Anda di halaman 1dari 16

LATAR BELAKANG

Latar Belakang Manajemen asuhan kebidanan merupakan suatu proses


pemecahan masalah dalam kasus kebidanan yang dilakukan secara sistematis.
Sebagai seorang profesi bidan harus memanfaatkan kompetensinya, sumber
daya pikirnya untuk berpikir kritis agar menegakkan suatu diagnosa kebidanan
yang tepat sehingga tercapai pengambilan keputusan dan menghasilkan
asuhan yang bermutu. Kajian ini bertujuan untuk menganalisis salah satu
kemampuan yang harus dimiliki seorang bidan.refleksi kritis merupakan seni,
gambaran sikap sebagai bidan dalam menganalisis, mengevaluasi sesuatu yang
ia lihat, mengklarifikasi yang di dengar, metode pengetahuan untuk berfikir
logis dan berargumen serta aplikasi dari ilmu yang dipahami untuk membuat
suatu keputusan dan memutuskan sesuatu setelah hal tersebut ia yakini.
Setelah keputusan terbentuk maka bidan dapat bejalan ketahap tindakan
dalam manajemen asuhan kebidanan. Setiap melakukan tindakan manajemen
asuhan kebidanan, seorang profesi bidan selalu berpikir kritis dan menjelaskan
tujuan dari setiap tindakan tersebut.profesi bidan yaitu berpikir kritis.
Pengetahuan yang ada bisa menjadi pondasi untuk melakukan suatu keahlian
jika dilakukan sesuai tujuan dan setiap bertindak harus diiringi dengan berpikir
kritis dengan menjawab setiap pertanyaan “mengapa” dan “kenapa” saat
bertindak. Oleh karena itu data pasien menjadi dasar informasi untuk
dmenegakkan dignosa yang akan mempengaruhi pola pikir bidan untuk
berencana, melaksanakan dan evaluasi
BAB II PEMBAHASAN

A. Refleksi kritis
Dalam Argumentasi Kebidanan refleksi kritis merupakan seni gambaran
sikap seseorang dalam menganalisis, mengevaluasi sesuatu yang ia lihat,
mengklarifikasi yang di dengar, metode pengetahuan untuk berfikir logis
dan berargumen serta aplikasi dari ilmu yang dipahami untuk membuat
suatu keputusan dan memutuskan sesuatu setelah hal tersebut ia
yakini. Berpikir dan penalaran yang berfokus pada fakta-fakta biofisik
sehingga memastikan bahwa keputusan diagnostik dan pengobatan
nantinya didasarkan pada pemikiran logis (Jefford,)
Berpikir kritis memungkinkan bagi bidan untuk memanfaatkan potensi
dirinya melihat, memecahkan masalah dan menciptakan suatu hal baru
dalam manajemen asuhan kebidanan. Berpikir kritis meningkatkan
kemampuan verbal dan analitik yang sistematis sehingga
mengeksplorasikan gagasan-gagasan, menganalisis masalah hingga
memahami masalah khususnya dalam manajemen asuhan kebidanan.
Berpikir kritis meningkatkan kreatifitas. Untuk menghasilkan solusi
kreatif terhadap suatu masalah tidak hanya memerlukan gagasan baru
namun dengan berpikir kritis dapat mengevaluasi gagasan lama dan
baru, memilih yang terbaik dan memodifikasi bila perlu. Berpikir kritis
merupakan upaya refleksi diri, evaluasi diri terhadap nilai, keputusan
yang diambil sehingga hasil refleksi dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. (Lai Emily, 2011; Jefford et al, 201 Penelitian yang dilakukan
oleh Fenech (2015) pada bidan dan perawat yang melakukan refleksi
praktik dengan Protection Motivation Theory (PMT) diyakini bahwa
bidan akan dapat bekerja dalam kemitraan dengan dokter kandungan
untuk memberikan perawatan yang aman dan efektif dalam lingkup
praktek dan tidak adanya rasa takut. Refleksi Praktik Kebidanan
Refleksi praktik dalam pelayanan kebidanan dimaksudkan sebagai bentuk
pedoman/acuan yang merupakan kerangka kerja seorang bidan dalam
memberikan asuhan kebidanan, dipengaruhi oleh filosofi yang dianut
bidan (filosofi asuhan kebidanan) meliputi unsur-unsur yang terdapat
dalam paradigma kesehatan (manusia-perilaku, lingkungan & pelayanan
kesehatan).

Unsur-Unsur

Berpikir Kritis Dalam Argumentasi Kebidanan Bidan sebagai praktisi


maupun dalam pendidikan harus menggunakan unsur-unsur dasar dalam
berpikir kritis dalam argumentasi kebidanan agar asuhan kebidanan yang
akan diberikan berkualitas.

1. Unsur pertama dalam berpikir kritis adalah konsep.


Seorang bidan harus memahami 3 konsep dasar manajemen asuhan
kebidanan, konsep- konsep dasar kebidanan baik definisi, aturan yang
mengikat atau etika profesi dan prinsip- prinsip dari konsep
kebidanan tersebut.

2. Unsur kedua adalah asumsi,


yaitu dugaan sementara oleh bidan terhadap kasus kebidanan yang
ditangani. asumsi akan menjadi diagnosa nyata setelah bidan
melakukan pengumpulan subjektif dan objektif secara akurat dan
diolah dengan berpikir kritis, analisis dan logis.

3. Unsur ketiga adalah implikasi dan konsekuensi.


Bidan melakukan suatu tindakan dan bertanggungjawab untuk setiap
konsekuensi yang timbul dari masing-masing tindakan yang telah
dilakukan karena setiap tindakan memiliki alasan atau rasionalnya.
4. Unsur keempat adalah tujuan.
Manajemen asuhan kebidanan harus jelas tujuan dan rasional.

5. Unsur kelima adalah pertanyaan atas isu yang ada.


Bidan dalam melakukan manajemen asuhan kebidanan harus
memecahkan semua pertanyaan atau isu yang ada.

6. Unsur keenam adalah informasi akurat,


yaitu manajemen asuhan kebidanan harus didapat dari data yang
akurat, jelas sumber, fakta ataupun melakukan observasi langsung.

7. Unsur ketujuh adalah interpretasi dan inferensi.


Manajemen asuhan kebidanan akan memberikan hasil akhir sehingga dapat
mengambil keputusan terhadap asuhan kebidanan yang diberikan.
Konsep Berpikir Kritis Dalam Argumentasi Kebidanan Beberapa ahli
penelitian menyatakan bahwa berpikir kritis dalam argumentasi
kebidanan memiliki keterkaitan dengan konsep lain, diantaranya
metakognitif, motivasi dan kreatifitas. Menurut Kuhn , Van Gelder
dan Willingham menyatakan bahwa berpikir kritis termasuk
didalamnya adalah :

1. Metakognitif (berfikir tentang dasar pengetahuan)


2. Mengetahui meta strategi (berfikir bagaiman prosedur dalam suatu
pengetahuan)
3. Epistemologi (berfikir bagaimana pengetahuan tersebut dihasilkan)
sehingga harus benar komponen waktu, strategi dan kondisi (Kuhn &
Dean; Schraw et al).
4. Kreatifitas dalam berpikir kritis merupakan proses menemukan
sesuatu yang baru.
 Karakteristik lainnya menurut beberapa ahli adalah seorang bidan
mampu membuat suatu kesimpulan dari berbagai informasi yang
diperoleh, dari berbagai hasil pemeriksaan yang telah dikumpulkan
dengan adanya bukti, membuat argument yang beralasan untuk
mendukung kesimpulan dan menjelaskan pola fikir yang telah
terbentuk dari hasil kegiatan langkah-langkah karakteristik
sebelumnya.

1. Membaca dengan kritis


Cara untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis diantaranya
pertama adalah membaca dengan kritis. Untuk berpikir secara
kritis, seorang profesi bidan harus bisa membaca dengan kritis
pula. Semua informasi yang didapat dari berbagai
sumber harus dipikirkan secara kritis, disesuaikan dengan kondisi
klien disaat memberikan suatu asuhan. Membaca kritis berarti
menerapkan keterampilan berpikir kritis seperti mengamati,
menghubungkan teks dengan konteksnya, mengevaluasi teks dari
logika dan kredibilitasnya, merefleksika kandungan teks dengan
pendapat sendiri dan membandingkan tes yang satu dengan yang
lainnya yang memiliki keterkaitan.
2. Menulis dengan kritis
Cara kedua adalah menulis dengan kritis. Seorang profesi bidan
yang telah melakukan membaca dengan kritis harus menuliskan
semua pemahaman yang ada dalam bentuk tulisan. Salah satu
contohnya adalah dokumentasi dalam manajemen asuhan
kebidanan. Dokumentasi tersebut merupakan suatu media bagi
profesi bidan untuk menuangkan semua asuhan yang telah
diberikan dan menjadi acuan untuk asuhan berikutnya.
3. Membaca dan menulis
Cara ketiga adalah meningkatkan analisis dari yang dibaca dan
ditulis. Asuhan kebidanan yang telah dituliskan dapat menjadi
bahan diskusi untuk dievaluasi atau mencari penyelesainan
masalah atau mendiskusikan hal terburuk yang mungkin terjadi.
4. Mengembangkan kemampuan observasi
Cara keempat adalah mengembangkan kemampuan observasi.
Observasi atau mengamati suatu kondisi klien akan memudahkan
seorang profesi bidan untuk menarik kesimpulan dari kondisi klien
yang diamati. Pengamatan tersebut dikritisi dan pengamatan yang
ia dapatkan bisa menjadi acuan untuk menarik kesimpulan yang
berdampak pada pembuatan keputusan.
5. Meningkatkan rasa ingin tahu
Cara kelima yaitu meningkatkan rasa ingin tahu, kemampuan
bertanya dan refleksi.Pengajuan pertanyaan yang bermutu yaitu
pertanyaan yang tidak memiliki jawaban benar atau salah atau
pertanyaan yang mengharuskan seorang profesi bidan menjelaskan
sehingga memperbanyak berpikir. Berpikir kritis dan argumentasi
memungkinkan bidan untuk memenuhi kebutuhan klien sesuai

Dengan data yang ia dapatkan, mampu mempertimbangkan alternatif,


sehingga asuhan kebidanan klien berkualitas tinggi dan berpikir
reflektif berarti bidan bukan hanya menerima laporan dan tugas
melakukan asuhan kebidanan lanjutan tanpa pemahaman yang
signifikan dan evaluasi. Praktisi terampil dapat berpikir kritis untuk
melakukan argumentasi karena mereka memiliki keterampilan kognitif
dengan mencari informasi, diskriminasi, menganalisis, mengubah
pengetahuan, prediksi/asumsi, menerapkan Standar, dan alasan-alasan
logis.
Kemampuan bidan untuk berpikir kritis dapat dipengaruhi oleh usia,
lama pendidikan dengan peningkatan jenjang pendidikan. Berpikir
kritis berdampingan dengan berpikir kreatif, artinya kemampuan
berpikir seorang bidan untuk membuat hubungan yang baru dan yang
lebih berguna dari informasi yang sebelumnya sudah diketahui oleh
bidan. Bidan melakukannya dengan cara
membangkitkan sejumlah besar ide-ide, menerima hal yang baru
dan tidak cepat mengambil keputusan.
DAFTAR PUSTAKA

Aldina Ayunda Insani, Ayu Nurdiyan, Yulizawati, Dkk. Berpikir Kritis”


Dasar Bidan Dalam Manajemen Asuhan Kebidanan. Jurnal Prodi S1
Kebidanan FK-UNAND. 2016. http://www. jom.fk.unand.ac.id Jefford, E.,
Kathleen Fahy & Deborah Sundin. 2011. Decision-Making Theories And
Their Usefulness To The Midwifery Profession Both In Terms Of
Midwifery Practice And The Education Of Midwifes. International
Journal Of Nursing Practice, 17 (3), Pp. 246-253. Lai, Emily.R. 2011.
Critical Thinking : A Literature Review Research Report. Pearson.
Available At http://images.pearsonassessments.com/image
s/tmrs/criticalthinkingreviewfinal.pdf ICM. 2014. The International
Confederation Of Midwives Dissemination Pack. Global Standard,
Competencies And Tools. Available At
http://www.internationalmidwives.org/assets/menerapkan Standar, dan
alasan-alasan logis.kteristik sebelumnya.

BAB III PENUTUP

Kesimpulan refleksi kritis dalam manajemen asuhan kebidan


menggambarkan bahwa seorang bidan tersebut memiliki basis
pengetahuan dan kemampuan untuk menganalisis dan mengevaluasi
pengetahuan terbaru, mengaplikasikan logika dan rasionalnya untuk
mengambil suatu keputusan klinis. Berpikir kritis diiringi pengalaman
bidan maka akan meminimalkan atau tidak adanya kesalahan,
bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain akan menjadikan bidan
lebih memahami kebutuhan klien. Bidan menerapkan setiap kegiatan
manajemen asuhan kebidanan selalu menggunakan penalaran, berpikir
kritis. Hal ini dapat dilakukan evaluasi. Evaluasi merupakan proses
pengukuran pencapaian tujuan yang diinginkan dengan menggunakan
metode yang teruji validitas dan reliabilitasnya.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah subhana wataala, karena


berkat rahmatNya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul
refleksi kritis. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
sempurnanya makalah ini.  Semoga makalah ini memberikan
informasi bagi mahasiswa dan bermanfaat untuk pengembangan
wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
bekasi maret 2022

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan teori
1. Nifas
a. Pengertian Masa nifas disebut juga masa postpartum adalah
masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dalam
rahim, sampai 6 minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali
organorgan yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami
perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan
saaTmelahirkan (Suherni, 2008, p.1)
Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa
nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Saifuddin, 2006, p.122).
Pada masa ini terjadi perubahan-perubahan fisiologi, yaitu
1) Perubahan fisik
2) Involusi uterus dan pengeluaran lokhea
3) Laktasi atau pengeluaran air susu ibu
4) Perubahan sistem tubuh lainnya
5) Perubahan psikolog

b. Perubahan fisiologis dalam masa nifas


Perubahan perubahan masa nifas antara lain :
1) Involusi
alat alat kandungan Dalam masa nifas, alat alat genetalia interna
maupun eksterna akan berangsur angsur pulih kembali seperti keadaan
sebelum hamil. Perubahan
perubahan alat genetal ini dalam keseluruhanya disebut involusi
(Wiknjosastro, 2007, p.237) 11
2) Uterus
Isapan pada puting susu merupakan rangsangan psikis yang secara
reflektoris mengakibatkan oksitosin dikelurkan oleh hipofise. Produksi
ASI akan lebih banyak. Sebagai efek positif adalah involusi uteri akan
lebih sempurna (Mochtar, 1998, p.177) perubahan
Tinggi fundus uterus dan berat uterus
3) Lokhea
Menurut Mochtar, 1998 (p.116) lokhea adalah cairan sekret yang
berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas
a) Lokhea Rubra Berisi darah segar dan sisa sisa selaput ketuban, sel
sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan mekonium, selama 2 hari
pasca peralinan.
b) Lokhea sanguinolenta Berwarna merah kuning, berisi darah dan
lendir, hari ke 3-7 pasca persalinan.
c) Lokhea serosa Berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada
hari ke 7-14 pasca persalinan
d) Lokhea alba Berwarna putih, setelah 2 minggu.
e) Lokhea purulenta Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah dan
berbau busuk

4) Servik
Serviks mengalami involusi bersama sama dengan uterus. Warna
serviks sendiri merah kehitam hitaman, karena penuh pembuluh darah.
Konsistensinya lunak, kadang kadang terdapat laserasi atau perlukaan
kecil. Bentuknya seperti corong karena disebabkan oleh korpus uteri
yang mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi
sehingga pada perbatasan antara korpus uteri dan serviks terbentuk
cincin. Muara serviks yang berdilatasi 10 cm pada waktu persalinan,
menutup secara bertahap. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk
rongga rahim, setelah 2 jam dapat dimasukkan 2-3 jari, pada minggu
ke 6 postpartum serviks menutup (Ambarwati, 2009, p.79).
5) Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang
sangat besar selama proses persalinan dan akan kembali secara
bertahap dalam 6 sampai 8 minggu postpartum. Penurunan hormon
estrogen pada masa postpartum berperan dalam penipisan mukosa
vagina (Ambarwati, 2009, p.80) d

Adaptasi psikologi ibu masa nifas Menurut Suherni, 2008 (p.85-90),


proses adaptasi psikologi pada seorang ibu sudah dimulai sejak hamil.
Wanita hamil akan mengalami perubahan psikologis yang nyata
sehingga memerlukan adaptasi. Perubahan mood seperti sering
menangis, lekas marah, dan sering sedih atau cepat berubah menjadi
senang merupakan manifestasi dari emosi yang labil. Proses adaptasi
berbeda-beda antara satu ibu dengan ibu yang lain. Perubahan peran
seorang ibu memerlukan adaptasi yang harus dijalani. Tanggung
jawab bertambah dengan hadirnya bayi yang baru lahir. Dorongan
serta perhatian anggota keluarga lainnya merupakan dukungan positif
untuk ibu. Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan
mengalami fase-fase sebagai berikut
1) Fase taking in
Fase taking in yaitu periode ketergantungan. Periode ini berlangsung
dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada fase ini,
ibu sedang berfokus terutama pada dirinya sendiri. Ibu akan berulang
kali menceritakan proses persalinan yang dialaminya dari awal sampai
akhir. Ibu perlu bicara tentang dirinya sendiri. Ketidaknyamanan fisik
yang dialami ibu pada fase ini seperti rasa mules, nyeri pada jahitan,
kurang tidur dan kelelahan merupakan sesuatu yang tidak dapat
dihindari. Hal tersebut membuat ibu perlu cukup istirahat untuk
mencegah gangguan psikologis yang mungkin dialami, seperti mudah
tersinggung, menangis. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif.
Pada fase ini petugas kesehatan harus menggunakan pendekatan yang
empatik agar ibu dapat melewati fase ini dengan baik
2) Fase taking hold Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung
3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini ibu timbul rasa khawatir
akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat
bayi. Ibu mempunyai perasaan sangat sensitif sehingga mudah
tersinggung dan gampang marah. Kita perlu berhati-hati menjaga
komunikasi dengan ibu. Dukungan moril sangat diperlukan untuk
menumbuhkan kepercayaan diri ibu. Bagi petugas kesehatan pada fase
ini merupakan kesempatan yang baik untuk memberikan berbagai
penyuluhan dan pendidikan kesehatan yang diperlukan ibu nifas.
Tugas kita adalah mengajarkan cara merawat bayi, cara menyusu yang
benar, cara merawat luka jahitan, senam nifas, memberikan
pendidikan kesehatan yang dibutuhkan ibu seperti gizi, istirahat,
kebersihan diri dan lain-lain.
3) Fase letting go
Fase letting go y ketergantungan bayinya. Ibu memahami bahwa bayi
butuh disusui sehingga siap terjaga untuk memenuhi kebutuhan
bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya sudah meningkat
pada fase ini. Ibu akan lebih percaya diri dalam menjalani peran
barunya. Pendidikan kesehatan yang kita berikan pada fase
sebelumnya akan sangat berguna bagi ibu. Ibu lebih mandiri dalam
memenuhi kebutuhan diri dan bayinya. Dukungan suami dan keluarga
masih terus diperlukan oleh ibu. Suami dan keluarga dapat membantu
merawat bayi, mengerjakan urusan rumah tangga sehingga ibu tidak
telalu terbebani. Ibu memerlukan istirahat yang cukup, sehingga
mendapatkan kondisi fisik yang bagus untuk dapat merawat bayinya.
2. Menyusui
a. Pengertian Menyusui adalah cara yang optimal dalam memberikan
nutrisi dan mengasuh bayi, dengan penambahan makanan pelengkap
pada paruh kedua tahun pertama, kebutuhan nutrisi, imunologi, dan
psikososial dapat terpenuhi hingga tahun kedua dan tahun tahun
berikutnya (Varney, 2003, p.981).
Banyak ibu yang beranggapan bahwa menyusui merupakan aktivitas
alami, sehingga tidak memerlukan persiapan atau perawatan khusus.
Hal ini tidak sepenuhnya benaraitu periode menerima tanggung jawab
akan peran barunya. Fase ini berlangsung sepuluh hari setelah
melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri den terutama bagi ibu
yang menyadari bahwa air susu sangat penting dan utama bagi bayi
(Prasetyono, 2009, p.133).ga

2. Fisiologi Sistem reproduksi dan struktur terkait pasca partum


: a) Adaptasi Fisiologis Pada Post Partum
1) Proses Involusi Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan disebut involusi. Proses dimulai setelah plasenta keluar akibat kontraksi
otot-otot polos uterus. Pada akhir persalinan tahap III, uterus berada digaris tengah,
kira-kira 2 cm dibawah umbilikus dengan fundus bersandar pada promontorium sakralis.
Ukuran uterus saat kehamilan enam minggu beratnya kira-kira 1000 gr. Dalam waktu 12
jam, tinggi fundus kurang lebih 1 cm diatas umbilikus. Fundus turun kira-kira 1-2 cm
setiap 24 jam. Pada hari keenam fundus normal berada dipertengahan antara umbilikus
dan
simfisis pubis. Seminggu setelah melahirkan uterus berada didalam panggul sejati lagi,
beratnya kira-kira 500 gr, dua minggu beratnya 350 gr, enam minggu berikutnya
mencapai 60 gr (Bobak, 2004).

2) Konstraksi Uterus Intensitas kontraksi uterus meningkat segera setelah bayi lahir,
diduga adanya penurunan volume intrauterin yang sangat besar. Hemostatis
pascapartum dicapai akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh
agregasi trombosit dan pembentukan pembekuan. Hormon desigen dilepas dari keljar
hipofisis untuk memperkuat dan mengatur konstraksi. Selam 1-2 jam I pascapartum
intensitas konstraksi uterus terus berkurang dan menjadi tidak teratur, karena untuk
mempertahankan konstraksi uterus biasanya disuntikkan aksitosan secara intravena atau
intramuscular diberikan setelah plasenta lahir (Bobak, 2004).

3) Tempat Plasenta Setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, konstriksi vaskuler dan
trombosis menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan bermodul
tidak teratur. Pertumbuhan endometrium menyebabkan pelepasan jaringan nekrotik
danmencegah pembekukan jaringan parut yang menjadi karakteristik penyembuhan
luka. Proses penyembuhan memampukan endometrium menjalankan siklusnya seperti
biasa
dan memungkinkan implantasi untuk kehamilan dimasa yang akan datang. Regenerasi
endometrium selesai pada akhir minggu ketiga post partum, kecuali bekas tempat
plasenta ( Bobak, 2004)

. 4) Lochea Lochea adalah rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula
berwarna merah lalu menjadi merah tua atau merah coklat. Rabas mengandung bekuan
darah kecil. Selama 2 jam pertama setelah lahir, jumlah cairan yang keluar dari uterus
tidak boleh lebih dari jumalah maksimal yang keluar selam menstruasi. Lochea rubra
mengandung darah dan debris desidua dan debris trofoblastik. Aliran menyembur
menjadi merah muda dan coklat setelah 3-4 hari (lochea serosa). Lochea serosa terdiri
dari darah lama (old blood), serum, leukosit dan debris jaringan. Sekitar 10 hari setelah
bayi lahir, warna cairan ini menjadi kuning sampai putih (lochea alba). Lochea alba
mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mucus, serum dan bakteri. Lochea alba
bertahan bertahan selama 2-6 minggu setelah bayi lahir (Bobak, 2004)

. 5) Serviks Serviks menjadi lunak setelah ibu melahirkakebebntuk semula. Muara serviks
berdilatasi 10 cm, sewaktu melahirkan menutup bertahap 2 jari masih dapat
dimasukkan. Muara serviks hari keempat dan keenam post partum (Bobak, 2004)
. 6) Vagina dan Perinium Estrogen post partum yang menurun berperan dalam penipisan
mucosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali
secara bertahap keukuran sebelum hamil, 6-8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan
kembali terlihat pada sekitar minggu keempat (Bobak, 2004).

7) Payudara Konsentrasi hormon yang menstimulasi perkembangan payudara selama


wanita hamil (estrogen, progesteron, human chrorionic gonadotropin, prolaktin, dan
insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Hari ketiga atau keempat post partum
terjadi pembengkakan (engorgement). Payudara bengkak, keras, nyeri bila ditekan, dan
hangat jika diraba (kongesti pembuluh darah menimbulkan rasa hangat). Pembengkakan
dapat hilang dengan sendirinya dan rasa tidak nyaman berkurang dalam 24 jam sampai
36 jam. Apabila bayi belum menghisap (atau dihentikan), laktasi berhenti dalam
beberapa hari sampai satu minggu.n, 18 jam post partum, serviks memendek dan
konsisitensinya lebih padat kembali
Ketika laktasi terbentuk, teraba suatu massa (benjolan), tetapi kantong susu yang terisi
berubah dari hari kehari. Sebelum laktasi dimulai, payudara terasa lunak dan keluara
cairan kekuningan, yakni kolostrum, yang dikeluarkan oleh payudara. Setelah laktasi
dimulai, payudara terasa hangat dan keras waktu disentuh. Rasa nyeri akan menetap
selama 48 jam, susu putih kebiruan (tampak seperti susu skim) dapat dikeluarkan dari
puting susu (Bobak, 2004)

. 8) Laktasi Sejak kehamilan muda, sudah terdapat persiapan-persiapan pada


kelenjar-kelenjar untuk menghadapi masa laktasi. Proses ini timbul setelah ari-ari atau
plasenta lepas. Ari-ari mengandung hormon penghambat prolaktin (hormon placenta)
yang menghambat pembentukan ASI. Setelah ari-ari lepas, hormon plasenta tak lagi ada
sehingga terjadi produksi ASI. Sempurnanya ASI keluar 2-3 hari setelah melahirkan.
Namun sebelumnya di payudara sudah terbentuk kolostrum yang bagus sekali untuk
bayi, karena mengandung zat kaya Gizi dan antibodi pembunuh kuman
(http://www.bali-travelnews.com).

9) Sistem EndokrinSelama post partum terjadi penurunan hormon human placenta


latogen (HPL), estrogen dan kortisol serta placental enzime insulinase membalik efek
diabetogonik kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun pada masa puerperium.
Pada wanita yang tidak menyusui, kadar estrogen meningkat pada minggu kedua setelah
melahirkan dan lebih tinggi dari wanita yang menyusui post partum hari ke-17
(Bobak,2004)

. 10) Sistem Urinarius Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi)
turut menyebabkat peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid
setelah wanita melahirkan akan mengalami penurunan fungsi ginjalselama masa
pascapartum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu 1 bulan setelah wanita
melahirkan. Trauma terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses melahirkan,
yakni sewaktu bayi melewati hiperemis dan edema. Konstraksi kandung kemih biasanya
akan pulih dalam 5-7 hari setelah bayi lahir (Bobak, 2004).

11) Sistem Cerna Ibu biasanya lapar setelah melahirkan sehingga ia boleh
mengkonsumsi makanan ringan. Penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna
menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Buang air secara spontan bisa
tertunda selama tigasetelah ibu melahirkan yang disebabkan karena tonus otot usus
menurun selama proses persalinan dan pada masa awal post partum. Nyeri saat defekasi
karena nyeri di perinium akibat episiotomi, laserasi, atau hemoroid (Bobak, 2004)

. 12) Sistem Kardiovaskuler Pada minggu ke-3 dan 4 setelah bayi lahir, volume darah
biasanya turun sampai mencapai volume sebelum hamil. Denyut jantung volume
sekuncup dan curah jantung meningkat sepanjang hamil. Setelah wanita melahirkan
meningkat tinggi selama 30-60 menit, karena darah melewati sircuit uteroplasenta
kembali kesirkulasi umum. Nilai curah jantung normal ditemukan pemeriksaan dari 8-10
minggu setelah wanita melahirkan (Bobak, 2004)

. 13) Sistem Neurologi Perubahan neurologi selama peurperium kebalikan adaptasi


neurologis wanita hamil, disebabkan trauma wanita saat bersalin dan melahirkan. Rasa
baal dan kesemutan pada jari dialami 5% wanita hamil biasanya hilang setalah anak lahir.
Nyeri kepala post partum disebabkan hipertensi akibat kehamilan, stress dan kebocoran
cairan serebrospinalis. Lama nyeri kepala 1-3 hari dan beberapa minggu tergantung
penyebab dan efek pengobatan (Bobak, 2004) hari

14) Sistem Muskuloskeletal Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu terjadi selama hamil
berlangsung terbalik pada masa post partum. Adaptasi membantu relaksasi dan
hipermeabilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran rahim.
Stabilisasi sendi lengkap pada minggu ke 6-8 setelah wanita melahirkan (Bobak, 2004).

15) Sistem Integumen Kloasma muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat
kehamilan berakhir. Kulit meregang pada payudara, abdomen, paha dan panggul
mungkin memudar tapi tidak hilang seluruhnya. Kelainan pembuluh darah seperti spider
angioma (nevi), eritema palmar dan epulis berkurang sebagai respon penurunan kadar
estrogen. Pada beberapa wanita spider nevi bersifat menetap (Bobak, 2004).

Anda mungkin juga menyukai