Anda di halaman 1dari 28

CRITICAL THINKING, EVIDENCE

BASED PRACTICE, KOMUNIKASI


TERAPEUTIK
Oleh kelompok 4:
1. Suwarti
2. Suprih Setyawati
3. Yuli Suryaningsih
4. Devi Kumalasari
CRITICAL
THINKING
 Berfikir kritis adalah cara berfikir yang reflektif,
beralasan yang difokuskan pada keputusan apa yang
dilakukan atau diyakini (Jennicek,2006)
 Berpikir kritis adalah proses untuk mengaplikasikan,
menghubungkan, menciptakan, atau mengevaluasi
informasi yang dikumpulkan secara aktif dan trampil
(Abraham,2004)
 Berpikir kritis merupakan proses yang penuh makna
untuk mengarahkan dirinya sendiri dalam membuat suatu
keputusan. Proses tersebut memberikan berbagai alasan
sebagai pertimbangan dalam menentukan bukti, konteks,
konseptualisasi, metode dan kriteria yang sesuai
(American Philosophical Association, 1990)

Pengertian Critical
Thinking
Berpikir kritis merupakan seni (Paul and Linda Elder, 2006)
gambaran sikap seseorang dalam menganalisis,
mengevaluasi sesuatu yang ia lihat, mengklarifikasi yang di
dengar, metode pengetahuan untuk berpikir logis dan
berargumen serta aplikasi dari ilmu yang dipahami untuk
membuat suatu keputusan dan memutuskan sesuatu setelah
hal tersebut ia yakini, (Glaser dalam Alec Fisher, 2001;
OU,2008).

Pengertian Critical
Thinking
Bidan sebagai praktisi maupun dalam
pendidikan harus menggunakan
unsur-unsur dasar dalam berpikir
kritis agar asuhan kebidanan yang
akan diberikan berkualitas.

Unsur-Unsur Dasar
Critical Thinking
Unsur pertama dalam berpikir kritis adalah
konsep. Seorang bidan harus memahami
konsep dasar manajemen asuhan kebidanan,
konsep-konsep dasar kebidanan baik
definisi, aturan yang mengikat atau etika
profesi dan prinsip-prinsip dari konsep
kebidanan tersebut.

1. Konsep
Unsur kedua adalah asumsi, yaitu dugaan
sementara oleh bidan terhadap kasus
kebidanan yang ditangani. Asumsi akan
menjadi diagnosa nyata setelah bidan
melakukan pengumpulan data subjektif dan
objektif secara akurat dan diolah dengan
berpikir kritis, analisis dan logis.

2. Asumsi
Unsur ketiga adalah implikasi dan
konsekuensi. Bidan melakukan suatu
tindakan dan bertanggungjawab untuk setiap
konsekuensi yang timbul dari masing-
masing tindakan yang telah dilakukan karena
setiap tindakan memiliki alasan atau
rasionalnya.

3. Implikasi dan
Konsekuensi
Unsur keempat adalah tujuan. Manajemen
asuhan kebidanan harus jelas tujuan dan
rasional.

4. Tujuan
Unsur kelima adalah pertanyaan atas isu
yang ada. Bidan dalam melakukan
manajemen asuhan kebidanan harus
memecahkan semua pertanyaan atau isu
yang ada.

5. Pertanyaan atas isu


yang ada
Unsur keenam adalah informasi akurat, yaitu
manajemen asuhan kebidanan harus didapat
dari data yang akurat, jelas sumber, fakta
ataupun melakukan observasi langsung.

6. Informasi akurat
Unsur ketujuh adalah interpretasi dan
inferensi. Manajemen asuhan kebidanan
akan memberikan hasil akhir sehingga dapat
mengambil keputusan terhadap asuhan
kebidanan yang diberikan

7. Interpretasi dan
inferensi
Proses berpikir kritis tidak jauh berbeda dengan 7
langkah manajemen Varney:
1. Pengumpulan Data Dasar
2. Intrepetasi Data Dasar
3. Mengidentifikasikan diagnosis atau masalah potensial
4. Mengiidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang
memerlukan penanganan segera
5. Merencanakan asuhan yang menyeluruh
6. Melaksanakan perencanaan
7. Evaluasi

Proses Critical Thinking


1. Total recall : Mengingat fakta-fakta atau mengingatkan dimana dan
mengapa kita menemukan sesuatu yang diperlukan
2. Habits : Kebiasaan memungkinkan sesuatu dikerjakan tanpa
mempunyai metode yang baru yang digunakan setiap saat
3. Inquiry : Menguji isu-isu secara mendalam dan pertanyaan yang
segera menjadi suatu kenyataan. Inquiry adalah cara berpikir yang
utama yang digunakan guna mengambil keputusan
4. New idea and creativity : Ide yang baru dan kreatifitas adalah
merupakan hal yang penting dalam kebidanan sebab merupakan
hal yang penting dalam kebidanan sebab merupakan akar yang
perlu dikembangkan dalam memberikan asuhan kebidanan
5. Knowing how you think : Jika bidan berada dalam suatu proses
mengetahui, maka bidan akan dapat mengetahui apa yang
dipikirkan

Bentuk-Bentuk Critical
Thinking
1. Pengkajian : Mengumpulkan data, melakukan observasi dalam
pengumpulan data berpikir kritis, mengelola dan mengkatagorikan
data menggunakan ilmu-ilmu lain.
2. Perumusan diagnosis kebidanan : Tahap pengambilan keputusan yang
paling kritis, menentukan masalah dan dengan argumen yang rasional
3. Perencanaan kebidanan : Menggunakan pengetahuan untuk
mengembangkan hasil yang diharapkan, keterampilan guna mensitesa
ilmu yang dimiliki untuk memilih tindakan
4. Pelaksanaan kebidanan : Pelaksanaan tindakan kebidanan adalah
keterampilan dalam menguji hipotesa, tindakan nyata yang
menentukan tingkat keberhasilan.
5. Evaluasi kebidanan : Mengkaji efektifitas tindakan bidan harus dapat
mengambil keputusan tentang pemenuhan kebutuhan dasar klien

Penerapan Critical Thinking


dalam Kebidanan
EVIDENCE BASED
PRACTICE
Evidence Base Practice dapat disimpulkan sebagai asuhan
kebidanan berdasarkan bukti penelitian yang telah teruji
menurut metodologi ilmiah yang sistematis

Pengertian Evidence
Based Practice
1. Keamanan bagi nakes karena intervensi yang dilakukan
berdasarkan bukti ilmiah.
2. Meningkatkan kompetensi (kognitif)
3. Memenuhi tuntutan dan kewajiban sebagi professional
dalam memberikan asuhan yang bermutu
4. Memenuhi kepuasan pelanggan yang mana dalam
asuhan kebidanan klien mengharapkan asuhan yang
benar, seseuai dengan bukti dan teori serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

Manfaat Evidence Based


Practice
EBM merupakan keterpaduan antara :
1. bukti-bukti ilmiah, yang berasal dari studi yang
terpercaya (best research evidence) dengan
2. keahlian klinis (clinical expertice) dan
3. nilai nilai yang ada pada masyarakat (patient values).

Karakteristik Evidence
Based Practice
Proses Eksplorasi Evidence Based Practice

1. Penerapan evidence based practice dimulai dari pasien, masalah klinis


atau pertanyaan yang timbul terkait perawatan yang diberikan pada klien
2. Merumuskan pertanyaan klinis (rumusan masalah) yang mungkin,
termasuk pertanyaan kritis dari kasus/ masalah ke dalam kategori, misal:
desain studi dan tingkatan evidence
3. Melacak/ mencari sumber bukti terbaik yang tersedia secara sistematis
untuk menjawab pertanyaan
4. Penilaian kritis (critical appraisal) akan bukti ilmiah yang telah didapat
untuk validitas internal/ kebenaran bukti, (meliputi: kesalahan sistematis
sebagai akibat dari bias seleksi, bias informasi dan faktor perancu; aspek
kuantitatif dari diagnosis dan pengobatan; ukuran efek dan aspek presisi;
hasil klinis; validitas eksternal atau generalisasi), dan kegunaan dalam
praktik klinis.
5. Penerapan hasil dalam praktek pada klien, dengan membuat
keputusan untuk menggunakan atau tidak menggunakan
hasil studi tersebut, dan atau mengintegrasikan bukti tersebut
dengan pengalaman klinis dan faktor pasien/ klien dalam
menentukan keputusan tersebut.
6. Evaluasi kinerja, yaitu melakukan evaluasi atas tindakan
yang telah dilakukan pada klien. Untuk menggunakan hasil
penelitian/ bukti sebagai referensi dalam memberikan
perawatan pada klien, diperlukan suatu tinjauan sistematis/
review sistematis (evidence review/ systematic review) dari
hasil penelitian-penelitian serupa.

Proses Eksplorasi
Evidence Based Practice
Penerapan Evidence Based Practice dalam asuhan
kebidanan masa nifas
Kebiasaan Keterangan

Bayi benar-benar siaga selama 2 jam pertama setelah kelahiran. Ini merupakan
Memisahkan ibu dan bayi waktu yang tepat untuk melakukan kontak kulit ke kulit untuk mempererat
bonding attachment serta keberhasilan pemberian ASI

Menerapkan protokol Golden Hour yaitu kontak kulit ke kulit antara ibu dan
bayi, penundaan pemotongan tali pusat, dan inisiasi menyusu dini (IMD) dapat
meningkatkan angka menyusui, mengurangi morbiditas ibu dan bayi baru lahir,
dan menguatkan ikatan ibu-bayi baru lahir. Meskipun tidak semua pemangku
kepentingan pada awalnya akan mendukung perubahan praktik ini, pendidikan
untuk staf dan keluarga dapat membantu mengatasi hambatan logistik dan
kelembagaan, serta sikap dan kebiasaan, yang tidak memfasilitasi protokol
Golden Hour . Menyediakan waktu bagi wanita dan bayi baru lahir untuk
kontak langsung dengan kulit, penundaan penjepitan tali pusat, dan inisiasi dini
ASI dapat meningkatkan hasil kesehatan, menjadikannya penting untuk unit
KIA di rumah sakit dan pelayanan kesehatan lain untuk menerapkan protokol
Golden Hour dalam pengaturan kerja mereka. (Neczypor, 2017)
KOMUNIKASI
TERAPEUTIK
Northouse (1998: 12), komunikasi terapeutik adalah
kemampuan atau keterampilan bidan untuk membantu
pasien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan
psikologis, dan belajar bagaimana berhubungan dengan
orang lain

Pengertian Komunikasi
Terapeutik
1. Ada sumber proses komunikasi
2. Pesan disampaikan dengan penyandian balik (verbal &
non verbal).
3. Ada penerima
4. Lingkungan saat komunikasi berlangsung

Komponen Komunikasi
Terapeutik
1. Mendorong dan menganjurkan kerjasama antara bidan-
pasien.
2. Mengidentifikasi, mengungkap perasaan dan mengkaji
masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan
bidan.
3. Memberikan pengertian tingkah laku pasien dan
membantu pasien mengatasi masalah yang dihadapi.
4. Mencegah tindakan yang negatif terhadap pertahanan diri
pasien

Manfaat Komunikasi
Terapeutik
Komunikasi terapeutik dapat mengalami hambatan diantaranya :
1. Pemahaman berbeda.
2. Penafsiran berbeda.
3. Komunikasi yang terjadi satu arah.
4. Kepentingan berbeda.
5. Pemberian jaminan yang tidak mungkin.
6. Bicara hal-hal yang pribadi.
7. Menuntut bukti, penjelasan dan tantangan.
8. Mengalihkan topik pembicaran.
9. Memberikan kritik mengenai perasaan pasien.
10. Terlalu banyak bicara.
11. Memperlihatkan sifat jemu dan pesimis.

Faktor yang Mempengaruhi


Keberhasilan Komunikasi Terapeutik
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai