Anda di halaman 1dari 5

Seminar Nasional Inovasi, Teknologi dan Aplikasi (SeNITiA) 2018 ISBN: 978-602-5830-02-0

Konfigurasi Massa Bangunan Dalam Upaya Mitigasi


Bencana Pada Kawasan Pusaka Kota Bengkulu
Atik Prihatiningrum, Panji Anom Ramawangsa, Samsul Bahri, Recky Yundrismein
Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Bengkulu
Bengkulu, Indonesia
atikprihatiningrum@gmail.com

Abstrak-Kawasan pusaka kota merupakan memori kolektif gempa. Dalam melaksanakan upaya mitigasi terhadap
tentang kesejarahan dan kota pusaka sangat perlu dijaga bencana, sangat perlu diperhatikan tentang karakter dari
kelestariannya karena menjadi bukti sejarah dan rekam jejak
kejadian bencana seperti sifatnya yang mendadak, transien
kehidupan berbudaya bangsa. Di sisi lain perkotaan yang selalu
tumbuh dan berubah sesuai dengan kebutuhan dan pergerakan yang ditandai gejala awal, gejala utama, gejala akhir serta
manusia dibentuk dari konfigurasi di setiap massa-massa susulan, dan bencana yang akan terjadi berulang meskipun
bangunan. Konfigurasi massa bangunan dan konektivitas waktunya belum dapat ditentukan.
kawasan harus direncanakan dan dirancang dengan baik untuk Perencanaan kota merupakan perencanaan fisik yang
mempermudah pergerakan aktivitas di kawasan pusaka kota terpadu yang disusun dalam rangka pengaturan pemanfaatan
ketika terjadi bencana alam. Penelitian ini bersifat kualitatif
ruang kota, yang menyangkut masalah kebutuhan atau
dengan meninjau aspek yang terkait dengan konfigurasi massa
bangunan dan konektivitas kawasan dengan metode deskriptif
kepentingan yang saling terkait dalam pemanfaatan sumber
kualitatif. Hasil dari kajian bahwa kawasan pusaka kota daya (ruang kota) yang sudah sangat terbatas; serta keterkaitan
memiliki kecenderungan konfigurasi massa bangunan berbentuk antara satu peruntukan dengan peruntukan lain sesuai dengan
berpola cluster pada tengah blok kawasan pola linier pada area kapasitas infrastruktur yang menunjang peruntukaan-
sepanjang jalur konektivitas yang berbentuk grid dengan ukuran peruntukan tersebut (Respati, 2005: 33).
lebar jalur semakin mengecil. Tatanan konfigurasi massa
bangunan perlu didukung oleh perangkat peraturan dan II. TINJAUAN PUSTAKA
kebijakan pemerintah kota Bengkulu mengenai perlindungan
dan menjaga kelestrarian kawasan kota pusaka sebagai upaya Gempa merupakan akibat dari terjadinya perubahan yang
mitigasi bencana dalam merencanakan kawasan pusaka kota terus menerus dari planet bumi, yang terutama dikendalikan
yang responsif dan antisipatif. oleh proses-proses endogenik dan eksogenik. Kerusakan berat
akibat gempa bumi terjadi pada wilayah yang berada atau
Kata-kunci-konfigurasi massa bangunan; mitigasi bencana; berdekatan dengan wilayah seismik dan “Sabuk Api”.Negara-
kawasan pusaka Kota negara yang sering dilanda gempa bumi di antaranya India,
Pakistan, Iran, Cina, Jepang, Venezuela, Meksiko, Filipina,
I. PENDAHULUAN Indonesia, Amerika Serikat, serta beberapa negara di Afrika
dan Eropa Timur (Respati, 2010). Kerugian terbesar terjadi
Bumi merupakan planet yang memiliki struktur berupa akibat dari besarnya getaran yang menyebabkan runtuhnya
kerak bumi, lapisan selubung, dan inti bumi yang dapat bangunan dengan struktur yang lemah.
memicu terjadinya dinamika dari bagian dalam bumi yaitu
tektonik dan vulkanik. Dinamika tersebut menyebabkan Kerusakan akibat bencana gempa bumi dipengaruhi oleh
pergeseran lempengan serta peristiwa vulkanik dapat beberapa faktor, yang secara garis besar dapat dibedakan
menyebabkan gempa bumi. Indonesia sebagai salah satu negara menjadi dua, yakni faktor alam dan faktor buatan (perencanaan
yang berada di garis sesar aktif lempeng tektonik sering dilanda dan perancangan bangunan dan/atau kota). Mitigasi bencana
gempa bumi. Pada tahun 2000 dan 2007, salah satu provinsi di dalam perspektif peran konfigurasi bangunan dapat dilakukan
Indonesia yaitu provinsi Bengkulu mengalami gempa bumi dengan melakukan proses penataan antar massa bangunan
dengan kekuatan mencapai 7,9 skala richter. Kota Bengkulu terhadap prediksi “penciptaan” lingkungan yang nyaman
pun menjadi salah satu wilayah dengan kerusakan bangunan Secara konseptual mitigasi bencana melalui perencanaan dan
yang cukup parah. perancangan kota akan mencakup beberapa aspek (Respati,
2005), yakni;
Pemahaman mengenai perilaku gempa (jalur seismik, titik
pusat gempa, serta kecenderungan pergeseran kulit bumi), 1. Rancangan Tata Kota; Pemanfaatan ruang kota dengan
secara makro perencanaan dan perancangan kota dan/atau memperhatikan aspek-aspek perlindungan terhadap
bangunan harus dipahami untuk kepentingan meminimalisir bencana Alam; Pengembangan Kota secara horizontal dan
dampak kerusakan bangunan dan/atau kota akibat terjadinya vertikal (high rise bulding dan underground space).

243
Seminar Nasional Inovasi, Teknologi dan Aplikasi (SeNITiA) 2018 ISBN: 978-602-5830-02-0

2. Desain Arsitektur; Memperhatikan prinsip-prinsip


kekuatan struktur; menghindarkan diskontinuitas vertikal,
desain elemen-elemen non struktural.

3. Regulasi Bidang Perencanaan & Perancangan Kota


Dan/Atau Bangunan; “Kecukupan” substansi regulasi baik
secara makro maupun mikro (bangunan), Ketaat asas-an
pelaku pembangunan terhadap peraturan bangunan
(building codes); Gambar 2. Bentuk Struktur Ruang (Sumber: Putro dkk, 2007: 68)

Dalam Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu Nomor 14 Konfigurasi massa bangunan yang memiliki ruang celah
Tahun 2006 tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan diantaranya, memungkinkan suatu pergerakan. Pola pergerakan
dan Bangunan Cagar Budaya di Provinsi Bengkulu suatu kawasan kan selalu berkaitan dengan konektivitas
menyatakan bahwa Benteng Marlborough, Tugu Thomas Parr, dimana suatu konektivitas di kawasan bergantung pada tipe
Tugu Robert Hamilton, Rumah langgam Cina merupakan cagar konektivitas dan bentuk besaran blok-blok (Kristiadi, 2014).
budaya yang berada pada satu kawasan. Pada beberapa cagar Konektivitas memiliki dua pola yaitu pola loops dan pola grid.
budaya seperti shophouse di Kampung Cina Bengkulu yang
diperkirakan muncul pada sekitar abad ke-18 kemudian
mengalami perubahan bentuk dari berbagai periode akibat dari
bencana alam yang terus menerus terjadi seperti gempa bumi
pada tahun 1914, 2000 dan 2007 kemudian akibat kebakaran
pada tahun 1976, 1988, 1994 dan 1996 (Binta, 2018).
Arsitektur sebagai suatu ilmu rancang bangun yang
mendasar pada faktor utama konstruksi dan estetika
menjadikan massa-massa bangunan yang terbentuk memiliki
peranan penting di dalam melestarikan kawasan pusaka kota.
Kawasan memori kolektif tentang kesejarahan dan kota pusaka
sangat perlu dijaga kelestariannya karena menjadi bukti
sejarah dan rekam jejak kehidupan berbudaya bangsa. Selain
itu, kawasan pusaka kota lekat dengan keramaian dan
kepadatan manusia yang melakukan aktivitas wisata, komersil,
pendukung budaya dan lainnya. Disaat terjadi bencana,
tentunya kawasan ini menjadi kawasan penting yang perlu
mendapat kajian sebagai kawasan yang responsif dan
antisipatif dalam mitigasi bencana.
Sistem ruang tersusun dari dua komponen utama (Carmona
et al: 2003 dalam Siregar, 20014:2), antara lain yaitu layout
dan konfigurasi. Secara fisik, sistem ruang ini termanifestasi
dalam morfologi. Kedua komponen ini sangat penting karena
merupakan penentu pergerakan manusia dan dapat
dipergunakan sebagai parameter dalam pengembangan
kawasan. Konfigurasi dapat diartikan sebagai satu set
hubungan dimana terdapat objek-objek yang saling bergantung
satu sama lain dalam suatu struktur (Hillier, 2007 dalam
Siregar, 2014:2). Konfigurasi massa bangunan menurut sifat
hubunan yang muncul memiliki lima bentuk konfigurasi massa
bangunan meliputi, bentuk linier, grid, cluster, terpusat, dan
radial (Ching, 2000: 58-70). Namun secara bentuk struktur
ruang terdapat tiga pengelompokkan struktur ruang yaitu liner,
cluster, dan kombinasi (Taylor 1980 dalam Putro)
Gambar 3. Konektivitas pola grid (Sumber: Kristiadi, 2014)

244
Seminar Nasional Inovasi, Teknologi dan Aplikasi (SeNITiA) 2018 ISBN: 978-602-5830-02-0

lingkungan kota yang nyaman dan aman bagi masyarakat.


Sebagai suatu kebijakan publik tentunya aspek kepentingan
komunitas kota menjadi pertimbangan utama, sebagai mana
tertuang dalam UU 26 tahun 2007 tentang Penetaan Ruang,
bahwa pemanfaatan ruang harus memberikan keuntungan bagi
masyarakat. Stakeholders perencanaan dan perancangan kota
sudah suharusnya menaruh perhatian yang lebih akan hal ini.
“Penciptaan” lingkungan kota yang kondusif (planning and
design for safe city), bukan hanya sekedar menghasilkan
perencanaan dan perancangan yang “indah” tetapi juga harus
mampu mengantisipasi dampak bencana melalui perencanaan
mitigasi (mitigation plan) khususnya bagi kota-kota yang
terletak di daerah rawan bencana (Respati, 2005: 24).

III. METODE PENELITIAN


Penelitian ini bersifat kualitatif dengan meninjau aspek
Gambar 4. Konektivitas pola loops (Sumber: Kristiadi, 2014) yang terkait dengan konfigurasi bangunan dan perangkat
peraturan dengan metode deskriptif kualitatif. Menurut Bogdan
Pola massa bangunan yang tidak saling terintegrasi dengan dan Tailor dalam Moeleong (2002) metodologi kualitatif
baik dan banyak ruang dengan konektivitas rendah dikarenakan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif.
massa yang terpisah-pisah memiliki tingkat visibilitas kawasan Metode pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan data-
yang rendah. Hal ini berpengaruh terhadap kemudahan data sekunder yang berkaitan dengan teori konfigurasi massa
pengenalan bagi pengguna ruang sehingga mempengaruhi bangunan dan konektivitas kawasan serta perangkat peraturan.
pencapaian atau aksesibilitas (Yudhanta, 2018). Metode analisis data bersifat deskriptif kualitatif memfokuskan
pada kajian yang menguraikan aspek konfigurasi bangunan,
Konektivitas yang baik dalam kawasan meningkatkan konektivitas kawasan dan perangkat peraturan.
kontak sosial dan keterjangkauan dari satu bangunan ke
bangunan lain., hal ini memiliki keterkaitan erat dalam
mitigasi bencana. Kepadatan massa bangunan mempengaruhi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
pada saat mitigasi bencana. Suatu keadaan kepadatan tinggi Banyaknya kawasan yang kehilangan identitasnya dan
menyebabkan keterlambatan dalam evakuasi (Kiyono, 2018). mengalami penurunan peringkat dikarenakan kawasan tersebut
Kepadatan bangunan tanpa adanya celah ruang pergerakan kehilangan sebagian besar karakter bangunan hingga
yang seimbang mengakibatkan membutuhkan waktu lebih kehilangan seluruhnya. Hal tersebut dapat terjadi karena
lama pada saat proses evakuasi bencana. bencana alam. Kota Bengkulu sebagai salah satu kota rawan
bencana alam yaitu gempa bumi memiliki kawasan pusaka
kota yang terdiri dari beberapa cagar budaya berada dalam satu
kawasan. Adanya beberapa perubahan bentuk cagar budaya
akibat dari bencana alam yang terus menerus terjadi seperti
gempa bumi pada tahun 1914, 2000 dan 2007.

Gambar 5. Waktu Evakuasi (Sumber: Kuliah Umum Prof Kiyono, 2018 )

Menurut Hamid Shirvani (1985), dalam bukunya The


Urban Design Process, perancangan kota adalah merupakan
bagian dari proses perencanaan yang berkaitan dengan
perancangan fisik dan ruang suatu lingkungan kota yang
ditujukan untuk kepentingan umum. Perkembangan
perencanaan dan perancangan kota di negara-negara maju,
serta komitmen terhadap perlu dilestarikan karena kota pusaka
tersebut memiliki nilai-nilai penting, antara lain: nilai jati
diri/identitas bangsa, kesejarahan, lingkungan, sosial, politik,
ideologi, ekonomi dan budaya. Mitigasi struktur dan non-
struktur bisa dilakukan dengan didukung dengan kelengkapan
perangkat peraturan (building codes). Pemanfaatan ruang kota Gambar 6. Konfigurasi massa bangunan dan pola konektivitas pada
yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Kota di berbagai kawasan pusaka Kota Bengkulu (Sumber: Penulis, 2018 )
level, semestinya harus mampu menjamin terwujudnya

245
Seminar Nasional Inovasi, Teknologi dan Aplikasi (SeNITiA) 2018 ISBN: 978-602-5830-02-0

Kawasan pusaka kota memiliki kecenderungan kawasan terjadi bencana dapat terhambat. Proses dan rentang
membentuk pola linier pada area yang mendekati jalan. waktu evakuasi bencana pada kawasan dipengaruhi konfigurasi
Orientasi bangunan menghadap jalan. Kecenderungan massa – massa bangunan, jarak antar bangunan serta jarak antar blok-
massa bangunan berekspansi ke arah belakang bangunan. blok pada kawasan yang dapat menimbulkan sulit dan tidaknya
Sedangkan konfigurasi massa bangunan di tengah kawasan pergerakan manusia saat terjadi sesuatu hal di kawasan pusaka
akan membentuk cluster karena saling berdekatan atau saling kota. Dalam penelitian ini pula didapat bahwa orientasi
memberikan kesamaan sifat visual. Jika organisasi terpusat bangunan, panjang blok-blok kawasan memberi andil dalam
memiliki dasar geometrik yang kuat dalam penataan bentuk- proses kemudahan bergerak saat terjadi bencana alam.
bentuknya, maka organisasi kelompok dibentuk berdasarkan
persyaratan fungsional seperti ukuran, wujud ataupun jarak Dalam peraturan Rencana Tata Ruang Kota Bengkulu
letak. terdapat kebijakan penataan ruangyang berfokus pada kawasan
rawan bencana. Strategi dalam mewujudkan pengelolaan
kawasan bencana pada pasal 11 (f) dan pasal 44 dalam
Peraturan Daerah No 14 Tahun 2012 tentang Rencana Tata
Ruang Kota Bengkulu dijelaskan bahwa melakukan mitigasi
bencana pada kawasan rawan bencana berupa kawasan rawan
bencana tsunami dan banjir. Kawasan rawan bencana tsunami
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi kawasan
sepanjang pantai di Kecamatan Muara Bangkahulu, Kecamatan
Teluk Segara, Kecamatan Ratu Samban, Kecamatan Ratu
agung, Kecamatan Gading Cempaka, Kecamatan Sungai Serut
dan Kecamatan Kampung Melayu; Kawasan pusaka kota
termasuk dalam dalam kecamatan-kecamatan yang disebut
pada pasal diatas karena berjarak kurang dari 1 km dari tepi
Gambar 7. Orientasi massa bangunan pada kawasan pusaka Kota pantai dan memiliki kepadatan penduduk >100 jiwa/Ha serta
Bengkulu (Sumber: Penulis, 2018 ) berfungsi sebagai kawasan tempat wisata. Oleh karena itu
peranan konfigurasi massa bangunan yang padat dan pola
Pola sirkulasi yang terbentuk dari pola massa bangunan konektivitas kawasan yang berbentuk grid dapat membentuk
muncul melalui adanya konektivitas. Jika ada jalur sirkulasi/ pergerakan pengguna pada kawasan menjadi lebih mudah
akses di sekitar jalan maka muncul struktur ruang yang dalam upaya mitigasi bencana perlu didukung dengan
mengkombinasi antara pola linier dan cluster. Kepadatan pernagkat peraturan yang dapat memberikan arahan-arahan
bangunan terbentuk dengan jelas di setiap pinggir jalan pada desain yang sifatnya teknis dan mampu berfungsi sebagai
kawasan dengan terbentuknya pola linier dan membentuk pola arahan desain.
cluster di tengah kawasan. Kombinasi pola linear dan cluster
ini juga akan membentuk jalur sirkulasi bercabang dan ukuran V. KESIMPULAN
yang beragam serta cenderung mengecil akibat dari semakin
sedikitnya konektivitas antar massa bangunan secara Berdasarkan data, bahwa kawasan pusaka kota memiliki
fungsional (hanya terbentuk akses privat menuju massa–massa kecenderungan konfigurasi massa bangunan berbentuk pola
bangunan seperti rumah tinggal). Semakin mengarah ke tengah linear pada area yang mendekati jalan. Orientasi bangunan
blok-blok kawasan, maka jalur konektivitas akan menjadi menghadap jalan Sedangkan konfigurasi massa bangunan di
semakin mengecil. Sedangkan semakin mengarah ke jalan raya tengah kawasan akan membentuk cluster karena saling
maka jalur konektivitas semakin membesar karena adanya berdekatan berdasarkan persyaratan fungsional seperti ukuran,
kegiatan komersil yang terdominasi. wujud ataupun jarak letak.
Pola konektivitas pada kawasan cenderung berbentuk grid.
Pada beberapa blok kawasan memiliki pola konektivitas
dengan jarak relatif sama dan membentuk garis tegak lurus.
Kepadatan bangunan di sepanjang pola konektivitas
menyebabkan akses menuju titik simpul antar jalur
konektivitas semakin tinggi pula. Proses evakuasi ketika suatu
kawasan terjadi bencana dapat terhambat apabila tatanan dari
Gambar 8. Bentuk Konfigurasi massa bangunan pada pola konektivitas di kawasan massa bangunan berubah menjadi lebih padat. Sehingga perlu
pusaka Kota Bengkulu (Sumber: Penulis, 2018 )
adanya kajian lebih mendalam jarak antar blok-blok pada
kawasan dan jalur konektivitas yang aksesibel terhadap
pengguna ruang dalam kawasan agar pengguna ruang yang
Pola konektivitas pada kawasan cenderung berbentuk grid.
berada di dalam kawasan dapat dengan mudah menyelamatkan
Pada beberapa blok kawasan memiliki pola konektivitas
diri ketika bencana terjadi. Konfigurasi massa bangunan adalah
dengan jarak relatif sama dan membentuk garis tegak lurus.
suatu hal yang akan terus tumbuh dan berkembang seiring
Kepadatan bangunan di sepanjang pola konektivitas
dengan kebutuhan ruang dalam beraktivitas perlu di dukung
menyebabkan akses menuju titik simpul antar jalur
dengan perangkat peraturan yang dapat berperan
konektivitas semakin tinggi pula. Proses evakuasi ketika suatu

246
Seminar Nasional Inovasi, Teknologi dan Aplikasi (SeNITiA) 2018 ISBN: 978-602-5830-02-0

mengantisipasi bencana dengan menyiapkan ruang evakuasi [6] Moeleong, Lexy. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Remaja
yang aman serta membebaskan daerah potensi bencana yang Rosdakarya. Bandung
absolut untuk tidak boleh dibangun dan sekaligus memberikan [7] Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu Nomor 14 Tahun 2006 tentang
Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan dan Bangunan Cagar Budaya
arahan-arahan desain yang sifatnya teknis dan mampu di Provinsi Bengkulu
berfungsi sebagai panduan desain. Perencanaan kota yang [8] Peraturan Daerah No 14 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Kota
terpadu tidak terlepas dari pengaturan pemanfaatan ruang kota, Bengkulu
sehingga perencanaan kawasan perkotaan tidak hanya ditinjau [9] Putro dkk, Jawas Dwijo. 2007. Pola Permukiman Tepian Air Studi
dari aspek kebutuhan atau kepentingan yang saling terkait Kasus : Desa Sepuk Laut, Punggur Besar dan Tanjung Saleh Kecamatan
dalam pemanfaatan sumber daya (ruang kota) namun juga Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya. Pontianak: Langkau Betang: Vol.
merencanakan kawasan-kawasan vital kota yang responsif dan 2, No.1 (ISSN 2355-2484)
antisipatif dalam mitigasi bencana. [10] Respati, Wikantiyoso. 2010. Mitigasi Bencana di Perkotaan; Adaptasi
atau Antisipasi Perencanaan dan perancangan Kota? (Potensi Kearifan
Lokal dalam perencanaan dan Perancangan Kota untuk Upaya Mitigasi
REFERENSI Bencana). Jurnal Local Wisdom. Volume II, Nomor: 1, Halaman 18-29,
Januari 2010.
[11] Respati Wikantiyoso (2005), Paradigma Perencanaan dan
[1] Andranovich, Gregory. D and Gerry Riposa. (1993). Doing Urban
Perancangan Kota, Malang: GKAK, jurusan Arsitektur Unmer Malang
Research. United Kingdom: SAGE Publications.
ISBN: 979-9488-07-9.
[2] Binta, Izazaya dan M. Sani Roychansyah. Tipologi Elemen Arsitektur
[12] Shirvani, Hamid. 1985. Urban Design Process. Michigan: Van Nostrand
pada Fasad Bangunan Shophouse Kampung Cina Bengkulu. Jurnal
Reinhold
Lingkungan Binaan Indonesia | ISSN 2301-9247
[13] Siregar, Johannes Parlindungan . Metodologi Dasar Space Syntax Dalam
[3] Ching, F.DK. 2000. Bentuk, Ruang, dan Tatanan.Edisi Kedua. Jakarta:
Analisis Konfigurasi Ruang. Universitas Brawijaya Fakultas Teknik
Erlangga
Jurusan Perencanaan wilayah kota, Malang, 2014, 2-6.
[4] Kiyono, Junji. 2018. Kuliah Umum: Recent Earthquakes and Tsunami in
[14] Yudhanta, Widi Cahya. 2018. engaruh Konfigurasi Dan Visibilitas
Japan and Evacuation Simulations. Bengkulu: Universitas Bengkulu
Ruang Pada Aksesibilitas Studi Kasus Pada Kawasan Xt Square
[5] Kristiadi, Didik. 2014. Materi kuliah connections pada studio desain Yogyakarta. Jurnal KOMPOSISI. Vol 12. No (1).
kawasan binaan. Yogyakarta: Magister Desain Kawasan Binaan

247

Anda mungkin juga menyukai