Anda di halaman 1dari 3

•Definisi Ijarah

"Transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan atau upah mengupah atas suatu jasa dalam waktu
tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa."
Otoritas Jasa Keuangan

"n (Ar): perjanjian (kontrak) dalam hal upah-mengupah dan sewa-menyewa."


Kamus Besar Bahasa Indonesia

•Apa Itu Ijarah?

Ijarah berasal dari bahasa Arab yang memiliki makna imbalan, atau upah sewa/jasa. Istilah “Ijarah”
pada umumnya digunakan dalam perbankan syariah. Secara makna dan konteksnya dalam
perbankan, Ijarah adalah pemindahan hak guna suatu barang dengan pembayaran biaya sewa
tanpa diikuti pemindahan kepemilikan atas barang tersebut. Singkat kata Ijarah berarti menyewa
suatu tanpa maksud memilikinya.

Lebih lanjut, yang berperan sebagai penyewa adalah nasabah dengan objek yang akan disewakan
dan bank adalah pihak yang menyewakan. Transaksi dengan akad Ijarah diatur dalam Fatwa MUI
tentang Pembiayaan Ijarah Nomor 09/DSN-MUI/VI/2000. Oleh sebab itu, pembiayaan dengan
akad Ijarah diatur sesuai syariat Islam.

Baik proses maupun Imbalan dari transaksi Ijarah ini sendiri juga berdasarkan hasil kesepakatan
kedua belah pihak. Bukan hanya itu saja, tujuan dari penyewaan barang atau asset tersebut
haruslah jelas dan telah diketahui sebelumnya. Akad Ijarah berfokus kepada manfaat barang dan
tidak boleh dilakukan atas suatu benda. Misalkan saja apabila ada seekor sapi yang diIjarahkan
untuk diambil susunya, hal ini tidak diperbolehkan karena susu dapat menjadi benda yang dapat
diperjual-belikan.

•Contoh Transaksi Ijarah

Dalam perbankan syariah, salah satu contoh transaksi Ijarah bisa dilihat dalam pinjaman multiguna.
Contohnya, seseorang menjaminkan sepeda motornya ke bank untuk mendapatkan pinjaman. Hak
guna sepeda motor tersebut berpindah ke bank, namun tidak atas kepemilikannya. Setelah
nasabah melunaskan pinjamannya, maka hak guna sepeda motor tersebut kembali ke nasabah.

•Rukun Ijarah

Adapun rukun-rukun dalam Ijarah adalah sebagai berikut:

1. Ada orang yang menyewakan suatu barang (Mu’ajjir dan Musta’jir)


2. Ada akad antara penyewa dan yang menyewakan
3. Ada ijab qabul (shigat)
4. Ada upah (ujrah)
5. Ada manfaat baik antara pihak yang menyewakan dan pihak penyewa.
•Syarat Ijarah

1. Kedua pihak yang melakukan transaksi Ijarah sudah dewasa (baligh) dan berakal (tidak
mabuk).
2. Kedua pihak yang melakukan transaksi memiliki kerelaan dan tidak didasarkan suatu
paksaan dari pihak mana pun.
3. Barang yang menjadi objek transaksi harus jelas adanya.
4. Barang yang menjadi objek transaksi harus halal sesuai syariat Islam.
5. Barang yang menjadi objek transaksi menjadi hak Mu’jar atas seizin pemiliknya.
6. Manfaat yang didapatkan harus diinformasikan secara terang dan jelas.

•Jenis Ijarah

Terdapat dua jenis Ijarah berdasarkan objek yang disewakan, yaitu sebagai berikut:

~Ijarah Manfaat

Ijarah jenis ini memiliki objek sewa berupa asset yang tidak bergerak seperti rumah, kendaraan,
pakaian, perhiasan, dan lain sebagainya.

~Ijarah Pekerjaan

Ijarah atas pekerjaan mengarah kepada objek sewa yang berbentuk pekerjaan atau jasa yakni
seperti menjahit baju, memperbaiki barang, membangun bangunan, mengantar paket, dan lain-
lain.

Sementara berdasarkan PSAK Nomor 107, Ijarah terbagi ke dalam beberapa jenis di bawah ini:

~Ijarah Asli

Ijarah asli adalah transaksi sewa-menyewa terhadap objek Ijarah yang dilakukan tanpa ada
perpindahan hak kepemilikan atas asset atau barang tersebut.

~Ijarah Muntahiya Bit Tamlik

Ijarah Muntahiya Bit Tamlik atau yang disingkat sebagai IMBT ini adalah akad Ijarah yang terjadi
dengan adanya perjanjian atau wa’ad perpindahan kepemilikan objek yang disewakan tersebut
pada waktu tertentu. Pepindahan kepemilikan dapat dilakukan setelah proses pembayaran objek
Ijarah telah lunas dan telah kembali kepada pemilik atau pemberi sewa. Kemudian, perpindahan
hak milik tersebut dapat dilakukan dengan membuat akad baru yang terpisah dari akad ijarah
sebelumnya. Pembayaran pemindahan kepemilikan dapat melalui hibah, penjualan, atau
angsuran.

~Jual-dan-Ijarah

Transaksi Ijarah ini dilakukan saat objek Ijarah yang telah dijual kepada pihak lain, kemudian
disewa kembali karena penyewa atau pemilik sebelumnya masih membutuhkan manfaat yang
ada di objek tersebut. Hal ini bisa saja terjadi apabila pemilik objek Ijarah masih memerlukan
kegunaan dari barang tersebut namun membutuhkan uang sehingga harus menjualnya.

~Ijarah-Lanjut

Ijarah-Lanjut merupakan kegiatan menyewakan lebih lanjut barang atau asset yang sebelumnya
telah disewa dari pemilik kepada pihak lain.

•Pembatalan Ijarah

Akad Ijarah (sewa - menyewa) dapat berakhir atau dibatalkan apabila terjadi permasalahan -
permasalahan di bawah ini.

1. Objek atau barang yang hendak disewakan mengalami kerusakan.


2. Objek sewa hilang atau musnah.
3. Masa sewa - menyewa yang sebelumnya sudah disepakati oleh kedua belah pihak telah
berakhir. Apabila dalam bentuk barang, maka penyewa harus mengembalikan kepada
pemiliknya. Sementara jika yang disewa adalah jasa, maka orang tersebut berhak
menerima upah dari jasa yang telah dilakukan.
4. Terjadi uzur pada salah satu pihak.

•Landasan Hukum Ijarah

Landasan hukum dari transaksi Ijarah sendiri berasal dari Q.S. Ath-Thalaq [65] : 6 yang berbunyi
“Tempatkan lah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu
dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka
(isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya
hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu maka
berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu)
dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak
itu) untuknya.”

Serta Q.S. Al-Qashash [28] : 26 dan 27 yang memiliki arti “Salah seorang dari kedua wanita itu
berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya
orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi
dapat dipercaya. (27). Berkatalah dia (Syu´aib): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu
dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan
tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka
aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-
orang yang baik”.

Anda mungkin juga menyukai