Anda di halaman 1dari 56

HALAMAN JUDUL

LAPORAN KASUS
SEORANG PEREMPUAN USIA 54 TAHUN DENGAN VERTIGO
PERIFER DAN DIABETES MILITUS TIPE 2

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian


Syarat Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Saraf

PEMBIMBING :
dr. Eddy Rahardjo, Sp. S
dr. Listyo Asist P., M.Sc, Sp. S

Disusun Oleh :
Nindya Ayu Pramesti, S.Ked
J510185035

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD KABUPATEN KARANGANYAR
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
SEORANG PEREMPUAN USIA 54 TAHUN DENGAN VERTIGO
PERIFER DAN DIABETES MILITUS TIPE 2

Diajukan Oleh :
Nindya Ayu Pramesti, S.Ked
J510185035

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Pembimbing stase Ilmu Penyakit Saraf
Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Pada hari ................,2018

Pembimbing :

dr. Eddy Rahardjo, Sp. S (............................)

dr. Listyo Asist P., M.Sc, Sp. S (.............................)

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii

LAPORAN KASUS............................................................................................................. 1

A. IDENTITAS PASIEN............................................................................................1

B. ANAMNESIS.......................................................................................................... 1

C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG..............................................................1

D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU....................................................................2

E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA..............................................................3

F. RIWAYAT KEBIASAAN....................................................................................3

G. ANAMNESIS SISTEM..........................................................................................3

H. RESUME ANAMNESIS.......................................................................................3

I. PEMERIKSAAN FISIK........................................................................................4

J. STATUS PSIKIS.....................................................................................................5

K. STATUS NEUROLOGI.........................................................................................6

L. PEMERIKSAAN PENUNJANG.......................................................................13

M. USULAN PEMERIKSAAN...............................................................................14
N. RESUME PEMERIKSAAN...............................................................................14

O. DIAGNOSIS BANDING....................................................................................14

P. DIAGNOSIS.......................................................................................................... 15

Q. TERAPI.................................................................................................................. 15

R. PROGNOSIS......................................................................................................... 15

S. FOLLOW UP........................................................................................................ 16

BAB II PENDAHULUAN...............................................................................................18

iii
BAB III TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................19

A. VERTIGO.............................................................................................................. 19

B. DIABETES MELITUS........................................................................................38

BAB IV PEMBAHASAN................................................................................................ 50

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 52

iv
BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S

Umur : 54 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Perkawinan : Menikah

Pekerjaan : Pedagang

Alamat : Karanganyar

Masuk RS : 8 Oktober 2018 pukul 14.11 WIB

B. ANAMNESIS
Autoanamnesis dan alloanamnesis dilakukan pada 9 Oktober 2018
Keluhan utama: pusing berputar

C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien mengeluh pusing berputar sejak 2 hari yang lalu ( 6 Oktober

2018), pusing dirasakan diseluruh bagian kepala, hilang timbul dan dalam
satu hari pusing berputar bisa muncul sebanyak 2-3x selama 10 detik.
Pusing dirasa berat sehingga pasien merasa lemas . Pusing dirasakan
semakin memberat apabila pasien kelelahan setelah beraktifitas dan
dengan perubahan posisi. Keluhan terasa berkurang apabila berbaring dan
memejamkan mata. Pusing terjadi tiba-tiba, tidak dipengaruhi sedang
beraktifitas maupun ketika istirahat. Disertai mual dan muntah sebanyak
lima kali, berkeringat dingin, nyeri ulu hati. Pasien sudah tidak dapat
melihat dengan baik, pengelihatan ganda pada kedua sisi mata disangkal,

tidak ada kelemahan anggota gerak, telinga berdenging (-), penurunan

1
2

pendengaran berkurang (-), demam (-), kejang (-), nyeri leher (-), rasa
melayang ketika berdiri (-). Pasien menyangkal adanya rasa baal,
kesemutan, batuk, pilek, namun mengakui mengalami kram pada betis saat

tidur sebanyak 2- 3 kali seminggu dan semakin sering selama 3 bulan


terakhir. Pasien mengaku keluhan pusing berputar baru pertama kali
dirasakan dan belum pernah diobati.

D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pasien memiliki riwayat DM sejak 3 bulan yang lalu, dengan gejala


sering merasa haus, sering BAK pada malam hari sebnyak 5- 6 kali, sering
lapar dan makan namun berat badan malah turun yang pada awalnya berat
badan Ny. S addalah 68 Kg kini menjadi 56 Kg. Pasien belum pernah
mengecek GDS dan meminum OAD sebelumnya.

Pasien memiliki riwayat sakit lambung sudah sejak kurang lebih 10


tahun yang lalu karena makan tidak teratur. Keluhan pada lambung
dirasakan perih dan rasa seperti terbakar, pasien pernah mengkonsumsi
obat herbal untuk mengatasi nyeri lambungnya dan kini sudah berhenti
selama 2 bulan.

1. Riwayat sering pusing : diterima

2. Riwayat keluhan serupa : disangkal

3. Riwayat hipertensi : disangkal

4. Riwayat hipotensi : diterima

5. Riwayat asma : disangkal

6. Riwayat trauma : disangkal

7. Riwayat opname : diterima


3

E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

1. Riwayat keluhan serupa : disangkal

2. Riwayat hipertensi : disangkal

3. Riwayat DM : disangkal

4. Riwayat asma : disangkal

F. RIWAYAT KEBIASAAN

1. Riwayat merokok : disangkal

2. Riwayat makan-makan berlemak : sesekali

3. Riwayat minum-minum beralkohol : disangkal

4. Riwayat minum kopi : disangkal

5. Riwayat olahraga : disangkal

6. Riwayat susah tidur : disangkal

G. ANAMNESIS SISTEM
1. Sistem Serebrospinal : Pusing berputar (+), diplopia (-/-),
nrocos (-), telinga berdenging(-)
2. Sistem Kardiovaskular : Tidak ada keluhan
3. Sistem Respirasi : Tidak ada keluhan
4. Sistem Gastrointestinal : mual, muntah, nyeri ulu hati
5. Sistem Muskuloskeletal : Tidak ada keluhan
6. Sistem Integumental : Tidak ada keluhan
7. Sistem Urogenital : Tidak ada keluhan

H. RESUME ANAMNESIS
Perempuan 54 tahun datang dengan keluhan utama pusing berputar.
Keluhan timbul secara mendadak, hilang timbul, dan bertambah terutama
jika berubah posisi kepala. Pasien merasakan mual dan muntah lima kali ,
4

nyeri ulu hati, serta keringat dingin. Disangkal telinga berdenging,


gangguan pendengaran, penglihatan ganda, kejang, demam, rasa baal,
batuk, pilek, dan trauma kepala. Pasien memiliki riwayat DM sudah sejak

3 bulan yang lalu, dan nyeri lambung sejak kurang lebih 10 tahun yang
lalu.

I. PEMERIKSAAN FISIK

• Status Generalis
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 80x/menit
- Respiratory rate : 20x/menit
- Suhu : 36,5 derajat celcius
- TB : ±165 cm
- BB : ± 56 kg
- IMT : 20,60

• Status generalis : tampak lemas, kesadaran compos mentis

• Kepala :

- Bentuk normocephal
- Rambut : Rambut beruban, sukar dicabut.
- Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret (-/-),
edema palpebra (-/-), reflek cahaya (+/ +) isokor.
- Hidung : Deformitas (-/-), secret (-/-) epistaksis (-/-), nafas cuping
hidung (-), tidak ada luka.
- Telinga : Deformitas (-/-), keluar cairan (-/-), hiperemis (-/-),
cerumen (-/-), nyeri tekan (-/-), tidak ada luka.
- Mulut : Lateralisasi (-), deformitas (-), stomatitis lidah (+),
sianosis(-), kering (-), lembab (-), gusi berdarah (-)
- Leher : pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-), masa
abnormal (-), kaku kuduk (-), deviasi trakea (-), tidak ada luka.

• Thorax:
5

O Cor:
Inspeksi : iktus cordis tampak
Palpasi : iktus cordis kuat angkat

Perkusi : batas atas kiri jantung SIC II linea parasternalis sinistra,


batas atas kanan jantung SIC II linea parasternalis dextra,
batas bawah kiri jantung SIC V 2 cm medial linea
midklavicularis sinistra.
Batas bawah kanan jantung SIC IV linea parasternalis
dextra.
Auskultasi : suara jantung S1-S2 reguler, cepat, suara tambahan (-)
O Pulmo:
Inspeksi : simetris, tidak terdapat ketinggalan gerak (-/-)

Palpasi : tidak terdapat ketinggalan gerak, fremitus normal.


Perkusi : sonor.
Auskultasi : SDV (+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).

• Abdomen:
O Inspeksi : cekung, bekas luka (-) sikatrik (-)
O Auskultasi : peristaltik (+)
O Palpasi : supel, nyeri tekan (+), hepatomegali (-), splenomegali (-)
O Perkusi : tympani (+)

• Ekstremitas :

Edema (-/-)

J. STATUS PSIKIS
• Cara berpikir : baik

• Orientasi : baik

• Perasaan hati : distimik

• Tingkah laku : baik, kooperatif

• Ingatan : baik

• Kecerdasan : baik
6

K. STATUS NEUROLOGI

• Kesadaran ; Compos mentis

• Kuantitaf : GCS : E4 V5 M6

• Kualitatif : - Tingkah laku : hipoaktif


- Perasaan hati : distimik
- Orientasi : tempat (baik); waktu (baik); orang
(baik) ; situasi (baik)
- Jalan pikiran : baik
- Kecerdasan : baik
- Daya ingat kejadian (baru) baik, (lama) baik
- Kemampuan bicara : normal
- Sikap tubuh : normal
Cara berjalan : normal

Gerakan abnormal : tremor (-)

1. Kepala : - Bentuk : simetris

- Ukuran : normocephal
- Pulsasi ( - )
- Nyeri tekan (-)
2. Leher : - Sikap : lurus

- Gerakan : bebas
- Kaku kuduk : tidak diperiksa
- Bentuk vertebra : lurus
- Tes Brudzinki : -
- Tes Nafziger : -
- Tes valsava : -
3. Nervus cranialis

N I (Olfaktorius) Kanan Kiri


Daya Penghidu N N

N II (Optikus)
7

Daya penglihatan N N
Pengenalan warna N N
Medan penglihatan Luas Luas

N III (Okulomotorius)
Ptosis - -
Gerakan bola mata ke
Superior + +
Inferior + +
Medial + +
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Bentuk pupil bulat bulat
Reflek cahaya langsung + +

Reflek kornea + +
N IV (Troklearis)
Gerak bola mata ke lateral bawah + +
Diplopia - -
Strabismus - -
N V (Trigeminus)
Menggigit N N
Membuka mulut N N
N VI ( Abdusens)

Gerakan mata ke lateral + +


N VII (Facialis)
Kerutan kulit dahi N N
Kedipan mata N N
Mengerutkan dahi N N
Mengerutkan alis N N
Menutup mata N N
Lipatan nasolabial N N
Sudut mulut N N

Meringis N N
8

Menggembungkan pipi N N
Lakrimasi - -

N VIII (Akustikus)

Mendengar suara + +
Mendengar detik arloji + +
N IX (Glosofaringeus)
Daya kecap lidah 1/3 belakang + +
Reflek muntah + +
Sengau - -
Tersedak - -
N X (Vagus)
Denyut nadi 80x/ menit 80x/menit

Bersuara + +
Menelan + +
N XI (Asesorius)
Memalingkan kepala + +
Sikap bahu N N
Mengangkat bahu N N
Trofi otot bahu eutrofi eutrofi
N XII (Hipoglosus)
Sikap lidah N N

Tremor lidah - -
Menjulurkan lidah + +
Trofi otot lidah eutrofi eutrofi

1. Meningeal sign
Kaku kuduk : (-)
Brudzinki I : (-)
Brudzinki II : (-)
Brudzinki III : (-)

Brudzinki IV : (-)
9

Tanda kernig : (-)


2. Badan
Trofi otot punggung : eutrofi

Nyeri membungkukkan badan : -


Trofi otot dada : -
Palpasi dinding perut : NT (-)
Kolumna vertebralis : bentuk (N)
3. Anggota gerak atas
Inspeksi : tidak ada kelainan
Palpasi : tidak ada kelainan
a. Lengan atas :

Kanan Kiri

Gerakan Bebas Bebas


Kekuatan otot 5 5

Tonus + +
Trofi Eutrofi Eutrofi

b. Lengan bawah

Kanan Kiri
Gerakan Bebas Bebas
Kekuatan otot 5 5

Tonus + +

Trofi Eutrofi Eutrofi

c. Tangan

Kanan Kiri
Gerakan Bebas Bebas
Kekuatan otot 5 5+
1

Tonus + +

Trofi Eutrofi Eutrofi

d. Sensibiltas

LenganLenganLengan Lengan Tangan Tangan


atas atas kiribawahbawah kiri kanan kiri
kanan kanan
Nyeri Dbn dbn Dbn dbn dbn dbn

Termis Dbn dbn Dbn dbn dbn dbn

Taktil Dbn dbn Dbn dbn dbn dbn

diskriminasi Dbn dbn Dbn dbn dbn dbn


Posisi Dbn dbn Dbn dbn dbn dbn

Vibrasi Dbn dbn Dbn dbn dbn dbn

Biceps Triceps
Reflek fisiologi +/+ +/+
Perluasan reflek -/- -/-
Reflek silang -/- -/-

Reflek patologis -/- -/-

4. Anggota gerak bawah


Inspeksi : tidak ada kelainan
Palpasi : tidak ada kelainan
a. Tungkai atas :

Kanan Kiri
Gerakan Bebas bebas

Kekuatan 5 5
1

Tonus + +

Trofi Eutrofi Eutrofi

b. Tungkai bawah:

Kanan Kiri
Gerakan Bebas Bebas

Kekuatan 5 5

Tonus + +

Trofi Eutrofi Eutrofi


c. Kaki

Kanan Kiri
Gerakan bebas Bebas

Kekuatan 5 5

Tonus + +

Trofi Eutrofi Eutrofi


d. Sensibilitas

TungkaiTungkai Tungkai Tungkai Kaki Kaki kiri


atas atas kiri bawah bawah kiri kanan

kanan kanan
Dbn Dbn
Nyeri dbn dbn dbn dbn

Termis Dbn dbn Dbn dbn dbn dbn

Taktil Dbn dbn Dbn dbn dbn dbn

Diskriminasi Dbn dbn Dbn dbn dbn dbn

Posisi Dbn dbn Dbn dbn dbn dbn

Vibrasi Dbn dbn Dbn dbn dbn dbn


1

Patella Achilles
Reflek fisiologi +/+ +/+
Perluasan reflek -/- -/-
Reflek silang -/- -/-

Kanan Kiri
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -

Schaeffaer - -
Rossolimo - -
Mendel bachterew - -
Tes kernig TD TD

Tes o’connel TD TD

Laseque TD TD

Tes patrick TD TD

Tes kontra patrick TD TD


Tes gaenselen TD TD

Klonus paha - -
Klonus kaki - -

5. Pemeriksaan Relevan Untuk Vertigo


a. Tes Nistagmus : Horizontal (+/+)
b. Koordinasi, langkah, dan keseimbangan :

1) tes telunjuk-hidung : dbn


1

2) Tes telunjuk- telunjuk : dbn


3) Tes pronasi- supinasi : dbn
4) Romberg’s sign : SDE

5) Tandem gait. : SDE


6) Unterberger's stepping test : SDE
c. Dix hallpike maneuver : +
6. Fungsi vegetatif :
a. Miksi : inkontinensia (-), retensi urin (-),
b. Defekasi : inkontinensia (-), retensio alvi (+) selama 2 hari

L. PEMERIKSAAN PENUNJANG
• 8 Oktober 2018

HEMATOLOGI Hasil Nilai rujukan Satuan


Hemoglobin 15.5 12.30-15.3 g/Dl
Hematokrit 47.7 35.00-47.00 %
Leukosit 14.84 4.4-11.3 10^3/uL
Trombosit 333 177-393 10^3/uL
Eritrosit 5.39 4.1-5.1 10^3/uL
MCV 88.5 82-92 fL
MCH 28.8 28,0-33,0 Pg
MCHC 32.5 32,0-37,0 g/Dl
Gran% 62.5 50-70 %
Limfosit% 33.6 25-40 %
Monosit% 2.4 3-9 %
Eosinofil% 1.1 0.5-5.0
Basofil% 0.4 0.0-1.0
KIMIA
Gula darah
Sewaktu 453 70-150 mg/100ml
1

M. USULAN PEMERIKSAAN
1. Darah rutin

2. Gula Darah Puasa dan Gula Darah 2 Jam Post Prandial

N. RESUME PEMERIKSAAN
1. Kesadaran : compos mentis, GCS: E4V5M6
2. TTV : TD:110/70 mmHg, Nadi : 80x/mnt,
RR : 20x/mnt, T : 36,50C
3. Tes Nistagmus : Horizontal (+/+)
4. Koordinasi, langkah, dan keseimbangan :
a. tes telunjuk-hidung: dbn

b. Tes telunjuk- telunjuk : dbn


c. Tes pronasi- supinasi : dbn
Dix hallpike maneuver :+
5. Lab :

Hemoglobin 15.5 12.30-15.3 g/Dl


Hematokrit 47.7 35.00-47.00 %
Leukosit 14.84 4.4-11.3 10^3/uL
Eritrosit 5.39 4.1-5.1 10^3/uL
GDS 453 70-150 mg/100ml

O. DIAGNOSIS BANDING
1. BPPV
2. Meniere disease
3. Neuritis vestibularis

Perbedaan BPPV Ménière’s disease VeStibular NeuritiS

Pusing Berputar + + +

Tinitus - + +
1

Tuli sensoris pada - + -


fluktuasi frekuensi yang
rendah

Sensasi penuh pada - + -


telinga
Nyeri telinga - - +

P. DIAGNOSIS

• Diagnosis klinis : pusing berputar (oscillopsia) yang memberat dengan


perubahan posisi dan gejala otonom yang berat.

• Diagnosis topis : sistem vestibuler

• Diagnosis etiologi : vertigo perifer dengan DM

Q. TERAPI
• Medikamentosa :
a. RL 20 tpm
b. Inj. Ceftriaxon 1 vial/12jam
c. Inj. Santagesik 1 amp/8 jam
d. Inj. Omeprazole 1 amp/ 12 jam
e. Betahistin tab 8 mg 2x2
f. Antasid tab kunyah 3x1 ac
g. Metformin 3x1
h. Glibenklamid 2mg tab 1x1

• Non Medikamentosa
a. Fisioterapi
b. Diet RG DM 1700 kkal

R. PROGNOSIS
• Death : ad bonam

• Disease : dubia ad bonam

• Disability : dubia ad bonam


1

• Discomfort : dubia ad bonam

• Dissatisfication : dubia ad bonam

S. FOLLOW UP

Tanggal 08-10-2018 09-10-2018

SUBYEKTIF pusing berputar sejakpusing berputar sejak 2


2 hari yll, mual (+), hari yll, mual (+),
muntah (+), keringatmuntah (+), keringat
dingin (+), diperburuk dingin (+), diperburuk

dengan perubahan dengan perubahan posisi


posisi (+), nyeri ulu (+), nyeri ulu hati (+)

hati (+)

OBYEKTIF

KU Compos mentis compos mentis

VS : TD 110/ 70 mmHg 110/70 mmHg

HR 78x / Menit 80x/menit

RR 20 x / Menit 20x/menit

S 36,4 0 C 36,50 C

GCS E4V5M6 E4V5M6

R. Fisiologis +/+ +/+

R. Patologis -/ - -/ -

R.Sensorik Dbn dbn


1

ASSESMENT

Dx. Klinik  Pusing berputar  Pusing berputar

Dx. Topik sistem vestibuler sistem vestibuler


vertigo perifer

vertigo perifer
Dx. Etiologik
DM

DM

a. RL 20 tpm a. RL 20 tpm
P
b. Inj. Ceftriaxon 1b. Inj.Ceftriaxon1
vial/12jam vial/12jam

c. Inj. Santagesik1 amp/8


c. jam
Inj. Santagesik amp/8
1 jam

d. Inj.Omeprazoled. Inj. Omeprazole1


1 amp/ 12 jam
amp/ 12 jam
e. Betahistin tab 8 mg
e. Betahistintab8
mg 2x2 2x2
f. Antasid tabf. Antasid tab kunyah
kunyah 3x1 ac 3x1 ac
g. Metformin 3x1 g. Metformin 3x1

h. Glibenklamid 2mg tab


h.1x1
Glibenklamid2mg tab 1x1

Non Non Medikamentos


Medikamentos a. Fisioterapi
a. Fisioterapi b. DietRGDM
b. DietRGDM 1700 kkal
1700 kkal
BAB II PENDAHULUAN
BAB II

PENDAHULUAN

Vertigo merupakan salah satu gejala sakit kepala yang sering disertai
pusing yang berputar. Menurut data di Amerika keluhan pusing merupakan
alasan 5,6 juta orang berkunjung ke klinik. Menurut beberapa penelitian
menyatakan bahwa 1/3 orang mengeluhkan pusing mengalami vertigo. Angka
kejadian vertigo sendiri tidak banyak hanya 4,9% (vertigo terkait migrain sebanyak
0,89% dan benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) sebanyak 1,6%).
Walaupun vertigo bukan merupakan salah satu penyakit yang banyak dikenal
orang dan dengan angka kejadian yang tinggi, namun seseorang dengan vertigo
dapat berbahaya

karena berisiko jatuh saat beraktivitas akibat gangguan keseimbangan hingga


kehilangan kesadaran/pingsan. Pada tahun 2009 dan 2010 di Indonesia angka
kejadian vertigo sangat tinggi sekitar 50% dari usia 40-50 sampai orang tua yang
berumur 75 tahun dan menurut prevalensi angka kejadian di Amerika Serikat
vertigo perifer cenderung terjadi pada wanita (Sumarliyah et al., 2011). Angka
kejadian vertigo terkait migrain sebanyak 0,89% dan benign paroxysmal
positional vertigo (BPPV) sebanyak 1,6%.

18
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. VERTIGO
1. DEFINISI
Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa
berputar mengelilingi pasien atau pasien serasa berputar mengelilingi
lingkungan sekitar. Vertigo tidak selalu sama dengan dizziness.
Dizziness adalah sebuah istilah non spesifik yang dapat dikategorikan
ke dalan 4 subtipe tergantung gejala yang digambarkan oleh pasien.
Dizziness dapat berupa vertigo, presinkop (perasaan lemas disebabkan
oleh berkurangnya perfusi cerebral), light-headness, disequilibrium
(perasaan goyang atau tidak seimbang ketika berdiri) (Sura & Newell,
2010).
Vertigo berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar
merujuk pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa
keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan oleh gangguan pada
sistim keseimbangan (Labuguen, 2006).

2. KLASIFIKASI

Vertigo dapat diklasifikasikan menjadi (Lempert & Neuhauser,


2009) :
a. Sentral diakibatkan oleh kelainan pada batang batang otak atau
cerebellum
b. Perifer disebabkan oleh kelainan pada telinga dalam atau nervus
cranialis vestibulocochlear (N. VIII)

19
2

3. ETIOLOGI

a. Penyebab perifer Vertigo


1) Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan


penyebab utama vertigo. Onsetnya lebih seriang terjadi pada usia
rata-rata 51 tahun (Mardjono & Sidharta, 2008).
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) disebabkan
oleh pergerakan otolit dalan kanalis semisirkularis pada telinga
dalam. Hal ini terutama akan mempengaruhi kanalis posterior dan
menyebabkan gejala klasik tapi ini juga dapat mengenai kanalis
anterior dan horizontal. Otolit mengandung Kristal-kristal kecil
kalsium karbonat yang berasal dari utrikulus telinga dalam.

Pergerakan dari otolit distimulasi oleh perubahan posisi dan


menimbulkan manifestasi klinik vertigo dan nistagmus (M et al.,
2006).
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) biasanya
idiopatik tapi dapat juga diikuti trauma kepala, infeksi kronik
telinga, operasi dan neuritis vestibular sebelumnya, meskipun
gejala benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) tidak terjadi
bertahun-tahun setelah episode (A, 2008).

2) Ménière’s disease
Ménière’s disease ditandai dengan vertigo yang intermiten
diikuti dengan keluhan pendengaran (Chain, 2009). Gangguan
pendengaran berupa tinnitus (nada rendah), dan tuli sensoris pada
fluktuasi frekuensi yang rendah, dan sensasi penuh pada telinga
(Swartz & P, 2005). Ménière’s disease terjadi pada sekitar 15%
pada kasus vertigo otologik (A, 2008).
Ménière’s disease merupakan akibat dari hipertensi
endolimfatik. Hal ini terjadi karena dilatasi dari membrane labirin
2

bersamaan dengan kanalis semisirularis telinga dalam dengan


peningkatan volume endolimfe.

3) Vestibular Neuritis
Vestibular neuritis ditandai dengan vertigo, mual, ataxia,
dan nistagmus. Hal ini berhubungan dengan infeksi virus pada
nervus vestibularis. Labirintis terjadi dengan komplek gejala
yang sama disertai dengan tinnitus atau penurunan pendengaran.
Keduanya terjadi pada sekitar 15% kasus vertigo otologik (Chain,
2009).

b. Penyebab Sentral Vertigo

1) Migraine
Selby and Lance (1960) menemukan vertigo menjadi
gejala yang sering dilaporkan pada 27-33% pasien dengan
migraine.. Sebelumnya telah dikenal sebagai bagian dari aura
(selain kabur, penglihatan ganda dan disarthria) untuk basilar
migraine dimana juga didapatkan keluhan sakit kepala sebelah.
Verigo pada migraine lebih lama dibandingkan aura lainnya, dan
seringkali membaik dengan terapi yang digunakan untuk
migraine (Swartz & P, 2005).

2) Vertebrobasilar insufficiency
Vertebrobasilar insufficiency biasanya terjadi dengan
episode rekuren dari suatu vertigo dengan onset akut dan spontan
pada kebanyakan pasien terjadi beberapa detik sampai beberapa
menit. Lebih sering pada usia tua dan pada paien yang memiliki
factor resiko cerebrovascular disease. Sering juga berhungan
dengan gejala visual meliputi inkoordinasi, jatuh, dan lemah.
Pemeriksaan diantara gejala biasanya normal (M et al., 2006).
2

3) Tumor Intrakranial
Tumor intracranial jarang member manifestasi klinik
vertigo dikarenakan kebanyakan adalah tumbuh secara lambat

sehingga ada waktu untuk kompensasi sentral. Gejala yang lebih


sering adalah penurunan pendengaran atau gejala neurologis .
Tumor pada fossa posterior yang melibatkan ventrikel keempat
atau Chiari malformation sering tidak terdeteksi di CT scan dan
butuh MRI untuk diagnosis. Multipel sklerosis pada batang otak
akan ditandai dengan vertigo akut dan nistagmus walaupun
biasanya didaptkan riwayat gejala neurologia yang lain dan jarang
vertigo tanpa gejala neurologia lainnya.

4. GEJALA KLINIS
a. VERTIGO SENTRAL
Penyebab vertigo jenis sentral biasanya ada gangguan di
batang otak atau di serebelum. Untuk menentukan gangguan di
batang otak, apakah terdapat gejala lain yang khas bagi gangguan di
batang otak, misalnya diplopia, parestesia, perubahan sensibilitas
dan fungsi motorik, rasa lemah (Mardjono & Sidharta, 2008).
b. VERTIGO PERIFER
Lamanya vertigo berlangsung (M et al., 2006):

1) Episode (serangan) vertigo yang berlangsung beberapa detik.


Paling sering disebabkan oleh vertigo posisional benigna.
Dapat dicetuskan oleh perubahan posisi kepala. Berlangsung
beberapa detik dan kemudian mereda. Paling sering
penyebabnya idiopatik (tidak diketahui), namun dapat juga
diakibatkan oleh trauma di kepala, pembedahan di telinga atau
oleh neuronitis vestibular. Prognosis umumnya baik, gejala
menghilang secara spontan.
2) Episode vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam.

Dapat dijumpai pada penyakit meniere atau vestibulopati


2

berulang. Penyakit meniere mempunyai trias gejala yaitu


ketajaman pendengaran menurun (tuli), vertigo dan tinitus.
3) Serangan vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai

beberapa minggu. Neuronitis vestibular merupakan kelainan


yang sering datang ke unit darurat. Pada penyakit ini, mulainya
vertigo dan nausea serta muntah yang menyertainya ialah
mendadak, dan gejala ini dapat berlangsung beberapa hari
sampai beberapa minggu. Fungsi pendengaran tidak terganggu
pada neuronitis vestibular. Pada pemeriksaan fisik mungkin
dijumpai nistagmus.

Ciri-ciri Vertigo perifer Vertigo sentral

Lesi Sistem vestibuler (telinga dalam,Sistem vertebrobasiler dan


saraf perifer) gangguan vaskular (otak,
batang otak, serebelum)

Penyebab Vertigoposisionalparoksismaliskemik batang otak,


jinak (BPPV), penyakit maniere,vertebrobasiler insufisiensi,
neuronitisvestibuler,labirintis,neoplasma, migren basiler
neuroma akustik, trauma

GejalagangguanTidak ada Diantaranya :diplopia,


SSP parestesi, gangguan sensibilitas
danfungsimotorik,disartria, gangguan ser

Masa laten 3-40 detik Tidak ada

Habituasi Ya Tidak

Jadi lelah Ya Tidak

Intensitas vertigo Berat Ringan


2

Telinga Kadang-kadang Tidak ada


berdenging dan
atau tuli

Nistagmus + -
spontan

• Faktor Pencetus
Faktor pencetus dan dapat mempersempit diagnosis
banding pada vertigo vestibular perifer. Jika gejala terjadi hanya
ketika perubahan posisi, penyebab yang paling mungkin adalah
BPPV. Infeksi virus yang baru pada saluran pernapasan atas
kemungkinan berhubungan dnegan acute vestibular neutritis atau
acute labyrhinti. Faktor yang mencetuskan migraine dapat
menyebabkan vertigo jika pasien vertigo bersamaan dengan
migraine. Vertigo dapat disebabkan oleh fistula perilimfatik
Fistula perimfatik dapat disebabkn oleh trauma baik langsung
ataupun barotraumas, mengejan. Bersin atau gerakan yang
mengakibatkan telinga ke bawah akan memprovokasi vertigo
pada pasien dengan fistula perilimfatik. Adanya fenomena
Tullio’s (nistagmus dan vertigo yang disebabkan suara bising
pada frekuensi tertentu) mengarah kepada penyebab perifer.

• Stess psikis yang berat dapat menyebabkan vertigo, menanyakan


tentang stress psikologis atau psikiatri terutama pada pasien yang
pada anamsesis tidak cocok dengan penyebab fisik vertigo
manapun (Labuguen, 2006).

• Riwayat keluarga
Adanya riwayat keluarga dengan migraine, kejang, menire
disease, atau yuli pada usia muda perlu ditanyakan.

• Riwayat pengobatan
2

Beberapa obat dapat menginduksi terjadinya vertigo melipti


obat-obatab yang ototoksik, obat anti epilepsy, antihipertensi, dan
sedative.

5. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari
10-2- detik akibat perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu
adalah berbalik di tempat tidur pada posisi lateral, bangun dari
tempat tidur, melihat ke atas dan belakang, dan membungkuk.
b. Pemeriksaan fisik
Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus

spontan, dan pada evaluasi neurologi normal. Pemeriksaan fisik


standar untuk BPPV adalah : Dix-Hallpike
c. Dix-Hallpike
Tes ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki masalah
dengan leher dan punggung. Tujuan adalah untuk memprovokasi
serangan vertigo dan untuk melihat adanya nistagmus. Cara
melakukan sebagai berikut:
1) Jelaskan prosedur pemeriksaan, dan vertigo mungkin akan
menghilang setelah beberapa detik

2) Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa,


sehingga ketika posisi terlentang kepala ekstensi ke
belakang 30-40 deraajat, penderita tetap diminta buka mata.
3) Kepala diputar menengok ke kanan 45 derajat
4) Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita,
penderita direbahkan sampai kepala tergantung pada ujung
tempat periksa.
5) Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo,
posisi dipertahankan 10-15 detik

6) Komponen cepat nistagmus harusnya up-bet dan ipsilateral


2

7) Kembalikan ke posisi duduk nistagmus bisa terlihat dalam


arah yang berlawanan dan penderita mengeluhkan kamar
berputar kearah berlawanan

8) Diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 45 derajat dst.

Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan


provokasi ke belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak
tampak lagi nistagmus. Pada pasien BPPV setelah provokasi
ditemukan nistagmus yang timbulnya lambat, 40 detik, kemudian
nistagmus hilang kurang dari satu menit.

6. PEMERIKSAAN FISIK
Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan

sistemik, otologik atau neurologik-vestibuler atau serebeler, dapat


berupa pemeriksaan fungsi pendengaran dan keseimbangan, gerak bola
mata/nistagmus dan fungsi serebelum. Pendekatan klinis terhadap
keluhan vertigo adalah untuk menentukan penyebab, apakah akibat
kelainan sentral yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat
(korteks serebrim serebelum, batang otak atau berkaitan dengan sistim
vestibuler/otologik, selain itu harus dipertimbangkan pula faktor
psiikologik/psikiatrik yang dapat mendasari keluhan vertigo tersebut
(Mardjono & Sidharta, 2008). Faktor sistemik yang juga harus

dipikirkan/dicari antara lain aritmi jantung, hipertensi, hipotensi, gagal


jantung kongestif, anemi, hipoglikemi. Dalam menghadapi kasus
vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk vertigonya, lalu letak
lesi dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal
yang tepat dan terapi simtomatik yang sesuai.
a. Pemeriksaan Neurologik
Pemeriksaan neurologic meliputi :
1) Pemeriksaan nervus cranialis untuk mencari tanda
paralisis nervus, tuli sensorineural, nistagmus (Lempert &

Neuhauser, 2009).
2

Nistagmus vertical 80% sensitive untuk lesi nucleus


vestibular atau vermis cerebellar. Nistagmus horizontal
yang spontan dengan atau tanpa nistagmus rotator

konsisten dengan acute vestibular neuronitis.


2) Gait test
a) Romberg’s sign
Pasien dengan vertigo perifer memiliki
gangguan keseimbangan namun masih dapat
berjalan, sedangkan pasien dengan vertigo sentral
memilki instabilitas yang parah dan seringkali
tidak dapat berjalan. walaupun Romberg’s sign
konsisten dengan masalah vestibular atau

propioseptif, hal ini tidak dapat dgunakan dalam


mendiagnosis vertigo.
Penderita berdiri dengan kedua kaki
dirapatkan, mula-mula dengan kedua mata terbuka
kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian
selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa
penderita tidak dapat menentukan posisinya
(misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara
tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada

mata tertutup badan penderita akan bergoyang


menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi,
pada mata terbuka badan penderita tetap tegak.
Sedangkan pada kelainan serebeler badan
penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka
maupun pada mata tertutup.
b) Tandem gait.
Penderita berjalan dengan tumit
kaki kiri/kanan diletakkan pada ujung
jari kaki

kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler,


2

perjalanannya akan menyimpang dan pada


kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh.
c) Unterberger's stepping test (Pasien disuruh untuk

berjalan spot dengan mata tertutup – jika pasien


berputar ke salah satu sisi maka pasien memilki
lesi labirin pada sisi tersebut) (Lempert &
Neuhauser, 2009).
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal
ke depan dan jalan di tempat dengan mengangkat
lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada
kelainan vestibuler posisi penderita akan
menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan

seperti orang melempar cakram; kepala dan badan


berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke
arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan
yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus
dengan fase lambat ke arah lesi.

d) Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)


Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan
lurus ke depan, penderita disuruh mengangkat

lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai


menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini
dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka
dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat
penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.
2

Pemeriksaan untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral


atau perifer.

1) Fungsi Vestibuler
a) Dix-Hallpike manoeuvre (Sura & Newell, 2010)

Dari posisi duduk di atas tempat tidur,


penderita dibaring-kan ke belakang dengan cepat,
sehingga kepalanya meng-gantung 45º di bawah
garis horisontal, kemudian kepalanya
dimiringkan 45º ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan
saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus,
dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya

perifer atau sentral.


Perifer (benign positional vertigo) : vertigo
dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10
detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit,
akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-
ulang beberapa kali (fatigue). Sentral : tidak
ada periode laten, nistagmus dan vertigo ber-
langsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang
reaksi tetap seperti semula (non-fatigue)

b) Test hiperventilasi
Tes ini dilakukan jika pemeriksaan-
pemeriksaan yang lain hasilnya normal. Pasien
diinstruksikan untuk bernapas kuat dan dalam 30
kali. Lalu diperiksa nistagmus dan tanyakan
pasien apakah prosedur ersebut menginduksi
terjadinya vertigo. Jika pasien merasakan vertigo
tanpa nistagmus maka didiagnosis sebagai
sindrom hiperventilasi. Jika nistagmus terjadi
3

setelah hiperventilais menandakan adanya tumor


pada nervus VIII (Mardjono & Sidharta, 2008)
c) Tes Kalori

Tes ini membutuhkan peralatan yang


sederhana. Kepala penderita diangkat ke
belakang (menengadah) sebanyak 60º.
(Tujuannya ialah agar bejana lateral di labirin
berada dalam posisi vertikal, dengan demikian
dapat dipengaruhi secara maksimal oleh aliran
konveksi akibat endolimf). Tabung suntik
berukuran 20 mL dengan ujung jarum yang
dilindungi oleh karet ukuran no 15 diisi dengan

air bersuhu 30ºC (kira-kira 7º di bawah suhu


badan) air disemprotkan ke liang telinga dengan
kecepatan 1 mL/detik, dengan demikian gendang
telinga tersiram air selama kira-kira 20 detik.
Bola mata penderita segera diamati terhadap
adanya nistagmus. Arah gerak nistagmus ialah ke
sisi yang berlawanan dengan sisi telinga yang
dialiri (karena air yang disuntikkan lebih dingin
dari suhu badan) Arah gerak dicatat, demikian

juga frekuensinya (biasanya 3-5 kali/detik) dan


lamanya nistagmus berlangsung dicatat.Lamanya
nistagmus berlangsung berbeda pada tiap
penderita. Biasanya antara ½ - 2 menit. Setelah
istirahat 5 menit, telinga ke-2 dites.
d) Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah
sakit, dengan tujuan untuk merekam gerakan
mata pada nistagmus, dengan demikian
3

nistagmus tersebut dapat dianalisis secara


kuantitatif.
e) Posturografi

Dalam mempertahankan keseimbangan


terdapat 3 unsur yang mempunyai peranan
penting : sistem visual, vestibular, dan
somatosensorik. Tes ini dilakukan dengan 6 tahap
:
i Pada tahap ini tempat berdiri penderita
terfiksasi dan pandangan pun dalam keadaan
biasa (normal)
ii pandangan dihalangi (mata ditutup) dan

tempat berdiri terfiksasi (serupa dengan tes


romberg)
iii pandangan melihat pemandangan yang
bergoyang, dan ia berdiri pada tempat yang
terfiksasi. Dengan bergeraknya yang
dipandang, maka input visus tidak dapat
digunakan sebagai patokan untuk orientasi
ruangan.
iv pandangan yang dilihat biasa, namun tumpuan

untuk berdiri digoyang. Dengan bergoyangnya


tempat berpijak, maka input somatosensorik
dari badan bagian bawah dapat diganggu.
v mata ditutup dan tempat berpijak digayang.
vi pandangan melihat pemandangan yang
bergoyang dan tumpuan berpijak digoyang.
Dengan menggoyang maka informasi sensorik
menjadi rancu (kacau;tidak akurat) sehingga
penderita harus menggunakan sistem sensorik

lainnya untuk input (informasi)


3

b. Fungsi Pendengaran
1) Tes garpu tala : Rinne, Weber, Swabach. Untuk
membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif

2) Audiometri : Loudness Balance Test, SISI,


Bekesy Audiometry, Tone Decay.

7. DIAGNOSIS PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada vertigo meliputi tes audiometric,
vestibular testing, evalusi laboratories dan evalusi radiologis,
Tes audiologik tidak selalu diperlukan. Tes ini diperlukan jika
pasien mengeluhkan gangguan pendengaran. Vestibular testing tidak
dilakukan pada semau pasieen dengan keluhan dizziness . Vestibular

testing membantu jika tidak ditemukan sebab yang jelas. Pemeriksaan


laboratories meliputi pemeriksaan elekrolit, gula darah, funsi thyroid
dapat menentukan etiologi vertigo pada kurang dari 1 persen pasien.
Pemeriksaan radiologi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan
vertigo yang memiliki tanda dan gejala neurologis, ada factor resiko
untuk terjadinya CVA, tuli unilateral yang progresif. MRI kepala
mengevaluasi struktur dan integritas batang otak, cerebellum, dan
periventrikular white matter, dan kompleks nervus VIII (Chain, 2009).

8. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Sekitar 20 sampai 40% pasien dapat didiagnosis segera setelah
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Diagnosis juga dapat ditentukan
berdasarkan komplek gejala yang terdapat pada pasien (table . dan
durasi gejala (table )

9. DIAGNOSIS BANDING
Dianosis banding dari vertigo dapat dilihat pada table berikut ini:
3

Table 1 Penyebab vertigo

Vertigo dengan tuli Vertigo tanpa tuli Vertigo dengan tanda


intracranial

Ménière’s disease Vestibular neuritis Tumor Cerebellopontine


angle

Labyrinthitis Benign positionalVertebrobasilar


vertigo insufficiency dan
thromboembolism

Labyrinthine Acute vestiblarTumor otak. Misalnya,


trauma dysfunction epyndimoma atau
metastasispadaventrikel
keempat

Acoustic neuroma Medication inducedMigraine


vertigo e.g
aminoglycosides

Acute cochleo Cervical spondylosis Multiple sclerosis


vestibular
dysfunction

Syphilis (rare)
Following flexion-Aura epileptic attack-
extension injury terutama temporal lobe
epilepsy

Obat-obatan- misalnya,
phenytoin, barbiturate

Syringobulosa
3

10. TERAPI
a. Medikasi
Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita

seringkali merasa sangat terganggu dengan keluhan vertigo


tersebut, seringkali menggunakan pengobatan simptomatik.
Lamanya pengobatan bervariasi. Sebagian besar kasus terapi dapat
dihentikan setelah beberapa minggu.
1) ANTIHISTAMIN
Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti
vertigo. Antihistamin yang dapat meredakan vertigo
seperti obat dimenhidrinat, difenhidramin, meksilin,
siklisin. Antihistamin yang mempunyai anti vertigo juga

memiliki aktivitas anti-kholinergik di susunan saraf


pusat. Mungkin sifat anti-kholinergik ini ada kaitannya
dengan kemampuannya sebagai obat antivertigo. Efek
samping yang umum dijumpai ialah sedasi (mengantuk).
Pada penderita vertigo yang berat efek samping ini
memberikan dampak yang positif.

2) ANTAGONIS KALSIUM
Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo.

Obat antagonis kalsium Cinnarizine (Stugeron) dan


Flunarizine (Sibelium) sering digunakan. Merupakan
obat supresan vestibular karena sel rambut vestibular
mengandung banyak terowongan kalsium. Namun,
antagonis kalsium sering mempunyai khasiat lain seperti
anti kholinergik dan antihistamin. Sampai dimana sifat
yang lain ini berperan dalam mengatasi vertigo belum
diketahui.

3) CINNARIZINE (STUGERONE)
3

Mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular.


Dapat mengurangi respons terhadap akselerasi angular
dan linier. Dosis biasanya ialah 15 – 30 mg, 3 kali sehari

atau 1 x 75 mg sehari. Efek samping ialah rasa


mengantuk (sedasi), rasa cape, diare atau konstipasi,
mulut rasa kering dan “rash” di kulit.

4) FENOTIAZINE
Kelompok obat ini banyak mempunyai sifat anti
emetik (anti muntah). Namun tidak semua mempunyai
sifat anti vertigo. Khlorpromazine (Largactil) dan
Prokhlorperazine (Stemetil) sangat efektif untuk nausea

yang diakibatkan oleh bahan kimiawi namun kurang


berkhasiat terhadap vertigo.

5) OBAT SIMPATOMIMETIK
Obat simpatomimetik dapat juga menekan vertigo.
Salah satunya obat simpatomimetik yang dapat
digunakan untuk menekan vertigo ialah efedrin. Lama
aktivitas ialah 4 – 6 jam. Dosis dapat diberikan 10 -25
mg, 4 kali sehari. Khasiat obat ini dapat sinergistik bila

dikombinasi dengan obat anti vertigo lainnya. Efek


samping ialah insomnia, jantung berdebar (palpitasi) dan
menjadi gelisah – gugup.

6) OBAT PENENANG MINOR


Dapat diberikan kepada penderita vertigo untuk
mengurangi kecemasan yang diderita yang sering
menyertai gejala vertigo.efek samping seperti mulut

kering dan penglihatan menjadi kabur.


3

a) Lorazepam. Dosis dapat diberikan 0,5 mg – 1

mg
b) Diazepam. Dosis dapat diberikan 2 mg – 5 mg.

7) OBAT ANTI KHOLINERGIK


Obat antikolinergik yang aktif di sentral dapat
menekan aktivitas sistem vestibular dan dapat
mengurangi gejala vertigo.

i Skopolamin

Skopolamin dapat pula dikombinasi dengan


fenotiazine atau efedrin dan mempunyai khasiat
sinergistik. Dosis skopolamin ialah 0,3 mg – 0,6
mg, 3 – 4 kali sehari.

b. Terapi fisik
Susunan saraf pusat mempunyai kemampuan untuk
mengkompensasi gangguan keseimbangan. Namun kadang-kadang
dijumpai beberapa penderita yang kemampuan adaptasinya kurang
atau tidak baik. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya gangguan
lain di susunan saraf pusat atau didapatkan deficit di sistem visual

atau proprioseptifnya. Kadang-kadang obat tidak banyak


membantu, sehingga perlu latihan fisik vestibular. Latihan
bertujuan untuk mengatasi gangguan vestibular, membiasakan atau
mengadaptasi diri terhadap gangguan keseimbangan. Tujuan
latihan ialah :
1) Melatih gerakan kepala yang mencetuskan vertigo atau
disekuilibrium untuk meningkatkan kemampuan mengatasinya
secara lambat laun.
2) Melatih gerakan bola mata, latihan fiksasi pandangan mata.

3) Melatih meningkatkan kemampuan keseimbangan


3

Contoh latihan :
1) Berdiri tegak dengan mata dibuka, kemudian dengan mata

ditutup.
2) Olahraga yang menggerakkan kepala (gerakan rotasi, fleksi,
ekstensi, gerak miring).
3) Dari sikap duduk disuruh berdiri dengan mata terbuka,
kemudian dengan mata tertutup.
4) Jalan di kamar atau ruangan dengan mata terbuka kemudian
dengan mata tertutup.
5) Berjalan “tandem” (kaki dalam posisi garis lurus, tumit kaki
yang satu menyentuh jari kaki lainnya dalam melangkah).

6) Jalan menaiki dan menuruni lereng.


7) Melirikkan mata kearah horizontal dan vertikal.
8) Melatih gerakan mata dengan mengikuti objek yang
bergerak dan juga memfiksasi pada objek yang diam.

c. Terapi Fisik Brand-Darrof


Ada berbagai macam latihan fisik, salah satunya adalah
latihan Brand-Darrof.

Keterangan Gambar:

1) Ambil posisi duduk.

2) Arahkan kepala ke kiri, jatuhkan badan ke posisi

kanan, kemudian balik posisi duduk.


3

3) Arahkan kepala ke kanan lalu jatuhkan badan ke

sisi kiri. Masing-masing gerakan lamanya sekitar


satu menit, dapat dilakukan berulang kali.

4) Untuk awal cukup 1-2 kali kiri kanan, makin


lama makin bertambah.

B. DIABETES MELITUS
1. Definisi
Diabetes mellitus didefenisikan oleh WHO (2012) sebagai suatu
penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak cukup lagi
memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak mampu lagi menggunakan
secara efektif insulin yang telah diproduksi. Hal inilah yang menyebabkan

terjadinya peningkatan kadar glukosa dalam darah. Sedangkan defenisi


lain dari diabetes mellitus, menurut American Diabetes Association(ADA)
2003, adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
adanya hiperglikemia yang disebabkan gangguan sekresi insulin, kerja
insulin ataupun keduanya. Keadaan hiperglikemia kronik inilah yang
berhubungan dengan terjadinya disfungsi dan kerusakan berbagai organ
terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan juga pembuluh darah.

2. Klasifikasi

American Diabetes Association (ADA) tahun 2009 telah


mengklasifikasikan pembagian Diabetes Melitus adalah sbb:
a. Diabetes Melitustipe 1
DM tipe 1 sering dikatakan sebagai diabetes “c” atau “Insulin
dependent”. Istilah “juvenile onset” sendiri diberikan karena onset DM
tipe 1 dapat terjadi mulai dari usia 4 tahun dan memuncak pada usia 11-13
tahun, selain itu dapat juga terjadi pada akhir usia 30 atau menjelang 40.
Karakteristik dari DM tipe 1 adalah insulin yang beredar di sirkulasi
sangat rendah, kadar glukagon plasma yang meningkat, dan sel beta

pancreas gagal berespons terhadap stimulus yang semestinya


3

meningkatkan sekresi insulin. DM tipe 1 sekarang banyak dianggap


sebagai penyakit autoimun. Pemeriksaan histopatologi pancreas
menunjukkan adanya infiltrasi leukosit dan destruksi sel Langerhans. Pada

85% pasien ditemukan antibody sirkulasi yang menyerang glutamic-acid


decarboxylase (GAD) di sel beta pancreas tersebut.

b. Diabetes Melitus tipe 2


Berbeda dengan DM tipe 1, DM tipe 2 tidak memiliki hubungan
dengan aktivitas HLA, virus atau autoimunitas dan biasanya pasien
mempunyai sel beta yang masih berfungsi (walau terkadang memerlukan
insulin eksogen tetapi tidak bergantung seumur hidup). DM tipe 2 ini
bervariasi mulai dari yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi

insulin relatif, sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama


resistensi insulin. Pada DM tipe 2 resistensi insulin terjadi pada otot,
lemak dan hati serta terdapat respons yang inadekuat pada sel beta
pankreas. Terjadi peningkatan kadar asam lemak bebas di plasma,
penurunan transport glukosa di otot, peningkatan produksi glukosa hati
dan peningkatan lipolisis. Defek yang terjadi pada DM tipe 2 disebabkan
oleh gaya hidup yang diabetogenik (asupan kalori yang berlebihan,
aktivitas fisik yang rendah, obesitas) ditambah kecenderungan secara
genetik. Nilai BMI yang dapat memicu terjadinya DM tipe 2 adalah
berbeda-beda untuk setiap ras.

c. Diabetes Melitus tipe lain


Diabetes Melitus tipe lain :

1. Defek genetik fungsi sel beta :


a. Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3.
b. DNA mitokondria
2. Defek genetik kerja insulin
3. Penyakit endokrin pankreas :
4

a. pankreatitis
b. tumor pankreas /pankreatektomi
c. pankreatopatifibrokalkulus

4. Endokrinopati :
a. akromegali
b. sindrom Cushing
c. feokromositoma
d. hipertiroidisme
5. Karena obat/zat kimia :
a. vacor, pentamidin, asam nikotinat
b. glukokortikoid, hormon tiroid
c. tiazid, dilantin, interferon alfa dan lain-lain

6. Infeksi :
a. Rubella kongenital, Cytomegalovirus (CMV)
7. Sebab imunologi yang jarang :
a. antibodi anti insulin
8. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM :
a. sindrom Down, sindrom Kleinfelter, sindrom Turner,
dan lain-lain.

d. Diabetes Kehamilan/gestasional

Diabetes kehamilan didefinisikan sebagai intoleransi glukosa dengan


onset pada waktu kehamilan. Diabetes jenis ini merupakan komplikasi
pada sekitar 1-14% kehamilan. Biasanya toleransi glukosa akan kembali
normal pada trimester ketiga.

3. Epidemiologi
Faktor lingkungan sangat berperan pada lebih dari 90% semua
populasi diabetes. Prevalensi pada bangsa kulit putih sekitar 3-6%dari
orang dewasanya. Angka ini merupakan baku emas untuk membandingkan
prevalensi diabetes antar berbagai kelompok etnik di seluruh dunia.
4

Dengan demikian kita dapat membandingkan prevalensi di suatu negara


atau suatu kelompok etnis tertentu dengan kelompok etnis kulit putih pada
umumnya. Pada negara berkembang yang laju pertumbuhan ekonominya
sangat menonjol, misalnya Singapura prevalensi diabetes sangat
meningkat dibandingkan 10 tahun lalu. Demikian pada negara yang
mengalami perubahan gaya hidup yang sangat berbeda dari sebelumnya
karena lebih makmur, prevalensi diabetes dapat mencapai 35%.

Data terakhir dari International Diabetes Federation tahun 2006,


prevalensi di negara timur tengah paling tinggi ( di atas 20%) dan disusul
oleh Mexico. Saat itu, Indonesia termasuk dalam kelompok dengan
prevalensi paling rendah. Hal ini kemungkinan disebabkan karena
Indonesia belum punya angka nasional resmi. Yang lebih memprihatinkan
adalah komposisi umur pasien diabetes di negara maju kebanyakan
berumur 65 tahun, sedangkan di negara berkembang kebanyakan pasien
diabetes berumur 45-64 tahun, yang merupakan golongan umur yang
masih produktif. Penelitian terakhir oleh Litbang Depkes menunjukkan
bahwa prevalensi nasional untuk Toleransi Glukosa Terganggu (TGT)
10,25% dan diabetes 5,7% (1,5% pasien diabetes yang sudah terdiagnosis
sebelumnya, 4,2% baru ketahuan diabetes saat penelitian.

4. Etiologi

Etiologi DM tipe 2 adalah penurunan fungsi sel beta yang


disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: glukotoksisitas, lipotoksisitas asam
lemak bebas, deposit amiloid, resistensi insulin, dan efek inkretin. Kadar
glukosa darah yang tinggi dan berlangsung lama akan meningkatkan stres
oksidatif, IL-1β, dan NF-κB sehingga terjadi peningkatan apoptosis sel
beta. Peningkatan asam lemak bebas yang berasal dari jaringan adiposa
dalam proses lipolisis akan mengalami metabolisme non-oksidatif menjadi
ceramide yang toksik terhadap sel beta sehingga terjadi apoptosis. Pada
keadaan resistensi insulin, kerja insulin dihambat sehingga kadar glukosa

darah akan meningkat, oleh karena itu sel beta mengkompensasinya


4

dengan meningkatkan sekresi insulin sehingga terjadi hiperinsulinemia.


Hiperinsulinemia juga diikuti dengan sekresi amylin dari sel beta yang
akan ditumpuk di sekitar sel beta hingga menjadi jaringan amiloid dan
akan mendesak sel beta sehingga akhirnya jumlah sel beta berkurang 50-
60% dari normal. Beberapa faktor yang berperan sebagai penyebab
resistensi insulin pada DM tipe 2 adalah obesitas (terutama sentral), diet
tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurang gerak bedab, dan faktor
keturunan. Keadaan resistensi insulin yang sebenarnya menyebabkan
glukotoksisitas, lipotoksisitas asam lemak bebas, dan deposit amiloid.

5. Faktor Risiko
Beberapa faktor resiko pada diabetes melitus tipe 2 antara lain:

1. Riwayat keluarga (orang tua atau saudara kandung)


2. Obesitas
3. Kurang beraktivitas
4. Ras atau etnik tertentu ( Amerika-Afrika, Amerika, Amerika-Asia)
5. Memiliki gangguan toleransi glukosa
6. Riwayat diabetes gestasional atau pernah melahirkan bayi dengan
berat . badan > 4 kg
7. Hipertensi (≥140/90)
8. Kadar HDL < 35 mg/dl dan/atau trigliserida >250 mg/dl
9. Sindrom polikista ovarium atau acanthosis nigricans
10. Riwayat penyakit vascular

6. Patogenesis
Resistensi insulin dan sekresi insulin yang abnormal merupakan
inti dari patogenesis diabetes mellitus tipe 2 (fauci et al, 2008).

Perkembangan resistensi insulin dan metabolisme glukosa yang


terganggu merupakan proses bertahap yang diawali peningkatan berat

badan yang berlebihan dan obesitas (Guyton dan Jhon, 2006). Obesitas
4

disebabkan oleh disposisi genetik, asupan makanan yang terlalu banyak,


dan aktivitas fisik yang terlalu sedikit. Gangguan keseimbangan antara
suplai energi dan energi yang digunakan meningkatkan konsentrasi asam
lemak di darah. Hal ini menyebabkan penurunan utilisasi glukosa di otot
dan jaringan lemak. Kemudian terjadi resistensi insulin, down-regulation
dari reseptor insulin semakin meningkatkan resistensi insulin. Selain
obesitas , adanya disposisi faktor genetik menyebabkan insensitivitas
insulin (Gilbernagi dan Lang, 2000). Insensitivitas insulin mengganggu
utilisasi dan penyimpanan karbohidrat, meningkatkan kadar gula darah,
dan meningkatkan sekresi insulin.

Adanya resistensi insulin dan insensitivitas insulin akan memicu


pankreas bekerja lebih keras untuk meningkatkan sekresi insulin sehingga
terjadi keadaan hiperinsulinemia. Namun kemudian kompensasi ini gagal
dan menimbulkan hiperglikemia. Selain itu sel beta pada pankreas mulai
‘lelah’ dan tidak dapat memproduksi insulin yang cukup untuk mengatasi
hiperglikemia.

7. Patofisiologi
Kadar gula darah yang meningkat akan menyebabkan
hiperosmolaritas pada cairan ekstraseluler. Gula darah yang terbawa di
ginjal tidak dapat tersaring seluruhnya sehingga akan terdapat glukosa

pada urine, selain itu keadaan yang hiperosmolaritas akan menyebabkan


cairan tubuh tertarik dan keluar bersama gula di urin dan termanifestasikan
sebagi poliuri. Kehilangan cairan akan mengaktifkan thirst-center
sehingga penderita diabetes akan merasa haus dan banyak minum
(Gilbernagi dan Lang, 2000).

Gangguan utilisasi glukosa akan menyebabkan cellular starvation


dan berkurangnya simpanan karbohidrat, lemak, dan protein di sel. Hal ini
akan menyebabkan pasien merasa lapar dan banyak makan. Penurunan
berat badan disebabkan oleh dua hal, yang pertama adalah kehilangan
cairan (poliuri) dan kedua adalah kerja insulin yang memaksa tubuh untuk
4

menggunakan simpanan lemak dan protein selular sebagai sumber energi


(Marfin, 2005).

8. Manifestasi Klinis
a. Keluhan Klasik
1) Penurunan berat badan dan rasa lemah
Penurunan berat badan biasanya relatif singkat dan terjadi rasa
lemah yang hebat. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat
masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk
menghasilkan tenaga. Oleh karena itu, sumber tenaga diambil dari
cadangan lain, yaitu sel lemak dan otot, akibatnya penderita kehilangan
jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.
2) Poliuri
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan
menyebabkan banyak urin. Urin yang sering dan dalam jumlah banyak
akan sangat mengganggu penderita, terutama pada waktu malam hari.
3) Polidipsi
Rasa haus sering dialami penderita karena banyaknya cairan yang
keluar dari urin. Penderita menyangka rasa haus ini disebabkan karena
udara yang panas atau beban kerja yang berat sehingga penderita
minum banyak.
4) Polifagia
Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisasikan
menjadi glukosa di dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan
sehingga penderita selalu merasa lapar.
b. Keluhan Lain
1) Gangguan Saraf Tepi (Kesemutan)
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama
pada kaki di waktu malam, sehingga mengganggu tidur.
2) Gangguan Penglihatan
Gangguan ini sering terjadi pada fase awal penyakit
diabetes.
4

3) Gatal/ Bisul
Kelainan kulit berupa gatal biasanya terjadi di daerah
kemaluan atau lipatan kulit, seperti ketika dan di bawah payudara.
Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama
sembuh. Luka ini dapat timbul akibat hal yang sepele, seperti luka
lecet karena sepatu atau tertusuk peniti.
4) Gangguan Ereksi
Gangguan ini menjadi masalah tersembunyi karena pasien
sering tidak terus terang mengemukakannya. Hal ini terkait budaya
masyarakat yang masih merasa tabu membicarakan masalah seks.
5) Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang
sering ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya
gejala yang dirasakan.

9. Diagnosis
Berdasarkan American Diabetes Association (ADA) tahun 2007,
diagnosa diabetes melitus dapat ditegakkan dengan beberapa kriteria yaitu:
a. Gejala diabetes klasik ( poliuri, polidipsi, dan penurunan berat badan)
ditambah dengan kadar gula darah random >200mg/dl
b. Kadar glukosa puasa ≥ 126 mg/dl

c. Kadar glukosa OGTT ≥ 200 mg/dl


Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1985)
a. Tiga hari sebelumnya makan seperti biasa
b. kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukan
c. puasa semalam, selama 10-12 jam
d. kadar glukosa darah puasa diperiksa
e. diberikan glukosa 75 gram atau 1,75 gram/kgBB, dilarutkan dalam
air 250 ml dan diminum selama/dalam waktu 5 menit
4

f. diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa;


selama pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.

Pemeriksaan kadar gula darah puasa merupakan pemeriksaan yang


paling terpercaya dan convinient pada pasien yang asimptomatik.

10. Skrining
ADA merekomendasikan dilakukan skrining pada individu dengan
umur ≥45 tahun setiap tiga tahun sekali atau individu yang lebih muda jika
overweight dan memiliki faktor resiko diabetes mellitus.

Pemeriksaan kadar gula darah saat puasa merupakan skrining yang


direkomendasikan karena:

a. Kebanyakan individu dengan kriteria DM tipe 2 asimptomatik dan tidak


menyadari mereka telah terkena penyakit tersebut
b. DM tipe 2 timbul 10 tahun sebelum terdiagnosa oleh dokter
c. Lima puluh persen pasien dengan DM tipe 2 memiliki satu atau lebih
komplikasi pada saat diagnosa DM ditegakkan

11. Penatalaksanaan

Pilar utama dalam pengelolaan DM ada 4 :

a. Edukasi
Diabetes Tipe 2 biasa terjadi pada usia dewasa, suatu periode
dimana telah terbentuk kokoh pola gaya hidup dan perilaku.
Pengelolaan mandiri diabetes secara optimal membutuhkan partisipasi
aktif pasien dalam merubah perilaku yang tidak sehat. Tim kesehatan
harus mendampingi pasien dalam perubahan perilaku tersebut, yang
berlangsung seumur hidup. Keberhasilan dalam mencapai perubahan
perilaku, membutuhkan edukasi, pengembangan keterampilan (skill),

dan motivasi yang berkenaan dengan:


4

1) Makan makanan sehat.

2) Kegiatan jasmani secara teratur.

3) Menggunakan obat diabetes secara aman, teratur, dan pada waktu-waktu yang
spesifik.

4) Melakukan pemantauan glukosa darah mandiri dan memanfaatkan berbagai


informasi yang ada.

5) Melakukan perawatan kaki secara berkala.

6) Mengelola diabetes dengan tepat.

7) Mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan keterampilan.

b. Perencanaan Makan
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak sesuai kecukupan
gizi baik sebagai berikut:
Karbohidrat 45-60 %
Protein 10-20 %
Lemak 20-25 %

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur,


stres akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan
berat badan idaman.
Untuk kepentingan klinik praktis, dan menghitung jumlah kalori,
penentuan status gizi memanfaatkan rumus Broca, yaitu:

Berat Badan Idaman (BBI) = (TB-100) - 10%

Status gizi:

BB kurang bila BB < 90% BBI

BB normal bila BB 90-110% BBI


4

BB lebih bila BB 110-120% BBI

Gemuk bila BB >120% BB

Jumlah kalori yang dibutuhkan dihitung dari berat badan idaman


dikali kebutuhan kalori basal (30 Kkal/Kg BB untuk laki-laki dan 25 Kkal
KG BB untuk perempuan). Kemudian ditambah dengan kebutuhan kalori
untuk aktivitas sebesar 10-30 %.

c. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu)
dengan durasi 30 menit, yang sifatnya CRIPE (continous, rhytmical,
interval, progressive, endurance training) misalnya jalan kaki, jalan
cepat atau jogging. Dan diharapakan dapat mencapai sasaran denyut
nadi maksimal dan disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi
penyakit penyerta.

d. Obat-obatan penurun kadar gula darah


Terapi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah
belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi
farmakologik tersebut dapat berupa Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
dan insulin.
1) Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dapat dibagi menjadi 4 golongan:
a) Golongan pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue),
contoh sulfonylurea dan glinid.
b) Golongan penambah sensitivitas terhadap insulin, contoh
tiazolidindion dan metformin.
c) Golongan penghambat glukosidase alfa contohnya Acarbose
d) Insulin
Disamping pemberian insulin secara konvensional 3 kali
sehari dengan memakai insulin kerja cepat, insulin juga dapat
diberikan dalam dosis terbagi, insulin kerja menengah dua kali
4

sehari dan kemudian diberikan campuran insulin kerja cepat


dimana perlu sesuai dengan respon kadar glukosa darahnya.

12. Prognosis

Prognosis umumnya dubia. Karena penyakit ini adalah penyakit


kronis, quo ad vitam umumnya adalah dubia ad bonam, namun quo ad
fungsionam dan sanationamnya aalah dubia ad malam.
BAB IV PEMBAHASAN
BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosis vertigo dibuat atas dasar keluhan pasien berupa keluhan pusing
berputar. Vertigo yang dirasakan pasien merupakan vertigo perifer karena keluhan
muncul tiba-tiba, dipengaruhi oleh posisi, terdapat mual muntah yang cukup
hebat, tidak terdapat tinnitus.

Kecenderungan terhadap BPPV didapatkan karena sifat dari vertigo pasien


yag dipengaruhi oleh posisi, yaitu saat bangun dari tempat tidur dan menghilang
sendiri setelah 10-15 detik. Mual dan muntah yang dirasakan pasien dapat
disebabkan oleh gangguan motion sickness karena pusing berputar yang diasakan
pasien. Akan tetapi, hal ini dapat juga menimbulkan kecurigaan terhadap neuritis
vestibularis, yaitu keluhan vertigo yang disertai mual, muntah yang biasanya
didahului oleh suatu infeksi virus pada sistem pernafasan atas. Infeksi pada
neuritis vestibularis merupakan infeksi saluran napas atas. Pada pasien tidak
terdapat gejala pilek. Pasien juga masih dapat berjalan dengan baik, pada neuritis
vestibularis pasien cenderung tidak dapat berjalan dengan baik.

Terapi yang diberikan pada pasien berupa santagesik, omeprazole,


ceftriaxone, antasida. metformin, glimepirid, dan betahistin mesilate. Betahistin
merupakan golongan antihistamin yang digunakan sebagai obat anti-vertigo.
Dosis yang biasa digunakan adalah 3x 6-12 mg per hari. Omeprazole merupakan
penghambat pompa proton. Obat ini mengurangi sekresi asam lambung dengan
jalan menghambat enzim H+, K+, ATPase secara selektif dalam sel-sel parietal.
Efektif untuk pengobatan jangka pendek tukak lambung dan duodenum.
Omeprazole ini juga digunakan untuk mencegah dan mengobati tukak yang
menyertai penggunaan AINS.

50
51

DM merupakan salah satu penyakit metabolik yang disebabkan oleh banyak faktor penyebab, yang ditandai deng
DAFTAR PUSTAKA

A, Mark, 2008. Symposium on Clinical Emergency: Vertigo Clinical Assesment


and Diagnosis. British Journal of Hospital Medicine.

Chain, TC, 2009. Practical Neurology Third Edition: Approach to the Patient with
Dizziness and Vertigo. Illnois Journal.

E, Sukandar, 2006. Nefrologi Klinik Edisi III. Bandung: PII Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FK UNPAD.

Labuguen, R., 2006. Initial Evaluation of Vertigo. Journal American Family


Physician.

Lempert, T. & Neuhauser, H., 2009. Epidemiology of Vertigo, migrain, and


Vestibular Migrain. Journal Neurology, pp.333-38.

Mardjono , M. & Sidharta, P., 2008. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian
Rakyat.

M, Kovar, T, Jepson & S , Jones, 2006. Diagnosing and Treating Benign


Paroxysmal Positional Vertigo. J Gerontol Nurs.

Sudoyo, A, 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing.

Sura, DJ. & Newell, S., 2010. Vertigo- Diagnosis and management in primary
care. BJMP.

Swartz, R. & P, Longwell, 2005. Treatment of Vertigo. Journal of American


Famil Physician.

52

Anda mungkin juga menyukai