Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

EJAAN BAHASA INDONESIA 1


Disusun Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah : BAHASA INDONESIA
Dosen Pengampu : Nurul Dwi Lestari, M.pd.

Anggota Kelompok :

1. Amanda Alfina (22104103)


2. Nikhlah Nadhifah Itsna putri (22104086)
3. Prissilia Melda Ayu Ananda (22104090)
4. Rifki Giant Saputra (22104088)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN
DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN ) KEDIRI
2022 / 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Berkat rahmat, taufik dan
hidayahnya-Nya sehingga kelompok kami bisa menyelesaikan makalah dengan Judul EJAAN
BAHASA INDONESIA 1 Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas kelompok dari
Nurul Dwi Lestari, M.pd.

Dengan ini penulis ucapkan terima kasih kepada dosen yang telah memberikan tugas
makalah ini sebagaimana mestinya. Berkat tugas ini, penulis dapat menambah wawasanyang
berkaitan dengan topik yang diberikan ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepadasemua pihak yang membantu dalam proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik serta
saran yang bersifat membangun guna perbaikan dan peningkatan kualitas makalah. Demikian
makalah ini penulis susun, semoga bisa bermanfaat bagi kita semua serta menjadi tambahan
referensi bagi penyusunan makalah.

Kediri, 26 oktober 2022

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI......................................................................................................................................... 3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
A. Latar Belakang........................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................... 4
C. Tujuan........................................................................................................................................ 4
BAB II...................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN....................................................................................................................................5
A. Jenis Huruf dan Aturan pemenggalan........................................................................................ 5
B. Pemakaian Huruf Kapital...........................................................................................................7
C. Pemakaian Huruf Miring......................................................................................................... 10
D. Partikel (-pun, -lah, -per)......................................................................................................... 11
BAB III................................................................................................................................................15
PENUTUP...........................................................................................................................................15
Kesimpulan................................................................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................ 0

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
banyak diantara kita yg masih banyak memakai kata serta susunan kalimat yg masih
salah pada beberapa forum. ada saatnya kitamenggunakan kalimat-kalimat baku, dan ada
saatnya jua kita menggunakankalimat nonbaku.
hal ini perlu buat diperhatikan. saat penggunaan kalimat sudah sesuainamun
penggunaan ejaannya masih belum benar, ini dapat mengakibatkankesalahpahaman, atau
bahkan berita yg hendak disampaikan tidak dapatditerima dengan baik sang pendengar. ejaan
sangat diperlukan, baik buat komunikasi secara ekspresi atau bahkan tulisan.
sehingga apa yg sudah terdapat pada masyarakat umumnya, perlahan pemahaman
ejaan yang digunakan diperhatikan serta diperbaiki dari keadaansemula yang mungkin terjadi
kesalahan dalam pemakaiannya
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud jenis huruf dan aturan pemenggalan?
2. Bagaimana cara pemakaian huruf kapital dan pemakaian huruf miring?
3. Apa yang dimaksud dengan penulisan partikel (-pun, -lah, -per)?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui jenis huruf dan aturan pemenggalan.


2. Untuk mengetahui cara pemakaian hururf capital dan pemakaian huruf miring.
3. Untuk mengetahui penulisan partikel (-pun, -lah, -per)

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian jenis huruf dan aturan pemenggalan

Menurut Abdul Kadir (2014:61) bahwa “Sistem adalah sekumpulan elemen yang saling terkait atau
terpadu yang dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan”.

Menurut Sutabri (2012:3) bahwa “Sistem adalah suatu kumpulan atau himpunan dari suatu unsur,
komponen, atau variabel yang terorganisasi, saling berinteraksi, saling tergantung satu sama lain dan
terpadu”.

Menurut Sutarman (2012:13) bahwa “Sistem adalah kumpulan elemen yang saling berhubungan dan
berinteraksi dalam satu kesatuan untuk menjalankan suatu proses pencapaian suatu tujuan utama”.

Menurut Fatansyah (2015:11) bahwa “Sistem adalah sebuah tatanan (keterpaduan) yang terdiri atas
sejumlah komponen fungsional (dengan satuan fungsi dan tugas khusus) yang saling berhubungan
dan secara bersama-sama bertujuan untuk memenuhi suatu proses tertentu”.

Dari beberapa pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa sistem merupakan sekumpulan
elemen, himpunan dari suatu unsur, komponen fungsional yang saling berhubungan dan berinteraksi
satu sama lain untuk mencapai tujuan yang diharapkan.1

Sistem, berasal dari bahasa Latin (systēma) dan Yunani (sustēma), adalah suatu entitas yang terdiri
dari komponen-komponen atau elemen-elemen yang dihubungkan bersama untuk memfasilitasi
aliran informasi, materi, atau energi untuk mencapai suatu tujuan. Istilah ini sering digunakan untuk
menggambarkan satu set entitas yang berinteraksi dari mana model matematika dapat dibangun.

Sistem juga merupakan kesatuan dari bagian-bagian yang saling berhubungan yang terletak di suatu
wilayah dan, dalam contoh umum suatu negara misalnya, memiliki elemen penggerak. Negara
adalah kumpulan dari beberapa elemen tunggal lainnya seperti negara yang dihubungkan bersama
untuk membentuk negara di mana orang-orang dari negara tersebut bertindak sebagai kekuatan
pendorong.

Kata "sistem" sering digunakan dalam percakapan sehari-hari, forum diskusi, dan tulisan ilmiah.
Kata tersebut digunakan untuk banyak hal dan dalam banyak bidang, sehingga artinya bervariasi.
Dalam pengertian yang paling umum, sistem adalah kumpulan objek dengan hubungan di antara
mereka.2

1
BPAKHM,Konsep Dasar dan Pengertian Sistem, Konsep Dasar dan Pengertian Sistem (unp.ac.id), akses 24 oktober
2022
2
Manetsch dan Park(1979) dikutip dalam Eriyatno. 1999. “Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektivitas
Manajemen”. Jilid Satu. IPB Press, Bogor.
m=1
B. Pengertian Pancasila sebagai system filsafat

Pengertian Pancasila menjadi Sistem Filsafat


Pancasila menjadi Filsafat ialah suatu kesatuan yang saling bekerjasama dengansatu tujuan eksklusif,
serta saling berkualifikasi yg terpisahkan satu dengan yang lainnya.Jadi, pada hakikatnya
Pancasilamerupakan satu bagian yg saling bekerjasama satu denganyang lainnya, serta fungsi serta
tugas masing-masing.Filsafat ialah upaya manusia buat mencari kebijaksanaan hidup yg berguna
bagi peradaban insan. Secara etimologis istilah filsafat atau dalam bahasa Inggris disebutdengan
philosophi sedangkan dalam bahasa Yunani adalah philosophia yg diterjemahkansebagai cinta
kearifan sebab arti kata philos ialah pilia cinta, dan sophia
merupakan kearifan.3

sebagai akibatnya pengertian filsafat secara bahasa merupakan cinta kearifan atau cinta
kebijaksanaankarena kearifan juga berarti wisdom. seseorang ahli pikir diklaim dengan filosof, yang
pertamakali dipergunakan oleh Herakleitos. poly asal tokoh filosof yang menemukan
danmerumuskan sistem filsafat menjadi ajaran terbaik dari aliran filsafat mirip:
materialisme,idealisme, spritualisme, realisme, dan banyak sekali peredaran terbaru: rasionalisme,
humanisme,individualisme, liberalisme-kapitalisme; marxisme-komunisme;sosialisme.dll.Pancasila

merupakan 5 sila dengan satu kesatuan yg berasal berasal nilai-nilai luhur dan bersumber asal
nilai-nilai budaya masyarakat Indonesia yang majemuk serta majemuk dalamartian Bhinneka
Tunggal Ika. Objek materi filsafat artinya mengkaji segala hakikat sesuatu baik material konkrit
(insan, hewan, alam, dll). dan tak berbentuk (nilai, ilham, moral serta etos). seperti dibagian awal
paragraf, bahwa pengertian pancasila menjadi sistemfilsafat artinya dasar mutlak dalam berpikir
serta berkarya sesuai menggunakan panduan diatas,tentunya menggunakan saling mengaitkan antara
sila yang satu menggunakan lainnya.

misalnya: waktu kita menyelidiki sila kelima yang pada dasarnya perihal keadilan, maka
harusdikaitkan dengan sila-sila yg lain yaitu

 Keadilan yang ber keTuhanan (sila 1)


 Keadilan yg berPerikemanusiaan (Sila ke 2)
 Keadilan yang berKesatuan/Nasionalisme,
 Keadilan yg demokratis

3
Azizah syarifah, “Pancasila sebagai system filsafat” https://id.scribd.com/document/445387697/PANCASILA-
SEBAGAI-SISTEM-FILSAFAT-docx, akses 24 oktober 2022.
6
C. PENGERTIAN FILSAFAT

a.arti filsafat secara etimologi


kata filsafat dalam bahasa Arab (falsafah) yang dalam bahasa Inggris (philosophy) yang
berasal dari bahasa Yunani (philosophia). kata philoSophia terdiri atas kata philein artinya cinta
( love ) dan shophia artinya kebijaksanaan
(Wisdom) ,
sehingga secara etimologi filsafat Berarti cinta kebijaksanaan (love of Wisdom)
atau bisa juga diterjemahkan sebagai cinta kearifan dalam arti yang sedalam-dalamnya.
jadi seorang filsuf adalah pecinta atau pencari kebijaksanaan.
b. arti filsafat secara terminologi
arti filsafat secara terminologi secara terminologi pengertian filsafat yang dirangkum dari
pendapat beberapa ahli filsafat yaitu filsafat adalah ilmu-ilmu pengetahuan yang menyelidiki
segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan mempergunakan akal sampai pada hakikatnya
nya.fisafat tidak mempersoalkan tentang gejala-gejala atau fenomena, tetapi mencari hakikat dari
suatu gejala atau fenomena.4
Filsafat (dari kata Yunani φιλοσοφία, filosofia, arti harfiahnya "cinta akan hikmat" 5 ) adalah
ilmu yang mengkaji pertanyaan-pertanyaan umum dan asasi, misalnya pertanyaan-pertanyaan
tentang eksistensi, penalaran, nilai-nilai luhur, akal budi, dan bahasa. 6Istilah ini kemungkinan
pertama kali diungkapkan oleh Pythagoras (c. 570–495 SM). Metode yang digunakan dalam
filsafat antara lain mengajukan pertanyaan, diskusi kritikal, dialektik, dan presentasi sistematik.
Adler, Mortimer J. (28 March 2000). How to Think About the Great Ideas: From the Great Books
of Western Civilization. Chicago, Ill.: Open Court. ISBN 978-0-8126-9412-3.Pertanyaan filosofis
klasik antara lain: Apakah memungkinkan untuk mengetahui segala sesuatu dan
membuktikannya? Apa yang paling nyata? Para filsuf juga mengajukan pertanyaan yang lebih
praktis dan konkret seperti: Apakah ada cara terbaik untuk hidup? Apakah lebih baik menjadi adil
atau tidak adil (jika seseorang bisa lolos begitu saja)? Apakah manusia memiliki kehendak bebas?
Secara historis, filsafat mencakup inti dari segala pengetahuan. 7Dari zaman filsuf Yunani
Kuno seperti Aristoteles hingga abad ke-19, filsafat alam melingkupi astronomi, kedokteran, dan
fisika. Sebagai contoh, Prinsip Matematika Filosofi Alam karya Newton pada tahun 1687 di
kemudian hari diklasifikasikan sebagai buku fisika. Pada abad ke-19, perkembangan riset
universitas modern mengantarkan filsafat akademik dan disiplin lain terprofesionalisasi dan
terspesialisasi. 8Pada era modern, beberapa investigasi yang secara tradisional merupakan bagian
dari filsafat telah menjadi disiplin akademik yang terpisah, beberapa diantaranya psikologi,
sosiologi, linguistik, dan ekonomi.

Sejak abad ke-20, filsuf profesional berkontribusi pada masyarakat terutama sebagai profesor,
peneliti, dan penulis. Namun, banyak dari mereka yang mempelajari filsafat dalam program
sarjana atau pascasarjana berkontribusi dalam bidang hukum, jurnalisme, politik, agama, sains9
4
Muliadi, M.Hum,Filsafat Umum, Fakultas Ushuddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung,Laboratorium Fak. Ushuluddin
lantai 4 gedung fakultas ushuluddin UIN sunan gunung djati Bandung Jl. AH.Nasution No. 105 cibiru Bandung, cetakan
pertama, juli 2020 Hak Cipta dilindung Undang-Undang, hal 5.
5
"Strong's Greek: 5385. φιλοσοφία (filosofia) -- cinta atau gemar akan hikmat". biblehub.com.
6
Adler, Mortimer J. (28 March 2000). How to Think About the Great Ideas: From the Great Books of Western
Civilization. Chicago, Ill.: Open Court. ISBN 978-0-8126-9412-
7

8
Briggle, Robert Frodeman and Adam. "When Philosophy Lost Its Way". Opinionator. Diakses tanggal 24 -10-2022.
9
"Why Study Philosophy? An Unofficial "Daily Nous" Affiliate". www.whystudyphilosophy.com. Diakses 2022-10-24.
7
"Why Study Philosophy? An Unofficial "Daily Nous" Affiliate". www.whystudyphilosophy.com. Diakses
tanggal 2016-05-02.

8
yang telah ditentukan oleh nash atau ijma’).5
a.A sh
ashl atau Al-Ashl meupakan sumber hukum yang berupa nash-nash yang
menjelaskan tentang hukum, atau layah tempat sumber hukum. Al Ashl juga dapat dimaknai
sebagai sumber yang menjelaskan hukum yang dipergunakan sebagai qiyas dari Far’u (cabang)
atau yang mempunyai sasaran hukum. Al-Ashl atau sumber hukum yang digunakan dalam Qiyas
adalah nash (Al-Qur’an dan Hadits) atau Ijma,. Hal ini juga mengandung pengertian bahwa tidak
diperbolehkannya meng-qiyaskan sesuatu dengan hukum yang ditetapkan melalui qiyas.6 Contoh
Ashl: diharamkannya wisky atau minuman keras lainnya dengan meng-qiyaskannya kepada
khamar; maka Al-Ashl itu adalah khamar yang telah ditetapkan hukumnya yaitu haram melalui
nash QS. Al-Maidah (3) ayat 90-91.
Pembatasan sumber hukum dalam qiyas berdasarkan:
1) Nash hukum merupakan sumber dan dasar dari segala hukum. Sedangkan sumber hukum
yang lain, apapun bentuknya bergantung pada nash tersebut. Dengan demikian, nash
hukum harus dijadikan sebagai dasar bagi bangunan qiyas.
2) Nash hukum dengan berbagai bentuk dan kemungkinan kandungannya mengandung
isyarat adanya ‘Illat. Dengan menggunakan pemahaman isyarat kita dapat menemukan
‘illat. Contoh ‘illat dalam khamar QS. Al-Maidah (3) ayat 90-91 dalam adalah:
memabukkan sehingga dapat menqiyaskan suatu hal yang bersifat memabukkan dengan
hukum khamar yaitu haram.
3) Sesungguhnya qiyas sendiri berpegang dengan nash Al-Qur’an, dan Al-Hadits..

b.Far’u
Far’u (cabang) adalah objek yang akan ditetapkan hukumnya, yang tidak ada
secara tegas hukumnya di nash (Al Qur,an dan Hadits) maupun Ijma’. Al Far’u
adalah kasus yang akan diketahui hukumnya melalui qiyas.
Untuk menentukan qiyas yang benar, far’u memiliki beberapa persyaratan, diantaranya:7
` 1) Terwujudnya ‘Illat ashl secara sempurna dalam far’u baik sama persis atau disertai
tambahan.
Contoh Illat ashl yang sama persis berupa memabukkan dalam qiyas minuman keras dari
perasan selain anggur (nabidz) pada perasan anggur (khamar).
Contoh Illat ashl yang disertai tambahan adalah berupa menyakiti dalam qiyas memukul
orang tua dan berkata kasar.
2) Disyaratkan dalam far’u, tidak adanya dalil qath’i yang bertentangan dengan far’u.
Maksud persyaratan ini adalah hukum dalam far’u tidak boleh bertentangan dengan dalil
qath’iy. Karenanya, qiyas tidak sah dilakukan manakala ditemukan dalil qath’iy yang
bertentangan.
3) Tidak hanya hadits ahad yang bertentangan. Menurut mayoritas ulama, hukum dalam
far’u tidak boleh bertentangan dengan Khabar Ahad. Jika hal ini terjadi, maka Khabar
Ahad didahulukan daripada qiyas.
4) Far’u menyamai Ashl dan hukum Far’u menyamai hukum Ashl
Maksud persyaratan ini adalah far’u harus menyamai Ashl dalam ‘ain (bentuk) atau jenis
‘illat. Dan apabila berbeda, maka qiyas menjadi rusak, karena ‘illat menjadi tidak ada
pada far’u.
Contoh menyamai dalam ‘ain (bentuk) ‘illat
Mengqiyaskan nabidz pada khamar, dalam hal keharamannya, dengan titik temu berupa sifat keras
dan membuat mabuk. Sifat ini bentuknya terwujud pada nabidz secara nau’ (macam), bukan

5
DR. Nasrun Haroen, MA. Ushul Fiqh. Pamulang: PT. Logos Wacana Ilmu. 1997. Cet. Kedua. h.65
6
Muhammad Abu Zahrah. Ushul Fiqh. Jakarta: Pustaka Firdaus. 2008. Cet. Kedua. h.352
7
Darul Azka, Kholid Affandi, Nailul Huda. Jam’u Al-Jawami’ (Kajian dan Penjelasan Ushul Fiqh dan Ushuluddin).
Lirboyo Kediri: Santri Salaff Press. 2014. h.204
9
syakhs (penampakan).
Contoh menyamai dalam jenis ‘illat
Mengqiyaskan anggota badan pada nyawa, dalam hal tetapnya hukum qishash, dengan titik
temu berupa penganiayaan yang merupakan jenis dari perusakan keduanya (anggota badan dan
nyawa).
5) Hukum Far’u tidak manshush (dijelaskan berdasarkan nash) dengan hukum yang sesuai
atau berbeda dengan qiyas
6) Hukum Far’u tidak boleh men dahului hukum Ashl

c.‘Illat
Secara etimologi ‘illat berarti nama bagi sesuatu yang menyebabkan
berubahnya keadaan sesuatu yang lain dengan keberadaannya. Misalnya penyakit itu dikataka
‘illat karena dengan adanya penyakit tersebut tubuh manusia berubah dari sehat menjadi sakit.
Secara terminologi, ada beberapa definisi ‘Illat yang dikemukakan oleh para ulama ushul fiqh.
Mayoritas ulama Hanafiyyah, sebagian ulama Hambaliah dan Imam Baidhawi (tokoh ushul fiqh
Syafiiyah) merumuskan definisi “illat dengan suatu sifat (yang berfungsi) sebagai pengenal bagi
suatu hukum.
Sebagai pengenal bagi suatu hukum, apabila terdapat suatu ‘illat pada sesuatu, maka
hukumpun ada, karena dari keberadaan ‘Illat itulah hukum itu dikenal. Kalimat “sifat pengenal”
dalam rumusan definisi tersebut menurut mereka sebagai tanda atau indikasi keberadaan suatu
hukum. Misalnya, Khamar itu diharamkan karena ada sifat memabukkan yang terdapat dalam
khamar.
Imam Ghazali mendefinisikan khamar sebagai “sifat yang berpengaruh terhadap hukum,
bukan karena zatnya melainkan atas perbuatan Syar’i”. Maksudnya ialah bahwa ‘Illat bukanlah
hukum tetapi merupakan penyebab adanya hukum. Pada prinsipnya pendapat tentang definisi ‘Illat
hampir sama, akan tetapi Imam Al Ghazali berpendapat bahwa pengaruh “Illat terhadap hukum
bukan dengan sendirinya melainkan karena adanya izin Allah SWT. Allah-lah yang menjadikan
“Illat itu berpengaruh terhadap hukum. Contohnya, wajibnya hukuman potong tangan bagi
pencuri, disebabkan perbuatan mencuri yang dilakukan. Akan tetapi, hukuman potong tangan itu
sendiri pada hakikatnya merupakan kehendak Allah SWT bukan semata-mata karena perbuatan
mencuri itu sendiri.
Saifuddin Al-Amidi mengatakan “Illat itu adalah motif terhadap hukum. Maksudnya, “Illa
mengandung hikmah yang layak menjadi tujuan Syari’ dalam menetapkan suatu hukum.
Jumhur ulama ushul menetapkan 5 (lima) syarat yang mengesahkan ‘illat menjadi dasar qiyas
yaitu:
1) ‘Illat harus berupa sifat yang jelas tampak, sehingga ia menjadi sesuatu yang menentukan.
Contoh: adanya status keturunan (nasab) karena adanya ‘illat hubungan suami istri yang
melakukan hubungan seksual atau adanya pengakuan. Kedua illat tersebut adalah jelas
dan tegas.
2) ‘Illat harus kuat, tidak terpengaruh oleh perubahan individu, situasi maupun keadaan
lingkungan, dengan satu pengertian yang dapat mengakomodasi seluruh perubahan yang
terjadi secara definitif. Contoh: “memabukkan” adalah ‘Illat diharamkannya khamar,
dengan suatu anggapan bahwa khamar sendiri biasanya memang memabukkan.

d. Hukum Al Ashl
Hukm Al Ashl adalah hukum syara’ yang ada nashnya pada al-ashl (pokok) nya dan ia
dimaksudkan untuk menjadi hukun pada Far’u (cabang) nya.8 Menurut para ulama ushul fiqh,
mengatakan bahwa syarat-syarat hukum al-ashl adalah: 1) hukm al-ashl tidak bersifat khusus
dalam artian tidak bisa dikembangkan kepada far’u.9 Misalnya pada hadits nabi yang menyatakan

8
Prof. Abdul Wahhab Khallaf. Ilmu Ushul Fiqih. Semarang: Dina utama (Toha Putra Group). 2014. cet.2. h.94
9
DR. Nasrun Haroen, MA. Ushul Fiqh. Pamulang: PT. Logos Wacana Ilmu. 1997. Cet. Kedua. h.74
10
“Kesaksian Khuzaimah sendirian sudahlah cukup” (HR Abu Daud, Ahmad ibn Hambal, al-
Hakim, al-Tirmidzi dan al-Nasa’i). Firman Allah SWT Q.S. A- Baqarah (2) ayat 282 menentukan
bahwa sekurang-kurangnya saksi itu dua orang laki-laki atau satu orang laki-laki dan dua orang
perempuan. Tetapi, Rasulullah saw menyatakan bahwa apabila Khuzaimah (sahabat) yang
menjadi saksi cukup sendirian. Hukum kesaksian secara khusus ini tidak bisa dikembangkan dan
diterapkan kepada far’u, karena hukum itu hanya berlaku hanya kepada pribadi Khuzaimah.
2) hukm al-ashl tidak keluar dari ketentuan-ketentuan qiyas. Maksudnya, suatu hukum yang
ditetapkan berbeda dengan kaidah qiyas, maka hukum lain tidak boleh di qiyas–kan
hukum itu.
3) tidak ada nash yang menjelaskan hukum far’u yang akan ditentukan hukumnya sehingga
tidak perlu qiyas.
4) hukm al-ashl lebih dahulu disyari’atkan dari far’u. Contoh, tidak boleh mengqiyaskan
wudhu dengan tayamum walaupun ‘illat-nya sama, karena syariat wudhu lebih dahulu
turun dari syariat tayamum

E.MACAM MACAM QIYAS

Ditilik dari segi kekuatan illat yang terdapat pada furu’ dibanding dengan yang terdapat pada ashl,
qiyas dibagi menjadi 3 macam yaitu:
1. Qiyas al-Aulawi : yaitu suatu illat hukum yang diberikan pada ashl lebih kuat diberikan pada
furu' seperti yang terdapat pada QS.S.Al isro’ ayat 23: yaitu: memukul orang tua diqiyaskan
dengan menyakiti hati orang tua.
2. Qiyas al-Musawi : Suatu qiyas yang illatnya yang mewajibkan hukum, atau
mengqiyaskan sesuatu pada sesuatu yang keduanya bersamaan dalam keputusan menerima
hukum tersebut. Contoh: menjual harta anak yatim diqiyaskan dengan memakan harta anak
yatim.
3. Qiyas al-Adna : Mengqiyaskan sesuatu yang kurang kuat menerima hukum yang diberikan
pada sesuatu yang memang patut menerima hukum itu. Contoh: mengqiyaskan jual beli apel pada
gandum merupakan riba fadhl.
· Dilihat dari segi kejelasan illat yang terdapat pada hukum dibagi menjadi 2 macam yaitu:
1. Qiyas al-Jaly : Qiyas yang illatnya ditetapkan oleh nash bersamaan dengan hukum ashl
atau nash tidak menetapkan illatnya tetapi dipastikan bahwa tidak ada pengaruh terhadap
perbedaan antara nash dengan furu'”. Contoh: mengqiyaskan budak perempuan dengan budak
laki-laki. Qiyas jaly dibagi lagi menjadi 3 macam: Qiyas yang illatnya ditunjuk dengan kata-
kata, seperti memabukkan adalah illat larangan meminum khamar yang sudah ada nashnya. Qiyas
aulawi dan qiyas musawi.
2. Qiyas al-Khafy : Qiyas yang illatnya tidak terdapat dalam nash. Contoh: mengqiyaskan
pembunuhan menggunakan bahan berat dengan pembunuhan menggunakan benda tajam.
· Di lihat dari segi persamaan cabang kepada pokok dibagi menjadi 2 macam yaitu:
1. Qiyas Ma’na : ialah qiyas yang cabangnya hanya disandarkan kepada pokok yang satu. Hal
ini di karenakan makna dan tujuan hukum cabang sudah cukup dalam kandungan hukum
pokoknya, oleh karena itu korelasi antara keduanya sangat jelas dan tegas. Misalnya
mengqiyaskan memukul orang tua kepada perkataan ah seperti yang telah dijelasnkan
sebelumnya.
2. Qiyas Sibhi : ialah qiyas yang fara’ dapat diqiyaskan kepada dua ashal atau lebih, tetapi
diambil ashal yang lebih banyak persamaannya dengan fara’. Seperti hukum merusak budak dapat
diqiyaskan kepada hukum merusak orang merdeka, karena kedua-duanya adalah manusia. Tetapi
dapat pula diqiyaskan kepada harta benda, karena sama-sama merupakan hak milik. Dalam hal ini
budak diqiyaskan kepada harta benda karena lebih banyak persamaannya dibanding dengan
diqiyaskan kepada orang merdeka. Sebagaimana harta budak dapat diperjualbelikan, diberikan
kepada orang lain, diwariskan, diwakafkan dan sebagainya.

11
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Menurut bahasa, qiyas berarti mengukur, atau menyamakan sesuatu dengan yang lain.
Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima akibat-
akibat seperti itu. Misalnya, jika sesuatu dihapuskan sebagai kewajiban oleh shala, itu berarti
bahwa hukum telah mewajibkan apa yang diizinkan atau diizinkan. Sebagian besar para ulama
fiqh dan para pengikut madzhab yang empat sependapat bahwa qiyas dapat dijadikan salah satu
dalil atau dasar hujjah dalam menetapkan hukum dalam ajaran Islam.

Mereka itu barulah melakukan qiyas apabila ada kejadian atau peristiwa tetapi tidak diper
oleh satu nashpun yang dapat dijadikan dasar. Hanya sebagian kecil para ulama yang tidak
membolehkan pemakaian qiyas sebagai dasar hujjah, diantaranya ialah salah satu cabang Madzhab
Dzahiri dan Madzhab Syi`ah. Ulama Zahiriyah berpendapat bahwa secara logika qiyas memang
boleh tetapi tidak ada satu nash pun dalam ayat al-Qur`an yang menyatakan wajib memakai qiyas.
Maksud persyaratan ini adalah far`u harus menyamai Ashl dalam `ain atau jenis `illat Secara
terminologi, ada beberapa definisi `Illat yang dikemukakan oleh para ulama ushul fiqh.

« Misalnya, Khamar itu diharamkan karena ada sifat memabukkan yang terdapat dalam
khamar. Imam Ghazali mendefinisikan khamar sebagai »sifat yang berpengaruh terhadap hukum,
bukan karena zatnya melainkan atas perbuatan Syar`i«. Allah-lah yang menjadikan «Illat itu
berpengaruh terhadap hukum. Hukm Al Ashl adalah hukum syara` yang ada nashnya pada al-ashl
nya dan ia dimaksudkan untuk menjadi hukun pada Far`u hukm al-ashl tidak bersifat khusus
dalam artian tidak bisa dikembangkan kepada far`u.

Seperti hukum merusak budak dapat diqiyaskan kepada hukum merusak orang merdeka, karena
kedua-duanya adalah manusia.
.

12
DAFTAR PUSTAKA
Abu Zahrah, Muhammad, Al-Syafi’I: Hayatuhu wa Asyaruhu wa Fiqhuhu. Mesir: Dar al-Fikr al-
‘Arabi.
Abu Zahrah, Muhammad. Ushul Fiqh. Jakarta: Pustaka Firdaus. 2008. cet.2.
al-Zarqa, Ahmad Ibn Syaikh Muhammad. Syarh al-Qawa’id al-Fiqhiyyah. Damaskus Daar al-
Qalam. 1989
Darul Azka, Kholid Affandi, Nailul Huda. Jam’u Al-Jawami’ (Kajian dan Penjelasan Ushul Fiqh
dan Ushuluddin). Lirboyo Kediri: Santri Salaff Press. 2014.
Djalil, Basiq. Ilmu Ushul Fiqh.Jakarta: Kencana. 2010.
Hallaq, Wael B. A History of Islamic Legal Theory, terj. E. KusnadiNingrat dan Abdul Harist bin
Wahid, Sejarah Teori Hukum Islam, Jakarta: Rajawali Grafindo Persada, 2000.
Haroen, Nasrun, MA. Ushul Fiqh. Pamulang: PT. Logos Wacana Ilmu. 1997. cet.2 Hasan, M.
Ali, Pedoman Hidup Beru smah Tangga dalam Islam, Jakarta:
Grafindo,2002), cet. 3
http://imamsafrudin7.blogspot.com/2016/07/makalah-ushul-fiqh-qiyas.html?m=1
http://langitjinggadipelupukmatarumahmakalah.blogspot.com/2014/10/makalah-pengertian-
qiyas.html?m=1

13

Anda mungkin juga menyukai