PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasal 28B Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia
Tahun 1945 menyebutkan bahwa setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi 1. Semangat
perlindungan terhadap anak menjadi perhatian Pemerintah
mengingat anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha
Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai
manusia seutuhnya. Anak juga merupakan tunas, potensi, dan
generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran
strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin
kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan.
Berkaca pada kondisi tersebut, Pemerintah menilai bahwa sebagai
penerus Bangsa, anak perlu perlu mendapatkan hak tumbuh
kembang serta mendapatkan perlindungan khusus dalam rangka
mendukung pemenuhan kesejahteraan anak. Semangat Pasal 28B
sebagaimana disebutkan dalam UUD RI Tahun 1945 menjadi dasar
dalam penyusunan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak juncto Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak
Perlindungan anak menurut Pasal 1 Undang-Undang adalah
segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-
haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi,
secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Perlindungan anak merupakan sebuah mekanisme yang dibentuk
1
Majelis Permusyawaratan Rakyat, ‘Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945’, 2000, 1–
28 <https://www.mkri.id/index.php?page=web.PeraturanPIH&id=1&menu=6&status=1>.
I-1
oleh Pemerintah dalam rangka menyelenggaran pemenuhan hak anak
secara komprehensif serta penyelenggaraan perlindungan khusus
terhadap anak dengan menjalin kerjasama dan koordinasi lintas
sektoral baik kepada Orang Tua, Masyarakat, Lembaga Masyarakat,
Dunia Usaha, dan Media Massa. Pemenuhan hak anak berkaitan erat
dengan pemenuhan hak anak yang diatur pada Pasal 4 hingga Pasal
18 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 juncto Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2014. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak menstrukturkan hak-hak tersebut kedalam 24
indikator hak anak sebagaimana tercantum dalam Indikator
Kabupaten/Kota Layak Anak2, meliputi:
a) Kelembagaan:
1. Peraturan daerah tentang KLA
2. Penguatan kelembagaan KLA
3. Peran lembaga masyarakat, media massa, dan dunia usaha
dalam pemenuhan hak Anak dan perlindungan khusus Anak
b) Klaster Hak Sipil dan Kebebasan:
4. Anak yang memiliki kutipan akta kelahiran
5. Ketersediaan fasilitas Informasi Layak Anak (ILA)
6. Pelembagaan partisipasi Anak
c) Klaster Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif:
7. Pencegahan perkawinan Anak
8. Penguatan kapasitas lembaga konsultasi penyedia layanan
pengasuhan Anak bagi orang tua/keluarga
9. Pengembangan Anak Usia Dini Holistik dan Integratif (PAUD-HI)
10. Standardisasi lembaga pengasuhan alternatif
11. Ketersediaan infrastruktur ramah Anak di ruang publik
d) Klaster Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan:
12. Persalinan di fasilitas kesehatan
13. Status gizi balita
2
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, ‘Bahan Advokasi Kebijakan KLA’,
Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak, 2016, 24
<https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/slider/09e6c-kla.pdf>.
I-2
14. Pemberian Makan pada Bayi dan Anak (PMBA) usia di bawah
2 tahun
15. Fasilitas kesehatan dengan pelayanan ramah Anak
16. Lingkungan sehat
17. Ketersediaan kawasan tanpa rokok (KTR) dan larangan iklan,
promosi, dan sponsor (lPS) rokok
e) Klaster Pendidikan Pemanfaatan Waktu Luang dan Kegiatan
Budaya:
18. Wajib belajar 12 (dua belas) tahun
19. Sekolah Ramah Anak (SRA)
20. Ketersediaan fasilitas untuk kegiatan budaya, kreativitas, dan
rekreatif yang ramah Anak
f) Klaster Perlindungan Khusus:
21. Anak mengalami Kekerasan dan Eksploitasi:
a. Mekanisme Pencegahan dan Penanganan dalam
Perlindungan Khusus
b. Pelayanan bagi anak korban kekerasan dan eksploitasi
c. Anak yang dibebaskan dari pekerja Anak dan bentuk-
bentuk pekerjaan terburuk untuk Anak (BPTA)
22. Anak korban pornografi, NAPZA dan terinfeksi HIV- AIDS:
a. Pelayanan bagi Anak korban pornografi, NAPZA dan
terinfeksi HIV- AIDS
b. Pelayanan bagi Anak korban bencana dan konflik
c. Pencegahan dan Penanganan anak terinfeksi HIV-AIDS
23. Anak penyandang disabilitas, kelompok minoritas dan
terisolasi
a. Pelayanan bagi Anak penyandang disabilitas, kelompok
minoritas dan terisolasi
b. Pelayanan bagi Anak dengan perilaku sosial menyimpang
24. Anak yang Berhadapan dengan Hukum dan Korban Jaringan
Terorisme dan Stigmatisasi Akibat dari Pelabelan
a. Penyelesaian kasus Anak yang Berhadapan dengan Hukum
(ABH) melalui diversi (khusus pelaku)
I-3
b. Pelayanan bagi Anak Korban Jaringan Terorisme dan
Stigmatisasi Akibat dari Pelabelan terkait dengan Kondisi
Orang Tuanya
KLASTER I
HAK SIPIL DAN KEBEBASAN
KLASTER II
LINGKUNGAN KELUARGA DAN
PENGASUHAN ALTERNATIF
Pemenuhan
Hak Anak
KLASTER III
KESEHATAN DASAR DAN
KESEJAHTERAAN
PERLINDUNGAN
ANAK
KLASTER IV
PENDIDIKAN, PEMANFAATAN
WAKTU LUANG, DAN KEGIATAN
BUDAYA
Perlindungan
KLASTER V Khusus Anak
PERLINDUNGAN KHUSUS
3
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, 2002.
4
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 4 Tahun 2022 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan
Anak,2022.
I-4
b. memberikan jaminan bagi anak agar terpenuhi hak anak dan
kedudukannya;
c. mencegah segala bentuk kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan
perlakuan salah terhadap anak;
d. melakukan upaya-upaya pengurangan risiko terjadinya kekerasan,
eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah terhadap anak;
e. melakukan penanganan terhadap anak sebagai korban, anak
sebagai pelaku, anak sebagai saksi atas kekerasan, eksploitasi,
penelantaran dan perlakuan salah;
f. meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya pencegahan,
pengurangan risiko dan penanganan terhadap segala bentuk
kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah
terhadap anak; dan
g. meningkatkan peran, fungsi, dan kemandirian lembaga
pemerintah dan masyarakat yang menangani perlindungan anak.
I-5
anak itu sendiri. Berkaca pada kondisi diatas, Pemerintah Kota
Salatiga menyusun Rancangan Peraturan Daerah tentang
Penyelenggaraan Pelindungan Anak yang harapannya dapat menjadi
dasar pelaksanaan perlindungan anak di Kota Salatiga secara
komprehensif, terukur serta berorientasi pada kepentingan terbaik
bagi anak.
C. Landasan Hukum
I-6
Landasan Hukum yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan
penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kota
Salatiga tentang Penyelenggaraan Pelindungan Anak adalah:
I-7
8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak sebagaimana diubah melalui Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
D. Ouput
Output yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan
penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kota
Salatiga tentang Penyelenggaraan Pelindungan Anak adalah
tersusunnya dokumen Naskah Akademik yang juga memuat tentang
Draft Peraturan Daerah.
I-8
Bab ini berisi pernyataan tentang harapan keberhasilan
pelaksanaan pekerjaan dengan adanya dukungan dari segenap
stakeholder.
I-9