KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Penyusunan Rencana Aksi Kegiatan
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Revisi Tahun 2022 – 2024.
Penyusunan Rencana Aksi Kegiatan Revisi Tahun 2022 – 2024 ini merupakan
penyesuaian atas adanya Transformasi Kesehatan yang tertuang dalam Renstra Revisi
2022 – 2024 dan perubahan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan
sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 2022 di mana Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Menular merupakan satuan kerja baru di Direktorat Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit. Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Menular ini memuat visi misi, tujuan dan sasaran strategis,
arah kebijakan, strategi dan kerangka regulasi, serta target kinerja dan pendanaan
sehingga diharapkan menjadi langkah awal dalam upaya meningkatkan pencegahan
dan pengendalian penyakit menular. Dokumen Rencana Aksi Kegiatan ini dapat
digunakan sebagai acuan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi
program sehingga upaya meningkatkan pencegahan dan pengendalian penyakit
menular dapat dilaksanakan secara terarah dan terukur.
Dalam proses penyusunan rencana aksi kegiatan ini telah melibatkan seluruh
tim kerja dan subbagian administrasi umum Direktorat Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit Menular dan kami mengucapkan terima kasih atas perhatian dan dedikasinya
dalam memberikan pemikirannya sehingga rencana aksi kegiatan dapat diselesaikan
dengan tepat waktu. Semoga buku ini menjadi dokumen bersama dan bermanfaat bagi
kita semua.
2|Page
DAFTAR ISI
3|Page
BAB I
PENDAHULUAN
A. Kondisi Umum
Pembangunan sektor kesehatan sebagaimana terintegrasikan dalam tujuan
Sustainable Development Goals (SDGs) menjamin kehidupan yang sehat dan upaya
meningkatkan kesejahteraan seluruh penduduk pada semua usia. Pembangunan
sektor kesehatan untuk SDGs sangat tergantung kepada peran aktif seluruh
pemangku kepentingan, salah satunya yakni pemerintah. Program pemerintah
yang diusung untuk mewujudkan SDGs dalam bidang kesehatan adalah Program
Indonesia Sehat dengan 3 pilar yakni paradigma sehat, pelayanan kesehatan dan
jaminan kesehatan nasional. Paradigma sehat merupakan sebuah pendekatan yang
mengedepankan konsep promotif dan preventif dalam pelayanan kesehatan dan
menempatkan kesehatan sebagai input dari sebuah proses pembangunan.
4|Page
menyusun perencanaan program tahun 2020 - 2024. Pada tingkat eselon 1,
rencana strategi dijabarkan dalam Rencana Aksi Program. Rencana Aksi Program
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, untuk selanjutnya menjadi
dasar dalam penyusunan Rencana Aksi Kegiatan satuan kerja di bawahnya.
5|Page
menjadi 5,8 juta pada tahun 2020, dan penurunan sebesar 18% seperti capaian
pada tahun 2012 dari perkiraan jumlah kasus TB pada tahun 2020 sebesar
sekitar 10 juta kasus. Sebanyak 16 negara mengalami penurunan sebesar 93%,
di mana yang terdampak paling buruk adalah negara India, Indonesia dan
Filipina.
Gambar 1.1 Trend Global notifikasi kasus baru tahun 2016 – 2020
6|Page
TB minimal sebagaimana pada tahun 2019, terutama pada negara-negara yang
terdampak parah.
Gambar 1.2 Negara – negara dengan kontribusi penurunan jumlah notifikasi kasus
TB pada tahun 2020
Notifikasi secara bulanan dan triwulan dari kasus baru selama 2020 dan
semester awal tahun 2021 secara substansial berada pada posisi di bawah rata-
rata capaian tahun 2019 pada negara dengan beban TB tinggi. Perbedaan
pengurangan capaian notifikasi tahunan antara tahun 2019 dan 2020 terdapat
di Gabon (80%), Filipina (37%), Lesotho (35%), Indonesia (31%) dan India (25%).
7|Page
824.000 pasien TB), dan 2,18% (18.000 kasus) di antaranya dengan TB/HIV.
Angka kematian TB adalah 34,2 per 100.000 penduduk (jumlah kematian
93.000) tidak termasuk angka kematian akibat TB/HIV. WHO memperkirakan
ada 24.000 kasus Multi Drug Resistence (MDR) di Indonesia.
Target Realisasi
90
90
90
89
87
87
86
85
85
83,1
83
83
8|Page
Indikator ini adalah indikator positif yang artinya jika semakin besar capaian
maka semakin baik kinerjanya dan sebaliknya jika semakin kecil capaian maka
semakin buruk kinerjanya.
90 90 90
85
80
Gambar 1.4 Target dan Capaian Persentase Penemuan dan Pengobatan TBC
Tahun 2020 – 2024
9|Page
insiden TBC juga akan menurun. Peningkatan indikator penemuan dan
pengobatan pasien TBC juga harus diimbangi dengan angka keberhasilan
pengobatan yang tinggi sehingga semakin banyak pasien TBC yang ditemukan
dan diobati serta hasil pengobatan sembuh juga tinggi maka proses penularan
penyakit TBC di masyarakat akan berkurang dan kasus TBC juga akan
berukurang sehingga angka insiden kasus TBC juga akan menurun.
10 | P a g e
Gambar 1.5 Perkembangan Program Pengendalian HIV AIDS menurut
strategi 95-95-95 pada tahun 2021
11 | P a g e
3. Kondisi Umum Malaria
Malaria merupakan salah satu penyakit prioritas global yang tertuang pada
SDGs, yaitu bertujuan untuk mengakhiri salah satunya penyakit malaria pada
tahun 2030 dan prioritas nasional yang tertuang pada dokumen RPJMN 2020-
2024 yaitu jumlah kabupaten/kota eliminasi malaria serta masuk dalam
indikator renstra yaitu jumlah kabupaten/kota API< 1 per 1000 penduduk.
Selain itu malaria merupakan salah satu penyakit yang dipantau oleh kantor
staf presiden (KSP) yaitu persentase pengobatan standar yang dipantau per
tiwulan.
Malaria menjadi salah satu dari 100 Program dan kegiatan prioritas nasional
yang menjadi bagian dari rencana Aksi Janji Presiden Tahun 2021. Program
dan Kegiatan prioritas ini dilakukan pemantauan secara berkala setiap
triwulan oleh Kantor Staf Presiden. Indikator Pemantauan Program Prioritas
Janji Presiden Tahun 2021 oleh KSP (Kantor Staf Presiden) berupa Indikator
persentase kasus Malaria positif yang diobati sesuai standar dengan target
95%.
12 | P a g e
Tabel 1.3 Capaian Indikator Janji Presiden Program Malaria Tahun 2021
13 | P a g e
juga dapat diberikan sertifikat eliminasi malaria. Capaian eliminasi tingkat
kabupaten/kota pada Tahun 2021 yaitu sebanyak 347 kabupaten/kota
sedangkan untuk eliminasi tingkat provinsi belum ada yang tercapai . Selain
itu juga dilalukan verifikasi malaria per regional oleh WHO. Terdapat 5 wilayah
regional di Indonesia yang masing-masing memiiki target verifikasi oleh WHO.
Berikut capaian eliminasi malaria kabupaten/kota per regional di Indonesia.
100%
90%
80%
70%
60%
100%
100%
100%
100%
96%
96%
95%
94%
92%
50%
88%
86%
83%
83%
80%
79%
73%
40%
71%
70%
69%
68%
65%
64%
64%
60%
60%
57%
53%
30%
46%
KALIMANTAN… 43%
KALIMANTAN… 40%
40%
20%
NUSA… 23%
10%
MALUKU0%
PAPUA BARAT 0%
PAPUA 0%
0%
NUSA…
SUMATERA…
SUMATERA…
SULAWESI…
KEPULAUAN…
SULAWESI…
SULAWESI…
KALIMANTAN…
KALIMANTAN…
KALIMANTAN…
DKI JAKARTA
JAWA TIMUR
BALI
JAMBI
MALUKU UTARA
BANTEN
RIAU
SULAWESI BARAT
NASIONAL
DI YOGYAKARTA
BENGKULU
KEP. RIAU
ACEH
GORONTALO
SULAWESI UTARA
JAWA BARAT
SUMATERA BARAT
JAWA TENGAH
LAMPUNG
14 | P a g e
Berikut tabel rincian jumlah kabupaten/kota dan penduduk per wilayah
endemisitas di Indonesia.
1 DKI Jakarta 6 6
2 Jawa Timur 38 38
3 Banten 8 8
4 Bali 9 9
5 Jawa Barat 27 26 1
6 Aceh 23 22 1
7 Sumatera Barat 19 18 1
8 Jawa Tengah 35 33 2
9 Riau 12 11 1
10 Sulawesi Selatan 24 21 3
Kepulauan Bangka
11 7 6 1
Belitung
12 Gorontalo 6 5 1
15 | P a g e
Kab Kab Kab
Jumlah Kab
No Provinsi
Kab/Kota Eliminasi
Endemis Endemis Endemis
Rendah Sedang Tinggi
13 Sulawesi Barat 6 5 1
14 DI Yogyakarta 5 4 1
15 Kalimantan Tengah 14 11 3
16 Lampung 15 11 4
17 Sulawesi Tenggara 17 12 5
18 Bengkulu 10 7 3
19 Kalimantan Selatan 13 9 4
20 Sumatera Selatan 17 11 6
21 Sumatera Utara 33 21 9 3
22 Jambi 11 7 4
24 Kalimantan Utara 5 3 2
25 Kepulauan Riau 7 4 3
26 Sulawesi Utara 15 8 6 1
27 Sulawesi Tengah 13 6 7
28 Kalimantan Barat 14 6 8
29 Kalimantan Timur 10 4 5 1
30 Maluku Utara 10 4 6
32 Maluku 11 0 8 3
33 Papua Barat 13 3 5 5
34 Papua 29 8 4 17
16 | P a g e
Trend Kasus Malaria Tahun 2010 – 2021
Berdasarkan tren kasus positif malaria dan API pada grafik tersebut terlihat
penurunan kasus yang signifikan dari Tahun 2010-2014, namun cenderung
stagnan dari Tahun 2014 dan cenderung meningkat di beberapa tahun
terakhir. Tren kasus yang cenderung stagnan tersebut terjadi karena tren
kasus malaria di Provinsi Papua stagnan dan cenderung meningkat serta
kelengkapan laporan yang semakin meningkat.
Grafik Kasus Malaria di Papua dan Luar Papua Tahun 2010 – 2021
500 000
400 000
300 000
200 000
100 000
-
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
17 | P a g e
Kasus malaria Tahun 2021 di Indonesia sebanyak 304.607, kasus tertinggi
yaitu di Provinsi Papua sebanyak 275.243 kasus, disusul dengan Provinsi NTT
sebanyak 9.419 kasus dan Provinsi Papua Barat sebanyak 7.628 kasus.
275 243
9 419
7 628
2 531
2 249
936
897
809
805
713
557
367
351
324
295
247
212
171
128
115
104
93
72
56
49
39
39
33
33
25
25
23
17
2
Gambar 1.13 Kasus Positif Malaria di Indonesia Tahun 2021
16
10
6
4 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1
Malaria pada ibu hamil menjadi masalah Kesehatan masyarakat yang serius,
karena dapat menyebabkan berbagai masalah seperti anemia, bayi lahir
prematur, Berat Badan Bayi Lahir Rendah (BBLR) dan bahkan kematian Ibu
dan Bayi. Risiko malaria pada ibu hamil dalam jangka panjang yaitu masalah
pertumbuhan dan perkembangan kognitif anak akibat lahir prematur dan
BBLR.
18 | P a g e
Penelitian malaria dalam kehamilan di Kabupaten Mimika menunjukkan
bahwa infeksi pada Ibu hamil menyebabkan anemia berat pada Ibu dan
penurunan berat lahir janin. Malaria pada bayi merupakan penyebab utama
anemia berat dan bersama dengan kecacingan menjadi penyebab utama
stunting di daerah endemis malaria.
19 | P a g e
Filariasis berhasil menurunkan angka mikrofilaria rate <1% dan survei evaluasi
penularan filariasis untuk melihat apakah masih terjadi penularan pada
daerah tersebut atau masih harus melanjutkan kegiatan POPM Filariasis
sebelum ditetapkan sebagai daerah eliminasi Filariasis.
Menurut data tahun 2021, didapatkan masih terdapat 6 provinsi yang belum
mencapai eliminasi yaitu provinsi Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku, Maluku
Utara, Papua dan Papua Barat. Angka prevalensi 0,45 per 10.000 penduduk
dengan jumlah kasus terdaftar 12.211 kasus dan angka penemuan kasus baru
(CDR) 4,03 per 100.000 penduduk, dengan jumlah kasus baru berjumlah
10.920 kasus. Proporsi kasus kusta yang ditemukan tanpa cacat sebesar 83,6%
dan proporsi kasus kusta cacat tingkat 2 sebesar 6,13 %. Proporsi kusta anak
diantara kasus kusta baru sebesar 10,33%. Penderita kusta yang telah
menyelesaikan pengobatan (Release From Treatment/RFT) untuk kasus PB 90%
dan kasus MB 88 %. Dari data tersebut terlihat bahwa masih tingginya kasus
kusta terutama di wilayah Timur, dan tingginya proporsi kasus kusta cacat
tingkat 2 (target indikator program < 5%), rendahnya proporsi penemuan kasus
kusta tanpa cacat (target indikator program >88%), serta tingginya proporsi
kasus anak diatara kasus baru (target indikator program < 5%),
mengindikasikan bahwa masih tingginya penularan kasus kusta di Indonesia
khususnya di wilayah Timur.
Proporsi kasus kusta baru tanpa cacat masih rendah dari target 88% dimana
masih banyak kasus yang ditemukan dalam kondisi cacat. Data proporsi
kasus kusta baru tanpa cacat 3 tahun terakhir pada tahun 2019 yakni sebesar
85,5% , tahun 2020 sebesar 84,6% dan tahun 2021 sebesar 84,63%.
20 | P a g e
Proporsi cacat kusta tingkat 2 tahun 2021 terjadi kenaikan dari target tahun
sebelumnya yaitu 5,15% , untuk tren 2 tahun sebelumnya dimana tahun 2019
sebesar 4,1% dan tahun 2020 sebesar 2,32%. Tingginya kasus kusta cacat
tingkat 2 menunjukkan keterlambatan penderita dalam deteksi dini dan
pengobatan.
Proporsi kasus anak di antara kasus baru masih tinggi pada 3 tahun
terakhir dengan target <5%, untuk tren 3 tahun terakhir yaitu tahun 2019
sebesar 11.52%, tahun 2020 sebesar 10,08% dan tahun 2021 sebesar 10,89%.
Dengan adanya kasus anak yang ditemukan di masyarakat, artinya bahwa
masih adanya penularan dan adanya kasus kusta yang belum ditemukan dan
belum mendapat pengobatan.
21 | P a g e
Berdasarkan data WHO menyebutkan bahwa pneumonia merupakan
penyakit menular penyebab kematian terbesar baik pada anak-anak maupun
dewasa, yaitu sebesar 2,5 juta kematian pada tahun 2019, 672.000 (26.88%)
diantaranya terjadi pada anak-anak. Berdasarkan data RISKESDAS tahun
2017, pneumonia merupakan penyebab kematian karena penyakit menular
terbesar ke 2 setelah diare, baik pada bayi (23.8%) maupun Balita (15.5%).
Sementara itu menurut data Sistem Registrasi Sampel Indonesia 2016, Badan
Litbangkes Kementerian Kesehatan, pneumonia merupakan penyebab 10%
kematian pada balita. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengendalikan
penyakit ini yaitu dengan meningkatkan penemuan pneumonia pada balita.
22 | P a g e
Indikator Renstra yang digunakan pada tahun 2021 yaitu persentase
kabupaten/kota yang 50% puskesmasnya melaksanakan pemeriksaan dan
tatalaksana standar pneumonia sesuai standar sebesar 52%, baik melalui
pendekatan MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit), maupun program
Pencegahan dan Pengendalian ISPA. Pada tahun 2021 Persentase
kabupaten/kota yang 50% puskesmasnya melakukan tatalaksana standar
pneumonia sebesar 64,4% yang berarti sudah mencapai target renstra tahun
2021 yaitu sebesar 52%.
100,00
80,00
64,40
60,00
40,00
20,00
0,00
23 | P a g e
kontribusi Indonesia dalam monitoring dan risk assesment influenza global,
asesmen untuk kandidat vaksin global dengan pengiriman spesimen isolat
influenza dari National Influenza Centre (NIC) ke WHO CC melalui jejaring
GISRS.
30.000
25.000
20.000
15.000
10.000
5.000
-
24 | P a g e
IR DBD tahun 2019 - 2021
300,0
200,0
100,0
0,0
Gambar 1.17 Data Insiden Rate DBD per Provinsi Tahun 2019 - 2021
Dari grafik di atas secara kumulatif IR DBD di Indonesia selama tiga tahun
terakhir mengalami fluktualisi. Sebagian besar provinsi belum mencapai
indikator IR DBD ≤ 10 per 100.000 penduduk. Dalam lingkup kabupaten/kota
terdapat rincian 10 kabupaten/kota dengan IR tertinggi di Indonesia
diantaranya:
25 | P a g e
fluktuasi dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2021 suspek
Chikungunya di Indonesia sebanyak 4.872. hal ini meningkat jika
dibandingkan dengan tahun 2020 sebanyak 1.689 kasus. Kondisi JE di
Indonesia mengerucut di beberapa provinsi saja. Pemeriksaan JE dilakukan
dengan pemeriksaan spesimen AES. Pada tahun 2020 dari 171 spesimen yang
terkumpul, terdapat 7 kasus positif JE yang tersebar di Provinsi Bali dan
Kalimantan Barat. Pada tahun 2021 dari 170 spesimen yang terkumpul,
terdapat 13 kasus positif JE yang tersebar di Provinsi Bali dan Kalimantan
Barat.
Rabies. Periode Januari - Desember 2021 tercatat ada 56.873 kasus gigitan
HPR yang dilaporkan, 42.453 di antaranya diberi Vaksin Anti Rabies (74,65 %).
Sebanyak 62 kasus kematian dilaporkan dari 11 provinsi yaitu Provinsi
Kalimantan Barat sebanyak 13 kematian, Nusa Tenggara Barat sebanyak 10
kematian, Sulawesi Utara sebanyak 9 kematian, Sulawesi Selatan sebanyak 7
kematian, Maluku dan Gorontalo masing-masing 6 kematian, Nusa Tenggara
Timur sebanyak 4 kematian, Sumatera Utara sebanyak 3 kematian, Sumatera
Selatan sebanyak 3 kematian, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat masing-
masing sebanyak 1 kematian.
Antraks. Adapun data kasus Antraks Tahun 2019 – 2021 semakin menurun.
Tahun 2019 dilaporkan sebanyak 71 kasus, Tahun 2020 dilaporkan sebanyak
47 kasus dan Tahun 2021 dilaporkan sebanyak 15 kasus dari 3 (tiga) provinsi
26 | P a g e
yakni Jawa Tengah, Sulawesi Selatan dan Jawa Timur. Semua kasus Antraks
tersebut termasuk jenis Antraks Kulit dan dalam 3 (tiga) tahun terakhir tidak
ada laporan kematiannya. Penyakit Antraks ini tidak termasuk dalam IKK
Program Zoonosis.
Kasus kejadian akibat gigitan ular maupun hewan berbisa lainnya sangat
tinggi di Indonesia. Dalam satu tahun kasus gigitan ular mencapai 135.000
kasus tersebar di 34 propinsi dengan kematian 10% dari insiden atau sekitar
50 -100 orang tiap tahunnya dari yang dilaporkan ke Indonesia Toxinology
Society yang mengumpulkan data ini selama 2012 sampai 2021 sekitar 500-
1000 kasus Data yang berhasil dikumpulkan Indonesia Toxinology society
menunjukkan untuk tahun 2021 Aceh 250 kasus, Sumatera Utara 400 kasus,
Sumatera Barat 100 kasus, Jambi 30 kasus, Bengkulu 20 kasus, Sumatera
Selatan 50, Bangka Belitung 10 kasus, lampung 30 kasus, Kepulauan Riau 20
kasus, DKI Jakarta 60 kasus, Banten 120 kasus, Jawa Barat 350 kasus, Jawa
27 | P a g e
Timur 400 kasus, DIY 100 kasus,Kalimantan Barat 100 kasus, Kalimantan
Tengah 50 kasus, Kalimantan selatan 30 kasus, Kalimantan timur 20 kasus,
Kalimantan Utara 10 kasus, Sulawesi Utara 50 kasus, Gorontalo 30 kasus,
Sulawesi Tengah 25 kasus, Sulawesi Barat 30 kasus, Sulawesi Selatan 100
kasus ,Sulawesi Tenggara 50 kasus, NTB 10 kasus, NTT 22 kasus, Papua 29
kasus, papua barat 13 kasus, maluku 11 kasus, Maluku Utara 10 kasus, dan
Maluku tenggara 1 kasus.Tapi data ini adalah data yang tidak bisa
menggambarkan keadaan yang sebenarnya karean hanya berdasarkan laporan
dari para klinisi di lapangan yaitu dari rumah sakit dan puskesmas serta dari
masyarakat dan belum dikumpulkan secara resmi oleh kementria kesehatan.
Kasus kejadian akibat hewan hewan laut yang berbisa sangat banyak, salah
satu yang telah diteliti dan menimbulkan banyak kejadian luar biasa di
Indonesia adalah ubur ubur biru atau blue bottle jellyfish atau portugese man
of war. Indonesia Toksinology Society mencatat data tertinggi adalah akibat
ubur ubur biru dimana jumlah korbannya tinggi setiap tahun, namun racun
Physalia physalis di Indonesia secara ilmiah tidak banyak diketahui. Kejadian
tahunan ini terjadi terutama di pantai selatan Jawa dan Kepulauan Bali Timur,
yang adalah tujuan wisata yang paling. Periode Juni – Juni tahun 2019
dilaporkan pasien sebanyak 773 sedang 2020 sebanyak 514 pasien, data
pasien menurut jenis kelamin tahun 2019 tidak tidak didapatkan sedang 2020
didapatkan ratio jenis kelamin adalah 1,44. Pada tahun 2019 gambaran klinis
yang dialami meliputi dispnea, mual, muntah, nyeri, sefalgia, edema: 2 (0,25%)
dan tahun 2020 gejala klinis yang dialami oleh penderita adalah nyeri, edema:
514 (100%). Penderita ditatalaksana di faskes dengan rawat inap, baik di tahun
2019 maupun 2020. Gejala klinis berupa tanda dermal, nyeri lokal rata-rata
(skor: 2-8), untuk kasus box jellyfish dengan jenis yang tidak diketahui
dilaporkan beberapa kasus memang masih dibawah 50 kasus karena
kurangnya pelaporan dari tempat tempat terjadinya sengatan ubur ubur dan
karena angka fasilitas yang tinggi (Maharani & Karim, 2021).
Stone fish beberapa kejadian di Bali dan Rajaampat terjadi di pantai dan di
dapur restoran hal ini menandakan perlunya pengetahuan akan hewan berbisa
yang dibuat makanan, kasus fatalitas akibat makanan ikan buntal di Maumere
dan juga di banyak tempat lain juga memberikan informasi akan kurangnya
pengetahuan akan toksin hewan hewan ini. blue octopus, seaurchin, lionfish,
scorpionfish dan banyak hewan berbisa lainnya data nya memang belum
dikumpulkan dengan baik sehingga meskipun sangat tinggi kejadian dan
fatalitas karena diagnosis dan penegakannya sulit dilakukan sulit di
identifikasi, hal ini menyebabkan sebagaian besar tenaga medis tidak dapat
melakukan tatalaksana dengan baik dan sesuai standar. Data ini adalah data
yang belum menggambarkan keadaan yang sebenarnya karena hanya
berdasarkan laporan dari para klinisi di lapangan yaitu dari rumah sakit dan
28 | P a g e
puskesmas serta dari masyarakat dan belum dikumpulkan secara resmi oleh
kementrian kesehatan. (policy brief Maharani, 2022).
29 | P a g e
6) Dinas PKP2R: Melakukan sosialisasi rumah yang sehat kepada
kelurahan.
7) Organisasi masyarakat seperti: Aisyiyah, Yayasan PETA, REKAT,
YAMALI TB, KAREBA BAJI (CSO Makassar), PESAT, Perdhaki Medan,
Yahbisa (Surabaya), YSKI, Yayasan Mitra Husada dan YMMA (CSO
Medan): Melakukan edukasi pada masyarakat dan pasien serta
keluarganya, pelibatan tokoh masyarakat setempat dalam melakukan
penyuluhan
8) BAZNAZ level kota: Sosialisasi TB kepada pemimpin agama
9) BPJS level kota: Melaksanakan kegiatan sosialisasi/diseminasi
Program TB (pemutaran video Edukasi TB di ruang tunggu faskes)
10) Badan usaha seperti Bank Sumut, PERTAMINA, Kimia Farma, HIPMI,
Ottimo International, BPD Sulselbar: Sosialisasi TB dan skrining TB
secara internal
11) Philantropy: HIPMI, Lion clubs, Harley Davidson Club, Seribu Senyum.
12) APINDO: Sosialisasi tentang TBC ke perusahaan calon CSR.
13) Asosiasi Profesi (IDI, PDPI, KOPI TB): Memasukkan informasi TBC di
dalam kegiatan Pengayaan berkala 4/tahun untuk dokter dokter baru.
Narasumber untuk memberikan informasi terbaru/penyegaran
pengetahuan (coaching) penanganan TBC kepada tenaga kesehatan di
RS dan klinik oleh dokter-dokter spesialis. Sebagai tenaga ahli di rumah
sakit menjadi motivator, fasilitator, pelaksana pelayanan kesehatan
dan mendorong terbentuknya jejaring internal layanan TBC yang
sinergis
30 | P a g e
pengawasan pada jajaran pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota
dalam pencapaian target SPM.
31 | P a g e
Nama Unit Lintas
Peran
Program
4. Monitoring alat dan bahan laboratorium malaria,
melalui aplikasi ASPAK (Aplikasi untuk monitoring
Sarana Prasarana dan Peralatan Kesehatan)
1. Biro Perencanaan: Pembiayaan program malaria
2. Pusdatin: Pengembangan dan penguatan sistem
informasi malaria
3. Pusat Krisis Kesehatan: Pencegahan dan
pengendalian malaria pada pasca bencana
Sekretariat
4. P2JK:
Jenderal
a. Sharing data kesakitan dan kematian malaria
dari data BPJS
b. Fasilitasi mekanisme rujukan kasus malaria di
daerah pemeliharaan
c. Pembiayaan program malaria
1. Menjamin ketersediaan obat malaria di layanan
kesehatan
2. Pengembangan sistem informasi kefarmasian (e-
Kefarmasian dan
logistik) sehingga bisa memantau stok obat, RDT dan
Alkes
kelambu sampai tingkat puskesmas
3. Penyediaan RDT
4. Post market surveillance (RDT & reagen malaria)
1. Pelatihan tenaga entomolog/asisten entomolog/co
asisten entomology
2. Penambahan program studi entomologi
3. Pelatihan dan sertifikasi petugas mikroskopis
4. Pelatihan diagnosis dan tatalaksana malaria jarak
BPPSDM
jauh (blended course)
5. Pengembangan strategi ketenagaan malaria di
daerah
6. Pelatihan program manajemen untuk pengelola
program di Pusat, Provinsi dan kabupaten/kota
1. Penelitian operasional penanggulangan malaria
Litbangkes
2. Rujukan nasional konfirmasi spesies malaria
1. Penarikan dan pengawasan peredaran obat malaria
yang tidak standar dan pengaturan agar obat
malaria tidak dijual bebas.
Badan POM
2. Post marketing surveillance obat malaria (kualitas
obat)
3. Quality control OAM
Nama Lintas
Peran
Sektor
Membahas dan menyepakati malaria sebagai program
Bappenas
prioritas nasional
Sekretariat
Penerbitan peraturan presiden eliminasi malaria
Kabinet
32 | P a g e
Nama Lintas
Peran
Sektor
Penerbitan Permendagri dan regulasi turunannya
Kementerian
tentang penyusunan anggaran daerah dalam
Dalam Negeri
penanggulangan penyakit malaria
Koordinasi dan harmonisasi penyelenggaraan
Kemenko PMK
pemerintahan terkait penanggulangan penyakit malaria
• Penyediaan regulasi pengalokasian dana desa dan
pemanfaatan tenaga pendamping desa untuk
Kementerian pembiayaan kegiatan desa dalam penanggulangan
Desa malaria.
• Menyediakan infrastruktur masyarakat desa (MCK,
saluran air, dsb)
Memfasilitasi pendampingan untuk menghentikan
Kementerian
penularan malaria di lokasi Pemberdayaan Komunitas
Sosial
Adat Terpencil (KAT).
Memfasilitasi:
• Pengembangan kurikulum lokal tentang malaria
Kemendikbud • Partisipasi siswa dalam upaya pencegahan malaria
dan Kemenag • Menyampaikan informasi tentang pencegahan dan
penanggulangan malaria ke masyarakat melalui
pendekatan keagamaan
• Pembuatan/perbaikan saluran air sehingga tidak
menyebabkan genangan
Kementerian
• Penimbunan tempat perkembangbiakan nyamuk
Pekerjaan
malaria
Umum
• Membuat konstruksi (kanal) untuk pencampuran air
payau dengan air tawar atau air laut
• Pengaturan penanaman padi sawah agar dilakukan
secara serentak
• Pengaturan irigasi dengan pengeringan sawah secara
Kementerian berkala
Pertanian • Menyebarkan ikan di persawahan (mina padi) yang
berperan sebagai pemakan larva/jentik nyamuk
malaria
• Perijinan dan pengawasan peredaran insektisida
• Memberikan informasi kepada para wisatawan
tentang pencegahan malaria
Kementerian
• Mendorong pelaku pariwisata agar membebaskan
Pariwisata
area wisata dan perimeternya dari perindukan jentik
& nyamuk malaria
Penegakan hukum di tambang ilegal baik legal maupun
Kementerian
illegal dalam rangka pencegahan penularan malaria pada
ESDM
para pekerja tambang illegal
Mendukung kegiatan surveilans migrasi kepada
Kementerian
pengunjung, pekerja dan masyarakat yang tinggal di
Lingkungan
sekitar hutan; penegakan hukum pada pembalakan liar,
Hidup
perkebunan dan peladangan ilegal dalam rangka
dan Kehutanan
pencegahan penularan malaria
Kementerian Mendorong reboisasi bakau, surveillans migrasi pada
Kelautan dan nelayan, penebaran ikan dalam pengendalian jentik
Perikanan (biological control).
33 | P a g e
Nama Lintas
Peran
Sektor
Kementerian Semua bandara dan pelabuhan bebas tempat perindukan
Perhubungan nyamuk, penyediaan materi edukasi malaria
KOMINFO Diseminasi media dan informasi malaria
TNI/POLRI Kerja sama surveillans migrasi
Tipe Aktivitas
Motivasi Keterlibatan
Usaha
• Menyediakan dana atau
• Mencegah kesakitan dan
sumber daya tenaga/
kematian akibat malaria
logistik untuk pencegahan
pada pekerja.
dan pengobatan malaria di
• Meningkatkan
tempat usaha dan
produktivitas pekerja.
masyarakat sekitar.
• Menciptakan lingkungan
• Memberikan sponsor
Industri Padat yang sehat untuk
untuk aktivitas
Karya, pekerja, keluarga
pencegahan dan
Perkebunan, pekerja dan masyarakat
pengobatan malaria di
Pertambangan sekitar.
komunitas.
• Menjaga citra baik
• Penyebaran pesan
perusahaan.
malaria di tempat usaha
• Menarik investasi.
dan sekitarnya.
• Memperkuat iklim
• Mencegah terbentuknya
bisnis daerah dan
tempat perindukan
nasional.
nyamuk vektor malaria
• Mengurangi • Penyampaian pesan
Telekomunikasi,
pengeluaran masyarakat malaria dalam rangka
Jasa Keuangan,
akibat kesakitan malaria Kampanye Kewaspadaan
Jasa transportasi,
• Meningkatkan daya beli dan Komunikasi
Retail
masyarakat Perubahan Perilaku
Pariwisata: Hotel, • Melindungi pekerja dan
• Melatih pekerja dalam
restoran, wahana pelanggan dari
pencegahan malaria.
wisata kesakitan dan kematian
34 | P a g e
Tipe Aktivitas
Motivasi Keterlibatan
Usaha
akibat • Mencegah terbentuknya
malaria tempat perindukan
• Menjaga citra baik nyamuk dalam perimeter
tempat pariwisata tempat usaha mereka
(radius 300 meter).
Layanan
Kesehatan Pembentukan Public Private
• Memberikan pelayanan
Swasta: rumah Mix yang disahkan melalui
pengobatan malaria
sakit/klinik MoU/Perjanjian Kerja Sama
sesuai standar Nasional.
swasta, dokter dan layanan kesehatan
• Mendapatkan obat
praktek mandiri, swasta memberikan laporan
malaria secara gratis
laboratorium kasus secara rutin)
swasta
35 | P a g e
Kesuksesan pencegahan dan pengendalian ISPA sangat tergantung pada
kinerja fasilitas pelayanan kesehatan yang didukung oleh sumber daya
yang cukup, tenaga kesehatan yang berkomitmen serta strategi dan
kebijakan yang dilaksanakan secara terintegrasi, komprehensif dan
berkesinambungan. Upaya penanggulangan ISPA memerlukan upaya
bersama secara lintas unit kerja di Kementerian Kesehatan, lintas sektor
terkait yang didukung dengan keterlibatan masyarakat, termasuk
akademisi, profesional dan dunia usaha, dengan dukungan politis.
Penanggulangan masalah ini perlu dilakukan secara komprehensif mulai
dari upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative.
36 | P a g e
Dalam rangka akselerasi pencapaian three zero HIV AIDS, digunakan
pendekatan perubahan program yang disesuaikan dengan kemajuan ilmu
dan teknologi. Salah satunya ialah dengan mengupayakan penggunaan alat
dan teknologi mutakhir dalam mengevaluasi pengobatan. Sejak tahun
2012, telah digunakan Sistem Informasi HIV AIDS (SIHA) sebagai media
pencatatan dan pelaporan kasus yang dilaporkan langsung oleh petugas
layanan pada satu sistem. Saat ini, tengah dilakukan pengembangan SIHA
dari SIHA versi 1.7 dimana metode pencatatan dilakukan secara offline dan
pelaporan online menjadi segala proses transaksi dilakukan secara online
pada SIHA versi 2.1. Pada sistem versi baru ini, tersedia pula menu logistik
yang terintegrasi dari pusat ke layanan dengan perhitungan pemenuhan
kebutuhan logistik dapat disesuaikan dengan jumlah pasien pada layanan
tersebut serta permintaan dan alokasi kebutuhan logistik dapat dilakukan
terintegrasi dari pusat ke tingkat di bawahnya.
Inovasi digital health dinilai dapat menjadi salah satu alternatif solusi
untuk mengidentifikasi lebih cepat orang yang memiliki gejala TBC, selain
hal tersebut dapat menjadi alat telekonsultasi yang dapat digunakan oleh
pasien tanpa harus melakukan mobilisasi.
37 | P a g e
dengan People-centered approach yang digunakan dalam Strategi Nasional
Penanggulangan TBC 2020 – 2024 di Indonesia.
Sistem informasi program ISPA yang kuat akan menghasilkan data yang
Pencatatan dan pelaporan program ISPA terdiri atas pelaporan rutin
berjenjang dari fasilitas pelayanan kesehatan hingga ke Kementerian
Kesehatan setiap bulan. Kondisi saat ini sistem pencatatan dan pelaporan
ISPA jauh dari kriteria standar, dimana pelaporan hanya bersumber dari
puskesmas saja dan masih menggunakan sistem pencatatan sederhana
38 | P a g e
berbasis data agregat dengan menggunakan microsoft excel. Hal ini sangat
jauh dari harapan yang ingin dicapai oleh Direktorat Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Menular, dimana data ISPA seharusnya akurat,
konsisten, tepat waktu dan berkesinambungan. Selain itu, data ISPA yang
dikumpulkan hanya berupa data pneumonia balita saja sebagai laporan
pencapaian indikator program ISPA sedangkan seharusnya data ISPA
terdiri atas data pneumonia semua golongan umur dan kasus ISPA non-
pneumonia, sehingga belum dapat menggambarkan beban penyakit ISPA
di masyarakat.
Sistem informasi program ISPA yang kuat akan menghasilkan data yang
akurat, konsisten, tepat waktu dan berkesinambungan. Data yang
dihasilkan dari sistem informasi tersebut akan membantu pengelola
program untuk mendapatkan informasi guna memfcrmulasikan strategi
dan kebijakan maupun dalam pengambilan-pengambilan keputLsan
operasional pada upaya pencegahan dan pengendalian ISPA di setiap
tingkatan administrasi. Selain itu, data yang dihasilkan dapat digunakan
untuk mengukur kinerja serta menjadi bahan pembinaan teknis dan
manajemen di setiap jenjang tingkatan administrasi. Diharækan dengan
penguatan sistem informasi yang sistematis dengan memanfaatkan
kemajuan teknologi informasi, pencatatan dan pelaporan data rutin ISPA
akan menjadi relatif mudah dilaksanakan oleh petugas dan dapat
39 | P a g e
menjamin ketersediaan data yang berkualitas dari pengumpulan data
tersebut.
c. Potensi lain
40 | P a g e
Hal lain yang merupakan potensi dalam program pencegahan dan
pengendalian penyakit menular, khususnya penyakit tropis terabaikan
seperti filariasis, kusta dan frambusia di antaranya adalah Akselerasi
eliminasi Filariasis melalui Pelaksanaan POPM Filariasis dengan
menggunakan Regimen 3 obat IDA (Ivermectin, DEC, dan Albendazole).
Adanya payung hukum di tingkat nasional seperti Peraturan Menteri
Kesehatan nomor 8 Tahun 2017 tentang eradikasi frambusia, Peraturan
Menteri Kesehatan nomor 11 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Kusta,
Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/308/2019
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Kusta yang
didukung oleh pedoman dan petunjuk teknis. Peraturan daerah terkait
kusta juga telah terwujud di beberapa kabupaten kota. Keterlibatan WHO
dan NGO seperti NLR, kader, Orang yang Pernah Mengalami Kusta, serta
lintas sektor dan lintas program yang aktif mendukung kegiatan
pencegahan dan pengendalian penyakit kusta dan frambusia, juga
merupakan peluang yang dapat digunakan oleh program dalam
mengoptimalkan upaya pencapaian target eliminasi kusta dan eradikasi
frambusia.
41 | P a g e
kesehatan. Selain bersumber dari APBN dan APBD, pembiayaan HIV AIDS
disumbangkan oleh Global Fund (GF).
42 | P a g e
pembiayaan akan terus menurun akibat penurunan jumlah sasaran
menjadi 96 kab/kota. Selain itu, proporsi pembiayaan pada tujuan 3 akan
semakin bertambah dengan adanya penambahan wilayah sasaran menjadi
405 kab/kota pada tahun 2024.
43 | P a g e
juga pembiayaan jika terjadi Kejadian Luar Biasa yang disediakan masing-
masing pemerintah daerah, Kementerian Dalam Negeri dengan Biaya Tak
Terduga-nya dan BNPD dengan Dana Siap Pakai jika terjadi situasi
kegawatdaruratan (bencana non alam seperti KLB/Wabah Zoonosis).
b. Kondisi Geografis
Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar dan geografis yang luas
menyebabkan terbukanya perpindahan penduduk yang dapat
menyebabkan cepatnya proses penularan penyakit. Kondisi geografis
Indonesia yang merupakan negara kepulauan juga menjadi tantangan bagi
pencegahan dan pengendalian penyakit menular karena keterjangkauan
antar wilayah berbeda.
44 | P a g e
Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit menular langsung dari
manusia ke manusia yang dapat menular melalui udara jika terkena
percikan/ droplet yang terdapat bakteri Mycobacterium Tuberculosis.
Sebaran kasus dan penularan pada seluruh provinsi yang ada di Indonesia.
45 | P a g e
menyebabkan cakupan POPM Filariasis di Papua juga rendah, serta
pelaksanaan survei evaluasi Filariasis tidak dapat dilaksanakan.
Kusta. Pada tahun 2021 sebanyak dua puluh delapan provinsi telah
mencapai eliminasi kusta, adapun provinsi yang belum mencapai eliminasi
pada tahun 2021 yaitu Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara,
Papua Barat, dan Papua. Demikian juga halnya dengan frambusia, kasus
yang dilaporkan masih terdapat di NTT, Maluku, Maluku Utara, Papua dan
Papua Barat. Persebaran yang sebagian besar berada di wilayah Indonesia
bagian tengah dan Indonseia bagian Timur tersebut memberikan beban
leboih dalam pencapaian eliminasi baik provinsi ataupun kabupaten
dikarenakan geografis yang sulit terjangkau.
46 | P a g e
Terdapat 9 provinsi dengan kasus tinggi DBD yaitu Provinsi Sumatera
Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Bali, Nusa Tenggara dan
Sebagian Besar wilayah Pulau Jawa.
Flu Burung (FB). Daerah endemis Flu Burung ada di 15 Provinsi sebagai
berikut Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung, Sumatera Selatan,
Riau, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi
Selatan, Bali, D.I. Yogyakarta, Bengkulu, Nusa Tenggara Barat.
c. Fasilitas Kesehatan
47 | P a g e
Penyebaran penyakit menular di Indonesia dengan wilayah yang luas
menyebabkan tidak meratanya fasilitas Kesehatan. Tingginya disparitas
kapasitas maupun kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia, dihadapkan
pada beban ganda, baik dalam penanganan pandemi COVID-19 serta
menjamin terlaksananya pelayanan kesehatan esensial.
Jumlah
Jumlah
Nama Fasyankes Fasyankes %
Fasyankes
Melapor
Puskesmas 10,293 9,449 92%
RS Pemerintah 1,151 856 74%
RS Swasta 1,969 1,183 60%
BBKPM/BKPM/BP4 18 16 89%
Lapas/Rutan 526 138 26%
DPM/Klinik 7,451 188 3%
48 | P a g e
Berdasarkan hasil mapping layanan TBC yang terbesar adalah
Puskesmas 92%, kemudian Rumah Sakit pemerintah dan Swasta.
d. Responsibilitas Daerah
49 | P a g e
4) Menyediakan kebutuhan perbekalan kesehatan, reagensia dan
penunjang laboratorium lain untuk penegakan diagnosis TB sebagai
penyangga kegiatan atau buffer.
5) Melakukan koordinasi lintas program/lintas sektor dan kemitraan
untuk kegiatan pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS dan PIMS
dengan institusi terkait di tingkat provinsi.
6) Mendorong ketersediaan dan peningkatan kemampuan tenaga
kesehatan untuk pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS dan
PIMS.
7) Melakukan pemantauan dan pemantapan mutu atau quality assurance
untuk pemeriksaan laboratorium sebagai penunjang diagnosis HIV
AIDS dan PIMS.
8) Melaksanakan monitoring, evaluasi dan pembinaan teknis kegiatan
Pengendalian HIV AIDS dan PIMS, pemantapan surveilans epidemiologi
HIV AIDS dan PIMS di tingkat kabupaten/kota.
9) Menyediakan dana untuk kegiatan operasional pencegahan dan
penanggulangan HIV AIDS dan PIMS yang terkait dengan tugas pokok
dan fungsi.
50 | P a g e
Untuk itu hal ini menjadi tantangan tersendiri yang mempengaruhi besaran
sumber daya setempat yang dialokasikan untuk respon HIV.
51 | P a g e
Dalam pelaksanaan program penanggulangan penyakit menular di
daerah masih ditemukan berbagai tantangan termasuk responsibilitas
daerah. Program akan berjalan dengan baik jika ada pembagian
kewenangan antara pusat dan daerah. Melalui pembagian kewenangan,
pemangku kepentingan akan dapat mengambil keputusan, menetapkan
kebijakan dalam pelaksanaan program mulai dari penugasan SDM,
peningkatan kapasitas berkala, monitoring evaluasi sampai pendanaan
program. Program ISPA di daerah memiliki ketergantungan yang sangat
kuat kepada pusat. Sebagian besar program ISPA masih menghadapi
masalah turn-over petugas yang tinggi, tidak tersedianya dana operasional
program baik yang bersumber APBD maupun DAK non fisik, keterbatasan
alat untuk deteksi dini dan media KIE. Ada pula permasalahan lain dalam
penanggulangan penyakit menular di mana tidak semua daerah
mengalokasikan dana yang memadai seperti penanggulangan zoonosis.
52 | P a g e
guna karena banyak pasien TBC yang batuk berdarah. Selain itu, TBC juga
dianggap sebagai penyakit keturunan karena sering ditemukan pasien TBC
beberapa orang pada satu keluarga. Oleh karena itu masih ditemukan
pasien TBC yang enggan berobat karena takut ketahuan terkena TBC, atau
pun tidak mau berobat ke fasilitas Kesehatan terdekat dari tempat
tinggalnya karena malu jika tetangga tahu jika mereka pergi berobat karena
TBC.
53 | P a g e
▪ Terganggunya monitoring pengobatan pasien karena pasien tidak
mengumpulkan dahak dan ada kendala pengiriman spesimen.
▪ Beberapa laboratorium berhenti melakukan pemeriksaan terduga TBC
▪ Pengawasan minum obat terganggu
▪ Enabler tidak bisa diberikan secara rutin
▪ Beberapa fasyankes berhenti memberikan layanan TBCRO karena
ruangannya dialihkan untuk perawatan Covid-19.
54 | P a g e
Pada pelaksanaan program ISPA terutama di daerah masih menghadapi
masalah turn-over petugas yang tinggi, tidak tersedianya dana operasional
program baik yang bersumber APBD maupun DAK non fisik (hal ini juga
berlaku di pusat dimana dana APBN maupun PHLN sangat terbatas),
keterbatasan alat untuk deteksi dini dan media KIE. Ketergantungan daerah
kepada pusat dalam penyediaan alat penunjang diagnosis, media KIE dan
peningkatan kapasitas tenaga Kesehatan. Pada pencatatan pelaporan, masih
menggunakan format excel sederhana dan pencatatan pelaporan masih dalam
ruang lingkup puskesmas saja, untuk rumah sakit dan praktek swasta masih
belum terlaksana dengan baik.
55 | P a g e
4. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang surveilans, deteksi dini,
pengendalian faktor risiko, dan koordinasi upaya pencegahan dan
pengendalian penyakit menular;
5. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan; dan
6. pelaksanaan urusan administrasi Direktorat.
56 | P a g e
BAB II
VISI MISI, TUJUAN, DAN SASARAN STRATEGIS
Sejalan dengan visi Presiden 2020 – 2024 dan Visi Kementerian Kesehatan
2020 – 2024 yaitu “Menciptakan Manusia yang Sehat, Produktif, Mandiri dan
Berkeadilan”, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit telah
menetapkan visi yaitu “Mewujudkan Masyarakat Bebas Penyakit dan Kesehatan
Lingkungan yang berkualitas”.
II. Misi
57 | P a g e
Guna mendukung peningkatan kualitas manusia Indonesia, termasuk
penguatan struktur ekonomi yang produktif, mandiri dan berdaya saing
khususnya di bidang farmasi dan alat kesehatan, Kementerian Kesehatan telah
menjabarkan misi sebagai berikut:
58 | P a g e
Kesehatan, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit telah
menetapkan tujuan sebagai berikut:
59 | P a g e
3. Jumlah kabupaten/kota yang mencapai API < 1/1000 penduduk sebesar 500
kab / kota pada akhir tahun 2024, dengan strategi pencapaian:
a. Akselerasi Kab/Kota endemis tinggi API>5 per 1000 penduduk.
b. Intensifikasi Kab/Kota endemis sedang API 1-5 per 1000 penduduk.
c. Pembebasan Kab/Kota endemis rendah API<1 per 1000 penduduk
d. Pemeliharaan Kab/Kota bebas malaria untuk mencegah munculnya
penularan malaria kembali
4. Proporsi kasus kusta baru tanpa cacat sebesar 90% pada akhir tahun 2024,
dengan strategi pencapaian:
a. Penghapusan Stigma kusta.
b. Pengobatan dengan regimen MDT tepat waktu (RFT)
c. Kemoprofilaksis
d. Surveilans Kusta
5. Persentase pengobatan penyakit menular pada balita sebesar 90% pada akhir
tahun 2024. Indikator ini merupakan indicator gabungan yang terdiri dari 2
indikator yakni Persentase pengobatan kasus diare sesuai standard dan
Persentase pengobatan kasus pneumonia sesuai standar.
60 | P a g e
Persentase Kab/kota melaksanakan deteksi dini Hepatitis B dan atau C pada
populasi berisiko.
61 | P a g e
Untuk dapat melaksanakan tujuan dan sasaran strategis Direktorat
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, maka Direktorat Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Menular merumuskan kegiatan berdasarkan struktur
organisasi terbaru. Berikut ini adalah rumusan Indikator Kinerja Kegiatan
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Tahun 2022 – 2024:
Indikator ini merupakan upaya untuk menemukan orang dengan HIV yang
merupakan poin pertama dari strategi pencapaian ending AIDS di tahun 2030,
yaitu 90% orang dengan HIV AIDS mengetahui statusnya.
Indikator ini merupakan upaya untuk mendukung test and treat dan
mengukur kinerja layanan kesehatan dalam upaya pencegahan dan
pengendalian HIV AIDS dan PIMS.
Indikator ini ada untuk melihat jumlah kasus positif dibagi jumlah seluruh
kasus yang diperiksa. Hal ini berarti Semakin besar jumlah kasus yang
diperiksa (nilai ABER /Annual Blood Examination Rate semakin besar),
harapannya nilai positivity rate (PR) yang diperoleh semakin sedikit.
Indikator ini diperoleh dari angka kesembuhan atau Release From Treatment
(RFT) MB dan PB yang terdapat pada pencatatan dan pelaporan
kabupaten/kota. Angka ini sangat penting dalam menilai kualitas tata
laksana penderita dan kepatuhan Penderita Kusta dalam minum obat yang
berpengaruh terhadap pencapaian program dalam memutuskan mata rantai
penularan kusta.
62 | P a g e
6. Persentase pengobatan kasus pneumonia sesuai standar
Balita yang datang atau berobat dengan keluhan batuk atau kesukaran
bernapas harus diberikan tatalaksana pneumonia, dengan menghitung napas
selama 1 menit penuh dan melihat ada tidaknya Tarikan Dinding Dada bagian
bawah Kedalam (TDDK), baru kemudian di klasifikasi menjadi pneumonia,
pneumonia berat dan batuk bukan pneumonia, serta diberikan pengobatan
dengan antibiotik sesuai standar.
Diare merupakan salah satu penyebab tertinggi kasus kematian balita serta
salah satu faktor determinan stunting. Untuk mencegah terjadinya kematian
dan stunting pada balita, salah satu strateginya adalah tatalaksana sesuai
standar pada balita diare. Berdasarkan Riskesdas 2018, cakupan pemberian
oralit baru sebesar 34,8% dan cakupan pemberian zinc baru sebesar 26,1%.
Dalam dokumen Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting 2018 –
2024, pengobatan diare pada balita dengan pemberian zinc merupakan salah
satu intervensi gizi spesifik.
63 | P a g e
upaya mencapai triple eliminasi dan memutus rantai penularan dari ibu ke
anak.
12. Persentase kabupaten/kota dengan Insiden Rate (IR) DBD ≤ 10 per 100.000
peduduk
Insiden Rate (IR) DBD merupakan indikator untuk mengetahui seberapa besar
angka kesakitan akibat DBD di suatu daerah. Indikator ini tercantum dalam
revisi renstra Kementerian Kesehatan 2020 – 2024. Dengan menerapkan dan
mencapai indikator tersebut maka IR DBD di Indonesia akan menurun serta
dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia.
64 | P a g e
14. Jumlah kabupaten/kota endemis filariasis yang mencapai eliminasi
65 | P a g e
F. Strategi Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular
1. Strategi Umum
Sebagai upaya menjalankan arah kebijakan, Kementerian Kesehatan
telah menentukan strategi tahun 2022 – 2024 sebagai berikut:
a. Transformasi pelayanan kesehatan primer menuju penguatan dan
peningkatan pelayanan yang lebih berkualitas
b. Transformasi pelayanan kesehatan rujukan dalam rangka penyediaan
layanan rujukan yang lebih berkualitas
c. Transformasi menuju ke sistem ketahanan kesehatan yang tangguh
d. Transformasi pembiayaan kesehatan dilakukan untuk menuju pembiayaan
kesehatan yang lebih terintegrasi untuk mewujudkan ketersediaan,
kecukupan, keberlanjutan, keadilan serta efektivitas dan efisiensi pada
penyelenggaraan pembiayaan
e. Transformasi SDM kesehatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan SDM
kesehatan yang kompeten, merata serta berkeadilan, sehingga tidak ada lagi
puskesmas yang tanpa dokter, serta ada peningkatan yang signifikan dari
persentase puskesmas dengan tenaga kesehatan sesuai standar dan
persentase RSUD kabupaten/kota yang memiliki 4 (empat) dokter spesialis
dasar dan 3 (tiga) dokter spesialis lainnya
f. Transformasi teknologi kesehatan menuju pada digitalisasi kesehatan dan
pemanfaatan teknologi yang lebih luas pada sektor kesehatan
g. Penguatan tata kelola pemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan
kebijakan di bidang kesehatan oleh Kementerian Kesehatan
66 | P a g e
3) Jumlah kabupaten/kota yang mencapai API < 1/1000 penduduk sebesar 500
kab / kota pada akhir tahun 2024
Strategi pencapaian:
a. Akselerasi Kab/Kota endemis tinggi API>5 per 1000 penduduk.
b. Intensifikasi Kab/Kota endemis sedang API 1-5 per 1000 penduduk.
c. Pembebasan Kab/Kota endemis rendah API<1 per 1000 penduduk
d. Pemeliharaan Kab/Kota bebas malaria untuk mencegah munculnya
penularan malaria kembali
4) Proporsi kasus kusta baru tanpa cacat sebesar 90% pada akhir tahun 2024
Strategi pencapaian:
a. Penghapusan Stigma kusta.
b. Pengobatan dengan regimen MDT tepat waktu (RFT)
c. Kemoprofilaksis
d. Surveilans Kusta
5) Persentase pengobatan penyakit menular pada balita sebesar 90% pada akhir
tahun 2024. Indikator ini merupakan indicator gabungan yang terdiri dari 2
indikator yakni Persentase pengobatan kasus diare sesuai standard dan
Persentase pengobatan kasus pneumonia sesuai standar
67 | P a g e
Kab/kota melaksanakan deteksi dini Hepatitis B dan atau C pada populasi
berisiko.
Strategi pencapaian:
a. Penguatan Regulasi
b. Advokasi dan sosialissi P2 Hepatitis
c. Peningkatan akses Layanan
d. Peningkatan Peran serta Masyarakat
e. Penguatan surveilans dengan Sistem Catpor yang elektonik
Strategi pencapaian:
a. advokasi dan sosialisasi eradikasi frambusia.
b. koordinasi LS/LP terkait PHBS dan Sarana Air bersih dalam pengendalian
faktor risiko.
c. POPM frambusia.
d. Surveilans dan Sertifikasi bebas frambusia
68 | P a g e
2. Strategi Khusus
69 | P a g e
13) Meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan baik dalam tatalaksanan
Hepatitis dan PISP maupun dalam pencatatan dan pelaporan
14) Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani
dalam pengendalian hepatitis melalui kerjasama lokal, nasional dan regional
dan global
15) Meningkatkan kolaborasi dengan Lintas Program seperti KIA, HIV-AIDS,
Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan dan lain sebagainya untuk
Mengembangkan kegiatan Hepatitis dan PISP
16) Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang
berkualitas melalui peningkatan sumber daya manusia dan penguatan
institusi, serta standarisasi pelayanan
17) Meningkatkan surveilans epidemiologi Hepatitis dan PISP diseluruh fasilitas
pelayanan kesehatan
70 | P a g e
- Peningkatan kemitraan melalui forum koordinasi TBC di pusat
- Peningkatan kemitraan melalui forum koordinasi TBC di daerah
5) Peningkatan Kemandirian Masyarakat dalam Penanggulangan TBC
- Peningkatan partisipasi pasien, mantan pasien, keluarga dan
masyarakat.
- Pelibatan peran masyarakat dalam promosi, penemuan kasus, dan
dukungan pengobatan TBC.
- Pemberdayan masyarakat melalui integrasi TBC di upaya kesehatan
berbasis keluarga dan masyarakat.
6) Penguatan Sistem kesehatan
- Sumber Daya Manusia yang memadai dan kompeten.
- Mengelola logistik secara efektif.
- Meningkatkan pembiayaan, advokasi dan regulasi.
- Memperkuat Sistem Informasi Strategis, surveilans proaktif termasuk
kewajiban melaporkan (mandatory notification).
- Jaringan dalam penelitian dan pengembangan inovasi program.
71 | P a g e
3) Evaluasi penilaian penularan pada kabupaten kota endemis yang sudah
selesai melaksanakan POPM minimal 5 tahun berturut dengan cakupan
minum obat diatas 65% dari total jumlah penduduk setiap tahunnya.
72 | P a g e
dan tidak kalah penting adanya peningkatan kompetensi dari petugas
kesehatan di fasyankes sehingga dapat mendeteksi secara cepat dan tepat,
melakukan pengobatan sampai sembuh serta pemantauan terhadap reaksi
kusta diserta tatalaksananya
3) Managemen kasus kusta sangat dibutuhkan untuk menunjang kegiatan
penanggulangan kusta, yaitu adanya distribusi dari MDT kusta,
pencegahan terhadap disabilitas, peningkatan kompetensi terhadap
pengelola program, pengelolaan terhadap pencatatan dan pelaporan yang
berbasis elektronik, serta dapat melakukan surveilans resistensi obat.
73 | P a g e
Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis dan Penyakit Akibat Gigitan Hewan
Berbisa Dan Tanaman Beracun
74 | P a g e
9) Serta proses tranportasi cepat berupa kolaborasi dengan PSC 119
Kementerian Kesehatan.
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor
75 | P a g e
• Meningkatkan mutu diagnosis dan penanganan kasus dengue
• Meningkatkan ketersediaan dan kompetensi – keterampilan klinis tenaga
kesehatan dalam menerapkan panduan penatalaksanaan dengue di
fasilitas kesehatan
• Meningkatkan kapasitas dan kepatuhan tenaga kesehatan dalam
pelaporan kasus
3) Penguatan surveilans Dengue yang komprehensif serta manajemen KLB
yang responsif
Strategi ketiga mencakup :
• Meningkatkan kelengkapan sarana dan prasarana diagnostik dengue di
fasilitas kesehatan tingkat pertama
• Penguatan kewaspadaan dini dengue
• Penguatan sistem data dengue yang terintegrasi
• Peningkatan kapasitas daerah untuk manajemen KLB yang responsif
4) Peningkatan pelibatan masyarakat yang berkesinambungan
Strategi keempat mencakup :
• Meningkatkan pelibatan masyarakat yang berkesinambungan
• Menjalin kolaborasi dengan LSM peduli lingkungan, organisasi
masyarakat, dan komunitas
• Menguatkan peran media dalam mengedukasi masyarakat
5) Penguatan komitmen pemerintah, kebijakan manajemen program, dan
kemitraan
Strategi kelima mencakup :
• Penguatan komitmen pemerintah pusat dan daerah, kebijakan, regulasi,
dan manajemen program penanggulangan dengue dengan dukungan
sistem kesehatan
• Peningkatan kolaborasi dan koordinasi lintas program-sektor serta
kemitraan
• Peningkatan pembiayaan pemerintah daerah, lintas program-sektor dan
multi-pihak melalui komunikasi dan advokasi
6) Pengambangan kajian, invensi, inovasi, dan riset sebagai dasar kebijakan
dan manajemen program berbasis bukti
• Identifikasi kebutuhan kajian, invensi, inovasi, dan riset dan
pelaksanaannya
• Pengembangan kajian, adopsi hasil invensi, inovasi, dan riset dalam
program penanggulangan dengue
• Pemanfaatan data yang berkualitas serta integrasi sistem informasi
untuk pengambilan keputusan dalam program penanggulangan dengue
76 | P a g e
BAB III
RENCANA AKSI KEGIATAN
A. Kerangka Logis
Dalam mendukung pembangunan kesehatan, Direktorat Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Menular sebagai penyelenggara program di bawah
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit telah menetapkan
metode tahapan pengelolaan program untuk dapat mengoptimalkan capaian tujuan
Kementerian Kesehatan. Metode pengelolaan program tersebut tertuang dalam
kerangka logis (logical frame) sebagai berikut:
SASARAN INDIKATOR
2. Meningkatnya penemuan
Angka keberhasilan pengobatan TBC
dan pengobatan TBC
77 | P a g e
4. Meningkatnya proporsi Persentase penderita kusta yang
kasus kusta baru tanpa menyelesaikan pengobatan kusta tepat
cacat waktu
Gambar 3.1 Logical Frame Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular
78 | P a g e
SASARAN PROGRAM DAN INDIKATOR KINERJA PROGRAM
79 | P a g e
B. Rencana Kegiatan
Arahan Presiden RI kepada Kementerian Kesehatan yang salah satunya
merupakan arahan terhadap transformasi sector kesehatan, yang kemudian
diterjemahkan sebagai reformasi system kesehatan nasional. Perubahan strategi
dalam Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2020 – 2024 mencakup 6 (enam) hal
prinsip atau disebut sebagai pilar transformasi kesehatan, yakni :
80 | P a g e
SASARAN KEGIATAN/ TARGET
NO
INDIKATOR KINERJA KEGIATAN 2022 2023 2024
Kegiatan : Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Menular
Meningkatnya Penemuan dan pengobatan kasus
2
TBC
Angka keberhasilan pengobatan TBC 90 90 90
2.1
Meningkatnya jumah kab/ Kota dengan API <
3
1/1000 penduduk
Jumlah kabupaten/kota yang mencapai 374 394 414
3.1
positivity rate (PR) < 5%
Meningkatnya Porporsi kasus kusta baru tanpa
4
cacat
Persentase penderita kusta yang 90 90 90
4.1
menyelesaikan pengobatan kusta tepat waktu
Meningkatnya Pencegahan dan pengendalian
5
penyakit menular
Persentase pengobatan kasus pneumonia 50 70 95
5.1
sesuai standar
Persentase pengobatan kasus diare sesuai 50 70 85
5.2
standar
Persentase kabupaten/kota yang 95 100 100
5.3 melaksanakan deteksi dini Hepatitis B dan C
pada populasi berisiko
Persentase pasien sifilis yang diobati 75 85 90
5.4
Jumlah desa endemis schitomiasis yang 19 24 28
5.5
mencapai eliminasi
Jumlah kabupaten/kota eliminasi rabies 211 236 261
5.6
Persentase kabupaten/kota dengan Insiden 80 85 95
5.7
Rate (IR) DBD ≤ 10 per 100.000 peduduk
Jumlah kabupaten/kota endemis filariasis 207 220 236
5.8
berhasil menurunkan angka mikrofilaria < 1%
Jumlah kabupaten/kota endemis filariasis 106 150 190
5.9
yang mencapai eliminasi
81 | P a g e
diperlukan koordinasi yang lebih intensif. Adapun kegiatan koordinasi
ini dilakukan secara hybrid sebanyak 5 kali yang mengundang
Kementerian/Lembaga/Lintas Program/Lintas sektor lainnya dan
secara online minimal 1 kali dalam sebulan.
82 | P a g e
dan ibu hamil dengan HIV. Kegiatan ini juga untuk mendukung
skrining HIV pada bayi melalui pemeriksaan EID.
83 | P a g e
pengadaan buku saku dan buku pedoman HIV AIDS yang digunakan
oleh dinas kesehatan dan layanan.
h. Pelatihan
1) Workshop/orientasi penambahan akses layanan tes dan pengobatan
HIV dan IMS
Kegiatan workshop/orientasi penambahan akses layanan tes dan
pengobatan HIV dan IMS merupakan kegiatan penambahan layanan
tes dan pengobatan HIV dan IMS baru di Indonesia.
84 | P a g e
IMS. Kegiatan ini terdiri dari rangkaian kegiatan dalam rangka
pembinaan daerah melalui bimbingan teknis terkait pencegahan dan
pengendalian HIV AIDS. Bimbingan teknis dilaksanakan terhadap
provinsi/kab/kota yang terdapat kendala dalam pelaksanaan program
HIV AIDS. Disamping itu, dilakukan juga pendampingan pelatihan di
daerah. Kegiatan pendampingan kepada provinsi yang melaksanakan
pelatihan sehingga melalui pelatihan tersebut, informasi program
terbaru dapat tersampaikan kepada provinsi/kabupaten/kota/
layanan.
85 | P a g e
Media KIE P2 TBC yaitu pengadaan media komunikasi, informasi dan
edukasi yang dapat dipergunakan dalam kampanye secara rutin yang
tujuannya untuk menyebarluaskan informasi yang tepat mengenai TBC
ke masyarakat dan meningkatkan kesadaran untuk masyarakat
memeriksakan diri ke layanan kesehatan jika memiliki gejala TBC,
serta memberikan informasi tentang pentingnya terapi pencegahan
TBC untuk mencegah penularan pada kontak serumah atau orang yang
memiliki risiko tinggi tertular TBC.
2) Media KIE Pnemonia
Media KIE merupakan salah satu hal yang dibutuhkan untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penyakit ISPA.
Informasi yang disajikan dalam bentuk ringkas, tepat, jelas, padat
dan tampilan yang menarik diharapkan ikut memberi edukasi
kepada masyarakat sehingga kesadaran akan penyakit ISPA bisa
meningkat, preventif yang semakin baik dan deteksi dini bisa
dilakukan sehingga angka kesakitan dan kematian akibat penyakit
ISPA bisa ditekan.
g. Pelatihan
1) Workshop Skrining dan Deteksi Dini pada Kelompok Berisiko untuk
Pengendalian TBC dalam Pelaksanaan SPM TBC
Workshop Skrining dan Deteksi Dini pada Kelompok Berisiko untuk
Pengendalian TBC dalam Pelaksanaan SPM TBC yaitu pelatihan yang
diberikan kepada petugas Kesehatan yang dilaksanakan di Pusat
agar dapat melaksanakan Skrining dan Deteksi Dini pada Kelompok
Berisiko untuk Pengendalian TBC dalam Pelaksanaan SPM TBC
terutama bagi pengelola program TB pada kabupaten/ kota dengan
capaian SPM rendah.
86 | P a g e
3. Meningkatnya jumah kab/ Kota dengan API < 1/1000 penduduk. Sebagai
upaya dalam mencapai indicator tersebut maka dilakukan kegiatan yakni:
a. Koordinasi
1) Koordinasi Percepatan Eliminasi Malaria
Koordinasi Percepatan Eliminasi Malaria adalah jumlah koordinasi
yang dilakukan dengan lintas program dan lintas sektor (LS/LP) baik
di pusat maupun di daerah yang dilaksanakan dalam rangka
percepatan eliminasi malaria serta upaya pencegahan dan
pengendalian malaria sesuai yang telah ditetapkan. Adapun kegiatan
koordinasi LS/LP eliminasi malaria yang akan dilakukan, yaitu:
a) Koordinasi POKJA Diagnosis dan Pengobatan Malaria
b) Koordinasi LS/LP Public Private Mix Malaria
c) Koordinasi LS/LP Malaria Center
d) Validasi data pencatatan dan pelaporan SISMAL
e) Koordinasi Pelaksanaan Eliminasi Malaria
f) Bimbingan Eliminasi Malaria
g) dan lain-lain
87 | P a g e
malaria di Indonesia. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas
hidup manusia adalah membebaskan masyarakat dari malaria
karena malaria merupakan salah satu penyakit menular yang
berdampak kepada penurunan kualitas sumber daya manusia, dapat
menimbulkan berbagai masalah sosial dan ekonomi bahkan
berpengaruh terhadap ketahanan nasional. Oleh karena penyebaran
malaria tidak mengenal batas wilayah administrasi, maka
membebaskan masyarakat dari malaria (eliminasi malaria)
memerlukan komitmen global, regional dan nasional.
Hari Malaria Sedunia, merupakan kegiatan tahunan yang bertujuan
untuk menyoroti kebutuhan akan upaya yang intensif, investasi yang
terus menerus, dan komitmen politik yang berkelanjutan terhadap
pencegahan dan pengendalian yang mengarah pada eliminasi malaria
di antara para pemangku kepentingan untuk mempercepat eliminasi
malaria. Para pimpinan dan pemangku kepentingan juga didorong
untuk meningkatkan upaya untuk tetap memasukkan malaria ke
dalam agenda politis, memobilisasi sumber daya tambahan dan
mendayagunakan masyarakat untuk pengelolaan program
pencegahan dan perawatan malaria.
Acara puncak Hari Malaria Sedunia biasanya diselenggarakan pada
tanggal 25 April. Kegiatan tersebut perlu dilakukan sosialisasi dalam
bentuk pemutaran video malaria saat acara puncak dan pemasangan
media KIE (Spanduk, Giant Banner dan umbul-umbul) di lingkungan
Kementerian Kesehatan, seluruh wilayah endemis dan daerah bebas
malaria. Hari Malaria Sedunia juga akan dilakukan penyerahan
sertifikat eliminasi malaria yang diberikan oleh Menteri Kesehatan
kepada Kepala Daerah Kab/Kota yang telah mencapai target
eliminasi malaria.
88 | P a g e
Pelaksanaan Pengadaan Media KIE Pencegahan dan Pengendalian
Malaria dilaksanakan dalam bentuk pengadaan media Komunikasi,
Informasi dan Edukasi pencegahan dan pengendalian malaria. Media
KIE tersebut berupa:
• Lembar Balik Pencegahan dan Pengendalian Malaria. Lembar
balik yang berisi informasi mengenai penyakit malaria, mulai dari
penyebab, penularan, pemeriksaan dan pengobatan samapai
dengan kegiatan pencegahan dan pengendaliannya. Materi
disampaikan dalam bentuk ilustrasi/gambar dan sedikit
keterangan yang mudah dipahami karena akan digunakan oleh
kader atau tenaga Kesehatan untuk melakukan kegiatan edukasi
kepada masyarakat.
• Buku Saku Tatalaksana Malaria adalah ringkasan mengenai
tatalaksana malaria yang didasarkan/bersumber pada KMK No.
HK.01.07 /MENKES/556/2019 mengenai Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran Tatalkasana Malaria. Buku ini dijadikan
acuan Nakes dalam memberikan tatalaksana pengobatan malaria
• Buku Pedoman Surveilans Malaria. Merupan pedoman mengenai
surveilans malaria dan digunakan oleh pengeloal program malaria
dalam melaksanakan program kegiatan surveilans malaria.
• Buku Pedoman Pengendalian Vektor Malaria adalah buku
pedoman menganai factor risiko penularan malaria terutama yang
berasal dari vektor malaria dan cara pencegahan dan
pengendalian Vektor Malaria. Dijadikan sebagai pedoman oleh
pengelola program di tingkat puskesmas sampai dinkes provinsi.
• Kit Eliminasi Malaria, Berupa alat dan bahan yang digunakan
untuk membantu kelancaran kegiatan assessment eliminasi
malaria. Kit ini diberikan kepada tim yang melaksanakan uji petik
eliminasi malaria di Lapangan.
• Banner Pencegahan dan Pengendalian Malaria. Merupakan
sarana komunikasi dan edukasi untuk memberikan informasi
pencegahan dan pengendalian malaria kepada masyarakat.
89 | P a g e
Surveilans yang baik. Salah satu upaya untuk meningkatkan
validitas dan kelengkapan dalam pelaporan data malaria maka pada
tahun 2010 telah dikembangkan software e-SISMAL Versi 1 yang
berupa aplikasi excel based, kemudian berkembang menjadi SISMAL
versi 2 di tahun 2017. Sistem pencatatan dan pelaporan dengan
menggunakan e-SISMAL excel masih memerlukan banyak
penyesuaian karena masih terdapat beberapa kekurangan oleh
karena itu perlu dikembangkan e-SISMAL excel based menjadi online
sistem, hal tersebut merupakan cara untuk meningkatkan fungsi e-
sismal sebagai sistem pencatatan dan pelaporan data malaria.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan Pengembangan dan
Pemeliharaan Sistem Informasi Surveilans Malaria (SISMAL) dengan
melibatkan pihak yang berkompeten guna melakukan pemutakhiran
fitur yang sudah ada di SISMAL sebelumnya.
Sistem informasi ini digunakan oleh Puskesmas dalam untuk
melaporkan kasus malaria dan pengendalian vektor. Pencatatan dan
pelaporan malaria dilakukan secara berjenjang dari tingkat
puskesmas, kab/kota, provinsi sampai ke pusat secara online.
Kelancaran dalam penggunaan sismal sangat diperlukan untuk
mendukung kegiatan surveilans malaria, termasuk didalamnya
pencatatan dan pelaporan. Pemeliharaan dimaksudkan untuk
menyesuikan perkembangan teknologi (upgrade teknologi) dan
mengatasi adanya masalah (bug).
Pada Tahun 2018 telah dikembangkan SISMAL V2 yang diinput
oleh fasyankes dalam bentuk excel terstandar dan diupload ke
SISMAL web. Untuk tahun 2022 ini sedang dikembangkan Sismal V3
yang mengupgrade sesuai kebutuhan saat ini, yaitu tidak perlu lagi
menggunakan Ms. Excel, dapat digunakan secara daring dan luring,
serta sudah kompetibel untuk digunakan di versi android.
g. Pelatihan
1) Pelatihan SDM Malaria
Pelatihan SDM Malaria adalah jumlah Sumber Daya Manusia (SDM)
yang mendapatkan/menjadi target mendapatkan peningkatan
kapasitas dalam pencegahan dan pengendalian malaria, baik melalui
kegiatan workshop maupun pelatihan terakreditasi. Kegiatan
pelatihan SDM yang dilakukan diantaranya, yaitu Workshop
Pengelola Sistem Informasi Surveilans Malaria (SISMAL), Workshop
Surveilans dan Faktor Risiko Malaria, Pelatihan Diagnosis dan
Tatalaksana Malaria, Plelatihan Manajemen Dasar Program Malaria,
kegiatan pelatihan lainnya.
90 | P a g e
darah menggunakan RDT Combo Malaria atau Mikroskop Malaria.
Akurasi dan kecepatan diagnosis menentukan keberhasilan
pengobatan malaria. Kegiatan selanjutnya adalah pemberian obat
anti malaria berdasarkan hasil pemeriksaan/diagnosa. Jenis dan
jumlah obat harus mengacu pada pedoman tatalaksana yang
sudah ditetapkan. Kegiatan supervisi dan bimtek dimaksudkan
untuk memastikan diagnosis dan tatalaksana sudah dilakukan
sesuai standar. Dinkes yang menjadi target adalah daerah
endemis malaria yang kegiatan diagnosis dan pengobatannya
kurang baik. Penilaian bisa dialkukan berdasarkan laporan
analisi bulanan yang dikirimkan melalui sismal atau laporan
terkait lainnya.
• Bimbingan Teknis Akselerasi Eliminasi Malaria
Kegiatan bimbingan teknis akselerasi eliminasi malaria bertujuan
untuk mempercepat capaian penurunan kasus malaria sehingga
target kegiatan adalah daerah endemis malaria. Pada daerah
rendah bimbingan ditujukan untuk mempercepat penghilangan
penularan kasus malaria setempat.
• Monev On-site Pembinaan Pemberdayaan Masyarakat pada
Populasi Khusus Risiko Malaria
Kasus malaria pada populasi khusus membutuhkan perhatian
diprioritaskan, daerah ini biasanya merupakan daerah endemis
rendah yang stagnan dan mempunyai risiko penularan yang sulit
dikendalikan misal daerah pertambangan, perkebunan,
perambah hutan atau daerah adat terpencil. Kegiatan monev
dimaksudkan untuk mengidentifikasi lebih tajam dan mendorong
pemerintah daerah dalam menyelesaikan permasalahan
penularan malaria baik secara mandiri maupun kolaborasi
denagn lintas sektor dan lintas program terkait. Selain itu, juga
dilakukan upaya intervensi dalam menghilangkan penularan
malaria pada daerah tersebut.
91 | P a g e
kesehatan, komitmen pemerintah serta kegiatan-kegiatan yang
mendukung terkait pencapaian eliminasi kusta suatu daerah.
Kegiatan assesment eliminasi kusta ini baru tahun ini dilaksanakan
untuk penilaian langsung di lapangan dan sekaligus untuk uji coba
tools di kabupaten/kota yang merupakan target kabupaten/kota
eliminasi kusta dimana capaian indikator prevalensi kusta sudah
mendekati angka < 1/10.000 penduduk Kegiatan ini melibatkan tim
pusat dan provinsi. tim pusat sebanyak 3 orang yang terdiri dari 2
orang program kusta dan 1 orang komite ahli eliminasi kusta, Dinas
Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota.
g. Pelatihan
1) Workshop P2 Kusta dan Frambusia bagi tenaga Kesehatan
Kegiatan ini berbentuk orientasi untuk dokter yang akan ditunjuk
menjadi dokter rujukan di Kab/Kota masing-masing dalam
pencegahan dan pengendalian penyakit kusta. Dokter yang akan
mengikuti orientasi berjumlah 34 orang dari kab/kota seluruh
Provinsi Metode yang digunakan merupakan metode luring .
2) Pelatihan Pencegahan dan Pengendalian Kusta Bagi Pengelola
Program Kusta
Pelatihan terkareditasi PPSDM ini dilaksanakan menggunakan
metode blended (daring dan luring) dimana untuk seluruh materi
disampaikan melalui daring dan praktek lapangan (luring). Pelatihan
ini dilaksanakan selama 6 atau 7 hari daring dan 7 atau 8 hari luring.
Jumlah hari disesuaikan dengan jumlah JPL sesuai kurikulum.
Pelatihan dilaksanakan sebanyak 4 angkatan dengan masing-masing
peserta sebanyak 20 orang/angkatan. Peserta merupakan pengelola
program kusta dari dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota
yang belum pernah mengikuti pelatihan
92 | P a g e
a) Supervisi dan Monitoring Program P2 Kusta dan Frambusia
termasuk Data Surveilans dan Logistik
Kegiatan monitoring dan evaluasi program P2 kusta dan frambusia
secara menyeluruh. Kegiatan dilaksanakn di 34 provinsi dengan
fokus provinsi yang belum mencapai eliminasi kusta dan provinsi
dengan kab/kota yang menjadi target eliminasi. Kegiatan
dilaksanakan selama 4 hari dengan jumlah petugas daei pusat
sebanyak 2 orang. Teknis kegiatan pelaksanaan sesuai dengan daftar
tilik yang telah disusun untuk program kusta dan frambusia.
b) Pendampingan Kegiatan Program P2 Kusta dan Frambusia
Kegiatan ini merupakan kegiatan pendampingan pusat ke
provinsi/kab/kota dalam pelaksanaan kegiatan program P2 Kusta
dan Frambusia. Selain itu kegiatan ini jg dilakukan dalam rangka
pendampingan pusat pada saat provinsi melaksanakan kegiatan
dekon yaitu Pendampingan assessment eradikasi frambusia di
20provinsi dan pendampingan assessment eliminasikusta di 24
provinsi.
93 | P a g e
ISPA. Koordinasi dilakukan dengan ahli terkait, lintas program dan
lintas sektor terkait Program Pencegahan dan Penanggulangan ISPA
5) Koordinasi Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Filariasis
dan Kecacingan
Kegiatan ini merupakan kegiatan koordinasi lintas program/lintas
sektor dalam rangka penguatan program pencegahan dan
pengendalian filariasis dan Kecacingan. Kegiatan dilakukan dalam
rangka sinkroniasis memastikan kebijakan program
penanggulangan filariasis dan kecacingan yang telah dibuat dapat
berjalan dengan baik atau dapat diintegrasikan dengan program
yang lokus dan sasarannya sesuai sehingga lebih efektif dan efisien
serta tepat sasaran. Kegiatan koordinasi dilaksanakan juga dalam
rangka penyusunan dan sinkronisasi perencanaan program baik di
pusat maupun di daerah. Selain itu, kegiatan ini dilakukan untuk
koordinasi dan konsultasi dengan para komite ahli Filariasis,
Cacingan dan schistosomiasis sehingga Para Pokja/Komite Ahli serta
pakar yang ahli dibidangnya dapat memahami situasi dan
pengembangan terkini program filariasis dan kecacingan untuk
dapat memberikan masukan atau rekomendasi sesuai kebutuhan,
permasalahan dan tantangan yang dihadapi program dalam upaya
eliminasi filariasis dan reduksi cacingan serta tindaklanjut yang
perlu dilakukan baik pusat maupun daerah.
6) Koordinasi dan Reviu Implentasi Kegiatan dalam Rangka Eliminasi
Schistosomiasis Lintas Kementerian dan Lembaga
Merupakan kegiatan koordinasi akan dilaksanakan di dengan
melibatkan lintas kementerian dan lembaga terkait pengendalian
Schistosomiasis mulai dari penyusunan rencana kegiatan serta
monitoring dan evaluasi pasca pelaksanaan kegiatan rangka
eliminasi schitosomasis. Selain itu, juga berupa review dan update
progres implementasi kegiatan terpadu lintas sektor/KL dalam
rangka eliminasi Schistosomiasis dilaksanakan sesuai pembagian
keweangan berdasarkan tugas dan fungsi masing-masing
kementerian/Lembaga terkait telah tertuang dalam roadmap
eradikasi schistosomiasis termasuk rincian lokus, bentuk kegiatan
dan alokasi pembiayaan.
94 | P a g e
2) Sosialisasi Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis
Upaya sosialisasi pencegahan dan pengendalian zoonosis dilakukan
kepada petugas kesehatan dan masyarakat luas melalui kegiatan
Gerakan Masyarakat dalam rangka Pencegahan dan Pengendalian
Zoonosis yang disertai dengan kegiatan vaksinasi Covid-19 di 7
lokus.
3) Sosialisasi Pencegahan dan Pengendalian Hepatitis
4) Sosialisasi Pengobatan Diare
Sosialisasi dilakukan melalui kegiatan pertemuan serta
pendampingan langsung ke daerah untuk meningkatkan kepedulian
semua pemangku kepentingan terkait pentingnya dalam pencegahan
dan pengendalian diara dan penyakit ISP.
95 | P a g e
Dilakukan kegiatan pembaharuan pedoman yang telah ada
menyesuaikan dengan perkembangan terkini keilmuan terkait dalam
pencegahan dan pengendalian diara dan penyakit ISP. Kegiatan
dilaksanakan dengan mengundang narasumber yang kompeten
serta juga melibatkan LP dan LS serta komite ahli
6) NSPK Pencegahan dan Pengendalian Pneumonia
Kegiatan berupa Penyusunan Revisi Pedoman Tatalaksana
Pneumonia Balita
7) NSPK Pencegahan dan Pengendalian Filariasis dan Cacingan
Penyusunan NSPK Filariasis dan Kecacingan Finalisasi dilakukan
dalam rangka memberikan pedoman pada petugas Kesehatan terkait
peraturan, pedoman atau petunjuk teknis tentang penyelenggarakan
program penanggulangan filariasis dan kecacingan serta modul-
modul pembelajaran bagi peningkatan kapasitas petugas pelaksana
program di daerah.
96 | P a g e
Kegiatan dilaksanakan dalam rangka pengendalian KLB di lokasi
terjadinya KLB serta advokasi dan sosialisasi SKD KLB pada daerah
yang pernah dan berpotensi terjadi KLB.
7) Renkon Pandemi Influenza
Kegiatan ini untuk memperkuat kesiapsiagaan dan respon Pandemi
Influenza di Indonesia terutama di Provinsi berisiko tinggi
8) Surveilans dan deteksi dini penyakit Tropis Terabaikan
Kegiatan ini berupa pendampingan untuk pencegahan
dini/penanggulangan kejadian ikutan pasca Pemberian Obat
Pencegahan Massal, supervisi dan survei evaluasi prevalensi
cacingan untuk memperoleh angka prevalensi pasca POPM serta
surveilans kasus klinis/kronis filariasis untuk verifikasi kasus dan
memantu progress tatalaksana kasus filariasis di daerah.
97 | P a g e
dalam tubuh, penyediaan bahan pendukung dalam rangka kegiatan
surveilans seperti Kato katz kit, lancet, tabung micotainer, bahan
kontak surveilans filariasis, kit POPM, serta buku register POPM.
Bahan pendukung tersebut diperlukan dalam rangka kegiatan
pencegahan dan pengendalian filariasis dan cacingan termasuk
untuk kegiatan penilaian eliminasi atau evaluasi program.
3) Alat dan bahan kesehatan pencegahan dan pengendalian penyakit
zoonosis
Upaya yang dilakukan yakni penyediaan alat dan bahan
pengambilan dan pemeriksan sampel Leptospirosis dan Antraks
yang akan diserahkan kepada BBTKL PP Yogyakarta dan Surabaya
untuk mendukung Surveilans Sentinel Leptospirosis dan Antraks.
g. Pelatihan
98 | P a g e
1) Pelatihan petugas dan pengelola program DBD dan Arbovirosis
lainnya
Pelatihan ini disasarkan pada pengelola program DBD di provinsi,
kab/kota, hingga ke puskesmas yang dilaksanakan secara daring
dan luring (blended). Kegiatan secara daring dengan mengundang
narasumber lintas sektor/program atau pakar yang tepat untuk
meningkatkan kapasitas pengelola program DBD yang tepat
khususnya di daerah endemis DBD. Serta pelaksanaan luringnya
secara praktik sesuai dengan materi yang telah disampaikan.
2) Pelatihan SDM Pencegahan dan Pengendalian Filariasis, Kecacingan,
dan Schistosomiasis
Berupa kegiatan pelatihan TOT surveyor cacingan maupun kegiatan
pelatihan surveyor cacingan sehingga diperoleh SDM yang mampu
melaksanakan survei evaluasi prevalensi sesuai standar. Selain itu,
kegiatan workshop tatalaksana kasus atau orientasi petugas
surveilans schistosomiasis juga perlu dilaksanakan sehingga
petugas di daerah mampu dan terlatih dalam melaksanakan
pelayanan di masyarakat.
3) Workshop Pencegahan dan Pengendalian penyakit Zoonosis
Peningkatan kapasitas petugas pengelola zoonosis dilakukan dengan
berbagai cara seperti orientasi petugas sentinel leptospirosis dan
antraks, workshop peningkatan pengetahuan program
penanggulangan zoonosis yang dilakukan dalam 3 (tiga) regional dan
pelatihan bagi pelatih pada pelatihan penanggulangan zoonosis bagi
pengelola zoonosis di tingkat provinsi/kabupaten/kota yang
bekerjasama dengan Bapelkes Ciloto, Yogyakarta dan Cikarang.
4) Workshop Pedoman IMS kepada Tenaga Kesehatan
Peningkatan Kapasitas SDM Program Penyakit IMS merupakan
seluruh kegiatan peningkatan kapasitas SDM terkait pencegahan
dan pengendalian IMS baik berupa orientasi, workshop, pelatihan
atau pun ToT. Kegiatan ini dilaksanakan secara online di 34 provinsi.
5) Orientasi P2 Hepatitis
6) Orientasi P2 Diare dan Penyakit ISP
Tujuan dari kegiatan ini adalah setelah mengikuti kegiatan, peserta
mengetahui dan mampu melakukan tata laksana diare sesuai
standar dalam upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian
akibat penyakit infeksi saluran pencernaan bagi. Kegiatan
dilaksanakan dengan mengundang narasumber yang kompeten
seperti organisasi profesi, LP serta komite ahli.
7) Workshop P2 Pneumonia
Untuk meningkatkan penemuan kasus pneumonia Balita di Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) khususnya puskesmas, tenaga
kesehatan diharapkan mampu untuk mengenali tanda dan gejala
Balita sakit yang memiliki kemungkinan menderita pneumonia.
Selain pneumonia Balita, tenaga kesehatan di puskesmas juga perlu
mengetahui tanda dan gejala pneumonia dewasa, faktor risiko dan
tata laksananya.
99 | P a g e
1) Monitoring Evaluasi dan Supervisi Surveilans DBD dan penyakit
Arbovirosis lainnya
Monitoring dan evaluasi dan supervisi surveilans DBD dan
arbovirosis lainnya sangat diperlukan untuk mengamati atau
mengetahui perkembangan dan kemajuan, mengidentifikasi
permasalahan serta antisipasinya dalam upaya pemecahan masalah
atau kendala pelaksanaan sistem Surveilans Arbovirosis ini sehingga
dari hasil tersebut diharapakan dapat mengevalusi kegiatan
surveilans Arbovirosis ini dengan cara menilai tingkat kinerja secara
sistematis, menginvestigasi efektifitas kegiatan menilai kebutuhan
perbaikan, kelanjutan atau perluasan kegiatan sehingga muncul
suatu solusi ataupun rekomendasi untuk perbaikan. Pelaksanaan
kegiatan ini dengan turun ke daerah untuk menilai atau memonev
sesuai dengan form monev program arbovirosis.
100 | P a g e
C. Kerangka Kelembagaan
Kerangka kelembagaan telah disusun sesuai peta proses bisnis Kementerian
Kesehatan. Dalam peta proses bisnis menggambarkan pelaksanaan tugas dan
fungsi Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular.
DIREKTUR
Subbag
Administrasi
Umum
Tim Kerja Tim Kerja HIV, Tim Kerja Tim Kerja Tim Kerja
Tuberkulosis PIMS, Penyakit Zoonosis dan Penyakit Tular
dan ISPA Hepatitis, PISP Tropis Penyakit Vektor
Terabaikan Akibat Gigitan
Hewan
Berbisa dan
Tanaman
Beracun
D. Kerangka Regulasi
Dalam upaya mencapai sasaran strategis penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan bidang kesehatan diperlukan unsur pendukung berupa regulasi
atau perundang-undangan. Dukungan regulasi yang baik dan tepat memerlukan
system perencanaan yang matang dalam bentuk kerangka regulasi. Perumusan
regulasi kesehatan selayaknya dirumuskan dengan jelas, tegas, sinkron, dan
konsisten sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau berlaku efektif dan efisien
serta memprioritaskan kualitas dibandingkan kuantitas, hal ini dimaksudkan agar
101 | P a g e
tidak menyulitkan setiap pihak untuk menerapkan dan mematuhinya sehingga
dapat dilakukan simplifikasi terhadap peraturan yang telah ada.
Saat ini sudah terdapat beberapa regulasi dalam upaya pencegahan dan
pengendalian penyakit menular, antara lain:
102 | P a g e
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV
14. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2014
Tentang Penanggulangan Filariasis
15. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2015
tentang Pedoman Jejaring dan Pemantapan Mutu Laboratorium Malaria
16. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2016
Tentang Pembebasan Biaya Pasien Penyakit Infeksi Emerging Tertentu
17. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 67 Tahun 2016 tentang
Penanggulangan TBC
18. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2017 tentang
Eradikasi Frambusia
19. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017
tentang Penyelenggaraan Imunisasi
20. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2018
tentang Pelaksanaan Deteksi Dini dan Pemberian Obat Anti Malaria oleh Kader
Malaria pada Daerah dengan Situasi Khusus
21. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2019
tentang Penanggulangan Kusta
22. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2020 tentang Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020 – 2024
23. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2022
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2020
tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020 – 2024
24. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2022 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan
25. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1216/MENKES/SK/XI/2001 tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare
26. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1537A/MENKES/SK/XII/2002 tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit
Infeksi Saluran Pernapasan Akut Penanggulangan Pneumonia Pada Balita.
27. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1190/MENKES/SK/X/2004 tentang Pemberian Gratis Obat Anti Tuberkulosis
(OAT) dan Obat Anti Retro Viral (ARV) untuk HIV/AIDS
28. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
364/MENKES/SK/V/2006 tentang Pedoman Pengendalian Demam Tifoid
29. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 300/MENKES/SK/IV/2009 tentang
Pedoman Penanggulangan Episenter Pandemi Influenza
30. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 311/MENKES/SK/V/2009 Tentang
Penetapan Penyakit Flu Baru H1N1 (Mexican Strain) Sebagai Penyakit Yang
Dapat Menimbulkan Wabah
31. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1278/MENKES/SK/XII/2009 tentang
Pedoman Pelaksanaan Kolaborasi Pengendalian Penyakit TB dan HIV
103 | P a g e
32. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 451/MENKES/SK/XII/2012 tentang
Rumah Sakit Rujukan bagi Orang Dengan HIV dan AIDS
33. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.01.07/Menkes/90/2019 Tentang
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana HIV
34. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 308 tahun 2019 tentang Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Kusta
35. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/556/2019 tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana Malaria
36. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/9845/2020 tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata laksana Infeksi Dengue pada Dewasa
37. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/4636/2021 tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata laksana Infeksi Dengue Anak dan Remaja
38. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/445/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian Obat
Pencegahan Massal Filariasis Regimen Ivermectin, Diethylcarbamazine Citrate,
dan Albendazole di Kabupaten Mamuju, Kabupaten Biak Numfor, Kota Sorong,
dan Kota Pekalogan.
39. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/5659/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian Obat
Pencegahan Massal Filariasis Regimen Ivermectin, Diethylcarbamazine Citrate,
dan Albendazole di Kabupaten Kaimana dan Kabupaten Manowari Selatan.
40. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.01.07/MENKES/1231/2022
tentang Pelaksanaan Pemberian Obat Pencegahan Massal Filariasis Regimen
Ivermectin, Diethylcarbamazine Citrate, dan Albendazole di Kabupaten
Kotawaringin Timur, Kabupaten Bintan, Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Asmat, Kabupaten Mimika,
Kabupaten Sarmi, dan Kabupaten Belitung
41. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 443.41/465/SJ Tahun 2010 tentang
pelaksanaan Program Eliminasi Malaria di Indonesia
42. Surat Edaran Menteri Kesehatan RI Nomor HK.02.01/MENKES/37/2017
tentang Pelaksanaan Eliminasi Penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B dari Ibu
ke Anak di Indonesia
43. Surat Edaran Menteri Kesehatan No HK.02.01/Menkes/584/2018 tentang
Percepatan Penurunan Malaria di Wilayah Endemis Malaria
44. Surat Edaran Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Nomor HK.02.02/I/1564/2018 tentang Penatalaksanaan ODHA untuk
Eliminasi HIV AIDS Tahun 2030
45. Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan
HK.02.02/II/1739/2018 tentang Dukungan Eliminasi Penularan HIV
104 | P a g e
46. Surat Edaran Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Nomor PR.01.05/I/1822/2019 tentang Akselerasi ART
47. Keputusan Direktur Jenderal P2P Nomer HK.01.07/1/2348/2021 tentang
Pelaksanaan Pemberian Obat Pencegahan Massal Filariasis Regimen
Ivermectin, Diethylcarbamazine Citrate, dan Albendazole di Kabupaten
Mamuju, Kabupaten Biak Numfor, Kota Sorong, dan Kota Pekalongan
Untuk mewujudkan regulasi yang berkualitas, efektif dan efisien, serta tepat
sasaran sesuai kebutuhan, dibutuhkan upaya penguatan regulasi baik terhadap
regulasi yang telah ada (existing regulation) maupun regulasi yang akan dibentuk
(future regulation). Berdasarkan kebutuhan dalam rangka mengoptimalkan capaian
sasaran dalam Rencana Aksi Kegiatan ini, maka kerangka regulasi yang
dibutuhkan/perlu dibentuk yaitu sebagaimana berikut:
E. Kerangka Pendanaan
Sebagai upaya mencapai target indicator kegiatan Direktorat Pencegahan
dan Pengendalian Penyakit Menular didukung dengan pendanaan sebagaimana
berikut:
105 | P a g e
manusia yang
mendapatkan skrining
HIV
Persentase Orang dengan
HIV (ODHIV) baru
1.2
ditemukan mendapatkan
pengobatan ART
Meningkatnya Penemuan dan 712.275.519,0 34.509.288.000,- 11.835.075.790.000,-
2
pengobatan kasus TBC
Angka keberhasilan
2.1
pengobatan TBC
Meningkatnya jumah kab/ Kota 13.686.686,0 41.036.860,0 104.486.819,6
3
dengan API < 1/1000 penduduk
Jumlah kabupaten/kota
3.1 yang mencapai positivity
rate (PR) < 5%
Meningkatnya Porporsi kasus 10.486.222,0
4
kusta baru tanpa cacat
Persentase penderita
kusta yang
4.1 menyelesaikan
pengobatan kusta tepat
waktu
Meningkatnya Pencegahan dan 394.483.957,0
5
pengendalian penyakit menular
Persentase pengobatan 12.329.712 17.931.681 19.231.471
5.1 kasus pneumonia sesuai
standar
Persentase pengobatan
5.2 kasus diare sesuai
standar
Persentase
kabupaten/kota yang
5.3 melaksanakan deteksi
dini Hepatitis B dan C
pada populasi berisiko
Persentase pasien sifilis
5.4
yang diobati
Jumlah desa endemis 1.045.680,0 1.376.124,0 4.589.500,0
5.5 schitomiasis yang
mencapai eliminasi
Jumlah kabupaten/kota 9.640.824,0 14.500.000,0
5.6
eliminasi rabies
Persentase 92.072.920,0 90.747.340,0
kabupaten/kota dengan
5.7
Insiden Rate (IR) DBD ≤
10 per 100.000 peduduk
Jumlah kabupaten/kota 5.160.854,0 7.571.192,0 10.881.331,2
endemis filariasis berhasil
5.8
menurunkan angka
mikrofilaria < 1%
Jumlah kabupaten/kota 17.161.640,0 24.505.290,0 64.868.500,0
5.9 endemis filariasis yang
mencapai eliminasi
106 | P a g e
BAB IV
PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PENGENDALIAN PROGRAM
A. Pemantauan
Pemantauan adalah kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan rencana
pembangunan, mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul
dan/atau akan timbul untuk dapat diambil tindakan sedini mungkin.
1. Perencanaan/ penganggaran
Termasuk didalamnya adalah terkait siklus perencanaan dan penganggaran.
Perencanaan disusun secara sistematik oleh K/L dan Bappenas
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan program dan kegiatan ((Renja-K/L) oleh Kementerian Lembaga
dan seluruh satuan kerja yang tersebar di seluruh Indonesia
3. Pemantauan
Pemantauan dilaksanakan oleh pelaksana Renja K/L secara berjenjang (Satker,
UKE-2, UKE-1, K/L). Data realisasi hasil pemantauan kemudian dilaporkan
melalui aplikasi e-Monev untuk kebutuhan pemantauan intervensi pemerintah
dalam kerangka pelaksanaan RKP
4. Pengendalian
Data realisasi hasil pemantauan digunakan sebagai informasi untuk
pengendalian pelaksanaan, baik dalam kerangka percepatan maupun kerangka
perbaikan tata Kelola pelaksanaan kedepannya
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan atas pelaksanaan Renja-K/L (intervensi pemerintah).
Evaluasi dilakukan untuk melihat sejauh mana intervensi pemerintah
berkontribusi pada pencapaian sasaran pembangunan Hasil evaluasi juga
digunakan untuk memperbaiki perencanaan dan tata Kelola pelaksanaan
mendatang
107 | P a g e
Pemantauan kegiatan Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular
dilakukan dengan menggunakan aplikasi e-Monev Bappenas, Smart DJA dan E-
performance.
Output
Input Proses Outcome
(Rincian
(Komponen) (Komponen) (IKK dan IKP)
Output)
108 | P a g e
3. Apakah output berkontribusi pada pencapaian outcome (indikator kinerja)
Entri data target/volume komponen ini dapat dilakukan dengan merujuk kepada:
B. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu proses yang teratur dan sistematis dalam membandingkan
hasil yang dicapai dengan tolak ukur atau kriteria yang telah ditetapkan kemudian
dibuat suatu kesimpulan dan penyusunan saran pada setiap tahap dari
pelaksanaan program (Azwar, 1996). Evaluasi adalah
a. Sebagai alat untuk memperbaiki dan perencanaan program yang akan datang;
b. untuk memperbaiki alokasi sumber dana, daya dan manajemen saat ini serta
dimasa yang akan datang;
c. memperbaiki pelaksanaan dan dan faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
program perencanaan kembali suatu program melalui kegiatan mengecek
kembali relevansi dari program dalam hal perubahan kecil yang terus-menerus
dan mengukur kemajuan target yang direncanakan.
109 | P a g e
Evaluasi secara umum dibedakan atas :
C. Pengendalian Program
Proses pengendalian manajemen adalah sebuah proses di mana semua tingkatan
Pimpinan menjamin bahwa orang-orang yang mereka pimpin telah menjalankan
strategi yang mereka maksud. Proses pengendalian manajemen memerlukan
perencanaan secara sadar (tidak otomatis) dan melibatkan interaksi di antara
pegawai.
Proses pengendalian terdiri atas tiga langkah yang meliputi mengukur kinerja
sebenarnya, membandingkan kinerja sebenarnya dengan standar, dan mengambil
tindakan manajerial untuk membetulkan penyimpangan atau standar yang tidak
memadai.
110 | P a g e
Dalam pelaksanaan pengendalian Kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Menular, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit menular mempunyai
peran untuk:
111 | P a g e
BAB V
PENUTUP
112 | P a g e
LAMPIRAN
SASARAN INDIKATOR
2. Meningkatnya penemuan
Angka keberhasilan pengobatan TBC
dan pengobatan TBC
113 | P a g e
5. Meningkatnya pencegahan a. Persentase pengobatan kasus
dan pengendalian penyakit pneumonia sesuai standar
Menular penduduk
b. Persentase pengobatan kasus diare
sesuai standar
114 | P a g e
Tabel Target Kinerja Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Tahun 2020-2024
TARGET
INDIKATOR PELAKSANA KETERANGAN
KINERJA 2020 2021 2022 2023 2024
PROGRAM
Menurunnya penyakit menular, penyakit tidak menular
serta meningkatnya kesehatan jiwa
1. Persentase 40 45 50 55 60 Direktorat Lanjut 2022 –
Orang Dengan Jenderal 2024
HIV-AIDS yang Pencegahan
menjalani Terapi dan
ARV (ODHA on Pengendalian
ART) Penyakit –
Direktorat
P2PML
2. Persentase 90 90 90 90 90 Direktorat Lanjut 2022 –
angka Jenderal 2024
keberhasilan Pencegahan
pengobatan TBC dan
(TBC succes Pengendalian
rate) Penyakit –
Direktorat
P2PML
3. Jumlah 325 345 365 385 405 Direktorat Berhenti
kabupaten/kota Jenderal
yang mencapai Pencegahan
eliminasi dan
malaria Pengendalian
Penyakit –
Direktorat
P2PTVZ
Direktorat
P2PML
115 | P a g e
TARGET
INDIKATOR PELAKSANA KETERANGAN
KINERJA 2020 2021 2022 2023 2024
PROGRAM
mencapai Pengendalian
eliminasi Penyakit –
Direktorat
P2PTVZ
116 | P a g e
Sasaran Program Target Pelaksana
No (Outcome)/Sasaran Kegiatan Lokasi
(Output)/Indikator
2022 2023 2024
117 | P a g e
Tabel Target Kinerja Kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Tular Vektor dan Zoonotik Tahun 2020-2024
TARGET
NO INDIKATOR KINERJA
2020 2021 2022 2023 2024
TARGET
NO INDIKATOR KINERJA
2020 2021 2022 2023 2024
118 | P a g e
TARGET
NO INDIKATOR KINERJA
2020 2021 2022 2023 2024
119 | P a g e
Tabel Target Indikator Kinerja Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Tahun 2022 -2024
ANGGARAN
TARGET
NO
SASARAN KEGIATAN/
2022
INDIKATOR KINERJA KEGIATAN 2022
2023 2024 (dalam ribu) 2023 2024
Kegiatan : Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Menular
1. Meningkatnya Penemuan dan 417.033.852,0 276.958.930 304.654.823
pengobatan kasus HIV
1.1 Persentase orang dengan risiko 80 85 90
terinfeksi virus yang
melemahkan sistem kekebalan
tubuh manusia yang
mendapatkan skrining HIV
Persentase Orang dengan HIV 85 90 90
1.2 (ODHIV) baru ditemukan
mendapatkan pengobatan ART
Meningkatnya Penemuan dan 712.275.519,0 34.509.288.000,- 11.835.075.790.000,-
2
pengobatan kasus TBC
Angka keberhasilan 90 90 90
2.1
pengobatan TBC
Meningkatnya jumah kab/ Kota 13.686.686.000 41.036.860.000 104.486.819.600
3
dengan API < 1/1000 penduduk
Jumlah kabupaten/kota yang 374 394 414
3.1 mencapai positivity rate (PR) <
5%
Meningkatnya Porporsi kasus kusta 10.486.222,0
4
baru tanpa cacat
Persentase penderita kusta 90 90 90
4.1 yang menyelesaikan
pengobatan kusta tepat waktu
Meningkatnya Pencegahan dan 394.483.957,0
5
pengendalian penyakit menular
Persentase pengobatan kasus 50 70 95 12.329.712,0 17.931.681,0 19.231.471,0
5.1
pneumonia sesuai standar
Persentase pengobatan kasus 50 70 85
5.2
diare sesuai standar
Persentase kabupaten/kota 95 100 100
5.3
yang melaksanakan deteksi
120 | P a g e
ANGGARAN
TARGET
NO
SASARAN KEGIATAN/
2022
INDIKATOR KINERJA KEGIATAN 2022
2023 2024 (dalam ribu) 2023 2024
dini Hepatitis B dan C pada
populasi berisiko
Persentase pasien sifilis yang 75 85 90
5.4
diobati
Jumlah desa endemis 19 24 28 1.045.680.000 1.376.124.000 4.589.500.000
5.5 schitomiasis yang mencapai
eliminasi
Jumlah kabupaten/kota 211 236 261 9.640.824,0 14.500.000,0
5.6
eliminasi rabies
Persentase kabupaten/kota 80 85 95 92.072.920,0 90.747.340,0
5.7 dengan Insiden Rate (IR) DBD ≤
10 per 100.000 peduduk
Jumlah kabupaten/kota 207 220 236 5.160.854.000 7.571.192.000 10.881.331.200
endemis filariasis berhasil
5.8
menurunkan angka
mikrofilaria < 1%
Jumlah kabupaten/kota 106 150 190 17.161.640.000 24.505.290.000 64.868.500.000
5.9 endemis filariasis yang
mencapai eliminasi
121 | P a g e
Lampiran III. Indikator Kinerja, Definisi Operasional, Cara Perhitungan Per Indikator Dan Sumber Data
Persentase Orang dengan HIV (ODHIV) Jumlah orang dengan HIV yang baru Jumlah orang dengan HIV yang Laporan
baru ditemukan mendapatkan ditemukan masuk dalam layanan tes baru ditemukan masuk dalam PDP/Pengobat
pengobatan ART dan pengobatan yang memulai terapi layanan tes dan pengobatan an ARV (SIHA)
Antiretro virus (ART). Angka ini yang memulai terapi Antiretro
menggambarkan temuan kasus HIV virus (ART) dibagi jumlah orang
1.2 disuatu wilayah pada waktu tertentu dengan HIV yang baru
ditemukan masuk dalam
layanan tes dan pengobatan
dalam kurun waktu tertentu di
kali 100
122 | P a g e
NO SASARAN KEGIATAN/ DEFINISI OPERASIONAL CARA PERHITUNGAN SUMBER
INDIKATOR KINERJA KEGIATAN
DATA
Angka keberhasilan pengobatan TBC Jumlah semua kasus TBC yang Jumlah semua kasus TBC yang SITB
sembuh dan pengobatan lengkap di sembuh dan pengobatan
antara semua kasus TBC yang diobati lengkap dibagi semua kasus
2.1 dan dilaporkan dalam satu tahun. TBC yang diobati dan
dilaporkan dalam satu tahun
dikali 100 persen.
123 | P a g e
NO SASARAN KEGIATAN/ DEFINISI OPERASIONAL CARA PERHITUNGAN SUMBER
INDIKATOR KINERJA KEGIATAN
DATA
kasus pneumonia balita yang Tahun 2022-
ditemukan di FKTP dikali 100 2024
Persentase pengobatan kasus diare Persentase balita diare yang Jumlah balita diare yang Laporan rutin
sesuai standar mendapat tatalaksana standar diobati sesuai standar dibagi Dinkes Prov
dengan pemberian oralit dan zinc seluruh balita diare yang
5.2
berkunjung ke fasyankes dikali
100
Persentase pasien sifilis yang diobati Jumlah pasien sifilis yang Jumlah pasien sifilis yang Lampiran
mendapatkan pengobatan sesuai mendapatkan pengobatan Proposal TA
dengan standar. Angka ini sesuai dengan standar dibagi Mentor 2022-
menggambarkan penemuan dan jumlah pasien sifilis yang 2023
5.4
pemutusan penularan sifilis pada ditemukan pada periode waktu
kelompok yang berisiko terinfeksi tertentu dikali 100
sifilis
Jumlah desa endemis schitomiasis Jumlah desa endemis Kumulatif jumlah desa Laporan hasil
yang mencapai eliminasi schistosomiasis yang berhasil endemis schistosomiasis yang survei
menurunkan prevalensi pada berhasil menurunkan pervalensi
5.5
manusia menjadi 0% prevalensi pada manusia Kementerian
menjadi 0% Kesehatan
Jumlah kabupaten/kota eliminasi Kabupaten/Kota yang tidak ada (Angka absolut) dari jumlah Laporan kasus
rabies kematian Rabies pada manusia dan kabupaten/kota yang tidak ada rabies pada
5.6 spesimen positif pada hewan dalam 2 kematian Rabies pada manusia manusia dan
(dua) tahun terakhir dan spesimen positif pada spesimen
positif hewan
124 | P a g e
NO SASARAN KEGIATAN/ DEFINISI OPERASIONAL CARA PERHITUNGAN SUMBER
INDIKATOR KINERJA KEGIATAN
DATA
hewan dalam 2 (dua) tahun dalam 2 tahun
terakhir terakhir dari
26 provinsi
endemis
rabies.
Persentase kabupaten/kota dengan IR DBD ialah indikator untuk menilai Jumlah kab/kota yang
Insiden Rate (IR) DBD ≤ 10 per 100.000 angka kesakitan akibat DBD dengan memiliki IR DBD ≤ 10 per
peduduk menghitung persentase 100.000 penduduk dibagi
kabupaten/kota yang mempunyai jumlah kab/kota di Indonesia
5.7
insidens rate (IR) DBD ≤ 10 per dikali 100%
100.000 penduduk pada satu kurun
waktu yang sama
Jumlah kabupaten/kota endemis Jumlah Kab/kota endemis yang telah Kumulatif jumlah Kab/kota Laporan Hasil
filariasis berhasil menurunkan angka melaksanakan POPM filariasis selama endemis yang telah survei evaluasi
mikrofilaria < 1% minimal 5 tahun dan berhasil melaksanakan POPM filariasis Prevalensi
menurunkan angka mikrofilaria <1% selama minimal 5 tahun dan angka
berhasil menurunkan angka Mikrofilari
mikrofilaria <1% (Pre-
5.8
Transmission
Assesment
Survey)
Kemterian
Kesehatan
Jumlah kabupaten/kota endemis Jumlah Kab/kota endemis yang telah Kumulatif Jumlah Kab/kota Laporan Hasil
filariasis yang mencapai eliminasi lulus survei evaluasi Penularan endemis yang telah lulus survei survei evaluasi
(Transmission Assesment Survey) evaluasi Penularan Penularan
5.9
tahap kedua (Transmission Assesment Kementerian
Survey) tahap kedua Kesehatan
125 | P a g e
Lampiran IV. Matriks Strategi Pencapaian Indikator
LOKUS TAHUN
SASARAN KEGIATAN/
N STRATEGI PENCAPAIAN PELAKSA KEGIATAN ANGGARAN
INDIKATOR KINERJA (Provinsi/
O NAAN
KEGIATAN Kab/Kota)
Kegiatan : Pencegahan
dan Pengendalian
Penyakit Menular
1. Meningkatnya 1. Peningkatan cakupan skrining HIV 2022 : 34 1.Koordinasi 2022 :
Penemuan dan pada ibu hamil menjadi 60% prov (514 1.1. Koordinasi Persiapan 417.033.852.000
34 Prov
pengobatan kasus HIV 2. Meningkatkan jumlah fasyankes kab/kota) Pelaksanaan
1.1 Persentase orang Program HIV AIDS 2023 :
yang melapor NPA menjadi 700 (514
dengan risiko 2023 : 34 dan PIMS 276.958.930.000
Fasyankes kab/kota)
terinfeksi virus prov (514 1.2. Koordinasi Lintas
yang 3. Peningkatan Notifikasi Pasangan kab/kota) Sektor/Lintas 2024 :
melemahkan dan anak di 242 kab/kota Program HIV AIDS 304.654.823.000
sistem kekebalan sebanyak 40.000 sasaran melalui 2024 : 34 dan PIMS
tubuh manusia NPA prov (514 2. Sosialisasi dan
yang kab/kota) Diseminasi Program HIV
4. Penyediaan reagen tes HIV
mendapatkan AIDS dan PIMS
sebanyak 4.000.000 untuk
skrining HIV 2.1. Sosialisasi Program
diagnostic HIV AIDS dan Sifilis
Persentase
Orang dengan 5. Penambahan 500 layanan mampu dan IMS
HIV (ODHIV) tes dan pengobatan HIV dan PIMS 3. Norma, standar,
baru ditemukan 6. Penyegaran tenaga kesehatan prosedur dan kriteria
mendapatkan dalam penanganan ODHIV secara 3.1. NSPK Pencegahan
pengobatan ART daring tiap 2 pekan dan Pengendalian
Penyakit HIV AIDS
7. Peningkatan cakupan
4. Pelayanan Publik kepada
pemeriksaan VL menjadi 30% Masyarakat
1.2 8. Edukasi penggunaan kondom 4.1. Pemeriksaan viral
sebagai alat pencegahan pada load dandiagnosis
populasi kunci bayi bumil dengan
9. Penyediaan kondom bagi ODHIV HIV
dan pasangan 4.2. Penanganan Kasus
ODHIV
5. Pelayanan Publik lainnya
5.1. Penemuan aktif
Kasus HIV dengan
126 | P a g e
LOKUS TAHUN
SASARAN KEGIATAN/
N STRATEGI PENCAPAIAN PELAKSA KEGIATAN ANGGARAN
INDIKATOR KINERJA (Provinsi/
O NAAN
KEGIATAN Kab/Kota)
Pelaksanaan Mobile
Tes
5.2. Surveilans Faktor
Risiko terkait HIV
dan IMS
5.3. Penguatan Kualitas
Layanan HIV dan
IMS
6. Data dan Informasi
Publik
6.1. Penyebaran
informasi terkait
Penyakit HIV AIDS
dan IMS
7. Sarana Bidang
Kesehatan
7.1 Pemenuhan Alat,
Reagen untuk
Skrining,
Diagnostik dan
Pemantauan
Pengobatatan HIV
AIDS dan PIMS
7.2 Pemeliharaan system
informasi penyakit
pencegahan dan
pengendalian
penyakit HIV AIDS
dan PIMS
8. Pelatihan
8.1 Workshop/orientasi
penambahan akses
layanan tes dan
pengobatan HIV dan
IMS
9. Fasilitasi dan Pembinaan
Pemerintah Daerah
127 | P a g e
LOKUS TAHUN
SASARAN KEGIATAN/
N STRATEGI PENCAPAIAN PELAKSA KEGIATAN ANGGARAN
INDIKATOR KINERJA (Provinsi/
O NAAN
KEGIATAN Kab/Kota)
Pendampingan/Fasilitatif
Program HIV dan IMS
128 | P a g e
LOKUS TAHUN
SASARAN KEGIATAN/
N STRATEGI PENCAPAIAN PELAKSA KEGIATAN ANGGARAN
INDIKATOR KINERJA (Provinsi/
O NAAN
KEGIATAN Kab/Kota)
dalam Pelaksanaan
SPM TBC
8. Fasilitasi dan
Pembinaan Pemerintah
Daerah
8.1 Monitoring dan
Supervisi Program P2
TBC
Meningkatnya jumah 2022 : 18 1. Koordinasi 2022:
3 kab/ Kota dengan API < kab/kota 1.1. Koordinasi 13.686.686.000
48
1/1000 penduduk Percepatan Eliminasi
Jumlah kab/kota 2023 : 20 Malaria 2023:
kabupaten/kota kab/kota 2. Sosialisasi dan 41.036.860.000
yang mencapai Diseminasi
positivity rate 2024 : 20 2.1. Sosialisasi GERMAS 2024:
(PR) < 5% kab/kota menuju Eliminasi 104.486.819.600
Malaria
3. Norma, standar,
prosedur dan kriteria
3.1. NSPK Pencegahan
dan Pengendalian
Penyakit Malaria
4. Pelayanan Publik
kepada Masyarakat
3.1 4.1. Intensifikasi
penemuan kasus
baru dalam rangka
eliminasi Malaria
4.2. Intensifikasi
penemuan kasus
baru dalam rangka
eliminasi Malaria
tingkat provinsi
4.3. Intensifikasi
penemuan kasus
baru dalam rangka
eliminasi Malaria
provinsi Papua dan
Papua Barat
129 | P a g e
LOKUS TAHUN
SASARAN KEGIATAN/
N STRATEGI PENCAPAIAN PELAKSA KEGIATAN ANGGARAN
INDIKATOR KINERJA (Provinsi/
O NAAN
KEGIATAN Kab/Kota)
4.4. IRS/Indoor Residual
Spraying
4.5. Survei Darah Massal
Malaria
4.6. Survei Sentinel
Malaria Knowlesi
5. Data dan Informasi
Publik
5.1. Media KIE
Pencegahan dan
Pengendalian Malaria
6. Sarana Bidang
Kesehatan
6.1. Alat dan bahan
kesehatan
pencegahan dan
pengendalian
malaria
6.2. Pemeliharaan
SISMAL
7. Pelatihan
7.1. Pelatihan SDM
Malaria
8. Fasilitasi dan
Pembinaan Pemerintah
Daerah
8.1. Monitoring Evaluasi
dan Supervisi
Pencegahan dan
Pengendalian Malaria
130 | P a g e
LOKUS TAHUN
SASARAN KEGIATAN/
N STRATEGI PENCAPAIAN PELAKSA KEGIATAN ANGGARAN
INDIKATOR KINERJA (Provinsi/
O NAAN
KEGIATAN Kab/Kota)
kusta tepat 3. Penyediaan SDM 2024 : pengendalian
waktu 514 penyakit tropis
4. Penguatan Sistem Surveilans serta Kab/Kota terabaikan
3. Norma, standar,
5. Pemantauan dan Evaluasi prosedur dan kriteria
3.1. NSPK Pencegahan
dan Pengendalian
Penyakit Filariasis
dan kecacingan
4. Pelayanan Publik lainnya
4.1. Surveilans dan
deteksi dini penyakit
tropis terabaikan
4.2. Assessment
Eliminasi Kusta dan
Eradikasi Frambusia
5. Data dan Informasi
Publik
5.1. Media KIE P2 Kusta
dan Frambusia
6. Sarana Bidang
Kesehatan
6.1. Pemenuhan RDT
dan RPR untuk
Evaluasi
endemisitas dan
surveilans aktif
Frambusia
7. Pelatihan
7.1. Workshop P2 Kusta
dan Frambusia bagi
tenaga kesehatan
7.2. Pelatihan
Pencegahan dan
Pengendalian Kusta
Bagi Pengelola
Program Kusta
8. Fasilitasi dan Pembinaan
Pemerintah Daerah
131 | P a g e
LOKUS TAHUN
SASARAN KEGIATAN/
N STRATEGI PENCAPAIAN PELAKSA KEGIATAN ANGGARAN
INDIKATOR KINERJA (Provinsi/
O NAAN
KEGIATAN Kab/Kota)
8.1. Pendampingan,
Supervisi dan
Monitoring Evaluasi
Program P2 Kusta
dan Frambusia
Meningkatnya 1. Koordinasi
Pencegahan dan 1.1. Koordinasi
5 pelaksanaan
pengendalian penyakit
menular pencegahan dan
Persentase 1) Koordinasi Pelaksanaan P2 pengendalian 2022:
pengobatan Penyakit ISPA penyakit DBD dan 12.914.712.000
kasus Arbovirosis Lainnya
2) Advokasi dan Sosialisasi Program
pneumonia 1.2. Koordinasi
P2 Penyakit ISPA pelaksanaan
sesuai standar
3) Media Komunikasi, Informasi, pencegahan dan
edukasi Pencegahan dan pengendalian
Pengendalian Penyakit ISPA penyakit zoonosis
5.1 1.3. Koordinasi
4) Pengadaan Alat dan Bahan
Pelaksanaan
Kesehatan Pencegahan dan
Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit ISPA Pengendalian Diare
5) Pendidikan dan Pelatihan dan Penyakit ISP
Pencegahan dan Pengendalian 1.4. Koordinasi
Penyakit ISPA Pelaksanaan
Pencegahan dan
Persentase Pengendalian 2022: 2.012.710.000
pengobatan Pneumonia
5.2 2. Sosialisasi dan
kasus diare
sesuai standar Diseminasi
Persentase 1) Peningkatan kapasitas Pengelola 2.1. Sosialisasi dan 2022:
kabupaten/kota program dalam tatalaksana Diseminasi 226.610.138.000
yang pencegahan dan
termasuk dalam pencatatan dan
melaksanakan pengendalian
pelaporan. penyakit DBD dan
deteksi dini
5.3 Hepatitis B dan C 2) Penguatan surveilans aktif dan Arbovirosis Lain
pada populasi penemuan kasus aktif 2.2. Sosialisasi
berisiko 3) Peningkatan kapasitas tenaga Pencegahan dan
kesehatan dalam tatalaksana Pengendalian
Zoonosis
penyakit
132 | P a g e
LOKUS TAHUN
SASARAN KEGIATAN/
N STRATEGI PENCAPAIAN PELAKSA KEGIATAN ANGGARAN
INDIKATOR KINERJA (Provinsi/
O NAAN
KEGIATAN Kab/Kota)
4) Pemanfaatan teknologi informasi 2.3. Sosialisasi
5) Optimalisasi integrasi lintas Pencegahan dan
program Pengendalian
Hepatitis
2.4. Sosialisasi
Persentase 2022:
Pengobatan Diare
5.4 pasien sifilis 38.327.642.000
2.5. Sosialisasi
yang diobati
Pencegahan dan
Jumlah desa 1) Pengobatan selektif pada daerah Pengendalian 2022: 4.883.222.000
endemis dengan prevelensi rendah Penyakit
schitomiasis dilakukan pada mereka yang Pneumonia
yang mencapai 3. Norma, standar,
terinfeksi cacing, dan Pengobatan
eliminasi prosedur dan kriteria
massal, Pengobatan obat massal
3.1. NSPK pencegahan
dilakukan melalui pemberian obat
dan pengendalian
praziquantel pada kelompok penyakit DBD dan
berisiko (anak usia sekolah, usia Arbovirosis lainnya
prasekolah) anak-anak, 3.2. NSPK pencegahan
masyarakat di daerah endemis dan pengendalian
tinggi, orang dewasa dalam penyakit zoonosis
3.3. NSPK Pencegahan
pekerjaan melibatkan kontak
dan Pengendalian
dengan air yang terinfeksi)
Penyakit IMS
2) Peningkatan sarana water, 3.4. NSPK Pencegahan
5.5
sanitation and hygiene (WASH) dan Pengendalian
bertujuan untuk memutuskan Hepatitis
penularan telur cacing ke keong. 3.5. NSPK Pencegahan
3) Pengendalian keong bertujuan dan Pengendalian
Diare dan Penyakit
untuk menghilangkan keong
ISP
hospes perantara untuk memutus 3.6. NSPK Pencegahan
rantai penularan, melalui metode dan Pengendalian
pengendalian lingkungan, Pneumonia
pengendalian biologis, 4. Pelayanan Publik
pengendalian kimia dan lain lain. lainnya
4) Kolaborasi antar pemangku 4.1. Investigasi
Peningkatan Kasus
kepentingan lintas tingkat dan
dan Kejadan Luar
sektor dengan akuntabilitas yang
jelas untuk memastikan
133 | P a g e
LOKUS TAHUN
SASARAN KEGIATAN/
N STRATEGI PENCAPAIAN PELAKSA KEGIATAN ANGGARAN
INDIKATOR KINERJA (Provinsi/
O NAAN
KEGIATAN Kab/Kota)
pendekatan yang efektif dan Biasa penyakit DBD
sinergis dalam memberikan dan arbovirosis lain
intervensi. 4.2. Pelaksanaan POPM
Filariasis dan
Kecacingan
Jumlah 1) Penguatan surveilans vektor dan 4.3. Surveilans
2022: 10.086.595
kabupaten/kota kasus berbasis laboratorium Pencegahan dan
eliminasi rabies 2) Mengedepankan pencegahan dan Pengendalian
promotif Zoonosis
3) Penemuan kasus dini dan 4.4. Distribusi Logistik
penguatan tata laksana diseluruh dalam Pengendalian
fasyankes Hepatitis
4) Pengendalian faktor risiko secara 4.5. Skrining dan Deteksi
terpadu Dini P2 Hepatitis
5.6 5) Peningkatan sistem kewaspadaan 4.6. Respon Cepat KLB
dini dan respon cepat Penyakit Diare dan
penanggulangan KLB Penyakit Infeksi
6) Peningkatan kualitas dan Saluran Pencernaan
kuantitas SDM P2P Zoonosis Lainnya yang
7) Perencanaan logistik sesuai Berpotensi KLB
kebutuhan 4.7. Renkon Pandemi
8) Peningkatan komitmen, Influenza
koordinasi, kolaborasi, kontribusi 5. Data dan Informasi
dan sinergi multisektor Publik
9) Dukungan Regulasi 5.1. Media KIE DBD dan
Persentase 1) Penguatan manajemen vektor yang 34 Tahun penyakit Arbovirosis 2022 :
kabupaten/kota efektif, aman, dan Provinsi 2022 : 34 lainnya
dengan Insiden berkesinambungan Provinsi 5.2. Media KIE Penyakit 92.072.920,0
Rate (IR) DBD ≤ 514 kab / Tropis Terabaikan
2) Peningkatan akses dan mutu tata
10 per 100.000 kota Tahun 5.3. Media komunikasi, 2023 :
peduduk laksana Dengue
2023 : 34 informasi, edukasi
3) Penguatan surveilans Dengue yang
Provinsi pencegahan dan 90.747.930,0
5.7 komprehensif serta manajemen pengendalian
KLB yang responsif penyakit zoonosis 2024 :
4) Peningkatan pelibatan masyarakat Tahun
5.4. Media Komunikasi,
yang berkesinambungan 2024 : 34 Informasi, Edukasi
5) Penguatan komitmen pemerintah, Provinsi dan Promosi P2
kebijakan manajemen program, Hepatitis
dan kemitraan
134 | P a g e
LOKUS TAHUN
SASARAN KEGIATAN/
N STRATEGI PENCAPAIAN PELAKSA KEGIATAN ANGGARAN
INDIKATOR KINERJA (Provinsi/
O NAAN
KEGIATAN Kab/Kota)
6) Pengembangan kajian, invensi, 5.5. Media Komunikasi,
inovasi, dan riset sebagai dasar Informasi, Edukasi
kebijakan dan manajemen dan Promosi P2
Diare dan Penyakit
program berbasis bukti
ISP
6. Sarana Bidang
Kesehatan
6.1. Alat dan bahan
Jumlah kesehatan 2022: 22.740.170
kabupaten/kota pencegahan dan
endemis pengendalian
5.8 filariasis berhasil penyakit DBD dan
menurunkan Arbovirosis lainnya
angka 6.2. Alat dan bahan
mikrofilaria < 1% kesehatan
Jumlah 1) Pemberian Obat Pencegahan pencegahan dan 2022: 22.740.170
kabupaten/kota Massal (POPM) Filariasis pengendalian
endemis menggunakan regimen DA penyakit Filariasis
filariasis yang dan Kecacingan
(diethylcarbamazine citrate dan
mencapai 6.3. Alat dan bahan
eliminasi Albendazole) maupun regimen IDA
kesehatan
(Ivermectine, Diethylcarbamazine
pencegahan dan
citrate dan Albendazole) pengendalian
2) Tatalaksana kasus kronis filariasis penyakit zoonosis
3) Evaluasi penilaian penularan pada 6.4. Alat dan Bahan
kabupaten kota endemis yang Kesehatan
5.9 sudah selesai melaksanakan POPM Pencegahan dan
minimal 5 tahun berturut dengan Pengendalian
Penyakit IMS
cakupan minum obat diatas 65%
6.5. Pemenuhan alat dan
dari total jumlah penduduk setiap bahan untuk
tahunnya. Skrining, Diagnostik
P2 Hepatitis
6.6. Pemeliharaan Sistim
Informasi
Pencegahan dan
Pengendalian
Penyakit Arbovirosis
(SIARVI)
135 | P a g e
LOKUS TAHUN
SASARAN KEGIATAN/
N STRATEGI PENCAPAIAN PELAKSA KEGIATAN ANGGARAN
INDIKATOR KINERJA (Provinsi/
O NAAN
KEGIATAN Kab/Kota)
6.7. Pemeliharaan Sistim
Informasi
Pencegahan dan
Pengendalian
penyakit filariasis
dan kecacingan
(EFILCA)
7. Pelatihan
7.1. Pelatihan petugas
dan pengelola
program DBD dan
Arbovirosis lainnya
7.2. Pelatihan SDM
Pencegahan dan
Pengendalian
Filariasis,
Kecacingan, dan
Schistosomiasis
7.3. Workshop
Pencegahan dan
Pengendalian
penyakit Zoonosis
7.4. Workshop Pedoman
IMS kepada Tenaga
Kesehatan
7.5. Orientasi P2
Hepatitis
7.6. Orientasi P2 Diare
dan Penyakit ISP
7.7. Workshop P2
Pneumonia
8. Fasilitasi dan Pembinaan
Pemerintah Daerah
8.1. Monitoring Evaluasi
dan Supervisi
Surveilans DBD dan
penyakit Arbovirosis
lainnya
136 | P a g e
LOKUS TAHUN
SASARAN KEGIATAN/
N STRATEGI PENCAPAIAN PELAKSA KEGIATAN ANGGARAN
INDIKATOR KINERJA (Provinsi/
O NAAN
KEGIATAN Kab/Kota)
8.2. Monev dan Supervisi
Filariasis dan
Kecacingan
8.3. Monev dan Supervisi
Eliminasi
Schistosomiasis
8.4. Monev dan Supervisi
pencegahan dan
pengendalian
penyakit zoonosis
8.5. Pendampingan,
Supervisi dan
Monitoring Evaluasi
Program P2 Hepatitis
8.6. Monitoring dan
supervisi P2 Diare
dan Penyakit ISP
8.7. Pendampingan,
Supervisi dan
Monitoring Evaluasi
Program Pneumonia
137 | P a g e
TIM PENYUSUN
RENCANA AKSI KEGIATAN
DIREKTORAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT MENULAR
TAHUN 2022 – 2024
138 | P a g e