui stimulus lain.

Secara sederhana pengkondisian klasik merujuk pada sejumlah prosedur pelatihan


dimana satu stimulus/ rangsangan muncul untuk menggantikan stimulus lainnya dalam

5
mengembangkan suatu respon, bahwa prosedur ini disebut klasik karena prioritas
historisnya seperti dikembangkan oleh Pavlov. Kata clasical yang mengawali nama teori
ini semata-mata dipakai untuk menghargai karya Pavlov yang dianggap paling dahulu
dibidang conditioning (upaya pengkondisian) dan untuk membedakannya dari teori
conditioning lainnya.

Menurut teori ini, ketika makanan (makanan disebut sebagai the unconditioned or
unlearned stimulus – stimulus yang tidak dikondisikan atau tidak dipelajari) dipasangkan
atau diikutsertakan dengan lampu (dinyalakan lampu disebut sebagai the conditioned or
learned stimulus-stimulus yang dikondisikan atau dipelajari), maka dinyalakan lampu
akan menghasilkan respons yang sama yaitu keluarnya air liur dari anjing percobaan.
Peristiwa ini menurut Pavlov merupakan refleks bersyarat dari adanya masalah fungsi
otak, sehingga masalaah yang ingin dipecahkan oleh Pavlov dengan eksperimen itu ialah
bagaimanakah refleks bersyarat itu terbentuk. Pavlov melakukan eksperimen itu
berulang-ulang dengan berbagai variasi.

Dari eksperimen Pavlov, menurutnya respon dikontrol oleh pihak luar; pihak inilah
yang menentukan kapan dan apa yang akan diberikan sebagai stimulus, sebagaimana
dijelaskan Agus Suryanto tentang teori Pavlov tersebut, beliau mengatakan semua harus
berobjekkan kepada segala yang tampak oleh indera, dari luar. Peranan orang yang
belajar bersifat pasif karena untuk mengadakan respon perlu adanya suatu stimulus
tertentu. Sedangkan mengenai penguat menurut Pavlov bahwa stimulus yang ridak
terkontrol (unconditioned stimulus) mempunyai hubungan dengan penguatan. Stimulus
itu sendirilah yang menyebabkan adanya pengulangan tingkah laku dan berfungsi sebagai
penguat. Setelah respon berkondisi tercapai, apakah yang akan terjadi bila stimulus
berkondisi diulang atau diberikan kembali tanpa diikuti oleh stimulus tidak berkondisi?
Dalam hal ini akan terjadi pelenyapan atau padam. Dengan kata lain pelenyapan adalah
tidak terjadinya respon atau menurunnya kekuatan respon pada saat diberikan kembali
stimulus berkondisi tanpa diikuti stimulus tak berkondisi setelah terjadinya respon.
Sedangkan penyembuhan spontan adalah tindakan atau usaha nyata untuk menghalangi
terjadinya pelenyapan. Satu diantaranya ialah melalui rekondisioning atau
mengkondisikan kembali melalui pemberian kedua stimulus berkondisi secara
berpasangan.

6
Dari peristiwa pengkondisian klasik ini , merupakan dasar bentuk belajar yang
sangat sederhana, sehingga banyak ahli kejiwaan menganggap Pavlov sebagai titik
permulaan tepat untuk penyelidikan belajar. Lalu peristiwa kondisioning juga banyak
terdapat pada diri manusia, misalnya anda dapat menjadi terkondisi terhadap gambar
makanan dalam berbagai iklan yang menampilkan makanan malam dengan steak yang
lezat, dapat memicu respon air liur meskipun anda mungkin tidak lapar. Berdasarkan
percobaan yang dilakukan oleh Ivan Pavlov maka terlihat bahwa pentingnya mengkondisi
stimulus agar terjadi respon. Dengan demikian pengontrolan stimulus jauh lebih penting
daripada pengontrolan respon. Konsep ini megisyaratkan bahwa proses belajar lebih
mengutamakan faktor lingkungan (eksternal) daripada motivasi (internal).

B. Eksperimen Ivan Pavlov


Eksperimen Pavlov dilakukan di laboratorium pada seekor anjing. Beliau
melakukan operasi kecil pada pipi anjing itu sehingga bagian dari kelenjar liur dapat dilihat
dari kulit luarnya.Sebuah saluran kecil di pasang pada pipinya untuk mengukur aliran air
liurnya. Kondisi anjing itu terpisah dari penglihatan dan suara luar, atau diletakkan pada
panel gelas. Dengan kondisi bell dinyalakan, Anjing dapat bergerak sedikit, tetapi tidak
mengeluarkan liur. Setelah beberapa detik, bubuk daging diberikan,anjing tersebut lapar
dan memakannya. Alat perekam mencatat pengeluaran air liur yang banyak. Prosedur ini
dilakukan beberapa kali. Kemudian bell dinyalakan tetapi bubuk daging tidak diberikan,
namun anjing tetap mengeluarkan air liur. Binatang itu telah belajar mengasosiasikan
dinyalakan bell dengan makanan. Peristiwa ini menurut Pavlov merupakan refleks
bersyarat dari adanya masalah fungsi otak, sehingga masalah yang ingin dipecahkan oleh
Pavlov dengan eksperimen itu ialah bagaimanakah refleks bersyarat itu terbentuk.
Dari eksperimen Pavlov, menurutnya respon dikontrol oleh pihak luar,pihak inilah
yang menentukan kapan dan apa yang akan diberikan sebagai stimulus. Peranan orang
yang belajar bersifat pasif karena untuk mengadakan respon perlu adanya suatu stimulus
tertentu. Sedangkan mengenai penguat menurut Pavlov bahwa stimulus yang tidak
terkontrol (unconditioned stimulus) mempunyai hubungan dengan penguatan. Stimulus itu
sendirilah yang menyebabkan adanya pengulangan tingkah laku dan berfungsi sebagai
penguat.
Setelah respon berkondisi tercapai, apakah yang akan terjadi bila stimulus
berkondisi diulang atau diberikan kembali tanpa diikuti oleh stimulus tidak berkondisi?
Dalam hal ini akan terjadi pelenyapan atau padam. Dengan kata lain pelenyapan adalah

7
tidak terjadinya respon atau menurunnya kekuatan respon pada saat diberikan kembali
stimulus berkondisi tanpa diikuti stimulus tak berkondisi setelah terjadinya respon.
Sedangkan penyembuhan spontan adalah tindakan atau usaha nyata untuk menghalangi
terjadinya pelenyapan. Satu diantaranya ialah melalui rekondisioning atau mengkondisikan
kembali melalui pemberian kedua stimulus berkondisi secara berpasangan.
Dari peristiwa pengkondisian klasik ini , merupakan dasar bentuk belajar yang
sangat sederhana, sehingga banyak ahli kejiwaan menganggap Pavlov sebagai titik
permulaan tepat untuk penyelidikan belajar. Lalu peristiwa kondisioning juga banyak
terdapat pada diri manusia, misalnya anda dapat menjadi terkondisi terhadap gambar
makanan dalam berbagai iklan yang menampilkan makanan malam dengan steak yang
lezat dapat memicu respon air liur meskipun anda mungkin tidak lapar.

 Skema percobaan Pavlov


Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Ivan Pavlov maka terlihat bahwa
pentingnya mengkondisi stimulus agar terjadi respon. Dengan demikian pengontrolan
stimulus jauh lebih penting daripada pengontrolan respon. Konsep ini mengisyaratkan
bahwa proses belajar lebih mengutamakan faktor lingkungan (eksternal) daripada
motivasi (internal).
Dalam eksperimennya yang lain, Pavlov menggunakan anjing untuk mengetahui
hubungan antara conditional stimulus (CS), unconditioned stimulus (UCS), conditioned
response (CR), dan unconditioned response (UCS). CS adalah rangsangan yang mampu
mendatangkan respons yang dipelajari, sedangkan respons yang dipelajari itu sendiri
disebut CR. Adapun UCS berarti rangsangan yang menimbulkan respons yang tidak
dipelajari, dan respons yang tidak dipelajari itu disebut UCR.
Anjing percobaan itu mula-mula diikat sedemikian rupa dan pada salah satu
kelenjar air liurnya diberi alat penampung cairan yang dihubungkan dengan pipa kecil
(tube). Perlu diketahui bahwa sebelum dilatih (dikenal eksperimen), secara alami anjing
itu selalu mengeluarkan air liur setiap kali mulutnya berisi makanan. Ketika, bel
dibunyikan secara alami pula anjing itu menunjukkan reaksinya yang relevan, yakni
tidak mengeluarkan air liur.
Kemudian, dilakukan eksperimen berupa latihan pembiasaan mendengarkan bel
(CS) bersama-sama dengan pemberian makanan berupa serbuk daging (UCS). Setelah
latihan yang berulang-ulang ini selesai, suara bel tadi (CS) diperdengarkan lagi tanpa
disertai makanan (UCS). Apa yang terjadi? Ternyata anjing percobaan tadi

8
mengeluarkan air liur juga (CR), meskipun hanya mendengar suara bel (CS). Jadi, CS
akan menghasilkan CR apabia CS dan UCS telah berkali-kali dihadirkan bersama-sama.
Berdasarkan eksperimen di atas, semakin jelaslah bahwa belajar adalah perubahan
yang ditandai dengan adanya hubungan antara stimulus dan respons. Jadi, prinsipnya
hasil eksperimen E.L Thorndike di muka kurang lebih sama dengan hasil eksperimen
Pavlov yang memang dianggap sebagai pendahulu dan anutan Thorndike yang
behavioristik itu. Kesimpulan yang dapat kita tarik dari hasil eksperimen pavlov ialah
apabila stimulus yang diadakan (CS) selalu disertai dengan stimulus penguat (UCS),
stimulus tadi (CS) cepat atau lambat akhirnya akan menimbulkan respons atau
perubahan yang kita kehendaki yang dalam hal ini CR.

C. Hukum-Hukum Teori Belajar Classical Conditioning Paplov


Dalam istilah Paplov, pemberian makanan merupakan stimulus yang tidak
dikondisikan Paradigma Pengondisian Klasik. Di dalam sebuah eksperimen yang khas
behavioris, seekor anjing ditaruh beberapa saat di sebuah kurungan di ruang gelap
kemudian sebuah lampu kecil dinyalakan di atasnya. Setelah 30 detik, sejumlah makanan
diletakkan di mulut si anjing, membangkitkan refleks air liur. Prosedur ini diulang
beberapa kali — setiap kali makanannya diberikan bersama-sama dengan cahaya lampu.
Setelah beberapa saat, cahaya lampu yang awalnya tidak berkaitan dengan air liur, dapat
membuat air liur anjing keluar saat melihat lampu dinyalakan.

Si anjing bisa dikatakan telah dikondisikan untuk merespons cahaya. Dalam istilah
Pavlov, pemberian makanan merupakan stimulus yang tidak dikondisikan (unconditioned
stimulus, US) — Pavlov tidak perlu mengondisikan si hewan untuk mengeluarkan air liur
jika melihat makanan. Sebaliknya, cahaya lampu merupakan stimulus yang dikondisikan
(conditioned stimulus, CS) — efeknya perlu dikondisikan terlebih dahulu. Air liur terhadap
makanan disebut refleks yang tidak dikondisikan (unconditioned reflex, UR), sedangkan
air liur terhadap cahaya disebut refleks yang dikondisikan (conditioned reflex, CR). Proses
seperti ini disebut pengondisian klasik (classical conditioning).

Kita bisa melihat kalau di dalam eksperimen ini CS muncul sebelum US; Pavlov
mematikan lampu, membiarkan ruangan gelap, sebelum memberikan si anjing makanan.
Salah satu pertanyaan yang dilontarkannya, apakah ini merupakan cara terbaik untuk
membuat pengondisian. Dia dan murid-muridnya akhirnya menemukan bahwa memang

9
cara itulah yang terbaik. Sangat sulit untuk memperoleh pengondisian jika stimulus yang
dikondisikan (CS) dilakukan sebelum stimulus yang tidak dikondisikan (US). Dan dari
studi-studi lain, kita sekarang tahu kalau pengondisian sering kali berlangsung sangat cepat
apabila stimulus yang dikondisikan disajikan setengah detik sebelum stimulus yang tidak
dikondisikan (Purwanto, Ngalim. 2007).

Contoh: Guru yang senantiasa menyampaikan materi pelajaran disertai dengan


latihan soal. Kemudian siswa disuruh untuk mengerjakan latihan soal tersebut. Setiap kali
siswa dapat mengerjakan soal latihan (CS) tersebut dengan baik dan benar guru akan
tersenyum dan memberikan pujian pada siswa (UCS), dan siswa akan merasa bangga (CR).
Diharapkan dengan sering terbiasa mengerjakan latihan soal, siswa akan punya
pengalaman dengan bentuk-bentuk soal dan pada akhirnya dapat menyelesaikan suatu soal
dengan mudah yang dapat membuatnya bangga. Dapat menyelesaikan soal (CS) membuat
siswa bangga (CR).

Namun demikian, dari hasil eksperimen dengan menggunakan anjing tersebut,


Pavlov akhirnya menemukan beberapa hukum pengkondisian, antara lain:

1. Kepunahan/Penghapusan/Pemadaman (extinction).
Penghapusan berlaku apabila rangsangan terlazim tidak diikuti dengan
rangsangan tak terlazim, lama-kelamaan individu/organisme itu tidak akan
bertindak balas. Setelah respons itu terbentuk, maka respons itu akan tetap ada
selama masih diberikan rangsangan bersyaratnya dan dipasangkan dengan
rangsangan tak bersyarat. Kalau rangsangan bersyarat diberikan untuk
beberapa lama, maka respons bersyarat lalu tidak mempunyai pengut/reinforce
dan besar kemungkinan respons bersyarat itu akan menurun jumlah
pemunculannya dan akan semakin sering tak terlihat seperti penelitian
sebelumnya. Peristiwa itulah yang disebut dengan pemadaman (extinction).
Beberapa respons bersyarat akan hilang secara perlahan-lahan atau hilang sama
sekali untuk selamanya. Dalam kehidupan nyata, mungkin kita pernah
menjumpai realitas respons emosi bersyarat.
Contoh : Ada dua orang anak kecil laki-laki dan perempuan yang biasa
bermain bersama. Pada saat mereka menginjak dewasa, menjadi seorang gadis
dan pemuda, tibatiba tumbuh perasaan cinta pada diri pemuda kepada gadis
tersebut, tetapi tidak demikian dengan sang gadis. Pada saat pemuda teman

10
sejak kecilnya itu menyatakan cintanya, gadis tersebut menolak dengan alasan
perasaan kepada pemuda itu hanya sebatas teman. Namun, karena pemuda itu
sangat mencintai sang gadis, dengan menggunakan berbagai cara yang dapat
membahagaikan, ia berusaha untuk mengambil hati gadis itu agar menerima
cintanya. Misalnya, dengan selalu memberikan perhatian, memberikan segala
yang disukai oleh gadis itu, dan lain sebagainya.
Ketika perhatian dan kebaikannya kepada gadis tersebut dilakukan
berulang-ulang maka pada suatu saat hati sang gadis menjadi luluh dan
akhirnya menerima cinta pemuda tersebut. Sebuah stimulus yang dikondisikan,
sekali diciptakan, tidak mesti bekerja selamanya. Pavlov menemukan meski-
pun dia bisa membuat cahaya sebagai stimulus yang dikondisikan bagi
keluarnya air liur, namun jika dia menyalakan lampu itu saja beberapa kali
tanpa memberi si anjing makanan, maka cahaya akan kehilangan efeknya
sebagai stimulus yang dikondisikan. Tetesan air liur makin berkurang saja
sampai akhirnya tidak keluar sama sekali. Di titik ini, kepunahan terjadi.
Pavlov sendiri menggunakan istilah kondisional dan non-kondisional;
kedua istilah ini diterjemahkan sebagai dikondisikan dan tidak-dikondisikan
oleh para psikolog, dan digunakan sampai sekarang kurang saja sampai
akhirnya tidak keluar sama sekali. Di titik ini, kepunahan terjadi. 9 (Purwanto,
Ngalim. 2007).
Pavlov juga menemukan bahwa meskipun refleks yang dikondisi-kan
tampaknya hilang, dia bisa juga mengalami pemulihan spontan. Di dalam
sebuah eksperimen, seekor anjing dilatih untuk mengeluarkan air liur hanya
dengan melihat makanan — stimulus yang dikondisikan (CS). (Awalnya si
anjing baru mengeluarkan air liur hanya jika makanan sudah berada di
mulutnya.) Kemudian, CS sendiri disaji-kan dalam interval tiga-menitan
sebanyak enam kali percobaan, dan pada percobaan keenam, si anjing tidak
lagi mengeluarkan air liur. Jadi tampaknya respons ini sudah mengalami
kepunahan. Namun demikian, setelah dua jam istirahat, penyajian CS sendirian
sekali lagi bisa menghasilkan jumlah air liur yang cukup banyak.
Artinya, respons menunjukkan pemulihan spontan. Akan tetapi, apabila
eksperimen ini diteruskan meskipun respons sudah hilang, tanpa memberi jeda
waktu untuk memperbaiki stimulus yang dikondisikan (CS) menjadi stimulus

11
yang tidak dikondisikan (US), maka efek pemulihan spontan ini tampaknya
memang akan hilang selamanya.
Contoh: Guru yang awalnya memulai pelajaran (misalnya sains) dengan
senyum dan ramah serta mengawali pelajaran dengan memberi apersepsi atau
pun metafora sebelum memberikan materi pelajaran ataupun latihan soal dirasa
siswa itu merupakan stimulus yang dapat membangkitkan minat dan motivasi
siswa untuk belajar. Namun bila kemudian hari guru tersebut masuk dengan
senyum dan tanpa memberikan apersepsi dan metafora dan langsung
memberikan latihan soal, maka mungkin minat dan motivasi siswa untuk
belajar dapat berkurang dan bila kondisi tersebut terjadi berulang-ulang dalam
waktu lama, maka kemungkin besar minat dan motivasi siswa untuk belajar
dapat hilang.
2. Generalisasi Stimulus (stimulus generalization).
Rangsangan yang sama akan menghasilkan tindak balas yang sama.
Pavlov menggunakan bunyi loceng yang berlainan nada, tetapi anjing masih
mengeluarkan air liur. Ini menunjukkan bahawa organisme telah terlazim,
dengan dikemukakan sesuatu rangsangan tak terlazim akan menghasilkan gerak
balas terlazim (air liur) walaupun rangsangan itu berlainan atau hampir sama.
Contoh : anak kecil yang merasa takut pada anjing galak, tentu akan
memberikan respons rasa takut pada setiap anjing. Tapi melalui penguatan dan
pemadaman diferensial, rentang stimulus rasa takut menjadi menyempit hanya
pada anjing yang galak saja. Meskipun sebuah refleks sudah dikondisikan hanya
untuk satu stimulus, ternyata bukan hanya stimulus itu yang bisa
memunculkannya. Respons tampaknya bisa membangkitkan juga sejumlah
stimulus serupa tanpa pengondisian lebih jauh.
Sebagai contoh, seekor anjing yang telah dikondisikan untuk
mengeluarkan air liur terhadap bunyi bel bernada tertentu akan mengeluarkan air
liur juga jika mendengarkan bunyi bel bernada lain. Kemampuan merangkai
stimulis untuk menghasilkan respons seperti ini beragam menurut derajat
kemiripan dengan stimulus awal yang dikondisikan (CS orisinil).
Pavlov percaya bahwa kita bisa mengamati generalisasi stimulus ini
karena proses fisiologis yang dinamainya pemancaran (irradiation). Stimulus
awal merangsang bagian tertentu otak yang kemudian memancar atau menyebar
ke- wilayah otak yang lain (Purwanto, Ngalim. 2007). Bila suatu makhluk

12
mengadakan generalisasi (menyamaratakan), maka ia juga akan dapat
melakukan diskriminasi atau pembedaan.
Contoh: Guru yang awalnya memulai pelajaran dengan senyum dan
ramah serta mengawali pelajaran dengan memberi apersepsi atau pun metafora
sebelum memberikan materi pelajaran atau latihan soal dirasa siswa itu
merupakan stimulus yang dapat membangkitkan minat dan motivasi siswa untuk
belajar. Stimulus tersebut akan digeneralisasi oleh siswa bahwa guru tersebut
orangnya baik, mengerti kemauan siswa dan dapat diajak berdiskusi serta
nantinya dalam memberikan penilaian buat siswa tidak pelit dan akan
memberikan nilai yang bagus.
3. Pemilahan (discrimination).
Diskriminasi yang dikondisikan ditimbulkan melalui penguatan dan
pemadaman yang selektif. Diskriminasi berlaku apabila individu berkenaan
dapat membedakan atau mendiskriminasi antara rangsangan yang dikemukakan
dan memilih untuk tidak bertindak atau bergerak balas.
Contoh : Anak kecil yang takut pada anjing galak, maka akan memberi
respon rasa takut pada setiap anjing, tapi ketika anjing galak terikat dan
terkurung dalam kandang maka rasa takut anak itu menjadi berkurang.
Generalisasi awal stimulus ini secara bertahap membuka jalan bagi proses
pembedaan. Jika anjing terus dibiarkan mendengar suara bel yang berbeda-beda
nadanya (tanpa menyajikan makanan di hadapannya), maka si anjing mulai
merespons secara lebih selektif, membatasi responsnya hanya kepada nada yang
paling mirip dengan CS orisinil. Kita bisa juga secara aktif menghasilkan
pembedaan dengan menggandengkan satu nada dengan makanan, sementara
nada lain tanpa disertai makanan. Ini biasa disebut sebagai eksperimen tentang
pemilahan stimulus.
Contoh: Guru yang biasa memberikan pelajaran dengan latihan soal dan
usai memberikan pelajaran menyuruh siswa mengerjakan latihan soal yang ada
dalam buku teks dipapan tulis. Bila penyelesaian soal tersebut benar maka guru
akan tersenyum dan mengatakan “bagus”. Stimulus ini akan ditangkap oleh
siswa dan dianalogikan bahwa perkataan “bagus” berarti jawaban siswa tersebut
“benar”. Ini akan berbeda jika siswa mengerjakan soal dipapan dan guru cuma
tersenyum tanpa mengatakan bagus, karena siswa akan menganalogikan

13
jawaban yang dibuatnya belum tentu “benar”. Jadi siswa akan selektif
mengartikan senyum guru.
4. Tingkat Pengondisian Yang Lebih Tinggi.
Akhirnya, Pavlov menunjukkan bahwa sekali kita dapat mengondisikan
seekor anjing secara solid kepada CS tertentu, maka dia kemudian bisa
menggunakan CS itu untuk menciptakan hubungan dengan stimulus lain yang
masih netral. Di dalam sebuah eksperimen muridmurid Pavlov melatih seekor
anjing untuk mengeluarkan air liur terhadap bunyi bel yang disertai makanan,
kemudian memasangkan bunyi bel itu saja dengan sebuah papan hitam. Setelah
beberapa percobaan, dengan melihat papan hitam itu saja anjing bisa
mengeluarkan air liurnya. Ini disebut pengondisian tingkat-kedua. Pavlov
menemukan bahwa dalam beberapa kasus dia bisa menciptakan pengondisian
sampai tingkat-tiga, namun untuk tingkat selanjutnya, pengondisian tidak bisa
dilakukannya.
Contoh: Stimulus yang telah membangkitkan minat dan motivasi siswa
untuk belajar pada mata pelajaran tertentu (misalnya sains) yang dirasa sulit,
akan melekat pada diri siswa minat dan motivasi tersebut. Dan bila siswa
dihadapkan pada mata pelajaran lain (misalnya matematika) yang juga dirasa
sulit, maka minat dan motivasi untuk mempelajari mata pelajaran tersebut akan
sama besarnya dengan minat dan motivasi belajar pelajaran terdahulu (red:
sains).
Secara garis besar hukum-hukum belajar menurut Pavlov, diantaranya :
1. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang
dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang
salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan
stimulus lainnya akan meningkat.
2. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang
dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent
conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer,
maka kekuatannya akan menurun.

D. Prinsip-Prinsip Teori Belajar Classical Conditioning Paplov


Prinsip-prinsip belajar menurut Classical Conditioning dapat diringkaskan sebagai berikut:

14
1. Belajar adalah pembentukan kebiasaan dengan cara menghubungkan/mempertautkan
antara perangsang (stimulus) yang lebih kuat dengan perangsang yang lebih lemah
2. Proses belajar terjadi apabila ada interaksi antara organisme dengan lingkungan.
3. Belajar adalah membuat perubahan-perubahan pada organisme.
4. Setiap perangsang akan menimbulkan aktivitas otak US dan CS akan menimbulkan
aktivitas otak. Aktivitas yang ditimbulkan US lebih dominan daripada yang
ditimbulkan CS. Oleh karena itu US dan CS harus di pasang bersama-sama, yang lama
kelamaan akan terjadi hubungan. Dengan adanya hubungan, maka CS akan
mengaktifkan pusaat CS di otak dan selanjutnya akan mengaktifkan US. Dan akhirnya
organisme membuat respon terhadap CS yang tadinya secara wajar dihubungkan
dengan US.
5. Semua aktifitas susunan syaraf pusat diatur oleh eksitasi dan inhibisi. Setiap peristiwa
di lingkungan organisme akan dipengaruhi oleh dua hal tersebut, yang pola tersebut
oleh Pavlov disebut Cortical Mosaic. Dan pola ini akan mempengaruhi respons
organisme terhadap lingkungan. Namun demikian Pavlov juga menyadari bahwa
tingkah laku manusia lebih komplek dari binatang, karena manusia mempunyai bahasa
dan hal ini akan mempengaruhi tingkah laku manusia.
E. Aplikasi Teori Belajar Classical Conditioning Paplov dalam Pendidikan dan
Pengajaran
Seperti yang telah kita ketahui, apa yang telah dilakukan Paplov bukanlah untuk
mengembangkan teori belajar. Setelah banyak orang mengakui teori Paplov bermanfaat di
dunia psiokologi, banyak ahli pendidikan baru mulai memanfaatkan teorinya untuk
mengembangkan atau memberikan kontribusi pada psikologi pendidikan pada umumnya
dan teori belajar khususnya. Menyadari latar belakang di atas, kita sebagai pendidik harus
menempatkan teori Paplov secara tepat. Sebaiknya, kita menggunakan teori conditioning
sebagai referensi belajar secara fleksibel karena eksperimen Paplov adalah perilaku
binatang. Padahal, subyek belajar adalah manusia. Ada perbedaan hakiki pikiran dan
perasaan yang tertentu berbeda dengan binatang.
Oleh karena itu, teori responden hanya digunakan untuk menjelaskan proses belajar
secara umum, yaitu pengaruh kondisi tertentu terhadap sikap, perasaan dan pikiran subjek
didik dalam belajar. Namun, kita tetap memperhitungkan pengecualian-pengecualian,
sebagaimana dalam menggunakan generalitas, tidak menegasi partikularitas dengan
sendirinya.

15
Demikianlah menurut teori conditioning belajar adalah suatu proses perubahan
yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan rekasi
(respon). Untuk menjadikan seseorang itu belajar haruslah kita memberikan syarat-syarat
tertentu. Yang terpenting dalam belajar menurut teori conditioning ialah adanya latihan-
latihan yang kontinu. Yang diutamakan dalam teori ini ialah belajar yang terjadi secara
otomatis. Segala tingkah laku manusia tidak lain adalah hasil daripada latihan-latihan atau
kebiasaan kebiasaan mereaksi terhadap syarat-syarat tertentu yang dialaminya dalam
kehidupannya.
Salah satu konsep yang berkaitan dengan eksperimen Paplov adalah pemberian
tanda, stimulus dan respons yang tidak dikondisikan sebagai hasil proses instingtual,
sedangkan hubungan dikondisikan disebabkan latihan. Latihan menyebabkan perubahan
tingkah laku, terutama perubahan neuron atau sel-sel syaraf.
Oleh karena itu, wajar jika Paplov disebut Neurobehaviorist karena menyatakan
bahwa interaksi antara stimulus dan respons terjadi melalui proses neural. Sementara
belajar yang dilakukan manusia, yang ada bukan hanya tanda, tetapi juga simbol. Demikian
pula dalam hal belajar, manusia tidak hanya mengenal latihan, tetapi juga belajar (dengan
konsep lain).
Konsep simbol dalam belajar pada diri manusia menyebabkan perbedaan antara
manusia dengan hewan. Manusia memiliki pikiran dan perasaan, bukan hanya insting
seperti yang dimiliki binatang. Dengan akal pikiran dan perasaan, manusia mampu
membedakan tanda dan simbol. Tanda adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari apa
yang ditandakan. Kita menyadari bahwa manusia maupun binatang mengenal tanda. Akan
tetapi, berkaitan dengan pikiran dan perasaan yang dimiliki, manusia tidak mau berhenti
hanya pada tanda, melainkan akan melangkah pada simbol.
Manusia tidak puas dengan apa yang ada pada benda, melainkan memiliki
kecenderungan mengetahui apa yang ada dibalik benda dan yang terkait dengannya. Ruang
tanda diperluas sehingga mempunyai arti dan menjadi lebih intens. Kalau tanda menunjuk
pada suatu objek, maka simbol lebih menunjuk pada suatu konsep. Perasaan dan akal
pikiran yang potensial pada manusia menyebabkan stimulus yang sama tidak selalu
menimbulkan respons sama, dan sebaliknya, respons sama tidak selalu disebabkan
stimulus yang sama. Namun demikian, ada baiknya bila kita dapat menggunakan kerangka
teori Paplov untuk membantu menjelaskan proses belajar secara fleksibel.
Contohnya, sikap ramah seorang guru memiliki kecendrungan menimbulkan
respons positif pada subjek didik, meskipun ada kemungkinan timbulnya respons negatif

16
pada subjek didik manja. Pada awal pelajaran, konsep-konsep yang sulit dapat
menimbulkan shock symbol pada sebagian subjek didik, tetapi justru dapat pula
merangsang subjek didik belajar gigih agar memahaminya. Demikian pula, latar belakang
ekonomi rendah dapat menimbulkan respons berupa semangat belajar tinggi dan
sebaliknya. Eksperimen-eksperimen Paplov awalnya tidak bertujuan menemukan teori
belajar, meskipun sangat dipengaruhi oleh psikologi behaviorisme.
Sesuai dengan kedudukannya sebagai ahli fisiologi, eksperimen paplov lebih
bertujuan memahami fungsi otak. Hasil-hasil eksperimen Paplov ternyata sangat berguna
bagi pengembangan teori belajar. Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila banyak ahli
pendidikan mengadopsi hasil eksperimen paplov untuk mengembangkan teori belajar.
Namun demikian, apa yang diperoleh Paplov bukan suatu yang final sehingga kita
sebaiknya fleksibel menggunakannya.
1) Penerapan Prinsip-prinsip Teori Belajar Classical Conditioning dalam
Pengajaran
Pengaruh keadaan klasik membantu menjelaskan banyak pelajaran di
mana satu stimulus diganti/ digantikan untuk yang lain. Satu contoh yang
penting tentang proses ini adalah pelajaran atraksi emosional dan ketakutan.
Bahwa bentakkan seorang guru seringkali membuat takut murid-muridnya, hal
yang sama seorang polisi mempermainkan penjahat dengan ancungan
tangannya, atau seorang perawat hendak memberi suntikan kepada pasiennya.
Semua perilaku ini menciptakan tanggapan perhatian dan ketakutan di
hati orang-orang tersebut dibawah kesadaran mereka. Situasi ini memberikan
pengaruh ketakutan bila stimulus tidak netral: Manapun stimulus netral yang
berulang-kali terjadi bersama-sama dengan stimuli ini cenderung untuk
dikondisikan (C) ke ketakutan sebagai respon. Jika seorang guru selalu meneliti
seorang anak, kemudian hanya memperhatikan dia tanpa mengkritik boleh jadi
membuat dia menaruh perhatiannya. Hal yang ekstrim, anak bisa berhubungan
dengan guru di kelas dengan perhatian dan ketakutannya yang ia kembangkan
samarata, atau ketakutan yang kadang tidak masuk akal.
Hal yang sama juga dialami masyarakat phobia polisi, atau pasien,
tentang perawat. Tetapi tanggapan positif dapat dibangun secara sederhana
untuk mengkondisikan stimulus. Jika seorang guru memuji seorang siswa maka
akan menimbulkan hal positif baginya, bahkan ketika dia tidak lagi dipuji. Pada
akhirnya, proses ini dapat membangun hubungan baik di kelas.

17
Hal yang sama untuk polisi, perawat, atau orang yang bekerja dengan
orangorang: stimuli yang dapat dipercaya menimbulkan hal positif tanggapan
tersebut dapat dikondisikan untuk lain. Penggantian stimulus dapat membantu
bahkan pada pelajaran tertentu yang tidak berisi unsur perasaan. Pengaruh
tersebut tidak memerlukan refleks sebagai titik awal.
Beberapa Psikolog menyebutnya belajar berlanjut atau asiosatif learning,
hanya memerlukan dua stimuli yang tidak bertalian terjadi bersama-sama pada
suatu tanggapan atau keduanya dari stimulus yang ada. Jika seorang anak telah
mempelajari bagaimana cara menggunakan unit balok kecil, kemudian stimuli
ini dapat dipasangkan dengan hal yang lebih abstrak, mereka akan dapat menulis
padanan menulis padanan yang menghasilkan apa yang diinginkan dengan baik.
Dalam praktek pendidikan mungkin bisa kita temukan seperti lonceng
berbunyi mengisyaratkan belajar dimulai dan atau pelajaran berakhir.
Pertanyaan guru diikuti oleh angkatan tangan siswa, suatu pertanda siswa dapat
menjawabnya. Kondisi-kondisi tersebut diciptakan untuk memanggil suatu
respon atau tanggapan ahli pendidikan lain juga menyarankan bahwa panduan
belajar dengan mengkombinasikan gambar dan kata-kata dalam mempelajari
bahasa, akan sangat berguna dalam mengajar perbendaharaan kata-kata.
Memasangkan kata-kata dalam bahasa Inggris dengan kata-kata bahasa
lainnya akan membantu para siswa dalam membuat perbendaharaan kata dalam
bahasa asing.Dalam pengertian yang lebih luas lagi misalnya memasangkaan
maakna suatu konsep dengan pengalaman siswa sehari-harinya akan membantu
siswa dalam memahami konsep-konsep lainnya. Walaupun classical
conditioning terus menjadi bidang yang aktif dalam psikologi saat ini, sebagian
para ahli telah mulai meninggalkan teori psikologi ini.
2) Penerapan Prinsip-prinsip Teori Belajar Classical Conditioning di Kelas
Berikut ini beberapa tips yang ditaawarkan oleh Woolfolk (1995) dalam
menggunakan prinsip-prinsip kondisioning klasik di kelas.
a. Memberikan suasana yang menyenangkan ketika memberikan tugastugas
belajar, misalnya:
1) Menekankan pada kerjasama dan kompetisi antarkelompok daripada
individu, banyak siswa yang akan memiliki respons emosional secara
negatif terhadap kompetisi secara individual, yang mungkin akan
digeneraalissikan dengan pelajaran-pelajaran yang lain;

18
2) Membuat kegiatan membaca menjadi menyenangkan dengan
menciptakaan ruang membaca (reading corner) yang nyaman dan enak
serta menarik, dan lain sebagainya.
b. Membantu siswa mengatasi secara bebas dan sukses situasi-situasi yang
mencemaskan atau menekan, misalnya:
1) Mendorong siswa yang pemalu untuk mengajarkaan siswa lain cara
memahami materi pelajaran;
2) Membuat tahap jangka pendek untuk mencapai tujuan jangka panjang,
misalnya dengaan memberikan tes harian, mingguan, agar siswa dapat
menyimpaan apa yang dipelajari dengan baik;
3) Jika siswa takut berbicara di depan kelas, mintalah siswa untuk
membacakan sebuah laaporan di depan kelompok kecil sambil duduk
di tempat, kemudian berikutnya dengan berdiri. Setelah dia terbiasa,
kemudian mintalah ia untuk membaca laporan di depaan seluruh
murid di kelas.
c. Membantu siswa untuk mengenal perbedaan dan persamaan terhadap
situasi-situasi sehingga mereka dapat membedakan dan
menggeneralisasikan secara tepat. Misalnya, dengan:
1) Meyakinkan siswa yang cemas ketika menghadapi ujian masuk
sebuah sekolah yang lebih tinggi tingkatannya atau perguruan tinggi,
bahwa tes tersebut sama dengan tes-tes prestasi akademik lain yang
pernah mereka lakukan
2) Menjelaskan bahwa lebih baik menghindari hadiah yang berlebihan
dari orang yang tidak dikenal, atau menghindar tetapi aman daan dapat
menerima penghargaan dari orang dewasa ketika orangtua ada
d. Memberikan suasana yang menyenangkan ketika memberikan tugas-tugas
belajar, Contoh: Menekankan pada kerja sama dan kompetisi antar
kelompok daripada individu, banyak siswa yang akan memiliki respons
emosional secara negatif terhadap kompetisi secara individual, yang
mungkin akan digeneralisasikan dengan pelajaran-pelajaran yang lain,
contoh lainnya adalah membuat kegiatan membaca menjadi
menyenangkan dengan menciptakan ruang membaca yang nyaman dan
enak serta menarik.

19
e. Membantu siswa mengatasi secara bebas dan sukses situasi-situasi yang
mencemaskan atau menekan, Contoh: Mendorong siswa yang pemalu
untuk mengajarkan siswa lain cara memahami materi pelajaran, misalnya
dengan memberikan tes harian, mingguan, agar siswa dapat menyimpan
apa yang dipelajari dengan baik. Jika siswa takut berbicara di depan kelas
mintalah siswa untuk membacakan sebuah laporan di depan kelompok
kecil sambil duduk ditempat, kemudian berikutnya dengan berdiri. Setelah
dia terbiasa, kemudian mintalah ia untuk membaca laporan di depan
seluruh murid di kelas.
f. Membantu siswa untuk mengenal perbedaan dan persamaan terhadap
situasi-situasi sehingga mereka dapat membedakan dan menggeneralisasi
secara tepat. Contoh : Meyakinkan siswa yang cemas ketika menghadapi
ujian masuk sebuah perguruan tinggi, bahwa tes tersebut sama dengan
testes prestasi akademik lain yang pernah mereka lakukan. Sebagai guru,
kita harus mengetahui bagaimana mengurangi counterproductive kondisi
responsif yang dialami para siswa.
Psikolog sudah mempelajari ke arah itu untuk memadamkan hal negatif
sebagai reaksi emosional pada stimulus dikondisikan tertentu tidak lain
untuk memperkenalkan stimulus itu secara pelan-pelan dan secara
berangsurangsur sehingga siswa bahagia atau santai ( M.C.Jones, 1924;
Wolpe, 1969).
Satu contoh, jika Imung seorang yang takut berenang, kita mungkin mulai
pelajaran berenangnya pada tempat yang dangkal seperti bayi bermain
dalam tempat mandinya kemudian bergerak perlahan-lahan ke air yang
lebih dalam, maka ia akan merasa lebih nyaman untuk mencoba berenang.
Tidak ada hal yang paling membanggakan pada guru selain membantu dan
membuat siswa menjadi sukses dan merasa senang di kelas. Satu hal yang
perlu guru ingat bahwa kelas dapat membuat perilaku baik siswa,
meningkat atau justru melemahkannya.

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

21
Sebagai sebuah teori, Classical Conditioning Pavlov memiliki kelebihan dan
sekaligus kekurangan. Adapun kelebihan teori ini misalnya cocok diterapkan untuk
pembelajaran yang menghendaki penguasaan ketrampilan dengan latihan. Atau pada
pembelajaran yang adanya bias atau membentuk perilaku tertentu. Selain itu juga
memudahkan pendidik dalam mengontrol pembelajaran sebab individu tidak menyadari
bahwa dia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya. Pada sisi lain, teori ini
juga tepat kalau digunakan untuk melatih kepandaian binatang.

Sementara itu, kelemahan Teori Belajar Classical Conditioning Pavlov adalah


bahwa teori ini menganggap bahwa belajar itu hanyalah terjadi secara otomatis; keaktifan
dan kehendak pribadi tidak dihiraukan. Teori ini juga terlalu menonjolkan peranan
latihan/kebiasaan padahal individu tidak semata-mata tergantung dari pengaruh luar yang
menyebabkan individu cenderung pasif karena akan tergantung pada stimulus yang
diberikan. Di samping itu pula, dalam teori ini, proses belajar manusia dianalogikan
dengan perilaku hewan sulit diterima, mengingat perbedaan karakter fisik dan psikis yang
berbeda antar keduanya. Oleh karena itu, teori ini hanya dapat diterima dalam hal-hal
belajar tertentu saja; umpamanya dalam belajar yang mengenai skill (keterampilan)
tertentu dan mengenai pembiasaan pada anak-anak kecil.  

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal Implementasi Teori Belajar Ivan Petrovich Pavlov (Classical Conditioning )


Dalam Pendidikan JURNAL FALASIFA. Vol. 3, No. 1 Maret 2012

22
Jurnal Network Media Vol: 2 No. 1 Februari 2019 | ISSN : 2569 - 6446 Universitas
Dharmawangsa 87 CLASSICAL CONDITIONING Oleh Dr. HASLINDA, M. Ikom

23

Anda mungkin juga menyukai