Anda di halaman 1dari 74

SKRIPSI

ANALISIS PENGUASAAN KONSEP PESERTA DIDIK KELAS XII MIPA


1 SMA NEGERI 11 MAKASSAR PADA MATERI POKOK SIFAT
KOLIGATIF LARUTAN MENGGUNAKAN INSTRUMEN TWO TIER
DIAGNOSTIC TES

AULIA NURUL FITRAH


1713441003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA ICP


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2021
SKRIPSI

ANALISIS PENGUASAAN KONSEP PESERTA DIDIK KELAS XII MIPA


1 SMA NEGERI 11 MAKASSAR PADA MATERI POKOK SIFAT
KOLIGATIF LARUTAN MENGGUNAKAN INSTRUMEN TWO TIER
DIAGNOSTIC TES

Diajukan kepada program studi pendidikan kimia


Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam untuk memenuhi
Salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan kimia

AULIA NURUL FITRAH


1713441003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA ICP


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2021

i
ii
PENGESAHAN UJIAN PERNYATAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah

hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar. Bila dikemudian hari ternyata pernyataan saya

terbukti tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi yang telah ditetapkan oleh

FMIPA Universitas Negeri Makassar.

Yang membuat pernyataan,

Nama: Aulia Nurul Fitrah

NIM: 1713441003

Tanggal: 23 Desember 2021

iii
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Believe in yourself and all that you are. Know that there is something inside
you that is greader than any obstacle”

“Karya sederhana ini kupersembahkan sebagai tanda cinta dan terima kasihku
untuk kedua orang tuaku yang setia membimbing dan membesarkanku,
keluarga, sahabat dan orang-orang terkasih atas segala doa, kasih sayang,
dukungan dan pengorbanan baik moril maupun material demi keberhasilanku.
Semoga karyaku bernilai ibadah di mata Allah SWT.”

v
ABSTRAK

Aulia Nurul Fitrah, 2021, Analisis Penguasaan Konsep Peserta Didik Kelas XII
Mipa 1 Sma Negeri 11 Makassar Pada Materi Pokok Sifat Koligatif Larutan
Menggunakan Instrumen Two Tier Diagnostic Tes, Program Studi Pendidikan
Kimia, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Negeri Makassar, dibimbing oleh Muh.Yunus dan Halimah Husain
dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase penguasaan konsep peserta


didik kelas XII MIPA 1 SMA Negeri 11 Makassar pada materi sifat koligatif
larutan. Subjek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas XII MIPA 1 yang
terdiri dari 30 peserta didik. Instrumen yang digunakan merupakan Two Tier
Diagnostic Test dengan 20 butir soal yang telah divalidasi dan memiliki nilai
reliabilitas Croncbach’s alpha 0.877 (sangat tinggi). Two-tier diagnostic test
memiliki 2 tingkat pertanyaan. Tingkat pertama merupakan pilihan jawaban dari
pertanyaan, dan tingkat kedua merupakan alasan yang mengacu pada jawaban
tingkat pertama, digunakan untuk mengidentifikasi penguasaan konsep peserta
didik dengan menganalisis pola jawaban yang diberikan. Berdasarkan hasil
penelitian didapatkan persentase peserta didik yang paham konsep pada materi
sifat koligatif larutan sebesar 42% dimana persentase pada konsep menjelaskan
sifat koligatif larutan sebesar 73.35%, menghitung konsentrasi 65%, mengukur
penurunan tekanan uap larutan 48.87%, mengukur kenaikan titik didih larutan
20,78%, mengukur tekanan osmosis larutan 36.65%, dan menganalisis fenomena
sifat koligatif larutan dalam kehidupan sehari-hari sebesar 31.65%. Adapun
pesentase penguasaan konsep berdasarkan indikator penguasaan konsep pada
tahap mengingat (C1) 76.7%, tahap memahami (C2) 66.67%, tahap mengaplikasi
(C3) 57.23%, tahap menganalisis (C4) 43.98%, tahap mengevaluasi (C5) 12.47%,
dan tahap mencipta (C6) 8.32%.

Kata kunci: penguasaan konsep, two-tier diagnostic test, sifat koligatif larutan

vi
ABSTRACT

Aulia Nurul Fitrah, 2021, Analysis Concept Mastery of Students of class XII
MIPA 1 SMA Negeri 11 Makassar on Colligative Properties of Solution Subject
Using Two Tier Diagnostic Tests, Chemistry Education Program of Chemistry
Department, Mathematics and Natural Sciences Faculty of Universitas Negeri
Makassar, advised by Muh.Yunus and Halimah Husain.

This research aims to find out the percentage of students' concept mastery in class XII
MIPA 1 SMA Negeri 11 Makassar on colligative properties of solutions subject. The
subjects in this study were students of class XII MIPA 1 which consisted of 30 students.
The instrument used is a Two-Tier Diagnostic Test with 20 items that have been validated
by expert with a very high reliability value of Cronbach’s alpha on 0.877. The two-tier
diagnostic test had 2 levels of questions. The first level is a choice of answers to
questions, and the second level is a reason that refers to the answers in the first level. The
test used to identify concepts mastery of students by analysed the pattern of answers
given. Based on the results of the research, it was found that the percentage of students
who understood the concept of the colligative property of solution was 42% where the
percentage of the concept of explaining the colligative properties of the solution was
73.35%, calculating the concentration of 65%, measuring the decrease in vapor pressure
of the solution 48.87%, measuring the increase in the boiling point of the solution 20,
78%, measuring the osmotic pressure of a solution of 36.65%, and analysing the
phenomenon of colligative properties of solutions in daily life of 31.65%. The percentage
of concept mastery based on concept mastery indicators at the remembering stage (C1)
76.7%, understanding stage (C2) 66.67%, applying stage (C3) 57.23%, analysing stage
(C4) 43.98%, evaluating stage (C5) 12.47%, and stage of creating (C6) 8.32%.

Key words: concepts mastery, two tier diagnostic test, colligative properties of
solution

vii
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, Puji syukur penulis panjatkan atas karunia dan

rahmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan juga salam dan salawat kepada Nabi

Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam atas selesainya skripsi yang berjudul

Analisis Penguasaan Konsep Peserta Didik Kelas XII MIPA 1 SMA Negeri 11

Makassar Pada Materi Pokok Sifat Koligatif Larutan Menggunakan Instrumen

Two Tier Diagnostic Tes. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu

persyaratan guna memperoleh gelar sarjana S1 Program Studi Pendidikan Kimia

ICP Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri

Makassar.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari

adanya kerja sama dan bantuan baik berupa tenaga, pikiran, maupun moril dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, ucapan terima kasih dan penghargaan yang

sedalam-dalamnya penulis hantarkan kepada bapak Drs. Muh. Yunus, M.Si

(Penasehat akademik sekaligus Pembimbing I) dan ibu Dr. Halimah Husain, M.Si

(Pembimbing II) yang dengan kesungguhan hati senantiasa memberikan

bimbingan, mendengarkan segala keluh kesah penulis dan memotivasi penulis

mulai dari pengajuan judul hingga sekarang ini. Terima kasih pula yang sebesar-

besarnya kepada ibu Dra. Sumiati Side, M.Si dan ibu Dr. Netti Herawati, M.Si,

selaku penyelaras yang telah memberikan saran, perbaikan dan kritikan demi

terwujudnya skripsi yang lebih baik.

viii
Penulis juga tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak yang turut

membantu tersusunnya skripsi ini, terutama kepada orang-orang yang saya

hormati:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Husain Syam, M.TP., IPU., ASEAN Eng. Rektor UNM,

terima kasih atas kebijakan dan aturannya sehingga proses perkuliahan

maupun penyusunan skripsi berjalan lancar.

2. Bapak Drs. Suwardi Annas, M.Si., Ph.D. Dekan FMIPA UNM, terima kasih

atas kebijakan dan aturannya di jajaran fakultas sehingga proses perkuliahan

maupun penyusunan skripsi berjalan dengan lancar.

3. Bapak Dr. Muhammad Anwar, M.Si, selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA

UNM, Ibu Dr. Netti Herawati, S. Pd., M.Si, selaku Sekrertaris Jurusan Kimia

FMIPA UNM, dan Ibu Dr. Army Auliah, M.Si, selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Makassar, atas segala

bantuannya dalam administrasi maupun dalam perkuliahan.

4. Ibu Dr. Jusniar, S.Pd., M.Pd dan Ibu Dra. Hj. Ramdani, M.Si, selaku

validator instrumen penelitian yang digunakan dalam tugas akhir ini, terima

kasih atas segala bantuannya.

5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia FMIPA UNM, terima kasih atas segala

ilmu yang diberikan kepada penulis selama menjalani proses perkuliahan.

6. Ibu Dra. Hj. Masita, M.Si, selaku kepala sekolah SMAN 11 Makassar terima

kasih karena telah menerima peneliti untuk melakukan penelitian.

ix
7. Ibu Dra. Agustinawati Guru Mata Pelajaran Kimia Kelas XII SMAN 11

Makassar, terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada peneliti untuk

mengambil alih kelas selama penelitian berlangsung.

Adik-adik peserta didik kelas XII MIPA 1 SMAN 11 Makassar, terima kasih

karena sudah terlibat dalam penelitian penulis. Teman-teman seperjuangan SMA

“ANU” Dewi Sulastri, Felicia Christy, Fitriani Nasir, Mashuria Rapi, Novia

Sulastri, Nurwajdaini, Ridha Elma, Suci Sriwulandari, Wirdayanti, dan

Zulfadillah Syam terima kasih atas canda tawa, air mata, motivasi dan semangat

serta segala bantuannya dalam menyelesaikan studi yang dijalani penulis. Teman-

teman “IRON” Pendidikan Kimia ICP 2017 dan “Eksitasi 2017” terkhusus A.

Kurnia Sari Kadir, S.Pd, Rosita Abdullah, S.Pd, dan Muh. Akbar As terima kasih

atas segala bantuannya dalam menyelesaikan perkuliahan yang dijalani penulis.

Sahabat-sahabat tercinta yang terdiri dari Kasturi Indraswari S.Pd, Namirah

Djamaluddin, Nur Rahmah Amar S.Pd, Rika Rahayu Rustam, Suharman Syakir,

Lili S.Pd, dan Yogi Afrizal, S.Pd terimakasih atas segala canda tawa, semangat

dan motivasi yang diberikan kepada peneliti. Seluruh pihak yang membantu

penyelesaian tugas akhir ini, semoga bernilai pahala kebaikan bagi mereka.

Ucapan terima kasih yang teristimewa kepada kedua orang tuaku yang tercinta

Ayahanda Muh. Sabir dan Ibunda Ratnawati yang tak lepas lisan dan hatinya

memanjatkan doa untuk kelancaran pendidikan penulis, Saudaraku Andysar

Rahmat Pratama, Anshor Muhajir, dan Abul A’la Al Maududy serta keluarga

besar penulis lainnya atas doa, motivasi dan dukungannya kepada penulis.

x
Penulis tak mampu menyebut satu per satu orang-orang yang turut andil

dalam penyusunan skripsi ini, kepada mereka yang namanya tak sempat penulis

sebutkan satu per satu, saya ucapkan terima kasih. Semoga segala dukungan,

pesan, dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis dapat bernilai ibadah di

sisi-Nya dan dapat mengantarkan kita semua meraih rahmat-Nya. Selesainya

penyusunan skripsi ini tidaklah berarti bahwa skripsi yang tersusun sebagai suatu

skripsi sudah sempurna karena kesempurnaan hanyalah milik Yang Maha

Sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritikan sangat diharapkan dari pembaca

demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini yang disusun

ke dalam suatu karya tulis skripsi dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.

Wassalamualaikumwarahmatullahiwabarakatuh

Makassar, Desember 2021


Penulis

Aulia Nurul Fitrah

xi
DAFTAR ISIAR
ISI

Hal.
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI.......................................................................ii
PERNYATAAN KEASLIAN..............................................................................iii
PERSETUJUAN PUBLIKASI............................................................................iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN.........................................................................v
ABSTRAK............................................................................................................vii
ABSTRACT.........................................................................................................viii
KATA PENGANTAR.....................................................................................viiii
DAFTAR ISI........................................................................................................xii
DAFTAR TABEL...............................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.....................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................4
C. Tujuan Penelitian...............................................................................4
D. Manfaat Penelitian.............................................................................5
BAB II KAJIAN PUSTAKA..............................................................................6
A. Kajian Pustaka....................................................................................6
B. Tinjauan Umum Materi Sifat Koligatif Larutan..............................21
C. Kerangka Pikir.................................................................................27
BAB III METODE PENELITIAN....................................................................30
A. Jenis Penelitian.................................................................................30
B. Waktu dan Tempat Penelitian..........................................................30
C. Subjek Penelitian..............................................................................30
D. Batasan Istilah..................................................................................30
E. Prosedur Penelitian..........................................................................31
F. Instrumen Penelitian........................................................................32
G. Teknik Pengumpulan Data...............................................................33
H. Teknik Analisis Data........................................................................33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................35
A. Hasil Penelitian................................................................................35
B. Pembahasan......................................................................................40
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN............................................................50
A. Kesimpulan......................................................................................50

xii
B. Saran.................................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................52
LAMPIRAN..........................................................................................................55

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel Judul Hal.


Tabel 2. 1 Kemungkinan Pola Jawaban Peserta Didik........................................221
Tabel 2. 2 Kemungkinan Pola Jawaban Peserta Didik
Tabel 3. 1 Pengelompokan Tingkat Pemahaman Peserta didik.............................33
Tabel 3. 2 Kategori Presentasi Tingkat Penguasaan Konsep.................................34

Tabel 4. 1 Persentase Penguasaan Konsep Peserta Didik.....................................36


Tabel 4. 2 Persentase Tingkat Penguasaan Konsep...............................................37
Tabel 4. 3 Hasil Wawancara Peserta Didik............................................................38

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Hal.
Lampiran A. Persuratan.........................................................................................59
A.1 Undangan Seminar Proposal..........................................................60
A.2 Undangan Seminar Hasil................................................................61
A.3 Undangan Ujian Skripsi..................................................................62
A.4 Pengesahan Proposal Penelitian.....................................................63
A.5 Surat Pernyataan Validasi Instrumen (1)........................................64
A.6 Surat Pernyataan Validasi Instrumen (2)........................................65
A.7 Permohonan Penerbitan Surat Izin Penelitian................................66
A.8 Surat Izin Penelitian (1)..................................................................67
A.9 Surat Izin Penelitian (2)..................................................................68
A.10 Surat Izin Penelitian (3)................................................................69
A.11 Surat Keterangan Telah Penelitian...............................................70
Lampiran B. Perangkat dan Instrumen Penelitian.................................................71
B.1 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian........................................................72
B.2 Instrumen Tes Hasil Belajar...........................................................74
B.3 Kunci Jawaban Instrumen Tes Hasil Belajar..................................88
B.4 Pedoman Wawancara......................................................................89
B.5 Tabel Uji Coba Instrumen...............................................................91
B.6 Validasi Item...................................................................................94
B.7 Reabilitas tes...................................................................................97
Lampiran C. Data dan Analisis Data Penelitian....................................................99
C.1 Kategori Jawaban Peserta Didik...................................................100
C.2 Koding Jawaban Peserta Didik.....................................................124
C.3 Tabel Frekuensi Hasil TTDT Tiap Item Soal...............................126
Lampiran D. Dokumentasi...................................................................................131
D.1 Dokumentasi.................................................................................132
Lampiran E. Riwayat Hidup................................................................................134
E.1 Riwayat Hidup..............................................................................135

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan suatu bangsa ditentukan dari bagaimana perkembangan

pendidikan bagi anak bangsa, kemajuan dalam satuan waktu jangka panjang akan

dapat memprediksi kualitas bangsa pada sekian puluh tahun kedepan. Akhir dari

hasil pendidikan yang terencana menghasilkan buah dimana masyarakatnya rata-

rata berpendidikan tinggi. Masyarakat suatu negara yang maju akan melahirkan

kemajuan dalam berbagai bidang seperti pembangunan, ilmu pengetahuan,

teknologi, ekonomi, sosial, politik dan peradaban. Hal ini menunjukkan

keberadaan pendidikan demikian pentingnya.

Salah satu bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah kimia. Kimia

mempelajari tentang gejala-gejala alam yang berkaitan dengan komposisi,

struktur, sifat, dan perubahan materi serta energi yang menyertai perubahan

tersebut melalui pengembangan keterampilan-keterampilan proses sains. Konsep-

konsep dalam pembelajaran kimia merupakan konsep yang berjenjang dan

berkembang dari konsep yang sederhana menjadi konsep yang lebih kompleks.

Oleh karena itu, ilmu kimia harus dipelajari secara runtut dan berkesinambungan

sehingga konsep yang diterima peserta didik dapat terealisasikan dengan benar.

Dalam proses pembelajaran kimia, penguasaan konsep menjadi sangat penting

bagi peserta didik karena dapat meningkatkan kemampuan intelektual dan

1
membantu dalam memecahkan persoalan yang dihadapin, serta menimbulkan

pembelajaran bermakna (Anderson dan Krathwohl, 2001).

Penguasaan konsep adalah kemampuan peserta didik dalam domain

kognitif yang berkenaan dengan ingatan, pemahaman, penerapan, analisis,

evaluasi, dan pencipta (Fajrina, 2016). Dahar (2003) mendifinisikan penguasaan

konsep sebagai kemampuan peserta didik dalam memaknai makna secara ilmiah

baik teori maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Penguasaan konsep

oleh peserta didik tidak hanya pada mengenal sebuah konsep tetapi peserta didik

dapat menghubungkan antara satu konsep dengan konsep lainnya dalam berbagai

situasi (Rizal, 2014).

Menurut teori yang dikemukakan oleh Bejamin S. Bloom yang telah

direvisi oleh Krathwohl, tingkat penguasaan konsep peserta didik terbagi atas

enam yaitu: C1 (Mengingat/Remember), C2 (Memahami/Understand), C3

(Menerapkan/Appy), C4 (Mengalisis/Analyze), C5 (Menilai/Evaluate), dan C6

(Mencipta/Create) (Widodo, 2006: 18-29). Keenam aspek ini saling berhubungan,

untuk menuju tingkatan yang lebih tinggi peserta didik harus mampu atau sudah

melewati aspek kognitif yang sebelumnya. (Sari dkk, 2020).

Salah satu cara untuk mengidentifikasi penguasaan penguasaan konsep

peserta didik adalah dengan menggunakan tes diagnostik. Tes diagnostik memiliki

fungsi umum yaitu (1) mengidentifikasi masalah atau kesulitan yang dialami

peserta didik; (2) merencanakan tindakan lanjut berupa upaya-upaya pemecahan

sesuai masalah dan kesulitan yang telah teridentifikasi (Arikunto: 2012). Salah

satu bentuk tes diagnostik yaitu Two Tier Diagnostic Test.

2
Two Tier Diagnostic Test adalah tes diagnostik yang memiliki dua tingkat

pertanyaan. Tingkat pertama merupakan soal pilihan ganda biasa, tingkat kedua

menyatakan alasan-alasan yang mengacu pada jawaban yang terdapat pada bagian

pertama. Two Tier Diagnostic Test bertujuan untuk : (1) Menurunkan

kemungkinan menebak; (2) memungkinkan menggabungkan beberapa aspek

dalam satu fenomena, dimana tingkat pertama merupakan menological domain,

sedangkan tingkat kedua merupakan conceptual domain; (3) lebih mudah dikelola

dan dihitung dibanding dengan metode lain, sehingga sangat berguna digunakan

dalam kelas (Rositasari dkk, 2014).

SMA Negeri 11 Makassar merupakan salah satu sekolah Negeri di kota

Makassar dengan prestasi belajar yang cukup baik pada mata pelajaran kimia.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan Guru kelas XII MIPA SMA

Negeri 11 Makassar, salah satu materi pokok yang masih dianggap sulit oleh

peserta didik yaitu sifat koligatif larutan. Sifat koligatif larutan merupakan konsep

fundamental yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sartika (2018) menunjukkan bahwa

kesulitan yang dialami peserta didik pada konsep sifat koligatif larutan yaitu salah

dalam mengartikan titik beku, titik didih, tekanan uap dengan penurunannya, serta

salah dalam menggunakan faktor van’t hoff pada perhitungan, sedangkan menurut

Auliyani (2016) faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar sifat koligatif

larutan yaitu rendahnya penguasaan konsep, peserta didik belajar dengan cara

menghafal, dan kurangnya latihan soal.

3
Pemahaman peserta didik yang salah terhadap suatu konsep dapat

mengakibatkan terjadinya miskonsepsi (Pabaccu dan Geban, 2012). Jika peserta

didik masih mengalami pada materi awal dan tidak mendapat bantuan, akibatnya

peserta didik tidak memahami esensi konsep kimia sehingga mengakibatkan

kegagalan peserta didik dalam memecahkan masalah pada proses pembelajaran

yang dilakukan disekolah. Oleh sebab itu penguasaan konsep peserta didik dalam

materi pokok sifat koligatif larutan penting untuk diketahui guna menciptakan

suatu metode dan strategi mengajar yang lebih baik untuk kedepanya. Dengan

menguasai konsep, memungkinkan peserta didik memperoleh pengetahuan yang

tidak terbatas (Trianto, 2011). Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Penguasaan Konsep Peserta Didik

Kelas XII MIPA 1 SMA Negeri 11 Makassar pada Materi Pokok Sifat Koligatif

Larutan Menggunakan Instrumen Two Tier Diagnostic Tes”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka masalah yang

dirumuskan yaitu : Berapa persentase penguasaan konsep peserta didik kelas XII

MIPA 1 SMA Negeri 11 Makassar pada materi pokok sifat koligatif larutan ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini

adalah untuk mengetahui persentase penguasaan konsep peserta didik kelas XII

MIPA 1 SMA Negeri 11 Makassar pada materi pokok sifat koligatif larutan.

4
D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu :

1. Bagi peserta didik. Penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi bagi peserta

didik dalam meningkatkan penguasaan konsep kimia terutama dalam materi

sifat koligatif larutan.

2. Bagi pendidik. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi penguasaan

konsep peserta didik terhadap konsep sifat koligatif larutan, sehingga dapat

memberi masukkan untuk menentukan strategi atau metode pembelajaran yang

tepat.

3. Bagi peneliti, menambahkan pengetahuan untuk peneliti sendiri dan hasil

penelitian diharapkan dapat memberi masukkan untuk penelitian yang lebih

lanjut.

5
6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

A. Hakikat Penguasaan Konsep

a. Pengertian konsep

Konsep menurut Rosser (Ratna, 2010) didefinisikan sebagai “suatu

abstraksi yang mewakili satu kelas objek, kejadian, kegiatan, atau hubungan yang

mempunyai atribut yang sama”. Pendapat senada disampaikan oleh Ratna (2010)

yang mendefinisikan konsep sebagai “abstraksi mental yang mewakili satu kelas

stimulus”. Sedangkan menurut Sutarto (2005) konsep adalah kategori yang

diberikan pada stimulus - stimulus lingkungan oleh karena itu dalam

pengkonsepan selalu ada kejadian (sebagai stimulus) dalam penyajian verbal,

yang sering disebut dengan gambaran mental, dengan ini pengonsepan adalah hal

yang tidak mudah.

Dalam pendidikan sains, konsep (pengetahuan dasar) adalah faktor yang

mempengaruhi belajar, seperti dikatakan oleh Clipton dan Slowaczek

sebagaimana dikutip Muhibin Syah (2004) bahwa kemampuan seseorang untuk

memahami dan mengingat informasi penting bergantung pada apa yang mereka

telah ketahui dan bagaimana pengetahuan tersebut diatur.

Manurut Tunip (2000) dilihat dari pengertian tentang konsep, sebenarnya

pengajaran IPA, pada tahapan tertentu merupakan pembentukan,


penarikan (generate) dan pengakumulasian konsep. Kegiatan ini merupakan

kegiatan intelek manusia. Kegiatan ini diawali dari pengamatan terhadap fakta

atau apa saja yang dialami dimana hasil pengamatan di proses dengan persepsi

(perception), penalaran induktif (inductive reasoning) dan kepenemuan

(inventiveness).

Jadi dapat disimpulkan bahwa konsep adalah kategori pengalaman yang

diawali dari pengamatan terhadap fakta yang dirumuskan dalam bentuk ungkapan

kemudian diproses dengan persepsi, penalaran induktif, dan kepenemuan. konsep

adalah pengetahuan dasar untuk memecahkan suatu masalah, biasanya bersifat

abstrak atau umum dan dapat diterima oleh pikiran, yang kita dapat dari

pengalaman, baik dari suatu kelompok objek atau kejadian.

b. Perolehan konsep

Tahap awal pembentukan konsep adalah pada saat peserta didik

merumuskan hipotesis atau strategi yang akan digunakan dalam penyelesaian

masalah dan berupaya menemukan sesuatu untuk mendukung hipotesis atau

strategi yang akan digunakan tersebut. Selajan dengan itu, Piaget menyatakan

bahwa pembuktian secara aktif yang lakukan peserta didik dapat mendorong

peserta didik merumuskan pengetahuan baru dengan cara memodifikasi,

menambahkan karakteristik serta memperbaiki konsep yang telah dipahami

sebelumnya.

Menurut Ausubel, konsep-konsep diperoleh dengan dua cara, yaitu formasi

konsep (Concept Formation) dan asimilasi kon msep (Concept Assimilation).

Formasi konsep merupakan bentuk perolehan konsep sebelum peserta didik

7
masuk sekolah. Formasi konsep dapat disamakan dengan belajar konsep menurut

Gagne. Asimilasi konsep merupakan cara utama untuk memperoleh konsep-

konsep selama dan sesudah sekolah (Mulyasa, 2006).

Formasi konsep merupakan proses induktif. Pembentukan konsep

mengikuti pola contoh atau aturan. Pada aturan ini anak yang belajar dihadapkan

pada sejumlah contoh dan non-contoh dari konsep tertentu. Melalui proses

diskriminasi dan abtraksi, ia menetapkan suatu aturan yang menentukan kriteria

untuk konsep itu. Untuk memperoleh konsep melalui proses asimilasi, orang yang

belajar harus sudah memperoleh definisi formal dari konsep itu. Sesudah definisi

dari konsep disajikan, konsep itu dapat diilustrasikan dengan memberikan contoh

atau deskripsi verbal dari contoh. Ini biasanya disebut belajar konsep sebagai

aturan atau contoh. (Ratna, 2010). Walaupun kedua bentuk belajar konsep ini

efektif, pembentukan konsep lebih memakan waktu daripada asimilasi konsep.

Jadi, konsep diperoleh ketika peserta didik merumuskan sebuah

pengetahuan baru yang kemudian dibuat hipotesis sesuai dengan yang didapat

selama di sekolah dan sesudah sekolah.

c. Analisis konsep

Volker seperti dikutip Tunip (2000) merekomendasikan analisis konsep

yang dikembangkan oleh Klausmeir Frayer sebagai analisis konsep yang baik

mengukur penguasaan konsep. Analisis konsep merupakan suatu prosedur yang

dikembangkan untuk menolong pendidik dalam merencanakan urutan-urutan

pengajaran bagi pencapaian konsep. Untuk melakukan analisis konsep, pendidik

hendaknya memperhatikan hal-hal di bawah ini :

8
1) Nama konsep

Peserta didik dapat membentuk konsep-konsep tanpa memberi nama pada

konsep-konsep itu, terutama pada tingkat kongkret dan tingkat identitas.

2) Atribut-atribut kriteria dan variabel konsep

Atribut kriteria dari suatu konsep adalah ciri-ciri konsep yang perlu untuk

membedakan contoh dan non-contoh, dan untuk menentukan apakah suatu

objek baru merupakan suatu contoh dari konsep. Atribut variabel konsep

adalah ciri-ciri yang mungkin berbeda diantara contoh tanpa mempengaruhi

inklusi dalam kategori konsep itu.

3) Definisi konsep

Kemampuan untuk menyatakan suatu definisi dari suatu konsep dapat

digunakan sebagai suatu kriteria bahwa peserta didik telah belajar konsep itu.

4) Contoh-contoh dan non-contoh

Dengan membuat daftar dari atribut-atribut dari suatu konsep pengembangan

konsep-konsep dan nonkonsep-konsep dapat diperlancar.

5) Hubungan konsep pada konsep-konsep lain

Untuk sebagian besar konsep, kita dapat mengembangkan suatu hirarki dari

konsep-konsep yang berhubungan yang memperhatikan bagaimana suatu

konsep terkait pada konsep-konsep lain (Zubaidah, 2010).

Jadi, dapat dikatakan bahwa untuk mengukur penguasaan konsep, perlu

dilakukan analisis konsep agar dapat memudahkan pendidik dalam merencanakan

urutan-urutan pengajaran bagi pencapaian konsep.

9
d. Tingkat pencapaian konsep

Klausmeier seperti dikutip Sutarto (2005) menghipotesiskan, bahwa ada

empat tingkat pencapaian konsep, yaitu :

1) Tingkat konkret.

Seseorang telah mencapai konsep pada tingkat konkret, apabila orang itu

telah mengenal suatu benda yang telah dihadapi sebelumnya. Untuk mencapai

konsep tingkat konkret, peserta didik harus dapat memperhatikan benda itu,

dan dapat membedakan benda itu dari stimulus-stimulus yang ada di

lingkungannya. Selanjutnya ia harus menyajikan benda itu sebagai suatu

gambaran mental, dan menyimpan gambaran mental itu.

2) Tingkat Identitas.

Pada tingkat ini individu telah dapat merespon rangsangan baru berdasarkan

konsep-konsep rangsangan sejenis yang telah dikenal sebelumnya.

3) Tingkat klasifikatoris.

Pada tingkat ini individu akan tampak telah dapat mengenal kesetaraan dua

atau lebih rangsangan yang berbeda dari kelas yang sama, walaupun pada saat

itu belum dapat menentukan kriteria atribut atau menentukan nama konsep

rangsangan tersebut.

4) Tingkat formal.

Pada tingkat ini individu sudah memiliki kemampuan untuk menentukan

atribut-atribut yang membatasi konsep suatu rangsangan, dengan demikian

10
pada tingkat ini mereka mampu mengkonsep, mendeskriminasi, memberi

nama atribut - atribut dan mengevaluasi rangsangan

e. Penguasaan konsep

Penguasaan konsep terdiri dari dua kata yaitu penguasaan dan konsep.

Penguasaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) diartikan sebagai

“pemahaman atau kesanggupan untuk menggunakan pengetahuan, kepandaian,

dan sebagainya”. Kata penguasaan juga dapat diartikan kemampuan seseorang

dalam sesuatu hal.

Penguasaan konsep yaitu kemampuan menangkap pengertian-pengertian

seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan ke dalam bentuk yang

lebih dipahami, mampu memberikan interprestasi dan mampu

mengaplikasikannya dimana kemampuan kognitif penguasaan konsep dapat

diamati melalui tiga ranah yaitu: kognitif, afektif dan psikomotorik. Ketiga ranah

tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah tersebut,

ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para pendidk di sekolah karena

berkaitan dengan kemampuan para peserta didik dalam menguasai bahan

pengajaran (Ermawati, 2016).

Menurut Bujangga Silaban penguasaan konsep adalah kemampuan peserta

didik dalam memahami konsep setelah kegitan belajar dan bagian dari hasil dalam

komponen pembelajaran. Penguasaan konsep dapat dilihat dari kemampuan

peserta didik dalam menyelesaikan berbagai persoalan, baik yang terkait dengan

konsep atau penerapannya dalam situasi yang baru. Hal ini nantinya dapat

diketahui melalui hasil belajar peserta didik. Hasil belajar peserta didik akan

11
menggambarkan penguasaan konsep peserta didik sebelum dan sesudah kegiatan

pembelajaran. Penguasaan konsep meliputi keseluruhan suatu materi karena

antara materi satu dengan materi lainnya saling berhubungan (Huda, 2016).

f. Indikator penguasaan konsep

Seseorang dapat dikatakan menguasai konsep jika orang tersebut benar-

benar memahami konsep yang dipelajari sehingga mampu menjelaskan dengan

menggunakan kata-kata sendiri sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya,

tetapi tidak mengubah makna yang ada didalamnya (Ernawati, 2016).

Oemar Hamalik seperti dikutip Indah Kusharyati (2009) menyatakan

bahwa hal-hal yang harus diperhatikan untuk mengetahui keberhasilan peserta

didik memahami suatu konsep yaitu:

1) Dapat menyebutkan contoh konsep.

2) Dapat menyatakan ciri-ciri konsep.

3) Dapat memilih dan membedakan antara contoh dari yang bukan konsep.

4) Dapat memecahkan masalah yang berkenaan dengan konsep.

Sedangkan menurut Sanjaya (2009) indikator penguasaan konsep

diantaranya :

1) Mampu menerangkan secara verbal mengenai apa yang telah dicapainya

2) Mampu menyajikan situasi kedalam berbagai cara serta mengetahui

perbedaan

3) Mampu mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi atau tidaknya

persyaratan yang membentuk konsep tersebut

4) Mampu menerapkan hubungan antara konsep dan prosedur

12
5) Mampu memberikan contoh dan kontra dari konsep yang dipelajari

6) Mampu menerapkan konsep secara algoritma

7) Mampu mengembangkan konsep yang telah dipelajari.

B. Taksonomi Bloom

Kata “taksonomi” diambil dari bahasa Yunani “tassein” yang mengandung

arti untuk mengelompokkan dan “nomos” yang berarti aturan. Taksonomi dapat

diartikan sebagai pengelompokan suatu hal berdasarkan hierarki (tingkatan)

tertentu (Kuswono, 2011), Menurut Herman Hujodo, taksonomi pendidikan

adalah suatu bentuk klasifikasi tingkah laku peserta didik yang memerlukan hasil

yang dikehendaki dari proses belajar (Hudojo, 2001) Berdasarkan pengertian

taksonomi tersebut, maka didapat bahwa pentingnya seorang pendidik untuk

mempelajari mengenai taksonomi pendidikan agar dapat melihat sejauh mana

tingkat penguasaan konsep setiap peserta didik yang dapat dilihat dari hasil belajar

peserta didik.

Menurut Benyamin S.Bloom. Hasil belajar dapat dikelompokkan kedalam

tiga domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Dari ketiga ranah tersebut,

ranah kognitiflah yang menjadi objek penilaian utama oleh pendidik. Hal ini

disebabkan ranah ini berfokus pada penyebaran pengetahuan. Diperkirakan 80

sampai 90% waktu belajar di sekolah dihabiskan untuk mencapai tujuan dalam

ranah ini. Hal tersebut dapat juga dilihat dalam standar kompetensi dan

kompetensi dasar setiap mata pelajaran yang diajarkan disekolah yag sebagian

besar berisikan ranah kognitif (Miterianifa & Zein, 2016).

Bloom membagi tingkat kemampuan atau tipe hasil belajar yang termasuk

13
ranah kognitif menjadi enam, yaitu pengetahua, pemahaman, aplikasi, analisis,

sintesis, dan evaluasi (Purwanto, 2006). Kemudian salah seorang murid Bloom,

Lorin Anderson Krathwohl dan para ahli psikologi aliran kognitivisme

memperbaiki taksonomi Bloom agar sesuai dengan kemajuan zaman. Sehingga

Taksonomi Bloom baru versi Kreathwohl pada ranah kognitif terdiri dari enam

level yaitu: remembering (mengingat), understanding (memahami), applying

(menerapkan), analyzing (menganalisis, mengurai), evaluating (menilai) dan

creating (mencipta). Revisi Krathwohl ini sering digunakan dalam merumuskan

tujuan belajar yang sering kita kenal dengan istilah C1 sampai dengan C6. Ranah

kognitif berisi perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti penegetahuan,

dan keterampilan berpikir. Ranah kognitif adalah subtaksonomi yang

mengungkapkan kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan

rendah sampai tingkat yang paling tinggi yaitu mencipta. Tahapan ranah ini dapat

digambarkan dalam betuk piramida berikut :

Gambar 2.1 Piramida Tahapan Taksonomi Bloom Ranah Kognitif

Tiga tahapan pertama (terbawah) merupakan Lower Order Thingking

Skills, sedangkan tiga tahapan berikutnya Higher order Thingking Skill. Namun

bukan berarti bahwa lower level tidak penting, melainkan lower order thingking

14
skill ini harus dilalui dulu untuk naik ketingkat berikutnya. Skema ini

menunjukkan bahwa semakin tinggi semakin sulit kemampuan berpikirnya.

Menurut Widodo (2006), dimensi pengetahuan terdiri atas :

a. Pengetahuan faktual (factual knowledge): mengetahui elemen-elemen dasar

dari sebuah topik

b. Pengetahuan konseptual (conceptual knowledge) mengetahui hubungan

pertalian antara elemen-elemen.

c. Pengetahuan prosedural (procedural knowledge): pengetahuan tentang

bagaimana melakukan sesuatu (how to do something).

d. Pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge): mengetahui tentang

mengetahui” atau pengetahuan seseorang tentang pengertian dalam artian

umum sebaik kesadarannya tentang proses kognitifnya

Dimensi proses kognitif terdiri atas :

a. Mengingat (Remember)

Mengingat, yakni memanggil kembali informasi yang relevan dari ingatan

jangka panjang. Mengingat nama-nama, hari-hari dan istilah-istilah yang penting

merupakan tingkatan paling dasar dari ranah proses kognitif ini. Wilayah ini

kadangkala diistilahkan sebagai “level rendah” sebab tingkatan ini tidak

mengharuskan peserta didik memproses atau memanipulasi informasi. Namun

para ahli pembelajaran mengingatkan bahwa pengetahuan merupakan salah satu

landasan untuk pembelajaran-pembelajaran selanjutnya. Singkat kata, tingkatan

mengingat ini melibatkan aktivitas mengingat kembali (recalling) atau mengenali

(recognizing) materi yang sudah pernah dipelajari sebelumnya.

15
Kompetensi yang diharapkan dari tingkatan ini adalah menerjemahkan,

menjabarkan, menafsirkan, menyederhanakan, dan membuat perhitungan. Kata

kerja operasional yang dapat digunakan dalam jenjang ini adalah Memilih,

Menguraikan, Mendefinisikan, Menunjukkan, Memberi label, Mendaftarkan,

Menempatkan, Memadankan, Mengingat, Menamakan, Menghilangkan,

Mengutip Mengenali, Menentukan, Menyatakan.

b. Memahami (Understand)

Memahami yakni membangun makna berdasarkan pesan-pesan dalam

bahan pelajaran, termasuk di dalamnya pesan lisan, tulisan maupun grafis.

Tingkatan ini mempresentasikan suatu langkah yang tidak sekedar mengingat

saja, namun juga mensyaratkan kemampuan mentransformasi informasi ke dalam

suatu bentuk yang mudah dipahami. Peserta didik bisa melakukan tingkatan ini

dengan berbagai cara. Namun fokus utama tujuan-tujuan yang melibatkan tujuan-

tujuan pemahaman adalah agar peserta didik dapat menunjukkan gagasan-gagasan

dasar yang telah mereka miliki dengan beberapa cara. Menjelaskan (explaining),

membandingkan (comparing), menyimpulkan (inferring), merangkum

(summarizing), mengklasifikasikan (classifying), memberii contoh (examplifying),

menginterpretasikan (interpreting) merupakan cara-cara yang tercakup dalam

memahami. (Miterianifa & Zein, 2016).

Berikut ini Kata kerja operasional yang dapat digunakan dalam jenjang ini

adalah Mempertahankan, membedakan, menduga (estimates), menerangkan,

memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberikan contoh,

menuliskan kembali, memperkirakan (Arikunto, 2012).

16
c. Menerapkan (Apply)

Penerapan atau aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi kongkret

atau situasi khusus. Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori, atau petunjuk

teknis. Menerapkan abstraksi ke dalam situasi baru disebut aplikasi. Mengulang-

ulang menerapkannya pada situasi lama akan beralih menjadi pengetahuan hafalan

atau keterampilan. Suatu situasi akan tetap dilihat sebagai situasi baru bila tetap

terjadi proses pemecahan masalah (Syamsudduha, 2012). Untuk penerapan atau

aplikasi ini peserta didik dituntut memiliki kemampuan untuk menyeleksi atau

memilih suatu abstrasi tertentu (konsep, hukum, dalil, aturan, gagasan, cara)

secara tepat untuk diterapkan dalam suatu situasi hukum, dalil, aturan, gagasan,

cara) secara tepat untuk diterapkan dalam suatu situasi baru dan menerapkannya

secara benar.

Tingkatan ini mengharapkan peserta didik mampu memikirkan tentang

penerapan konsep, rumus, teori dan sesuatu yang lain dalam situasi yang baru dan

kongkrit. Kata kerja operasional yang dapat digunakan dalam jenjang ini adalah

Mengubah, menghitung, mendemonstrasikan, menemukan, memanipulasi,

memodifikasi, mengoperasikan, meramalkan, menyiapkan, menghasilkan,

menghubungkan, menunjukkan, memecahkan (Arikunto, 2012).

d. Mengnalisis (Analysis)

Analisis adalah usaha memilah suatu integritas (suatu kesatuan) menjadi

unsur unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hirarkinya atau susunannya.

Analisis merupakan kemampuan seseorang untuk merinci suatu bahan atau

keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami

17
hubungan di antara bagian dengan bagian-bagian lainnya (Mania, 2012).

Kemampuan analisis merupakan kemampuan untuk memecah materi menjadi

bagian-bagian sehingga struktur organisasi materi dapat dimengerti (Hamzah,

2014) Dalam tugas analisis ini peserta didik diminta untuk menganalisis suatu

hubungan atau situasi yang kompleks atas konsep-konsep dasar. Kemampuan

peserta didik untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut

bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memmahami hubungan diantara

bagian-bagian tersebut.

Kata kerja operasional yang dapat digunakan dalam jenjang ini adalah

Memerinci, menyusun, diagram, membedakan, mengidentifikasikan,

mengilustrasikan, menyimpulkan, menunjukkan, menghubungkan, memilih,

memisahkan, membagi (Arikunto, 2012).

e. Mengevaluasi (Evaluate)

Evaluasi merupakan kemampuan mengambil keputusan untuk

memberikan penilaian atau pertimbangan nilai terhadap suatu materi pelajaran

sesuai dengan tujuannya (Hamzah 2014). Dalam hal ini evaluasi adalah pemberian

keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan,

cara kerja, pemecahan, metode, materi, dan lain-lain. Dilihat dari segi tersebut

maka dalam evaluasi perlu adanya suatu kriteria atau standar tertentu (Mania,

2012). Proses penting yang dibutuhkan dalam level evaluasi adalah dukungan

intelektual atau pembelaan terhadap keputusan penilaian yang telah dibuat.

Setelah membuat beberapa kriteria, pengajar bisa membantu peserta didik

menerapkan kriteria tersebut pada pilihan yang telah dibuat. Selanjutnya, peserta

18
didik bekerja dalam tingkatan evaluasi sebab mereka telah menggunakan kriteria

dalam membuat respon atau jawaban mereka (Miterianifa & Zein. 2016).

Kata kerja operasional yang dapat digunakan dalam jenjang ini adalah :

Menilai, membandingkan, menyimpulkan, mempertentangkan, mengkritik,

mendeskripsikan, membedakan, menerangkan, memutuskan, menafsirkan,

menghubungkan, membantu (supports) (Arikunto, 2012).

f. Mencipta (Create)

Mencipta merupakan jenjang berpikir tertinggi dalam ranah kognitif.

Mencipta adalah mengambil elemen-elemen secara bersama-sama dari sebuah

fungsi keseluruhan atau yang bertalian dengan logis; menyusun kembali elemen-

elemen tersebut ke dalam sebuah pola atau struktur baru. Tingkat mencipta

melibatkan pemaduan elemen-elemen ke dalam suatu sintesis yang unik. Dapat

dikatakan, tingkatan ini berseberangan dengan tingkat menganalisis. Jika

menganalisis mengharuskan membuat bagian-bagian, maka aktivitas mencipta

melibatkan proses meletakkan sesuatu secara bersama-sama untuk menghasilkan

suatu hal yang baru dan unik. Kata kerja operasional yang dapat digunakan dalam

jenjang ini adalah Membangun, Menciptakan, Mendesain, Merancang,

Mengembangkan, Melakukan, Merumuskan, Membuat hipotesis, Menemukan

(Miterianifa & Zein, 2016).

Dari beberapa jenjang di atas semuanya saling berkesinambungan.

Misalnya pada jenjang kedua mencakup pula jenjang pertama dan seterusnya.

19
Jenjang inilah yang biasanya digunakan oleh pendidik untuk mengukur hasil

belajar peserta didik pada aspek kognitif (pengetahuan).

C. Two-Tier Diagnostic Test

Penelitian sebelumnya tentang tidak paham konsep, miskonsepsi, dan

paham konsep telah banyak dikaji. Untuk mengidentifikasi tingkat penguasaan

konsep seperti tidak paham konsep, miskonsepsi, dan paham konsep pendidik

dapat melakukan tes diagnostik. Tes adalah suatu teknik ynag digunakan dalam

rangka melaksanakan kegiatan pengukuran yang didalamnya terdapat berbagai

pertanyaan, pernyataan, atau serangkaian tugas yang harus dijawab atau

dikerjakan oleh peserta didik (Arifin, 2014).

Salah satu bentuk tes yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian

diagnostic test. Suwarto (2013) mengatakan bahwa instrumen diagnostik

merupkan instrumen untuk mengungkap kesulitan peserta didik dalam

mempelajari suatu konsep tertentu dan memberikan petunjuk untuk memecahkan

kesulitan yang dimiliki oleh peserta didik. Jadi tes diagnostik adalah tes yang

digunakan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan peserta didik ketika

mempelajari sesuatu, sehingga hasilnya dapat digunakan sebagai dasar

memberikan tindak lanjut.

Salah satu bentuk diagnostic test ialah Two-Tier diagnostic test.

Instrument tersebut memiliki 2 tingkat pertanyaan, tingkat pertama terdiri dari

pertanyaan dengan lima pilihan jawaban, sedangkan tingkat kedua terdiri dari lima

pilihan alasan yang mengacu pada jawaban tingkat pertama. Penggunaan tes two-

20
tier dapat mengurangi efek menebak jawaban karena peserta didik di tuntut untuk

memilih alasan jawaban yang telah dipilih (Ali, 2018).

Terdapat tiga kriteria pemahaman yang dapat diukur dengan menggunakan

Two Tier Diagnostic Test yaitu memahami konsep, tidak paham konsep, dan

miskonsepsi. Masing-masing kriteria ditentukan berdasarkan kemungkinan

jawaban yang diberikan peserta didik yang dapat diliat pada tabel 2.1

Tabel 2. 1 Kemungkinan Pola Jawaban Peserta Didik

Tipe Jawaban Siswa Penjelasan Kategori


Benar-Benar Menjawab dengan benar Paham konsep
pada pertanyaan tingkat
pertama dan menjawab
benar pada alasan tingkat
kedua
Benar-Salah Menjawab benar pada Miskonsepsi
perntanyaan tingkat
pertama dan salah pada
alasan tingkat kedua
Salah-Benar Menjawab salah pada Menebak
pertanyaan tingkat pertama
dan benar pada alasan
tingkat kedua
Salah-Salah Menjawab salah pada Tidak Paham
pertanyaan tingkat pertama Konsep
dan menjawab salah pada
alasan tingkat kedua
(Sumber: Kurniasih dan Nurkhbatul, 2017)

B. Tinjauan Umum Materi Sifat Koligatif Larutan

Materi sifat koligatif larutan adalah salah satu pokok bahasan pada mata

pelajaran kimia kelas XII yang diajarkan pada semester ganjil dalam 4 kali

pertemuan. Sifat koligatif larutan merupakan sifat larutan yang dipengaruhi oleh

jumlah partikel zat terlarut dan tidak tergantung dari sifat zat terlarut. Pada materi

sifat koligatif larutan akan dibahas mengenai konsentrasi larutan, penurunan

21
tekanan uap, penurunan tekanan uap, penurunan titik beku, kenaikan titik didih,

dan tekanan osmotik.

Tabel 2.2 Kompetensi Dasar dan Indikator

Kompetensi Dasar Indikator


3.1 Menganalisis fenomena 3.1.1 Menjelaskan sifat koligatif larutan
sifat koligatif larutan
(penurunan tekanan uap 3.1.2 Menentukan konsentrasi larutan
jenuh, kenaikan titik didih, 3.1.3 Menentukan penurunan tekanan uap
penurunan titik beku, dan larutan
tekanan osmosis). 3.1.4 Menentukan kenaikan titik didih
larutan
3.1.5 Menentukan penurunan titik beku
larutan
3.1.6 Menentukan tekanan osmosis larutan
3.1.7 Menganalisis fenomena sifat koligatif
larutan dalam kehidupan sehari-hari

a. Pengertian sifat koligatif larutan

Suatu larutan adalah campuran homogen dari molekul, atom ataupun ion

dari dua zat atau lebih. Suatu larutan disebut suatu campuran karena susunannya

dapat berubah-ubah. Disebut homogen karena susunannya begitu seragam

sehingga tak dapat diamati adanya bagian-bagian yang berlainan, bahkan dengan

mikroskop optis sekalipun. dalam campuran heterogen permukaan-permukaan

tertentu dapat dideteksi antara bagian-bagian atau fase-fase yang terpecah.

Sifat koligatif larutan merupakan sifat larutan yang dipengaruhi oleh

jumlah partikel zat terlarut dan tidak tergantung dari sifat zat terlarut. Jumlah

partikel zat terlarut dalam suatu larutan secara kuantitatif dinyatakan dalam

berbagai satuan konsentrasi, contohnya persen (%), fraksi mol, molaritas, dan

molalitas.

22
b. Satuan konsentrasi larutan

Untuk menyatakan banyaknya zat terlarut dalam suatu larutan digunakan

istilah konsentrasi. Adapun konsentrasi larutan meliputi molaritas, molaritas, dan

fraksi mol.

1) Molaritas

Molaritas merupakan banyaknya mol zat terlarut didalam setiap 1 liter

larutan. Dan dinyatakan dengan rumus :

n
M=
v

Keterangan :
M = molaritas larutan
n = jumlah mol zat terlarut
V = volume larutan
2) Molalitas

Molalitas menyatakan banyaknya mol zat terlarut di dalam setiap 1.000

gram pelarut. Untuk larutan dalam air, massa pelarut dapat dinyatakan dalam

volume pelarut, sebab massa jenis air adalah 1 gram/ ml. molalitas dinyatakan

dengan rumus :

1000
m=nx
p

Keterangan :
m = molalitas larutan
n = jumlah mol zat terlarut
p = massa pelarut

3) Fraksi mol

Fraksi mol suatu zat di dalam suatu larutan menyatakan perbandingan

banyaknya mol dari zat tersebut terhadap jumlah mol seluruh komponen dalam

23
larutan. Jika nA zat A bercampur dengan nB zat B, fraksi mol A (X A) dan fraksi

mol zat B (XB) dinyatakan dengan :

nA nB
XA = dan XB =
nA+ nB nB+nA

Apabila fraksi mol dari masing-masing zat yang ada dalam larutan dijumlahkan,

secara keseluruhan nilainya adalah 1 (satu) atau :

XA + XB = 1

c. Sifat koligatif larutan non-elektrolit

Sifat koligatif larutan terdiri dari dua jenis, yaitu sifat koligatif larutan

elektrolit dan sifat koligatif larutan non-elektrolit. Sifat koligatif larutan adalah

sifat larutan yang tergantung pada jumlah partikel zat terlarut dan tidak tergantung

pada jenis pelarut. Apabila suatu pelarut ditambah dengan sedikit zat terlarut.

maka akan didapat suatu larutan yang mengalami :

1) Penurunan Tekanan Uap Jenuh (ΔP)

Penambahan zat terlarut yang tidak mudah menguap ke dalam pelarut

murni, akan menurunkan titik beku larutan dan kenaikan titik didih larutan. Hal

ini akan terjadi karena tekanan uap larutan (P) lebih rendah dari pada tekanan uap

pelarut murni.

Ahli kimia dari prancis, Francois Raoult menyatakan bahwa ‘‘tekanan uap

jenuh larutan sama dengan fraksi mol pelarut dikalikan dengan tekanan uap jenuh

pelarut murni’’. Hal ini dikenal dengan hokum Raoult, dan secara matematis dapat

ditulis : P = P0. Xp

24
Besarnya perbedaan antara tekanan uap pelarut disebut penurunan tekanan
uap (ΔP).
ΔP = P0 – P
Hubungan antara penurunan tekanan uap (ΔP) dengan fraksi mol zat

terlarut (Xt). dapat di tulis sebagi berikut :

ΔP = P0 . Xp

Keterangan :
ΔP = penurunan tekanan uap
P0 = tekanan uap pelarut murni
P = tekanan uap larutan
Xt = fraksi mol terlarut

2) Kenaikan Titik Didih (ΔTb).

Titik didih larutan adalah suhu pada saat tekanan uap jenuh larutan sama

dengan tekanan atmosfir di lingkungan sekitar. Penambahan zat terlarut yang

lebih sukar menguap menyebabkan titik didih larutan lebih tinggi daripada titik

didih air (yaitu 100oC pada tekanan 760 mmHg). Suhu pada saat air murni

mendidih disebut titik didih larutan (Tb), sehingga titik didih larutan lebih tinggi

daripada titik didih pelarut. Kenaikan titik didih adalah selisih antara titik didih

larutan dengan titik didih pelarut.

∆ Tb = m. Kb atau
1000
∆ Tb = Kb ( n x ) atau
p
gr 1000
∆ Tb = x x kb
Mr P
Keterangan ;
ΔTb = kenaikan titik didih (oC).
m = molalitas
Kb = tetapan kenaikan titik didih molal (oC/m).
g = massa zat terlarut (gram).

25
3) Penurunan Titik Beku

Titik beku adalah sushu pada saat zat cair mulai membeku. Air murni

memilik titik beku 0oC. suhu pada saat air murni sebagai pelarut mulai membeku

titik beku (0oC) disebut titik beku pelarut (Tf0) dan pada saat larutan mulai

membeku disebut titik beku larutan (Tf), sedangkan selisih antara titik beku

pelarut dengan titik beku larutan disebut penurunan titik beku (ΔTf). hal ini secara

matematis dapat ditulis sebagai berikut:

ΔTf = Tf0 – Tf

Penurunan titik beku dapat dicari dari :


ΔTf = m . Kf atau
gr 1000
ΔTf = x x kf atau
Mr P
1000
ΔTf = kf ( n x )
P
Keterangan :
ΔTf = penurunan titk beku larutan (0oC)
m = molalitas
Kf = tetapan penurunan titik beku larutan (0oC/m)
g = massa zat terlarut (gram)
p = massa zat pelarut (gram)

4) Tekanan Osmosis

Osmosis adalah peristima lewatnya zat terlarut dari konsentrasi rendah ke

konsentrasi tinggi melalui membrane semipermiabel. Tekanan yang diperlukan

untuk mempertahankan partikel zat pelarut agar tidak berpindah kelarutan

berkonsentrasi tinggi disebut tekanan osmosis. Untuk larutan yang terdiri atas zat

nonelektrolit. Maka tekanan osmosis berbanding lurus dengan konsentrasi

(kemolaran) zat terlarut hal ini secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

26
π=MxRxT

Keterangan :
π = tekanan osmosis (atm)
M = Konsentrasi (mol / liter)
R = Tetapan gas ideal (0,082 L atm mol-1 K-1)
T = suhu (Kelvin)

d. Sifat koligatif larutan elektrolit

Dalam kimia, terdapat suatu zat yang disebut zat elektrolit, yaitu

senyawakimia yang terurai menjadi ion-ion dalam suatu larutan. Suatu larutan

yang dihasilkan oleh suatu zat elektrolit disebut larutan elektrolit. Sifat koligatif

larutan elektrolit memiliki jumlah partikel terlarut lebih banyak dibanding non

elektrolit, karena mengalami ionisasi. Sifat koligatif larutan elektrolit dipengaruhi

oleh faktor van't Hoff. Untuk menyatakan banyaknya atau sedikitnya zat

elektrolit yang terionisasi digunakan istilah derajat ionisasi atau derajat disosiasi

(α).

jumlah mol zat terionisasi


α=
jumlah mol zat larutan

sifat koligatif dari larutan-larutan elektrolit di pegruhi oleh faktor Van’t

Hoff (i) Van’t Hoff itu sendiri adalah 1 + α (n - 1), sehingga beberapa sifat

koligatif dari larutan elektrolit antara lain :

1) Penurunan tekanan uap (ΔP)

ΔP = P0 . Xp . i

2) Penurunan titik beku (ΔTf)

ΔTf = m x Kf x i

3) Kenaikan titik didih (ΔTb)

27
ΔTb = m x Kb x i

4) Tekanan osmotic

π=MxRxTxi

C. Kerangka Pikir

Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara pendidik dengan

peserta didik. Salah satu tujuan pembelajaran sains adalah agar peserta didik

memahami konsep, aplikasi konsep dan mampu mengaitkan satu konsep dengan

konsep lainnya. Pada proses pembelajaran inilah peserta didik diharapkan

memahami konsep yang diajarkan bukan hanya sekedar hafal. Kemampuan

peserta didik dalam memahami konsep merupakan hal yang sangat penting karena

konsep merupakan landasan untuk berpikir.

Pemahaman konsep merupakan kemampuan seorang peserta didik untuk

tidak sekedar mengingat, tapi dapat menjelaskan kembali suatu defenisi, ciri

khusus, hakikat, inti dan isi dengan menggunakan kata-kata sendiri, namun tidak

mengubah kandungan makna dari informasi yang diterima. Dalam proses

pembelajaran, peserta didik perlu memahami konsep secara benar, hal ini

berhubungan dengan pemahaman mengenai arti fisis dari konsep yang dipelajari

serta aplikasi konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memiliki

pemahaman konsep yang baik artinya peserta didik dapat menguasai konsep.

Penguasaan konsep merupakan suatu kegiatan yang berhubungan dengan

ranah kognitif yang sesuai dengan klasifikasi Bloom yaitu remembering

(mengingat), understanding (memahami), applying (menerapkan), analyzing

(menganalisis, mengurai), evaluating (menilai) dan creating (mencipta). Untuk

28
mengidentifikasi penguasaan konsep seperti tidak paham konsep, miskonsepsi,

dan paham konsep guru dapat melakukan tes diagnostik. Tes adalah suatu teknik

ynag digunakan dalam rangka melaksanakan kegiatan pengukuran yang

didalamnya terdapat berbagai pertanyaan, pernyataan, atau serangkaian tugas

yang harus dijawab atau dikerjakan oleh peserta didik. Salah satu bentuk tes

diangnostik adalah Two-Tier Diangnostic Test. Bentuk instrument tersebut

menggunakan tes pilihan ganda dimana peserta didik harus menjawab dan

menentukan alasan mengapa ia mempunyai jawaban tersebut. Jawaban setiap

peserta didik menjadi acuan tingkat penguasaan konsep yang dimiliki.

Secara singkat, kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.2

dibawah ini :

Prakonsepsi Siswa

Proses Pembelajaran

Paham Konsep Tidak Paham Konsep

Identifikasi Penguasaan
Konsep

Tes Two Tier Diagnostic Test

29
Penguasaan Konsep

Mengingat Memahami Aplikasi Analisis Evaluasi Mencipta

Gambar 2.2 Kerangka Pikir

30
30

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan

kualitatif.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas XII MIPA 1 SMA Negeri 11

Makassar. Waktu penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran

2021/2022.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas XII MIPA 1 SMA Negeri

11 Makassar tahun pelajaran 2021/2022 yang telah mempelajari materi sifat

koligatif larutan.

D. Batasan Istilah

Adapun batasan istilah dalam penelitian ini :

1. Analisis penguasaan konsep pada materi sifat koligatif larutan adalah analisis

kemampuan peserta didik dalam memahami makna konsep sifat kologatif

larutan secara ilmiah baik teori maupun penerapannya dalam kehidupan

sehari-hari untuk memecahkan suatu permasalahan.


31

2. Tes Diagnostik Two Tier merupakan tes pilihan ganda dengan dua tingkat

pertanyaan. Tingkat pertama terdiri dari pertanyaan dengan lima pilihan

jawaban, sedangkan tingkat kedua terdiri dari lima alasan yang mengacu pada
jawaban tingkat pertama.

E. Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan

Sebelum melaksanakan penelitian, terlebih dahulu dilakukan persiapan

yaitu :

a. Mengadakan observasi ke sekolah dan berkonsultasi dengan guru bidang

studi kimia kelas XII MIPA SMA Negeri 11 Makassar mengenai keadaan

peserta didik, hasil belajar kimia peserta didik, materi pelajaran yang akan

diteliti, waktu penelitian dan kelas yang akan digunakan penelitian.

b. Menelaah kurikulum SMA Negeri 11 Makassar pada materi pelajaran kimia

dengan materi pokok Sifat Koligatif Larutan.

c. Menyusun instrument penelitian berupa tes diagnostik pilihan ganda dua

tingkat (Two-tier Diagnostic Test).

d. Meminta izin kepada instansi yang terkait sehubungan dengan penelitian yang

diadakan.

e. Melaksanakan validasi instrument penelitian oleh para ahli.

2. Tahap Pengambilan Data

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada semester ganjil tahun ajaran

2021/2022 dengan 2 kali pertemuan untuk melakukan observasi secara langsung

mengamati proses pembelajaran, 1 kali pertemuan untuk melakukan wawancara

setelah pemberian tes hasil belajar. Setiap pertemuan terdiri dari 2 jam pelajaran

dengan alokasi waktu 2 × 45 menit.

31
3. Tahap Akhir Penelitian

Penelitian pada tahap akhir meliputi:

a. Penelusuran penguasaan konsep peserta didik pada materi pokok sifat

koligatif larutan.

b. Pengolahan dan analisis data.

c. Penarikan kesimpulan.

d. Publikasi.

F. Instrumen Penelitian

Instrument yang digunakan dalam penilitian ini meliputi :

1. Tes diagnostik pilihan ganda dua tingkat (Two-Tier Diagnostic Test) disusun

berdasarkan indikator pada materi sifat koligatif larutan. Tes ini terdiri dari 20

soal, digunakan untuk menentukan penguasaan konsep peserta didik kelas XII

MIPA 1 SMA Negeri 11 Makassar dalam mengerjakan soal-soal sifat

koligatif larutan. Sebelum instrumen hasil belajar digunakan, terlebih dahulu

dilakukan uji validasi isi dan validasi materi oleh validator ahli.

2. Teknik wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara

terstruktur yang dilakukan untuk menelusuri konsistensi jawaban peserta

didik yang telah dipilih. Pelaksanaan wawancara kepada peserta didik

dilakukan setelah pemberian tes hasil belajar. Data yang diperoleh

selanjutnya digunakan untuk menganalisis penguasaan konsep peserta didik.

Pedoman wawancara yang digunakan penulis adalah :

32
a. Pertanyaan yang diajukan terhadap peserta didik sesuai dengan hasil

yang diperoleh dalam mengerjakan soal pada materi sifat koligatif

larutan.

b. Wawancara tidak dilakukan terhadap semua peserta didik yang

melakukan tes tetapi beberapa subjek yang dipilih dengan

mengkategorikan tinggi, sedang, cukup, rendah, berdasarkan nilai yang

diperoleh pada saat tes.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara pemberian tes akhir

(posttest) dalam bentuk pilihan ganda yang telah divalidasi. Hasil posttest inilah

yang kemudian digunakan untuk melihat penguasaan konsep peserta didik pada

materi sifat koliagatif larutan, dengan pengkategorian nilai 4 untuk paham konsep

(B-B), 3 miskonsepsi (B-S), 2 tidak paham (S-S), dan 1 menebak (S-B).

H. Teknik Analisis Data

1. Analisis Hasil Belajar Peserta Didik

Data yang diperoleh dari Untuk mengidentifikasi peserta didik yang

mengalami miskonsepsi, paham konsep, tidak paham konsep, dan menebak

menggunakan instrumen two-tier diagnostic test dapat dikelompokkan sesuai

kriteria pada tabel 3.1

Tabel 3. 1 Pengelompokan Tingkat Pemahaman Peserta didik

Tipe Jawaban Siswa Penjelasan Kategori


Benar-Benar Menjawab dengan benar Paham konsep
pada pertanyaan tingkat
pertama dan menjawab

33
benar pada alasan tingkat
kedua
Benar-Salah Menjawab benar pada Miskonsepsi
perntanyaan tingkat
pertama dan salah pada
alasan tingkat kedua
Salah-Benar Menjawab salah pada Menebak
pertanyaan tingkat pertama
dan benar pada alasan
tingkat kedua
Salah-Salah Menjawab salah pada Tidak Paham
pertanyaan tingkat pertama Konsep
dan menjawab salah pada
alasan tingkat kedua
(Sumber: Kurniasih dan Nurkhbatul, 2017)

2. Analisis Tingkat Penguasaan Konsep

Data diperoleh berasal dari jawaban peserta didik yang telah diberi

penskoran kemudian diolah dengan rumus analisis deskriptif persentase untuk

menentukan tingkat penguasaan konsep :

N
P=( ) x 100%
F

Keterangan :
P = Persentase Jawaban
F = Jumlah total masing-masing jawaban
N = jumlah maksimum jawaban

Persentase jawaban benar akan dikategorikan kedalam kategori kurang,

cukup, baik dan sangat baik dengan interval sebagai berikut :

Tabel 3. 2 Kategori Presentasi Tingkat Penguasaan Konsep

Persentase Kategori
>88 – 100 Sangat Baik
>76 – 88 Baik
≥64 – 76 Cukup

34
<64 Kurang
(Sumber: Purwanto, 2013)

35
35

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini merupakan hasil dari Two Tier Diagnostic Test. Hasil

dari Two Tier Diagnostic Test yang digunakan dalam penelitian ini berupa

persentase penguasaan konsep peserta didik tiap konsep larutan penyangga..

1. Data Persentfase Hasil Two Tier Diagnostic Test Tiap Konsep

Sebanyak 30 peserta didik kelas XII MIPA 1 SMA Negeri 11 Makassar

telah diberikan posttest mengenai sifat koligatif larutan sebanyak 20 butir soal

yang dapat diamati pada Tabel 4.1. Dalam Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa pada

kategori paham konsep, persentase tertinggi pada konsep menjelaskan sifat

koligatif larutan sedangkan persentase terendah pada konsep mengukur tekanan

osmosis larutan. Untuk kategori miskonsepsi persentase tertinggi pada konsep

menganalisis fenomena sifat koligatif larutan dalam kehidupan sehari-hari, dan

mengukur tekanan osmosis larutan, sedangkan persentase terendah pada konsep

menjelaskan sifat koligatif larutan. Untuk kategori tidak paham konsep, persentase

tertinggi pada konsep mengukur tekanan osmosis larutan, sedangkan persentase

terendah pada konsep menjelaskan sifat koligatif larutan. Adapun untuk kategori

lucky guess atau menebak persentase tertinggi pada konsep menganalisis

fenomena sifat koligatif larutan dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan

persentase terendah pada konsep menghitung konsentrasi larutan.


Nomor Persentase
NO. Konsep
Soal P M T L
1 Menjelaskan 1 70 13.3 6.7 10
sifat koligatif 2 76.7 10 10 3.3
larutan
Rata-rata 73.35 11.65 8.35 6.65
2 Menentukan 3 70 20 6.7 3.3
konsentrasi 4 60 13.3 20 6.7
larutan
Rata-rata 65 16.65 13.35 5
3 Menentukan 5 33.3 13.3 53.3 0
penurunan 6 53.3 20 23.3 3.3
tekanan uap 7 60 16.7 6.7 16.7
larutan
Rata-rata 48.87 16.68 27.77 6.68
4 Menentukan 8 10 0 66.7 23.3
kenaikan titik 9 43.3 33.3 23.3 0
didih larutan 10 6.7 26.7 50 16,7
19 23.3 13.3 23.3 40
Rata-rata 20.78 18.72 40.5 20
5 Menentukan 11 60 30 6.7 3.3
penurunan titik 12 10 3.3 73.3 13.3
beku larutan 13 73.3 20 6.7 0
14 3.3 10 66.7 20
Rata-rata 36.65 15.85 38.35 9.15
6 Menentukan 15 50 20 26.7 3.3
tekanan osmosis
16 13.3 20 56.7 10
larutan

Rata-rata 31.65 20 41.7 6.65


7 Menganalisis 17 63.3 20 13.3 3.3
fenomena sifat 18 26.7 10 60 3.3
koligatif larutan
dalam kehidupan 20 33.3 36.7 20 10
sehari-hari
Rata-rata 41.1 22.25 31.1 5.55
Rata-rata keseluruhan konsep 42 17.5 31 9.5
Tabel 4.1 Persentase Penguasaan Konsep Peserta Didik
Keterangan :
P : Paham
M : Miskonsepsi
T : Tidak paham konsep
L : Lucky Guess

36
80 73
70 65
60
49
50
41
40 37
32
Persentase

30
21
20
10
0
f s i p h ku is a
ati tra ua di be os en
lig di
ko e n an k ti k
os
m om
ns an ti ti ti en
ko te
k an f
kan
te
Konsep

Gambar 4.1 Diagram Penguasaan Konsep

2. Data Persentasi Penguasaan Konsep Berdasarkan Taksonomi Bloom

Sebanyak 20 item soal dikelompokan berdasarkan level kognitif dan

didapatkan persentasi penguasaan konsep pada tabel 4.2. Secara umum peserta

didik memiliki pemahaman yang kurang baik dalam menguasai konsep sifat

koligatif larutan. Pada tahap mengingat (C1) peserta didik dalam kategori baik,

kemudian pada tahap memahami (C2) dalam kategori cukup, tahap mengaplikasi

(C3) dalam kategori kurang, dan tahap menganalisis (C4), mengevaluasi (C5),

serta mensintesis (C6) peserta didik dalam kategori kurang sekali.

Tabel 4. 2 Persentase Tingkat Penguasaan Konsep

NO. Tingkat Nomor P M T L Ket.


Penguasaan Soal
Konsep
1 Mengingat (C1) 2 76.7 10 10 3.3 Baik
Rata-rata 76.7 10 10 3.3
2. Memahami (C2) 1 70 13.3 6.7 10
17 63.3 20 13.3 3.3 Cukup
Rata-rata 66.67 16.66 10 6.67
3. Mengaplikasi (C3) 3 70 20 6.7 3.3
4 60 13.3 20 6.7
7 60 16.7 6.7 16.7
9 43.3 33.3 23.3 0 Kurang

37
11 60 30 6.7 3.3
15 50 20 26.7 3.3
Rata-rata 57.23 22.22 15 5.55
4 Menganalisis (C4) 5 33.3 13.3 53.3 0
6 53.3 20 23.3 3.3
13 73.3 20 6.7 0 Kurang
18 26.7 10 60 3.3 Sekali
20 33.3 36.7 20 10
Rata-rata 43.98 20 32.6 3.34
8
5 Mengevaluasi (C5) 8 10 0 66.7 23.3
14 3.3 10 66.7 20 Kurang
16 13.3 20 56.7 10 Sekali
19 23.3 13.3 23.3 40
Rata-rata 12.47 10.8 53.3 23.35
8
6 Mencipta (C6) 10 6.7 26.7 50 16,7 Kurang
12 10 3.3 73.3 13.3 Sekali
Rata-rata keseluruhan 8.32 15 61.6 15
5

3. Data Hasil Wawancara Peserta Didik


Hasil yang diperoleh berdasarkan tes hasil belajar mendorong peneliti

melakukan metode lanjutan yaitu wawancara. Wawancara dilakukan kepada

beberapa peserta didik yang telah ditentukan berdasarkan kriteria nilai yang

diperoleh pada tes sebelumnya. Jumlah peserta didik yang diwawancarai adalah 6

orang peserta didik yang mewakili tingkat penguasaan konsep. Wawancara ini

dilakukan untuk memperkuat data yang diperoleh melalui tes hasil belajar

Tabel 4.3 Hasil Wawancara Peserta Didik

Konsep Hasil Jawaban Peserta Didik


3.1.1 Menjelaskan sifat Penguasaan konsep peserta didik dalam
koligatif larutan kategori baik, namun masih ada peserta didik
yang mengalami miskonsepsi dikarenakan
penalaran peserta didik yang tidak lengkap
mengenai konsep sifat koligatif larutan.
3.1.2 Menghitung Penguasaan konsep peserta didik dalam
konsentrasi larutan kategori cukup, terdapat peserta didik yang
mengalami miskonsepsi dikarenakan peserta
didik salah dalam menggunakan rumus

38
konsentrasi dan kurangnya kemampuan
matematis peserta didik.
3.1.3 Mengukur Penguasaan konsep peserta didik dalam
penurunan tekanan kategori kurang, sebagian peserta didik
uap larutan mengalami miskonsepsi dikarenakan
prakonsepsi yang salah, penalaran yang tidak
lengkap, salah dalam menggunakan rumus,
dan kurangnya kemampuan matematis peserta
didik.
3.1.4 Mengukur kenaikan Penguasaan konsep peserta didik dalam
titik didih larutan kategori kurang, sebagaian besar peseta didik
mengalami miskonsepsi dikarenakan
kurangnya kemamapuan untuk menganalisis
dan menghubungkan satu konsep dengan
konsep yang lainnya dalam menyelesaikan
persoalan, serta kurangnya kemampuan
matematis peserta didik
3.1.5 Menetukan Penguasaan konsep peserta didik dalam
penurunan titik beku kategori kurang, sebagain besar peserta didik
larutan yang mengalami miskonsepsi dikarenakan
prakonsepsi yang salah, penalaran yang tidak
lengkap, kurangnya kemampuan dalam
menghubungkan konsep, salah dalam
menggunakan rumus, dan kurangnya
kemampuan matematis peserta didik.
3.1.6 Mengukur tekanan Penguasaan konsep peserta didik dalam
osmosis larutan kategori kurang, sebagain besar peserta didik
mengalami miskonsepsi dikarenakan penalaran
peserta didik yang tidak lengkap, dan
kurangnya kemampuan matematis peserta
didik.
3.1.7 Menganalisis Penguasaan konsep peserta didik dalam
fenomena sifat kategori kurang, sebagain besar peserta didik
koligatif larutan mengalami miskonsepsi dikarenakan
dalam kehidupan prakonsepsi yang salah, penalaran yang tidak
sehari-hari lengkap, dan kurangnya kemampuan dalam
menghubungkan konsep.
Adapun peserta didik yang tidak paham
mengenai konsep-konsep sifat koligatif larutan
dikarenakan peserta didik tidak memahami
konsep sifat koligatif larutan sehingga peserta
didik tidak mampu menghubungkan konsep-
konsep, dan tidak mengetahui rumus dan cara
untuk menyelesaikan soal.

39
B. Pembahasan
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui penguasaan konsep

peserta didik pada materi pokok sifat koligatif larutan berdasarkan pola jawaban

dan hasil wawancara peserta didik. Peserta didik dikategorikan paham konsep

apabila peserta didik tersebut menjawab benar pada pilihan jawaban dan pilihan

alasan.

1. Analisis penguasaan konsep peserta didik

a. Menjelaskan sifat koligatif larutan

Peserta didik yang paham pada konsep menjelaskan sifat koligatif larutan

dapat dilihat pada Tabel 4.1 yaitu sebesar 73.35%, peserta didik yang mengalami

miskonsepsi sebesar 11.65%, tidak paham konsep 8.35%, dan menebak sebanyak

6.65%. Untuk menguasai konsep ini, konsep-konsep yang harus diketahui oleh

peserta didik yaitu konsep larutan, dan jenis-jenis larutan. Terdapat dua butir soal

untuk mengidentifikasi penguasaan konsep peserta didik pada konsep

menjelaskan sifat koligatif larutan, yaitu soal nomor 1 dan soal nomor 2.

Pertanyaan soal nomor 1 berisi tentang sifat-sifat koligatif yang dimiliki oleh

suatu larutan dengan jenjang kognitif C2, dan soal nomor 2 berisi tentang

pengertian sifat koligatif larutan dengan jenjang kognitif C1.

Peserta didik yang paham pada konsep menjelaskan sifat koligatif larutan

dapat menjelaskan pengertian sifat koligatif larutan yaitu sifat yang dipengaruhi

oleh jumlah partikel zat terlarut dan tidak bergantung dari sifat zat terlarut, serta

memahami sifat-sifat koligatif larutan yang terdiri dari penurunan tekanan uap,

penurunan titik beku, kenaikan titik didih, dan tekanan osmotik. Selain paham

40
konsep juga terdapat peserta didik yang mengalami miskonsepsi, yaitu peserta

didik yang menjawab salah pada pilihan alasan. Peserta didik menganggap bahwa

sifat koligatif larutan adalah sifat yang dipengaruhi oleh jenis partikel zat terlarut,

dan massa jenis larutan, serta menganggap bahwa penurunan titik didih

merupakan salah satu sifat koligatif larutan.

Berdasarkan hasil wawancara, miskonsepsi yang terjadi dikarenakan

penalaran peserta didik yang tidak lengkap mengenai konsep sifat koligatif

larutan, sehingga dalam mejawab soal peserta didik masih mengalami kekeliruan.

Dalam penelitian Ilmah (2017) menjelaskan bahwa peserta didik cenderung hanya

menghafal tetapi tidak memahami apa yang mereka pelajari. Selain itu juga

terdapat peserta didik yang tidak paham konsep sebab peserta didik sama sekali

tidak paham bahwa sifat koligatif larutan adalah sifat yang dipengaruhi oleh

jumlah partikel zat terlarut, yang terdiri dari penurunan tekanan uap, penurunan

titik beku, kenaikan titik didih, dan tekanan osmotik.

b. Menghitung konsentrasi larutan

Peserta didik yang paham pada konsep menghitung konsentrasi larutan

dapat dilihat pada Tabel 4.1 yaitu sebesar 65%, peserta didik yang mengalami

miskonsepsi sebesar 16.65%, tidak paham konsep 13.35%, dan menebak

sebanyak 5%. Untuk menguasai konsep ini, konsep-konsep yang harus diketahui

oleh peserta didik yaitu konsep larutan, jenis larutan, massa relatif, persamaan

reaksi, dan stoikiometri. Terdapat dua butir soal untuk mengidentifikasi

penguasaan konsep peserta didik pada konsep menghitung konsentrasi larutan,

yaitu soal nomor 3 dan soal nomor 4. Soal nomor 3 dan 4 merupakan soal

perhitungan konsentrasi dari suatu larutan, dengan jenjang kognitif C3.

41
Berdasarkan jawaban peserta didik miskonsepsi yang terjadi dikarenakan

peserta didik salah dalam menentukan massa relatif dari suatu senyawa, peserta

didik tidak mengalikan Ar suatu unsur dengan koefisiennya. Dalam hal ini juga

terdapat peserta didik yang salah dalam menggunakan rumus untuk mencari

konsentrasi, peserta didik mengalikan konsentrasi yang didapatkan dengan faktor

von’t hoff senyawa tersebut, padahal nilai faktor van’t hoff tidak digunakan untuk

menentukan konsentrasi larutan. Selain mengalami miskonsepsi juga terdapat

peserta didik yang tidak paham konsep hal ini dikarenakan peserta didik tidak

mengetahui cara dan rumus yang digunakan untuk menentukan konsentrasi suatu

larutan.

c. Mengukur penurunan tekanan uap larutan

Peserta didik yang paham pada konsep mengukur penurunan tekanan uap

larutan dapat dilihat pada Tabel 4.1 yaitu sebesar 48.87%, peserta didik yang

mengalami miskonsepsi sebesar 16.68%, tidak paham konsep 27.77%, dan

menebak sebanyak 6.68%. Untuk menguasai konsep ini, konsep-konsep yang

harus diketahui oleh peserta didik yaitu konsep larutan, jenis larutan, massa

relatif, konsentrasi larutan, fraksi mol, stoikiometri, dan faktor van’t hoff.

Terdapat tiga butir soal untuk mengidentifikasi penguasaan konsep peserta

didik pada konsep mengukur penurunan tekanan uap larutan, yaitu soal nomor 5,

6, dan soal nomor 7. Soal nomor 5 merupakan soal perhitungan tekanan uap lima

larutan kemudian diurutkan dari yang memiliki tekanan uap terendah hingga

tertinggi dengan jenjang kognitif C4, soal nomor 6 dan soal nomor 7 merupakan

soal perhitungan penurunan tekanan uap larutan dengan jenjang kognitif C4, dan

C3.

42
Berdasarkan jawaban peserta didik miskonsepsi yang terjadi dikarenakan

peserta didik keliru dalam mengurutkan larutan yang memiliki tekanan uap paling

rendah. Peserta didik menganggap bahwa semakin rendah konsentrasi suatu

larutan, semakin banyak partikel zat terlarut dalam larutan sehingga tekanan uap

akan semkin rendah. Padahal konsentrasi dan tekanan uap berbanding terbalik

yaitu semakin rendah konsentrasi suatu larutan, maka tekanan uapnya akan

semakin tinggi, selain itu miskonsepsi dikarenakan peserta didik menganggap

bahwa glukosa merupakan senyawa elektrolit yang memiliki faktor van’t hoff >1,

sedangkan glukosa merupakan senyawa non-elektrolit yang memiliki nilai faktor

van’t hoff = 1, dan juga terdapat peserta didik yang menggunakan rumus tekanan

uap untuk menentukan penurunan tekanan uap larutan.

Berdasarkan hasil wawancara, peserta didik menganggap bahwa untuk

menentukan nilai penurunan tekanan uap larutan dapat menggunakan persamaan

tekanan uap larutan. Hal ini terjadi karena terdapat kemiripan konsep dalam

menyelesaikan soal, perbedaannya hanya terletak pada perhitungan fraksi mol

dimana untuk menentukan tekanan uap larutan fraksi mol yang digunakan adalah

fraksi mol zat pelarut, sedangkan untuk menentukan penurunan tekanan uap fraksi

mol yang digunakan adalah fraksi mol zat terlarut. Adapun peserta didik yang

tidak paham konsep dikarenakan peserta didik belum memahami hubungan antara

konsentrasi dengan penurunan tekanan uap, perbedaan antara tekanan uap dan

penurunan tekanan uap, dan rumus yang digunakan untuk menentukan penurunan

tekanan uap, yaitu ∆ P = Xterlarut x P0.

d. Mengukur kenaikan titik didih larutan

Peserta didik yang paham pada konsep mengukur kenaikan titik didih

43
larutan dapat dilihat pada Tabel 4.1 yaitu sebesar 20.78%, peserta didik yang

mengalami miskonsepsi sebesar 18.72%, tidak paham konsep 40.5%, dan

menebak sebanyak 20%. Untuk menguasai konsep ini, konsep-konsep yang harus

diketahui oleh peserta didik yaitu konsep larutan, jenis larutan, massa relatif,

konsentrasi larutan, fraksi mol, stoikiometri, faktor van’t hoff, dan diagram PT.

Terdapat empat butir soal untuk mengidentifikasi penguasaan konsep

peserta didik pada konsep mengukur kenaikan titik didih larutan, yaitu soal nomor

8, 9, 10, dan soal nomor 19. Soal nomor 8 merupakan soal analisis mengenai

daerah yang mengalami kenaikan titik didih pada diagram PT air dengan jenjang

kognitif C5, soal nomor 9 merupakan soal perhitungan kenaikan titik didih larutan

dengan jenjang kognitif C3, soal nomor 10 merupakan soal perhitungan

konsentrasi larutan dengan menggunakan persamaan hubungan konsentrasi

larutan dengan kenaikan titik didih dengan jenjang kognitif C6, dan soal nomor 19

merupakan soal analisis titik didih larutan berdasarkan gambar larutan dengan

jenjang kognitif C5.

Berdasarkan hasil wawancara peserta didik yang mengalami miskonsepsi

dikarenakan peserta didik menganggap bahwa untuk menentukan massa dan

konsentrasi gula yang dibutuhkan untuk menaikkan titik didih larutan dapat

menggunakan rumus dasar kenaikan titik didih larutan tanpa menghubungkannya

dengan persamaan konsentrasi larutan. Hal ini dikarenakan peserta didik tidak

mampu menganalisis soal dengan baik sehingga tidak dapat menghubungkan satu

konsep dengan konsep yang lainnya. Peserta didik hanya mengingat rumus

dasarnya sehingga ketika yang diketahui dari soal berbeda peserta didik menjadi

kebingungan dan menyebabkan miskonsepsi, selain itu miskonsepi yang terjadi

44
dikarenakan peserta didik menganggap bahwa semakin banyak jumlah partikel zat

terlarut maka titik didih larutan akan semakin rendah, padahal nilai titik didih

larutan berbanding lurus dengan jumlah partikel zat terlarut yaitu semakin banyak

jumlah partikel zat terlarut titik didih larutan akan semakin tinggi.

Adapun peserta didik yang tidak paham konsep dikarenakan peserta didik

tidak memahami konsep kenaikan titik didih larutan, tidak mampu mengaitkan

konsep konsentrasi dengan kenaikan titik didih larutan, tidak mengetahui konsep

diagram PT air, sehingga peserta didik tidak mampu menentukan massa larutan,

mengurutkan larutan yang memiliki titik didih tertinggi hingga terendah dan tidak

dapat menganalisa masing-masing garis yang terdapat pada diagram PT air.

e. Mengukur penurunan titik beku larutan

Peserta didik yang paham pada konsep mengukur penurunan titik beku

larutan dapat dilihat pada Tabel 4.1 yaitu sebesar 36.65%, peserta didik yang

mengalami miskonsepsi sebesar 15.85%, tidak paham konsep 38.35%, dan

menebak sebanyak 9.15%. Untuk menguasai konsep ini, konsep-konsep yang

harus diketahui oleh peserta didik yaitu konsep larutan, jenis larutan, massa

relatif, konsentrasi larutan, fraksi mol, stoikiometri, dan faktor van’t hoff.

Terdapat empat butir soal untuk mengidentifikasi penguasaan konsep

peserta didik pada konsep mengukur penurunan titik beku larutan, yaitu soal

nomor 11, 12, 13, dan soal nomor 14. Soal nomor 12 merupakan soal perhitungan

penurunan titik beku larutan dengan jenjang kognitif C6, dan soal nomor 11, 13,

dan 14 merupakan soal perhitungan titik beku larutan dengan jenjang kognitif C3

dan C4.

45
Berdasarkan jawaban peserta didik yang mengalami miskonsepsi

dikarenakan prakonsepsi peserta didik yang salah, dan penalaran yang tidak

lengkap mengenai konsep penurunan titik beku larutan sehingga peserta didik

belum dapat membedakan penurunan titik beku dan titik beku larutan.

Berdasarkan hasil wawancara peserta didik menganggap bahwa untuk

menentukan nilai titik beku larutan sama saja dengan menentukan nilai penurunan

titik beku larutan, padahal konsep tersebut merupakan dua hal yang berbeda,

untuk menentukan titik beku larutan nilai titik beku pelarut harus dikurangkan

dengan nilai penurunan titik beku. Selain itu peserta didik juga kesulitan dalam

menghubungkan konsep penurunan titik beku larutan dengan konsep mol, serta

kesulitan dalam perhitungan matematika sehingga nilai yang didapatkan tidak

sesuai, terutama dalam menentukan massa yang diperlukan untuk menurunkan

titik beku larutan setengah dari titik bekunya.

Miskonsepsi yang terjadi juga disebabkan karena peserta didik belum

mampu membedakan larutan elektrolit dan non elektrolit sehingga peserta didik

mengalami kekeliruan dalam menentukan nilai faktor van’t hoff. Berdasarkan

hasil wawancara peserta didik tidak memahami bahwa larutan NaCl dan

CH3COOH termasuk dalam larutan elektrolit atau non-elektrolit sehingga peserta

didik tidak mengalikan nilai yang didapatkan dengan nilai faktor van’t hoff,

padahal larutan NaCl dan CH3COOH merupakan larutan elektrolit yang memiliki

nilai faktor van’t hoff = 2. Dalam hal ini juga terdapat peserta didik yang salah

dalam mengurutkan larutan yang memiliki nilai titik beku tertinggi hingga

terendah, hal ini dikarenakan peserta didik menganggap bahwa larutan yang

memilik nilai titik beku tertingga adalah larutan yang juga memiliki nilai

46
penurunan titik beku tertinggi, padahal nilai titik beku dan penurunan titik beku

berbanding terbalik, yaitu larutan yang memiliki titik beku tertinggi merupakan

larutan yang memiliki nilai penurunan titik beku

paling kecil, sehingga semakin kecil ∆ Tf makan Tf akan semakin tinggi.

Adapun peserta didik yang tidak paham konsep dikarenakan peserta didik

belum memahami konsep penurunan titik beku larutan sehingga peserta didik

tidak mengetahui persamaan apa yang digunakan untuk menentukan nilai titik

beku larutan, dan bagaimana langkah-langkah dalam menjawab soal.

f. Mengukur tekanan osmosis larutan

Peserta didik yang paham pada konsep mengukur tekanan osmosis larutan

dapat dilihat pada Tabel 4.1 yaitu sebesar 31.65%, peserta didik yang mengalami

miskonsepsi sebesar 20%, tidak paham konsep 41.7%, dan menebak sebanyak

6.65%. Untuk menguasai konsep ini, konsep-konsep yang harus diketahui oleh

peserta didik yaitu konsep larutan, jenis larutan, massa relatif, konsentrasi larutan,

stoikiometri, dan faktor van’t hoff.

Terdapat dua butir soal untuk mengidentifikasi penguasaan konsep peserta

didik pada konsep mengukur tekanan osmosis larutan, yaitu soal nomor 15, dan

soal nomor 16. Soal nomor 15 merupakan soal perhitungan tekanan osmosis

larutan dengan jenjang kognitif C3, dan soal nomor 16 merupakan soal penerapan

sifat tekanan osmosis larutan pada diagram corong listel dengan jenjang kognitif

C5.

Peserta didik yang mengalami miskonsepsi dikarenakan peserta didik

keliru dalam menggunakan rumus tekanan osmosis. Berdasarkan hasil wawancara

peserta didik tidak mengubah satuan suhu 0Celcius ke Kelvin, selain itu juga

47
terdapat peserta didik yang tidak mengetahui nilai R yang digunakan untuk

menyelesaikan soal sehingga hasil perhitungan yang didapatkan tidak sesuai.

Miskonsepsi yang dialami peserta didik juga dikarenakan kurangnya

pemahaman peserta didik pada konsep larutan. Berdasarkan hasil wawancara

peserta didik menganggap bahwa larutan hipotonis merupakan larutan pekat,

sedangkan larutan hipertonis merupakan larutan encer, sehingga peserta didik

menarik kesimpulan bahwa molekul air bergerak dari larutan hipertonis ke larutan

hipotonis. Padahal larutan hipotonis merupakan larutan encer dan larutan

hipertonis merupakan larutan pekat, sehingga larutan bergerak dari konsentrasi

rendah (larutan hipotonis) ke konsentrasi tinggi (larutan hipertonis).

Adapun peserta didik yang tidak paham konsep dikarenakan peserta didik

tidak mengetahui persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai tekanan

osmosis larutan, selain itu peserta didik juga tidak memahami konsep larutan

sehingga peserta didik salah dalam menarik kesimpulan.

g. Menganalisis fenomena sifat koligatif larutan dalam kehidupan sehari-hari

Peserta didik yang paham pada konsep menganalisis fenomena sifat

koligatif larutan dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat pada Tabel 4.1 yaitu

sebesar 41/1%, peserta didik yang mengalami miskonsepsi sebesar 22.25%, tidak

paham konsep 31.1%, dan menebak sebanyak 5.55%. Untuk menguasai konsep

ini, konsep-konsep yang harus diketahui oleh peserta didik yaitu konsep larutan,

dan sifat-sifat koligatif larutan.

Terdapat tiga butir soal untuk mengidentifikasi penguasaan konsep peserta

didik pada konsep menganalisis fenomena sifat koligatif larutan dalam kehidupan

sehari-hari, yaitu soal nomor 17, 18, dan soal nomor 20. Soal nomor 17, dan 20

48
merupakan soal penerapan sifat penurunan titik beku larutan dalan kehidupan

sehari-hari dengan jenjang kognitif C2 dan C4, dan soal nomor 18 merupakan soal

penerapan sifat koligatif larutan dalam kehidupan sehari-hari dengan jenjang

kognitif C4.

Peserta didik yang mengalami miskonsepsi dikarenakan peserta didik

menganggap bahwa penggunaan NaCl untuk mencairkan salju dijalan raya

merupakan penerapan sifat koligatif penurunan titik beku larutan, dengan alasan

penaburan garam akan menaikkan titik beku salju, sehingga salju akan berubah

menjadi air. Padahal penggunaan NaCl membuat titik beku larutan berubah

menjadi lebih rendah sehingga air dalam bentuk es maupun salju akan mudah

mencair. Selain itu miskonsepsi yang dialami oleh peserta didik dikarenakan

peserta didik menganggap bahwa penggunaan etilen glikol dalam radiator mobil

merupakan penerapan sifat koligatif penurunan tekanan uap larutan, serta terdapat

peserta didik yang mengaggap bahwa desalinasi air laut dan membasmi lintah

dengan menaburkan garam merupakan contoh dari penerapan sifat koligatif

penurunan titik beku larutan padahal fenomena tersebut merupakan penerapan

sifat tekanan osmosis larutan. Miskonsepsi yang terjadi pada peserta didik

disebabkan kurangnya pemahaman peserta didik mengenai konsep sifat-sifat

koligatif larutan dan pemanfaatannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga

peserta didik keliru dalam menjelaskan prinsip kerja dari penerapan sifat koligatif

dalam kehidupan sehari-hari.

49
50

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah menganalisis penguasaan konsep peserta didik kelas XII MIPA 1

SMA Negeri 11 Makassar pada materi sifat koligatif larutan, dapat ditarik

kesimpulan bahwa :

Persentase penguasaan konsep peserta didik pada materi sifat koligatif larutan

yaitu :

a. Persentase penguasaan tiap konsep sifat koligatif larutan Untuk konsep

menjelaskan sifat koligatif larutan persentase penguasaan konsep peserta

didik sebesar 73.35%, menghitung konsentrasi 65%, mengukur penurunan

tekanan uap larutan 48.87%, mengukur kenaikan titik didih larutan

20,78%, mengukur tekanan osmosis larutan 36.65%, dan menganalisis

fenomena sifat koligatif larutan dalam kehidupan sehari-hari sebesar

31.65%. persentase total penguasaan konsep peserta didik yaitu 42%

yang termasuk dalam kategori kurang sekali.

b. Persentase penguasaan konsep berdasarkan taksonomi bloom yaitu : pada

tahap mengingat (C1) 76.7%, tahap memahami (C2) 66.67%, tahap

mengaplikasi (C3) 57.23%, tahap menganalisis (C4) 43.98%, tahap

mengevaluasi (C5) 12.47%, dan tahap mencipta (C6) 8.32


B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memiliki saran sebagai berikut :

1. Bagi sekolah. Hendaknya sekolah senantiasa meningkatkan kualitas

pembelajaran disekolah agar hasil dari pembelajaran kimia semakin baik.

2. Bagi guru. Hendaknya menggunakan metode yang lebih kooperatif sehingga

semua peserta didik dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran, dan ketika

memberikan soal agar soalnya lebih bervariasi tidak hanya mencakup

penerapan saja, melainkan pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi, dan

sintesis.

3. Bagi Peserta didik. Hendaknya peserta didik lebih aktif, sering-sering bertanya

kepada guru mengenai materi apa yang belum dipahami.

4. Two Tier Diagnostic test juga dapat digunakan untuk menganalisis penguasaan

konsep peserta didik pada konsep lain dalam pelajaran kimia.

51
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, L.R., dan Krathwohl, D.R. 2001. A Toxonomy For Learning,


Teaching, And Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomi owidodf
Educational Objectives. New Yorks: Longman.
Ali, M. 2018. Analisis Miskonsepsi Siswa Berdasarkan Gender Dalam
Pembelajaran Fisika Dengan Menggunakan Tes Diagnostik Two-Tier Di
Kotabaru Cendekia. Jurnal Ilmiah Pendidikan. Vo.7 No.1.
Auliyani, aida., Latifah Hanum., Ibdu Khaidun. Analisis Kesulitan Pemahaman
Siswa Pada Materi Sifat Koligatif Larutan Dengan Menggunakan Three
Tier Multiple Choice Diagnostic Test di Kelas XII IPA 2 SMA Negeri 5
Banda Aceh . Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Kimia. Vo.2., No.1.
Aqilah. 2012. Analaisis Kesalahan Peserta Didik dalam Menyelesaikan Soal
Pembuktian Identitas Trigonometri Kelas X SMP Islam Sultan Agung 1
Semarang. Skripsi.
Arifin, Zainal. 2014. Penelitian Pendidikan: Metode dan Paradigma Baru.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara,
2012.
Dahar, R.W. 2003. Aneka Wacana Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Bandung.
Fajrina, Rani Nur Arifah dkk. 2016. Deskripsi penguasaan konsep siswa terhadap
materi fluida statis di tana paser kalimantan Timur kelas Xitahun ajaran
2016/2017. Malang: Pros. Semnas Pend. IPA Pascasarjana UM. Vol. .,
ISBN: 978-602-9286-21-2.
Hamzah, Ali. 2014. Evaluasi Pembelajaran Matematika. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Huda, Nizel. 2000. Suatu Model Pengajaran Untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika pada Mahasiswa D2 – PGSD Prajabatan
FKIP Universitas Jambi. Jurnal Gema Pendidikan. Jambi : FIKP
Universitas Jambi.
Hudojo, Herman. 2001. Pengembangan Kurikulum Pembelajaran Matematika.
Malang: JICA.

52
Kurniasih, Nining., Nukhbatul Bidayati Haka. 2017. Penggunaan Tes Diagnostik
Two-Tier Multiple Choice untuk Mengevaluasi Miskonsepsi Siswa Kelas
X Pada Materi Archaebacteria dan Eubacteria. Jurnal Tadris Pendidikan
Biologi. Vol. 8., No.1.
Kuswono, Sunaryo Wowo. 2011. Taksonomi Berfikir. Bandung: Remaja
Rosdakarya.lili
Laksono, Yustinus Setio. 2018. Hubungan Minat belajar siswa terhadap prestasi
belajar matematika siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD
menggunakan komik. Jurnal edukasi matematika dan sains. Vol. 1, No. 1.
Ilmah, Mashfufatul. 2017. Miskonsepsi Peserta Didik Pada Materi Asam Basa
Dengan Menggunakan Instrumen Test Diagnostik Two Tier. Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah.
Mania, Sitti. 2012. Pengantar Evaluasi Pembelajaran. Makassar: Alauddin
University Press.
Miterianifa dan Mas’ud Zien. 2016. Evaluasi Pembelajaran Kimia. Pekanbaru:
Cahaya Firdaus.
Okwon, R. O. 2005. Mathematics Achievement and Academic Performancein
Chemistry. J quality Education. Vol 2.
Pabaccu, A and Geban, O. 2012. Students’ Conseptual Level of Understandingon
Chemical Bonding. Internasional Online Journal of Education
Sciences.Vol. 4.
Purwanto, N. 2013. Evaluasi Pengajaran. Bandung: Rosdakarya
Purwanto, Ngalim. 2006. Prinsip-prinsip Teknik Evaluasi. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga, 2011.
Rizal, M. 2014. Pengaruh Pembelajaran Inquiri Terbimbing dengan Multi
Representasi Terhadap Ketemrampilan Proses Sains dan Penguasaan
Konsep IPA Siswa SMP. Jurnal Pendidikan Sains. Vol. 2., No.
Rositasari Dessy, Nanda Saridewi & Salamah Agung. 2014. Pengembangan Tes
Diagnostik Two-Tier Untuk Mendeteksi Miskonsepsi Siswa Sma Pada
Topik Asam-Basa. Jurnal Pendidikan Kimia. Volume 4., No. 02.
Sari Yulia Purnama., Amilda., & Syutaridho. 2020. Identifikasi Kemampuan
Kognitif Siswa Dalam Menyelesaikan Soal-Soal Materi Bangun Ruang
Sisi Datar. Journal of Mathematic Education UIN Raden Fatah
Palembang.

53
Sartika, Rody Putra. 2018. Peranan model siklus belajar 5E dalam meningkatkan
Pemahaman Konsep Sifat Koligatif Larutan. Jurnal Kimia dan
Pendidikan. Vol.3., No. 2.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta.
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif, R&D. Bandung: IKAPI.
Sutarto. 2005. Buku Ajar Fisika ( BAF ) dengan Tugas Analisis Foto Kejadian
Fisika ( AFKF) sebagai Alat Bantu Penguasaan Konsep IPA dan
Pajanannya dalam Interaksi Kelas di SD Negeri Kotamadya Medan.
Jurnal Pendidikan dan kebudayaan. No. 054.
Syah, Muhibin. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Syamsudduha. 2012. Penilaian Kelas. Makassar: Alauddin University Press,
2012.
Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif Buku IV dari
IV, Konsep, Landasan dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Media Group.
Turnip, Betty Marisi. 2000. Penguasaan Konsep IPA dan Pajangannya dalam
Interaksi Kelas Di SD Negeri Kotamadya Medan. Medan.
Utama, Prasetya. 2018. Membangun pendidikan bermartabat: pendidikan
berbasis tahfidz mencegah stress dan melejitkan prestasi. Bandung: CV.
Rasi terbit
Widodo, Ari. 2006. Revisi Taksonomi Bloom dan Pengembangan Butir Soal.
Didaktis. 3(2).
Zubaidah. 2010. Penguasaan Konsep Oleh Siswa Melalui Metode Problem
Solving Pada Konsep Sistem Respirasi. Skripsi. Program Studi Pendidikan
Biologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah: Jakarta.

54
55

Anda mungkin juga menyukai