Anda di halaman 1dari 5

BAB II

PEMBAHASAN
Linguistik transformasional dan aliran-aliran sesudahnya

Dunia ilmu, termasuk linguistik, bukan merupakan kegiatan yang statis,


melainkan merupakan kegiatan yang dinamis; berkembang terus, sesuai dengan
filsafat ilmu itu sendiri yang selalu ingin mencari kebenaran yang hakiki.
Begitulah, linguistik stuktural lahir karena tidak puas dengan pendekatan dan
prosedur yang digunakan linguistik tradisionaal dalam menganalisis bahasa.
Sekian puluh tahun linguistik struktural digandrungi sebagai setu-satunya aliran
yang pantas diikuti dalam menganalisis bahasa, walaupun model sturktural itu pun
tidak hanya stu macam. Kemudian orang pun merasa bahwa model struktural juga
banyak kelemahannya, sehingga orang mencoba merevisi model struktural ini itu
di sana-sini, sehingga lahirlah aliran lain yang agak berbeda, meski masih banyak
persamaannya, dengan model struktural semula. Perubahan total terjadi dengan
lahirnya linguistik tranformasional yang mempunyai pendekatan dan cara berbeda
dengan linguistik struktural. Namun, kemudian model transformasiini pun
dirasakan orang banyak kelemahannya, sehingga orang membuat model lain pula,
yang dianggap lebih baik, misalnya model semantik generatif, model tata bahasa
kasus, model tata bahasa relasional, dan model tata bahasa stratifikasi. Berikut ini
dengan secara sangat singkat akan dibicarakan model-model di atas.

A. Tata bahasa transformasi


Dapat dikatakan tata bahasa transformasi lahir dengan terbitnya buku Noam
Chomsky yang berjudul Syntactik Structure pada tahun 1957, yang kemudian
diperkembangkan karena adanya kritik dan saran dari berbagai pihak, di dalam
buku Chomsky yang kedua yang berjudul Aspect of the Theory of Syntax pada
tahun 1965. Nama yang dikembangkan untuk model tata bahasa yang
dikembangkan oleh Chomsky ini adalah transformational Generative Grammar;
tetapi dalam bahasa indonesia lazim disebut tata bahasa transformasional dan
tata bahasa generatif. Menurut Chomsky salah satu tujuan dari penelitian bahasa
adalah untuk menyusun tata bahasa dari bahasa tersebut. Bahasa dapat dianggap
sebagai kumpulan kalimat yang terdiri dari deretan bunyi yang mempunyai
makna. Maka kalau begitu, tugas tata bahasa haruslah dapat menggambarkan
hubungan bunyi dan arti dalam bentuk kaidah-kaidah yang tepat dan jekas. Setiap
tata bahasa dari suatu bahasa, menurut Chomsky adalah, adalah merupakan teori
dari bahasa itu sendiri, dan tata bahasa itu harus memenuhi dua syarat, yaitu:
Pertama, kalimat yang dihasilkan oleh tata bahasa itu harus dapat diterima
oleh pemakai bahasa tersebut, sebagai kalimat yang wajar dan tidak di buat-buat.
Kedua, tata bahasa tersebut harus berbentuk sedemikian rupa, sehingga
satuan atau istilah yang digunakan tidak berdasarkan pada gejala bahasa tertentu
saja, dan semuanya ini harus sejajar dengan teori linguistik tertentu.
Sejalan dengan konsep langue dan parole dari de Saussure, maka Chomsky
membedakan adanya kemampuan (competence) dan perbuatan berbahasa
(perfomance). Kemempuan adalah pengetahuan yang dimiliki pemakai bahasa
mengenai bahasanya, sedangkan perbuatan berbahasa adalah pemakaian bahasa
itu sendiri dalam keadaan yang sebenarnya. Dalam tata bahasa generatif ini, maka
uyang menjadi objeknya adalah kemampuan ini, meskipun perbuatan berbahasa
juga penting; dan yang perlu dan menarik bagi seorang peneliti bahasa adalah
sistem kaidah yang dipakai si pembicara untuk membuat kalimat yang
diucapkannya. Jadi, tata bahasa herus mampu menggambarkan kemampuan si
pemakai bahasa untuk mengerti kalimat yang tidak terbatas jumlahnya, yang
sebagian besar, barangkali, belom pernah didengarnya atau dilihatnya. Pada
dasarnya setip kita mengucapkan suatu kalimat, kita telah membuat kalimat baru,
yang berbeda dengan sekian banyak kalimat yang pernah kita ucapkan atau kita
tuliskan. Kemampuan seperni ini, yakni mampu membuat kalimat-kalimat baru,
disebut aspek kreatif bahasa. Dengan kata lain, menurut aliran ini, sebuah tata
bahasa hendaknya terdiri dari sekelompok kaidah yang tertentu jumlahnya. Hal ini
dapat kita bandingkan dengan kemampuan dalam mengalikan bilangan. Setiap
orang yang telah menguasai perkalian 0 – 9, tentu akan dapat mengalikan
perkalian lain, misalnya 29 x 37, atau 125 x 4319. Kemmpuan untuk mendapatkan
jawaban yang benar bukanlah karena dia telah pernah melihat atau melakukan
perkalian tersebut, tetapi karena kaidah perkalian 0 - 9 telah dikuasai.
Seperti sudah disebutkan di muika, bahwa tata bhasa transformasi lahir
bersamaan dengan terbitnuya buku Syntactic structure pada tahun 1957. Teori
yang dikemukakan dalam buku ini seringdisebut dnegan nama “tata bahasa
transformasi klasik”. Adanya sebutan yang berupa kritik dan saran atas
kekurangan yang ada dalam teori itu menyebabkan munculnya lagi buku
Chomsky pada tahun 1965 dengan judul Aspect of the Theory of Syntax. Dalam
buku ini, Chomsky telah menyempurnakan teorinya mengenai sintaksis dengan
mengadakan beberapa perubahn yang prinsipil. Teori dalam buku versi 1965 ini
dikenal dengan nama “Standart Theory”. Kemudian dalam tahun 1972
diperkembangkan lagi dan diberi nama “extended Standard Theory”, yang
kemudian pada tahun 1975 direvisilagi, dan diberi nama “Revised Extended
Standard Theory”. Terakhir teori tentang tata bahasa transformasi ini direvisi lagi
menjadi apa yang disebut “Goverment and Binding Theory”. Bagaimana
persamaan dan perbedaan teori-teori tersebut, tentu tidak pada tempatnya
dikemukakan dalam buku linguistik umum ini. Hanya disini ingin dijelaskan teori
yang dikemukakan dalam buku tahun 1965. Untuk itu perhatikan dulu bagan
berikut:

Tata bahasa dari setiap bahasa seperti tampak pada bagan tersebut terdiri
dari tiga komponen, yaitu (1) komponen sintaksis, (2) komponen semantik, dan
(3) komponen fonologis. Hubungan antara ketiganya adalah input dari komponen
semantik adalah output dari subkomponen sintaksis yang disebut subkomponen
dasar. Sedangkan input pada komponen fonologis merupakan output dari
subkomponen sintaksis yang disebut subkomponen transformasi. Komponen
sintaksis merupakan “sentral” dari tata bahasa, karena (a) komponen inilah yang
menentukan kalimat, dan (b) komponen ini pulalah yang menggambarkan aspek
kreativitas bahasa.
Untaian awal atau input awal mengalami kaidah percabangan, untuk
kemudian mengalami kaidah-kaidah subkategorisasi. Kaidah-kaidah subkategori
ini menghasilkan pola-pola kalimat dasar dan deskripsi struktur untuksetiap
kalimat yang disebut penanda frase dasar. Inilah yang menjadi unsur-unsur
struktur batin (deep structure). Leksikon merupakan daftar morfem beserta
keterangan yang diperlukan untuk penafsiran semantik, sintaksis, dan fonologi.
Walaupun belom diketahui dengan jelas bentuk leksikon itu, tetapi keterangan
seperti jenis kata, unsur yang dapat mendahului dan mengikutinya di dalam
kalima, abstrak atau tidak, haruslah tercantum di dalam leksikon ini. Kaidah
transformasi mengubah struktur bati yang dihasilkan oleh kaidah-kaidah kategori
menjadi struktur lahir. Karena struktur batin ini telah memiliki semua unsur yang
diperlukan untuk interpretasi semantik dan fonologis, maka kalimat yang berbeda
artinya, akan mempunyai struktur batin yang berbeda pula. Perbedaan arti
biasanya tercemin di dalam perbedaan morfem, urutan morfem, dan jumlah
morfemyang digunakan. Ada kalimat yang jumlah morfemnya sama, bunyi dan
urutannya sama, tetapi mempunyai arti yang berbeda. Kelimat-kalimat yang
meragukan seperti ini, tentu memiliki struktur dalam yang berbeda.
Komponen semantik memberikan interpretasi semantik pada deretan unsur
yang dihasilkan oleh subkomponen dasar. Arti kalimat yang dihasilkan ditentukan
oleh komponen ini. Arti sebuah morfem dapat digambarkan dengan memberikan
unsur makna atau ciri seantik yang membentuk arti morfem itu. Umpanya, kalau
kata ayah dan ibu kita bandingkan dengan kata pinsil dan kursi, maka dapat kita
lihat kata ayah dan ibu mempunyai ciri semantik /+makhluk/ sedangkan kata
pinsil dan kursi tidak memiliki ciri itu, atau lazim disebut memiliki ciri
semantik /-makhluk/. Oleh karena itulah kita dapat menerima kalimat:
 Ayah suka makan durian
 Ibu suka makan durian

Tetapi tidak dapat menerima kalimat:

 *pinsil suka makan durian


 *kursi suka makan durian

Mengapa kalimat pinsil dan kursi tidak berterima, karena kata kerja makan
hanya bisa dilakukan oleh kata benda yang mempunyai ciri semantik /+makhluk/,
dan tidak dapat dilakukan oleh yang berciri semantik /-makhluk/.

Komponen fonologi memberikan interpretasi fonologi pada deretan unsur


yang dihasilkan oleh keidah transformasi. Dengan memakai kaidah fonologi
deretan unsur tadi dapat diucapkan.

Tidak sama dengan tata bahasa strukturalis yang berusaha mendeskripsikan


ciri-ciri bahasa tertentu, maka tata bahasa transformasi (dan sama dengan tata
bahasa tradisional), berusaha mendeskripsikan ciri-ciri kemestaan bahasa. Lalu
karena pada mulanya teori tata bahasa ini dipakai untuk mendeskripsikan kaidah-
kaidah bahasa inggris, maka kemudian ketika para pengikut teori ini mencoba
untuk menggunakannya terhadap bahasa-bahasa lain,timbullah berbagai masalah.
Oleh karena itu, usaha-usaha perbaikan telah dilakukan oleh para bekas murid
atau bekas para pengikut aliran ini. Umpamanya yang dilakukan oleh kaum
semantik generatif, aliran tata bahasa kasus, dan aliran tata bahasa relasional.

Anda mungkin juga menyukai