Anda di halaman 1dari 104

FAKTOR RESIKO KEJADIAN GIZI BURUK

PADA BALITA DI WILAYAH KERJA


PUSKESMAS RASIMAH AHMAD
KOTA BUKITTINGGI
TAHUN 2021

SKRIPSI

SUNI RAHMAWATI
2015302093

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA


TERAPAN FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS
FORT DE KOCK BUKITTINGGI
TAHUN 2021

i
FAKTOR RESIKO KEJADIAN GIZI BURUK
PADA BALITA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS RASIMAH AHMAD
KOTA BUKITTINGGI
TAHUN 2021

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Terapan Kebidanan

SUNI RAHMAWATI
2015302093

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA


TERAPAN FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS
FORT DE KOCK BUKITTINGGI
TAHUN 2021

ii
FAKTOR RESIKO KEJADIAN GIZI BURUK
PADA BALITA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS RASIMAH AHMAD
KOTA BUKITTINGGI
TAHUN 2021

SKRIPSI

SUNI RAHMAWATI
2015302093

iii
iv
v
vi
vii
viii
ix
x
xi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT peneliti ucapkan terimakasih atas rahmat

dan karunia-nya lah sehigga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Faktor Resiko Kejadian Gizi Buruk Pada Balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi Tahun 2021”

Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program

studi Sarjana Terapan Kebidanan. Selama penyusunan skripsi ini banyak terdapat

kekurangan namun berkat bimbingan dan bantuan serta semangat dari berbagai

pihak akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan maksimal, pada

kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Dr. Hj. Evi Hasnita, S.pd. M.Kes selaku Rektor Universitas Fort De

Kock Bukittinggi

2. Ibu Oktavianis, S.ST, M.Biomed selaku Dekan Falkutas Kesehatan

Universitas Fort De Kock Bukittinggi

3. Ibu Febriniwati Rifdi, S.SiT, M.Biomed selaku Ketua Prodi Kebidanan

Universitas Fort De Kock Bukittinggi

4. Ibu Nita Tri Putri, SKM, MPH selaku pembimbing I yang telah banyak

memberikan bimbingan, arahan, koreksi serta nasehat sehingga peneliti

dapat menyelesaikan Proposal ini.

5. Bapak Billy Hernaldo, M.Si selaku pembimbing II yang telah banyak

memberikan bimbingan, arahan, koreksi serta nasehat sehingga peneliti

dapat menyelesaikan Proposal ini.

xii
6. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar di UniversitasFort De Kock Bukittinggi

yang telah memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan serta nasehat selama

menjalani pendidikan.

7. Orang tua, kakak dan adik serta seluruh keluarga yang selalu memberikan

dukungan moril, materil dan spiritual serta pengorbanan dan do’a yang

tulus selama peneliti menjalani pendidikan.

8. Teman-teman seperjuangan dan sahabat-sahabat yang telah memberikan

bantuan dalam penyelesaian Proposal ini.

9. Serta semua pihak yang teah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan

satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Proposal ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun

sangatlah penulis harapkan, semoga Proposal ini bermanfaat bagi pembaca.

Bukittinggi, September 2021

Peneliti

xiii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL ................................................................................................. v

DAFTAR SKEMA ............................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 5

C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 5

D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 6

E. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................ 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Gizi Buruk .................................................................................................... 8

B. Klasifikasi Status Gizi ................................................................................ 10

C. Faktor-Faktor Penyebab Gizi Buruk .......................................................... 12

D. Sanitasi Lingkungan dan Pelayanan Kesehatan ......................................... 18

E. Masalah Utama Penyebab Gizi Buruk ....................................................... 19

F. Pencegahan Gizi Buruk .............................................................................. 24

G. Perawatan gizi Buruk ................................................................................. 25

H. Dampak Gizi yang Buruk pada Bayi dan Balita ........................................ 27

xiv
I. Kebutuhan Gizi Balita ................................................................................ 28

J. Fenomena Terbaru Gizi Buruk di Indonesia .............................................. 31

BAB III KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep ....................................................................................... 35

B. Defenisi Operasional .................................................................................. 36

C. Hipotesis Penelitian.................................................................................... 38

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian ........................................................................................ 39

B. Tempat Dan Waktu Penelitian ................................................................... 39

C. Populasi Dan Sampel ................................................................................. 39

D. Sumber Data ............................................................................................... 40

E. Tahap Pengumpulan Data .......................................................................... 41

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ....................................................... 41

G. Etika Penelitian .......................................................................................... 43

BAB V HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Penelitian………………..…………………..……….45

B. Hasil Penelitian……….…………………..…………………….……….45

1. Analisis Univariat……………………………………………………..45

2. Analisis Bivariat………………………………………………...…….50

BAB VI PEMBAHASAN

A. Analisis Univariat…………..….……………………………………...53

xv
B. Analisis Bivariat……………..….……………………………………..59

BAB VII PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………………….65

B. Saran......................................................................................................67

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xvi
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
Halaman

Tabel 1.1 Klasifikasi ambang batas status gizi berdasarkan indeks............10


Tabel 1.2 Angka kecukupan energi untuk anak balita.................................29

Tabel 1.3 Angka kecukupan protein anak balita..........................................29

Tabel 1.4 Tingkat kecukupan lemak balita...................................................30

Tabel 1.5 Tingkat kecukupan vitamin dan mineral anak balita....................31

Tabel 1.6 Definisi Operasional.....................................................................36


Tabel 1.7 Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur ibu…..............45
Tabel 1.8 Distribuis frekuensi responden berdasarkan pendidikan ibu........46

Tabel 1.9 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan ibu...........46

Tabel 2.0 Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur balita...............47

Tabel 2.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin balita..47

Tabel 2.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan berat badan lahir......48

Tabel 2.3 Distribusi frekuensi pola asuh pada balita.....................................48

Tabel 2.4 Distribusi frekuensi riwayat penyakit balita……………………..49

Tabel 2.5 Distribusi frekuensi riwayat penyakit ibu……………………......49


Tabel 2.6 Hubungan pola asuh dengan status gizi balita…….…………......50

Tabel 2.7 Hubungan riwayat penyakit balita dengan status gizi balita…......51

Tabel 2.8 Hubungan riwayat penyakit ibu dengan status gizi balita..............52

xvii
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan
Halaman

Skema 1.1 Faktor yang mempengaruhi status gizi anak balita.......................27


Skema 1.2 Kerangka teori...............................................................................34
Skema 1.3 Kerangka konsep ..........................................................................35

xviii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Lampiran 1 : Permohonan Menjadi Responden


Lampiran 2 : Pernyataan Persetujuan Responden
Lampiran 4 : Master Tabel
Lampiran 5 : Surat Izin Penelitian
Lampiran 6 : Validasi Data Penelitian
Lampiran 7 : Output SPSS
Lampiran 8 : Lembar Konsul
Lampiran 9 : Dokumentasi

xix
i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Status gizi merupakan ukuran keberhasilan memenuhi kebutuhan

nutrisi anak yang ditunjukkan melalui capaian berat badan terhadap umur.

Beberapa tahun terakhir target penurunan status gizi buruk balita belum

signifikan. Dampak gizi buruk pada anak bersifat sulit untuk dikoreksi di usia

dewasa. Prevalensi gizi kurang dan buruk di Indonesia tahun 2018 sebesar

17.7% (Balitbangkes, 2018)

Di Indonesia Prevalensi gizi buruk dan gizi kurang pada Balita,

terdapat 3,4% Balita dengan gizi buruk dan 14,4% gizi kurang. Masalah gizi

buruk-kurang pada Balita di Indonesia merupakan masalah kesehatan

masyarakat yang masuk dalam kategori sedang (Indikator WHO diketahui

masalah gizi buruk-kurang sebesar 17,8%) (Kemenkes, 2017).

Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2013),

prevalensi gizi buruk di Indonesia tahun 2007 (5,4%), tahun 2010 (4,9%), dan

tahun 2013 (5,7%), sedangkan sasaran Sustainable Development Goals (SDGs)

tahun 2019 yaitu 17%.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Sumatera Barat 2018 terdapat

6.793 bayi usia dibawah dua tahun (baduta) bergizi buruk. Serta sebanyak

15.942 baduta bertubuh pendek (stuntiny ), 6.685 bayi berbadan sangat kurus.

2
Tidak saja baduta, sedikitnya 28.898 balita terdata kurang gizi, sebanyak

59.641 balita stunting, dan 19.667 orang berbadan sangat kurus. (Dinas

Kesehatan Sumatera Barat 2018)

Menurut Data Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi sebanyak 91 balita

di tahun 2018 yang mengalami gizi buruk, 67 balita di tahun 2019, serta 95

balita di tahun 2020 yang mengalami gizi buruk. Dari 7 Puskesmas yang ada di

Kota Bukittinggi, berdasarkan Data Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi

Puskesmas Rasimah Ahmad mengalami kenaikan yang cukup signifikan di

Tahun 2020 yaitu sebanyak 49 balita yang mengalami gizi buruk sedangkan

pada tahun 2019 sebanyak 9 balita yang mengalami gizi buruk kenaikan ini

mencapai 70%.

Penyebabnya gizi buruk sangat kompleks, sehingga penanganan

masalah gizi buruk memerlukan pendekatan yang menyeluruh (Masro, 2013).

Masalah gizi tidak dapat ditangani dengan kebijakan dan program jangka

pendek serta sektoral, apalagi hanya ditinjau dari aspek pangan saja. Masalah

gizi harus segera ditangani melalui implementasi kebijakan gizi yang tepat

secara menyeluruh. Banyak negara berkembang yang berhasil mengatasi

masalah gizi seperti Thailand, Tiongkok, dan Malaysia. Mereka dapat

mengatasi masalah gizi secara tuntas dan lestari dengan membuat seperti peta

jalan kebijakan jangka pendek dan jangka panjang (Hariyadi & Ekayanti, 2011)

Masa balita merupakan masa kritis dalam pembentukan kapasitas

fisik dan psikis. Status gizi balita sangat signifikan sebagai titik tolak kapasitas

fisik di usia dewasa. Karakter ketahanan tubuh dibangun oleh kematangan dan

3
kualitas organ-organ tubuh. Agar mencapai kondisi kesehatan optimal sejak

dini sampai dewasa, maka masyarakat sangat perlu mengetahui faktor apa saja

yang berpengaruh terhadap capaian status gizi balita. Faktorfaktor yang paling

signifikan berpengaruh terhadap status gizi balita bisa dikaji untuk kemudian

dirumuskan suatu rekomendasi yang dapat dijadikan sebagai the best guidelines

untuk masyarakat.

Riwayat sakit balita dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan

perkembangan anak. Kebutuhan energi anak yang seharusnya digunakan untuk

menopang kebutuhan saat bertumbuh justru digunakan untuk recovery tubuh

yang terkena penyakit. Gangguan asupan gizi pada masa kehamilan dapat

berpengaruh pada berat badan lahir bayi sehingga berat badan bayi kurang dari

2500 gram atau Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Berat badan bayi yang

kurang ini juga berhubungan dengan panjang bayi saat lahir, bayi lahir dengan

panjang badan <48 cm. Pendapatan keluarga secara signifikan menentukan

kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan gizi.

Jenis kelamin anak berhubungan dengan pencapaian tumbuh

kembang anak mengingat pacu tumbuh anak perempuan dan laki-laki ada

perbedaan. Pola asuh masa balita terutama dalam hal pemenuhan gizi

berhubungan dengan stunting. Perawatan kesehatan pada anak mulai dari

mencegah sampai merawat saat sakit berhubungan dengan kejadian stunting.

Status pekerjaan ibu menentukan seberapa banyak informasi yang didapatkan

ibu saat berinteraksi dengan lingkungan pekerjaannya, yang tentunya

diimbangi juga dengan tingkat pendidikan ibu. Ibu yang bekerja otomatis ikut

4
membantu menopang ekonomi keluarga namun berdampak juga terhadap pola

pengasuhan anak saat ibu sedang bekerja.

Faktor sosial ekonomi meliputi pendapatan perkapita, pendidikan

orangtua, pengetahuan ibu tentang gizi dan jumlah anggota dalam rumah

tangga secara tidak langsung juga berhubungan dengan kejadian stunting.

Pendapatan akan mempengaruhi pemenuhan zat gizi keluarga dan kesempatan

dalam mengikuti pendidikan formal. Rendahnya pendidikan disertai rendahnya

pengetahuan gizi sering dihubungkan dengan kejadian malnutrisi.

Penelitian terdahulu menemukan bahwa faktor yang berhubungan

dengan gizi buruk balita adalah karakteristik ibu (Khotimah and Kuswandi,

2015), tingkat pendidikan ibu (Damanik, Ekayanti dan Hariyadi, 2010), tingkat

kecukupan protein (Hanum, Khomsan dan Heryatno, 2014), perilaku

pemanfaatan posyandu oleh keluarga (Duana, dkk., 2012), asupan makanan dan

status kesadaran gizi perilaku gizi seimbang dan pengetahuan tentang gizi

tingkat pendidikan ibu, jarak kelahiran kurang dari 60 bulan, berat lahir normal,

dan riwayat kesehatan pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pendapatan keluarga,

jumlah anak dan pola asuh ibu dengan status gizi anak balita.

Dari pemaparan diatas dapat dilihat bahwa masalah gizi buruk

merupakan masalah kesehatan yang memerlukan perhatian dan penanganan

serius karena berhubungan dengan angka kesakitan dan kematian balita, maka

perlu dianalisis dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian gizi buruk

agar bisa dilakukan upaya pencegahan yang lebih tepat. 1) Dari survey data

awal yang dilakukan pada bulan Maret 2021, data balita gizi buruk di Wilayah

5
Kerja Puskesmas Rasimah Ahmad mengalami kenaikan 70%, di Tahun 2019

sebanyak 9 balita yang mengalami gizi buruk, kemudian di Tahun 2020

sebanyak 49 balita mengalami gizi buruk , populasi balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Rasimah Ahmad sebanyak 947 balita. Dari data diatas penulis

tertarik melakukan penelitian tentang Faktor Resiko Kejadian Gizi Buruk di

Wilayah Kerja Puskesmas Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi Tahun 2021.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Faktor Resiko Kejadian Gizi Buruk Pada Balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi Tahun 2021”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor Resiko Yang

berhubungan dengan kejadian gizi buruk pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi frekuensi karakteristik ibu

b. Mengetahui distribusi frekuensi karakteristik balita

c. Mengetahui hubungan pola asuh dengan status gizi balita

d. Mengetahui hubungan riwayat penyakit balita dengan status gizi balita

e. Mengetahui hubungan riwayat kehamilan ibu dengan status gizi balita

6
D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan Universitas Fort De Kock Bukittinggi

Sebagai bahan masukan dan pedoman penelitian lainnya yang ada

kaitannya dengan Laporan Tugas Akhir ini.

2. Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan

Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan kualitas pelayanan

kesehatan dan intervensi masalah secara tepat dan sesuai setelah

mengetahui faktor penyebab yang mendorong kejadian gizi buruk pada

balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Rasimah Ahmad Kota

Bukittinggi.

3. Bagi Tenaga Kesehatan

Sebagai bahan masukan bagi petugas kesehatan dan dapat

membantu pemerintah dalam menurunkan angka Gizi Buruk pada Balita.

4. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang

dampak Gizi Buruk jika pencegahan sejak dini tidak dilakukan dan

pengobatan tidak adekuat khususnya dalam pengobatan kejadian gizi buruk

dan menambah pengalaman bagi peneliti dengan cara bertemu langsung

dan melihat kondisi responden yang memiliki umur berisiko untuk terkena

gizi buruk.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya yang

berkaitan dengan topik Faktor Resiko Kejadian Gizi Buruk pada Balita.

7
E. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk Faktor Resiko Kejadian

Gizi Buruk di Wilayah Kerja Puskesmas Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi.

Dengan penelitian ini direncanakan pada bulan Juli sampai bulan Agustus 2021

di Puskesmas Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi. Populasi dalam penelitian ini

balita di Puskesmas Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi, dengan teknik

pengambilan data secara cross sectional study.

8
BAB II
PEMBAHASAN

A. Gizi Buruk

Gizi merupakan salah satu faktor penentu utama kualitas sumber daya

manusia. Peran gizi dalam pembangunan kualitas sumber daya manusia telah

dibuktikan dari berbagai penelitian. Gangguan gizi pada awal kehidupan akan

mempengaruhi kehidupan berikutnya. Gizi kurang pada balita tidak hanya

menimbulkan gangguan pertumbuhan fisik, tetapi juga mempengaruhi

kecerdasan dan produktivitas di masa dewasa (Hardani M, & Zuraida R.

(2019).

Secara umum di Indonesia terdapat dua masalah gizi utama yaitu

kurang gizi makro dan kurang gizi mikro. Kurang gizi makro pada dasarnya

merupakan gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kekurangan asupan

energi dan protein. Masalah gizi makro adalah masalah gizi yang utamanya

disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan energi dan

protein. Kekurangan zat gizi makro umumnya disertai dengan kekurangan zat

gizi mikro.

Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Takalar oleh Mahaeni pada

tahun 2017 bahwa gizi buruk terjadi karena pemenuhan kebutuhan gizi balita

masih sangat minim, akibatnya rendahnya motivasi, kuatnya pengaruh

budaya masyarakat, serta perilaku yang kurang mendukung karena

ketidaktahuan, sikap kurang dan ketidak mampuan bertindak karena ketidak

berdayaan ekonomi.

Menurut WHO salah satu masalah gizi buruk terjadi akibat

9
konsumsi makanan yang tidak cukup mengandung energi dan protein serta

karena adanyagangguan kesehatan. Anak disebut gizi buruk apabila berat

badannya kurang dari berat badan normal. Sedangkan menurut Depkes RI

(2005), gizi buruk adalah status gizi menurut berat badan (BB) dan tinggi

badan (TB) dengan Z-score <-3 dan atau dengan tanda-tanda klinis

(marasmus, kwasiorkor dan marasmus-kwasiorkor). Gizi buruk juga

diartikan seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya

konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan

penyakit tertentu.

Gizi kurang atau gizi buruk adalah kurangnya pemasukan energi

dan protein sehingga mengakibatkan kelainan yang sulit atau tidak

disembuhkan dan menghambat dalam perkembangan selanjutnya. kurang

gizi adalah penyakit yang disebabkan kekurangan makanan sumber energi

secara umum dan kekurangan sumber protein. Gizi buruk adalah keadaan

kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein

dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan

Gizi (AKG) dan biasanya juga disertai adanya kekurangan dari beberapa

zat gizi lainnya (Hardani M, & Zuraida R. 2019).

Salah gizi (malnutrisi) primer bila kejadian kurang energi akibat

kekurangan asupan nutrisi, yang pada umumnya didasari oleh masalah

sosial ekonomi, pendidikan serta rendahya pengetahuan di bidang gizi.

mengakibatkan kebutuhan gizi meningkat, penyerapan gizi yang turun dan

ataumeningkatnya kehilangan gizi (Fauziyah, 2017).

10
B. Klasifikasi Status Gizi

1. Status Gizi Berdasarkan Antropometri WHO 2005

Klasifikasi status gizi dengan pengukuran antropometri dapat dilihat

padatabel di bawah ini.

Tabel 1.1 Klasisfikasi dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan
Indeks

Kategori
Indeks
Status Gizi

Ambang Batas(Z-Score)

Berat badan menurut Umur(BB/U)


Anak umur 0 – 60 bulan

Panjang Badan menurut Umur(PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur


(TB/U)
Anak Umur 0-60 Bulan
Berat Badan menurut PanjangBadan (PB/BB) atau Berat Badan menurut
Tinggi Badan(TB/BB)
Anak Umur 0-60 bulan Indeks Massa Tubuh menurutUmur (IMT/Umur)
Anak Umur 0-60 Bulan

Indeks Massa Tubuh menurutUmur (IMT/U)


Anak Umur 5- 18 Tahun

Sumber : Depkes RI, 2017

Gizi Buruk < - 3 SD


Gizi Kurang -3 SD sampai dengan <-2 SDGizi Baik -2 SD
sampai dengan 2 SD Gizi Lebih >2 SD
Sangat Pendek < - 3 SD
Pendek -3 SD sampai dengan <-2 SD
Normal -2 SD sampai dengan 2 SDTinggi >2 SD
Sangat Kurus < - 3 SD
Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD
Normal -2 SD sampai dengan 2 SDGemuk >2 SD

Sangat Kurus < - 3 SD

11
Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD
Normal -2 SD sampai dengan 2 SDGemuk >2 SD
Sangat Kurus < - 3 SD
Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD
Normal -2 SD sampai dengan 1 SD
Gemuk >1 SD sampai dengan 2 SD
Obesitas >2 S

2. Status Gizi Berdasarkan Antropometri WHO dengan Gejala Klinis


Status Gizi dengan pengukuran antropomerti WHO 2005 dengan

gejala-gejalaklinis yaitu :

1. Marasmus

Marasmus memiliki ciri-ciri:Badan nampak sangat kurus

seolah-olah tulang hanya terbungkus kulit, otot lemah, lunak, wajah

tampak tua (monkey face), sering pada bayi < 12 bulan, mudah

menangis/cengeng dan rewel, kulit menjadi keriput, jaringan lemak

subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana

longgar), perut cekung, dan iga gambang, sering disertai penyakit

infeksi (umumnya kronis berulang), diare kronik atau konstipasi (susah

buang air), tidak ada edema, warna rambut tidak berubah.

2. Kwashiorkhor

Kwasiorkor memiliki ciri-ciri: wajah bulat (moon face), biasa

terjadi pada anak usia 1-3 bulan, edema (pembengkakan), umumnya

seluruh tubuh (terutama punggung kaki dan wajah) membulat dan

lembab, pandangan mata sayu, rambut tipis kemerahan seperti warna

rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa sakit dan mudah rontok,

terjadi perubahan status mental menjadi apatis dan rewel, terjadi

pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa

pada posisi berdiri atau duduk, terdapat kelainan kulit berupa bercak

12
merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat

kehitaman lalu terkelupas (crazy pavement dermatosis), sering disertai

penyakit infeksi yang umumnya akut, anemia dan diare.

3. Marasmic-Kwashiorkor

Adapun marasmic-kwashiorkor memiliki ciri gabungan dari

beberapa gejala klinis kwashiorkor dan marasmus disertai edema yang

tidak mencolok.

C. Faktor-Faktor Penyebab Gizi Buruk

Ffaktor-faktor penyebab kurang gizi dapat di lihat dari penyebab

langsung, tidak langsung, pokok permasalahan dan akar masalah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi yaitu :

a. Faktor Langsung

1. Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya

jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi

unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu

kemiskinan.

2. Penyakit infeksi. Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi

organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara

baik.

a. Faktor tidak Langsung

1. Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh


masyarakat
2. Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh
anak

3. Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.

13
Status gizi dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :

1. Faktor langsung dipengaruhi oleh :

a. Asupan berbagai makanan

b. Penyakit

2. Faktor tidak langsung

a. Ekonomi keluarga, penghasilan keluarga merupakan

faktor yang memengaruhi kedua faktor yang berperan

langsung terhadap status gizi

b. Produksi pangan, peranan pertanian dianggap penting karena

kemampuanmenghasilkan produk pangan

c. Pola Asuh, salah satu kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang

d. Budaya, masih ada kepercayaan untuk memantang makanan

tertentu yang dipandang dari segi sebenarnya mengandung zat gizi

yang baik.

e. Kebersihan lingkungan, kebersihan lingkungan yang jelek akan

memudahkananak menderita penyakit tertentu seperti ISPA, infeksi

saluran pencernaan.

f. Fasilitas kesehatan sangat penting untuk menyokong status

kesehatan dan gizianak

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor

penyebab giziburuk pada balita, yaitu:

1. Keluarga miskin

2. Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak

3. Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS,

14
saluranpernapasan dan diare.

Faktor lain yang mempengaruhi status gizi dipengaruhi oleh

determinan biologis yang meliputi jenis kelamin, lingkungan dalam rahim,

jumlah kelahiran , berat lahir, ukuran orang tua, dan konstitusi genetik serta

faktor lingkungan seperti keadaan sosial ekonomi keluarga (Hati Baculu,

dkk 2016)

1. Faktor Langsung

Faktor langsung penyebab gizi buruk adalah :

a. Asupan Makanan

Faktor penyebab langsung pertama adalah konsumsi makanan

yang tidak memenuhi jumlah dan komposisi zat gizi yang memenuhi

syarat gizi seimbang yaitu beragam, sesuai kebutuhan, bersih dan aman,

misalnya bayi tidak memperoleh ASI Eksklusif

Gizi buruk banyak terjadi pada anak usia enam bulan hingga

lima tahun pada umur tersebut tubuh anak memerlukan zat gizi yang

sangat tinggi, sehingga apabila kebutuhan zat gizi tidak terpenuhi maka

tubuh akan menggunakan cadangan zat gizi yang ada dalam tubuh, yang

akibatnya semakin lama cadangan semakin habis dan akan

menyebabkan terjadinya kekurangan yang akan menimbulkan

perubahan pada gejala klinis.

Berdasarkan penelitian Arnisam (2006) di Kecamatan Ulee

Kareng Kota Banda Aceh, anak dengan asupan energi yang kurang

mempunyai risiko 2,9 kali lebih besar untuk mengalami status gizi

kurang di banding dengan anak yang asupan energinya cukup,

15
sedangkan anak dengan asupan protein yang kurang mempunyai risiko

3,1 kali lebih besar untuk mengalami status gizi kurang di bandingkan

dengan anak yang asupan proteinnya cukup. Faktor utama yang harus

diperhatikan dalam pemberian makanan anak adalah umur, aktivitas,

keadaan sakit dan jenis kelamin

b. Penyakit Infeksi

Faktor penyebab langsung kedua adalah penyakit infeksi yang

berkaitan dengan tingginya kejadian penyakit menular terutama diare,

cacingan dan penyakit pernafasan akut (ISPA).

Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi merupakan

hubungan timbal balik, yaitu hubungan sebab akibat. Penyakit infeksi

dapat memperburuk keadaan gizi, dan keadaan gizi yang jelek dapat

mempermudah terkena infeksi. Penyakit yang umumnya terkait dengan

masalah gizi antara lain diare, tuberkulosis, campak dan batuk rejan.

Interaksi antara malnutrisi dan penyakit infeksi sudah lama

diketahui. Infeksi dapat mempengaruhi asupan makanan sehinggga akan

kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaiknya malnutrisi berpengaruh

negatif terhadap daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi. Interaksi

sinergistik antara malnutrisi da penyakit infeksi antara lain :

1. Dampak Penyakit Infeksi terhadap Status Gizi

Dampak penyakit infeksi terhadap pertumbuhan seperti

menurunnya berat badan telah lama diketahui.

2. Dampak Penyakit Infeksi terhadap Status Gizi

Dampak penyakit infeksi terhadap pertumbuhan seperti

16
menurunnya berat badan telah lama diketahui. Keadaan demikian

disebabkan karena hilangnya nafsu makan penderita penyakit infeksi

sehingga masukan zat gizi dan energi kurang dari kebutuhannya.

Pada penderita penyakit infeksi memerlukan kebutuhan energi dan

zat gizi yang meningkat karena

karena katabolisme yang berlebihan dan suhu badan yang tinggi.

3. Dampak Malnutri terhadap Penyakit Infeksi

Menurunnya status gizi berakibat menurunya imunitas penderita

terhadap berbagai infeksi. Tubuh memiliki tiga macam pertahanan

untuk menolak infeksi, yaitu :

a. Melalui sel (imunitas seluler)

b. Melalui cairan (imunitas humoral)

c. Aktivitas leukosit polimorfonukleus

Hasil penelitian Hidayat dan Noviati Fuada mereka

mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara

kejadian penyakit diare dengan status gizi anak balita berdasarkan

indikator BB/U, TB/U dan BB/TB. Balita yang sering mengalami

diare berpeluang satu kali lebih besar akan mengalami status gizi

buruk, pendek dan kurus dibandingkan dengan balita yang normal

atau berstatus gizi baik.

2. Faktor tidak Langsung

Faktor tidak langsung penyebab gizi buruk antara lain ialah :

a. Ketersedian Pangan
Pertanian berpengaruh terhadap gizi melalui produksi pangan

17
untuk keperluan rumah tangga dan distribusi hasil tanaman perdagangan,

ternak dan jenis pangan lain yang dijual di pasar lokal atau tempat lain.

Jika pangan diproduksi dalam jumlah dan ragam yang cukup,

kemudahan bahan tadi masyarakat dan kalau keluarga memiliki

uang yang cukup untuk membeli keperluan pangan yang tidak ditanam di

tempatnya, tidak akan banyak terjadi kurang gizi dan kurangnya pangan.

Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Manggarai, Nusa

Tenggara timur menyimpulkan bahwa persediaan pangan yang kurang

menjadi penyebab tidak langsung yang berpengaruh terhadap asupan

makanan anak didalam keluarga. Kurangnya pangan yang cukup untuk

dimakam merupakan salah satusebab utama rendahnya keadaan

penghidupan keluarga. Cara-cara bertani yang tidak baik mengakibatkan

rendahnya produksi tanaman, ternak dan produksi pertanian lainnya.

Produksi pertanian yang rendah menyebabkan pendapatan petani

berkurang. Kemiskinan dan kurangnya pangan yang tersedia untuk

konsumsi rumah tangga karena rendahnya produksi tanaman biasanya

menyebabkan timbulnya kurang gizi (Hati Baculu, 2016)

4. Pola Asuh

Asuhan anak atau interaksi ibu dan anak terlihat erat sebagai

indikator kualitas dan kuantitas peranan ibu dalam mengasuh anak. Pola

asuh dapat dipakai sebagai peramal atau faktor risiko terjadinya kurang

gizi atau gangguan perkembangan pada anak. Peran ibu dalam keluarga

sangat besar dalam menanamkan kebiasaan makan pada anak dan proses

tumbuh kembang yaitu kebutuhan emosi atau kasih sayang diwujudkan

18
dengan kontak fisik dan psikis, misalnya dengan menyusui segera setelah

lahir.

Penelitian syahbuddin menyimpulkan bahwa ada hubungan antara

peran ganda ibu dengan kurang baiknya pola asuh terhadap anak.

Terkadang tidak semua ibu atau pengasuh mengetahui bagaimana

mengasuh anak tumbuh dan berkembang secara optimal, padahal usia

balita identik dengan peletakan fondasisuatu bangunan. Oleh karena itu,

pengetahuan gizi dan perannya dalam mendukung tumbuh kembang anak

sangat dibutuhkan oleh orang tua dan pengasuh

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Triwinarti

dan Anies Irawati di Kabupaten Bogor, mereka menyimpulkan pola asuh

berpengaruh pada gangguan pertumbuhan berat bayi sejak berumur satu

bulan, dan berlanjut sampai bayi berumur sembilan bulan dan menurut

mereka juga pola asuh mulai berpengaruh pada gangguan pertambahan

panjang bayi ketika bayi berumur lima bulan, dan berlanjut sampai bayi

berumur sembilan bulan.

D. Sanitasi Lingkungan dan Pelayanan Kesehatan

Masalah gizi selain disebabkan oleh kurangnya asupan zat gizi, juga

dapat terjadi akibat buruknya sanitasi lingkungan dan kebersihan diri.

Sehingga memudahkan timbulnya penyakit infeksi. Sanitasi lingkungan sehat

secara tidak langsung mempengaruhi kesehatan anak balita yang pada

akhirnya dapat mempengaruhi kondisi status gizi anak balita (Notoadmotjo,

2018)

Hidayat dan Noviati Fuada dalam penelitian yang mereka lakukan

19
tentang hubungan sanitasi lingkungan, morbiditas dan status gizi balita di

Indonesia, mereka menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna

antara lingkungan sehat dengan status gizi anaka balita berdasarkan BB/U.

Balita yang tumbuh di lingkungan tidak sehat berpeluang satu kali lebih besar

akan mengalami status gizi buruk di bandingkan dengan balita yang normal

atau status gizibaik.

Fasilitas kesehatan sangat penting untuk menyokong status kesehatan

dan gizi anak. Fasilitas kesehatan harus mampu menampung dan menjangkau

masyarakat di daerah-daerah tertinggal. Penelitian dengan metode kualitatif

yang dilakukan oleh Sihotang pada Keluarga Mandah Di Kecamatan Pauh

Kabupaten Sarolangun Jambi, dari hasil wawancara yang semua balita jarang

dibawa ke Posyandu ataupun ke fasilitas kesehatan lainnya. Ada beberapa

alasan yang membuat balita tersebut jarang dibawa ke Posyandu yaitusebagai

berikut : pertama adalah akses ke sarana pelayanan kesehatan. Keberadaan

lokasi mandah membuat keluarga kesulitan untuk sewaktu-waktu keluar

untuk sekadar membawa balita mereka menimbang ke Posyandu.

E. Masalah Utama Penyebab Gizi Buruk

1. Kemiskinan

Beberapa ahli ekonomi berpendapat bahwa masalah kemiskinan

adalah akar dari masalah kekurangan gizi. Kemiskinan menyebabkan

akses terhadap pangan di rumah tangga sulit dicapai sehingga orang akan

kekurangan berbagai zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh.

Anak-anak yang berasal dari keluarga dengan tingkat sosial

ekonomi rendah sangat rawan terhadap gizi kurang. Mereka

20
mengkonsumsi makanan (energi dan protein) lebih rendah dibandingkan

anak-anak dari keluarga berada. Hal ini terkait dengan kemampuan rumah

tangga untk menyediakan pangan yang ditentukan oleh Faktor ekonomi

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suiraoka

dkk pada keluarga miskin dan tidak miskin di Kecamatan Denpasar utara,

dari hasil analisis mereka menunjukan ada perbedaan status gizi balita

pada keluarga miskin dan tidak miskin. Perbedaan ini dapat disebabkan

berbagai faktor misalnya penyebab langsung yaitu pada balita keluarga

miskin asupan zat gizi lebih rendah dibanding dengan balita keluarga

tidak miskin demikian juga halnya dengan keadaan sanitasi yang kurang

baik pada keluarga miskin mengakibatkan terjadinya penyakit infeksi.

Tingginya angka prevalensi underweight dan stunting akibat

kekurangan gizi erat kaitannya dengan masalah kemiskinan. Kemiskinan

dapat menjadi penyebab penting kekurangan gizi. Sebaliknya kekurang

gizi dapat memiskinkan, anak kurus dan pendek karena kurang gizi

mudah sakit, kurang cerdas dan tidak produktif. Keadaan ini

berdampak rendahnya daya saing kerja, tingkat kerja dengan pendapatan

rendah yang dapat memiskinkan. Salah satu ciri kemiskinan adalah

ketidak mampuan untuk memperoleh makanan yang bergizi seimbang

sehingga rentan terhadap berbagai kekurangan gizi (Silvera &

Laksmi,2019)

2. Tingkat Pendapatan

Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh

21
kembang anak, karena orangtua dapat menyediakan semua kebutuhan

anak baik yang primer seperti makanan maupun yang sekunder. Pada

penelitian yang juga dilakukan di Manggarai oleh Marut (2007),

menyatakan semakin tinggi pendapatan perkapita maka status gizi anak

akan semakin baik. Faktor pendapatan keluarga mempunyai peranan

besar dalam masalah gizi dan kebiasaan makan.

Tingkat pendapatan akan mempengaruhi pola kebiasaan makan

yang selanjutnya berperan dalam penyediaan prioritas penyediaan pangan

berdasarkan nilai ekonomi dan nilai gizinya. Bagi mereka dengan

pendapatan yang sangat rendah hanya dapat memenuhi kebutuhan pangan

berupa sumber karbohidrat yang merupakan pangan prioritas utama. Jika

tingkat pendapatan meningkat maka pangan merupakan prioritas kedua.

Rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang menyebabkan

seseorang tidak mampu membeli pangan.

3. Tingkat Pendidikan

Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting

dalam tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik maka

orangtua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara

pengasuhan anak yang baik. Pendidikan formal dan informal diharapkan

dapat meningkatkan pengetahuan gizi ibu. Hasil penelitian yang

dilakukan di Sumatera barat oleh Saputra & Rahmah HN menyatakan

bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua semakin kecil resiko

anak balita terkena gizi buruk.

Pendidikan formal sangat diperlukan oleh ibu rumah tangga

22
dalam meningkatkan pengetahuan dalam upaya mengatur dan

mengetahui hubungan antara makanan dan kesehatan atau kebutuhan

tubuh termasuk kebutuhan zat gizi bagi anggota keluarganya. Seorang

ibu dengan pendidikan yang tinggi akan mendapat akan dapat

merencanakan menu makanan yang sehat dan bergizi bagi dirinya dan

keluarganya dalam upaya memenuhi zat gizi yang diperlukan.

Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Devi (2010) di 7

Provinsi di Indonesia, bahwa persentase status gizi kurang lebih tinggi

daripada status gizi baik diderita balita dari ayah yang tidak bersekolah

dan berpendidikan hanya sampai tamat SD dan Sekolah Menengah

Pertama. Tetapi berbeda dengan pendidikan ibu, persentase gizi kurang

lebih tinggi daripada status gizi baik pada balita dari ibu yang

berpendidikan hanya sampai tingkat SD dan ibu yang tidak bersekolah.

4. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan ibu tentang cara memperlakukan bahan pangan

dalam pengolahan dengan tujuan membersihkan kotoran, tetapi sering

kali dilakukan berlebihan sehingga merusak dan mengurangi zat gizi

yang dikandungnya. Pengetahuan masyarakat tentang memanfaatkan

potensi alam dan biologis untuk meningkatkan mutu gizi menu makanan

keluarga.

Widiastuti dkk dalam penelitian mereka menyimpulkan bahwa

pengetahuan ibu memiliki hubungan yang positif dengan status gizi balita

usia 6-24 bulan, dimana ibu yang memiliki pengetahuan tinggi memiliki

23
kemungkinan balitanya memiliki status gizi di atas garis merah lebih

besar daripada ibu dengan kategori pengetahuan rendah. Semakin tinggi

tingkat pengetahuan gizi seseorang maka semakin diperhitungkan jenis

dan jumlah makanan yang diperoleh untuk dikonsumsi.

Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah seseorang

melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan

dapat diperoleh dari pengalaman diri sendiri maupun pengalaman diri

seseorang. Tata cara pemeliharaan kesehatan dan pengetahuan tentang

gizi meliputi: pemilihan bahan-bahan makanan yang bergizi bagi

kesehatan, manfaat makanan bergizi bagi kesehatan, pentingnya olahraga

bagi kesehatan, penyakit-penyakit atau bahaya-bahaya yang ditimbulkan

dari kurangnya asupan zat gizi, pentingnya istirahat yang cukup, rekreasi,

relaksasi, dan sebagainya, bagi kesehatan.

Pengaruh Pengetahuan gizi dalam proses persepsi, sikap dan

perilaku orang atau masyarakat untuk mewujudkan kehidupan dengan

status gizi yang baik, sebagai bagian dalam kesehatan jasmani dan rohani.

Pengetahuan gizi memegang peranan penting dalam menggunakan

pangan yang tepat. Pengetahuan tentang gizi juga dapat diperoleh melalui

media cetak, media elektronik, serta ceramah-ceramah dikelompok

sosial. Kurangnya pengetahuan gizi mengakibatkan berkurangnya

kemampuan dalam menerapkan informasi dalam kehidupan sehari-hari

dan merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan gizi.

Pengetahuan bahan makanan perlu sebagai dasar untuk menyusun

hidangan. Selain dipengaruhi besarnya pendapatan. Pendapatan dan

24
kebiasaan makan memegang peran penting dalam konsumsi bahan

makanan penduduk. Semakin tinggi taraf ekonomi seseorang, pola

konsumsi terhadap bahan makanan bisa berubah.

F. Pencegahan Gizi Buruk

Beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada


anak :

1. Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan.

Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai

pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih

setelah berumur 2 tahun.

2. Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara

kandunganprotein, lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan

komposisinya: untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang

dibutuhkan, sementara protein 12% dansisanya karbohidrat.

3. Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program

Posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di

atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke dokter.

4. Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan

kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah

pulang dari rumah sakit.

Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera

berikan kalori yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula.

Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah sumber-sumber kalori

lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula

suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering

25
kali membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi

bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan secara umum.

Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang

permanen dan akan muncul intelegensia di kemudian hari (Silvera &

Laksmi,2019)

G. Perawatan Gizi Buruk

Pengobatan gizi adalah :

1. Pada stadium ringan dengan perbaikan gizi.

2. Pengobatan pada stadium berat cenderung lebih kompleks karena

masing-masing penyakit harus diobati satu persatu. Penderitapun

sebaiknya dirawat di Rumah Sakit untuk mendapat perhatian medis

secara penuh.

Masalah gizi merupakan akibat dari berbagai faktor yang saling

terkait. Terdapat dua faktor langsung yang mempengaruhi status gizi

individu, yaitu faktor makanan dan penyakit infeksi, keduanya saling

mempengaruhi. Faktor lain yang berpengaruh yaitu ketersedian pangan di

keluarga. Semuanya itu terkait pada kualitas pola asuh anak. Pola asuh,

sanitasi lingkungan, akses pangan keluarga dan pelayanan kesehatan,

dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pendapatan dan akses informasi

terutama tentang gizi dan kesehatan pada gambar 1 dijelaskan penyebab

masalah gizi anak

26
STATUS GIZI

Asupan Penyakit Penyebab


Pangan/Gizi Infeksi
Langsung

Penyebab tidak
Ketersediaan Langsung
Sanitasi &
Pangan Tk. Pola Pelayanan
RT Asuh Kesehatan

Masalah
Krisis Politik, Sosial dan Ekonomi Utama

Kemiskinan, Pendidikan, dan Pengetahuan


Rendah, Keterampilan, Ketersediaan Pangan dan Akar Masalah
Kesempatan Kerja

Skema 1.1. Faktor yang Memengaruhi Status Gizi


Anak Balita(UNICEF, 2020)

27
H. Dampak Gizi yang Buruk pada Bayi dan Balita

Kekurangan gizi pada balita, membawa dampak negatif terhadap

pertumbuhan fisik maupun mental, yang selanjutnya akan menghambat

prestasi belajar. Akibat lainnya adalah penurunan daya tahan, menyebabkan

hilangnya masa hidup sehat balita, serta dampak yang lebih serius adalah

timbulnya kecacatan, tingginya angka kesakitan dan percepatan kematian.

Kekurangan gizi pada anak dapat menimbulkan beberapa efek

negatif seperti lambatnya pertumbuhan badan, rawan terhadap penyakit,

menurunnya tingkat kecerdasan, dan terganggunya mental anak.

Kekurangan gizi yang serius dapat menyebabkan kematian anak. Berbagai

penelitian membuktikan lebih dari separuh kematian bayi dan balita

disebabkan oleh keadaan gizi yang jelek. Resiko meninggal dari anak yang

bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak yang normal. WHO

memperkirakan bahwa 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh

keadaan gizi anak yang jelek. (Nursusati, M. 2018)

1. Kebutuhan Gizi Balita

1. Kebutuhan Energi Balita

Konsumsi energi sebanyak 115 Kkal per kg berat badan (sekitar

95-145 Kkal/kg) untuk kebutuhan bayi pada bulan pertama kehidupannya.

Dari jumlah energi yang dikonsumsi bayi, 50% digunakan untuk energi

basal (energi yang dibutuhkan untuk bekerjanya organ-organ di dalam

tubuh, peredaran darah dan sebagainya) 25% untuk aktivitasnya, 25%

lainnya untuk pertumbuhan badan yang berkisar antara 5 sampai 7 gr per

28
hari. Untuk umur 6 bulan energi yang dibutuhkan turun menjadi 95 Kkal/kg

berat badan.

Tabel 1.2 Angka kecukupan Energi untuk Anak Balita

Golongan Umur Kecukupan Energi Kal/kg BB/hari


1 990 110
1-3 1200 100
4-5 1620 90

2. Kebutuhan Protein Balita

Terdiri dari unsur C, H, O dan N, dan kadang- kadang S dan P,

diperoleh melalui tumbuh-tumbuhan (protein nabati) dan melalui hewan

(protein hewani) berfungsi membangun sel – sel yang telah rusak,

membentuk zat-zat pengatur seperti enzim dan hormon serta membentuk

zat anti energi. Kebutuhan akan protein selama periode pertumbuhan tulang

rangka dan otot yang cepat pada masa bayi relatif tinggi. konsumsi

sebanyak 2,2 gr protein bernilai gizi tinggi per kg berat badan per hari

menghasilkan retensi nitrogen sekitar 45%, jumlah ini cukup untuk

pertumbuhan bayi yang normal.

Tabel 1.3 Angka kecukupan Protein Anak Balita (gr/kgBB


sehari)
Umur (tahun) Gram/hari
1 1,27
2 1,19
3 1,12
4 1,06
5 1,01

3. Kebutuhan Lemak Balita

ASI memasok sekitar 40-50% energi sebagai lemak (3-4 gr/100

cc). lemak minimal harus menyediakan 30% energi, yang dibutuhkan bukan

saja untuk mencukupi kebutuhan energi tetapi juga memudahkan

29
penyerapan asam lemak esensial, vitamin yang terlarut dalam lemak,

kalsium serta mineral lain dan juga untuk menyeimbangkan diet agar zat gizi

yang lain tidak terpakai sebagai sumber energi.

Tabel 1.4 Tingkat kecukupan lemak balita


Umur Gram

0-5 bulan 31
6-11 bulan 36
1-3 tahun 44
4-6 tahun 62

4. Vitamin dan Mineral

Jumlah vitamin A yang dibutuhkan bayi sebanyak 75 RE per hari.

Konsumsi vitamin D pada bayi akan meningkat pada waktu terjadinya

klasifikasi tulang dan gigi yang cepat. Konsumsi vitamin D dianjurkan 400

IU/hari. Kebutuhan vitamin E pada bayi sebanyak 2-4 mg TE (Tocopherol

Equivelent) per hari. Untuk vitamin K, defisiensi vitamin K dapat terjadi

pada beberapa hari pertama kehidupan.

Vitamin yang larut dalam air,meliputi vitamin B dan C, kebutuhan bayi akan

vitamin ini dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi ibu. Bayi harus

memperoleh 0,5 mg ribovlavin per 1000 Kkal energi yang dikonsumsi untuk

memeli hara kejenuhan jaringan. Sedangkan untuk vitamin C, bayi

memperoleh dari ASI.

ASI mengandung 280 mg kalsium per liter, yang berarti dapat

mensuplai sekitar 210 mg kalsium per hari. Mineral mempunyai fungsi

sebagai pembentuk berbagai jaringantubuh, tulang, hormon, dan enzim,

sebagai zat pengatur berbagai proses metabolisme, keseimbangan cairan

tubuh, proses pembekuandarah. Zat besi atau Fe berfungsi sebagai

30
komponen sitokrom yang penting dalam pernafasan dan sebagai komponen

dalam hemoglobin yang penting dalam mengikat oksigen dalam sel darah

merah.

Tabel 1.5 Tingkat kecukupan vitamin dan mineral anak balita


Umur Kalsium Fosfor Zat besi VitA Vit C
(mg) (mg) (mg) (RE) (mg)
0-5 bulan 200 100 0,5 375 40
6-1bulan 400 225 7 400 40
1-3 tahun 500 400 8 400 40
4-6 tahun 500 400 9 450 45

Sumber: Angka Kecukupan Gizi, 2018

J. Fenomena Terbaru Gizi Buruk di Indonesia

Fasilitas kesehatan yang terbebani, rantai pasokan makanan yang

terganggu, dan hilangnya pendapatan karena COVID-19 dapat menyebabkan

peningkatan tajam dalam jumlah anak-anak yang mengalami masalah gizi di

Indonesia, kecuali jika tindakan cepat diambil. Bahkan sebelum COVID-19,

Indonesia sudah menghadapi masalah gizi yang tinggi. Saat ini, lebih dari dua

juta anak menderita gizi buruk dan lebih dari tujuh juta anak di bawah usia 5

tahun mengalami stunting.

Estimasi UNICEF baru-baru ini menunjukkan bahwa dengan tidak

adanya tindakan yang tepat waktu, jumlah anak yang mengalami wasting atau

kekurangan gizi akut di bawah 5 tahun dapat meningkat secara global sekitar 15

persen tahun ini karena COVID-19. Ini berarti ada peningkatan risiko wasting,

suatu kondisi yang ditandai dengan berat badan rendah jika dibandingkan

dengan tinggi badan, juga di Indonesia banyak keluarga yang kehilangan

31
pendapatan rumah tangga sehingga menjadi kurang mampu membeli makanan

sehat dan bergizi untuk anak-anak mereka.

Pada saat yang sama, ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa

anak-anak yang mengalami wasting akan lebih cenderung mengalami stunting,

atau memiliki tinggi badan yang rendah untuk usia mereka, dan dapat

mengakibatkan lebih banyak anak stunting di negara ini. Anak-anak dengan

stunting dan wasting akan rentan terhadap gangguan perkembangan jangka

panjang. Anak-anak yang menderita wasting memiliki kekebalan tubuh yang

lemah dan menghadapi hampir 12 kali peningkatan risiko kematian

dibandingkan anak-anak dengan gizi cukup, terutama ketika wasting sangat

parah.

Jika dampak stunting tidak dapat dikembalikan, dan hanya dapat

dicegah, wasting dapat dicegah dan diobati. Ketika pencegahan gagal,

pengobatan harus tersedia secara rutin dan dapat diakses. Deteksi dini wasting

anak adalah kunci keberhasilan pencegahan dan pengobatan. Pengukuran

sederhana lingkar lengan atas anak menunjukkan apakah seorang anak

membutuhkan dukungan gizi tambahan. Seringkali, solusi berbasis rumah yang

sederhana termasuk obat-obatan dasar dan konsumsi makanan terapi yang siap

santap, adalah solusi yang diperlukan bagi seorang anak untuk menjadi sehat

kembali.

Tindakan mendesak untuk mencegah dan mengurangi masalah gizi anak

termasuk:

32
1. Meningkatkan pendekatan pencegahan berbasis bukti untuk mengatasi

stunting dan wasting pada anak, dan pendekatan kuratif untuk mengobati

wasting;

2. Menghasilkan data dan informasi berkualitas tentang stunting dan wasting

pada anak;

3. Meningkatkan akses ke komoditas esensial yang diproduksi secara lokal

untuk perawatan wasting anak.

Dalam merespon COVID-19, UNICEF bekerja dengan pemerintah untuk

melanjutkan layanan gizi untuk anak-anak dan keluarga yang rentan, termasuk

pemantauan pertumbuhan, distribusi gizi mikro, dukungan bagi para ibu untuk

pemberian makan bayi dan anak secara memadai, dan penapisan serta perawatan

anak balita karena gizi buruk (UNICEF Indonesia, 2020)

33
Kerangka Teori

Pendidikan ibu Pekerjaan ibu Riwayat


Umur ibu Kehamilan Ibu

Jumlah anggota
keluarga

Umur balita Status Gizi


Balita Berat bayi
lahir

Riwayat
penyakit Jenis
balita Pola asu
Kelamin

Skema 1.2 Kerangka Teori (Nurul Hikmah, 2018)

34
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitan dirumuskan berdasarkan kerangka teori yang

bertujuan untuk memperoleh gambaran secara jelas mengenai jalannya

penelitian dan untuk mengarahkan peneliti dalam mencari data yang dibutuhkan.

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi konsep-konsep

serta variabel-variabel yang diukur/teliti (Notoatmodjo, 2018). Kerangka konsep

penelitian digambarkan sebagai berikut:

Variabel Bebas Variabel Terikat

Pola Asuh

Riwayat Penyakit Balita Status Gizi


Balita

Riwayat Kehamilan Ibu

Skema 1.3 Kerangka Konsep

35
B. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

1. Pola Asuh Cara menjaga, Kuesioner Wawancara a. Baik, jika Ordinal


merawatdan skor >55%
membimbing b. Kurang
menuju baik, jika
pertumbuhan dan skor <55%
perkembangan (Anas
dengan Sudijono,
memberikan 2011)
pendidikan
makan dan
perhatian kepada
mereka yang
diasuh.
2 Riwayat Penyakit yang Kuesioner Wawancara Ada (ISPA Ordinal
penyakkit pernah di alami (flu, batuk,
balita balita dan demam,
Diare
(mencret),
TBC,
Campak,
lainnya)

Tidak ada

3. Riwayat Mempunyai Kuesioner Wawancara Ada Ordinal


kehamilan ibu komplikasi atau (Hiperemesis
tidakkah ibu gravidarum,
selama kehamilan Preeklampsia
berpengaruh /eklampsia.
dengan tumbuh Anemia,
kembang balita lainnya)
Tidak ada

36
4 Variabel Keadaan gizi Antopome Alat ukur a) Buruk, jika Ordinal
Terikat : balita yang diukur tri BB/TB tinggi badan mempunyai
dari berat badan dan berat indeks
Status Gizi ≤90% dari
menurut umur badan
Balita nilai median
balita berdasarkan BB/TB
umur balita WHO NCHS
2005
b) Baik, jika
mempunyai
indeks
>90% dari
nilai median
BB/TB
WHO NCHS
2005
(Hariza
Adnani,
2011)

Tabel 1.6 Definisi Operasional

37
C. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian yang akan dilakukan mengunakan hipotesis alternatif

(Ha) sebagai berikut:

1. Hubungan antara pola asuh dengan resiko kejadian gizi buruk di wilayah

kerja puskesmas Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi Tahun 2021.

2. Hubungan antara riwayat penyakit balita dengan resiko kejadian gizi buruk

di wilayah kerja puskesmas Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi Tahun 2021.

3. Hubungan antara riwayat kehamilan ibu dengan resiko kejadian gizi buruk di

wilayah kerja puskesmas Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi Tahun 2021.

38
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian anlitik observasional

dengan rancangan penelitian Cross sectional study atau penelitian dengan

pengambilan data satu waktu (Notoatmojo, 2018). Penelitian kuantitatif yaitu

penelitian yang dimaksudkan untuk mendeskripsikan hasil analisis berdasarkan

permasalahan yang diteliti dalam area populasi yang sudah ditentukan.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Rasimah

Ahmad Kota Bukittinggi pada bulan Juli-Agustus 2021, sedangkan pengambilan

data awalnya telah dilaksanakan pada bulan Mei 2021.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang

diteliti (Notoadmodjo, 2018). Apabila seseorang ingin meneliti semua

elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan

penelitian populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita usia

1-59 bulan yang berada di Wilayah Kerja Puskesmas Rasimah Ahmad Kota

Bukittinggi berjumlah 947 balita.

39
2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan

dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmojo, 2010). Besar Sampel

berjumlah 90 ibu dan balita yang ditentukan berdasarkan rumus

(Arikunto, 2010) yaitu mellaui teknik purposive sampling, yaitu memilih

berdasarkan kriteria yang ditentukan oleh peneliti.

N
n=
1 + N (d)2

Keterangan:
N= Besar PopulasI
n= Besar sampel

d= Tingkat Kepercayaan

947
n=
1 + 947 (0,01)

947
n=
1 + 9,47

947
n=
10,47
n = 90
n = 90

D. Sumber Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara kepada

responden berdasarkan kuesioner yang telah disediakan, bukan dari sumber

40
pustaka yang ada. Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode

wawancara. Wawancara dilakukan dengan menanyakan mengenai pola

asuh, riwayat penyakit balita, riwayat kehamilan ibu.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data pelengkap dari data primer yang ada

relevansinya dengan keperluan penelitian. Data sekunder diperoleh dari

data laporan bulanan Puskesmas Rasimah Ahmad, profil Dinas Kesehatan

Kota Bukittinggi, laporan-laporan lain yang terkait, dan buku-buku

referensi.

E. Tahap Pengumpulan Data

Teknik pengambilan data dalam penelitian ini meliputi:

1. Wawancara

Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2002:102), wawancara adalah suatu

metode yang digunakan untuk mengumpulkan data, dimana penelliti

mendapatkan keterangan secara langsung dari seseorang sasaran penelitian

(responden).

2. Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan untuk memperoleh gambaran umum tempat

penelitian, seperti keadaan demografi.

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

A. Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul pada penelitian ini akan diolah melalui

tahap-tahap.

41
a. Editing

Setelah kuisioner diisi dan dikembalikan oleh responden.

Kemudian diperiksa kembali semua item pertanyaan telah diisioleh

responden.

a. Coding

Yang dimaksud dengan coding adalah mengklasifikasikan jawaban

jawaban dari para responden kedalam kategori-kategori. Biasanya

klasifikasi dilakukan dengan cara memberi tanda atau kode berbentuk

angka pada masing-masing jawaban.

b. Tabulasi

Pekerjaan tabulasi adalah membuat table jawaban-jawaban yang

sudah diberi kode kategori jawaban, kemudian dimasukkan kedalam

tabel.

d. Entry data

Merupakan kegiatan memproses data agar dapat dianalisis.

Tahap ini dilakukan dengan cara memindahkan data dari kuisioner.

e. Processing

Setelah isian kuisioner terisi penuh dan benar dan telah

melewati pengkodingan maka langkah selanjutnya adalah

memprosesdata agar dapat dianalisis. Dalam memproses data dapat

dilakukan dengan cara mengentry data dari kuisioner kepaket

program computer.

42
f. Cleaning

Pembersihan data dengan memeriksa kembali sehingga

benar-benar bersih dari kesalahan dan tidak terdapat kesalahan

dalam pengisian data.

G. Teknik Analisi Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil

penelitian, yang menghasilkan distribusi dan presentasi dari tiap

variabel (Soekidjo Notoadmodjo, 2002 : 188). Data hasil penelitian

dideskripsikan dalam bentuk tabel dan narasi, untuk menganalisis

besarnya proporsi hasil masing-masing penggunaan metode. Analisis

ini bermanfaat untuk melihat apakah data layak untuk dilakukan

analisis, melihat gambaran data yang dikumpulkan dan apakah data

sudah optimal.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang

diduga berhubungan atau berkorelasi (Soekidjo Notoadmodjo, 2002 :

188). Analisis bivariat ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara

variabel bebas dan variabel terikat, yang dilakukan secara statistik

dengan menggunakan uji chi- square pada derajat kepercayaan 95%.

Jika uji chi-square tidak memenuhi syarat, maka menggunakan uji

alternatif yaitu uji fisher tabel 2x2, uji kolmogorov- smirnov tabel 2xk,

atau penggabungan sel selain 2x2 dan 2xk.

43
G. Etika Penelitian

Setelah mendapat izin atau pengantar dari pihak Universitas Fort De

Kock Bukittinggi, peneliti melaporkan ke kantor kesbangpol, dan mengurus

izin penelitian di Kota Bukittinggi melalui dinas terkait. Sebelum penelitian

peneliti akan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian, kemudian

memberikan inform consent sebagai bentuk pengaplikasian hak-hak

responden untuk menolak atau menyetujui sebagai subjek penilitian. Bagi

mereka yang setuju akan diminta untuk menanda tangani surat persetujuan

yang telah ditetapkan. Setelah mendapatkan persetujuan barulah melakukan

penelitian dengan menekankan masalah etika yang meliputi :

1. Inform Consent (Lembaran Persetujuan)

Lembaran persetujuan ini diberikan pada responden yang telah

diteliti memenuhi kriteria sebagai responden, bila subyek menolak maka

peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak-hak subyek.

B. Anonimily (Tanpa Nama)

Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak mencantumkan nama

responden tetapi lembaran tersebut diberi kode. Informasi responden tidak

hanya dirahasiakan tapi harus dihilangkan.

C. Confidentiality (Kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi responden dijamin penulis dan hanya

kelompok data tertentu yang dilaporkan sebagai hasil penelitian.

44
BAB V
HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Rasimah Ahmad Kota

Bukittinggi Tahun 2021 dengan jumlah responden sebanyak 90 ibu dan balita

yang ada di wiliyah kerja Puskesmas Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi pada

bulan Juli-Agustus Tahun 2021 sesuai dengan kriteria peneliti.

B. Hasil Penelitian

1. Analisis Univariat

a. Karakteristik Ibu

1). Karakteristik Responden Menurut Umur Ibu

Tabel 1.7
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Ibu di Puskesmas
Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi Tahun 2021

Umur Ibu F %

<20 1 1,1

20-35 83 92,2

>35 6 6,7
Total 90 100
Dari tabel dapat dilihat bahwa dari 90 orang responden umur <20

sebanyak 1 orang ibu (1,1%), umur 20-35 sebanyak 83 orang ibu (92,2%),

umur >35 sebanyak 6 orang ibu (6,7%).

45
2). Karakteristik Responden Menurut Pendidikan Ibu

Tabel 1.8

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan di


Puskesmas Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi Tahun 2021

Pendidikan Ibu F %

SD 6 6,7
SMP 12 13,3

SMA 54 60,0
PT 18 20,0
Total 90 100

Dari tabel dapat dilihat bahwa dari 90 orang responden tingkat

pendidikan SD sebanyak 6 responden (6,7%), tingkat pendidikan SMP

sebanyak 12 responden (13,3%), tingkat pendidikan SMA sebanyak 54

responden (60,0%), dan tingkat pendidikan PT (Perguruan Tinggi)

sebanyak 18 responden (20,0%).

3). Karakteristik Responden Menurut Pekerjaan Ibu

Tabel 1.9
Distribusi Frekuensi Pekerjaan Responden di Puskesmas Rasimah
Ahmad Kota Bukittinggi Tahun 2021

Pekerjaan Ibu F %

IRT 55 61,1
Petani 6 6,7

Wiraswasta 24 26,7
PNS 5 5,6
Total 90 100

Dari tabel dapat dilihat bahwa dari 90 orang responden, pekerjaan

responden sebagai IRT sebanyak 55 responden (61,1%), petani sebanyak 6

46
responden (6,7%), wiraswasta sebanyak 24 responden (26,7%), PNS

sebanyak 5 responden (5,6%).

b. Karakteristik Balita

1). Karakteristik Responden Menurut Umur Balita

Tabel 2.0
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Balita di Puskesmas
Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi Tahun 2021

Umur Balita F %

0-35 69 76,7
35-59 21 23,3

Total 90 100.

Dari tabel dapat dilihat bahwa dari 90 balita, yang berusia 0-35

bulan sebanyak 69 balita (76,7%) sedangkan yang berusia 35-59 sebanyak

21 balita (23,3%)

2). Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin Balita

Tabel 2.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Balita di
Puskesmas Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi Tahun 2021

Jenis Kelamin F %

Laki-Laki 44 48,9
Perempuan 46 51,1

Total 90 100.0

Dari tabel dapat dilihat bahwa dari 90 balita, yang berjenis kelamin

laki-laki sebanyak 44 balita (48,9%), sedangkan yang berjenis kelamin

perempuan sebanyak 46 balita (51,1%).

47
3). Karakteristik Responden Menurut Berat Badan Lahir

Tabel 2.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Berat Badan Lahir di
Puskesmas Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi Tahun 2021
BBL F %

<2500 18 20,0
>2500 72 80,0

Total 90 100.0

Dari tabel dapat dilihat bahwa dari 90 balita, yang mempunyai

riwayat berat badan lahir <2500 sebanyak 18 balita (20,0%), sedangkan

yang mempunyai riwayat berat badan lahir >2500 sebanyak 72 balita (80,0)

c. Distribusi Frekuensi Pola Asuh, Riwayat Penyakit Balita, Riwayat

Penyakit Ibu Dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi Tahun 2021

1). Distribusi Frekuensi Pola Asuh Pada Balita

Tabel 2.3
Distribusi Frekuensi Pola Asuh Pada Balita di Puskesmas Rasimah
Ahmad Kota Bukittinggi Tahun 2021
Pola Asuh F %

Kurang Baik 25 27,8


Baik 65 72,2

Total 90 100.0

Dari tabel dapat dilihat bahwa dari 90 balita, yang memiliki pola

asuh kurang baik sebanyak 25 balita (27,8%), sedangkan yang memiliki

pola asuh baik sebanyak 65 balita (72,2%).

2). Distribusi Frekuensi Riwayat Penyakit Balita

Tabel 2.4

48
Distribusi Frekuensi Riwayat Penyakit Balita di Puskesmas Rasimah
Ahmad Kota Bukittinggi Tahun 2021
Riwayat Penyakit Balita F %

Tidak Ada 38 42,2


Ada 52 57,8

Total 90 100.0

Dari tabel dapat dilihat bahwa dari 90 balita, yang tidak mempunyai

riwayat penyakit pada balita sebanyak 38 balita (42,2%), sedangkan yang

mempunyai riwayat penyakit pada balita sebanyak 52 balita (57,8%).

3). Distribusi Frekuensi Riwayat Penyakit Ibu

Tabel 2.5
Distribusi Frekuensi Riwayat Penyakit Ibu di Puskesmas Rasimah
Ahmad Kota Bukittinggi Tahun 2021
Riwayat Penyakit Ibu F %

Tidak Ada 65 72,2


Ada 25 27,8

Total 90 100.0

Dari tabel dapat dilihat bahwa dari 90 balita, yang tidak mempunyai

riwayat penyakit pada ibu sebanyak 65 ibu (72,2%), sedangkan yang

mempunyai riwayat penyakit pada ibu sebanyak 52 ibu (27,8%).

2. Analisis Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara

variabel bebas dan variabel terikat yaitu hubungan pola asuh, riwayat

49
penyakit balita dan riwayat penyakit ibu dengan status gizi balita di

wilayah kerja Puskesmas Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi.

1. Faktor Resiko Pola Asuh dengan Status Gizi Balita

Tabel 2.6
Hubungan Pola Asuh dengan Status Gizi Balita
di Puskesmas Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi Tahun 2021

Status Gizi

Pola asuh Buruk Total P. OR


Baik
Value (CI 95%)

n % N % N %

Kurang Baik 15 37,5 10 20,0 40 100

2,400
Baik 25 62,5 40 80,0 50 100 0,108
(0,934-6,165)
Total 40 100 50 100 90 100

Dari tabel 2.6 diketahui bahwa proporsi balita dengan gizi buruk

yang memiliki pola asuh baik cenderung lebih tinggi sebesar 62,5,%

lebih besar dibandingkan dengan balita yang memiliki pola asuh kurang

baik yaitu sebesar 37,5%.

Hasil perhitungan statistik dengan menggunakan uji chi square

terlihat bahwa p value adalah 0,108 (p> 0,05), ini berarti tidak ada

hubungan antara pola asuh dengan kejadian buruk. Menunjukkan nilai

Odds ratio (OR) sebesar 2,400 dengan nilai confidence interval 95%

(0,934-6,165).

50
2. Faktor Resiko Riwayat Penyakit Balita dengan Status Gizi

Balita

Tabel 2.7
Hubungan Riwayat Penyakit Balita dengan Status Gizi Balita
di Puskesmas Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi Tahun 2021

Status Gizi
Riwayat
Penyakit
Balita Buruk Total P. OR
Baik
Value (CI 95%)

N % N % N %

Tidak Ada 15 37,5 23 46,0 40 100

0,704
Ada 25 62,5 27 54,0 50 100 0,551
(0,302-1,645)
Total 40 100 50 100 90 100

Berdasarkan tabel 2.7 diketahui bahwa proporsi balita dengan

gizi buruk yang mempunyai riwayat penyakit cenderung lebih tinggi

sebesar 62,5% dibandingkan balita dengan gizi buruk yang tidak

mempunyai riwayat penyakit sebesar 37,5%.

Hasil perhitungan statistik dengan menggunakan uji chi square

terlihat bahwa p value adalah 0,551 (p> 0,05), ini berarti tidak ada

hubungan antara pengetahuan ibu tentang gizi dengan kejadian gizi

kurang dan gizi buruk (Ho diterima dan Ha ditolak) dan menunjukkan

nilai Odds ratio (OR) sebesar 0,704 dengan nilai confidence interval 95%

(0,302-1,645).

51
3. Faktor Resiko Riwayat Penyakit Ibu dengan Status Gizi Balita

Tabel 2.8
Hubungan Riwayat Penyakit Ibu dengan Status Gizi Balita
di Puskesmas Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi Tahun 2021

Status Gizi
Riwayat
Penyakit Ibu Buruk Total P. OR
Baik
Value (CI 95%)

n % N % N %

Tidak Ada 19 47,5 46 92,0 40 100

0,079
Ada 21 52,5 4 8,0 50 100 0,000
(0,024-0,260)
Total 40 100 50 100 90 100

Berdasarkan tabel 2.8 diketahui bahwa riwayat penyakit ibu

balita dengan gizi buruk yang mempunyai riwayat penyakit cenderung

lebih tinggi sebesar 52,5% dibandingkan ibu balita yang tidak

mempunyai riwayat penyakit sebesar 47,5%.

Uji Pearson Chi Square menunjukkan nilai p = 0,000 yang berarti

bahwa riwayat penyakit ibu mempunyai hubungan bermakna dengan

kejadian gizi buruk. Selain itu diperoleh nilai Odds ratio (OR) sebesar

0,079 dengan nilai confidence interval 95% (0,024-0,260) yang

merupakan faktor resiko kejadian gizi buruk pada balita.

52
BAB VI
PEMBAHASAN

A. Analisis Univariat

1. Karakteristik Subjek Penelitian

a. Umur Ibu

Krakteristik responden berdasarkan berdasarkan umur Ibu

menunjukkan bahwa umur 20-35 paling tertinggi sebesar 80 ibu (92,2%)

karena pada usia tersebut usia yang paling memuaskan untuk mengasuh

anak adalah 20-35 tahun (Wong, 2016). Selama waktu ini orang tua

dianggap pada kondisi kesehatan yang optimum dengan perkiraan usia

harapan hidup yang memungkinkan waktu cukup dan untuk membangun

sebuah keluarga.

b. Pendidikan Ibu

Karakteristik responden berdasarkan pendidikan ibu menunjukkan

60,0% ibu riwayat pendidikan SMA dan paling kecil 6,7% ibu riwayat

pendidikan SD. Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Lombok Timur

tahun 2017 memperoleh hasil bahwa pendidikan ibu merupakan faktor

risiko kejadian gizi buruk. Selain itu penelitian yang dilakukan di

Kabupaten Magelang tahun 2016 dan penelitian di Surakarta tahun 2017

juga menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara

pendidikan ibu dengan status gizi.

53
Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap

kualitas pengasuhan balita terutama anak yang masih diasuh oleh ibunya.

Kualitas pengasuhan balita yang buruk dan rendahnya pendidikan akan

mempengaruhi kualitas dan kuantitas asupan makanan balita yang

menyebabkan balita tersebut mengalami gizi buruk

c. Pekerjaan

Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan orang tua

menunjukkan 61,1% adalah ibu rumah tangga dan paling kecil 5,6% adalah

PNS. Seseorang yang bergaul dengan orang-orang yang mempunyai

pengetahuan tinggi maka secara tidak langsung maupun tidak langsung

pengetahuan yang dimiliki akan bertambah (Notoadmojo, 2010).

d. Umur Balita

Karakteristik responden berdasarkan umur balita menunjukkan

umur balita 0-35 76,7% sedangkan umur 35-59 23,3% Usia balita terutama

pada usia 12-36 bulan adalah masa pertumbuhan yang cepat sehingga

memerlukan kebutuhan gizi yang paling banyak dibandingkan dengan

masa-masa selanjutnya.

Penelitian yang dilakukan di Puskesmas Andalas tahun 2007 pada

balita dengan usia 12 bulan – 59 bulan adalah kelompok yang rawan

terhadap gangguan gizi dan kesehatan. Pada usia tersebut kebutuhan balita

meningkat dan mereka tidak dapat mencari makanan mereka sendiri. Usia

tersebut juga tidak lagi begitu diperhatikan dan pengurusannya diberikan

kepada orang lain sehingga terjadi risiko gizi buruk yang semakin besar.

54
e. Jenis Kelamin

Berdasarkan karakteristik subjek penelitian yang telah diuraikan di

atas, diperoleh proporsi terbesar pada jenis kelamin perempuan sebesar

51,1% atau 46 balita dan laki-laki sebanyak 44 balita (48,9,%). Penelitian

sebelumnya yang dilakukan pada balita di Jakarta tahun 2017 yang

menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna jenis kelamin dengan

kejadian gizi buruk.

Menurut penelitan sebelumnya jenis kelamin perempuan paling

banyak mengalami gizi buruk karena di dalam kehidupan sehari-hari masih

banyak keluarga yang memberikan porsi lebih banyak kepada laki-laki

daripada perempuan dan mengutamakan pemberian makanan terlebih

dahulu pada laki-laki setelah itu baru perempuan.

f. Berat Badan Lahir (BBL)

Karakteristik responden berdasarkan BBL sebanyak 72 balita

dengan berat badan lahir >2500 80,0% sedangkan sebanyak 18 balita

dengan berat badan lahir <2500 20,0%. Selain itu BBLR merupakan faktor

risiko dari kejadian gizi buruk. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya

di Kelurahan Pringgokusuman tahun 2012 menyatakan bahwa BBLR

merupakan faktor risiko kejadian gizi buruk. Penelitian lain yang dilakukan

di Puskesmas Basuki Rahmad tahun 2011 juga menyatakan bahwa terdapat

hubungan yang bermakna antara BBLR dengan kejadian gizi buruk.

Penyebab terbanyak dari BBLR ini adalah bayi yang lahir prematur

atau dapat disebabkan saat bayi mengalami hambatan saat di dalam

55
kandungan.Dampak BBLR ini adalah meningkatkan risiko angka

morbiditas (kesakitan) dan gangguan pertumbuhan fisik saat balita.Gizi

buruk dapat terjadi apabila BBLR jangka panjang. Pada BBLR zat antibodi

kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit. Penyakit ini

menyebabkan balita kurang nafsu makan sehingga asupan makanan yang

masuk ke dalam tubuh menjadi berkurang dan dapat menyebabkan gizi

buruk.

g. Pola Asuh

Berdasarkan distribusi frekuensi pola asuh yang telah diuraikan

diatas dapat dilihat bahwa dari 90 balita, yang memiliki pola asuh kurang

baik sebanyak 25 balita (27,8%), sedangkan yang memiliki pola asuh baik

sebanyak 65 balita (72,2%).

Pola asuh adalah salah satu faktor yang erat kaitannya dengan

tumbuh kembang anak. Pola asuh dalam konteks ini, mencakup beberapa

hal yaitu makanan yang merupakan sumber gizi, vaksinasi, ASI eksklusif,

pengobatan saat sakit, tempat tinggal, kebersihan lingkungan, pakaian dan

lain-lain (Soetjiningsih, 2012). Pola pengasuhan balita berupa sikap dan

perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak,

memberikan makan, perawatan, menjaga kebersihan, memberi kasih

sayang, rasa aman dan sebagainya.

Berdasarkan penelitian Natalina, kristiawati (2014), bahwa ada

hubungan dengan keadaan ibu tentang kesehatan (fisik dan mental), status

gizi, pendidikan, penghasilan, pengetahuan, dan keterampilan tentang

pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau masyarakat dan

56
sebagainya dari si ibu dan pengasuhnya. Balita masih benar-benar

tergantung pada perawatan dan pengasuhan olehibunya. Pengasuhan

kesehatan dan makanan pada tahun pertama kehidupan sangatlah penting

untuk perkembangan balita.

h. Riwayat Penyakit Balita

Berdasarkan distribusi frekuensi riwayat penyakit balita yang telah

diuraikan diatas dapat dilihat bahwa dari 90 balita, yang tidak mempunyai

riwayat penyakit pada balita sebanyak 38 balita (42,2%), sedangkan yang

mempunyai riwayat penyakit pada balita sebanyak 52 balita (57,8%).

Masalah gizi dapat menjadi suatu ancaman bagi kelangsungan

hidup suatu bangsa. Status gizi tiap individu menunjukkan kebutuhan

fisiologis individu itu sendiri karena jika tidak terpenuhi maka akan

menimbulkan masalah kesehatan yang berkaitan dengan gizi. Kondisi

kesehatan dan gizi pada anak merupakan hal yang saling berpengaruh.

Status gizi anak juga dipengaruhi oleh banyak faktor seperti aspek

konsumsi, kesehatan anak, pengasuhan psikososial. Dengan adanya

penyakit infeksi maka kondisi kesehatan anak menurun sehingga

berdampak pada nafsu makan dan akan mengurangi jumlah asupan

makanannya, sehingga kurangnya zat gizi yang masuk kedalam tubuh.

Penyakit infeksi seperti diare, pneumonia, dan malaria adalah penyebab

sebagian besar kematian. Setengah dari 5,9 juta anak balita meniggal

karena penyakit infeksi. Dampak lain dari infeksi adalah muntah-muntah

dan diare yang menyebabkan kurangannya zat gizi dan cairan dalam

tubuh.

57
Penelitian sebelumnya yang dilakukan di RSUD Ulin Banjarmasin

tahun 2017 bahwa penyakit penyerta merupakan faktor risiko kejadian gizi

buruk.44 Penyakit penyerta dapat menyebabkan gizi buruk dikarenakan

terdapat hubungan timbal balik antara kejadian penyakit dan gizi buruk.

Balita yang menderita gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan

sehingga rentan terhadap penyakit. Selain itu anak yang menderita sakit

akan memperjelek keadaan gizi melalui gangguan asupan makanan dan

meningkatnya kehilangan zat-zat gizi esensial.

i. Riwayat Penyakit Ibu

Berdasarkan distribusi frekuensi riwayat penyakit ibu yang telah

diuraikan diatas dapat dilihat bahwa dari 90 balita, yang tidak mempunyai

riwayat penyakit pada ibu sebanyak 65 ibu (72,2%), sedangkan yang

mempunyai riwayat penyakit pada ibu sebanyak 52 ibu (27,8%).

Anak yang lahir BBLR disebabkan karena asupan ibu yang

kurang pada saat kehamilan sehingga terjadi penghambatan

pertumbuhan pada anak dan sering terkena penyakit infeksi. Penyebab

stunting diantaranya adalah hambatan pertumbuhan dalam kandungan,

asupan zat gizi yang tidak mencukupi untuk mendukung pertumbuhan

dan perkembangan yang cepat pada masa bayi dan anak anak serta

seringnya terkena penyakit infeksi selama masa awal kehidupan, anak

memiliki panjang badan yang rendah ketika lahir, anak yang mengalami

berat lahir yang rendah pada saat dilahirkan dan pemberian makanan

tambahan yang tidak sesuai menurut usia disertai dengan konsistensi

makanannya (Sukmawati, dkk 2018).

58
Penelitian sebelumnya oleh (Ridha Mustika, 2017) di Kecamatan

Soerang Kabupaten Bandung bahwa ada hubungan antara riwayat

penyakit ibu masa kehamilan dengan status gizi balita. Anak dengan

BBLR (<2500 gram) berpotensi besar mengalami status gizi kurang

bahkan lebih buruk yang mempengaruhi kehidupannya termasuk risiko

gangguan pertumbuhan. Akibatnya anak mengalami gagal tumbuh,

postur tubuh kecil pendek yang ditandai dengan kegagalan mencapai

tinggi dan berat badan ideal. Permasalahan gizi harus diperhatikan sejak

masih dalam kandungan.1 Riwayat status gizi ibu hamil menjadi faktor

penting terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin.2 Jika terjadi

kekurangan status gizi awal kehidupan maka akan berdampak terhadap

kehidupan selanjutnya seperti Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT), Berat

Badan Lahir Rendah (BBLR), kecil, pendek kurus, daya tahan tubuh rendah

dan risiko meninggal dunia.

B. Analisis Bivariat

1. Pola Asuh

Berdasarkan hasil penelitian tabel 2.6 diperoleh data balita dengan

gizi buruk yang memiliki pola asuh baik cenderung lebih tinggi sebesar

62,5% lebih besar dibandingkan dengan balita yang memiliki pola asuh

kurang baik yaitu sebesar 37,5%. Diperoleh nilai p value = 0,108 (p> 0,05),

sehingga menunjukkan tidak terdapat hubungan antara pola asuh dengan

status gizi balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Rasimah Ahmad Kota

Bukittinggi.

59
Pola asuh adalah salah satu faktor yang erat kaitannya dengan tumbuh

kembang anak. Pola asuh dalam konteks ini, mencakup beberapa hal yaitu

makanan yang merupakan sumber gizi, vaksinasi, ASI eksklusif, pengobatan

saat sakit, tempat tinggal, kebersihan lingkungan, pakaian dan lain-lain

(Soetjiningsih, 2012). Pola pengasuhan balita berupa sikap dan perilaku ibu

atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan,

perawatan, menjaga kebersihan, memberi kasih sayang, rasa aman dan

sebagainya.

Berdasarkan penelitian Natalina, kristiawati (2014), bahwa ada

hubungan dengan keadaan ibu tentang kesehatan (fisik dan mental), status gizi,

pendidikan, penghasilan, pengetahuan, dan keterampilan tentang pengasuhan

anak yang baik, peran dalam keluarga atau masyarakat dan sebagainya dari si

ibu dan pengasuhnya. Balita masih benar-benar tergantung pada perawatan dan

pengasuhan olehibunya. Pengasuhan kesehatan dan makanan pada tahun

pertama kehidupan sangatlah penting untuk perkembangan balita.

Dari hasil penelitian menunjukkan pola asuh yang diberikan pada balita

di RW.VI Kelurahan Manisrejo Madiun adalah baik. Hal ini karena kegiatan

Posyandu yang ada di RW.VI selalu mengadakan kegiatan penimbangan dan

pemberian makanan tambahan untuk meningkatkan gizi balita. Selain itu di era

komunikasi sekarang ini semua informasi mudah diperoleh sehingga untuk pola

asuh yang benar dan cara mendidik yang benar mudah diperoleh selain di

penyuluhan juga internet juga sudah mewabah pada ibu-ibu rumah tangga.

60
Pola asuh berkaitan dengan perilaku orang tua yang di perhatikan dan

kehangatan, yaitu orangtua dalam mengasuh dan menjalin hubungan

interpersonal dengan anak. Hal itu merupakan bentuk pola asuh yang baik.

Dan bila pola asuh itu tidak tidak baik berarti berlawanan atau tidak sesuai

dengan perhatian, kehangatan dalam menjalin hubungan interpersonal dengan

anak.

2. Riwayat Penyakit Balita

Berdasarkan hasil penelitian tabel 2.7 diperoleh data bahwa proporsi

balita dengan gizi buruk yang mempunyai riwayat penyakit cenderung lebih

tinggi sebesar 62,5% dibandingkan balita dengan gizi buruk yang tidak

mempunyai riwayat penyakit sebesar 37,5%. Diperoleh nilai p value = 0,551

(p> 0,05), sehingga menunjukkan tidak terdapat hubungan antara riwayat

penyakit balita dengan status gizi balita (Ho diterima dan Ha ditolak) dan

menunjukkan nilai Odds ratio (OR) sebesar 0,704 dengan nilai confidence

interval 95% (0,302-1,645) di wilayah kerja UPTD Puskesmas Rasimah

Ahmad Kota Bukittinggi.

Masalah gizi dapat menjadi suatu ancaman bagi kelangsungan hidup

suatu bangsa. Status gizi tiap individu menunjukkan kebutuhan fisiologis

individu itu sendiri karena jika tidak terpenuhi maka akan menimbulkan

masalah kesehatan yang berkaitan dengan gizi. Kondisi kesehatan dan gizi

pada anak merupakan hal yang saling berpengaruh. Status gizi anak juga

dipengaruhi oleh banyak faktor seperti aspek konsumsi, kesehatan anak,

pengasuhan psikososial. Dengan adanya penyakit infeksi maka kondisi

61
kesehatan anak menurun sehingga berdampak pada nafsu makan dan akan

mengurangi jumlah asupan makanannya, sehingga kurangnya zat gizi yang

masuk kedalam tubuh. Penyakit infeksi seperti diare, pneumonia, dan

malaria adalah penyebab sebagian besar kematian. Setengah dari 5,9 juta

anak balita meniggal karena penyakit infeksi. Dampak lain dari infeksi

adalah muntah-muntah dan diare yang menyebabkan kurangannya zat gizi

dan cairan dalam tubuh.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan di RSUD Ulin Banjarmasin

tahun 2017 bahwa penyakit penyerta merupakan faktor risiko kejadian gizi

buruk.44 Penyakit penyerta dapat menyebabkan gizi buruk dikarenakan

terdapat hubungan timbal balik antara kejadian penyakit dan gizi buruk. Balita

yang menderita gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan sehingga

rentan terhadap penyakit. Selain itu anak yang menderita sakit akan

memperjelek keadaan gizi melalui gangguan asupan makanan dan

meningkatnya kehilangan zat-zat gizi esensial.

Penyakit penyerta yang paling banyak dialami oleh balita kelompok gizi

buruk menurut catatan medik dan wawancara di wilayah kerja Puskesmas

Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi adalah ISPA. diperoleh dari catatan medik.

Hal ini dapat terjadi gizi buruk pada balita yang mengalami diare karena balita

akan mengalami asupan makanan dan banyak nutrisi yang terbuang serta

kekurangan cairan. Selain itu, balita dengan ISPA yaitu salah satu penyakit

infeksi yang sering dialami oleh balita, dapat menyebabkan menurunnya nafsu

makan sehingga asupan zat gizi ke dalam tubuh anak menjadi berkurang.

62
3. Riwayat Penyakit Ibu

Berdasarkan hasil penelitian tabel 2.8 diperoleh data bahwa riwayat

penyakit ibu balita dengan gizi buruk yang mempunyai riwayat penyakit

cenderung lebih tinggi sebesar 52,5% dibandingkan ibu balita yang tidak

mempunyai riwayat penyakit sebesar 47,5%. Diperoleh nilai p value = 0,000

yang berarti bahwa riwayat penyakit ibu mempunyai hubungan bermakna

dengan kejadian gizi buruk. Selain itu diperoleh nilai Odds ratio (OR)

sebesar 0,079 dengan nilai confidence interval 95% (0,024-0,260) yang

merupakan faktor resiko kejadian gizi buruk pada balita di wilayah kerja

UPTD Puskesmas Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi.

Anak yang lahir BBLR disebabkan karena asupan ibu yang kurang

pada saat kehamilan sehingga terjadi penghambatan pertumbuhan pada anak

dan sering terkena penyakit infeksi. Penyebab stunting diantaranya adalah

hambatan pertumbuhan dalam kandungan, asupan zat gizi yang tidak

mencukupi untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan yang cepat

pada masa bayi dan anak anak serta seringnya terkena penyakit infeksi

selama masa awal kehidupan, anak memiliki panjang badan yang rendah

ketika lahir, anak yang mengalami berat lahir yang rendah pada saat

dilahirkan dan pemberian makanan tambahan yang tidak sesuai menurut usia

disertai dengan konsistensi makanannya (Sukmawati, dkk 2018).

Penelitian sebelumnya oleh (Ridha Mustika, 2017) di Kecamatan

Soerang Kabupaten Bandung bahwa ada hubungan antara riwayat penyakit

ibu masa kehamilan dengan status gizi balita. Anak dengan BBLR (<2500

gram) berpotensi besar mengalami status gizi kurang bahkan lebih buruk

63
yang mempengaruhi kehidupannya termasuk risiko gangguan pertumbuhan.

Akibatnya anak mengalami gagal tumbuh, postur tubuh kecil pendek yang

ditandai dengan kegagalan mencapai tinggi dan berat badan ideal.

Permasalahan gizi harus diperhatikan sejak masih dalam kandungan.1 Riwayat

status gizi ibu hamil menjadi faktor penting terhadap pertumbuhan dan

perkembangan janin.2 Jika terjadi kekurangan status gizi awal kehidupan maka

akan berdampak terhadap kehidupan selanjutnya seperti Pertumbuhan Janin

Terhambat (PJT), Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), kecil, pendek kurus, daya

tahan tubuh rendah dan risiko meninggal dunia.

64
BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan

bahwa dari 86 responden di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kebong

didapatkan pernyataan sebagai berikut:

1. Sebagian besar responden umur umur 20-35 sebanyak 83 orang ibu

(92,2%), sedangkan yang paling sedikit responden umur <20 sebanyak 1

orang ibu (1,1%),

2. Sebagian besar responden tingkat pendidikan SMA sebanyak 54

responden (60,0%), sedangkan yang paling sedikit tingkat pendidikan SD

sebanyak 6 responden (6,7%)

3. Sebagian besar responden dengan pekerjaan sebagai IRT sebanyak 55

responden (61,1%), petani sebanyak 6 responden (6,7%), wiraswasta

sebanyak 24 responden (26,7%), PNS sebanyak 5 responden (5,6%).

4. Dari 90 balita, yang berusia 0-35 bulan sebanyak 69 balita (76,7%)

sedangkan yang berusia 35-59 sebanyak 21 balita (23,3%)

5. Dari 90 balita, yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 44 balita

(48,9%), sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 46 balita

(51,1%).

65
6. Dari 90 balita, yang mempunyai riwayat berat badan lahir <2500

sebanyak 18 balita (20,0%), sedangkan yang mempunyai riwayat berat

badan lahir >2500 sebanyak 72 balita (80,0)

7. Dari 90 balita, yang memiliki pola asuh kurang baik sebanyak 25 balita

(27,8%), sedangkan yang memiliki pola asuh baik sebanyak 65 balita

(72,2%).

8. Dari 90 balita, yang tidak mempunyai riwayat penyakit pada balita

sebanyak 38 balita (42,2%), sedangkan yang mempunyai riwayat penyakit

pada balita sebanyak 52 balita (57,8%).

9. Dari 90 balita, yang tidak mempunyai riwayat penyakit pada ibu

sebanyak 65 ibu (72,2%), sedangkan yang mempunyai riwayat penyakit

pada ibu sebanyak 52 ibu (27,8%).

10. Tidak ada hubungan yang signifikan antara pola asuh dengan status

gizi balita p value = 0,108 (p> 0,05), Odds ratio (OR) sebesar 2,400

dengan nilai confidence interval 95% (0,934-6,165).

11. Tidak ada hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit balita

dengan status gizi balita dengan p value = 0,551 (p> 0,05 (Ho diterima

dan Ha ditolak) dan menunjukkan nilai Odds ratio (OR) sebesar 0,704

dengan nilai confidence interval 95% (0,302-1,645).

12. Ada hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit ibu dengan

status gizi balita dengan p value = 0,000 diperoleh nilai Odds ratio (OR)

sebesar 0,079 dengan nilai confidence interval 95% (0,024-0,260) yang

merupakan faktor resiko kejadian gizi buruk pada balita.

66
B. Saran

1. Bagi Institusi Pendidikan Universitas Fort De Kock Bukittinggi

Sebagai bahan masukan dan pedoman penelitian lainnya yang ada

kaitannya dengan Skripsi ini.

2. Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan

Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan kualitas pelayanan

kesehatan dan intervensi masalah secara tepat dan sesuai setelah

mengetahui faktor penyebab yang mendorong kejadian gizi buruk pada

balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Rasimah Ahmad Kota

Bukittinggi.

3. Bagi Tenaga Kesehatan

Sebagai bahan masukan bagi petugas kesehatan dan dapat

membantu pemerintah dalam menurunkan angka Gizi Buruk pada Balita.

4. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang

dampak Gizi Buruk jika pencegahan sejak dini tidak dilakukan dan

pengobatan tidak adekuat khususnya dalam pengobatan kejadian gizi buruk

dan menambah pengalaman bagi peneliti dengan cara bertemu langsung

dan melihat kondisi responden yang memiliki umur berisiko untuk terkena

gizi buruk.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya yang

berkaitan dengan topik Faktor Resiko Kejadian Gizi Buruk pada Balita.

67
DAFTAR PUSTAKA

(Aceh & kue tradisional khas Aceh, 2020; Budi Faisol, Sriyono, & Retno, 2015;
Damaik, Ekayanti, & Hariyadi, 2010; Ernawati, 2019; Fauziyah, 2017;
Hardani M & Zuraida R, 2019; Hati Baculu, Juffrie, & Helmyati, 2016; Hati &
Pratiwi, 2019; Lutfiana, 2013; Murwati & Devianti, 2016; Novitasari, 2012;
Nursusati, 2018; R Yudi Rachman Saleh, Ii Sumarni & Mahasiswa KKS PH
FK.Malahayati di Puskesmas, 2017; Silvera Oktavia, Laksmi Widajanti, 2019;
Sulistyawati, 2019)
Balitbangkes, 2018. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Jakarta:
Kementerian.
Budi Faisol, W., Sriyono, & Retno, I. (2015). Analisis Faktor yang Berkaitan
dengan Kasus Gizi Buruk pada Balita. Jurnal Pediomaternal, 3(1), 83–91.
Retrieved from
journal.unair.ac.id/download-fullpapers-pmnjf19af4e326full.docx
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Profil
Kesehatan
Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Profil


Kesehatan
Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Profil


Kesehatan
Republik Indonesia.

Dinas Provinsi Sumatera Barat, 2018. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Barat.
Padang: Dinas Kesehatan Sumatera Barat.

Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi, 2020. Data Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi.
Bukittinggi: Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi

Ernawati, A. (2019). Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk


Pada Anak Balita Di Puskesmas Jakenan Kabupaten Pati. Jurnal Litbang:
Media Informasi Penelitian, Pengembangan Dan IPTEK, 15(1), 39–50.
https://doi.org/10.33658/jl.v15i1.131
Fauziyah, A. N. (2017). Malnutrition in Eastern Indonesia: Does food access
matter? Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia, 1(2).
https://doi.org/10.7454/eki.v1i2.1870
Hardani M, & Zuraida R. (2019). Penatalaksanaan Gizi Buruk dan Stunting pada
Balita Usia 14 Bulan dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga. Medula,
09(03), 565–575.

68
Hati Baculu, E. P., Juffrie, M., & Helmyati, S. (2016). Faktor risiko gizi buruk pada
balita di Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah. Jurnal Gizi Dan
Dietetik Indonesia (Indonesian Journal of Nutrition and Dietetics), 3(1), 51.
https://doi.org/10.21927/ijnd.2015.3(1).51-59
Hati, F. S., & Pratiwi, A. M. (2019). The Effect of Education Giving on The
Parent’s Behavior About Growth Stimulation in Children with Stunting.
NurseLine Journal, 4(1), 12. https://doi.org/10.19184/nlj.v4i1.8628
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Kemenkes RI. 2017.

Lutfiana, N. (2013). Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Gizi


Buruk Pada Lingkungan Tahan Pangan Dan Gizi. Universitas Negeri
Semerang, 1–128.
Murwati, M., & Devianti, T. (2016). Peningkatan Status Gizi Balita Dengan Gizi
Buruk Melalui Pemberian Formula 100. Jurnal Kebidanan Dan Kesehatan
Tradisional, 1(1), 1–8. https://doi.org/10.37341/jkkt.v1i1.51
Novitasari, D. (2012). Faktor-Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk Pada Semarang.
Fakultas Kedokteran UNDIP, 14–25. Retrieved
fromhttp://eprints.undip.ac.id/37466/1/DEWI_NOVITASARI_A%2C_G2A0
08052%2C_LAPORAN_KTI.pdf
Notoatmodjo, Soekidjo. 2018, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni,
PT.
Rineka Cipta : Jakarta.

Nursusati, M. (2018). Analisis Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk Pada Balita Di
Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2018. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat,
0Universitas Sriwijaya. Retrieved from https://repository.unsri.ac.id/346/
R Yudi Rachman Saleh, Ii Sumarni, D., & Mahasiswa KKS PH FK.Malahayati di
Puskesmas. (2017). Kajian Penyebab Gizi Buruk Pada Balita Di Wilayah
Kerja Puskesmas Rancah Kabupaten Ciamis Tahun 2017. 7–10.
Silvera Oktavia, Laksmi Widajanti, R. A. (2019). Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Status Gizi Buruk Pada Balita. Journal of Chemical
Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
Soetjiningsih. 2007. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta. Buku Kedokteran
EGC.
Sulistyawati, A. (2019). Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk pada Balita Di Dusun
Teruman Bantul. Jurnal Kesehatan Madani Medika, 10(1), 13–19. Retrieved
from http://jurnal.akbiduk.ac.id/assets/doc/190214014918-3.
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
STUNTING PADA BALITA.pdf

69
70
71
72
73
Lampiran 1

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth

Ibu-ibu Calon Responden

Di Tempat

Dengan Hormat

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, mahasiswa Universitas Fort De


Kock Bukittinggi Fakultas Kesehatan Program Studi DIV Kebidanan:

Nama : Suni Rahmawati

Nim : 2015302093

Menyatakan bahwa akan mengadakan penelitian dengan judul “Faktor Resiko


Kejadian Gizi Buruk Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Rasimah
Ahmad Kota Bukittinggi Tahun 2021”

Untuk itu saya meminta kesediaan ibu-ibu untuk menjadi responden dalam
penelitian ini.

Penelitian ini semata-mata untuk pengembangan ilmu pengetahuan, tidak


akan menimbulkan kerugian bagi responden. Kerahasiaan semua informasi akan
dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

Apabila ibu-ibu menyetujui, maka dengan ini saya mohon kesediaan untuk
menandatangani lembaran persetujuan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
saya ajukan. Atas perhatian ibu-ibu sebagai responden, saya ucapkan terimakasih.

Peneliti

(Suni Rahmawati)

74
Lampiran 2

PERNYATAAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

(INFORMENT CONSENT)

Setelah membaca penjelasan yang dijelaskan oleh peneliti, saya bersedia


ikut berpartisipasi sebagai responden penelitian yang berjudul “Faktor Resiko
Kejadian Gizi Buruk Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Rasimah
Ahmad Kota Bukittinggi Tahun 2021”

Yang dilakukan oleh :

Nama : Suni Rahmawati

Nim : 2015302093

Saya mengerti bahwa penelitian ini tidak akan berakibat negative terhadap
saya dan keluarga. Penelitian ini akan menjadi masukan bagi peningkatan
pelayanan kebidanan dan akan dirahasiakan keberadaannya sehingga jawaban yang
diberikan adalah sebenarnya.

Saya telah diberikan kesempatan untuk bertanya dan setiap pertanyaan yang
diajukan berkaitan dengan penelitian ini dan mendapat jawaban yang memuaskan
dengan ini saya sukarela berperan serta dalam penelitian ini.

Bukittinggi, September 2021


Responden

( )

75
KUESIONER PENELITIAN

FAKTOR RESIKO KEJADIAN GIZI BURUK PADA BALITA DI

WILAYAH KERJA PUSKESMAS RASIMAH AHMAD KOTA

BUKITTINGGI TAHUN 2021

I. KARAKTERISTIK RESPONDEN

A. Karakteristik Balita

Nama balita :

Umur balita :

Jenis kelamin :

Berat badan lahir :

Panjang badan lahir :

Urutan anak ke :

B. Karakteristik Orangtua

Nama ibu :

Status ibu :

Umur ibu :

Alamat :

Jumlah aggota keluarga : :

Pendidikan ibu : a. SD
b. SMP
c. SMA
d. Diploma/PT

Pekerjaan ibu : a. Ibu rumah tangga


b. Petani
c. Swasta
d. PNS

76
Pendapatan Keluarga :

a. Jumlah penghasilan ayah perbulan :

Rp………………………………… ….

b. Jumlah penghasilan perbulan :

Rp……………………………………

c. Total penghasilan keluarga perbulan :

Rp……………………………………

II. PERTANYAAN

A. Pola Asuh

Pilihlah jawaban yang anda anggap paling tepat dengan memberikan tanda
(X) !

1. Apakah ibu selalu memberikan makan pada balita


dilakukan secara teratur?

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Tidak pernah

2. Apakah ibu selalu memberikan makanan 4 sehat 5 sempurna pada


balita?

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Tidak pernah

3. Apakah ibu selalu memberikan pakian yang layak dan


aman pada balita?.....

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Tidak pernah

77
4. Apakah ibu selalu memberikan perawatan kesehatan dini pada balita
?..

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Tidak pernah

5. Apakah ibu sudah memberikan imunisasi pada balita ? .....

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Tidak pernah

6. Apakah ibu selalu memberikan penghargaan berupa


pujian pada balita bila balita melakukan sesuatu
perbuatan yang baik ? .....

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Tidak pernah

7. Apakah ibu selalu memberikan sentuhan pada balita


dengan lembut untuk menjalin komunikasi ?.....

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Tidak pernah

8. Apakah ibu selalu memberikan perawatan kesehatan dini pada balita


?..

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Tidak pernah

9. Apakah ibu sudah memberikan imunisasi pada balita ? .....

a. Selalu

78
b. Kadang-kadang

c. Tidak pernah

10. Apakah ibu selalu memberikan perawatan kesehatan dini pada balita
?..

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Tidak pernah

B. Riwayat Penyakit Balita

Apakah Anak ibu sedang mengalamiatau pernah mengalami penyakit


dibawah ini?

a. Ada (ISPA (flu, batuk, dan demam, Diare (mencret), TBC, Campak,
lainnya)
b. Tidak ada

C. Riwayat Kehamilan Ibu

Apakah selama kehamilan ibu pernah mengalami komplikasi dibawah ini?

a. Ada (Hiperemesis gravidarum, Preeklampsia/eklampsia. Anemia,


lainnya)
b. Tidak ada

79
80
81
DOKUMENTASI

82
83
84
85

Anda mungkin juga menyukai