Abstrak: Pada era ini, bagaimana membentuk karyawan yang inovatif merupakan tantangan
dan penting bagi organisasi untuk mengetahui factor yang menjadi penyebab perilaku inovatif
pada karyawannya. Penelitian ini melibatkan tiga variable yaitu kepribadian openness to
experience, organizational ambidextrous culture, dan perilaku kerja inovatif. Dengan
menggunakan 3 alat ukur yaitu The Big Five Personality Inventory (BFI), innovative behavior
scale, dan ambidextrous organizational scale, sebanyak 127 responden diperoleh dengan metode
pengambilan self-report secara daring. Peneliti menguji peran moderasi dari organizational
ambidextrous culture yang dianalisis dengan teknik statistic PROCESS yang dikembangkan oleh
Hayes. Hasil penelitian menunjukkan hubungan positif antara openness to experience (OTE)
dan ambidextrous organizational culture terbukti secara signifikan menjadi predictor dari
perilaku kerja inovatif karyawan F = 25.1475, p < .001, R2 = .3840. Dari hasil tersebut, dapat
dinyatakan sebanyak 38.4% varians dari kedua predictor tersebut secara signifikan berpengaruh
terhadap munculnya perilaku kerja inovatif. Namun, melalui hasil analisa juga diketahui bahwa
tidak terdapat efek interaksi yang signifikan pada variabel ambidextrous organizational culture,
sehingga hipotesis 1 diterima, namun hipotesis 2 tidak diterima. Hasil penelitian ini dapat
memberikan gambaran pada berbagai perusahaan dalam melakukan rekrutmen pada karyawan
baru untuk mempertimbangkan calon karyawan yang memiliki kepribadian yang openness.
Kata Kunci: budaya organisasi, kepribadian, perilaku kerja inovatif, openness to experience
Abstract: In this era, how to form employees is a challenge and important for innovative
organizations to see the factors that cause innovative behavior in their employees. This study
involved three variables, namely openness to experience, ambidextrous organizational culture,
and innovative work behavior. By using 3 measuring instruments, namely The Big Five
Personality Inventory (BFI), Innovation Behavior Scale, and Ambidextrous Organizational Scale,
as many as 127 respondents were obtained using the bold self-report method. Researchers
examined the moderating role of ambidextrous organizational culture as analyzed by the
PROCESS statistical technique developed by Hayes. The results showed a positive relationship
between OTE and ambidextrous organizational culture was proven to be a significant predictor
of employee innovative work behavior. F = 25.1475, p < .001, R2 = .384. From these results, it
can be calculated that 38.4% of variants of the two predictions have a significant effect on
innovative work behavior. However, through the analysis it is also known that there is no
significant interaction between the ambidextrous organizational culture variables, thus the first
hypothesis is accepted but not the second hypothesis. The result of this research can help
companies to identify the openness traits of the prospective employees.
Keywords: ambidextrous organizational culture, innovative behaviour, openness to experience,
organization culture
335
Brianita Riga Pratiwi, Alice Salendu
faktor eksternal yang dapat mendorong Peneliti akan berfokus pada faktor
seseorang memunculkan perilaku inovatif internal yaitu kepribadian dimana merupakan
seperti budaya organisasi, pengaruh tempat faktor yang dapat mendorong munculnya
kerja, karakteristik pekerjaan, tingkat perilaku kerja inovatif pada individu (West &
pendidikan, kepemimpinan, kualitas hubungan Farr, 1989). Kepribadian yang akan digunakan
antara atasan dengan bawahan. dalam penelitian ini adalah big five dengan
Kepribadian merupakan faktor internal berfokus pada tipe openness to experience. Hal
individu yang dapat berkontribusi pada ini didasarkan karena pada penelitian terdahulu,
munculnya perilaku tertentu, termasuk dalam tipe kepribadian ini yang secara konseptual
individu bekerja (Yesil & Sozbilir, 2013). paling berhubungan dengan perilaku kerja yang
Kepribadian merupakan anteseden penting dari inovatif dan konsisten di identifikasi sebagai
perilaku kerja inovatif yang berpengaruh dalam prediktor pada perilaku inovatif (Javed et al.,
performa dan kesuksesan dalam organisasi. 2019; Woods et al., 2018). Menurut DeYoung et
Sejalan dengan itu, Madrid et al (2014) juga al (2014) kepribadian openness merupakan
menjelaskan bahwa faktor kepribadian dapat satu-satunya faktor yang secara konsisten dan
mendorong seseorang untuk memunculkan, terkait dengan kreativitas, gaya berpikir, yang
mempromosikan ide-ide baru. mengarah pada perilaku inovatif. Mengacu pada
Berbagai penelitian telah meneliti hasil tersebut, dijelaskan bahwa karyawan
hubungan ciri dari kepribadian tertentu dengan dengan openness yang tinggi akan aktif
perilaku inovatif (Javed et al., 2019). Namun, mengeksplorasi, mempromosikan, dan
pada beberapa hasil penelitian mengenai menerapkan ide-ide baru yang menunjukkan
individual differences dalam perilaku kerja parilaku inovatif (Madrid et al., 2014).
inovatif ditemukan hasil yang tidak konsisten Selain faktor internal, berdasarkan
pada hubungan antara kepribadian dengan penelitian terdahulu budaya juga memiliki peran
perilaku inovatif di tempat kerja (Madrid et al., penting dalam menghasilkan perilaku inovatif
2014; Woods et al., 2018). Beberapa penelitian (Jong & Hartog, 2007). Budaya organisasi
lain yang menghubungan kepribadian dan berperan sebagai sistem kendali, yang
perilaku inovatif memiliki beberapa mengandung nilai-nilai yang menjadi pedoman
kekurangan utama seperti masalah tindakan anggota dalam organisasi (Büschgens et
konseptualisasi, masalah generalisasi, fokus al., 2013). Dari penjelasan di atas, diketahui bahwa
pada inovasi organisasi (Yesil & Sozbilir, 2013). peran organizational culture telah banyak
Masih terdapat gap dari hasil penelitian dihubungkan dengan perilaku kerja inovatif,
sebelumnya sehingga peneliti merasa perlu namun budaya ambidextrous dalam organisasi
untuk menguji lebih lanjut hubungan keduanya. belum banyak dilakukan (Liu et al., 2019).
Ambidextrity merupakan jenis budaya penting dari perilaku kerja inovatif (DeYoung
organisasi yang menunjukkan kreativitas dan et al., 2014), perlu dijelaskan lebih lanjut untuk
disiplin pada saat yang bersamaan dan dapat melihat pengaruh dari variabel lain yaitu
membantu untuk eksplorasi dan eksploitasi ambidextreous organizational culture yang
untuk memfasilitasi inovasi (Gibson & dapat menguatkan hubungan antara openness
Birkinshaw, 2004). Menurut Wang & Rafiq to experience dengan perilaku kerja inovatif.
(2014) ambidextrous culture tediri dari dua Perilaku kerja inovatif merupakan
dimensi yaitu organizational diversity dan sebuah penerapan ide baru dalam melakukan
shared vision. Penelitian yang menekankan pekerjaan, grup, atau organisasi yang memiliki
pada pentingnya budaya ambidextreous dalam tujuan untuk menguntungkan performa peran
organisasi telah ditemukan secara empiris organisasi (West & Farr, 1989). Pada penelitian
namun masih sangat terbatas (Gibson & Janssen (2000) menyatakan bahwa perilaku
Birkinshaw, 2004; Khan & Mir, 2019; Lau et al., kerja inovatif dapat dilihat dari serangkaian
2019; Liu et al., 2019). Padahal dari hasil perilaku yang berkaitan dengan aplikasi
penelitian Wang & Rafiq (2014) menjelaskan penciptaan ide baru dalam bekerja sesuai
bahwa ambidextrous organizational culture perannya dalam kelompok atau organisasi.
memiliki peran terhadap munculnya perilaku Perilaku kerja inovatif biasanya meliputi
inovasi karena mencakup aspek eksplorasi dan generasi dari ide-ide yang dapat
organizat ional diversity yang dapat mencakup perilaku yang menerapkan
memunculkan ide-ide baru. pengetahuan baru atau memperbaiki proses
Berbagai studi tentang hubungan dalam meningkatkan performa kerja pribadi
kepribadian dengan perilaku kerja inovatif telah maupun bisnis (Jong & Hartog, 2007). Menurut
menunjukkan pengaruh positif kepribadian Scott & Bruce (1994) perilaku kerja inovatif
terhadap perilaku kerja inovatif (Woods et al., terdiri dari tiga tahapan, yaitu idea generation,
2018; Wortman et al., 2012). Namun studi idea promotion, dan idea realization. Perilaku
lainnya menunjukkan hasil yang tidak konsisten kerja inovatif dimulai dengan tahapan idea
terhadap perilaku inovatif sehingga generation dimana seseorang akan mulai
membutuhkan moderator seperti ethical memproduksi hal baru dan ide yang berguna
leadership (Javed et al., 2019), masa kerja ketika dihadapkan pada masalah. Pada tahapan
(Woods et al., 2018); budaya (Wang & Rafiq, selanjutnya yaitu idea promotion, individu akan
2014) pada hubungan openness to experience mulai mempromosikan ide yang potensial
dengan perilaku kerja inovatif. Dengan dengan mencari dukungan untuk mendapatkan
demikian, asumsi bahwa openness to kekuatan dalam mewujudkan idenya. Pada
experience merupakan prediktor yang paling tahap terakhir yaitu idea realization, ditandai
dengan penerapan dan aplikasi ide dalam peran bevariasi daripada yang bersifat rutinitas (Yesil
kerja, kelompok, atau organisasi. & Sozbilir, 2013). Sejalan dengan pernyataan
Seperti yang telah disebutkan, faktor tersebut, menurut Janssen (2000) perilaku
kepribadian merupakan salah satu faktor yang kerja inovatif dicirikan oleh generasi, promosi,
menjadi pendorong munculnya perilaku aplikasi ide-ide baru yang dimiliki oleh
inovatif (Javed et al., 2019). Mengacu pada teori karyawan yang memiliki sifat dalam
Big Five Personality, dijelaskan bahwa kepribadian openness to experience. Oleh
openness to experience merupakan salah satu karena itu dapat dikatakan bahwa seseorang
dimensi yang pada umumnya digambarkan yang memiliki openness yang tinggi akan
dengan individu yang imajinatif, memiliki mengarah pada perilaku kerja inovatif yang
wawasan luas, cerdas, artisitk, berbudaya. lebih besar. Berdasakan penjelasan tersebut
Seseorang yang memiliki openness yang tinggi peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:
akan memiliki fleksibilitas dalam berpikir, Hipotesis 1 : Openness to Experience
memiliki rasa ingin tahu, keatif, imajinatif (Costa berhubungan positif dengan perilaku kerja
& McCrae, 1992). Opennes to Experience inovatif.
menunjukkan kecenderungan untuk Budaya merupakan faktor eksternal
mendapatkan pengalaman baru yang beragam yang mendorong seseorang untuk
dengan melibatkan berbagai pemikiran dan ide- memunculkan dan merealisasikan ide ide (Jong
ide (Costa & McCrae, 1992). Oleh karena itu & Hartog, 2007). Menurut Wang & Rafiq
openness merupakan salah satu prediktor (2014), ambidextreous organisational culture
penting dalam perilaku kerja inovatif karena merupakan budaya yang lebih pro pada
selalu terbuka pada pengalaman baru dan perilaku inovatif karena melibatkan
perubahan (Scott & Bruce, 1994). keterlibatan dan partisipasi individu.
Berbagai penjelasan di atas didukung oleh Ambidextrity merupakan jenis budaya
beberapa hasil penelitian yang menemukan organisasi yang menunjukkan kreatifitas dan
hubungan positif antara opennesss to disiplin pada saat yang bersamaan dan dapat
experience dengan perilaku kerja inovatif membantu untuk eksplorasi dan eksploitasi
(Javed et al., 2019; Madrid et al., 2014; Scott & untuk memfasilitasi inovasi (Gibson &
Bruce, 1994). Individu yang terbuka akan Birkinshaw, 2004).
menunjukkan keingintahuan yang mengarah Menurut Blickle et al (2013), konteks
pada pemikiran inovatif tinggi menghasilkan yang tepat akan memotivasi karyawan untuk
berbagai ide dan perspektif. Selain itu, orang- mengaktifkan ciri-ciri kepribadiannya. Dalam
orang yang openness merupakan individu hal ini peneliti berasumsi bahwa budaya
kreatif yang selalu memilih pekerjaan yang ambidextreous culture merupakan konteks
yang tepat untuk menguatkan hubungan antara psikologis meliputi kebutuhan kompetensi
openness to experience dengan perilaku kerja (competence), otonomi (autonomy), dan
inovatif. Dengan kata lain, dalam organisasi keterhubungan (relatedness) dimana ketiga
yang menerapkan budaya ambidextreous, akan kebutuhan dasar ini merupakan aspek yang
lebih mungkin bagi karyawan untuk sangat penting untuk perkembangan diri (Ryan
memunculkan perilaku kerja inovatif yang et al., 2008).
ditunjukkan dari sifat openness to experience Mengacu pada penjelasan di atas, dapat
yang dimiliki. dikatakan ketika karyawan mempersepsikan
Ambidextrous organizational culture tingkat ambidextreous organizational culture
terdiri dari dua dimensi yaitu organization yang lebih tinggi, karyawan merasa memiliki
diversity dan shared vision. Organization kesempatan untuk lebih terbuka dalam
diversity mencakup nilai dan norma pada mengeksplorasi ide dan hal-hal baru sehingga
organisasi yang mendukung dan mendorong menjadi lebih fleksibel dalam berpikir, memiliki
diversity, termasuk dalam toleransi dalam rasa ingin tahu dan kreatif dalam berimajinasi
perbedaan sudut pandang. Shared vision (Costa & McCrae, 1992). Semakin karyawan
mencakup nilai dan norma yang tersebut menunjukkan kepribadian openness
mempromosikan keterlibatan karyawan dalam dengan lebih terbuka terhadap pengalaman dan
pengembangan, komunikasi, dalam perubahan baru, selanjutnya akan
implementasi tujuan organisasi dan dalam berkontribusi pada munculnya perilaku
menyusun pekerjaan (Wang & Rafiq, 2014). inovatif.
Hubungan antara ketiga variable Dengan demikian, dapat dikatakan bawa
openness to experience, perilaku kerja inovatif, semakin individu mempersepsikan
dan ambidextrous organizational culture dapat organisasinya menerapkan budaya
dijelaskan melalui self determination theory. ambidextrous, individu tersebut akan lebih
Mengacu pada self-determination theory yang merasa memiliki kesempatan untuk lebih
disampaikan oleh Ryan et al (2008), dijelaskan terbuka dalam mengeksplorasi ide-ide dan
bahwa karyawan akan termotivasi bertindak pengalaman baru dan memunculkan perilaku
dan memunculkan inovasinya berdasarkan inovatif dalam bekerja.
seberapa terpenuhinya kebutuhan psikologis Dari berbagai penjelasan tersebut,
mereka. Teori ini berfokus pada bagaimana peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:
faktor kontekstual akan mendukung H2 : Ambidextrous organizational
pemenuhan kebutuhan dasar psikologis culture memoderasi hubungan antara openness
seorang individu. Ketiga kebutuhan dasar to experience dan perilaku kerja inovatif.
Gambar 1
Model Penelitian
Berdasarkan berbagai penjelasan dan dimana teknik akan digunakan ketika distribusi
argument di atas, peneliti ingin menyelidiki dan jumlah populasi tidak diketahui.
lebih lanjut mekanisme yang mendasari Pengambilan data dilakukan dengan
bagaimana kepribadian opennesss to instrument penelitian berupa self report secara
experience dapat menjadi penyebab perilaku daring dengan menggunakan google form.
kerja yang inovatif yang dimoderatori oleh Sampel dari penelitian dipilih berdasarkan
ambidextrous organizat ional culture. karakteristik demografis dengan metode
Kontribusi yang akan diberikan oleh penelitian pengumpulan kuesioner. Sampel dari penelitian
ini adalah melengkapi hasil penelitian ini adalah karyawan di berbagai sektor atau
sebelumnya terkait ambidextrous bidang pekerjaan. Hal ini dilakukan dengan
organization culture dan mengeksplorasi maksud agar penelitian ini memiliki sampel
perannya sebagai moderator. yang bervariasi sehingga tidak terbatas pada
beberapa jenis pekerjaan tertentu.
Metode
Teknik pengambilan sampel yaitu
Penelitian ini menggunakan pendekatan convenience sampling yang didasarkan pada
kuantitatif yang dilakukan untuk menguji ketersediaan elemen dan kemudahan untuk
hubungan variabel. Penelitian ini juga mendapatkannya, karena penelitian akan
merupakan penelitian korelasional, yang dilakukan secara online. Proses pengambilan
bertujuan untuk menggambarkan hubungan data diawali dengan menghubungi kerabat yang
antara dua variabel dan merupakan penelitian dikenal karena paling mudah untuk didapatkan.
non-eksperimental. Desain penelitian adalah Peneliti juga menghubungi calon responden
cross-sectional dimana penelitian dilakukan yang sesuai dengan karakteristik partisipan
dalam satu waktu. Adapun teknik pengambilan melalui whatsapp, line, dan direct message
sampel adalah non-probability sampling Instagram. Selanjutnya, kuesioner diberikan
kepada sejumlah responden melalui media dikarenakan partisipan sudah merasakan dan
sosial seperti email, whatsapp, line, atau direct mengetahui kondisi pekerjaan dan lingkungan
message Instagram. dalam perusahaan tempat mereka bekerja.
Responden dari penelitian ini adalah Selain itu, masa kerja (tenure) juga merupakan
karyawan di perusahaan dengan masa kerja aspek yang dianggap memiliki relevansi untuk
minimal satu tahun. Alasan pemilihan partisipan mengetahui performa kerja karyawan (Liu et
dengan masa kerja minimal satu tahun al., 2019).
Tabel 1
Karakteristik Demografis
Karakteristik n %
Jenis Kelamin
Laki-Laki 53 42.4%
Perempuan 72 57.6%
Bidang Pekerjaan
Pertambangan 8 6.4%
Agraris 3 2.4%
Industri 21 16.8%
Retail 11 8.8%
Jasa 82 65.6%
Pendidikan
SMA/SMK 7 5.6%
D1/D2/D3 25 20%
S1 83 66.4%
S2 10 8%
Masa Jabatan
<2 tahun 100 56%
3-10 tahun 72 40%
>11 tahun 7 4%
Sistem Kerja
Full Time WFH 67 53.6%
Full Time WFO 58 46.4%
Shifting 81 45%
Catatan. N = 125
Berdasarkan hasil pengambilan data dari laki (42.4%). Pada kategori pendidikan terakhir,
tabel 1, didapatkan sampel sebanyak 127 sampel terbanyak pada lulusan S1 yaitu
karyawan dari berbagai bidang usaha di sebanyak 83 orang (66.4%), lulusan D1/D2/
Indonesia, dan tersaring sebanyak 125 D3 sebanyak 25 orang (20%), lulusan S2
karyawan yang datanya di analisis lebih lanjut. sebanyak 10 orang (8%), dan lulusan SMA/SMK
Mayoritas sampel berjenis kelamin perempuan sebanyak 7 orang (5.6%). Dari bidang
sebanyak 72 orang (57.6%), dan 53 orang laki- pekerjaan, sampel terbanyak adalah karyawan
common method bias, langkah awal yang harus Alat ukur yang akan digunakan adalah
dilakukan peneliti adalah mengacak urutan skala yang dikembangkan oleh Janssen (2000)
butir dari masing-masing alat ukur. Setelah data yang terdiri dari 9 butir. (á = .918). Innovative
terkumpul, dilakukan analisis deskriptif behaviour scale memiliki contoh butir “Saya
terhadap data demografis untuk melihat menciptakan ide-ide baru untuk masalah yang
gambaran demografis partisipan. Kemudian sulit”.
analisis data dapat dilakukan.
Organizational Ambidextrous Culture
Pengukuran
Variabel organizational ambidextrous
Instrumen pengukuran pada penelitian organizational culture akan menggunakan alat
diukur dengan menggunakan skala Likert ukur dari Wang & Rafiq (2014) yang terdiri dari
dengan lima alternatif jawaban dari (1) sangat 7 butir. Pengukuran akan didasarkan pada
setuju hingga (6) sangat tidak setuju. Ketiga persepsi karyawan bagaimana mereka
instrumen pengukuran diperoleh dari jurnal- memandang budaya organisasinya. Budaya
jurnal yang menggunakan alat ukur ini ambidextrous dalam organisasi memiliki dua
sebelumnya dan telah dipublikasikan secara dimensi yaitu organization diversity dan
umum sehingga tidak memerlukan izin khusus shared vision. Organization diversity terdiri
dari pembuat alat ukur. Keseluruhan alat ukur dari 3 butir dengan contoh butir seperti
telah diadaptasi ke Bahasa Indonesia dengan “Perusahaan kami menghormati perbedaan
menggunakan back-translation. sudut pandang setiap karyawannya”. Shared
Analisis data diolah dengan metode p = .000). Hal ini menunjukkan bahwa secara
PROCESS yang hanya melibatkan satu berperan signifikan untuk menjelaskan varian
variabel moderator dengan teknik moderation perilaku kerja inovatif. Nilai koefisien yang
model (Hayes, 2013). Metode ini tepat didapatkan sebesar .578 dapat diartikan setiap
digunakan dalam penelitian ini karena kenaikan satu nilai pada openness akan
menurut Hayes (2013), process macro meningkatkan skor sebesar .578 pada perilaku
kerangka analisis jalur berbasis mediasi dan bahwa hipotesis 1 yang diajukan oleh peneliti
moderasi yang dikombinasikan menjadi diterima. Arah korelasi yang ditunjukkan antara
conditional process model. Peneliti juga akan hubungan openness dengan perilaku kerja
menambahkan analisis dari karakteristik inovatif positif yang berarti semakin tinggi
demografis yang meliputi jenis kelamin, lama tingkat openness yang dimiliki karyawan maka
bekerja, pendidikan yang dikontrol dalam akan semakin tinggi karyawan untuk melakukan
penelitian karena dianggap dapat perilaku kerja inovatif. Dengan demikian apabila
mempengaruhi perilaku kerja inovatif pada karyawan memiliki kepribadian openness maka
Tabel 2
Mean, Standar Deviasi, dan Matriks Korelasi Antar Variabel
Variabel M SD 1 2 3 4 5 6 7
1. Jenis Kelamin 1.42 .496 - - - - - - -
2. Pendidikan Terakhir 2.76 .673 - - - - - - -
3. Masa Jabatan 4.52 4.81 - - - - - - -
4. Bidang Pekerjaan 4.24 1.20 - - - - - - -
5. Perilaku Kerja Inovatif 39.71 8.02 - - - - - .578** .410**
6. Openness to
46.56 7.72 - - - .178* .578** - .416**
Experience
7. Ambidextrous
Organisational Culture 33.24 5.92 .241** - .190* - .410** .416** -
Catatan. **p < .01; *p < .05 (one tailed).
Setelah menguji peran dari variabel inovatif menjadi (r = .600, p = .000). Selain itu,
kontrol, ditemukan variabel yang dapat variabel pendidikan terakhir juga berpengaruh
memperkuat atau memperlemah hubungan signifikan dalam memperkuat hubungan
antara variabel perilaku kerja inovatif dengan menjadi (r = .585, p = .000), dan masa jabatan
openness to experience. Hasil analisis menjadi (r = .584, p = .000). Variabel yang
menunjukkan ternyata variabel bidang lainnya yaitu jenis kelamin ditemukan
pekerjaan merupakan variabel yang memiliki memperlemah hubungan antara antara
pengaruh kuat terhadap hubungan variabel openness to experience dengan perilaku kerja
openness to experience dengan perilaku kerja inovatif (r = .574, p = .000).
Tabel 3
Hasil Model Simpel Moderator
95% CI
B SE t LL UL p
constant 39.3752 .6020 65.4098 38.1834 40.5670 .0000
OTE .5370 .0828 6.4839 .3731 .7010 .0000
AOC .2943 .1067 2.7582 .0831 .5056 .0067
Int_1 .0178 .0101 1.7547 -.0023 .0379 .0818
Catatan. N = 125
penelitian ini tidak menunjukkan peran dengan kata lain model hubungan openness to
variabel moderator yaitu organizat ional experience dengan innovative work behavior
ambidextrous culture pada hubungan antara dalam penelitian ini tidak tergantung dengan
kepribadian openness to experience dengan adanya moderator ambidextreous
perilaku kerja inovatif. Peran budaya organisasi organizational culture.
bersama dengan openness to experience sama- Peran ambidextrous organizational
sama sebagai variabel prediktor karena culture yang tidak berfungsi pada penelitian ini
langsung berdampak pada perilaku kerja dapat disebabkan oleh partisipan penelitian
inovatif pada karyawan. Hal ini sesuai dengan yang berasal dari berbagai macam jenis
penelitian tentang budaya organisasi dan pekerjaan dan organisasi yang berbeda-beda.
inovasi dimana budaya merupakan faktor Semakin heterogen jenis pekerjaan, akan
kontekstual yang dapat mempengaruhi inovasi semakin berbeda-beda pula persepsi karyawan
terutama melalui dampaknya pada perilaku terhadap budaya organisasi yang dimiliki oleh
inovatif karyawan. perusahaannya. Hal ini sejalan dengan teori
Berdasarkan teori self determination, yang menyebut bahwa setiap organisasi
dukungan dari ambidextrous organizational memiliki culture yang berbeda dimana di
culture dapat mendorong karyawan untuk dalamnya mengandung kebijakan, tujuan,
merasa memiliki kesempatan mendapatkan shared meanings yang akan berpengaruh pada
otonomi dalam tindakannya ketika bekerja persepsi dan pola berpikir karyawannya
sehingga memotivasi perilaku kerja yang (Schein & Schein, 2016). Seharusnya, peneliti
inovatif (Liu et al., 2019). Ciri yang dimiliki oleh mempertimbangkan adanya konteks yang
budaya ambidextrous juga mampu memberikan berbeda pada organisasi yang berbeda yang
dukungan atas tantangan, kreativitas sehingga berpotensi menghasilkan persepsi yang
berujung pada perilaku inovatif karena berbeda pada setiap partisipan penelitian.
karyawan memiliki kesempatan untuk Hasil dari penelitian ini mendukung
mengeksplorasi kemampuan dan ide-ide baru temuan dari Olakitan (2011), yang
dalam bekerja (Lee et al., 2019). Hal ini sejalan menggunakan model kepribadian Big five untuk
dengan hasil penelitian bahwa ambidextrous mengukur kepribadian dan menyatakan bahwa
organizational culture dapat menjadi kepribadian merupakan salah satu faktor yang
prediktor dari perilaku kerja inovatif. Namun membentuk perilaku kerja inovatif pada
ambidextreous organizational culture yang karyawan. Lebih lanjut disimpulkan 3 sifat
dipersepsikan karyawan tidak dapat membantu kepribadian yaitu extraversion, agreeableness
menguatkan pengaruh openness to experience dan conscientiousness berhubunngan positif
terhadap innovative work behavior mereka, dengan inovasi teknologi, sedangkan
ambidextrous dalam organisasi (Lee et al., organisasi juga memiliki hubungan signifikan
2019). yang dapat berpengaruh pada perilaku inovatif
Kelemahan lain penelitian adalah alat ukur karyawan. Sebaliknya, faktor jenis kelamin
menggunakan self report sehingga ternyata tidak memiliki hubungan signifikan
memungkinkan partisipan untuk memberikan dengan perilaku inovatif sehingga tidak akan
jawaban yang disukai secara sosial atau dapat menghambat program inovasi yang akan
menimbulkan social desirability. Pengukuran dilakukan oleh organisasi.
dengan self report memiliki masalah potensial Saran
lainnya yaitu mungkin tidak akurat untuk
Peneliti selajutnya dapat mempertimbangkan
melihat kinerja inovatif karyawan (Rosing &
variabel lain yang menguatkan hubungan openness
Zacher, 2017). Meskipun beberapa penelitian
to experience dengan perilaku kerja inovatif.
menunjukkan bahwa self-ratings pada perilaku
kerja inovatif berhubungan positif dengan Referensi
penilaian lain atau indikator objektif dalam Blickle, G., Meurs, J. A., Wihler, A., Ewen, C., Plies,
perilaku kerja inovatif, penelitian di masa depan A., & Günther, S. (2013). The interactive
effects of conscientiousness, openness to
harus mencoba untuk memasukkan lebih dari experience, and political skill on job
performance in complex jobs: The
satu sumber informasi mengenai perilaku kerja
importance of context. Journal of
inovatif. Organizational Behavior, 34(8), 1145–
1164. https://doi.org/10.1002/job.1843
Simpulan
Büschgens, T., Bausch, A., & Balkin, D. B. (2013).
Mengacu pada hasil dan pembahasan Organizational culture and innovation: A
meta-analytic review. Journal of Product
yang telah peneliti sampaikan pada bagian yang
Innovation Management, 30(4), 763–
sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa 781. https://doi.org/10.1111/
jpim.12021
kepribadian openness to experience dan
ambidextrous organizational culture Costa, P. T., & McCrae, R. R. (1992). Normal
personality assessment in clinical
berhubungan positif signifikan dengan perilaku practice: The NEO personality inventory.
Psychological Assessment, 4(1), 5–13.
kerja karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa
h ttp s : / / do i . o r g / 1 0 . 1 0 3 7 / 1 0 4 0 -
kepribadian openness to experience dan 3590.4.1.5
ambidextrous organizational culture de Jong, J., & den Hartog, D. (2010). Measuring
merupakan prediktor dari perilaku inovatif innovative work behaviour. Creativity
and Innovation Management, 19(1), 23–
sehingga dapat dipertimbangkan oleh organisasi 36. https://doi.org/10.1111/j.1467-
8691.2010.00547.x
untuk mengembangkan program inovasi di
organisasi. Selain itu, faktor seperti bidang DeYoung, C. G., Quilty, L. C., Peterson, J. B., &
Gray, J. R. (2014). Openness to
pekerjaan, tenure, dan posisi seseorang dalam experience, intellect, and cognitive
dependence during the first decades of Woods, S. A., Mustafa, M. J., Anderson, N., &
life. Addiction, 103(3), 439–449. https:/ Sayer, B. (2018). Innovative work
/ do i . o r g / 1 0 . 1 1 1 1 / j . 1 3 6 0 - behavior and personality traits. Journal
0443.2007.02064.x of Managerial Psychology, 33(1), 29–42.
https://doi.org/10.1108/JMP-01-2017-
Rosing, K., & Zacher, H. (2017). Individual 0016
ambidexterity: The duality of exploration
and exploitation and its relationship with Wortman, J., Lucas, R. E., & Donnellan, M. B.
innovative performance. European (2012). Stability and change in the Big
Journal of Work and Organizational Five personality domains: Evidence
Psychology, 26(5), 694–709. https:// from a longitudinal study of
d o i . o r g / 1 0 . 1 0 8 0 / Australians. Psychology and Aging,
1359432X.2016.1238358 27(4), 867–874. https://doi.org/
10.1037/a0029322
Ryan, R. M., Huta, V., & Deci, E. L. (2008). Living
well: A self-determination theory Yesil, S., & Sozbilir, F. (2013). An empirical
perspective on eudaimonia. Journal of investigation into the impact of
Happiness Studies, 9(1), 139–170. https:/ personality on individual innovation
/doi.org/10.1007/s10902-006-9023-4 behaviour in the workplace. Procedia -
Social and Behavioral Sciences, 81, 540–
Schein, E. H., & Schein, P. A. (2016). 551. https://doi.org/10.1016/
Organizational culture and leadership j.sbspro.2013.06.474
(5th ed.). The Jossey-Bass Business &
Management Series. Yuan, F., & Woodman, R. W. (2010).
Innovative behavior in the workplace:
Scott, S. G., & Bruce, R. A. (1994). Determinants The role of performance and image
of innovative behavior: A path model of outcome expectations. Academy of
individual innovation in the workplace. Management Journal, 53(2), 323–342.
Academy of Management Journal, 37(3), h t t p s : / / do i . o r g / 1 0 . 5 4 6 5 /
580–607. https://doi.org/10.2307/ amj.2010.49388995
256701
Zhou, K. Z., Yim, C. K. (Bennett), & Tse, D. K.
Wang, C. L., & Rafiq, M. (2014). Ambidextrous (2005). The effects of strategic
organizational culture, contextual orientations on technology- and market-
ambidexterity and new product based breakthrough innovations.
innovation: A comparative study of UK Journal of Marketing, 69(2), 42–60.
and Chinese high-tech firms. British h t t p s : / / do i . o r g / 1 0 . 1 5 0 9 /
Journal of Management, 25(1), 58–76. jmkg.69.2.42.60756
http s : / / do i . o rg/ 10 . 1 11 1/ j. 14 67 -
8551.2012.00832.x
West, M. A., & Farr, J. L. (1989). Innovation at Received 7 January 2021
work: Psychological perspectives. Social Revised 5 May 2021
Behaviour, 4(1), 15–30. Accepted 31 July 2021