TUGAS MAKALAH
Dosen Pengampu:
Mawaddah Warahmah, M.HI
OLEH KELOMPOK 6
2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada
halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Mawaddah Warahmah, M.HI
sebagai dosen pengampu mata kuliah Pancasila yang telah membantu memberikan
arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan
saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
PENULIS
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Antara Pancasila sebagai dasar negara dan UUD 1945, khususnya bagian
pembukaan, sebagai dasar hukum, keduanya memiliki hubungan yang saling
berkaitan atau tidak dapat dipisahkan. Dapat digambarkan jika Pancasila adalah
rohnya, sedangkan UUD 1945 adalah raganya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja pokok-pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945 dan
hubungannya dengan Pancasila?
2. Apa saja prinsip-prinsip yang terkandung dalam Batang Tubuh UUD
1945?
C. Tujuan Penulisan
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pancasila pada Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Islam.
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Prof.Dr. Kaelan,M.S., Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Paradigma,2010 hlm.167
2
dalam UUD untuk sampai pada tujuan itu. Ini merupakan pokok pikiran keadilan
social yang didasarkan pada kesadaran bahwa manusia mempunyai hak dan
kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan social dalam kehidupan
masyarakat. Pokok pikiran ini identik dengan sila ke-5 dari Pancasila.
Pokok pikiran III menyatakan, bahwa Negara berkedaulatan
rakyat,berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Oleh karena
itu, sistem Negara yang terbentuk dalam Undang Undang Dasar harus berdasarkan
kedaulatan dan berdasar atas pemusyawaratan perwakilan. Aliran ini sesuai dengan
sifat masyarakat Indonesia yang menyatakan bahwa kedaulatan di tangan rakyat
dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Pokok pikiran ini identik dengan Sila ke-4
dari Pancasila.
Pokok pikiran IV menyatakan, bahwa Negara berdasarkan atas Ketuhanan
Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena
itu, Undang Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan
lain lain penyelenggara Negara untuk memelihara budi pekerti perusahaan yang
luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. Pokok pikiran ini
identik dengan Sila ke-1 dan ke-2 dari Pancasila.2
Pembukaan UUD 1945 bersama-sama dengan UUD 1945 diundangankan
dalam berita Republik Indonesia tahun II No. 7, ditetapakan oleh PPKI tanggal 18
Agustus 1945. Inti dari Pembukaan UUD 1945, pada hakikatnya terdapat dalam
alinea IV. Sebab segala aspek penyelenggara pemerintahan Negara yang
berdasarkan Pancasila terdapat dalam Pembukaan alinea IV.
Oleh karena itu justru dalam Pembukaan itulah secara formal yuridis
Pancasila ditetapkan sebagai dasar filsafat Negara Indonesia. Maka hubungan
antara Pembukaan UUD 1945 adalah bersifat timbal balik sebagai berikut:
2
Ibid., hlm. 168-169
3
Ibid., hlm. 172
3
Dengan demikian tata kehidupan bernegara tidak hanya bertopang pada asas-asas
social , ekonomi, politik akan tetapi dalam perpaduannya dengan keseluruhan asas
yang melekat padanya, yaitu perpaduan asas-asas kultural, religious dan asas-asas
kenegaraan yang unsurnya terdapat dalam Pancasila.
Jadi berdasarkan tempat terdapatnya Pancasila secara formal dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1). Bahwa rumusan Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia
adalah seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV.
2). Bahwa Pembukaan UUD 1945, berdasarkan pengertian ilmiah,
merupakan Pokok Kaidah Negara yang Fundamental dan terhadap tertib
hukum Indonesia mempunyai dua macam kedudukan yaitu:
a. Sebagai dasarnya, karena Pembukaan UUD 1945 itulah yang
memberikan factor-faktor mutlak bagi adanya tertib hukum
Indonesia
b. Memasukkan dirinya di dalam tertib hukum tersebut sebagai tertib
hukum tertinggi.
3). Bahwa dengan demikian Pembukaan UUD 1945 berkedudukan dan
berfungsi, selain sebagai Mukadimah dari UUD 1945 dalam kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan, juga berkedudukan sebagai suatu yang bereksistensi
sendiri , yang hakikat kedudukan hukumnya berbeda dengan pasal-pasalny.
Karena Pembukaan UUD 1945 yang intinya adalah Pancasila tidak
tergantung pada Batang Tubuh UUD 1945, bahkan sebagai sumbernya.
4). Bahwa Pancasila dengan demikian dapat disimpulkan mempunyai
hakikat, sifat, kedudukan dan fungsi sebagai Pokok Kaidah Negara yang
fundamental, yang menjelmakan dirinya sebagai dasar kelangsungan hidup
Negara Republik Indonesia yang diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945.
5). Bahwa Pancasila sebagai inti Pembukaan UUD 1945 dengan demikian
mempunyai kadudukan yang kuat, tetap dan tidak dapat diubah dan terlekat
pada kelangsungan hidup Negara Republik Indonesia.4
4
Ibid., hlm. 173
4
Dengan demikian Pancasila sebagai substansi esensial dari Pembukaan dan
mendapatkan kedudukan formal yuridis dalam Pembukaan, sehingga baik rumusan
maupun yuridiksinya sebagai dasar Negara adalah sebagaimana terdapat dalam
Pembukaan UUD 1945. Maka perumusan yang menyimpang dari Pembukaan
tersebut adalah sama halnya dengan mengubah secara sah Pembukaan UUD 1945,
bahkan berdasarkan hukum positif sekalipun dan hal ini sebagaimana ditentukan
dalam ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, (juncto Tap No. V/MPR/1973).
Bilamana kita tinjau kembali proses perumusan Pancasila dan Pembukaan UUD
1945, maka secara kronologis, materi yang dibahas oleh BPUPKI yang pertama-
tama adalah dasar filsafat Pancasila baru kemudian Pembukaan UUD 1945. Setelah
pada siding pertama Pembukaan UUD 1945 BPUPKI membicarakan dasar fisafat
Negara Pancasila berikutnya tersusunlah Piagam Jakarta yang disusun oleh Panitia
9, sebagai wujud bentuk pertama Pembukaan UUD 1945.
Jadi berdasarkan urut-urutan tertib hukum Indonesia Pembukaan UUD 1945
adalah sebagai tertib hukum yang tertinggi, adapun tertib hukum Indonesia
bersumberkan pada Pancasila, atau dengan lain perkataan Pancasila sebagai sumber
tertib hukum Indonesia. Hal ini berarti secara material tertib hukum Indonesia di
jabarkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Pancasila sebagai
sumber tertib hukum Indonesia meliputi sumber nilai, sumber materi, sumber
bentuk dan sifat.
Selain itu dalam hubungannya dengan hakikat dan kedudukan Pembukaan UUD
1945 sebagai Pokok Kaidah Negara yang Fundamental, maka sebenarnya secara
5
material yang merupakan esensi atau inti sari dari Pokok Kaidah Negara
Fundamental tersebut tidak lain adalah Pancasila (Notonagoro, tanpa tahun : 40)5
5
Ibid., hlm. 174
6
A. Hamid S. Attamimi, “Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Negara; Suatu Studi Analisis mengenai Keputusan Presiden yang
berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I-Pelita IV,” Disertasi, Jakarta: Fakultas
Pascasarjana Universitas Indonesia,1990, hlm. 308
6
merupakan kenyataan dalam kehidupan yang berkaitan dengan nilai yang
diinginkan, dengan tujuan mengabdi kepada nilai yang ingin kita capai.7
Rudolf Stammler (1856-1939) mengartikan cita hukum dengan kosntruksi
pikir yang merupakan keharusan bagi mengarahkan hukum kepada cita-cita yang
diinginkan masyarakat. Cita hokum berfungsi sebagai bintang pemandu (Leistern)
bagi tercapainya cita cita masyarakat. Meski merupakan titik akhir yang tidak
mungkin dicapai, namun cita hokum memberi manfaat karena mengandung dua
sisi; dengan cita hukum, hukum positif yang berlaku dapat diuji; dan kepada cita
hokum, hokum positif mempunyai usaha menuju sesuatu yang adil dengan sanksi
pemaksa dapat di arahkan.8 Fungsi pertama cita hokum diatas biasanya disebut
sebagai fungsi konstitutif dan fungsi kedua sebagai fungsi regulatif.
Gustay Radbruch (1878-1949) mengartikan cita hukum tidak hanya berfungsi
sebagai tolak ukuryang bersifat regulatif, yaitu yang menguji apakah suatu hukum
positf adil atau tidak, melainkan berfungsi sebagai dasar yang bersifat konstitutif,
yaitu yang menentukan bahwa tanpa cita hukum, hukum akan kehilangan
maknanya sebagai hukum. Radbruch termasuk ke dalam mazhab yang berusaha
menjembatani dualisme das Sein dan das Sollen, dengan mengkosntruksikan
lingkup ketiga, yaitu kebudayaan (die kultur) yang berada di antara kenyataan alami
dan suasana nilai-nilai mutlak yang tak dapat dibatasi waktu.9
Selain kata “cita hukum” juga sering disebut istilah “cita negara”
(Staatsidee). Cita negara sebenernya lebih luas daripada cita hukum. Cita Negara
adalah gagasan, rasa, cipta, pikiran manusia atau sekelompok manusia tentang
Negara, dan salah satu unsur di dalamnya adalah gagasan, rasa, cipta, dan pikiran
mengenai hukum (cita hukum).
Istilah cita hukum pun kadang kala digunakan secara bersamaan dengan
terminologi “Staatsfundamentalnorm” atau norma dasar Negara (Grundnorm,
Ursprungnorm). Padahal dua istilah tersebut (cita hukum dan
Staatsfundamentalnorm) mempunyai perbedaan yang sangat esensial. Cita hukum
berada dalam wilayah nilai-nilai dan berfungsi sebagai Leitstern (bintang
pemandu). Ia belum berada dalam wilayah norma-norma. Sebaliknya,
7
Ibid
8
Ibid.,hlm. 308-309.
9
Ibid., hlm. 309.
7
Staatfundamentalnorm tidak lagi sekedar nilai-nilai, tetapi sudah dikonkretkan
dalam suatu rumusan norma. Sekalipun demikian, Staatfundamentalnorm itu bukan
norma biasa. Ia adalah norma dasar negara.
Notonagoro menerjemahkan Staatfundamentalnorm ini dengan pokok kaidah
fundamentil negara,10 suatu istilah yang sebenernya kurang tepat dtinjau dari
hukum Bahasa Indonesia. Sebagai alternative dapat disarankan untuk menggunakan
istilah norma fundamental Negara dan norma dasar Negara.
Cita hukum memiliki dua fungsi utama, yang dapat dibedakan dalam dua
kategori, yaitu fungsi konstitutif dan regulatif. Fungsi konstitutif berarti cita hukum
itu menentukan dasar suatu tata hukum, yang tanpa itu suatu tata hukum kehilangan
maknanya sebagai hukum. Adapun fungsi regulatif berarti cita hukum itu
menentukan apakah suatu hukum positif itu adil atau tidak adil.11
Staatsfundamentalnorm atau norma dasar Negara ini merupakan norma hukum
tertinggi. Norma hukum tertinggi adalah norma yang dapat menentukan isi dan
bentuk dari tiap-tiap jenjang norma hukum yang lebih rendah. Norma dasar Negara
ini berusaha menjamin semua norma hukum (positif) yang ada dan berlaku dalam
suatu Negara tidak mengalami kontradiksi satu dengan lainnya. Apabila ada norma
hukum yang bertentangan dengan norma hukum tertinggi, maka norma-norma
hukum tersebut tidak dapat berlaku karena ketidakkonstitusionalan
(unconstitutionality) dan ketidaklegalan (illegality).12
Lalu, apakah norma dasar Negara itu identik dengan sumber dari segala sumber
hukum atau sumber tertib hukum? Mengenai hal ini dapatlah dilihat perumusan
yang diberikan oleh Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966: “Sumber dari tertib
hukum suatu Negara atau yang biasa dinyatakan sebagai sumber dari segala sumber
hukum adalah pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral
yang meliputi suasana kejiwaan dan watak dari rakyat negara yang bersangkutan.”
Jika mengacu kepada pengertian “pandangan hidup” seperti disebutkan
dimuka, jelas bahwa pengertian sumber dari segala sumber hukum disini dapat
10
Lihat: Notonegoro. Pancasila Dasar Falsafah (Kumpulan Tiga Uraian Pokok-Pokok Persoalan
Tentang Pancasila ), Cet. 7, Jakarta : Bina Aksara, 1988, hlm. 74.
11
Lihat: A. Hamid S. Attamimi, “Pancasila Cita Hukum dalam Kehidupan Hukum Bangsa
Indonesia,” dalam : Octojo Oesman dan Alfian, ED.,Pancasila sebagai Ideologi dalam berbagai
bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, Jakarta: BP-7 Pusat,1993, hlm.69
12
Ibid.,hlm 62-87
8
ditafsirkan sama dengan pandangan hidup bangsa (ideologi nasional) dan
pandangan hidup Negara (ideologi negara) sekaligus.Sumber dari segala sumber
hukum berarti baru merupakan cita hukum saja, belum merupakan norma dasar
Negara. Dengan perkataan lain, pengertian sumber dari segala sumber hukum tidak
identic dengan norma dasar Negara (Staatsfundamentalnorm).
Kemudian jika dikaitkan dengan istilah “sumber hukum” seperti disinggung
sebelumnya, maka “sumber dari segala sumber hukum” disini mencakup pengertian
semua sumber hukum, baik formal maupun material. Hal ini berarti, semua sumber
hukum positif, baik formal maupun material harus bersumber dari segala sumber
hukum atau sumber tertib hukum itu. Sumber dari segala sumber hukum atau
sumber tertib hukum tadi adalah suatu kompleks nilai-nilai yang terdapat dalam cita
hukum.
Penggunaan kata sumber dari segala sumber hukum ini, seperti beberapa kali
disebutkan diatas, kerapkali disandingkan dengan istilah sumber tertib hukum.
Kedua istilah inipun sering menimbulkan kerancuan sebagaimana tampak dari
pengertian yang diberikan oleh Ketetapan MPRS No. XX/MPRS1966.
Dari definisi sumber dari segala sumber hukum sesungguhnya dapat segera
disimpulkan bahwa pengertian sumber segala sumber hukum itu sangat luas, dan
sumber tertib hukum hanya salah satu bagian di antaranya. Sumber tertib hukum
merupakan pengertian sumber dari segala sumber hukum dari arti sempit. Sumber
tertib hukum di sini dapat diartikan sebagai sumber hukum yang lain, sedangkan
dilihat dari dalam ia menentukan suatu pembentukan hukum secara tertentu dan
khusus. Notonagoro mengartikan tertib hukum dengan keseluruhan peraturan-
peraturan hukum yang memenuhi empat syarat, yaitu:
(1) Adanya kesatuan subjek, yaitu penguasa yang mengadakan peraturan hukum.
Hal ini terpenuhi dengan adanya suatu Pemerintahan Negara Republik Indonesia
(Pembukaan UUD 1945 al. IV)
(2) Adanya kesatuan asas kerohanian yang merupakan suatu dasar dari keseluruhan
peraturan-peraturan hukum, yang merupakan sumber dari segala sumber hukum.
Hal ini terpenuhi oleh adanya dasar filsafat Negara Pancasila sebagaimana
tercantum dalam Alinea IV
9
(3) Adanya kesatuan daerah, dimana peraturan-peraturan hukum itu berlaku,
terpenhuhi oleh kalimat seluruh tumpah darah Indonesia, sebagaimana tercantum
dalan Al. IV
(4) Adanya kesatuan waktu, dimana seluruh peraturan-peraturan hukum ini
berlaku. Hal ini terpenuhi dengan kalimat pada Al. IV.13
Definisi tertib hukum, baik dari Stammler maupun Notonagoro, pada
dasarnya bermakna sama, dan semuanya mengacu pada batasan tentang sistem
hukum,. Jadi, sumber tertib hukum dengan demikian, adalah identic dengan sumber
dari system hukum itu sendiri.
Perwujudan sumber tertib hukum itu dinyatakan dalam Ketetapan MPRS No.
XX/MPRS1966 tentang Memorandum DPR-GR Mengenai Sumber Tertib Hukum
Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia.
Ketetapan ini menurut Ketetapan MPR No. V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No.
IX/MPR/1978 masih berlaku sampai sekarang, walaupun diakui, perlu dilakukan
penyempurnaan.
Dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 itu dinyatakan, bahwa
pandangan hidup, kesadaran, dan cita-cita hukum serta cita-cita moral luhur yang
meliputi suasana kejiwaan serta watak dari bangsa Indonesia itu, pada tanggal 18
Agustus 1945 telah dimurnikan dan dipadatkan oleh PPKI atas nama rakyat
Indonesia, menjadi dasar Negara Republik Indonesia, yaitu Pancasila.
Juga diterangkan, bahwa Pembukaan UUD 1945 sebagai pernyataan
kemerdekaan yang terperinci yang mengandung cita-cita luhur dari Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan yang memuat Pancasila sebagai dasar Negara,
merupakan satu rangkaian dengan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan
oleh karena itu tidak dapat diubah oleh siapapun juga, termasuk MPR hasil
pemilihan umum, yang berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 37 UUD 1945 berwenang
menetapkan dan mengubah undang-undang dasar.
Dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 disebutkan empat wujud
sumber dari segala sumber hukum. Lebih tepatnya kiranya apabila dikatakan,
bahwa empat hal tersebut adalah perwujudan dari sumber tertib hukum di Indonesia
karena sumber tertib hukum disini dapat diartikan sebagai sumber hukum yang
13
Prof.Dr. Kaelan,M.S., Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Paradigma,2010 hlm. 149-150
10
melahirkan suatu tertib hukum Indonesia. Juga seperti telah disebutkan
sebelumnya, bahwa pengertian sumber tertib hukum ini identik pula dengan sumber
dari sistem hukum. Empat wujud sumber tertib hukum (sumber dari sistem hukum
Indonesia) itu adalah:
1. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945;
2. Dekrit Presiden 5 Juli 1959;
3. Undang-Undang Dasar Proklamasi, yang terdiri atas Pembukaan, Batang
Tubuh, dan Penjelasannya;
4. Surat Perintah 11 Maret 1966.
Jika nilai diartikan sebagai kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi
kepentingan manusia Indonesia, baik ditinjau dari sudut lahir maupun batin, maka
tentu tidak dapat disangkal lagi, bahwa Pancasila pada hakikatnya merupakan nilai-
nilai.
11
transenden. Sekalipun demikian, mengingat nilai berkaitan erat dengan kepentingan
dari subjek yang memberi nilai, maka berarti pada nilai selalu terdapat kepentingan.
Dengan perkataan lain, tiap-tiap nilai, mengandung cita , yakni gagasan, rasa, cipta
dan pikiran. Nilai-nilai Pancasila dengan demikian, selain bersifat objektif seperti
dinyatakan diatas, juga bersifat subjektif karena timbul dan diyakini oleh bangsa
Indonesia.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa Pancasila dalam arti sebagai cita hukum
sekaligus merupakan sumber dari segala sumber hukum. Adapun Pancasila yang
terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan norma dasar Negara
(Staatsfundamentalnorm). Pancasila sebagai cita hukum berada di luar sistem
norma hukum, tetapi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan sistem
hukum Indonesia. Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 berada
dalam sistem norma hukum dan dengan sendirinya juga merupakan bagian dari
sistem hukum Indonesia.
12
Negara Pancasila menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM). Hak Asasi
Manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia. Hak Asasi manusia
meliputi hak hidup, hak kemerdekaan atau kebebasan, hak milik, dan lain-lain. Hak-
hak dasar yang melekat pada diri pribadi manusia dan tidak boleh diganggu gugat
oleh orang lain. Barang siapa merampas hak hidup, hak kemerdekaan atau
kebebasan, dan hak milik seseoramg berarti melanggar hak kemanusiaan.
Disamping hak asasi, terdapat kewajiban asasi. Kalau di dalam masyarakat
yang individualistis, tuntutan pelaksanaan hak asasi manusia ada kecenderungan
berlebihan sehingga mungkin merugikan masyarakat. Maka dalam Negara
Indonesia yang berideologi Pancasila hak asasi manusia itu dilaksanakan secara
seimbang sebagai monodualistis, atau dengan kata lain bersifat kekeluargaan.
Perwujudan hak-hak asasi manusia berdasarkan Pancasila ini lebih tegas
dalam pasal 27, 28, 29, 30, 31, 33,dan 34 Undang-Undang Dasar 1945. Kewajiban-
kewajiban asasi adalah kewajiban belajar, kewajiban memberi suara, kewajiban
membayar pajak, kewajiban menjaga keamanan, kewajiban membela Negara,
tunduk dan taat menjalankan segala aturan Negara.
Kesamaan Kedudukan Hukum dan Pemerintahan. Pada hakikatnya politik
adalah masalah kekuasaan, kekuasaan suatu pemerintah terhadap warga Negara dan
rakyatnya berdasarkan hukum yang berlaku dalam suatu pemerintahan. Pasal yang
berkaitan dengan sistem politik tercantum pada pasal 26 UUD 1945, dan Pasal 27
ayat (1), dimana warga Negara bersamaan kedudukannya di depan hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya.
13
adalah, demokrasi kooperatif, persamaan, persatuan, demokrasi ekonomi, dan
pendidikan. Pasal-pasal yang ada sangkutannya dengan kesejahteraan rakyat antara
lain: pasal 23 yang mengatur APBN, pasal 27 ayat (2) yang mengatur tentang
kemerdekaan memeluk agama atau memilih suatu agama yang diyakininya, pasal
31 tentang hak mendapatkan pendidikan, pasal 34 tentang fakir miskin dan anak-
anak yang terlantar dipelihara oleh Negara
14
Hak dan Kewajiban dalam pembelaan Negara.doktrin pertahanan dan keaamanan
nasional di Negara Indonesia adalah dengan sistem pertahanaan keamanan rakyat
semesta (hankamrata).yang berarti bahwa keselamatan Negara dan bangsa di
tentukan oleh factor rakyat yang patriotik,militant,terlatih,dan tersusun
baik,kualitas rakyat dalam arti mental atau jiwa organisasi serta keterampilanya
ditentukan oleh kualitas inti kekuatan Hankamnas.pasal yang berkaitsn yaitu
terdapat pada pasal 30 UUD 1945.dan pembukaan Alinea IV yang menyatakan
bahwa pemerintah Negara Indonesia harus melindungi segenap bangsa Indonesia
dan se;uruh tumpah darah Indonesia.
Seperti yang disinggung dalam uraian terdahulu pasal 30 Undang-undang
1945 menyatakan bahwa setiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta didalam
pembelaan Negara.letak kepulauan Nusantara yang strategis dan berbeda diposisi
silang sebagai suatu kesatuaan pertahanan dan keamanan,berarti bahwa ancaman
salah satu segi kehidupan pada hakikatnya adalah merupakan ancaman terhadap
keutuhan bangsa Indonesia secara keseluruhan,dan oleh kerenanya bangsa
Indonesia sebagai warga Negara mempunyai kewajiban untuk membela keutuhan
Negara dan bangsa Indonesia.oleh sebab itu prinsip wawasan nusantara dan
ketahanan nasional perlu dikembangkan.
15
isi UUD 1945 mengandung pokok-pokok pikiran penjelmaan jiwa dan
semangat pancasila.14
III. PENUTUP
14
https://id.scribd.com/document/441117638/PRINSIP-PRINSIP-YANG-TERKANDUNG-
DALAM-BATANG-TUBUH-UUD-1945
16
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/document/441117638/PRINSIP-PRINSIP-YANG-
TERKANDUNG-DALAM-BATANG-TUBUH-UUD-1945
17