Anda di halaman 1dari 32

“KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DAN KB”

Disusun oleh kelompok 6 :

Jenny Ba’fiyanti
Klisnawati
Lestia Nengsih

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN  D4 KEBIDANAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN JAKARTA III
JAKARTA 2022
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur penulis hantarkan kepada Allah SWT yang
telah memberikan waktu dan kesempatan serta Kesehatan sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Gender yang berjudul “Program
Kesehatan Reproduksi dan KB “ sesuai waktu yang di temtukan.

Dalam era globalisasi sekarang ini banyak sekali masalah yang terjadi di
masyarakat.  Mulai dari Kesehatan reproduksi, penyakit menular seksual,
masalah di kehamilan dan persalinan, menopause dan lainnya, oleh karena itu
disini penulis ingin mengkaji lebih lanjut tentang program kesehatan reproduksi
yang terjadi di Kebidanan Komunitas.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua tim


kelompok yang sudah bekerjasama dalam menyelesaikan makalah ini serta
terima kasih kepada ibu dosen yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah wawasan dan ilmu  pengetahuan sesuai dengan bidang studi yang
kami tekuni.

Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan


dan oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat
untuk yang membacanya.

 Penulis, 21 Februari 2022

Tim Kelompok
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Skrining Pra Nikah

Skrining pranikah adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh calon


pengantin sebelum menikah menuju persiapan kehamilan yang sehat dan
terencana. Skrining pra nikah ini penting untuk menghindari masalah kesakitan,
kecacatan jasmani dan rohani, kematian, serta menuju tercapainya kesehatan dan
kesejahteraan ibu dan bayi baru lahir (Well born baby and well health mother).

Wanita hamil yang sehat memiliki kemungkinan lebih besar untuk memiliki bayi
yang sehat. Idealnya setiap kehamilan adalah hal yang terencana dan setiap bayi
yang berada dilingkungan yang sehat.

Skrining pranikah idealnya dilakukan enam bulan sebelum dilangsungknnya


pernikahan. Namun dapat dilakukan kapanpun selama pernikahan belum
berlangsung. Hal ini bermanfaat apabila saat screening ditemukan penyakit
menular seksual bias segera diobati sebelum pernikahan.

Pemeriksaan Fisik dan Penunjang yang dilakukan pada saat Skrining


Pranikah

Pemeriksaan fisik dan penunjang yang dilakukan pada saat screening pranikah
dan prakonsepsi adalah sebagai berikut :

1. Pemeriksaan kadar gula darah, untuk mendeteksi penyakit diabetes


mellitus

2. Pemeriksaan urin dan tinja lengkap, untuk mendeteksi penyakit pada ginjal
atau yang berhubungan dengan saluran kemih

3. Pemeriksaan golongan darah dan rhesus

4. Pemeriksaan hamatologi atau hemoglobin, untuk mendeteksi kelainan atau


penyakit darah

5. Pemeriksaan HBsAG, untuk mendeteksi peradangan hati

6. Pemeriksaan Infeksi saluran reproduksi / Infeksi Menular Seksual seperi


sifilis, gonorrhea, Human Immunodeviciency Virus (HIV)

7. Pemeriksaan TORC, untuk mendeteksi infeksi yang disebabkan oleh


parasite Toxoplasma, Virus Rubella dan Cytomegalo, yang mungkin
menyerang wanita dimasa kehamilan
8. Melakukan vaksin TT ( disertai penjelasan mengenai vaksin yang lain
seperti HPV, Hepatitis B, dan Rubela 

9. Konseling mengenai kontrasepsi

Upaya Kesehatan pada Pasangan Pranikah

Upaya kesehatan pada pasangan pranikah adalah sebagai berikut : 

1. Upaya Promotif

a. Penyuluhan tentang Gizi pranikah


b. Sex education Hal ini dilakukan untuk memberikan pengetahuan pada
pasangan pranikah agar hubungannya tetap harmonis. Seperti pendidikan
tentang kesehatan reproduksi, PMS ( penyakit menular seksual ), cara dan
waktu berhubungan yang sehat, dan lain-lain.
c. Personal hygiene

2. Upaya Preventif

a. Pemeriksaan papsmear Untuk mendeteksi kanker serviks (pada orang


dengan seksual aktif )
b. Pemeriksaan hematologi Tujuannya untuk mendeteksi kelainan darah,
sepertiHIV, TB, Virus rubella, virus toxoplasma dan sebagainya.
c. Imunisasi CATIN Imunisasi bertujuan untuk mencegah pasangan terutama
wanita agar tidak diserang virus clostridium tetani, apabila nanti wanita
tersebut hamil dan terjadi perlukaan saat persalinan maka si ibu tidak
mudah mengalami infeksi dan perdarahan post partum.

3. Upaya Kuratif

a. Pengobatan TORCH dan kanker serviks pada wanita yang akan menikah
dengan memberikan pengobatan secara intensif.
b. Meyakinkan pada pasangan kalau terjangkitnya penyakit tersebut bukan
berarti tidak dapat menikah.
c. Perbaikan nutrisi pada pasangan pranikah untuk memperbaiki tingkat
kesuburan pasangan dan mencegah terjadinya infertile.
d. Perbaikan nutrisi pasangan pranikah untuk memperbaiki tingkat kesuburan
pasangan dan mencegah terjadinya infertilitas.

4. Upaya Rehabilitatif Pemulihan fisik dan mental

Meyakinkan dan memulihkan kepercayaan diri pasien sehingga dapat menjalani


hidupnya sebagai pasangan natinya (Pratiwi, 2011 ).
B. Skrining CA Cerviks

Kanker serviks merupakan salah satu jenis kanker yang paling banyak menyerang
wanita, sehingga deteksi dini kanker serviks penting dilakukan. Deteksi dini
kemungkinan mampu mencegah kanker serviks berkembang ke tahap yang lebih
berat, karena semakin dini daoat dilakukan pengobatan. Selain itu, deteksi dini
juga dapat menjadi acuan pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui stadium kanker
serviks.

Pilihan deteksi dini untuk kanker serviks

Selama ini, tingkat kematian akibat kanker serviks cukup tinggi. Hal ini karena
banyak wanita yang tidak melakukan deteksi dini, sehingga baru tahu dirinya kena
kanker serviks saat memasuki stadium lanjut, atau bahkan sudah menyebar.

Padahal, jika ditemukan lebih cepat, peluang keberhasilan atas pengobatan untuk
kanker serviks akan jauh lebih besar. Itu sebabnya, penting bagi Anda untuk
melakukan pemeriksaan rutin kanker serviks. Ada 3 cara untuk melakukan
mendeteksi kanker serviks sejak dini, meliputi:

1. Pemeriksaan pap smear

Salah satu cara mendeteksi dini kanker serviks adalah melakukan pemeriksaan
pap smear. Pemeriksaan ini sangat direkomendasikan untuk wanita yang telah
aktif berhubungan seksual, atau setidaknya sudah berusia lebih dari 21 tahun ke
atas.

Tes ini bertujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya pertumbuhan sel


abnormal di dalam rahim dan leher rahim (serviks). Hasil dari tes inilah yang
nantinya dapat menunjukkan apakah terdapat perubahan sel maupun tanda-tanda
ketika tubuh Anda sudah mulai, atau akan mengembangkan sel kanker di dalam
serviks.

Berdasarkan hasil pemeriksaan pap smear, dokter dapat segera menyarankan dan
melakukan perawatan untuk kanker serviks jika memang ada. Sel kanker atau pra-
kanker pun bisa dicegah untuk bertumbuh lebih parah.

Itu sebabnya, mendeteksi kanker serviks dengan pap smear juga sekaligus menjadi
salah satu cara untuk mencegah kanker leher rahim agar tidak terjadi. Anda bisa
melakukan pap smear secara rutin. Tes ini dapat diulang setiap tiga tahun sekali,
khususnya bagi wanita di rentang usia 21-65 tahun.

Sementara itu, untuk wanita berusia 30 tahun atau lebih, Anda boleh melakukan
tes pap smear setiap 5 tahun sekali jika dikombinasikan bersama dengan deteksi
dini untuk kanker serviks lainnya, yaitu pemeriksaan HPV.
2. Pemeriksaan HPV

Cara mendeteksi kanker serviks lain yang bisa Anda coba adalah pemeriksaan
HPV DNA. Sesuai namanya, pemeriksaan HPV adalah suatu uji yang dilakukan
untuk mengetahui kemungkinan adanya infeksi virus HPV. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan cara mengambil dan mengumpulkan sel-sel dari dalam leher
rahim atau serviks.

Seperti yang telah disebutkan, Anda bisa menggunakan cara mendeteksi kanker
yang satu ini bersamaan dengan pap smear sebagai salah satu upaya untuk
mencegah kanker serviks.

Biasanya, dokter akan menyarankan untuk melakukan pemeriksaan HPV jika


hasil tes pap smear Anda abnormal. Dalam hal ini, pemeriksaan HPV dilakukan
untuk memastikan keberadaan sel kanker pada serviks. Wanita yang sudah
menginjak usia 30 tahun atau lebih juga dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
ini setiap 5 tahun.

Penting untuk dipahami, bahwa tes HPV memang merupakan salah satu cara
deteksi dini kanker serviks. Hanya saja, pemeriksaan ini sebenarnya tidak terang-
terangan menjelaskan kalau Anda memiliki kanker serviks.

Pemeriksaan HPV justru menunjukkan adanya perkembangan virus HPV di dalam


tubuh, yang bisa berisiko menjadi penyebab kanker serviks.

3. Pemeriksaan IVA

Tes IVA juga menjadi salah satu cara mendeteksi dini kanker serviks yang
direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia untuk
memeriksa kondisi leher rahim. IVA merupakan kependekan dari inspeksi visual
dengan asam asetat.

Jika dibandingkan dengan pap smear, tes IVA cenderung lebih murah karena
pemeriksaan dan hasil diolah langsung, tanpa harus menunggu hasil laboratorium.

Cara mendeteksi kanker serviks yang satu ini dilakukan dengan menggunakan
asam asetat atau asam cuka dengan kadar 3-5 persen, yang kemudian diusapkan
pada leher rahim.

Hasilnya juga akan langsung ketahuan apakah Anda dicurigai memiliki kanker
serviks atau tidak. Meskipun terdengar agak menyeramkan, sebenarnya
pemeriksaan ini tidak menyakitkan dan hanya membutuhkan waktu beberapa
menit.
Saat jaringan leher rahim memiliki sel kanker, akan terlihat seperti luka, berubah
menjadi putih, atau bahkan mengeluarkan darah ketika diberikan asam asetat.
Sementara jaringan leher rahim yang normal, tidak akan menunjukkan perubahan
apa pun.

Pemeriksaan ini dianggap sebagai deteksi awal yang ampuh dan murah
mendeteksi penyakit tersebut. Selain itu, tes IVA juga dapat dilakukan kapan pun.

Pemeriksaan lanjutan setelah deteksi dini kanker serviks

Deteksi dini memang merupakan langkah yang paling awal untuk mencari tahu
kemungkinan adanya kanker serviks. Ketika hasil diagnosis mengarah ke kanker
serviks, dokter mungkin akan melanjutkan dengan tes lain untuk memastikannya.

Dengan kata lain, pemeriksaan lanjutan ini berguna sebagai tes pendamping untuk
beragam cara deteksi dini kanker serviks di atas. Berikut ini adalah beberapa
pemeriksaan lanjutan setelah Anda melakukan deteksi dini kanker serviks.

1. Kolposkopi

Kolposkopi adalah salah satu cara mendeteksi kanker serviks pada tahap lanjutan
yang biasanya dilakukan untuk meyakinkan adanya perkembangan sel-sel kanker
serviks di dalam tubuh. Tes ini biasanya dilakukan setelah Anda melakukan
deteksi dini kanker serviks atau telah ditemukannya gejala kanker serviks pada
tubuh.

Mendeteksi kanker serviks dengan cara kolposkopi tidak jauh berbeda dengan pap
smear. Anda akan diminta untuk berbaring dengan posisi kedua kaki terbuka lebar
(mengangkang).

Dokter kemudian memasukkan alat bernama spekulum ke dalam vagina untuk


membantu membuka dan melebarkan jalan agar bisa melihat leher rahim dengan
mudah.

Selanjutnya, alat kolposkop digunakan untuk memeriksa kondisi serviks. Alat ini
tidak akan dimasukkan ke dalam vagina, tapi tetap berada di luar tubuh.

Kolposkop dilengkapi dengan lensa pembesar, sehingga memungkinan dokter


untuk melihat permukaan leher rahim (serviks) dengan jelas. Larutan asam asetat
lemah, mirip cuka, akan dioleskan dokter ke dalam area serviks Anda.

Hal ini bertujuan agar timbul perubahan pada area abnormal di dalam serviks.
Jadi, kemungkinan adanya perkembangan sel kanker serviks bisa lebih mudah
terdeteksi. Jaringan yang dirasa abnormal tersebut nantinya diambil dan diperiksa
lebih lanjut di laboratorium.
Pap smear saat haid tidak direkomendasikan, begitu juga dengan kolposkopi.
Hanya saja, mendeteksi kanker serviks dengan cara yang satu ini terbilang aman
dan tidak masalah untuk dilakukan selama masa kehamilan.

2. Biopsi serviks

Mendeteksi kanker serviks juga bisa dilakukan dengan cara biopsi serviks.
Pemeriksaan ini juga bertujuan untuk memastikan keberadaan sel-sel kanker di
dalam serviks. Artinya, Anda bisa mengetahui adanyanya kanker serviks dengan
cara ini.

Biasanya, Biopsi tidak membutuhkan waktu lama. Terdapat dua cara untuk
melakukan biopsi, yakni eksisi dan insisi. Biopsi eksisi merupakan prosedur untuk
mengambil benjolan yang tumbuh di dalam tubuh.

Sementara biopsi insisi, lebih ditujukan untuk mengambil sampel jaringan yang
berpotensi berkembang sebagai suatu penyakit. Dalam hal ini, biopsi yang
digunakan sebagai cara mendeteksi kanker serviks pada tahap lanjut adalah biopsi
insisi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan prakanker serviks
dan kanker serviks.

Prosedur biopsi serviks dapat dilakukan dengan 3 cara, di antaranya adalah


sebagai berikut.

a. Biopsi punch

Salah satu jenis biopsi sebagai cara mendeteksi kanker serviks adalah biopsi
punch, yang dilakukan dengan membuat lubang kecil pada leher rahim.
Pembuatan lubang tersebut bertujuan agar jaringan serviks bisa terambil.

Proses ini dilakukan dengan alat khusus yang disebut biopsi forsep. Pengambilan
sampel jaringan serviks dengan metode ini dapat dilakukan pada beberapa area
serviks yang berbeda. Lokasi pengambilan jaringan akan tergantung dari
perkiraan sel-sel serviks yang tampak abnormal.

b. Biopsi kerucut (cone biopsy)

Cara lain untuk mendeteksi kanker serviks adalah dengan menjalani prosedur
biopsi kerucut. Jenis biopsi yang satu ini bertujuan untuk mengambil sampel
jaringan berbentuk kerucut pada serviks. Prosedur yang juga dikenal dengan nama
konisasi ini biasanya dilakukan dengan menggunakan pisau bedah atau laser.

Sampel jaringan yang diambil pada biopsi kerucut ini umumnya berupa potongan
besar. Dalam prosedur ini, jaringan berbentuk kerucut diambil mulai dari bagian
luar serviks (eksoserviks), sampai ke bagian dalam (endoserviks).
Akan tetapi, jaringan yang dihilangkan biasanya berada di perbatasan antara area
luar serviks dan area dalam serviks. Pasalnya, sel prakanker ataupun sel kanker
serviks kerap berawal dari area tersebut.

Biopsi kerucut juga bisa dilakukan sebagai tahapan pengobatan untuk


menghilangkan pertumbuhan sel prakanker dan sel kanker leher rahim yang
sangat dini.

3. Kuretase endoserviks (endocervical currettage)

Kuretase endoserviks adalah cara lain yang juga bisa dilakukan untuk mendeteksi
kanker serviks. Metode ini adalah pengambilan sel yang berasal dari saluran
dalam serviks (endoserviks). Endoserviks merupakan area yang mencakup bagian
antara rahim (uterus) dan vagina.

Berbeda dengan kedua jenis biopsi serviks sebelumnya, kuretase endoserviks


dilakukan dengan melibatkan penggunaan alat bernama kuret. Pada bagian ujung
alat kuret, terdapat sendok atau kait yang berukuran kecil.

Alat kuret tersebut kemudian digunakan untuk mengikis lapisan di dalam serviks
guna diperiksa lebih lanjut.

Pemeriksaan stadium kanker serviks

Jika Anda telah didiagnosis mengalami kanker serviks, perlu dilakukan


pemeriksaan terhadap stadium kanker serviks. Pasalnya, penggunaan obat kanker
serviks, serta perawatan terhadap kondisi tersebut, seperti kemoterapi, radioterapi,
dan operasi, bisa berbeda. Ya, hal ini tergantung pada pada tahapan stadium
kanker serviks yang Anda alami.

Beberapa cara yang bisa Anda lakukan untuk mendeteksi stadium dari kanker
serviks adalah sebagai berikut.

1. Pemeriksaan panggul

Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi tahapan stadium kanker serviks ini
dilakukan dengan cara memberikan anestesi terlebih dahulu kepada pasien. Saat
Anda sudah berada di bawah pengaruh anestesi lokal, perut, vagina, dubur, hingga
kandung kemih akan diperiksa atas keberadaan sel kanker.

2. Tes darah

Tes ini dilakukan untuk menentukan apakah sel kanker sudah mencapai pada
organ hati, ginjal, dan sumsum tulang belakang.

3. CT scan dan MRI scan


Baik CT scan dan MRI scan, keduanya bisa dilakukan sebagai cara mendeteksi
stadium kanker serviks. Dengan pemeriksaan ini, dokter lebih mudah
mengidentifikasi apakah sel kanker sudah menyebar luas di dalam tubuh pasien.

4. X-ray

Tidak berbeda jauh dengan CT scan dan MRI, tujuan dilakukan X-ray untuk
memeriksa apakah sel kanker serviks sudah menyebar ke paru-paru.

C. Skrining CA MAMAE

Skrining kanker payudara merupakan tindakan untuk mendeteksi kanker sebelum


gejala timbul. Tujuan diagnosis dini kanker payudara adalah untuk dapat segera
memberikan penatalaksanaan sehingga perkembangan penyakit dapat dihindari.
Kanker payudara yang ditemukan lebih awal, ketika masih kecil dan belum
menyebar, lebih mudah diobati, sehingga prognosis menjadi lebih baik dan dapat
mencegah kematian.

Di Indonesia, penanggulangan kanker payudara salah satunya ditetapkan pada


Permenkes nomor 34 tahun 2015, di mana program mengutamakan aspek
promotif dan preventif yang berasal dari masyarakat maupun inisiatif perorangan
yang dilaksanakan secara komprehensif, efektif, dan efisien. Kanker payudara
masih menduduki peringkat pertama dari seluruh kasus kanker di Indonesia (18,6
per 100.000).

Alasan utama tingginya mortalitas kanker payudara di negara berkembang adalah


kurangnya program skrining yang efektif, baik skrining untuk mendeteksi keadaan
sebelum kanker maupun kanker pada stadium dini. Hal ini mengakibatkan
kurangnya penanganan sebelum proses invasif yang lebih lanjut.

Metode pemeriksaan skrining kanker payudara secara umum terbagi tiga, yaitu
metode utama, penunjang, dan teknik lain. Metode utama terdiri dari breast self
examination atau pemeriksaan payudara sendiri (SADARI), clinical breast
examination atau pemeriksaan payudara klinis (SADANIS), serta mamografi.
Metode penunjang bisa dengan USG atau MRI payudara, sedangkan teknik
lainnya masih kontroversi dan belum memiliki bukti ilmiah yang adekuat.

Namun, dibutuhkan kehati-hatian dalam melakukan skrining kanker payudara.


Analisis sistematis oleh Mandrik et al pada tahun 2019 mempelajari manfaat dan
bahaya skrining kanker payudara. Berdasarkan beberapa penelitian, ditemukan
inkonsistensi dalam bukti sekunder manfaat skrining. Walaupun sebagian uji
klinis dan studi observasional memberikan hasil pengurangan mortalitas kanker
payudara dengan skrining mamografi, tetapi ditemukan juga overdiagnosis, hasil
positif atau negatif palsu, ansietas pasien karena hasil yang mungkin tidak akurat,
serta paparan radiasi akibat mamografi.

Indikasi skrining kanker payudara dilakukan pada semua wanita dimulai sejak
usia subur, tetapi rekomendasi pemeriksaan berbeda antara populasi tanpa risiko,
risiko rata-rata, dan risiko tinggi. Tenaga kesehatan harus terlatih untuk
melakukan pemeriksaan payudara klinis (SADANIS), diikuti dengan pengajaran
kepada pasien tentang cara pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) yang benar.

Klasifikasi Faktor Risiko

Wanita yang memiliki risiko tinggi, diindikasikan untuk menjalani tes skrining
pada usia yang lebih muda, dapat dimulai pada usia sedini 25 tahun. Wanita
tersebut juga dianjurkan untuk konsultasi genetik, beserta tes untuk memastikan
apakah ia membawa gen mutasi yang meningkatkan risikonya mendapatkan
kanker.

Kontraindikasi skrining kanker payudara umumnya tidak ada, jika terbatas pada
pemeriksaan payudara mandiri (SADARI) maupun pemeriksaan payudara klinis
(SADANIS). Sedangkan kontraindikasi pemeriksaan pencitraan tergantung alat
yang digunakan.

Kontraindikasi Mamografi

Pedoman klinis yang ada tidak menyebutkan kontraindikasi absolut


mamografi. Kontraindikasi relatif mamografi di antaranya benjolan yang teraba
jelas dan membesar pada payudara, usia muda, kehamilan, menyusui, penurunan
fungsi ginjal, atau riwayat implan payudara.

Mamografi dapat memiliki risiko overdiagnosis, hasil positif atau negatif palsu,
ansietas pasien akibat hasil yang tidak akurat, serta paparan radiasi. Studi juga
menunjukkan bahwa skrining kanker payudara dengan mamografi dapat
meningkatkan risiko pasien mendapatkan terapi yang sebenarnya tidak perlu. Oleh
karena itu, keputusan mamografi dengan prinsip shared decision making, di mana
pasien memutuskan sendiri berdasarkan informasi manfaat, risiko, dan preferensi
pribadinya.]

Kontraindikasi USG Payudara


Pemeriksaan ultrasonografi (USG) tidak memiliki kontraindikasi absolut, tetapi
sebaiknya tidak digunakan sebagai metode skrining utama. Sensitivitas dan
spesifisitas USG payudara tidak tinggi, terutama dalam mendeteksi
mikrokalsifikasi. Namun, apabila keahlian tenaga kesehatan dan alat yang
mendukung tersedia maka USG berpotensi sebagai alat deteksi primer untuk
kanker payudara, dan bermanfaat di mana mamografi atau MRI tidak tersedia.
[1,19,22]

Kontraindikasi MRI Payudara

Magnetic resonance imaging (MRI) tidak digunakan sebagai metode skrining


utama, karena spesifisitasnya yang rendah, dan membutuhkan biaya yang lebih
mahal daripada mamografi. Kontraindikasi lain untuk pemeriksaan MRI adalah
pasien dengan kehamilan atau memiliki logam metal feromagnetik dalam
tubuhnya.[1,23]

Teknik skrining kanker payudara terdiri dari breast self examination atau


pemeriksaan payudara sendiri (SADARI), clinical breast
examination atau pemeriksaan payudara klinis (SADANIS), serta mamografi.
Pemeriksaan penunjang dapat dengan USG atau MRI payudara, serta teknik
lainnya masih kontroversi dan belum memiliki bukti ilmiah yang adekuat.[1-3,5]

Persiapan Pasien

Sebelum tindakan skrining kanker payudara, pasien harus mengisi informed


consent setelah mendapatkan penjelasan mengenai tujuan dan teknik prosedur
pemeriksaan yang akan dilakukan. Pilihan teknik pemeriksaan harus
berdasarkan shared decision making, di mana pilihan ditentukan sendiri oleh
pasien setelah mendapatkan informasi manfaat dan risiko, serta preferensi
pribadinya.

Pasien sebaiknya menggunakan baju/gaun khusus agar lebih nyaman dan mudah
selama pemeriksaan. Menyertakan perawat wanita sebagai pendamping
pemeriksaan, dan/atau pasien mengajak satu anggota keluarga terdekat untuk
mendampingi, adalah persiapan dan pelaksanaan yang baik untuk pemeriksaan
payudara.
Anamnesis Sebelum Tindakan

Riwayat klinis harus ditanyakan untuk mengidentifikasi faktor risiko, dan


mengetahui hasil pemeriksaan sebelumnya. Anamnesis secara detail juga untuk
mengetahui perubahan payudara yang dikeluhkan pasien, di antaranya riwayat:

 Perubahan kulit payudara, seperti hiperemis dan tekstur seperti buah jeruk

 Perubahan bentuk puting susu, misalnya retraksi ke dalam atau hiperemis

 Benjolan yang teraba atau terlihat, baik di payudara maupun di ketiak,


subklavikula, dan infraklavikula

 Nyeri payudara, baik fokal atau general, dan konstan atau siklik

 Gatal area payudara

 Noda pada baju atau sprei yang menunjukkan nipple discharge spontan[1-


5]

Peralatan

Skrining kanker payudara dengan pemeriksaan fisik, baik SADARI atau


SADANIS tidak membutuhkan peralatan khusus. Namun, pada saat mengajarkan
teknik SADARI pada pasien, mungkin diperlukan boneka dummy sebagai alat
untuk latihan.

Sedangkan pemeriksaan mamografi, USG, dan MRI payudara menggunakan alat


pencitraan. Lengkap dengan tempat berbaring pasien pada pemeriksaan USG dan
MRI payudara.

Posisi Pasien

Posisi pasien saat SADARI sebaiknya berdiri atau duduk di depan cermin, tetapi
dapat juga berbaring. Sedangkan posisi pasien untuk SADANIS dapat duduk atau
berbaring.

Posisi pasien saat mammografi adalah berdiri menghadap alat. Pada USG dan
MRI payudara, posisi pasien adalah berbaring dengan kedua tangan diangkat ke
atas kepala.
Prosedural SADARI

Pada metode breast self examination atau pemeriksaan payudara sendiri


(SADARI), pasien dilatih agar bisa melakukan pemeriksaan sendiri di rumah
secara berkala tiap bulan, yaitu seminggu setelah akhir menstruasi atau hari ke-10
dari hari pertama haid. Sedangkan pada wanita pasca menopause, pemeriksaan
dilakukan tiap bulan di waktu yang sama.

Teknik pemeriksaan adalah:

 Berdiri atau duduk di hadapan cermin

 Lihat kesimetrisan payudara dan perubahan kulit (warna, bentuk, dan


tekstur)

 Naikkan tangan ipsilateral ke atas kepala atau letakkan pada dahi

 Lakukan perabaan payudara menggunakan bantalan jari telunjuk, tengah,


dan jari manis

 Lakukan gerakan memutar kecil, secara perlahan ke sekeliling areola, dan


menjauhi areola

 Lakukan perabaan pada ketiak, supra klavikula, dan infra klavikula untuk
mencari pembesaran kelenjar getah bening

Prosedural SADANIS

Clinical breast examination atau pemeriksaan payudara klinis (SADANIS)


dilakukan oleh dokter, bidan, atau petugas kesehatan lain yang terlatih.
Pemeriksaan umumnya memerlukan waktu 5─10 menit per payudara.

Teknik pemeriksaan adalah:

 Pasien duduk dengan meletakkan kedua tangan di pinggul dan


membusungkan dada

 Inspeksi kedua payudara untuk menilai kesimetrisan serta perubahan kulit


dan puting payudara, seperti dimple, retraksi nipple, nipple discharge, atau
edema
 Jika pasien duduk maka posisi tenaga kesehatan saat palpasi payudara
adalah di belakang pasien. Jika pasien berbaring maka tenaga kesehatan
melakukan palpasi dari samping tempat tidur

 Letakkan tangan pasien ipsilateral pada dahi atau di atas kepala, agar
jaringan payudara lebih rata

 Palpasi payudara dengan 3 jari telunjuk, yaitu bantalan jari telunjuk,


tengah, dan manis. Lakukan palpasi memutar sekeliling areola, kemudian
perlahan bergerak berputar ke lateral. Selain gerakan memutar, palpasi
dapat dilakukan secara vertikal berurutan dari bagian ketiak ke arah medial
payudara

 Palpasi daerah ketiak, supraklavikula, dan infraklavikula


untuk pemeriksaan kelenjar limfe. Jika ditemukan limfadenopati, periksa
ukuran, jumlah, konsistensi, dan apakah terasa nyeri saat diraba

Prosedural Mamografi

Saat ini, mamografi masih banyak digunakan sebagai alat deteksi dini kanker


payudara. Namun, berbagai penelitian menunjukkan bahwa skrining mamografi
setiap tahun tidak secara signifikan menurunkan mortalitas akibat kanker
payudara, bahkan berisiko overdiagnosis, hasil positif atau negatif palsu, ansietas
pasien akibat hasil yang tidak akurat, serta paparan radiasi.

Payudara diperiksa satu per satu, diposisikan diantara dua lempengan pada mesin
mamografi. Kemudian payudara akan dikompres secara lembut selama sekitar 10
detik. Gambar jaringan payudara akan diambil dari sisi samping dan sisi atas.
Waktu pemeriksaan biasanya kurang dari 30 menit.

Payudara yang sebelumnya sudah dirasakan nyeri, dapat terasa lebih sakit pada
saat penekanan, hal ini dapat diberitahukan kepada petugas operator mamogram
untuk dapat dikurangi tekanannya.

Prosedural USG Payudara

Pemeriksaan ultrasonografi (USG) payudara dilakukan langsung oleh dokter


spesialis radiologi. Pasien diminta berbaring dengan kedua tangan ke atas kepala.
Dokter akan menekan probe USG melingkupi semua area payudara, ketiak,
supraklavikula, dan infraklavikula.
Prosedural MRI Payudara

Pemeriksaan magnetic resonance image (MRI) menggunakan magnet dan


gelombang radio untuk mengambil gambar jaringan. Pasien berbaring untuk
masuk ke dalam alat MRI. Sebelum pemeriksaan, pasien harus melepaskan
perhiasan, jam tangan, dan benda apapun yang bersifat metal. Alat elektronik
termasuk telepon genggam tidak boleh dibawa serta dalam pelaksanaan MRI.

Metode Skrining Kanker Payudara Lainnya

Metode lainnya yang masih kontroversi dan masih terus dilakukan penelitian
ilmiah agar dapat digunakan untuk mendeteksi kanker payudara adalah:

 Molecular Breast Imaging

 Digital Breast Tomosynthesis

 Breast Computed Tomography

 Computer-Aided Detection systems

 Biomarker Imaging

 Thermography

Skrining kanker payudara bertujuan untuk menurunkan morbiditas dan risiko


kematian, melalui identifikasi dini dan akses tatalaksana yang efektif. Metode
skrining kanker payudara meliputi breast self examination atau pemeriksaan
payudara sendiri (SADARI), clinical breast examination atau pemeriksaan
payudara klinis (SADANIS), serta mamografi. Metode penunjang lain di
antaranya USG atau MRI payudara.

Penentuan grup usia para wanita untuk mengikuti skrining kanker payudara,


haruslah tepat. Apabila skrining dilakukan kepada para wanita usia muda yang
memiliki risiko rendah, kemungkinan mendeteksi kasus kanker hanya sedikit.
Namun, pemeriksaan tersebut dapat menemukan banyak kasus tumor jinak
payudara.

Metode breast self examination atau pemeriksaan payudara sendiri (SADARI)


masih cukup kontroversial karena berbagai studi mengungkapkan tes tersebut
tidak menurunkan risiko kematian akibat kanker payudara. Namun, pada
prakteknya SADARI dapat menjadi suatu dorongan kuat kepada para wanita
untuk bertanggungjawab atas kesehatannya sendiri, dan menyadari bila ada
perubahan yang tidak normal pada payudaranya.

D. PMS (Penyakit Menular Seksual)

Aktif secara seksual memiliki bahaya tersendiri, terutama bila memiliki beberapa
pasangan. Salah satu bahaya adalah kemungkinan terjangkit dengan Penyakit
Menular Seksual (PMS), seperti gonore, sifilis, atau HIV (Human
Immunodeficiency Virus). Beberapa PMS dapat disembuhkan, tetapi sisanya
tidak. Tanpa mempertimbangkan sebuah PMS dapat disembuhkan atau tidak,
sangatlah penting untuk mendeteksinya pada fase awal agar tidak semakin parah
atau menyebar ke orang lain.

PMS adalah penyakit yang dimulai dengan infeksi, sehingga beberapa ahli medis
lebih memilih untuk menyebutnya sebagai Infeksi Menular Seksual (IMS). Seperti
infeksi-infeksi lainnya, ada cara untuk mendeteksi infeksi PMS ketika masih
berada pada fase awal.

Pemeriksaan PMS merujuk pada beberapa metode berbeda untuk mendeteksi


infeksi, seperti tes darah, tes sekret vagina, tes feses, dan laparoskopi. Setiap tipe
dari PMS memiliki metode deteksi yang berbeda.

Selain gejalanya, PMS juga memengaruhi orang dalam beberapa cara, seperti
emosional dan sosial. Sebagai contohnya, apabila sebuah pemeriksaan
memberikan hasil positif, orang yang terinfeksi secara moral diharuskan untuk
memberitahu kondisi tersebut kepada pasangan seksualnya. Ini dilakukan agar
mereka juga dapat mengikuti pemeriksaan PMS dan menerima pengobatan bila
diperlukan. Orang-orang dengan PMS dapat merasa ternoda secara sosial, dimana
dapat mengarah pada kesulitan secara emosional.

a. Herpes

Herpes simpleks adalah infeksi akut oleh virus herpes simplek (V. Herpes
Hominls) tipe I atau tipe II yang ditandai dengan adanya vesikel berkelompok
di atas kulit yang eritematosa di daerah muka kutan.

1) Tanda gejala
a) Vesikel tunggal atau multiple
b) Vesikel pecah spontan setelah 24-72 jam
c) Ulkus merah
d) Nyeri, tetapi sembuh sendiri
e) Lesi pada preputium, glans penis, bokong dan pada paha bagian dalam
f) Disuria
g) Demam
h) Edema
i) Limfadenopati bilateral

2) Pencegahan

Tidak berganti ganti pasangan dan gunakan kondom.

3) Pengobatan

Pada episode pertama, berikan :


a) Asiklovir 200 mg peroral 5 x/hr selama 7 hr atau
b) Asiklovir 5 mg/kgBB. IV tiap 8jam selama7 hr atau
c) Preparat isoprinosin sebagai imunomudular atau
d) Asiklovir parenteral atau preparat adenine orabinosid → berat →
komplikasi pada alat dalam.
Pada episode rekurensi → tidak perlu diobati → karena bisa membalik
→ tapi dapat diobati dengan krim asiklovir.

b. Clamidia

Clamidia trachomatis merupakan penyakit menular seksual yang paling


sering dijumpai pada orang dewasa dan remaja, paling sering dijumpai pada
wanita yang aktif secara seksual diantara usia 12 dan 19 tahun.
1) Tanda gejala

a) Pada pria timbul rabas uretra mukoid atau mukopurulen dan disuria.

b) Pada wanita sebagian besar wanita tidak memperlihatkan gejala tetapi


sebagian kecil mengeluh rabas vagina dan disuria serta nyeri tekanan
adneksa yang ringan.

2) Pencegahan

Mengurangi hubungan dengan pasangan terinfeksi dan menggunakan kondom


serta tidak berganti-ganti pasangan.

3) Pengobatan
a) Pemberian eritromisin dapat pada kehamilan dan pada neonatus
kalau terjadi pneumonia atau otitis media.
b) Kontak seksual harus dilacak dan diterapi secara empirik.
c) Golongan tetrasiklin dan makrolid.

c. Gonorhoe

Adalah penyakit seksual yang paling sering terjadi disebabkan oleh bakteri
Neisseria gonorrhoeae, kokus gram negative kecil berbentuk ginjal yang
tersusun berpasangan.

1) Tanda gejala

a) Pada pria terjadi disuria, uretritis, keluar nanah di uretra, rasa gatal,
panas atau sakit di ujung meatus terutama sewaktu berkemih.

b) Pada wanita sebagian besar tidak memperlihatkan gejala, namun


beberapa mungkin mengeluh peningkatan rabas vagina dan dysuria.
Infeksi pada kelenjar pada uretra.

2) Pencegahan

Menggunakan kondom dan tidak berganti-ganti pasangan.

3) Pengobatan

Pengobatan dilakukan dengan terapi antibiotik.

d. Sifilis
Adalah suatu penyakit sistemik yang disebabkan oleh Treponema pallidum.

1) Tanda gejala
a) Pada pria timbul ulkus (Chancre) pada penis tapi tidak sakit, tepian
timbul dan keras (seperti kancing). Ada pembesaran kelenjar limfe
regional tapi tidak nyeri.
b) Pada wanita timbul ulkus (chancre) pada serviks.

2) Pencegahan

Menggunakan kondom dan tidak berganti-ganti pasangan.

3) Pengobatan

Terapi sifilis pada kehamilan sama seperti terapi pada keadaan tidak hamil
(terapi yang dipilih adalah penisilin G).

Metode Pemeriksaan PMS


Metode pemeriksaan PMS bergantung pada penyakit yang dicurigai. Bila Anda
menunjukkan gejala dari penyakit, dokter akan memutuskan pemeriksaan jenis
apa yang harus dilakukan. Bila Anda hanya khawatir bahwa Anda terkena PMS,
tetapi tidak menunjukkan gejala apapun, Anda akan menjalani beberapa
pemeriksaan berbeda. Berikut adalah pemeriksaan yang paling umum:

 Gonore & Klamidia – pemeriksaan urin atau usapan bagian dalam penis
atau vagina

 HIV, Hepatitis, Sifilis – tes darah, usapan lesi pada alat kelamin bila ada

 Herpes Genitalia – tidak ada pemeriksaan yang dapat memberikan hasil


akurat, tetapi dokter akan merekomendasikan pemeriksaan darah atau kultur
dari lepuhan

 Human Papillomavirus (HPV) – tes HPV atau Pap

Beberapa orang mengasumsikan bahwa mereka akan diperiksa untuk PMS bila
mereka melakukan pemeriksaan lain. Sayangnya, ini tidaklah benar. Anda harus
memberitahukan dokter bila Anda menginginkan pemeriksaan PMS. Pemeriksaan
darah, tes urin, atau tes Pap tidak dirancang untuk mencari PMS secara spesifik,
kecuali sebagai bagian dari pemeriksaan PMS. Anda juga harus mengingat bahwa
sangatlah penting untuk jujur kepada dokter atau pemberi pelayanan kesehatan.
Jawab segala pertanyaan mereka dengan jujur sehingga dapat menentukan
pemeriksaan yang dibutuhkan. Bila Anda tidak jujur dengan jawaban Anda, besar
kemungkinan PMS tersebut tidak akan terdeteksi, sehingga dapat memberikan
rasa tenang yang salah dan menghindarkan Anda untuk menerima pengobatan
yang tepat.

Kemungkinan Komplikasi dan Bahaya

Setiap jenis pemeriksaan PMS aman untuk dilakukan. Sehingga, mereka tidak
memiliki bahaya ataupun komplikasi. Namun, terdapat kemungkinan terjadinya
hasil positif palsu atau negatif palsu. Bila pemeriksaan menghasilkan bacaan
positif, dokter akan memberikan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan hasil
tersebut sebelum memberikan rencana pengobatan. Anda juga harus sadar bahwa
hasil negatif mungkin saja salah, terutama bila anda memberikan informasi salah
kepada dokter atau pemberi layanan kesehatan.

Demikian adalah beberapa bidang dimana Anda harus memberikan informasi


yang akurat:
 Tingkat aktivitas seksual
 Apabila memiliki beberapa pasangan
 Apabila sedang meminum obat
 Alasan mengapa Anda mencurigai PMS, terutama bila Anda mencurigai
pasangan Anda mungkin memiliki pasangan seksual lain
 Apabila Anda berpartisipasi dalam seks anal

Alasan mengapa Anda perlu memberikan informasi akurat adalah karena tidak
seluruh PMS dapat dideteksi melalui beberapa pemeriksaan. Sebagai contoh, bila
Anda berpartisipasi dalam seks anal, PMS anal mungkin tidak terdeteksi melalui
pemeriksaan standar. Bila Anda gagal untuk memberikan informasi ini, Anda
dapat beresiko terkena kanker rektum. Bila Anda menginformasikan kepada
dokter bahwa Anda melakukan seks anal, dokter akan merekomendasikan pap
smear anal yang dapat mendeteksi kanker rektum.

E. Kelainan Sistem Reproduksi/Kasus Ginekologi

a) Penyakit Radang Panggul

Pelvic Inflammatory disease (PID) atau penyakit radang panggul merupakan


infeksi pada organ reproduksi wanita yaitu rahim / uterus, tuba falopi dan
ovarium. Infeksi PID biasanya berasal dari vagina dan berpindah ke atas melalui
servis ke panggul. Terkadang PID akibat dari infeksi dari organ lain pada perut
seperti apendisitis atau bahkan dari penyebaran darah. Apabila PID menyebar ke
dalam darah, itu dapat sangat berbahaya. Banyak wanita dengan PID akan tidak
mengalami gejala apapun. Dapat dideteksi hanya ketika investigasi yang
dilakukan untuk infertilitas atau nyeri panggul kronis.

Penyebab

2 penyebab PID yang paling umum adalah gonore dan klamidia. penyebab lain
termasuk aborsi, persalinan dan prosedur bedah panggul.

Faktor Resiko

Beberapa faktor resiko untuk mengembangkan PID adalah:


1) Berhubungan seks dan berada di usia di bawah 25 tahun
2) Berhubungan seks dengan lebih dari satu orang
3) Melakukan hubungan seks dengan seseorang yang memiliki lebih dari satu
pasangan
4) Sex tanpa pengaman
5) Menggunakan alat kontrasepsi (IUD) untuk mencegah kehamilan
6) Douching ( mencuci vagina dengan menyemprotkan larutan khusus kedalam
saluran vagina )
7) Riwayat penyakit radang panggul
8) Keguguran, aborsi, atau biopsi endometrium
Tanda Gejala

Beberapa wanita dengan PID tidak akan memiliki gejala / tanda sama sekali dan
hanya ditemukan selama melakukan laparoskopi. Untuk gejala yang lainnya
adalah :
1) Nyeri pada perut bagian bawah ( Gejala yang paling umum )
2) Nyeri pada perut bagian atas
3) Demam, kelelahan, diare atau muntah
4) Seks yang menyakitkan
5) Buang air kecil yang menyakitkan
6) Perdarahan menstruasi yang tidak teratur
7) Nyeri punggung bagian bawah
8) Keputihan yang parah dan bau yang tidak sedap
9) Kelelahan

Rasa sakit yang tajam berhubungan dengan muntah, pingsan dan demam tinggi,
dapat diindikasikan bahwa infeksi telah menyebar ke dalam darah, oleh karena itu
pengobatan harus segera dilakukan.

Diagnosis

Riwayat yang baik dari pasien dapat membawa kecurigaan pada PID.
Pemeriksaan panggul dapat mengungkapkan keputihan yang biasanya kekuning-
kuningan secara jenisnya dan kadang disertai dengan bau busuk. Pemeriksaan
digital panggul dapat menyebabkan nyeri tekan panggul terutama ketika
menggoyang ( menggerakkan ) serviks. Beberapa yang dikeluarkan dari serviks
dapat diambil untuk biakan (g) untuk mengetahui penyebab infeksi. Test urin
mungkin diperlukan untuk menyingkirkan infeksi saluran kemih.

USG transvaginal panggul biasanya dilakukan untuk memvisualisasikan organ


panggul. USG dapat memperlihatkan tuba falopi yang besar dan ovarium dengan
berisi cairan di dalamnya atau pada panggul. Biopsi (g) endometrium mungkin
dapat dilakukan. Pada beberapa pasien,laparoskopi diperlukan untuk
mengkonfirmasi diagnosis dan juga untuk mengeluarkan nanah yang terkumpul di
panggul, terutama jika nanah tidak berkurang dengan antibiotik.

Pengobatan

Pengobatan PID biasanya dengan menggunakan antibiotik. Pada kasuskasus yang


ringan antibiotik oral akan cukup, akan tetapi dalam penerimaan PID yang parah
dan antibiotik intravena mungkin dapat diperlukan. Kadang dapat menjadi tidak
mungkin untuk memastikan organisme ( bakteri ) yang menyebabkan infeksi
panggul. Pada situasi seperti ini, pengobatan empiris dengan lebih dari 1 jenis
antibiotik dapat diperlukan.

Jarang terjadi, jika infeksi panggul tidak sembuh (g) dengan antibiotik atau ada
sekumpulan nanah pada panggul, laparoskopi mungkin diperlukan untuk
mengeluarkan nanah atau bahkan mengangat organ yang terkena dampak dari
infeksi ( tuba falopi dan ovarium ). Hal ini dilakukan terutama kepada wanita
yang memiliki infeksi panggul yang berulang di tempat yang sama.

Pria mungkin tidak memperlihatkan gejala apapun dan bisa menjadi penyebar
penyakit tanpa gejala. Sangatlah penting untuk pasangan agar dirawat/ diobati
juga, untuk mencegah penyebaran selanjutnya.

Pencegahan

Resiko PID dapat dikurangi oleh :


1) Melakukan seks yang aman
2) Melakukan uji test penyakit kelamin (seks menular) dan segera diobati
apabila positif
3) Menghindari douches
4) Membasuh vagina dari depan ke belakang untuk menghentikan bakteri
memasuki vagina anda

Komplikasi jangka panjang


Perawatan / pengobatan PID sangatlah penting untuk mencegah komplikasi
jangka panjang yaitu :
1) Infertilitas
2) Kehamilan ektopik
3) Nyeri panggul kronis : rasa nyeri pada bagian bawah perut yang disebabkan
oleh jaringan parut tuba falopi atau organ panggul lainnya

b) Gangguan Haid dan Siklusnya


a. Hypermenorrhoe
Adalah perdarahan haid yang lebih banyak dari normal, atau lebih lama
dari normal (lebih dari 8 hari).
b. Hyphomenorrhoe
Adalah perdarahan haid yang lebih pendek dan atau lebih kurang dari
biasa.
c. Polymenorrhoe
Adalah siklus haid lebih pendek dari biasa (kurang dari 21 hari),
perdarahan kurang lebih sama atau lebih banyak dari haid biasa.
d. Ollygomenorrhoe
Adalah siklus haid lebih panjang dari biasa (lebih dari 35 hari),
perdarahan pada oligomenorea biasanya berkurang.
e. Amenorrhoe
Adalah keadaan tidak adanya haid untuk sedikitnya tiga bulan berturut-
turut. Pembagiannya ada dua yaitu amenorea primer dan amenorea
sekunder.

Perdarahan bukan haid:

a. Metroragia

Adalah perdarahan dari vagina yang tidak berhubungan dengan siklus haid.

b. Menometroragia

Adalah perdarahan siklik yang berlangsung lebih dari 7 hari dengan jumlah
darah kadang-kadang cukup banyak.
Infertilitas
a. Pengertian
Infertilitas ialah pasangan suami-istri belum mampu dan belum
pernah memiliki anak setelah 1 tahun berhubungan seksual
sebanyak 2-3 kali per minggu tanpa menggunakan alat
kontrasepsi dalam bentuk apapun. Terbagi menjadi infertilitas
primer dan sekunder.
b. Tanda-tanda
1) Gangguan spermatogenesis
2) Kelainan mekanis pria
3) Gangguan ovulasi
4) Gangguan ovarium
5) Kelainan tuba
6) Kelainan rahim
c. Pemeriksaan
1) Pemeriksaan umum
Anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan lab.
2) Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan ovulasi, pemeriksaan sperma, pemeriksaan lendir
servik, pemeriksaan tuba, dan pemeriksaan endometrium.
d. Penatalaksanaan
Adapun pengobatan dalam infertilitas antara lain:
1) Pemberian antibiotik
2) Tindakan pembedahan /operasi Varikokel
3) Terapi
4) Pemberian suplemen vitamin
5) Tindakan operasi pada penyumbatan di saluran sperma
6) Menghentikan obat-obatan yang diduga menyebabkan
gangguan sperma
7) Menjalani teknik reproduksi bantuan

c) Radang Ginetalia Eksterna

a. Bartolinis

Bartolinitis adalah Infeksi pada kelenjar bartolin atau bartolinitis juga


dapat menimbulkan pembengkakan pada alat kelamin luar wanita.
Biasanya, pembengkakan disertai dengan rasa nyeri hebat bahkan
sampai tak bisa berjalan. Juga dapat disertai demam, seiring
pembengkakan pada kelamin yang memerah. Pemeriksaan dapat
dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium, vullva, dan in speculo.

Pengobatan adalah dengan memberikan antibiotika golongan cefadroxyl


500 mg dan asam mefenamat 500 mg diminum 3×1 sesudah makan,
selama sedikitnya 5-7 hari, untuk meredakan rasa nyeri dan
pembengkakan, hingga kelenjar tersebut mengempis.

b. Vaginitis

Vaginitis adalah suatu peradangan pada lapisan vagina. vulvitis adalah


suatu peradangan pada vulva (organ kelamin luar wanita). Gejala yang
paling sering ditemukan adalah keluarnya cairan abnormal dari vagina
(jumlah sangat banyak dan tampak kental, bau menyengat disertai
gatalgatal dan nyeri).

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan


karakteristik cairan yang keluar dari vagina. Untuk mengetahui adanya
keganasan, dilakukan pemeriksaan pap smear. Pada vulvitis menahun
yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan biasanya dilakukan
pemeriksaan biopsi jaringan.

Jika penyebabnya adalah infeksi, diberikan antibiotik, anti-jamur atau


anti-virus, tergantung kepada organisme penyebabnya. Jika akibat
infeksi labia (lipatan kulit di sekitar vagina dan uretra) menjadi
menempel satu sama lain, bisa dioleskan krim estrogen selama 7-10
hari.

c. Vulva vaginitis

Vulvovaginitis adalah peradangan atau infeksi pada vulva dan vagina.


Candida albicans adalah jamur ragi biasanya bertanggung jawab atas
vulva gatal tapi perlu diketahui bahwa tidak semua rasa gatal
disebabkan oleh jamur ragi.

d) Radang Ginetalia Interna

a. Cervicitis

Cervicitis ialah radang dari selaput lendir canalis cervicalis. Cervicitis


terdiri dari cervicitis akut dan cervicitis kronis. Pemeriksaan dapat
dilakukan dengan pemeriksaan visual langsung dan pemeriksaan
laboratorium. Salah satu terapi yang dapat dilakukan adalah dengan
pemberian kombinasi antibiotik berspektrum luas.

b. Endometritis

Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari


rahim). Infeksi ini dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks
atau infeksi tersendiri dan terdapat benda asing dalam rahim. Terdapat
dua jenis endometriosis yaitu endometriosis akut dan endometriosis
kronis. Penegakan diagnosa dengan biopsy uterin. Pemeriksaan
mikroskopis dari jaringan biopsy akan tampak adanya peradangan akut
atau kronik pada dinding uterus.

Pengobatan pada endometritis akut yaitu dengan terapi pemberian


uterotonika, istirahat, posisi/letak Fowler, dan pemberian antibiotika.
Pada endometritis kronik perlu dilakukan kuretase. Kuretase juga
bersifat terapeutik.

c. Miometritis

Miometritis/Metritis adalah radang miometrium. Metritis adalah infeksi


uterus setelah persalinan yang merupakan salah satu penyebab terbesar
kematian ibu. Penyakit ini tidak berdiri sendiri tetapi merupakan
lanjutan dari endometritis. Terdapat dua jenis metritis yaitu metritis
akut dan metritis kronis.
Terapi miometritis adalah dengan antibiotika spektrum luas (Ampisilin
2 g iv / 6 jam, Gentamisin 5 mg/kgbb dan Metronidasol 500 mg iv / 8
jam) serta profilaksi antitetanus.

d. Parametritis

Parametritis adalah peradangan pada parametrium (jaringan ikat yang


berdekatan dengan rahim). Pemeriksaan dapat dilakukan dengan USG,
biopsi endometrium dan laparaskopi. Terapi dapat dilakukan dengan
pemberian antibiotik.

e. Adneksitis

Adnekitis adalah suatu radang pada tuba fallopi dan radang ovarium
yang biasanya terjadi bersamaan. Pengobatan dapat dilakukan dengan
pemberian antibiotik dengan spectrum luas, terapi diatermi, penderita
tidak boleh melakukan pekerjaan berat, dan operasi radikal
(histerektomi dan salpingo ooforektomi bilateral) pada wanita yang
sudah hampir menopause. Pada wanita yang lebih muda hanya
adnekitis dengan kelainan yang nyata yang diangkat.

f. Peritonitis pelvis

Infeksi pelvis merupakan suatu istilah umum yang biasanya digunakan


untuk menggambarkan keadaan atau kondisi dimana organ organ pelvis
(uterus, tuba falopii atau ovarium) diserang oleh mikroorganisme
patogen. Pengobatan dapat dilakukan dengan terapi antibiotik pinisilin.
DAFTAR PUSTAKA

1. American Cancer Society. Recommendations for the Early Detection of


Breast Cancer. 2021.

https://www.cancer.org/cancer/breast-cancer/screening-tests-and-early-
detection/american-cancer-society-recommendations-for-the-early-detection-
of-breast-cancer.html

2. Bryan, T., & Snyder, E. The Clinical Breast Exam: A Skill that Should Not
Be Abandoned. Journal of General Internal Medicine. 2013, 28(5), 719-722.
doi: 10.1007/s11606-013-2373-9

3. Gupta S. Breast Self Exam. breastcancer.org.

https://www.breastcancer.org/symptoms/testing/types/self_exam

4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 34 Tahun 2015


tentang Penanggulangan Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim. 2015.

5. InfoDatin: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia. Bulan Peduli Kanker Payudara.Oktober 2016. ISSN 2442-7659.

http://www.depkes.go.id/folder/view/01/structure-publikasi-pusdatin-info-
datin.html
6. Mandrik O, Zielonke N, Meheus F, Severens JLH, Guha N, Herrero Acosta
R, Murillo R. Systematic reviews as a 'lens of evidence': Determinants of
benefits and harms of breast cancer screening. Int J Cancer. 2019 Aug
15;145(4):994-1006. doi: 10.1002/ijc.32211. Epub 2019 Mar 14. PMID:
30762235; PMCID: PMC6619055.

7. The World Health Organization. Breast Cancer. March 2021.


https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/breast-cancer

8. Bissell MCS, Kerlikowske K, Sprague BL, et al. Breast Cancer Surveillance


Consortium. Breast Cancer Population Attributable Risk Proportions
Associated with Body Mass Index and Breast Density by Race/Ethnicity and
Menopausal Status. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev. 2020
Oct;29(10):2048-2056. doi: 10.1158/1055-9965.EPI-20-0358. Epub 2020 Jul
29. PMID: 32727722; PMCID: PMC7541499.

9. Moller MH. Lousdal ML, et al. Effect of organized mammography screening


on breast cancer mortality: A population-based cohort study in Norway. 2018.
https://doi.org/10.1002/ijc.31832

10. Gøtzsche PC, Jørgensen K. Screening for breast cancer with mammography.
Cochrane Database of Systematic Reviews 2013, Issue 6. Art. No.:
CD001877. DOI: 10.1002/14651858.CD001877.pub5

11. Mendes J, Matela N. Breast Cancer Risk Assessment: A Review on


Mammography-Based Approaches. J Imaging. 2021;7(6):98.
doi:10.3390/jimaging7060098

12. Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP). Recommendations


on the use of quadrivalent human papillomavirus vaccine in males. MMWR.
2011;60:1705-1708.

13. American Academy of Pediatrics, Committee on Infectious Diseases. Policy


Statement: HPV vaccine recommendations. Pediatrics. 2012. DOI:
10.1542/peds.2011-3865.

14. Berman Bm Amini S. Condyloma acuminata. In: Lebwohl MG, Heymann


WR, Berth-Jones J, Coulson I. Treatment of Skin Disease: Comprehensive
Therapeutic Strategies. 4th ed. Philadelphia, Pa: Elsevier Saunders;
2013:chap 46.
15. Centers for Disease Control and Prevention. Advisory Committee on
Immunization Practices (ACIP) Recommended Immunization Schedules for
Persons Aged 0 Through 18 Years and Adults Aged 19 Years and Older -
United States, 2013. MMWR. 2013;62(Suppl1):1-19.

16. Habif TP. Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy.
5th ed. Philadelphia, Pa: Elsevier Mosby; 2009:chap 11.

Anda mungkin juga menyukai