STATUS PASIEN
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. PD
Usia
: 78 tahun
Alamat
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pensiunan
II.
ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Pasien mengeluh pusing disertai mual sejak 2 minggu SMRS, 1 hari SMRS pasien
merasa keluhannya semakin memburuk, pasien merasa pusing berputar, sulit berdiri
tegak dan mengeluh mudah terjatuh karena merasa seperti berada di perahu, pasien juga
menjadi selalu berpegangan ketika berdiri. Keluhan tersebut juga disertai mual dan
muntah. Mual dan muntah terjadi seusai pasien makan atau meminum sesuatu. Mual
juga dirasa bertambah bila pasien bergerak dan banyak berbicara. Saat ini pasien juga
mengeluh sakit disekitar belakang telinga. Keluhan telinga berdenging (-), rasa lemah di
tubuh (-), bicara pelo (-), kesulitan menelan (-), kesemutan di sekitar mulut, tangan, kaki
(-), gangguan penglihatan (-), kejang (-), pingsan (-), Demam (-), lemas (+)
RPD
Hipertensi (+), diabetes mellitus (-), penyakit jantung/paru/hati (-), alergi obat (-).
Riwayat sakit telinga (-), riwayat keluhan sama sebelumnya (-), riwayat benturan di
kepala (-)
2 hari sebelum dirawat di RS pasien sudah di bawa ke IGD RSIJ pondok kopi dengan
keluhan mual dan muntah, namun keluhan membaik setelah diberikan obat
RPO
Pasien telah meminumobat pusing yang dibeli dari warung namun keluhan tidak
membaik
Pasien telah berobat ke IGD RSIJ pondok kopi 2 hari sebelum dirawat, dan di izinkan
pulang (inpepsa, lansoprazole,amlodipine, analsik)
RPK
Riwayat keluhan serupa pasien disangkal, riwayat hipertensi (+) adik pasien, riwayat
diabetes melitus disangkal.
Riwayat psikososial
Pasien telah berhenti merokok selama +/- 8 tahun terakhir, minum alkohol (-), obatobatan terlarang (-)
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran
Suhu : 36,8o C
: Compos mentis
1. Status generalis
Telinga: deformitas (-), tanda radang (-), sekret (-), nyeri tekan (-), membran timpani
intak
Tenggorok : faring hiperemis (-), tonsil T1-T1, uvula di tengah, arkus faring simetris
gallop (-)
Paru
Abdomen: datar, lemas, nyeri tekan (-), hati-limpa tidak teraba, bising usus (+) normal
Ekstremitas
Kulit : warna sawo matang, turgor cukup, elastisitas baik, ikterus (-)
: vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/: akral hangat, perfusi perifer baik, edema -/-
2. Status neurologic
GCS
Pupil : bulat, isokor, diameter 3 mm/3 mm, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya
: E4M6V5 = 15
Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk (-), Laseque >700/>70o, Kernig >135o/>135o,
Brudzinsky I -/-, Brudzinsky II -/-
Saraf cranialis:
Saraf Kranial
N.I (Olfaktorius)
Daya Pembauan
Hidung Kanan
Hidung Kiri
Normosmia
Normosmia
N.II (Optikus)
Mata kanan
Mata kiri
Visus
6/6
6/6
Lapang Pandang
Normal
Normal
Funduskopi
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
N.III (Okulomotoris)
Ptosis
Mata kanan
Mata kiri
(-)
(-)
Bulat
Bulat
3 mm
3 mm
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
Pupil
a. Bentuk
b. Diameter
c. Reflex Cahaya
Direk
Indirek
Gerak bola mata
a.
b.
c.
d.
Atas
Bawah
Medial
Medial atas
N. IV (Throklearis)
Mata kanan
Mata kiri
(-)
(-)
(+)
(+)
Stabismus
divergen
Gerakan bola mata
Medial bawah
N.V (Trigeminus)
Kanan
Kiri
Motorik
Mengunyah
(+)
Sensibilitas
a. Cabang
oftalmikus
b. Cabang maksila
c. Cabang
mandibula
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Mata kanan
Mata kiri
(-)
(-)
(+)
(+)
Reflex
a. Kornea
b. Bersin
N. VI (Abdusens)
Strabismus
konvergen
Gerakan bola mata
Lateral
N.VII (Facial)
Kanan
Kiri
(+)
(-)
(+)
(+)
(+)
(+)
Motorik
a. Mengangkat alis
b. Menyeringai
c. Meniup
Sensorik
a. Daya kecap lidah 2/3
Tidak dilakukan
depan
b. Sekresi air mata
Tidak dilakukan
Kiri
Pendengaran
a.
b.
c.
d.
Test Bisik
Tese Rinne
Test Weber
Test Swabach
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Simetris
Terangkat, simetris
Reflex muntah
(+) / (+)
Tidak dilakukan
N. XI (Assesorius)
Kanan
Kiri
Memalingkan kepala
(+)
(+)
Mengangkat bahu
(+)
(+)
N.XII (Hypoglosus)
Sikap lidah
Deviasi ke kanan
(-)
Rangsang
Tremor lidah
Nyeri
Fasikulasi lidah
Parese N.XII dekstra
Raba
Kanan
Kiri
(+)
(+)
(+)
(+)
Ekstremitas Atas
(+)
(+)
Ekstremitas Bawah
(+)
(+)
(+)
Ekstremitas Atas
(-)
Ekstremitas Bawah
Suhu
Tidak dilakukan
Ekstrimitas :
Kekuatan Motorik
: 5555 / 5555
5555 / 5555
Sensorik
Reflex fisiologis:
-
biseps +/+,
triseps +/+,
patella +/+,
Refleks patologis:
-
Babinski : (-)
Chaddock :(-)
Oppenheim : (-)
Gordon(-)
Gonda(-)
Shcaeffer(-)
Tes Hoffman Trommer (-)
Sensorik
: Hipestesi (-)
Otonom
3. Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Tanggal/Jam
Pemer.
tepi
14/02/ 2015
Hemoglobin
15/02/2015
Radiologi
Darah Hasil
Satuan
Nilai rujukan
13.5
g/dl
13.5-17.5
Hematokrit
40
40-50
Trombosit
158
Ribu/dl
150-400
Leukosit
4.9 (L)
Ribu/dl
5,00 10,00
Natrium
141
mmol/L
132-145
Kalium
3.65
mmol/L
3.50-5.50
Cholride
104
mmol/L
98-110
SGOT
20
U/L
10-35
SGPT
22.8
U/L
10-45
Urea
66 (H)
mg/dL
10-50
Kreatinin
1.8(H)
mg/dL
0.67-1.17
GDS
93
mg/dL
70-200
GDP
93
mg/dL
14 Februari 2015
Thorax :
Cor CTR >50% aorta elongation
Mediastinum tidak melebar
Pulmo : hilus tidak melebar
Corakan bronkovaskular kanan dan kiri normal
Parenchym tidak terlihat infiltrate
Sinus, diafragma dan costa normal
Kesan : cardiomegaly configurasi aorta.
Pulmo dalam batas normal.
15 Februari 2015
Cervical 4 posisi
Aligment vertebra cervical lordotik kurang
Struktur tulang terlihat osteofit di corpus VC 4-7
Discus intervertebralis C5-6 menyempit
Foramen intervertebrale C5-6 kanan dan 4-5,5-6,6-7 kiri menyempit.
Soft tissue tenang tidak terlihat kalsifikasi
Kesan : -Spondylo arthrosis vertebra cervical 4-7
-Penyempitan FIV cervical 5-6 kanan dan 4-5,5-6,6-7 kiri
Mastoid bilateral
Canalis acusticus kanan dan kiri menyempit
Anthrum mastoid kanan dan kiri sclerotic
Air cell mastoid kanan dan kiri berkurang
Tidak terlihat lesi destruksi radiolusen/tanda cholesteatoma mastoid kanan dan kiri
Kesan : Tanda mastoiditis bilateral
IV.
RESUME
Pasien laki-laki usai 78 tahun, dengan keluhan pusing disertai mual sejak 2 minggu
SMRS, 1 hari SMRS keluhan semakin memburuk, keluhan saat ini juga disertai pusing
berputar, sulit berdiri tegak, merasa bergoyang seperti berada di perahu, pasien juga
menjadi selalu berpegangan ketika berdiri. Mual dan muntah terjadi seusai pasien makan
atau meminum sesuatu. Mual bertambah bila pasien bergerak dan banyak berbicara.
Pasien juga mengeluh sakit di kepala bagian belakang.
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan tekanan darah tinggi, penurunan pendengaran tellinga
kanan, dan gangguan keseimbangan.
V.
DIAGNOSIS
VI.
PROGNOSIS
VII.
PENATALAKSANAAN
Nonmedikamentosa:
Medikamentosa:
Betahistine 3 x 8 mg
Mefinal 2x1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Istilah vertigo berasal dari bahasa Latin verto yang artinya memutar atau gerakan
berputar. Vertigo adalah suatu bentuk gangguan orientasi berupa ilusi atau halusinansi gerakan
diamana perasaan dirinya bergerak berputar atau bergelombang terhadap ruangan di sekitarnya
atau ruangan sekitarnya yang bergerak terhadap dirinya. Dizziness adalah gangguan perasaan
kesimbangan tubuh terhadap ruang sekitarnya.
B. EPIDEMIOLOGI
Vertigo dan dizziness merupakan salah satu keluhan tersering pasien datang ke dokter.
Insiden vertigo secara umum beragam yaitu 5 sampai 30% dari populasi dan mencapai 40% pada
orang yang berumur di atas 40 tahun. Vertigo meningkatkan resiko cedera akibat trauma sampai
25% pada penderita yang berumur diatas 65 tahun. Di Amerika, dari data pada tahun 1999
sampai 2005 didapatkan bahwa vertigo merupakan 2,5% dari diagnosis pasien yang datang ke
ruang gawat darurat.
C. PATOFISIOLOGI
Keseimbangan dan kemampuan menyadari posisi dan kedudukan terhadap ruangan
sekitarnya diatur oleh integrasi berbagai sistem yaitu:
1. Sistem vestibular. Impuls pada labirin yang berfungsi sebagai proprioseptor spasial
spesifik sangat sesitif terhadap perubahan kecepatan pergerakan dan posisi tubuh.
2. Sistem visual, impuls visual yang berasal dari retina dan impuls proprioseptif yang
berasal dari otot bola mata berguna dalam menetapkan jarak suatu objek dari tubuh.
Impuls ini judikoordinasikan dengan impuls dari sistem vestibuler.
3. Sistem proprioseptif. Impuls proprioseptif yang berasal dari otot dan tendon
berhubungan dengan reflek postural dan gerakan yang disadari.
Jaringan saraf yang terkait dalam proses timbulnya vertigo antara lain:
1. Reseptor alat keseimbangan tubuh yang berperan dalam proses tranduksi yaitu
mengubah rangsangan menjadi bioelektrokimia yang terdiri dari reseptor mekanis di
vestibulum, reseptor cahaya di retina, reseptor mekanik di kulit.
2. Saraf aferen yang berperan dalam proses transmisi menghantarkan impuls ke pusat
keseimbangan di otak. Terdiri dari : Nervus vestibularis, nervus optikus dan
spinovestibuloserebelaris pathway.
3. Pusat keseimbangan yang berperan dalam proses modulasi, komparasi, integrasi /
koordinasi dan presepsi.
Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler,
visual dan proprioseptif. Dari ketiga reseptor tersebut informasi terbesar masuk melalui reseptor
vestibuler (lebih dari 50%). Arus informasi berlangsung intensif apabila terjadi gerakan atau
perubahan posisi kepala atau tubuh. Gerakan ini akan menyebabkan perpindahan cairan
endolimfe di labirin dan selanjutnya silia dari sel rambut akan menekuk. Tekukan ini akan
menyebabkan perubahan permeabilitas membran sel yang mengakibatkan depolarisasi sel saraf
yang selanjutnya berjalan sebagai impuls sensorik melalui nervus vestubularis ke pusat
keseimbangan di otak. Impuls tersebut selanjutnya dihantarkan ke serebelum, kortek serebri,
hipothalamus dan pusat otonomik di formasio retikularis. Neurotransmitter yang berperan dalam
impuls aferen vestibuler adalah bersifat eksitator, antara lain glutamate, aspartat, asetilkolin,
histamine dan substansi P. Sedangkan neurotransmiter yang berperan dalam impuls eferen
vestibuler adalah bersifat inhibitor, yaitu GABA, glisin, noradrenalin, dopamine, dan serotonin.
Pengetahuan mengenai neurotransmitter ini berguna dalam prinsip terapi medikamentosa dari
vertigo.
Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang dipersepsi
oleh susunan saraf pusat.
D. KLASIFIKASI
Berdasarkan etiologi, vertigo dapat dikategorikan ke dalam empat jenis; otologik, sentral,
medikal dan tak terlokalisir.
1. Vertigo otologik
merupakan sepertiga dari semua pasien dengan vertigo. Vertigo otologik terdiri dari
komponen substansial:
a.) Benign paroksismal posisional vertigo (BPPV) adalah jenis yang paling umum dari
vertigo otologik, terhitung sekitar 20% dari vertigo dari semua penyebab dan 50% dari
semua kasus otologik. Pada BPPV terjadi serangan singkat vertigo yang dipicu oleh
perubahan orientasi kepala terhadap gravitasi. BPPV disebabkan oleh lepasnya otolith
yang terdiri dari kristak kalsium karbonat dalam kanalis semisirkularis, biasanya kanal
posterior telinga bagian dalam.
b.) Neuritis vestibular, gejalanya vertigo, mual, ataksia, dan nistagmus. Hal ini berhubungan
infeksi virus pada nervus vestibular dengan gejala bersifat akut dan prolong. Jika disertai
berkurangnya pendengaran, berarti melibatkan labirin dan disebut labyrinithis. neuritis
vestibular dan labyrinthitis merupakan 15% dari semua kasus vertigo otologik.
c.) Penyakit Meniere terdiri dari gejala vertigo intermiten yang disertai oleh tinnitus dan
gangguan pendengaran. Penyakit ini diduga disebabkan oleh overdistensi kompartemen
endolimfatik. Penyakit Meniere sekitar 15% kasus vertigo otologik.
d.) Paresis vestibular bilateral ditandai dengan oscilopsia dan ataksia, biasanya disebabkan
oleh hilangnya sel-sel rambut vestibular. Terjadi karena pengobatan selama beberapa
minggu dengan antibiotik ototoksik intravena atau intraperitoneal (gentamisin). Jauh
lebih jarang, paresis vestibular bilateral terjadi karena gangguan autoimun seperti
Sindrom Cogan (disertai dengan gangguan pendengaran bilateral)
e.) Sindrom superior canal dehiscence (SCD) dan fistula Perilimfe (PLF) ditandai dengan
vertigo yang disebabkan oleh suara (fenomena Tullio). Diagnosis SCD telah meningkat
pesat pada tahun terakhir
potensials(VEMP). Pada PLF, terjadi ruptur antara telinga bagian dalam yang berisi
cairan dan telinga tengah yang berisi udara. Barotrauma, seperti pada scuba diving,
adalah penyebab yang sering. Operasi otosklerosis atau cholesteatoma juga merupakan
penyebab PLF yang sering. Sangat jarang PLF yang terjadi secara spontan.
f.) Tumor yang mengkompresi saraf kranial VIII mempunyai gejala gangguan pendengaran
asimetris dikombinasikan dengan ataksia ringan. Tumor jaringan saraf sangat jarang pada
populasi vertigo.
2. Vertigo sentral merupakan vertigo yang disebabkan oleh disfungsi struktur sistem saraf
pusat. Vertigo sentral terdiri dari 2% sampai 23% dari keseluruhan vertigo. Pada sebagian
besar kasus, vertigo sentral disebabkan oleh gangguan pembuluh darah seperti stroke, TIA
dan migrain vertebrobasilar.
a.) Stroke dan TIA melibatkan batang otak atau serebelum menyebabkan sekitar sepertiga
dari seluruh kasus vertigo sentral. Kelainan ini biasanya disebabkan oleh emboli. Vertigo
murni kadang hanya merupakan gejala tunggal stroke pada fossa posterior sehingga sulit
membedakan TIA yang mengenai nukleus vestibular atau cerebellum dari proses lain
yang berpengaruh terhadap nervus vestibular atau end organ.
b.) Migrain basilar muncul gejala vertigo dan sakit kepala, tetapi juga dapat muncul sebagai
vertigo terisolasi. Migrain menyebabkan sekitar 15% kasus vertigo sentral. Migrain
sering terjadi pada wanita di usia tiga puluhan.
c.) Kejang dengan gejala munculan vertigo dengan gejala motorik atau konfusi. Sekitar 5%
kasus vertigo sentral disebabkan oleh kejang. Dizziness sering merupakan salah satu
gejala pada epilepsi.
d.) Multiple sclerosis (MS) menggabungkan vertigo dengan tanda sentral lainnya, seperti
disfungsi serebelum. MS merupakan penyakit demielinisasi pada saraf pusat. Gejala
penyakit ini bermacam-macam. Sekitar 2 - 5% dari penyakit ini bergejala sebagai vertigo
sentral. Dalam menegakkan diagnosis MS terkait vertigo perlu dipertimbangkan
penyebab perifer umum yang mungkin muncul bersamaan, seperti BPPV.
e.) Vertigo servikal masih tetap menjadi sindrom yang kontroversial. Diagnosis paling sering
ditegakkan setelah cedera whiplash dengan gejala biasannya vertigo, tinitus, dan nyeri
leher. Pemeriksaan biasanya menunjukkan gejala spesifik kompleks termasuk gerakan
leher terbatas oleh nyeri dan vertigo atau mual pada posisi leher tetentu. Secara umum,
tidak ada nistagmus. Tidak ada uji klinis atau laboratorium definitif untuk vertigo
cervikal. MRI vetebre servikal pada pasien ini sering menunjukkan diskus cervikal
menyempit tapi tidak mengompresi saraf cervikal.
3. Vertigo Medikal diduga disebabkan oleh perubahan tekanan darah, gula darah rendah, dan /
atau perubahan metabolik yang terkait dengan pengobatan atau infeksi sistemik. Vertigo
medikal sebagian besar ditemui di ruang darurat dan merupakan sekitar 33% dari semua
kasus vertigo. Vertigo medikal jarang di praktek subspesialisasi (2% sampai 5%).
a.) Hipotensi postural sering muncul dengan keluhan pusing, kepala ringan, atau sinkop.
Pusing terjadi hanya sementara ketika pasien berdiri.
b.) Aritmia jantung bergejala dengan sinkop atau drop attack. Seperti hipotensi postural,
gejala yang khas hanya jika pasien berdiri
c.) Hipoglikemia dan perubahan metabolik terkait dengan diabetes bergejala dengan pusing
atau kepala terasa ringan. Hipoglikemia sering disertai dengan gejala-gejala otonom
seperti jantung berdebar, berkeringat, tremor atau pucat. Kelainan ini mencapai sekitar
5% dari kasus dizziness.
d.) Efek Pengobatan atau penyalahgunaan obat biasanya bergejala dengan kepala terasa
ringan, tetapi juga dapat muncul sebagai vertigo. Diagnosis ini mencapai sekitar 16% dari
pasien dengan vertigo pada unit gawat darurat. Kelainan ini biasanya terkait obat
antihipertensi, terutama alpha bloker seperti terazosin, blocker kanal kalsium seperti
nifedipin dan sedatif. Benzodiazepin, seperti alprazolam dapat menyebabkan dizziness
sebagai bagian dari sindrom putus obat. Intoksikasi alkohol dapat bergejala nystagmus
posisional transien dan gejala serebelar. Obat-obat yang mendepresi system vestibular
seperti meclizine dan scopolamine dapat menyebabkan vertigo karena efek langsung
terhadap jaras vestibular sentral.
e.) Infeksi virus yang tidak melibatkan telinga dilaporkan menyebabkan dizziness pada
sekitar 4% - 40% dari seluruh kasus. Sindrom ini termasuk gastroenteritis, dan influenza.
4. Vertigo yang tidak terlokalisir. Yang termasuk ke dalamnya adalah pasien dengan gejala
yang berhubungan dengan gangguan psikiatri, dimana gejalanya berhubungan dengan
kejadian tanpa makna lanjut (seperti trauma kepala), dan vertigo dengan penyebab yang tidak
jelas. Tipe tersering dari vertigo yang tidak terlokalisasi termasuk vertigo psikogenik,
sindrom hiperventilasi, vertigo post trauma, dan rasa pusing yang tidak spesifik. Antara 15%
dan 50% dari seluruh pasien dengan keluhan dizziness atau vertigo berada pada kategori ini.
a.) Unknown (dizziness yang tidak spesifik).Prosedur diagnostik tidak sensitif, dan pada
evaluasi pusing, sering tidak ditemukan kelainan dengan pemeriksaan klinis dan
laboratorium.
b.) Psikogenik. Pasien dengan gangguan cemas, gangguan panik, dan stress pasca trauma
dapat mengeluhkan rasa pusing, ataksia, gejala autonomik. Pada gangguan somatik gejala
dapat muncul tanpa kecemasan.
c.) Vertigo post trauma. Pasien mengeluh vertigo setelah mengalami trauma kepala tetapi
sering tidak ditemukan apapun pada pemeriksaan atau tes vestibular. BPPV disingkirkan
oleh hasil maneuver Dix-Hallpike yang negatif. Vertigo paska trauma sering ditemukan.
d.) Sindroma hiperventilasi. Pasien ini mengalami vertigo setelah hiperventilasi, tanpa ada
temuan klinis atau nistagmus. Gejala yang diinduksi hiperventilasi sering ditemukan pada
kelainan struktural seperti neuroma akustik.
e.) Ketidakseimbangan multisensoris pada usia lanjut. Sebagian besar orang lanjut usia
memiliki kelainan multisensoris yang terkait usia. Seperti diagnosis psikogenik vertigo,
diagnosis ini sering digunakan pada situasi dimana hasil pemeriksaan dalam batas
normal.
f.) Malingering. Karena vertigo muncul intermiten, sering mengikuti trauma kepala, vertigo
dapat dituntut dalam usaha untuk mendapatkan kompensasi.
5. Pendekatan klasifikasi vertigo berdasarkan waktu. Kategori ini memudahkan untuk
diagnosa dan dapat di gunakan ketika pasien tidak masuk kepada beberapa kategori di atas.
a.) Serangan singkat (1-3 detik). Vertigo sebagai gejala tunggal. Sebaiknya diperiksa EEG
dan BAER.
1.) Iritasi nervus vestibular seperti kaitannya dengan sindrom mikrovaskuler atau
residual dari neuritis vestibular. Frekuensi serangan yang ekstrim. Hiperventilasi
6. Berdasarkan letak pusat keseimbangan, vertigo dibedakan menjadi vertigo sentral dan
perifer. Asal terjadinya vertigo dikarenakan adanya gangguan pada sistem keseimbangan
tubuh. Bisa berupa trauma, infeksi, keganasan, metabolik, toksik, vaskular, atau autoimun.
Sistem keseimbangan tubuh kita dibagi menjadi 2 yaitu sistem vestibular (pusat dan perifer)
serta non vestibular (visual [retina, otot bola mata], dan somatokinetik [kulit, sendi, otot]).
Sistem vestibular sentral terletak pada batang otak, serebelum dan serebrum. Sebaliknya,
sistem vestibular perifer meliputi labirin dan saraf vestibular. Labirin tersusun dari 3 kanalis
semisirkularis dan otolit (sakulus dan utrikulus) yang berperan sebagai reseptor sensori
keseimbangan, serta koklea sebagai reseptor sensori pendengaran. Sementara itu, krista pada
kanalis semisirkularis mengatur akselerasi angular, seperti gerakan berputar, sedangkan
makula pada otolit mengatur akselerasi linear.
Segala input yang diterima oleh sistem vestibular akan diolah. Kemudian, diteruskan ke
sistem visual dan somatokinetik untuk merespon informasi tersebut. Gejala yang timbul
akibat gangguan pada komponen sistem keseimbangan tubuh itu berbeda-beda.
Perbedaan Vertigo Vestibular dan Non Vestibular
Gejala
Vertigo Vestibular
Sifat vertigo
rasa berputar
Serangan
episodik
keseimbangan
Mual/muntah
kontinu
Gangguan pendengaran
+/-
Gerakan pencetus
gerakan kepala
Situasi pencetus
Derajat vertigo
berat
ringan
++
+/-
Gejala
otonom
(mual, ++
muntah, keringat)
Gangguan
pendengaran +
(tinitus, tuli)
Tanda fokal otak
Vertigo Disertai
Keluhan Tidak
Penyakit
Keluhan Telinga
Karena
Perubahan Posisi
Disertai Timbul
epilepsi, positional
vertigo
ischemic
attack lambung
(TIA)
arteri
vertebralis
Vertigo kronis
sindroma
tumor komosio,
serebelo-pontine,
Vertigo akut
Trauma
multiple
obat-
obatan
labirin, Neuronitis
sklerosis,
akuta, ensefalitis
perdarahan labirin
vestibularis,
multipel sklerosis
E. DIAGNOSIS
1. Gejala
a.) Gejala primer.
Gejala primer yang merupakan akibat utama dari gangguan sensorik.
(1.) Sensasi berputar baik dirinya sendiri maupun lingkungannya. Vertigo dapat horizontal,
vertikal atau melingkar.
(2.) Sensasi pergerakan, biasanya digambarkan sebagai perasaan didorong atau miring yang
singkat. Perasaan ini menunjukkan adanya disfungsi dari apparatus otolith di telinga
dalam atau proses sentral yang merangsang otolith.
(3.) Osilopsia adalah ilusi pergerakan lingkungan sekitar yang dipicu oleh pergerakan
kepala. Pasien dengan gangguan vestibuler bilateral tidak dapat melihat apabila
kepalanya sedang bergerak karena osilopsia. Pasien dengan gangguan vestibuler
unilateral selalu mengeluhkan lingkungan sekitar berputar apabila mereka memutar
kepalanya berlawanan dengan telinga yang sakit.
(4.) Ataksia, cara berjalan yang tidak stabil, hampir secara universal terdapat pada pasien
dengan vertigo sentral atau perifer.
(5.) Gangguan pendengaran. Vertigo sering diikuti oleh tinnitus, reduksi atau distorsi
pendengaran, dan aura.
b.) Gejala sekunder, termasuk mual, gejala otonom, lelah, sakit kepala, dan penglihatan yang
sensitif.
(1.)Perasaan kepala terasa ringan seperti hampir pingsan. Biasanya disebabkan oleh
kelainan yang berhubungan dengan gangguan kardiovaskuler.
(2.)Pusing dan perasaan ringan yang tidak spesifik. Istilah ini tidak memiliki arti yang tepat
dalam penggunaan umum. Sering ditemukan pada pasien dengan ganguan psikologis.
2. Anamnesa.
Berikut ini gambaran anamnesa yang menyeluruh:
a.)
Definisi. Apakah pasien mengeluhkan vertigo (rasa berputar), gejala sekunder (seperti
b.)
c.)
d.)
berakhirnya.
Pencetus atau faktor eksaserbasi.
e.)
f.)
g.)
h.)
ototoksik, obat antiepilepsi, antihipertensi, dan sedatif dan paparan zat ototoksik.
Riwayat penyakit keluarga.
3. Pemeriksaan fisik
Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan penyebab; apakah
akibat kelainan sentral
korteks
serebri, serebelum, batang otak atau berkaitan dengan sistim vestibuler/otologik; selain itu
harus dipertimbangkan pula faktor psikologik/psikiatrik yang dapat mendasari keluhan
vertigo tersebut. Dalam menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk
vertigonya, lalu letak lesi dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal
yang tepat dan terapi simtomatik yang sesuai.
a.)
Pemeriksaan umum. Ukur tekanan darah dan nadi dengan posisi pasien berdiri. Apabila
tekanan darah saat berdiri rendah, periksa tekanan darah dengan posisi berbaring dan
duduk. Auskultasi arteri karotis dan subklavia Faktor sistemik yang juga harus
dipikirkan/dicari antara lain aritmi jantung, hipertensi, hipotensi, gagal jantung
b.)
gerakan
tersebut.
Adanya
gangguan
vestibuler
menyebabkan
c.)
Uji Romberg
Uji Unterberger
Uji Dix-Hallpike
1. Tes Gelengan Kepala. Tes ini dilakukan jika tidak ada nistagmus spontan atau nistagmus posisi.
Dengan kacamata Frenzel, kepala pasien diputar oleh pemeriksa dengan arah horizontal dan
seterusnya sebanyak 20 x putaran. Dilakukan dengan deviasi kepal 45o ke sisi lain untuk 2 x
putaran per detik. Nistagmus berlangsung 5 detik atau lebih adalah indikasi adanya gangguan
organik telinga atau sistem saraf pusat dan membantu pemeriksaan lebih lanjut.
2. Tes Arteri Vertebre untuk Vertigo servikal. Dengan posisi pasien tegak lurus dan memakai
kacamata. Kepala diputar maksimal ke satu sisi dan biarkan selama 10 detik. Mata tetap di
tengah. Tes positif bila nistagmus terjadi dengan posisi kepala sejajar tubuh.
3. Tes Valsava. Dilakukan jika ada gejala tekanan sensitif kompleks dalam riwayat penyakit. Ketika
memakai kacamata frenzel, pasien diminta bernafas dalam dan menahan nafas selama 10 detik
sambil diamati nistagmus dengan kacamata frenzel. Tes positif bila nistagmus pada saat onset
berkurang.
4.
Tes Hiperventilasi. Dilakukan jika pemeriksaan semuanya normal. Pasien diminta bernafas
dalam selama 30 x. Segera setelah hiperventilasi, mata dilihat apakah ada nistagmus dengan
menggunakan kacamata dan pasien ditanya bila tes menimbulkan gejala. Tes positif tanpa
nistagmus menunjukkan gejala hiperventilasi. Nistagmus yang dipicu oleh hiperventilasi dapat
5.
a.) ENG merupakan prosedur beruntun yang dapat mengidentifikasi vestibular asimetris
(seperti yang disebabkan oleh neuritis vestibular) dan membuktikan nistagmus spontan
dan posisi (seperti yang disebabkan oleh BPPV). ENG adalah tes yang panjang dan sulit.
Jika ada hasil yang abnormal dan tidak sesuai dengan gejala klinis sebaiknya
dikonfirmasi denga tes kursi putar dan dikombinasi dengan tes VEMP.
b.) VEMP merupakan tes vestibular dasar karena ini memberikan keseimbangan yang baik
untuk keperluan diagnostic dan toleransi pasien. Tes ini sensitif terhadap sindrom
dehiscence kanal superior. Kehilangan vestibular bilateral dan neuroma kaustik. VEMP
secara umum normal pada neuritis dan penyakit Menier.
c.) Posturografi adalah sebuah instrument dari tes Romberg. Ini sangat berguna untuk
malingering dan juga mempunyai kegunaan melihat perkembangan orang- orang yang
menjalani pengobatan.
3. Pemeriksaan labor darah, dilakukan bila ada gejala spesifik kompleks dan tidak ada
pemeriksaan rutin untuk pasien denga keluhan pusing. Dalam faktanya pemeriksaan kimia,
hitung jenis , tes toleransi glukosa, tes alergi tidak secara rutin diperiksa.
4. Pemeriksaan Radiologi, foto tengkorak, foto vertebrae servikal, CT scan kepala dan sinus
tidak direkomendasikan secara rutin dalam evaluasi vertigo.
a.) MRI kepala, mengevaluasi kesatuan struktural batang otak, serebelum, periventrikuler
substansia putih, dan kompleks nervus VIII. MRI tidak secara rutin dibutuhkan untuk
evaluasi vertigo tanpa penemuan neurologis yang lain berkaitan.
b.) CT Scan tulang temporal memberikan resolusi tinggi dari struktur telinga daripada MRI
dan juga lebih baik untuk evaluasi lesi yang melibatkan tulang. CT tulang temporal
mutlak dibutuhkan untuk diagnosis dehiscence canal superior. Jenis koronal langsung
resolusi tinggi adalah yang terbaik untuk diagnosis ini. CT Scan tulang temporal banyak
memancarkan radiasi dan untuk alasan ini, tes VEMP direkomendasikan sebagai tes
awal untuk dehiscence canal superior.
5. EEG digunakan untuk diagnosis kejang. Hasilnya sangat rendah untuk pasien dengan
keluhan pusing.
6. Ambulatory Monitor atau Holter Monitoring digunakan untuk mendeteksi aritmia atau sinus
arrest.
G. TERAPI
efektif jika
diberikan lebih awal. Contoh obat ini adalah scopolamine dan atropin. Semua obat
antikolinergik memiliki efek samping mulut kering, dilatasi pupil dan sedasi.
2. Antihistamin memiliki efek sentral dalam mengurangi severitas gejala vertigo. Secara
umum, antihistamin juga memiliki efek antikolinergik dan blok kanal kalsium. Dalam
hubungannya dengan vertigo, obat antihistamin bekerja pada reseptor H2.
3. Benzodiazepin adalah modulator GABA yang secara sentral bekerja mensupresi respon
vestibuler. Zobat ini memiliki efek terapi pada dosis kecil dan masa kerja singkat.
4. Antiemetik bekerja mempercepat pengosongan lambung. Jika gejala mual dan muntah
menonjol, dapat diberikan secara supositoria atau injeksi. Contoh antiemetik adalah
metoklorpramid 10 mg oral atau IM dan ondansetron 4-8 mg oral.
5. Calcium channel blocker seperti flunarizin dan sinarizin adalah terapi yang pada saat ini
sering digunakan di eropa untuk vertigo akut. Sinarizin juga memiliki efek antihistamin,
antinorefinefrin, antinikotindan anti angiotensin. Obat ini memiliki efek samping sedasi,
menigkatkan berat badan, depresi dan parkinsonism.
6. Agonis histamine juga memiliki efek antivertigo. Mekanismenya diduga dengan
menigkatkan volume vena dn arteriol dan sebagai regulator mikrosirkulasi.
7. Steroid dianjurkan pada pengobatan vertigo yang didasari kelainan autoimun seperti
penyakit meniere dan neuritis vestibular.
8. Asetil-leusin. Obat ini juga termasuk vestibular supresan dan cukup banyak digunakan di
prancis.
9. Gingko biloba. Meskipun sudah banyak digunakan, namun efektifitas obat ini belum
terbukti secara klinis dan mekanisme kerjanya belum jelas.
Antiemeti
k
Sedasi
Mukosa
Ekstrapiramida
Kering
Flunarisin
1x5-10 mg
Sinarizin
3x25 mg
Prometasin
3x25-50 mg
++
++
Difenhidrinat
3x50 mg
Skopolamin
3x0,6 mg
+++
Atropin
3x0,4 mg
+++
Amfetamin
3x5-10 mg
Efedrin
3x25 mg
Proklorperasin 3x3 mg
+++
++
Klorpromasin
3x25 mg
++
+++
+++
Diazepam
3x2-5 mg
+++
Haloperidol
3x0,5-2 mg
++
+++
++
Betahistin
3x8 mg
Carvedilol
Sedang
Karbamazepin
diteliti
Dilantin
3x200 mg
3x100 mg
Terapi rehalibitatif
Terapi rehalibitasi vestibular merupakan terapi fisik yang menggunakan latihan khusus dengan
tujuan untuk meningkatkan kompensasi organ vestibular terhadap gangguan keseimbangan.
Seperti terapi metode Brandt-Daroff, gait exercise, dan latihan visual-vestibular.
Mekanisme kerja terapi ini adalah:
a. Adaptasi terhadap sistem visual dan somatosensori terhadap fungsi vestibular yang terganggu.
b. Kompensasi dengan mengaktifkan kendali tonus pada inti vestibular di serebelum, system visual
c.
dan somatosensori.
Habituasi terhadap posisi yang merangsang munculnya vertigo secara bertahap akan mengurangi
beratnya gejala.
DAFTAR PUSTAKA
1. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi kedua. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada.
2. Soepardi, Arsyad Efiaty, Iskandar Nurbaiti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan Kepala Leher. Edisi kelima. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2001.
3. Anon.http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/3/jtptunimus-gdl-s1-2007-ardhiyanto-117-2bab2.pdf#page=3&zoom=auto,-107,489
4. Departemen THT-KL FK-USU/RSUP H. Adam Malik. Labirinitis.Medan
2006.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20692/1/mkn-sep2006-%20sup
%20%2818%29.pdf
5. Stanford care clinincs team.
http://sim.stanford.edu/resources/smg_patient_info/VERTIGO03-10.pdf
6. RANDY SWARTZ, M.D, et.all.Trreatment of Vertigo.2005.
http://www.aafp.org/afp/2005/0315/p1115.pdf
7. Anon.https://www.activator.com/wp-content/uploads/Home%20Epley%20Handouts.pdf
8. Yan Edward SpTHT-KL, Yelvita Roza. Diagnosis dan Penatalaksanaan Benign
Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis
Horizontal.http://repository.unand.ac.id/17573/1/Diagnosis_dan_Penatalaksanaan_Benig
n_Paroxysmal_Positional_Vertigo_Kanalis_Horizontal.pdf
9. Neil Bhattacharyya, MD, et. All. Clinical practice guideline: Benign paroxysmal
positional vertigo 2008.
http://www.aafp.org/dam/AAFP/documents/patient_care/clinical_recommendations/RecT
oBOD-020810-Attachment1BPPV-Jan2010Cluster.pdf
10. Wiranita, Hardiyanti Ari.2010.http://eprints.uns.ac.id/3459/1/174730501201111381.pdf
11. Nurdjaman, Nurimba, Penatalaksanaan Vertigo. http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/04/penatalaksanaan_vertigo.pdf