A. Kajian Teoritis
1. Anak menurut Undang-undang
Dalam pasal 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
perlindungan anak menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang
belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih
dalam kandungan. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
yang disebut sebagai anak adalah manusia yang masih berada di
dalam kandungan, baik yang berupa janin yang baru terbentuk
maupun yang sudah memilki nyawa, hingga yang berusia 18 tahun.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan
menyebutkan dalam pasal 47 ayat 1 bahwa yang disebut sebagai
anak adalah seseorang yang berusia di bawah 18 tahun dan belum
pernah melangsungkan pernikahan. Penjelasan dari definisi diatas
adalah bahwa anak merupakan seseorang yang berusia dibawah 18
tahun dan belum pernah sebelumnya melangsungkan perkawinan,
baik secara adat maupun secara hukum. Seseorang yang telah atau
pernah melangsungkan perkawinan, meskipun berusia dibawah 18
tahun, sudah tidak lagi dianggap sebagai anak.
Anak dalam UU No.3 tahun 1997 tercantum dalam pasal 1 ayat
(2) yang berbunyi: “Anak adalah orang dalam perkara anak nakal
yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai
umur 18 tahun (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.”
Pengertian anak dalam konteks ini adalah terbagi kedalam dua
kategori yaitu belum berusia antara 8 hingga 18 tahun dan belum
pernah melakukan perkawinan. Pasal 1 Ayat (2) Undang-undang
Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak menyatakan
bahwa definisi anak adalah seseorang yang berusia dibawah 21
tahun dan belum pernah melangsungkan perkawinan.
III-1
2. Anak Berdasarkan Aspek Sosiologis
Anak adalah makhluk hidup sekaligus makhluk sosial. Sebagai
makhluk hidup anak berinteraksi dengan manusia, baik dalam
lingkup berbangsa dan bernegara, maupun dalam sebuah kelompok
sosial (Andy Lesmana; 2012). Sebagai makhluk sosial, anak berada
dalam kumparan lingkungan baik yang dikehendaki maupun yang
tidak dikehendaki, yang secara langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi kehidupannya.
Sebagai individu yang lahir dari orang dewasa maka proses
kehidupan anak berada dalam posisi bergantung kepada orang
dewasa. Anak akan melakukan imitasi, adaptasi dimana mereka
berada sesuai dengan umur yang diembannya. Pada balita,
sepenuhnya hidup anak, proses interaksi dan adaptasi bergantung
pada orang tua dan orang-orang dewasa di sekitarnya. Tatkala
masuk usia sekolah anak mulai memperluas interaksinya dengan
teman, guru, masyarakat sekitar dimana mereka berada, bahkan
termasuk pada teknologi informasi.
Proses interaksi dan adaptasi yang makin luas menjadikan anak
rentan sekaligus memiliki kemampuan bertahan dalam menghadapi
berbagai cobaan dan tantangan. Peran orang dewasa mulai memudar
seiring kedewasaan anak. Pada saat orang dewasa mundur dalam
mendampingi anak, saat itulah anak mengalami proses pencarian
jati ini. Proses interaksi dan adaptasi sosial yang berhasil dengan
baik akan meningkatkan kapasitas anak, dan jika gagal maka
persoalan sosial muncul dan menjadikan anak tersisih dari
kehidupan sosialnya.
III-2
diatas, disebutkan bahwa seseorang masih disebut sebagai anak
ketika secara ekonomi masih belum mandiri. Klasifikasi kemandirian
dan definisi anak Pemberian perlindungan dalam lingkup ekonomi
juga dibatasi oleh Undang-undang nomor 4 tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak yaitu ketika masih berada dibawah usia 21
tahun.
5. Hak-hak Anak
Pasal 6 Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak No 11 Tahun 2011 tentang Kebijakan
Pengembangan KLA membagi hak dasar anak atas 5 klaster,
meliputi: 1) hak sipil dan kebebasan, 2) hak lingkungan keluarga dan
pengasuhan alternatif, 3) kesehatan dasar dan kesejahteraan, 4)
pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya, serta 5)
perlindungan khusus. Pemenuhan hak dasar anak tersebut harus
didasari pada 5 prinsip yang harus selalu menyertainya, yaitu: 1)
non-diskriminasi, 2) kepentingan terbaik bagi anak, 3) hak untuk
III-3
hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan anak, dan 4)
pernghargaan terhadapa anak.
Lebih lanjut, secara khusus Konvensi Hak Anak (KHA) telah
merumuskan kebutuhan/hak dasar dari anak yang perlu untuk
dipenuhi dalam proses tumbuh kembangnya yang terjabar dalam 5
hak dasar anak sebagaimana tercantum dalam lampiran Permen
PPPA Nomor 11 Tahun 2011. Hak-hak tersebut diuraikan dibawah
ini.
Tabel 2.1 Hak Sipil dan Kebebesan
No Komponen Hak Uraian
1. Hak atas identitas Memastikan bahwa seluruh anak tercatat
dan memiliki kutipan akta kelahirannya
sesegera mungkin sebagai pemenuhan
tanggung jawab negara atas nama dan
kewarganegaraan anak (termasuk tanggal
kelahiran dan silsilahnya); menjamin
penyelenggaraan pembuatan akta
kelahiran secara gratis; dan melakukan
pendekatan layanan hingga tingkat
desa/kelurahan.
2. Hak perlindungan Memastikan sistem untuk pencegahan
identitas berbagai tindak kejahatan terhadap anak,
seperti perdagangan orang, adopsi ilegal,
manipulasi usia, manipulasi nama, atau
penggelapan asal-usul serta pemulihan
identitas anak sesuai dengan keadaan
sebenarnya sebelum terjadinya kejahatan
terhadap anak tersebut, dan memberikan
jaminan hak prioritas anak untuk
dibesarkan oleh orang tuanya sendiri.
3. Hak berekspresi Jaminan atas hak anak untuk
dan mengeluarkan berpendapat dan penyediaan ruang bagi
pendapat anak untuk dapat mengeluarkan pendapat
III-4
No Komponen Hak Uraian
atau berekspresi secara merdeka sesuai
keinginannya.
III-5
No Komponen Hak Uraian
9. Jaminan bahwa Jaminan bahwa setiap anak diperlakukan
setiap anak secara manusiawi tanpa adanya
diperlakukan kekerasan sedikitpun, termasuk ketika
secara manusiawi anak berhadapan dengan hukum.
tanpa adanya
kekerasan
sedikitpun,
termasuk ketika
anak berhadapan
dengan hukum.
III-6
N Komponen Hak Uraian
o
dari orang tua kepentingan terbaik bagi anak.
`
3. Reunifikasi Pertemuan kembali anak dengan orang
tua setelah terpisahkan, misalnya
terpisahkan karena bencana alam,
konflik bersenjata, atau orang tua
berada di luar negeri.
III-7
N Komponen Hak Uraian
o
7. Pengangkatan/adopsi Memastikan pengangkatan/adopsi anak
anak dijalankan sesuai dengan peraturan,
dipantau, dan dievaluasi tumbuh
kembangnya agar kepentingan terbaik
anak tetap terpenuhi.
III-8
No Komponen Uraian
Hak
1. Anak Memastikan anak cacat mendapatkan akses
penyandang layanan publik yang menjamin kesehatan dan
disabilitas kesejahteraannya.
2. Kesehatan Memastikan setiap anak mendapatkan
dan layanan pelayanan kesehatan yang komprehensif dan
kesehatan terintegrasi.
3. Jaminan Memastikan setiap anak mendapatkan akses
sosial layanan jaminan sosial dan fasilitasi kesehatan, contoh:
dan fasilitasi jamkesmas dan jamkesda.
kesehatan
4. Standar hidup Memastikan anak mencapai standar tertinggi
kehidupan dalam hal fisik, mental, spiritual,
moral dan sosial, contoh: menurunkan
kematian anak, mempertinggi usia harapan
hidup, standar gizi, standar kesehatan, standar
pendidikan, dan standar lingkungan.
III-9
No Komponen Hak Uraian
sekolah yang ramah anak dengan
mengaplikasikan konsep disiplin tanpa
kekerasan dan rute aman dan selamat ke dan
dari sekolah.
2. Kegiatan Memastikan bahwa anak memiliki waktu untuk
liburan, dan beristirahat dan dapat memanfaatkan waktu
kegiatan seni luang untuk melakukan berbagai kegiatan seni
dan budaya dan budaya, contoh: penyediaan fasilitas
bermain dan rekreasi serta sarana kreatifitas
anak.
III-10
No Komponen Uraian
Hak
dasarnya.
Pengungsi anak: memastikan bahwa setiap
anak yang harus berpindah dari tempat
asalnya ke tempat yang lain, harus
mendapatkan jaminan pemenuhan hak
tumbuh kembang dan perlindungan secara
optimal.
Situasi konflik bersenjata: memastikan
bahwa setiap anak yang berada di daerah
konflik tidak direkrut atau dilibatkan dalam
peranan apapun, contoh: menjadi tameng
hidup, kurir, mata-mata, pembawa bekal,
pekerja dapur, pelayan barak, penyandang
senjata atau tentara anak.
2. Anak yang Memastikan bahwa anak-anak yang
berhadapan berhadapan dengan hukum mendapatkan
dengan hukum perlindungan dan akses atas tumbuh
kembangnya secara wajar, dan memastikan
diterapkannya keadilan restoratif dan prioritas
diversi bagi anak, sebagai bagian dari kerangka
pemikiran bahwa pada dasarnya anak sebagai
pelaku pun adalah korban dari sistem sosial
yang lebih besar.
3. Anak dalam Yang dimaksud dengan situasi eksploitasi
situasi adalah segala kondisi yang menyebabkan anak
eksploitasi tersebut berada dalam keadaan terancam,
tertekan, terdiskriminasi dan terhambat
aksesnya untuk bisa tumbuh kembang secara
optimal. Praktek yang umum diketahui
misalnya dijadikan pekerja seksual, joki
narkotika, pekerja anak, pekerja rumah tangga,
III-11
No Komponen Uraian
Hak
anak dalam lapangan pekerjaan terburuk bagi
anak, perdagangan dan penculikan anak, atau
pengambilan organ tubuh. Untuk itu, perlu
memastikan adanya program pencegahan dan
pengawasan agar anak-anak tidak berada
dalam situasi eksploitasi dan memastikan
bahwa pelakunya harus ditindak. Selain itu,
anak-anak korban eksploitasi harus ditangani
secara optimal mulai dari pelayanan kesehatan,
rehabilitasi sosial hingga kepada pemulangan
dan reintegrasi.
4. Anak yang Memastikan bahwa anak-anak dari kelompok
masuk dalam minoritas dan terisolasi dijamin haknya untuk
kelompok menikmati budaya, bahasa dan
minoritas dan kepercayaannya.
terisolasi
III-12
metode penyusunan Naskah Akademik yang berbasiskan metode
penelitian hukum. Penelitian hukum yang digunakan yaitu metode
yuridis normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji
penerapan kaidah-kaidah menggunakan konsepsi legis positivis1.
Konsep ini memandang hukum identik dengan norma-norma tertulis
yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau pejabat yang
berwenang. Konsepsi ini memandang hukum sebagai suatu sistem
normatif yang bersifat mandiri, tertutup dan terlepas dari kehidupan
masyarakat yang nyata.2 Menurut Soerjono Soekanto pendekatan
yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara
meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar
untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap
peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan
permasalahan yang diteliti.3
Melengkapi metode yuridis normatif, pendekatan dilakukan
dengan yuridis empiris. Menurut Ronny Hanitijo Soemitro
pendekatan yuridis empiris adalah pendekatan kepustakaan yang
berpedoman pada peraturan-peraturan, buku-buku atau literatur-
literatur hukum serta bahan-bahan yang mempunyai hubungan
permasalahan dan pembahasan.4 Metode dan pendekatan ini
dilakukan melalui studi pustaka yang menelaah (terutama) data
sekunder yang berupa Peraturan Perundang-undangan, putusan
pengadilan, perjanjian, kontrak, atau dokumen hukum lainnya, serta
hasil penelitian, hasil pengkajian, dan referensi lainnya.
1 Johnny Ibrahim, 2006, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia Publishing, hlm.
295.
2 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2001, hlm 13-
14
3 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Rajawali Pers, Jakarta,
2001, hlm. 13-14.
III-13
Penelitian ini lebih ditekankan kepada studi kepustakaan.
Jenis data yang diperoleh dari bahan kepustakaan ini disebut dengan
data sekunder yang meliputi buku-buku, jurnal dan bahan
dokumenter lainnya. Data yang diperoleh dari bahan kepustakaan
dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang mempunyai
kekuatan hukum yang mengikat, seperti Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun
2008 jo Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2011.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang menjelaskan
atau menerangkan bahan hukum primer, seperti buku-buku,
jurnal, hasil penelitian dan hasil karya dari para pakar yang ada
hubungannya dengan Rancangan Peraturan Daerah tentang PUG
Kabupaten Kudus.
c. Bahan hukum tersier, yakni bahan hukum tersier, yakni bahan
yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum
primer dan sekunder; contohnya adalah kamus, ensiklopedia,
indeks kumulatif dan lain-lain yang relevan.
III-14
No Kegiatan Hasil
Perlindungan Anak yang
dibutuhkan
3 Menyusun formulir isian Form isian untuk perangkat
data/informasi untuk daerah terkait
penyusunan naskah akademik
4 Identifikasi kebijakan dari Pusat Hasil telaah kebijakan dari
dan provinsi terkait Perlindungan pusat dan provinsi terkait
Anak Perlindungan Anak
5 Identifikasi kebijakan Kota Hasil telaah kebijakan
Salatiga terkait Perlindungan tentang Perlindungan Anak
Anak Kota Salatiga
III-15
2. Kata Pengantar
3. Daftar Isi
4. Bab I Pendahuluan
a. Latar Belakang
b. Identifikasi Masalah
c. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik
d. Metode
e. Sistematika Naskah Akademik
5. Bab II Kajian Teoritis dan Praktik Empiris
a. Kajian teoritis
b. Kajian terhadap asas/prinsip yang terkait dengan penyusunan
norma.
c. Kajian terhadap praktik penyelenggaraan, kondisi yang ada,
serta permasalahan yang dihadapi masyarakat.
d. Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru yang akan
diatur dalam Undang-Undang atau Peraturan Daerah terhadap
aspek kehidupan masyarakat dan dampaknya terhadap aspek
beban keuangan negara.
6. Bab III Evaluasi dan Analisis Peraturan Perundang - Undangan
Terkait
7. Bab IV Landasan Filosofis, Sosiologis, dan Yuridis
a. Landasan Filosofis
b. Landasan Sosiologis
c. Landasan Yuridis
8. Bab V Jangkauan, Arah Pengaturan, dan Ruang Lingkup Materi
Muatan Peraturan Daerah
a. Ketentuan umum memuat rumusan akademik mengenai
pengertian istilah, dan frasa;
b. Materi yang akan diatur;
c. Ketentuan sanksi; dan
d. Ketentuan peralihan.
9. Bab VI Penutup
a. Simpulan
III-16
b. Saran
10. Lampiran: Rancangan Peraturan Daerah
III-17