Anda di halaman 1dari 20

HUBUNGAN PANCASILA DAN UUD 1945

TUGAS MAKALAH

Dosen Pengampu:
Mawaddah Warahmah, M.HI

OLEH KELOMPOK 6

DINDA AYU KHAIRUNISA NIM. 0502222158


GERI BINTANG RIKARDI NIM. 0502221009
RAHMI HIDAYAH N. NIM.0502221061
SENO PUTRANTO NIM. 0502223177

KELAS AKUNTANSI SYARIAH 1-D


PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada
halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Mawaddah Warahmah, M.HI
sebagai dosen pengampu mata kuliah Pancasila yang telah membantu memberikan
arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan
saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

MEDAN, 13 SEPTEMBER 2022

PENULIS

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................... ii


Daftar Isi .............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1
A. Latar Belakang ...................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..............................................................................................1
C. Tujuan Penulisan .................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................2
A. Pokok-pokok Pikiran dalam Pembukaan UUD 1945 dan
Hubungannya dengan Pancasila ..............................................................................2
1). Hubungan Secara Formal ...................................................................................3
2). Hubungan Secara Material .................................................................................5
B. Prinsip-prinsip yang terkandung dalam Batang Tubuh UUD 1945 ..................12
BAB III PENUTUP .............................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pancasila merupakan dasar negara Indonesia,


kedudukan pancasila sebagai dasar negara bersifat kuat tetap dan tidak dapat diubah
karena terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 pada alinea ke empat. Walaupun
tidak disebutkan secara eksplisit

Mengutip dari buku Pendidikan Pancasila (2019) karya Irawaty,


Pembukaan UUD 1945 adalah pokok kaidah yang dijadikan landasan serta
peraturan hukum tertinggi bagi bentuk hukum lainnya, termasuk hukum dasar
tertulis dan hukum dasar tidak tertulis.

Antara Pancasila sebagai dasar negara dan UUD 1945, khususnya bagian
pembukaan, sebagai dasar hukum, keduanya memiliki hubungan yang saling
berkaitan atau tidak dapat dipisahkan. Dapat digambarkan jika Pancasila adalah
rohnya, sedangkan UUD 1945 adalah raganya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja pokok-pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945 dan
hubungannya dengan Pancasila?
2. Apa saja prinsip-prinsip yang terkandung dalam Batang Tubuh UUD
1945?

C. Tujuan Penulisan
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pancasila pada Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Islam.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pokok-pokok Pikiran dalam Pembukaan UUD 1945 dan Hubungannya


dengan Pancasila
Jika kita berbicara tentang UUD 1945, maka harus disepakati, bahwa yang
dimaksud adalah semua bagian UUD 1945 itu sebagai satu kesatuan, yang terdiri
dari Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasannya. Disamping itu, yang dimaksud
UUD 1945 disini adalah UUD 1945 yang naskahnya dimuat dalam Berita
Repoeblik Indonesia Tahun II Nomor 7, Tanggal 15 Februari 1946.
Dijelaskan bahwa Pembukaan UUD 1945 mengandung pokok-pokok pikiran
yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945 Negara Indonesia. Pokok-pokok
pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum (Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar
Negara baik hukum dasar tertulis (UUD) maupun hukum dasar tidak tertulis
(konvensi). Berdasarkan isi dari penjelasan resmi Pembukaan UUD 1945 tersebut
bahwa dengan pokok-pokok pikiran tersebut nilai-nilai yang terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945 dijabarkan secara normative dalam pasal-pasal UUD 19451.
Pokok-pokok pikiran tersebut adalah sebagai berikut:
Pokok pikiran I menyatakan, bahwa Negara melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia berdasarkan atas persatuan dengan
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ini sekaligus berarti,
dalam Pembukaan UUD 1945 diterima aliran pengertian (paham) Negara
persatuan, Negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya,
mengatasi segala paham golongan dan perorangan. Aliran inilah yang kemudian
dikenal sebagai paham Negara persatuan (integralistik atau kekeluargaan). Pokok
pikiran ini merupakan penjabaran sila ke-3 Pancasila
Pokok pikiran II, menyatakan, bahwa Negara hendak mewujudkan keadilan
social bagi seluruh rakyat Indonesia. Pokok pikiran ini menempatkan suatu tujuan
atau cita-cita yang ingin dicapai dalam Pembukaan dan merupakan sebab tujuan,
sehingga dapat menentukan jalan serta aturan-aturan mana yang harus dilaksanakan

1
Prof.Dr. Kaelan,M.S., Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Paradigma,2010 hlm.167

2
dalam UUD untuk sampai pada tujuan itu. Ini merupakan pokok pikiran keadilan
social yang didasarkan pada kesadaran bahwa manusia mempunyai hak dan
kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan social dalam kehidupan
masyarakat. Pokok pikiran ini identik dengan sila ke-5 dari Pancasila.
Pokok pikiran III menyatakan, bahwa Negara berkedaulatan
rakyat,berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Oleh karena
itu, sistem Negara yang terbentuk dalam Undang Undang Dasar harus berdasarkan
kedaulatan dan berdasar atas pemusyawaratan perwakilan. Aliran ini sesuai dengan
sifat masyarakat Indonesia yang menyatakan bahwa kedaulatan di tangan rakyat
dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Pokok pikiran ini identik dengan Sila ke-4
dari Pancasila.
Pokok pikiran IV menyatakan, bahwa Negara berdasarkan atas Ketuhanan
Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena
itu, Undang Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan
lain lain penyelenggara Negara untuk memelihara budi pekerti perusahaan yang
luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. Pokok pikiran ini
identik dengan Sila ke-1 dan ke-2 dari Pancasila.2
Pembukaan UUD 1945 bersama-sama dengan UUD 1945 diundangankan
dalam berita Republik Indonesia tahun II No. 7, ditetapakan oleh PPKI tanggal 18
Agustus 1945. Inti dari Pembukaan UUD 1945, pada hakikatnya terdapat dalam
alinea IV. Sebab segala aspek penyelenggara pemerintahan Negara yang
berdasarkan Pancasila terdapat dalam Pembukaan alinea IV.
Oleh karena itu justru dalam Pembukaan itulah secara formal yuridis
Pancasila ditetapkan sebagai dasar filsafat Negara Indonesia. Maka hubungan
antara Pembukaan UUD 1945 adalah bersifat timbal balik sebagai berikut:

1) HUBUNGAN SECARA FORMAL


Dengan dicantumknnya Pancasila secara formal di dalam Pembukaan UUD
1945, maka Pancasila memperoleh kedudukan sebagai norma dasar hukum postif.3

2
Ibid., hlm. 168-169
3
Ibid., hlm. 172

3
Dengan demikian tata kehidupan bernegara tidak hanya bertopang pada asas-asas
social , ekonomi, politik akan tetapi dalam perpaduannya dengan keseluruhan asas
yang melekat padanya, yaitu perpaduan asas-asas kultural, religious dan asas-asas
kenegaraan yang unsurnya terdapat dalam Pancasila.
Jadi berdasarkan tempat terdapatnya Pancasila secara formal dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1). Bahwa rumusan Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia
adalah seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV.
2). Bahwa Pembukaan UUD 1945, berdasarkan pengertian ilmiah,
merupakan Pokok Kaidah Negara yang Fundamental dan terhadap tertib
hukum Indonesia mempunyai dua macam kedudukan yaitu:
a. Sebagai dasarnya, karena Pembukaan UUD 1945 itulah yang
memberikan factor-faktor mutlak bagi adanya tertib hukum
Indonesia
b. Memasukkan dirinya di dalam tertib hukum tersebut sebagai tertib
hukum tertinggi.
3). Bahwa dengan demikian Pembukaan UUD 1945 berkedudukan dan
berfungsi, selain sebagai Mukadimah dari UUD 1945 dalam kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan, juga berkedudukan sebagai suatu yang bereksistensi
sendiri , yang hakikat kedudukan hukumnya berbeda dengan pasal-pasalny.
Karena Pembukaan UUD 1945 yang intinya adalah Pancasila tidak
tergantung pada Batang Tubuh UUD 1945, bahkan sebagai sumbernya.
4). Bahwa Pancasila dengan demikian dapat disimpulkan mempunyai
hakikat, sifat, kedudukan dan fungsi sebagai Pokok Kaidah Negara yang
fundamental, yang menjelmakan dirinya sebagai dasar kelangsungan hidup
Negara Republik Indonesia yang diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945.
5). Bahwa Pancasila sebagai inti Pembukaan UUD 1945 dengan demikian
mempunyai kadudukan yang kuat, tetap dan tidak dapat diubah dan terlekat
pada kelangsungan hidup Negara Republik Indonesia.4

4
Ibid., hlm. 173

4
Dengan demikian Pancasila sebagai substansi esensial dari Pembukaan dan
mendapatkan kedudukan formal yuridis dalam Pembukaan, sehingga baik rumusan
maupun yuridiksinya sebagai dasar Negara adalah sebagaimana terdapat dalam
Pembukaan UUD 1945. Maka perumusan yang menyimpang dari Pembukaan
tersebut adalah sama halnya dengan mengubah secara sah Pembukaan UUD 1945,
bahkan berdasarkan hukum positif sekalipun dan hal ini sebagaimana ditentukan
dalam ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, (juncto Tap No. V/MPR/1973).

2). HUBUNGAN SECARA MATERIAL

Hubungan Pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila selain hubungan yang


bersifat formal, sebagaimana dijelaskan di atas juga hubungan secara material
sebagai berikut.

Bilamana kita tinjau kembali proses perumusan Pancasila dan Pembukaan UUD
1945, maka secara kronologis, materi yang dibahas oleh BPUPKI yang pertama-
tama adalah dasar filsafat Pancasila baru kemudian Pembukaan UUD 1945. Setelah
pada siding pertama Pembukaan UUD 1945 BPUPKI membicarakan dasar fisafat
Negara Pancasila berikutnya tersusunlah Piagam Jakarta yang disusun oleh Panitia
9, sebagai wujud bentuk pertama Pembukaan UUD 1945.
Jadi berdasarkan urut-urutan tertib hukum Indonesia Pembukaan UUD 1945
adalah sebagai tertib hukum yang tertinggi, adapun tertib hukum Indonesia
bersumberkan pada Pancasila, atau dengan lain perkataan Pancasila sebagai sumber
tertib hukum Indonesia. Hal ini berarti secara material tertib hukum Indonesia di
jabarkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Pancasila sebagai
sumber tertib hukum Indonesia meliputi sumber nilai, sumber materi, sumber
bentuk dan sifat.

Selain itu dalam hubungannya dengan hakikat dan kedudukan Pembukaan UUD
1945 sebagai Pokok Kaidah Negara yang Fundamental, maka sebenarnya secara

5
material yang merupakan esensi atau inti sari dari Pokok Kaidah Negara
Fundamental tersebut tidak lain adalah Pancasila (Notonagoro, tanpa tahun : 40)5

Pembukaan UUD 1945 juga dapat dinyatakan sebagai pernyataan kemerdekaan


yang terinci, yang mengandung cita-cita luhur Proklamasi Kemerdekaan 17Agustus
1945. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sumber dari segala sumber
hukum – yang meliputi pandangan hidup, kesadaran, cita hukum, cita-cita moral
yang meliputi kemerdekaan individu , kemerdekaan bangsa, perikemanusiaan,
keadilan sosial, perdamaian nasional dan mondial,cita politik mengenai sifat,
bentuk dan tujuan Negara, kehidupan kemasyarakatan, keagamaan sebagai
pengejawantahan budi nurani manusia telah dimurnikan dan di padatkan menjadi
dasar Negara Pancasila
Pancasila dalam kedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum seperti
dinyatakan diatas berbeda dengan Pancasila sebagaimana dirumuskan dalam
Pembukaan UUD 1945. Penjelasan singkatnya adalah sebagai berikut.
Dalam Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966 dinyatakan, bahwa sumber
dari segala sumber hokum diartikan sama dengan sumber tertib hukum, yaitu
pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral yang meliputi
suasana kejiwaan dan watak dari Negara yang bersangkutan. Dari definisi tersebut
tampak bahwa cita hokum disini merupakan salah satu komponen dari sumber dari
segala sumber hokum itu. Cita hukum merupakan terjemahan dari Rechtsidee.
Dalam penjelasan Undang Undang Dasar 1945, cita hukum ini diterjemahkan
dengan cita-cita hukum. Menurut A. Hamid S. Attamimi, istilah “cita hukum” ini
lebih tepat digunakan mengingat cita ialah gagasan, rasa, cipta, pikiran, sedangkan
cita-cita ialah keinginan, kehendak, harapan, yang selalu ada di pikiran atau di hati.6
Selanjutnya, dengan mengutip Radbruch, Attamimi membedakan pengertian
cita hukum dengan pemahaman atau konsep tentang hukum (Rechtsbegriff). Cita
hukum ada di dalam cita, sedangkan pemahaman atau konsep tentang hukum

5
Ibid., hlm. 174
6
A. Hamid S. Attamimi, “Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Negara; Suatu Studi Analisis mengenai Keputusan Presiden yang
berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I-Pelita IV,” Disertasi, Jakarta: Fakultas
Pascasarjana Universitas Indonesia,1990, hlm. 308

6
merupakan kenyataan dalam kehidupan yang berkaitan dengan nilai yang
diinginkan, dengan tujuan mengabdi kepada nilai yang ingin kita capai.7
Rudolf Stammler (1856-1939) mengartikan cita hukum dengan kosntruksi
pikir yang merupakan keharusan bagi mengarahkan hukum kepada cita-cita yang
diinginkan masyarakat. Cita hokum berfungsi sebagai bintang pemandu (Leistern)
bagi tercapainya cita cita masyarakat. Meski merupakan titik akhir yang tidak
mungkin dicapai, namun cita hokum memberi manfaat karena mengandung dua
sisi; dengan cita hukum, hukum positif yang berlaku dapat diuji; dan kepada cita
hokum, hokum positif mempunyai usaha menuju sesuatu yang adil dengan sanksi
pemaksa dapat di arahkan.8 Fungsi pertama cita hokum diatas biasanya disebut
sebagai fungsi konstitutif dan fungsi kedua sebagai fungsi regulatif.
Gustay Radbruch (1878-1949) mengartikan cita hukum tidak hanya berfungsi
sebagai tolak ukuryang bersifat regulatif, yaitu yang menguji apakah suatu hukum
positf adil atau tidak, melainkan berfungsi sebagai dasar yang bersifat konstitutif,
yaitu yang menentukan bahwa tanpa cita hukum, hukum akan kehilangan
maknanya sebagai hukum. Radbruch termasuk ke dalam mazhab yang berusaha
menjembatani dualisme das Sein dan das Sollen, dengan mengkosntruksikan
lingkup ketiga, yaitu kebudayaan (die kultur) yang berada di antara kenyataan alami
dan suasana nilai-nilai mutlak yang tak dapat dibatasi waktu.9
Selain kata “cita hukum” juga sering disebut istilah “cita negara”
(Staatsidee). Cita negara sebenernya lebih luas daripada cita hukum. Cita Negara
adalah gagasan, rasa, cipta, pikiran manusia atau sekelompok manusia tentang
Negara, dan salah satu unsur di dalamnya adalah gagasan, rasa, cipta, dan pikiran
mengenai hukum (cita hukum).
Istilah cita hukum pun kadang kala digunakan secara bersamaan dengan
terminologi “Staatsfundamentalnorm” atau norma dasar Negara (Grundnorm,
Ursprungnorm). Padahal dua istilah tersebut (cita hukum dan
Staatsfundamentalnorm) mempunyai perbedaan yang sangat esensial. Cita hukum
berada dalam wilayah nilai-nilai dan berfungsi sebagai Leitstern (bintang
pemandu). Ia belum berada dalam wilayah norma-norma. Sebaliknya,

7
Ibid
8
Ibid.,hlm. 308-309.
9
Ibid., hlm. 309.

7
Staatfundamentalnorm tidak lagi sekedar nilai-nilai, tetapi sudah dikonkretkan
dalam suatu rumusan norma. Sekalipun demikian, Staatfundamentalnorm itu bukan
norma biasa. Ia adalah norma dasar negara.
Notonagoro menerjemahkan Staatfundamentalnorm ini dengan pokok kaidah
fundamentil negara,10 suatu istilah yang sebenernya kurang tepat dtinjau dari
hukum Bahasa Indonesia. Sebagai alternative dapat disarankan untuk menggunakan
istilah norma fundamental Negara dan norma dasar Negara.
Cita hukum memiliki dua fungsi utama, yang dapat dibedakan dalam dua
kategori, yaitu fungsi konstitutif dan regulatif. Fungsi konstitutif berarti cita hukum
itu menentukan dasar suatu tata hukum, yang tanpa itu suatu tata hukum kehilangan
maknanya sebagai hukum. Adapun fungsi regulatif berarti cita hukum itu
menentukan apakah suatu hukum positif itu adil atau tidak adil.11
Staatsfundamentalnorm atau norma dasar Negara ini merupakan norma hukum
tertinggi. Norma hukum tertinggi adalah norma yang dapat menentukan isi dan
bentuk dari tiap-tiap jenjang norma hukum yang lebih rendah. Norma dasar Negara
ini berusaha menjamin semua norma hukum (positif) yang ada dan berlaku dalam
suatu Negara tidak mengalami kontradiksi satu dengan lainnya. Apabila ada norma
hukum yang bertentangan dengan norma hukum tertinggi, maka norma-norma
hukum tersebut tidak dapat berlaku karena ketidakkonstitusionalan
(unconstitutionality) dan ketidaklegalan (illegality).12
Lalu, apakah norma dasar Negara itu identik dengan sumber dari segala sumber
hukum atau sumber tertib hukum? Mengenai hal ini dapatlah dilihat perumusan
yang diberikan oleh Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966: “Sumber dari tertib
hukum suatu Negara atau yang biasa dinyatakan sebagai sumber dari segala sumber
hukum adalah pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral
yang meliputi suasana kejiwaan dan watak dari rakyat negara yang bersangkutan.”
Jika mengacu kepada pengertian “pandangan hidup” seperti disebutkan
dimuka, jelas bahwa pengertian sumber dari segala sumber hukum disini dapat

10
Lihat: Notonegoro. Pancasila Dasar Falsafah (Kumpulan Tiga Uraian Pokok-Pokok Persoalan
Tentang Pancasila ), Cet. 7, Jakarta : Bina Aksara, 1988, hlm. 74.
11
Lihat: A. Hamid S. Attamimi, “Pancasila Cita Hukum dalam Kehidupan Hukum Bangsa
Indonesia,” dalam : Octojo Oesman dan Alfian, ED.,Pancasila sebagai Ideologi dalam berbagai
bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, Jakarta: BP-7 Pusat,1993, hlm.69
12
Ibid.,hlm 62-87

8
ditafsirkan sama dengan pandangan hidup bangsa (ideologi nasional) dan
pandangan hidup Negara (ideologi negara) sekaligus.Sumber dari segala sumber
hukum berarti baru merupakan cita hukum saja, belum merupakan norma dasar
Negara. Dengan perkataan lain, pengertian sumber dari segala sumber hukum tidak
identic dengan norma dasar Negara (Staatsfundamentalnorm).
Kemudian jika dikaitkan dengan istilah “sumber hukum” seperti disinggung
sebelumnya, maka “sumber dari segala sumber hukum” disini mencakup pengertian
semua sumber hukum, baik formal maupun material. Hal ini berarti, semua sumber
hukum positif, baik formal maupun material harus bersumber dari segala sumber
hukum atau sumber tertib hukum itu. Sumber dari segala sumber hukum atau
sumber tertib hukum tadi adalah suatu kompleks nilai-nilai yang terdapat dalam cita
hukum.
Penggunaan kata sumber dari segala sumber hukum ini, seperti beberapa kali
disebutkan diatas, kerapkali disandingkan dengan istilah sumber tertib hukum.
Kedua istilah inipun sering menimbulkan kerancuan sebagaimana tampak dari
pengertian yang diberikan oleh Ketetapan MPRS No. XX/MPRS1966.
Dari definisi sumber dari segala sumber hukum sesungguhnya dapat segera
disimpulkan bahwa pengertian sumber segala sumber hukum itu sangat luas, dan
sumber tertib hukum hanya salah satu bagian di antaranya. Sumber tertib hukum
merupakan pengertian sumber dari segala sumber hukum dari arti sempit. Sumber
tertib hukum di sini dapat diartikan sebagai sumber hukum yang lain, sedangkan
dilihat dari dalam ia menentukan suatu pembentukan hukum secara tertentu dan
khusus. Notonagoro mengartikan tertib hukum dengan keseluruhan peraturan-
peraturan hukum yang memenuhi empat syarat, yaitu:
(1) Adanya kesatuan subjek, yaitu penguasa yang mengadakan peraturan hukum.
Hal ini terpenuhi dengan adanya suatu Pemerintahan Negara Republik Indonesia
(Pembukaan UUD 1945 al. IV)
(2) Adanya kesatuan asas kerohanian yang merupakan suatu dasar dari keseluruhan
peraturan-peraturan hukum, yang merupakan sumber dari segala sumber hukum.
Hal ini terpenuhi oleh adanya dasar filsafat Negara Pancasila sebagaimana
tercantum dalam Alinea IV

9
(3) Adanya kesatuan daerah, dimana peraturan-peraturan hukum itu berlaku,
terpenhuhi oleh kalimat seluruh tumpah darah Indonesia, sebagaimana tercantum
dalan Al. IV
(4) Adanya kesatuan waktu, dimana seluruh peraturan-peraturan hukum ini
berlaku. Hal ini terpenuhi dengan kalimat pada Al. IV.13
Definisi tertib hukum, baik dari Stammler maupun Notonagoro, pada
dasarnya bermakna sama, dan semuanya mengacu pada batasan tentang sistem
hukum,. Jadi, sumber tertib hukum dengan demikian, adalah identic dengan sumber
dari system hukum itu sendiri.
Perwujudan sumber tertib hukum itu dinyatakan dalam Ketetapan MPRS No.
XX/MPRS1966 tentang Memorandum DPR-GR Mengenai Sumber Tertib Hukum
Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia.
Ketetapan ini menurut Ketetapan MPR No. V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No.
IX/MPR/1978 masih berlaku sampai sekarang, walaupun diakui, perlu dilakukan
penyempurnaan.
Dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 itu dinyatakan, bahwa
pandangan hidup, kesadaran, dan cita-cita hukum serta cita-cita moral luhur yang
meliputi suasana kejiwaan serta watak dari bangsa Indonesia itu, pada tanggal 18
Agustus 1945 telah dimurnikan dan dipadatkan oleh PPKI atas nama rakyat
Indonesia, menjadi dasar Negara Republik Indonesia, yaitu Pancasila.
Juga diterangkan, bahwa Pembukaan UUD 1945 sebagai pernyataan
kemerdekaan yang terperinci yang mengandung cita-cita luhur dari Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan yang memuat Pancasila sebagai dasar Negara,
merupakan satu rangkaian dengan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan
oleh karena itu tidak dapat diubah oleh siapapun juga, termasuk MPR hasil
pemilihan umum, yang berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 37 UUD 1945 berwenang
menetapkan dan mengubah undang-undang dasar.
Dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 disebutkan empat wujud
sumber dari segala sumber hukum. Lebih tepatnya kiranya apabila dikatakan,
bahwa empat hal tersebut adalah perwujudan dari sumber tertib hukum di Indonesia
karena sumber tertib hukum disini dapat diartikan sebagai sumber hukum yang

13
Prof.Dr. Kaelan,M.S., Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Paradigma,2010 hlm. 149-150

10
melahirkan suatu tertib hukum Indonesia. Juga seperti telah disebutkan
sebelumnya, bahwa pengertian sumber tertib hukum ini identik pula dengan sumber
dari sistem hukum. Empat wujud sumber tertib hukum (sumber dari sistem hukum
Indonesia) itu adalah:
1. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945;
2. Dekrit Presiden 5 Juli 1959;
3. Undang-Undang Dasar Proklamasi, yang terdiri atas Pembukaan, Batang
Tubuh, dan Penjelasannya;
4. Surat Perintah 11 Maret 1966.

Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 menjadi sumber tertib hukum


karena merupakan titik awal lainnya tertib hukum nasional Indonesia. Adapun
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 juga merupakan perwujudan sumber tertib karena
mengembalikan pada tertib hukum Indonesia sebagaimana dulu dibangun dengan
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.Perwujudan lebih konkret lagi sumber
tertib hukum kita adalah UUD 1945 itu sendiri. Dengan demikian, Dekrit Presiden
5 Juli 1959 dan UUD 1945 hanya memberi penegasan kepada perwujudan sumber
tertib hukum yang pertama.

Surat Perintah 11 Maret 1966 juga adalah perwujudan sumber tertib


hukum, mengingat surat ini dipergunakan sebagai landasan untuk melakukan
tindakan-tindakan yang mendasar bagi penyelamatan bangsa dan Negara.
Supersemar ini kemudian melahirkan orde baru, yang kehadirannya amat
mempengaruhi bentuk da nisi system hukum Indonesia secara keseluruhannya.

Jika nilai diartikan sebagai kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi
kepentingan manusia Indonesia, baik ditinjau dari sudut lahir maupun batin, maka
tentu tidak dapat disangkal lagi, bahwa Pancasila pada hakikatnya merupakan nilai-
nilai.

Pancasila dalam wujud nilai-nilai merupakan cita Negara Indonesia, dan


salah satu bagian dari cita Negara ini adalah cita hukum. Kedudukan Pancasila
sebagai cita hukum mempunyai dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi konstitutif dan
regulatif. Nilai-nilai Pancasila sebagai cita hukum tersebut adalan nilai-nilai dasar,
yang juga berkaitan dengan nilai-nilai yang objektif, positif, intrinsic, dan

11
transenden. Sekalipun demikian, mengingat nilai berkaitan erat dengan kepentingan
dari subjek yang memberi nilai, maka berarti pada nilai selalu terdapat kepentingan.
Dengan perkataan lain, tiap-tiap nilai, mengandung cita , yakni gagasan, rasa, cipta
dan pikiran. Nilai-nilai Pancasila dengan demikian, selain bersifat objektif seperti
dinyatakan diatas, juga bersifat subjektif karena timbul dan diyakini oleh bangsa
Indonesia.

Akhirnya dapat disimpulkan bahwa Pancasila dalam arti sebagai cita hukum
sekaligus merupakan sumber dari segala sumber hukum. Adapun Pancasila yang
terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan norma dasar Negara
(Staatsfundamentalnorm). Pancasila sebagai cita hukum berada di luar sistem
norma hukum, tetapi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan sistem
hukum Indonesia. Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 berada
dalam sistem norma hukum dan dengan sendirinya juga merupakan bagian dari
sistem hukum Indonesia.

B. Prinsip-Prinsip yang Terkandung dalam Batang Tubuh UUD 1945


a. Negara Kesatuan Berbentuk Republik
Sesuai dengan pasal 1 UUD 1945, Negara kita ialah Negara kesatuanyang
berbentuk Republik. Bagi Negara kita tiada lain bentuk Negara yang paling tepat
adalah Negara Kesatuan yang bernafaskan demokrasi, yaitu Demokrasi Pancasila.
Negara kesatuan berbentuk Republik. Sesuai dengan pasal 1 ayat (1) UUD
1945, mengemukakan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang
berbentuk Republik”. Hal ini sesuai dengan sejarah perjuangan bangsa dan
perkembangan bangsa dan Negara kita yang mempunyai wawasan nasional
(wawasan Nusantara), yakni Kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan politik,
satu kesatuan ekonomi, satu kesatuan social budaya, dan satu kesatuan pertahanan
dan keamanan.

b. Hak- hak Manusia berdasarkan Pancasila

12
Negara Pancasila menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM). Hak Asasi
Manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia. Hak Asasi manusia
meliputi hak hidup, hak kemerdekaan atau kebebasan, hak milik, dan lain-lain. Hak-
hak dasar yang melekat pada diri pribadi manusia dan tidak boleh diganggu gugat
oleh orang lain. Barang siapa merampas hak hidup, hak kemerdekaan atau
kebebasan, dan hak milik seseoramg berarti melanggar hak kemanusiaan.
Disamping hak asasi, terdapat kewajiban asasi. Kalau di dalam masyarakat
yang individualistis, tuntutan pelaksanaan hak asasi manusia ada kecenderungan
berlebihan sehingga mungkin merugikan masyarakat. Maka dalam Negara
Indonesia yang berideologi Pancasila hak asasi manusia itu dilaksanakan secara
seimbang sebagai monodualistis, atau dengan kata lain bersifat kekeluargaan.
Perwujudan hak-hak asasi manusia berdasarkan Pancasila ini lebih tegas
dalam pasal 27, 28, 29, 30, 31, 33,dan 34 Undang-Undang Dasar 1945. Kewajiban-
kewajiban asasi adalah kewajiban belajar, kewajiban memberi suara, kewajiban
membayar pajak, kewajiban menjaga keamanan, kewajiban membela Negara,
tunduk dan taat menjalankan segala aturan Negara.
Kesamaan Kedudukan Hukum dan Pemerintahan. Pada hakikatnya politik
adalah masalah kekuasaan, kekuasaan suatu pemerintah terhadap warga Negara dan
rakyatnya berdasarkan hukum yang berlaku dalam suatu pemerintahan. Pasal yang
berkaitan dengan sistem politik tercantum pada pasal 26 UUD 1945, dan Pasal 27
ayat (1), dimana warga Negara bersamaan kedudukannya di depan hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya.

c. Sistem Ekonomi berdasarkan Pasal 33, UUD 1945


Sistem Ekonomi sebagai usaha bersama dan kekeluargaan. Hal-hal yang
berhubungan dengan kesejahteraan bangsa ini diatur dalam Pasal 33, UUD 1945.
Pada pasal ini menggambarkan bahwa dengan adanya demokrasi, yakni produksi
dikerjakan oleh semua, untuk semua, dibawah pimpinan atau penilaian dan
pengawasan anggota- anggota masyarakat.
Kemakmuran di Negara Pancasila ini adalah kemakmuran masyarakat, bukan
perorangan. Bentuk perusahaan yang sesuai dengan system ekonomi kekeluargaan

13
adalah, demokrasi kooperatif, persamaan, persatuan, demokrasi ekonomi, dan
pendidikan. Pasal-pasal yang ada sangkutannya dengan kesejahteraan rakyat antara
lain: pasal 23 yang mengatur APBN, pasal 27 ayat (2) yang mengatur tentang
kemerdekaan memeluk agama atau memilih suatu agama yang diyakininya, pasal
31 tentang hak mendapatkan pendidikan, pasal 34 tentang fakir miskin dan anak-
anak yang terlantar dipelihara oleh Negara

d. Sistem sosial budaya berdasarkan Pasal 32, UUD 1945


Atas Dasar Kebudayaan Nasional dan Bhinneka Tunggal Ika. Negara Indonesia
terdiri atas banyak pulau dan suku bangsa serta golongan warga Negara, maka kita
menjunjung tinggi Semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Dalam hubungan ini, kita
tidak boleh mempertantangkan perbedaan bentuk dan wujud kebudayaan yang
beraneka ragam yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat kita, tetapi
keanekaragaman itu hendaknya saling melengkapi dan semuanya itu merupakan
khazanah kebudayaan kita. Pasal yang berkaitan dengan bidang social dan budaya
terdapat dalam pasal 32 UUD 1945.
Dalam pasal 32 Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa pemerintah
memajukan kebudayaan nasional. Ini berarti bahwa bangsa Indonesia
mengutamakan pembinaan dan pembangunan kebudayaan Indonesia. Unsur-unsur
kebudayaan asing dapat diterima ke dalam kebudayaan nasional dengan syarat lebih
mengembangkan kebudayaan nasional dan tidak bertentangan dengan Pancasila.
Di samping itu karena Negara kita terdiri atas banyak pulau atau suku bangsa,
mempunyai adat istiadat dan kebudayaan daerah yang beraneka ragam, maka tidak
perlu memperbandingkan perbedaan bentuk dan wujud (gatra) yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat kita, malah sebaliknya dengan keanekaragaman
tersebut akan saling melengkapi dan saling memperkaya suatu kesatuan sebagai
khazanah kebudayaan kita. Dengan demikian peri kehidupan masyarakat akan lebih
serasi yang akan menuju tingkat kemajuan dan pengembangan (apresiasi) yang
merata dan seimbang.

e. Sistem pertahanan keamanan berdasarkan pasal 30, UUD 1945

14
Hak dan Kewajiban dalam pembelaan Negara.doktrin pertahanan dan keaamanan
nasional di Negara Indonesia adalah dengan sistem pertahanaan keamanan rakyat
semesta (hankamrata).yang berarti bahwa keselamatan Negara dan bangsa di
tentukan oleh factor rakyat yang patriotik,militant,terlatih,dan tersusun
baik,kualitas rakyat dalam arti mental atau jiwa organisasi serta keterampilanya
ditentukan oleh kualitas inti kekuatan Hankamnas.pasal yang berkaitsn yaitu
terdapat pada pasal 30 UUD 1945.dan pembukaan Alinea IV yang menyatakan
bahwa pemerintah Negara Indonesia harus melindungi segenap bangsa Indonesia
dan se;uruh tumpah darah Indonesia.
Seperti yang disinggung dalam uraian terdahulu pasal 30 Undang-undang
1945 menyatakan bahwa setiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta didalam
pembelaan Negara.letak kepulauan Nusantara yang strategis dan berbeda diposisi
silang sebagai suatu kesatuaan pertahanan dan keamanan,berarti bahwa ancaman
salah satu segi kehidupan pada hakikatnya adalah merupakan ancaman terhadap
keutuhan bangsa Indonesia secara keseluruhan,dan oleh kerenanya bangsa
Indonesia sebagai warga Negara mempunyai kewajiban untuk membela keutuhan
Negara dan bangsa Indonesia.oleh sebab itu prinsip wawasan nusantara dan
ketahanan nasional perlu dikembangkan.

f. Sistem Pemerintahan berdasarkan Sistem demokrasi dengan ketentuan-


ketentuan
1. Supremasi MPR
2. Pemerintahan bertanggung jawab kepada MPR
3. Presidentil kabinet
4. Pengawasan parlemen
5. Peradilan bebas
6. Otonomi daerah
Sistem pemerintahan demokrasi,Indonesia merupakan system demokrasi
dalam kehidupan sehari-hari dan lebih tepatnya dalam penyelenggaraan
Negara.penyelenggaraan sistem demokrasi tercantum dalam pancasila dalam

15
isi UUD 1945 mengandung pokok-pokok pikiran penjelmaan jiwa dan
semangat pancasila.14

III. PENUTUP

Sebagai penutup uraian ini ingin ditegaskan kembali dalam menjabarkan


empat pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, menurut
Penejelasan Undang-Undang Dasar ini, merupakan penjelasan logis dari inti alinea
keempat Pembukaan UUD 1945. Atau dengan lain perkataan bahwa keempat pokok
pikiran tersebut tidak lain adalah merupakan penjabaran dari Dasar Filsafat
Negara, Pancasila.

Prinsip Negara sebagaimana terkandung dalam pokok-pokok pikiran tersebut


menunjukkan kepada kita bahwa dalam kehidupan bernegara walaupun didasarkan
pada peraturan hukum, juga harus didasarkan pada moralitas Negara Indonesia
mendasarkan pada komitmen-komitmen moral religius serta moral kemanusiaan
yang beradab, karena dalam kehidupan bernegara pada hakikatnya untuk mencapai
tujuan kemanusiaan yang bermartabat luhur.

Berdasarkan penjelasan di atas juga dapat disimpulkan bahwa Pembukaan


UUD 1945, mempunyai fungsi hubungan langsung yang bersifat kausal organis
dengan Batang Tubuh UUD 1945, karena isi dalam Pembukaan dijabarkan ke
dalam pasal-pasal UUD 1945. Maka Pembukaan UUD 1945 yang memuat dasar
filsafah Negara dan Undang-Undang Dasar merupakan satu kesatuan, walaupun
dapat dipisahkan, bahkan merupakan rangkaian kesatuan nilai dan norma yang
terpadu.

14
https://id.scribd.com/document/441117638/PRINSIP-PRINSIP-YANG-TERKANDUNG-
DALAM-BATANG-TUBUH-UUD-1945

16
DAFTAR PUSTAKA

Prof.Dr. Kaelan,M.S., Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Paradigma,2010

A.Hamid S. Attamimi, “Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam


Penyelenggaraan Pemerintahan Negara; Suatu Studi Analisis mengenai Keputusan
Presiden yang berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I-Pelita IV,”
Disertasi, Jakarta: Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia,1990

Notonegoro. Pancasila Dasar Falsafah (Kumpulan Tiga Uraian Pokok-Pokok


Persoalan Tentang Pancasila ), Cet. 7, Jakarta : Bina Aksara, 1988

Lihat: A. Hamid S. Attamimi, “Pancasila Cita Hukum dalam Kehidupan Hukum


Bangsa Indonesia,” dalam : Octojo Oesman dan Alfian, ED.,Pancasila sebagai
Ideologi dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, Jakarta: BP-7 Pusat,1993

Prof.Dr. Kaelan,M.S., Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Paradigma,2010

https://id.scribd.com/document/441117638/PRINSIP-PRINSIP-YANG-
TERKANDUNG-DALAM-BATANG-TUBUH-UUD-1945

17

Anda mungkin juga menyukai