I. PENDAHULUAN
II. PEMBAHASAN
1. Pemilihan Kata
Melissa L
Politeknik Negeri Jakarta
2. Struktur Kalimat
Struktur kalimat pada gaya penulisan dapat memengaruhi kualitas suatu
terjemahan. Hal ini dikarenakan hasil terjemahan berkualitas adalah hasil
penerjemahan sesetia mungkin yang berarti struktur dalam teks sasaran sebisa
mungkin disamakan dengan struktur kalimat teks sumber. Contoh:
TSu: The article has errors and if left uncorrected the public will remain
misled.
TSa: Artikel ini salah dan jika dibiarkan tanpa diperbaiki, akan menyesatkan
banyak orang.
Meskipun pesan dalam kalimat TSu cukup tersampaikan ke dalam kalimat
TSa, tetapi struktur kalimat TSu berubah dalam TSa. Pada klausa ketiga, the
public diterjemahkan menjadi ‘banyak orang’ dan tingkatan gramatikalnya
pun berubah. The public pada TSu berfungsi sebagai subjek, sedangkan pada
TSa ‘banyak orang’ merupakan objek kalimat. Hal ini tentu diperbolehkan
Melissa L
Politeknik Negeri Jakarta
dalam penerjemahan, meskipun akan lebih baik jika struktur tata bahasa pada
TSu sama dengan tata bahasa pada TSa. Akan tetapi, makna yang terkandung
dalam bahasa sumber (BSu) tersampaikan ketika diterjemahkan ke dalam
bahasa sasaran (BSa). Selain itu, pemilihan kata yang digunakan pun sudah
tepat. Misalnya, kata misled yang diterjemahkan menjadi menyesatkan. Hal
serupa juga terjadi pada klausa the article has errors yang diterjemahkan
menjadi artikel ini salah.
3. Pelesapan Kata
Pada artikel opini tersebut terdapat sebuah frasa yang dilesapkan dan
digantikan dengan kata lain. Perhatikan contoh di bawah ini.
TSu: We as scholars must weigh into the discussion to provide a corrective
and promote Indonesian research excellence.
TSa: Kita sebagai cendekiawan harus mempertimbangkan hal ini untuk
mengoreksi dan meningkatkan keunggulan penelitian Indonesia.
Frasa “into the discussion” pada teks sumber hilang dan digantikan dengan
kata ‘hal ini’ pada teks sasaran. Kendala ini disebut juga dengan pelesapan,
yaitu dimana frasa tersebut melesap dengan frasa ‘mempertimbangkan hal
ini’. Pada kasus ini, penerjemah mengakalinya dengan melesapkan frasa
tersebut dan menggantinya dengan kata ‘hal ini’ pada teks sasaran dengan
tujuan agar makna pada TSu tetap utuh. Pelesapan terjadi dipengaruhi oleh
aspek keberterimaan dalam penerjemahan. Pelesapan berarti kata tersebut
lesap (hilang) tetapi pesan-pesan pada kalimat teks sumber tetap tersampaikan
dan tidak berubah.
dan struktur kalimat, sedangkan keakuratan berhubungan dengan pelesapan kata dan
serta kesepadanan dalam pemilihan kata. Kesetiaan artinya hasil terjemahan tersebut
mengikuti struktur maupun bentuk aslinya dalam teks sumber. Penerjemahan yang
setia berupaya mereproduksi makna kontekstual secara tepat atau persis seperti dalam
teks sumber (Newmark, 1988). Dalam kata lain, penerjemahan diusahakan betul-betul
setia pada bahasa sasaran dari segi gramatikal yaitu tata bahasa dalam bahasa sumber,
maupun dari segi leksikal yang mencakup pesan-pesan dan realisasi teks. Misalnya,
pada contoh kendala dalam menerjemahkan artikel opini di atas, ditemukannya
perubahan struktur kalimat dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Meskipun
penerjemah dibolehkan mengubah struktur, alangkah lebih baik jika struktur kalimat
TSu dan struktur kalimat TSa tetap sama. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar
penerjemah sesetia mungkin ketika menerjemahkan sebuah teks.
Pada artikel ini, selain kesetiaan gramatikal, ditemukan juga kendala dalam
keakuratan, salah satunya kesepadanan dalam pemilihan kata. Jika ditinjau dari 3
aspek kualitas penerjemahan, kesepadanan masuk ke dalam aspek keakuratan.
Menurut Naratama (2017), inti dari aspek keakuratan ialah kesepadanan antara teks
sumber dengan teks sasaran yang mengarah pada kesamaan atau kesesuaian pesan
antar teks. Contoh kasus pada penerjemahan artikel ini yaitu pemilihan kata
terjemahan yang tepat untuk kata scholars. Walaupun terjemahan literal kata scholars
adalah sarjana, penerjemah artikel ini menerjemahkan kata scholars menjadi
cendekiawan, karena kedua kata tersebut memiliki makna yang sama yaitu ‘kaum
terpelajar’.
untuk mengubah makna teks asli untuk memenuhi harapan pembaca, misalnya
penerjemahan teks cerita anak-anak, televisi, dan kampanye iklan (Robinson, 2003).
Sesuai dengan aturan nomor 7 dari 14 aturan proses kerja penerjemah, penerjemah
dituntut untuk tidak berkompromi dengan kualitas terjemahan yang berkaitan dengan
makna, keakuratan teknis atau keakuratan faktual. Penerjemah artikel berjudul
“Opinions Should Never Be Dressed Up as Scientific Fact: Indonesian Media and
Disinformation” ini sudah mengikuti aturan nomor 7 tersebut dengan mendahulukan
kesepadanan makna dari pada kesetiaan gramatikal. Hal ini terbukti dari contoh-
contoh kendala yang dipaparkan sebelumnya. Selain itu, penerjemah juga sudah
mengikuti aturan proses kerja penerjemah nomor 3, yang berbunyi “Jangan pernah
menginterpretasi konten teks sumber, atau mengubah konten atau struktur teks
sumber tanpa berunding dengan pemberi kerja”. Secara konten atau makna pada teks
sasaran tidak ada yang berubah. Namun, masih ada beberapa kalimat yang memang
secara struktur gramatikalnya berubah dengan tetap mempertahankan makna kalimat
tersebut tersampaikan pada teks sasaran.
III. PENUTUP
Berdasarkan hasil paparan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa kendala yang
sering ditemukan dalam menerjemahkan teks artikel yaitu konsistensi dan
kesepadanan dalam pemilihan kata, perubahan struktur kalimat pada teks sumber dan
teks sasaran, dan pelesapan kata pada teks sasaran. Hasil terjemahan artikel tersebut
sudah mengikuti aturan profesi penerjemah dimana penerjemah lebih mengutamakan
keakuratan makna agar setiap makna yang terkandung dalam kalimat TSu tidak
terdistorsi. Jika ditinjau dari segi pesan, hasil terjemahan artikel tersebut secara
keseluruhan sudah akurat meskipun hasil terjemahannya belum konsisten terutama
dalam pemilihan kata dan struktur tata bahasa. Meskipun demikian, alangkah baiknya
jika penerjemah juga memperhatikan konsistensi dalam menerjemahkan suatu artikel.
Hal ini dikarenakan konsistensi dan keakuratan sama-sama penting untuk mencapai
hasil terjemahan berkualitas. Dengan demikian, kesetiaan dan kesepadanan harus
Melissa L
Politeknik Negeri Jakarta
seimbang dalam penerjemahan, meskipun dalam praktiknya, kedua hal ini jarang
diperhatikan dalam penerjemahan bidang jurnalistik.
Melissa L
Politeknik Negeri Jakarta
References
Catford, J. C. (1965). A Linguistic Theory of Translation. Oxford: Oxford University.
The media has an important role in promoting the scientific work of Indonesian
researchers, ensuring this research becomes well-known in academic circles and,
importantly, in the wider community. Indonesian media should promote articles that
are supported by empirical data and valid evidence. The Indonesian government,
through the Education and Culture Ministry, is encouraging research, and
collaboration with foreign researchers, to create quality research. But when the media
publishes articles, including opinion pieces, that contain logical fallacies (such as
erroneous generalizations, claims without evidence, misinterpretation), we as scholars
must weigh into the discussion to provide a corrective and promote Indonesian
research excellence.
contains the writer's personal opinion presented as a scientific fact. The article has
errors and if left uncorrected the public will remain misled.
The university also noted that writers are committing academic fraud if their opinions
are unfounded or not accompanied by reason or evidence, and if they are speaking
outside their field of expertise.
The university has stressed that staff and students must respect UN policies relating to
human rights. At a time when Indonesia is growing its academic reputation, the
publication of articles such as Ihshan's is damaging.
For instance, Ihshan cites an article by Sylva and colleagues published in 2013 to
support his claim that increasing numbers of crimes are committed by gay men. But
after a careful reading of the Sylva article, we could find no mention of such a fact.
Instead of being presented with evidence and a robust argument, readers are assumed
gullible enough to take Ihshan's opinions as fact. A very similar case also occurred a
while ago.
To be seen and treated as a country with intellectual power, Indonesia's media has a
responsibility to publish robust research so that people can have access to the
development of science.
Melissa L
Politeknik Negeri Jakarta
UNOFFICIAL TRANSLATION
Media dan Hoaks di Indonesia : Jangan jadikan Opini sebagai Fakta Ilmiah
25 FEBRUARI 2020
Media memiliki peran penting dalam mengangkat penelitian ilmiah oleh para peneliti
Indonesia dengan memastikan penelitian ini dikenal di kalangan akedemisi dan yang
terpenting, di kalangan masyarakat luas. Media di Indonesia seharusnya mengangkat
artikel yang didukung oleh data empiris serta bukti yang valid.
Kami ingin memberikan koreksi terhadap artikel yang diterbitkan Republika pada 10
Januari 2020 berjudul “Reynhard: Repeated Patterns” oleh Ihshan Gumilar. Artikel
ini mengandung opini pribadi si penulis yang dijadikan sebagai fakta ilmiah. Artikel
ini salah dan jika dibiarkan tanpa diperbaiki, akan menyesatkan banyak orang.
Ihshan menyampaikan sejumlah pendapat yang tidak berdasar dan ada dua hal yang
kami sorot. Pertama, tanpa memberikan alasan yang masuk akal, Ihshan mengaitkan
kejahatan seksual yang dilakukan oleh terpidana Reynhard Sinaga dengan orientasi
seksualnya. Hal ini jelas salah dan tidak berdasar. Ihshan juga tidak menyertakan
bukti sebagai pendukung opininya tersebut. Kedua, Ihshan salah menafsirkan
penelitian ilmiah untuk mendukung pendapatnya.
Contohnya, Ihshan mengutip sebuah artikel oleh Sylva dan rekan yang diterbitkan
pada tahun 2013 untuk mendukung klaimnya bahwa semakin banyak kejahatan yang
dilakukan oleh pria gay. Tetapi setelah membaca artikel Sylva dengan cermat, kami
tidak dapat menemukan fakta tersebut.
Ihshan salah menafsirkan artikel ini secara sengaja ataupun tidak sengaja. Tidak ada
bukti dalam artikel Ihshan yang mendukung pernyataannya bahwa pria homoseksual
Melissa L
Politeknik Negeri Jakarta
menjadi pemerkosa, atau bahwa kejahatan keji yang dilakukan oleh Reynhard
disebabkan oleh orientasi seksualnya. Pernyataan Ihshan bahwa neuropsikologi telah
menemukan hubungan kedua hal tersebut dianggap tidak masuk akal dan berbahaya.
Ihsan menganggap mudah untuk menipu pembaca karena mereka memandang opini
Ihsan sebagai fakta walau tidak ada bukti dan argumen yang kuat. Kasus serupa juga
terjadi beberapa waktu yang lalu
Agar dipandang dan diperlakukan sebagai negara yang memiliki kekuatan intelektual,
media di Indonesia memiliki tanggung jawab untuk mempublikasikan penelitian yang
berkualitas sehingga masyarakat dapat mengakses perkembangan di bidang ilmu
pengetahuan.