Anda di halaman 1dari 31

KLIPING

(LOGOTHERAPY & ELIENTCENTERED)


( Bimbingan Dan Konseling Keluarga Berbasis Logoterapi )
( Bimbingan Konseling Client-Centered Dalam Mengatasi Kecenderungan
Perilaku Negatif )

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah


CARING

Dosen Pengampu:
SARMA EKO NATALIA SINAGA. MKM.

Oleh:
AGUS ABDUL ROHIM
NIM : 202101004
TINGKAT 1B
AKADEMIK KEPERAWATAN YATNA YUANA KABUPATEN LEBAK –
BANTEN
2021 – 2022

1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebutuhan akan bimbingan dan konseling sangat diperlukan individu. Karena individu
merupakan pribadi yang unik yang sedang berkembang kearah kematangan. Dampak
modernisasipun menjadi salah satu latar belakang perlunya bimbingan dan konseling,
karena dampak dari modernisasi itu yang dapat memunculkan problema sosial dan
pribadi. Dalam masalah sosial, salah satu masalah yang muncul adalah berkaitan dengan
keluarga. Individu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keluarga. Masalah
keluarga itu salah satunya dapat dibantu dengan konseling keluarga. Dalam melakukan
konseling keluarga diperlukan beberapa teori konseling yang dapat menunjang
pelaksanaan konseling, salah satunya yang dibahas dalam makalah ini yaitu logoterapi
yang merupakan salah satu bentuk psikoterapi eksistensial yang didasarkan atas analisis
arti dari eksistensi seseorang. Pendekatan eksistensial berkembang sebagai reaksi atas dua
model utama yang lain, psikoanalisis dan behaviorisme.
Pendekatan logoterapi sangat menekankan pada menemukan makna dari penderitaannya
dan juga makna mengenai kehidupan dan cinta. Oleh karena itu, dalam penerapan
logoterapi dalam konseling keluarga pun ditujukan untuk mencapai tujuan tersebut.

BIMBINGAN DAN KONSELING KELUARGA BERBASIS LOGOTERAPI

A. Konsep Logoterapi

2
Logoterapi berasal dari kata logos (Yunani), yang dapat diartikan sebagai arti dan
semangat. Manusia butuh untuk mencari arti kehidupan mereka dan logoterapi membantu
kliennya dalam pencarian. Logoterapi terkadang disebut aliran ketiga dalam terapi psikis,
aliran yang lainnya adalah analisis kejiwaan (Freud) dan psikologi individual (Adler).
Mereka berbeda dalam analisis kejiwaan yang fokus pada tekad kesenangan, psikologi
individual fokus pada tekad kekuatan dan logoterapi fokus pada tekad makna.
Hidup itu singkat dan penuh potensi serta kemungkinan-kemungkinan. Hal yang
terpenting bukan karakter, insting, inisiatif kita, tetapi bagaiman kita bersikap terhadap
hal-hal tersebut. Kita bebas membentuk karakter kita dan bertanggung jawab juga
terhadap apa yang kita buat untuk diri kita sendiri. Ada tiga fungsi manusia secara jelas:
hati nurani, refleksi contoh, dan kapasitas untuk membuat diri sendiri sebagai objek.
1. Kesadaran dan Ketidaksadaran
Dalam pencarian makna melibatkan kesadaran dan keidaksadaran. Logoterapi fokus
terhadap kehidupan spiritual kita karena pada dasarnya kita makhluk spiritual. Kata
spiritual disini bukan kata pada makna keagamaan. Fenomena spiritual kita dapa sadar
atau tidak.
a. Ketidaksadaran Spiritual
Dasar kehidupan mnusia akhirnya adalah tidak sadar. ada perbedaan diantara
ketidaksadaran spiritual dan instingtual. Freud menganggap ketidaksadarn sebagai insting
yang tertindas, kejiwaan yang dalam mengikuti klien pada dalamnya jiwa mereka
daripada fokus terhadap jasmani yang tertindas. ada kesulitan pada diri yang dasarnya
tidak terefleksikan: ’ Hidup berada pada aksi bukan refleksi’ Frankl.

3
b. Ketidaksadaran Keagamaan
Ketika impian dianalisis, keagamaan yang tidak sadar dan tertindas, tidak tertutupi.
Ketidaksadran keagamaan ada pada ketidaksadaran spiritual. Menurut Jung,
ketidaksadaran keagamaan datang dari penyimpanan impersonal dari bayangan manusia.
Frank mengatakan sebagai perbandingan bahwa hal tersebut berasal dari pusat
kepribadian dari setiap manusia. Eksistensial dari keagamaan harus spontan, dan ketika
harus asli, harus diungkapkan pada langkah sendiri. Frank (1975, hal. 70): ’sekali
malaikat tertindas, ia akan berubah menjadi setan’.
2. Hati Nurani
Hati nurani memiliki keaslian dalam ketidaksadaran spiritual dan dibandingkan secara
individual dengan insting. Hati nurani dideskripsikan sebagai ’insting etika’ dan memiliki
kualitas luar biasa.
3. Makna
Menurut Frank (1955, hal.85) kita tidak akan pernah menghindar dari tugas memilih
diantara kemungkinan-kemungkinan. Banyak orang mengabaikan masa lalu mereka
sebagai sumber makna di kehidupan mereka, padahal mengindetifikasi sumber makna di
masa lalu dapat memberi makna di masa sekarang. Makna hidup itu harus dicari oleh
manusia. Di dalam makna tersebut tersimpan nilai-nilai yaitu : (1) nilai kreatif, (2) nilai
pengalaman, dan
(3) nilai sikap. Dengan dorongan untuk mengisi nilai-nilai itu maka kehidupan akan lebih
bermakna. Makna hidup yang diperoleh manusia akan meringankan beban atau gangguan
kejiwaan yang dialaminya.

1. Asas Logoterapi
Pada hakikatnya merupakan inti dari setiap perjuangan hidup, yakni mengusahakan agar
kehidupan senantiasa berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat dan agama. Asas
utama logoterapi yaitu:
1) Hidup itu tetap memiliki makna dalam setiap situasi. Makna adalah sesuatu
yang dirasakan penting, benar, berharga, dan didambakan serta memberi nilai
khusus bagi seseorang dan ayak dijadikan tujuan hidup. Jika makna hidup

4
berhasil ditemukan dan dipenuhi maka akan menyebabkan kehidupan berarti dan akan
mendapatkan kebahagiaan sebagai ganjarannya.
2) Setiap manusia memiliki kebebasan yang hamper tidak terbatas untuk
menemukan sendiri makna hidupnya. Makna hidup dan sumber-sumbernya
dapat ditemukan dalam kehidupan itu sendiri khususnya pada pekerjaan yang
dilakukan dan dalam keyakinan terhadap harapan dan kebenaran serta
penghayatan atas keindahan, iman, dan cinta kasih.
3) Setiap manusia memiliki kemampuan untuk mengambil sikap terhadap
penderiataan dan peristiwa tragis yang dihadapi setelah upaya mengatasinya
telah dilakukan secara ptimal namun tidak berhasil. Maksudnya, jika kita tidak
mungkin mengubah suatu keadaan sebaiknya kita mengubah sikap kita atas
keadaan itu agar kita tidak terhanyut secara negatif oleh keadaan itu.
Ketiga asas tersebut tercakup dalam ajaran logoterapi mengenai eksistensi dan makna
hidup, sebagai berikut:
1) Dalam setiap keadaan termasuk dalam penderitaan sekalipun hidup ini selalu
memberi/mempunyai makna.
2) Kehendak untuk hidup bermakna merupakan motivasi utama setiap orang.
3) Dalam batas-batas tertentu manusia memiliki kebebasan dan tanggung jawab
pribadi untuk mamilih, menentukan, dan memenuhi makna dan tujuan
hidupnya.
4) Hidup yang bermakna diperoleh dengan jalan merealisasikan tiga nilai
kehidupan (nilai-nilai kreatif/creative values, nilai-nilai
penghayatan/experiental values, dan nilai-nilai bersikap/attitudinal values)

2. Sumber-sumber Makna Hidup


Selama kita mampu melihat hikmah di setiap keadaan maka makna hidup mungkin saja
dapat ditemukan dalam keadaan penderitaan. Dalam kehidupan ini terdapat beberapa
bidang kegiatan yang secara potensial mengandung nilai-nilai yang memungkinkan
seseorang dapat menemukan makna hidupnya aabila nili- nilai tersebut dipenuhi.

5
Creative values seperti berkarya, bekerja, serta melaksanakan tugas dan kewajiban
sebaiknya dengan penuh tanggung jawab. Melalui karya dan kerja kita dapat menemukan
makna hidup dan menghayati kehidupan secara bermakna. Namun, pekerjaan hanyalah
sarana yang memberikan kesempatan untuk menemukan dan mengembangkan makna
hidup, sehingga makna hidup tidak terletak pada pekerjaan tetapi lebih tergantung pada
individu yang bersangkutan.
Experiental values yakni keyakinan dan penghayatan akan nilai-nilai kebenaran,
keindahan, keimanan, serta cinta kasih.
Attitudinal values yakni menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran, dan
kebenaransegala bentuk bentuk penderitaan. Dalam hal ini yang diubah buka keadaannya
tetapi sikap yang diambil dalam menghadapi keadaan itu.
Hopefull values, harapan adalah keyakinan akanterjadinya hal-hal yang baik atau
perubahan yang menguntungkan di kemudian hari. Meskipun harapan belum tentu
menjadi kenyataannamun dapat memberikan sebuah peluang dan solusi serta tujuan baru
yang menjanjikan dan dapat menimbulkan semangat dan optimisme.

B. Tujuan Konseling
Logo therapy bertujuan agar dalam masalah yang dihadapi klien dia bisa menemukan
makna dari penderitaan dan kehidupan serta cinta. Dengan penemuan itu klien akan dapat
membantu dirinya sehingga bebas dari masalah tersebut.Ada pun tujuan dari logoterapi
adalah agar setiap pribadi:
1) Memahami adanya potensi dan sumber daya rohaniah yang secara universal ada
pada setiap orang terlepas dari ras, keyakinan dan agama yang dianutnya;
2) Menyadari bahwa sumber-sumber dan potensi itu sering ditekan, terhambat dan
diabaikan bahkan terlupakan;
3) Memanfaatkan daya-daya tersebut untuk bangkit kembali dari penderitaan
untuk mampu tegak kokoh menghadapi berbagai kendala, dan secara sadar
mengembangkan diri untuk meraih kualitas hidup yang lebih bermakna.

6
C. Hakikat Manusia dalam Logoterapi
Berikut ini merupakan beberapa pandangan logoterapi terhadap manusia :
1) Menurut Frankl manusia merupakan kesatuan utuh dimensi ragawi, kejiwaan
dan spiritual. Unitas bio-psiko-spiritual.
2) Frankl menyatakan bahwa manusia memiliki dimensi spiritual yang terintegrasi
dengan dimensi ragawai dan kejiwaan. Perlu dipahami bahwa sebutan
“spirituality” dalam logoterapi tidak mengandung konotasi keagamaan karena
dimens ini dimiliki manusia tanpa memandang ras, ideology, agama dan
keyakinannya. Oleh karena itulah Frankl menggunakan istilah noetic sebagai
padanan dari spirituality, supaya tidak disalahpahami sebagai konsep agama.
3) Dengan adanya dimensi noetic ini manusiamampu melakukan self- detachment,
yakni dengan sadar mengambil jarak terhadap dirinya serta mampu meninjau
dan menilai dirinya sendiri.
4) Manusia adalah makhluk yang terbuka terhadap dunia luar serta senantiasa
berinteraksi dengan sesama manusia dalam lingkungan sosial-budaya serta
mampu mengolah lingkungan fisik di sekitarnya.
Dengan demikian, dalam pandangan logoterapi manusia adalah istimewa yang memiliki
berbagai kemampuan dan daya-daya istimewa pula. Sadar diri, kemampuan mengambil
jarak dan transendensi diri menunjukan kemampuan manusia untuk melampaui dimensi
ragawi (antara lain bawaan dan insting) dan pengaruh lingkungan serta mampu
mengarahkan diri kepada hal-hal diluar dirinya seperti makna hidup dan orang-orang
yang dikasihinya. Manusia pun menemukan makna hidup melalui apa yang diberikan
kepada lingkungan, apa yang yang diambilnya dari lingkungan (menghayati keindahan
dan cinta kasih ), serta sikap tepat atas kodisi tragis yang tak dapat dihindari (misalnya
kematian).

D. Pandangan Logoterapi Terhadap Masalah


Dalam ilmu psikologi Eksistensial, masalah makna hidup banyak dibahas. Salah seorang
tokohnya yang banyak membahas masalah makna hdsup adalah Victor Frankl seorang
psikiater dari Austria dengan teorinya yang disebut

7
logoterapi. Menurut Frankl pada dasarnya manusia selalu menginginkan hidupnya selalu
bermakna. Hidup yang tidak berarti membuat orang mengalami kehampaan eksistensial
dan selanjutnya akan menimbulkan frustasi eksistensial (frustasi kerena tidak bisa
memenuhi keinginanya kepada makna).
Konseling logoterapi merupakan konseling untuk membantu individu mengatasi masalah
ketidakjelasan makna dan tujuan hidup, yang sering menimbulkan kehampaan dan
hilangnya gairah hidup.. Dalam logoterapi masalah adalah ujian hidup yang menurut
Frankl harus dihadapi dengan keberanian dan kesabaran. Yakni keberanian untuk
membiarkan masalah ini untuk sementara waktu tak terpecahkan, dan kesabaran untuk
tidak menyerah dan mengupayakan penyelesaian.
Logoterapi dapat digambarkan sebagai corak psikologi yang mengakui adanya dimensi
kerohanian pada manusia di samping dimensi ragawi dan kejiwaan, serta beranggapan
bahwa makna hidup (the meaning of life) dan hasrat untuk hidup bermakna (the will of
meaning) merupakan motivasi utama manusia guna meraih taraf kehidupan bermakna
(the meaningful life) yang didambakannya.
Hidup akan memiliki makna dalam setiap situasi selama kita mampu mengambil hikmah,
bahkan dalam penderitaan dan kepedihan sekalipun. Makna adalah sesuatu yang
dirasakan penting, benar, berharga dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi
seseorang dan layak dijadikan tujuan hidup. Setiap manusia memiliki kemampuan untuk
mengambil sikap terhadap peristiwa tragis yang tidak dapat dielakkan lagi yang menimpa
dirinya sendiri dan lingkungan sekitar (penderitaan dan kepedihan).
Makna hidup setiap manusia dapat ditentukan sendiri olehnya, karena manusia memiliki
kebebasan - yang hampir tidak terbatas –. Dari kebebasannya manusia dapat memilih
makna atas setiap peristiwa yang terjadi dalam diri, apakah itu makna positif atupun
makna yang negatif. Dan makna positif ini lah yang dimaksud dengan hidup bermakna.

8
E. Hubungan Konselor dan Konseli dalam Logoterapi
Dalam logoterapi, konseli mampu mengalami secara subjektif persepsi- persepsi tentang
dunianya. Dia harus aktif dalam proses terapeutik, sebab dia harus memutuskan
ketakutan-ketakutan, perasaan-perasaan berdosa dan kecemasan-kecemasan apa yang
akan dieksplorasi. Memutuskan untuk menjalani terapi saja sering merupakan tindakan
yang menakutkan. Konseli dalam terapi ini, terlibat dalam pembukaan pintu diri sendiri.
Pengalaman sering menakutkan atau menyenangkan dan mendepresikan atau gabungan
dari semua perasaan tersebut. Dengan membuka pintu yang tertutup, konseli mampu
melonggarkan belenggu deterministic yang telah menyebabkan dia terpenjara secara
psikologis. Lambat laun konseli mulai sadar, apa dia tadinya dan siapa dia sekarang serta
klien lebih mampu menetapkan masa depan macam apa yang diinginkannya. Melalui
proses terapi, konseli bisa mengeksplorasi alternative-alternatif guna membuat
pandangan-pandangan menjadi nyata.
Menurut Frankl (1959), pencarian makna dalam hidup adalah salah satu ciri manusia.
Dalam pandangan para eksistensialis, tugas utama konselor adalah mengeksplorasi
persoalan-persoalan yang berkaitan dengan ketidakberdayaan, keputusasaan,
ketidakbermaknaan, dan kekosongan eksistensial. Tugas proses terapeutik adalah
menghadapi masalah ketidakbermaknaan dan membantu Konseli dalam membuat makna
dari dunia yang kacau.
Frankl menandaskan bahwa fungsi Konselor bukanlah menyampaikan kepada Konseli
apa makna hidup yang harus diciptakannya, melainkan mengungkapkan bahwa Konseli
bisa menemukan makna, bahkan juga dari penderitaan, karena penderitaan manusia bisa
diubah menjadi prestasi melalui sikap yang diambilnya dalam menghadapi penderitaan
itu.
Buhler dan Allen (1972) sepakat bahwa psikoterapi difokuskan pada pendekatan terhadap
hubungan manusia alih-alih sistem teknik. Para ahli psikologi humanistik memiliki
orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut :
1. Mengakui pentingya pendekatan dari pribadi ke konselor
2. Menyadari peran dari tanggung jawab Konselor
3. Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik

9
4. Berorientasi pada pertumbuhan
5. Menekankan keharusan Konselor terlibat dengan Konseli sebagai suatu pribadi
yang menyeluruh
6. Mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan-pilihan akhir terletak di tangan
Konseli
7. Memandang Konselor sebagai model, dalam arti bahwa Konselor dengan gaya
hidup dan pandangan humanistiknya tentang manusia bisa secara implisit
menunjukkan potensi Konseli bagi tindakan kreatif dan positif
8. mengakui kebebasan Konseli untuk mengungkapkan pandangan dan untuk
mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri
9. bekerja ke arah mengurangi ketergantungan Konseli serta meningkatkan
kebebasan Konseli
May (1961) memandang tugas Konselor diantaranya adalah membantu Konseli agar
menyadari keberadaannya dalam dunia : “ini adalah ketika pasien melihat dirinya sebagai
orang yang terancam, yang hadir di dunia yang mengancam dan sebagai subjek yang
memiliki dunia”.
Frankl (1959) menjabarkan peran Konselor sebagai “spesialis mata daripada sebagai
pelukis”, yang bertugas “memperluas dan memperlebar lapangan visual pasien sehingga
spektrum keseluruhan dari makna dan nilai-nilai menjadi disadari dan dapat diamati oleh
pasien”.

F. Tahapan-tahapan Konseling Logoterapi


Proses konseling pada umumnya mencakup tahap-tahap : perkenalan, pengungkapan dan
penjajakan masalah, pembahasan bersama, evaluasi dan penyimpulan, serta pengubahan
sikap dan perilaku. Biasnya setelah masa konseling berakhir masih dilanjutkan
pemantauan atas upaya perubahan perilaku dan klien dapan mlakukan konsultasi lanjutan
jika diperlukan.
Konseling logoterapi berorientasi pada masa depan (future oriented) dan berorientasi
pada makna hidup (meaning oriented). Relasi yang dibangun antara konselor dengan
konseli adalah encounter, yaitu hubungan antar pribadi yang

10
ditandai oleh keakraban dan keterbukaan, serta sikap dan kesediaan untuk saling
menghargai, memahami dan menerima sepenuhnya satu sama lain.
Ada empat tahap utama didalam proses konseling logterapi diantaranya
adalah:
1. Tahap perkenalan dan pembinaan rapport. Pada tahap ini diawali dengan
menciptakan suasana nyaman untuk konsultasi dengan pembina rapport yang
makin lama makin membuka peluang untuk sebuah encounter. Inti sebuah
encounter adalah penghargaan kepada sesama manusia, ketulusan hati, dan
pelayanan. Percakapan dalam tahap ini tak jarang memberikan efek terapi bagi
konseli.
2. Tahap pengungkapan dan penjajagan masalah. Pada tahap ini konselor mulai
membuka dialog mengenai masalah yang dihadapi konseli. Berbeda dengan
konseling lain yang cenderung membeiarkan konseli “sepuasnya”
mengungkapkan masalahnya, dalam logoterapi konseli sejak awal diarahkan
untuk menghadapi masalah itu sebagai kenyataan.
3. Pada tahap pembahasan bersama, konselor dan konseli bersama-sama
membahas dan menyamakan persepsi atas masalah yang dihadapi. Tujuannya
untuk menemukan arti hidup sekalipun dalam penderitaan.
4. Tahap evaluasi dan penyimpulan mencoba memberi interpretasi atas informasi
yang diperoleh sebagai bahan untuk tahap selanjutnya, yaitu perubahan sikap
dan perilaku konseli. Pada tahap-tahap ini tercakup modifikasi sikap, orientasi
terhadap makna hidup, penemuan dan pemenuhan makna, dan pengurangan
symptom.

G. Teknik-Teknik Konseling
Victor Frankl dikenal sebagai terapis yang memiliki pendekatan klinis yang detail.
Diantara teknik-teknik tersebut adalah yang dikenal dengan intensi paradoksal, yang
mampu menyelesaikan lingkaran neurotis yang disebabkan kecemasan anti sipatori dan
hiper-intensi. Intensi paradoksal adalah keinginan terhadap sesuatu yang ditakuti.

11
Seorang pemuda yang selalu gugup ketika bergaul dengan banyak disuruh Frankl untuk
menginginkan kegugupan itu. Contoh lain adalah masalah tidur. Menurut Frankl, kalau
anda menderita insomnia, anda seharusnya tidak mencoba berbaring ditempat tidur,
memejamkan mata, mengosongkan pikiran dan sebagainya. Anda justru harus berusaha
terjaga selama mungkin. Setelah itu baru anda akan merasakan adanya kekuatan yang
mendorong anda untuk melangkah ke kasur.
Teknik terapi Frankl yang kedua adalah de-refleksi. Frankl percaya bahwa sebagian besar
persoalan kejiwaan berawal dari perhatian yang terlalu terfokus pada diri sendiri. Dengan
mengalihkan perhatian dari diri sendiri dan mengarahkannya pada orang lain, persoalan-
persoalan itu akan hilang dengan sendirinya. Misalnya, kalau mengalami masalah
seksual, cobalah memuaskan pasangan anda tanpa memperdulikan kepuasan diri anda
sendiri. Atau cobalah untuk tidak memuaskan siapa saja, tidak diri anda, tidak juga diri
pasangan anda.

H. Konsep-konsep Logoterapi dalam Konseling Keluarga


Secara umum Logotherapy bertujuan agar konseli yang menghadapi masalah dapat
menemukan makna dari penderitaannya dan juga makna mengenai kehidupan dan cinta.
Kehidupan keluarga menemukan titik tolak perkembangan anak. Jika kehidupan keluarga
berantakan, sering menimbulkan frustasi bagi anak-anaknya. Tampak penyimpangan
perilaku anak seperti mabuk-mabukan, merokok, bahkan mengisap ganja dsb.
Dalam keadaan demikian, orang tua merupakan orang yang paling utama menjadi
pedoman bagi anak-anak. Jika orang tua tidak memeiliki nilai-nilai hidup yang bermakna
baginya, maka keluarga seolah-olah merupakan pergolakan mencari materi semata.
Anak-anak yang dilatih oleh orang tua oleh serba kemewahan, maka masa dewasanya
nanti mereka menganggap bahwa materilah makna kehidupan. Frankl ( 1938 )
mengambil makna dari kamp konsentarsi Hitler yang menewaskan semua keluarganya, di
mana dia mendapat makna ketuhanan sebagai pedoman hidup yang kokoh.

12
Di dalam konseling keluarga, konselor sebaiknya mengusahakan agar anggota keluarga
menemukan makna yang baik baginya dalam hubungan interpersonal. Apakah pengertian
anak menurut prinsip ketuhanan ? Anak adalah amanah Tuhan. Jadi harus dipelihara
dengan sebaik-baiknya. Konselor mengungkapkan makna lain yang sungguh-sungguh
menjamin kebahagiaan keluarga. Misalnya makna agama. Dengan menjalankan syariat
agama, maka orang akan menjadi tentram sehingga kegandrungan kepada godaan hawa
nafsu dapat dihindari, termasuk nafsu amarah, benci, sombong, dsb. Konselor
memberikan kesempatan kepada anggota keluarga berdiskusi satu sama lain tentang
problem mereka, kemudian dibantu menemukan makna yang terkandung di dalamnya.
Makna tersebut memberikan dorongan semangat konseli ke arah positif.

Contoh kasus dan penerapan Logoterapi


Contoh kasus dan penerapan logoterapi
Keke adalah seorang wanita berusia 25 tahun. Keke mempunyai suatu fobia dengan
seekor laba-laba Awal mula fobia pada si Keke adalah ketika dia berusia 5 tahun, Keke
duduk di bawah pohon rindang dan saat itu pula laba-laba yang berada di pohon tersebut
jatuh tepat di atas tangannya, Keke yang kaget langsung berlari menghampiri ibunya
sambil menangis ketaakutan. Sejak saat itu Keke tidak berani lagi dengan seekor laba-
laba atau sekedar duduk-duduk santai di bawah pohon. Ketika laba-laba melihat laba-laba
secara langsung Keke menjerit histeris dan berlari menghindari tempat laba-laba itu
berada, namun jika laba-laba melihat ulat berupa gambar A merasa geli atau pun
melihatnya di tv.

Analisis kasus
Tahapan Tahapan dalam dalam logoterapi
Tahapan pertama adalah perkenalan denagn membangun raport. Raport adalah sesuatu
yang penting dalam proses konseling atau terapi , karena raport itu berfungsi untuk
membangun suasana yang nyaman serta membuat klien agar tidak tegang pada saat
konseling atau terapi.

13
Tahapan yang kedua adalah tahap pengakuan atau pengungkapan masalah yang di hadapi
klien terhadap konselor. Pada tahap ini konselor bertugas untuk mengarahkan klien untuk
dapat mengungkapkan masalahnya tanpa keluar dari tema atau topic pembicaraan, jadi
lebih terarah dan terstruktur.
Tahap selaanjutnya adalah pembahasan serta menyamakan suatu persepsi atau pemikiran
antara konselor dan  klien.
Dan selanjutnya itu adalah tahapan evaluasi yaitu menyimpulkan suatu masalah klien dari
informasi yang telah di peroleh kemudian di interpretasi untuk kemudian berlanjut ke
teknik terapi selanjutnya yaitu yang bertujuan untuk mengubah sikap atau perilaku klien
yang di anggap bermasalah.

Pada contoh kasus diatas dapat di simpulkan bahwa Keke mengalami fobia pada seekor
laba-laba. Untuk cara penangannya menggunakan Logoterapi dengan teknik intensi
paraadoksikal yang di kemukakan oleh frankl. Mengapa ? karena pada teknik ini
membahas suatu fenomena ataau suatu kecamasan yang di alami oleh klien serta
membatu klien untuk dapat menurunkan kecemasannya pada sesuatu yang ia takuti.

Paradoxical intention pada dasarnya memanfaatkan kemampuan mengambil jarak (self-


detachment) dan kemampuan mengambil sikap terhadap kondisi diri sendiri dan
lingkungan.Paradoxical intention terutama cocok untuk pengobatan jangka pendek pasien
fobia (ketakutan irrasional). Pada teknik ini konselor bertugas untuk membuat sikap Keka
dari takut menjadi akrab pada hal yang Keke takuti atau cemaskan. Pada teknik Keke di
minta untuk  beruasaha menghindari atau melawan ketakutannya terhadap seekor laba-
laba tersebut. Mengubah persepsinya yang awal nya takut menjadi berani. Salah satu cara
yang dapat di lakukan oleh Keke bisa dengan mengajak ulat tersebut bercanda untuk
menurunkan kadar kecemasan yang di alami Keke untk kemudian sikap Keke menjadi
berani dan tidak takut lagi dengan seekor Laba-laba tersebut. Tahap ini harus di
lakukakan bertahap dan rutin hingga kecemasan yang ada pada diri Keke berkurang atau
bahkan dapat hilang.

14
BAB III
SIMULASI KONSELING KELUARGA BERBASIS LOGOTERAPI

A. SINOPSIS
Manohara siswi SMA kelas X merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Kakaknya
Manohari duduk di kelas XII, satu sekolah dengannya. Manohara tinggal bersama ibu dan
kakaknya. Sementara ayahnya, telah meninggal karena kecelakaan pesawat setahun yang
lalu. Setelah kematian ayahnya, Manohara menjadi anak yang pemurung dan suka
menyendiri. Di sekolah, Manohara sering bolos, nilai ulangan yang jelek, dan gurunya
sering memergoki dirinya tidur ditengah pelajaran sedang berlangsung. Karena perilaku
manohara yang seperti itu, wali kelas mengadu kepada konselor sekolah. Sehingga,
konselor mengambil tindakan dengan memanggil Manohara ke ruangannya. Namun,
Manohara tidak pernah datang ke ruang BK dan malah membolos dari sekolah. Konselor
pun berinisiatif untuk melanjutkan sesi konseling di rumah Manohara.

B. NASKAH DRAMA
Beberapa hari kemudian konselor datang berkunjung ke rumah Manohara.
Konselor : ”Assalamualaikum ”
Kakak : ”Waalaikumsalam..., Oh Ibu, silahkan masuk! Kebetulan kami sudah menunggu
Ibu” (mempersilahkan duduk)
Konselor : ”Ya terimakasih” (Kakak memanggil Ibu dan Manohara)
Ibu : ”Senang bisa bertemu dengan Ibu lagi. Bagaimana kabarnya?” Konselor :
”Alhamdulillah baik, Bagaimana dengan Mano?
Manohara : ”Emmm Kabar Mano juga baik”
Konselor : “Baiklah, saya ucapkan terimakasih kepada Ibu, Mano serta kakak yang
telah menyempatkan waktunya. Sekarang saya ingin bertanya kepada Ibu, Apakah ibu
merasakan ada perubahan yang terjadi pada diri Mano?”

15
Ibu : ”Saya rasa Mano baik-baik saja tetapi sejak Ayahnya meninggal ada sedikit
perubahan pada diri Mano, Mano jadi tertutup dan senang menyendiri di kamarnya. Jika
di sekolah, saya kurang mengetahui Mano bagaimana”
Konselor : ”Apakah ibu tidak mengetahui jika Mano akhir-akhir ini tidak masuk ke
sekolah?”
Ibu : ”Tidak Bu, saya malah baru mengetahui dari Ibu sekarang. Jadi selama ini kamu
bolos? Kamu udah ngebohongin Ibu? Beban ibu sudah sangat banyak apalagi setelah
ayahmu meninggal,tapi ibu selalu berusaha berani dan tegar menerima cobaan hidup. Ibu
tegar ini untuk Mano.(tersedu-sedu)
Mano : (Mano hanya menunduk diam sambil menangis)
Konselor : Saya mengerti apa yang ibu rasakan. Mungkin bukan hanya ibu saja yang
merasa kehilangan ayah tetapi Mano merasakan hal itu juga. Bukan begitu
Mano?”(konselor sambil menatap wajah Mano)
Mano : Ya, sebenernya Mano juga sangat merasa kehilangan ayah. Dulu ayah selalu ada
buat Mano sekarang tidak ada lagi yang mau nemenin Mano. Mano merasa hidup ini
sudah tidak ada artinya. Mano males sekolah dan tidak ada semangat untuk belajar,
karena tidak ada yang memberi semangat lagi seperti ayah dulu.
Ibu : Mengapa kamu mesti bolos sekolah, jika itu karena kamu merasa kehilangan
ayahmu? Mengapa kamu tidak cerita pada Ibu tentang apa yang kamu rasakan, Mano?
Kakak : Iya Mano, mengapa kamu tidak cerita pada kakak saja?
Manohara : Mano pikir tidak ada yang mau mengerti Mano. Ibu sibuk bekerja dan kakak
juga sibuk mempersiapkan UAN. Mano memang bolos Bu, Mano tidak punya semangat
dari ayah seperti dulu.
Konselor : Baiklah, jadi yang menyebabkan Mano bolos itu karena tidak ada ayah lagi
yang menyemangati Mano? Benar begitu? Bukankah semua yang kita miliki itu hanya
titipan, dan semua yang dititipkan itu akan kembali ke asalnya, begitu juga dengan
ayahmu.

16
Ibu : Maafkan ibu, mungkin selama ini ibu tidak mempunyai waktu untukmu Mano.
Ibu sibuk bekerja karena menggantikan ayahmu sebagai kepala keluarga. Apabila Ibu
tidak bekerja, kita tidak punya uang. Tapi ke depannya Ibu akan berusaha untuk
meluangkan waktu lebih banyak untuk kalian berdua.
Kakak : Mano maafkan Kakak juga. Setelah beres UAN nanti, kakak janji akan
menyempatkan lebih banyak waktu bersama kamu lagi.
Mono : Iya... Mano juga mengerti akan hal itu.. tapi ketika ayah meninggal, Mano tidak
sempat bertemu dengan ayah dulu. Mano tidak sempat mengatakan kata perpisahan.
Mano juga belum melakukan suatu yang berarti, apalagi sekarang ayah sudah meninggal,
Mano sudah tidak punya kesempatan lagi.
Konselor : Iya Ibu mengerti penyesalan yang Mano rasakan. Apakah Mano tahu masih
ada hal yang bisa Mano lakukan untuk ayah meskipun kalian sudah tidak lagi bersama.
Mano : Em... saya juga bingung apa yang harus saya lakukan
Konselor : Ada tiga amalan yang tidak akan terputus ketika seseorang meninggal yaitu
ilmu yang bermanfaat, amal jariah dan doa anak yang saleh. Apakah Mano suka
mendoakan ayah?
Mano : Iya kakak dan ibu suka ngajak salat berjamaah bareng dan mendoakan ayah, tapi
Mano selalu menolaknya.
Konselor : Bagaimana perasaan kakak setelah mendoakan ayah?
Kakak : Kakak merasa tenang dan ikhlas dengan kepergian ayah. Memang awalnya saya
merasa kehilangan arah sama seperti Mano, tetapi saya tidak ingin larut dalam kesedihan,
karena kasihan ayah di sana dia akan merasa berat.
Konselor : Kalau dengan Ibu bagaimana?
Ibu : Saya sudah mengikhlaskan kepergian ayah sama seperti kakak, mengingatnya
justru membuat saya semakin sedih, yang dapat saya lakukan sekarang adalah berdoa dan
membahagiakan kedua anak saya.

17
Konselor : Sekarang Mano tahu apa yang dirasakan oleh Ibu dan kakak, mereka juga
merasa kehilangan, tetapi mereka mampu untuk tegar menghadapi semua ini. Setelah
mengetahui ungkapan yang dirasakan oleh ibu dan kakak, Mano tahu apa yang dapat
dilakukan ke depannya?
Mano : Iya Mano sadar selama ini Mano salah, mulai ke depannya Mano akan berusaha
untuk tidak bolos lagi dan mencoba mengikhlaskan kepergian ayah, Mano juga akan
mendoakan ayah agar dia tenang disana. Mano tidak ingin membebani ibu dan kakak
lagi.
Konselor : Akhirnya semua sudah menyadari bahwa kehidupan dunia ini tidaklah kekal,
mudah-mudahan dengan pertemuan ini kita bisa menemukan makna hidup ini.

Contoh kasus dan penerapan logoterapi


A adalah seorang wanita berusia 17 tahun. A mempunyai suatu fobia dengan seekor ulat.
Awal mula fobia pada si A adalah ketika A berusia 7 tahun, A duduk di bawah pohon
rindang dan saat itu pula ulat yang berada di pohon tersebut jatuh tepat di atas tangannya,
A yang kaget langsung berlari menghampiri ibunya sambil menangis ketaakutan. Sejak
saat itu A tidak berani lagi dengan seekor ulat atau sekedar duduk-duduk santai di bawah
pohon. Ketika A melihat ulat secara langsung A menjerit histeris dan berlari menghindari
tempat ulat itu berada, namun jika A melihat ulat berupa gambar A hanya merasa geli.

Analisis kasus
Tahapan Tahapan dalam dalam logoterapi
Tahapan pertama adalah perkenalan denagn membangun raport. Raport adalah sesuatu
yang penting dalam proses konseling atau terapi , karena raport itu berfungsi untuk
membangun suasana yang nyaman serta membuat klien agar tidak tegang pada saat
konseling atau terapi.
Tahapan yang kedua adalah tahap pengakuan atau pengungkapan masalah yang di hadapi
klien terhadap konselor. Pada tahap ini konselor bertugas untuk mengarahkan klien untuk
dapat mengungkapkan masalahnya tanpa keluar dari tema atau topic pembicaraan, jadi
lebih terarah dan terstruktur.

18
Tahap selaanjutnya adalah pembahasan serta menyamakan suatu persepsi atau pemikiran
antara konselor dan  klien.
Dan selanjutnya itu adalah tahapan evaluasi yaitu menyimpulkan suatu masalah klien dari
informasi yang telah di peroleh kemudian di interpretasi untuk kemudian berlanjut ke
teknik terapi selanjutnya yaitu yang bertujuan untuk mengubah sikap atau perilaku klien
yang di anggap bermasalah.

Pada contoh kasus diatas dapat di simpulkan bahwa A mengalami fobia pada seekor ulat.
Untuk cara penangannya menggunakan Logoterapi dengan teknik intensi paraadoksikal
yang di kemukakan oleh frankl. Mengapa ? karena pada teknik ini membahas suatu
fenomena ataau suatu kecamasan yang di alami oleh klien serta membatu klien untuk
dapat menurunkan kecemasannya pada sesuatu yang ia takuti.

Paradoxical intention pada dasarnya memanfaatkan kemampuan mengambil jarak (self-


detachment) dan kemampuan mengambil sikap terhadap kondisi diri sendiri dan
lingkungan.Paradoxical intention terutama cocok untuk pengobatan jangka pendek pasien
fobia (ketakutan irrasional). Pada teknik ini konselor bertugas untuk membuat sikap A
dari takut menjadi akrab pada hal yang A takuti atau cemaskan. Pada teknik A di minta
untuk  beruasaha menghindari atau melawan ketakutannya terhadap seekor ulat tersebut.
Mengubah persepsinya yang awal nya takut menjadi berani. Salah satu cara yang dapat di
lakukan oleh A bisa dengan mengajak ulat tersebut bercanda untuk menurunkan kadar
kecemasan yang di alami A untk kemudian sikap A menjadi berani dan tidak takut lagi
dengan seekor ulat tersebut. Tahap ini harus di lakukakan bertahap dan rutin hingga
kecemasan yang ada pada diri A berkurang atau bahkan dapat hilang.

19
BAB II
BIMBINGAN KONSELING CLIENT-CENTERED DALAM MENGATASI
KECENDERUNGAN PERILAKU NEGATIF
Strategi Bimbingan Konseling Client-Centered
Dalam Mengatasi Kecenderungan Perilaku Negatif
Latar Belakang
Pandangan tentang manusia yang positif memiliki implikasi-implikasi dalam
kehidupan yang dijalaninya, yang dapat membawa dampak dalam proses perjalanan
hidup manusia. Client-centered dalam pandangan filosofis menjelaskan bahwa
individu memiliki kesanggupan yang inheren untuk menjauhi maladjustment menuju
keadaan psikologis yang sehat, dan meletakkan tanggung jawab utamanya bagi proses
penyembuhan seseorang. Model client centered menolak konsep yang memandang
seseorang sebagai otoritas yang mengetahui yang terbaik dan memandang individu
sebagai manusia pasif yang hanya mengikuti perintah-perintah orang lain. Oleh
karena itu, pendekatan client centered berakar pada kesanggupan seseorang sadar dan
membuat keputusan-keputusan sendiri.
Pendekatan client-centered adalah pendekatan yang dikembangkan oleh Dr. Carl
Rogers. Pada awal perkembangannya, Carl Rogers menamai pendekatan ini
sebagai nondirective counseling sebelum pada akhirnya diganti menjadi client
centered. Pendekatan ini lahir sebagai reaksi kontra terhadap pendekatan
psikoanalisis yang bersifat direktif dan tradisional. Pendekatan client
centered merupakan cabang dari terapi humanistik yang memiliki perspektif
eksistensial. Pendekatan ini berasumsi bahwa manusia yang mencari bantuan
psikologis diperlakukan sebagai konseli yang bertanggung jawab dan memiliki
kekuatan untuk mengarahkan dirinya.
Rogers percaya bahwa manusia pada dasarnya dapat dipercaya dan memiliki potensi
untuk memahami dirinya sendiri dan mengatasi masalahnya tanpa intervensi langsung
dari orang lain. Selain itu, manusia juga memiliki potensi untuk berkembang.
Pembimbing/konselor terutama berfungsi sebagai penunjang pertumbuhan pribadi
seseorang dengan jalan membantunya dalam menemukan kesanggupan-kesanggupan
untuk memecahkan masalah-masalah. Pendekatan client centered ini menaruh
kepercayaan yang besar pada kesanggupan seseorang untuk mengikuti jalan terapi
dan menemukan arahnya sendiri. Terapis terutama berfungsi sebagai penunjang
pertumbuhan pribadi seseorang dengan jalan membantunya dalam menemukan
kesanggupan-kesanggupan untuk memecahkan masalah-masalah. Pendekatan client
centered ini menaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan seseorang untuk
mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri.
Tujuan Konseling
Secara umum tujuan dari konseling ini adalah untuk memfokuskan diri pada klien
pada pertanggungjawaban dan kapasitasnya dalam rangka menemukan cara yang
tepat untuk menghadapi realitas yang dihadapi klien atau dengan kata lain membantu
klien agar berkembang secara optimal sehingga mampu menjadi manusia yang
berguna. Sedangkan secara terinci tujuannya adalah (1) Membebaskan klien dari
berbagai konflik psikologis yang dihadapinya, (2) Menumbuhkan kepercayaan pada
diri klien, bahwa ia memiliki kemampuan untuk mengambil satu atau serangklaian
keputusan yang terbaik bagi dirinya sendiri tanpa merugikan orang lain, (3)
Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada klien untuk belajar mempercayai
orang lain, dan memiliki kesiapan secara terbuka untuk menerima berbagai
pengalaman orang lain yang bermanfaat bagi dirinya sendiri, (4) Memberikan
kesadaran kepada klien bahwa dirinya adalah merupakan bagian dari suatu lingkup
sosial budaya yang luas, walaupun demikian ia tetap masih memiliki kekhasan atau

21
keunikan tersendiri, (4) Menumbuhkan suatu keyakinan kepada klien bahwa dirinya
terus tumbuh dan berkembang (Process of becoming).
Teknik-teknik Konseling
Dalam kerangka client centered, teknik yang digunakan adalah pengungkapan dan
pengkomunikasian penerimaan, respek, dan pengertian serta berbagai upaya dengan
klien dalam mengembangkan kerangka acuan internal dengan memikirkan,
merasakan, dan mengeksplorasi. Dalam hal ini, teknik harus menjadi suatu
pengungkapan yang jujur dari konselor dan tidak bisa digunakan secara sadar diri
sebab jika itu terjadi, konselor tidak akan menjadi sejati. Sehubungan dengan hal
tersebut, Corey (dalam Komalasari, dkk, 2011) menyatakan bahwa konselor harus
memperlihatkan berbagai keterampilan interpersonal yang dibutuhkan dalam proses
konseling. Keterampilan tersebut adalah: (1) Mendengar aktif (active listening), yaitu
memperhatikan perkataan konseli, sensitif terhadap kata atau kalimat yang diucapkan,
intonasi, dan bahasa tubuh konseli, (2) Mengulang kembali (restating/paraphrasing),
yaitu mengulang perkataan konseli dengan kalimat yang berbeda, (3) Memperjelas
(clarifying), yaitu merespon pernyataan atau pesan klien yang membingungkan dan
tidak jelas dengan memfokuskan pada isu-isu utama dan membantu individu tersebut
untuk menemukan dan memperjelas perasaan-perasaannya yang bertolak belakang,
(4) Menyimpulkan (summarizing), yaitu keterampilan konselor untuk menganalisis
seluruh elemen-elemen penting yang muncul dalam seluruh atau bagian sesi
konseling, (5) Bertanya (questioning), bertujuan untuk menggali informasi yang lebih
dalam dari konseli. Dalam bertanya terdapat dua jenis pertanyaan, yaitu pertanyaan
terbuka dan pertanyaan tertutup, (6) Menginterpretasi (interpreting), yaitu
kemampuan konselor dalam menginterpretasikan pikiran, perasaan, atau tingkah laku
klien yang bertujuan untuk memberikan perspektif alternatif dan baru, (7)
Mengkonfrontasi (confronting), merupakan cara yang kuat untuk menantang konseli
untuk melihat dirinya secara jujur, (8) Merefleksikan perasaan (reflecting feelings),

22
adalah kemampuan untuk merespon terhadap esensi perkataan konseli, (9)
Memberikan dukungan (supporting), yaitu upaya memberikan penguatan kepada
klien, terutama ketika ia berhasil membuka informasi-informasi personal, (10)
Berempati (empathizing), yaitu kemampuan konselor untuk sensitif terhadap hal-hal
subjektif klien, (11) Menfasilitasi (facilitating), bertujuan memberdayakan klien
untuk mencapai tujuan-tujuannya, (12) Memulai (initiating), merupakan keterampilan
konselor untuk memulai kegiatan dalam proses konseling, seperti diskusi,
menentukan tujuan, mencari alternatif solusi, dan sebagainya, (13) Menentukan
tujuan (setting goals), yaitu keterampilan konselor untuk menentukan tujuan
konseling, (14) Mengevaluasi (evaluating), yaitu keterampilan konselor untuk
mengevaluasi keseluruhan proses konseling, (15) Memberikan umpan balik (giving
feedback), merupakan keterampilan konselor untuk memberikan umpan balik yang
spesifik, deskriptif, dan jujur atas dasar observasi dan reaksi terhadap tingkah laku
klien, (16) Menjaga (protecting), yaitu upaya konselor untuk menjaga klien dari
kemungkinan-kemungkinan resiko-resiko psikologis dan fisik yang tidak perlu, (17)
Mendekatkan diri (disclosing self), adalah kemampuan konselor membuka informasi-
informasi personal dengan tujuan membuat klien menjadi lebih terbuka, (18)
Mencontoh model (modeling), merupakan upaya konselor dalam menampilkan nilai-
nilai kejujuran, penghargaan, keterbukaan, mau mengambil resiko, dan asertif yang
nantinya dapat mejadi contoh bagi klien, (19)Mengakhiri (terminating), yaitu
keterampilan konselor untuk menentukan waktu dan cara mengakhiri kegiatan
konseling.
Pengalaman Klien Dalam Konseling
Perubahan yang terjadi dalam proses terapeutik bergantung pada persepsi klien, baik
pada pengalamannya sendiri dalam kegiatan terapi maupun sikap dasar terapis.
Apabila terapis menciptakan iklim yang kondusif untuk eksplorasi diri, maka klien
berkesempatan untuk mengalami dan mengeksplorasi perasaannya secara

23
keseluruhan. Alasan dasar klien menginginkan terapi adalah rasa ketidakberdayaan
yang mendasar, tidak memiliki kekuasaan dan ketidakmampuan untuk mengambil
keputusan secara efektif serta kesulitan klien dalam mengarahkan hidupnya. Mereka
berharap bisa menemukan jalan setelah mendapatkan pengajaran dari terapis. Namun
pada konseling client-centered, mereka akan mengerti bahwa dalam kaitannya dengan
permasalahan tersebut sebenarnya klien bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri.
Mereka bisa belajar untuk dapat lebih merdeka dengan menggunakan hubungan
konseling ini. Klien bisa lebih baik dalam memahami dirinya sendiri.
Klien akan dapat mengaktualisasikan dirinya dalam peoses terapeutik ini karena
mereka dilengkapi dengan kondisi-kondisi yang memungkinkan mereka untuk
tumbuh. Mereka akan menggali kesulitan-kesulitan mereka dan kompetensi natural
dalam lingkungannya yang produktif, di mana mereka akan berperan penting
terhadap potret diri mereka sendiri dan melihat potensinya secara jelas. Mereka akan
berbuat lebih akurat, lebih baik, dan kongruen. Mereka akan lebih percaya diri, lebih
memahami dirinya sendiri, dan dapat menentukan keputusan yang terbaik bagi
dirinya.
Dalam hubungan konseling, diharapkan konselor dapat memahami sifat-sifat kliennya
secara baik. Karena pada hakikatnya klien adalah sebagai individu yang memiliki
keunikan tersendiri, disamping mempunyai kesamaan. Proses ini sebagai suatu
bentuk pendekatan yang memberikan keleluasaan dan kebebasan kepada klien yang
memiliki sifat-sifat: agresif, terbuka, terus terang, serta memiliki kemampuan untuk
mengungkapkan permasalahannya secara terus terang, bebas, dan lancar. (Sukardi,
1984)
Peran dan Tugas Konselor
Kemampuan konselor dalam membangun hubungan interpersonal dalam proses
komunikasi konseling merupakan elemen kunci keberhasilan konseling. Pada
dasarnya, peran konselor client centered berakar pada cara-cara keberadaannya dan

24
sikap-sikapnya, bukan pada penggunaan teknik-teknik yang dirancang untuk
menjadikan klien “berbuat sesuatu”. Dengan demikian, konselor menggunakan
dirinya sendiri sebagai alat untuk mengubah. Oleh karena itu, “peran” konselor pada
dasarnya adalah tanpa peran (Corey, 2009). Adapun fungsi konselor adalah
membangun suatu iklim terapeutik yang menunjang pertumbuhan klien. Dalam hal
ini, konselor membangun hubungan yang membantu di mana klien memperoleh
kebebasan yang diperlukan untuk mengeksplorasi area-area hidup yang sekarang
diingkari atau didistorsinya. Dengan demikian, klien diharapkan dapat menjadi lebih
terbuka terhadap kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam dirinya maupun di
lingkungan sekitarnya.
Konselor dalam menghadapi klien berlandaskan pada pengalamannya dari waktu ke
waktu dan membantu klien dengan jalan memasuki dunianya, bukannya berdasarkan
kategori-kategori diagnostik yang telah dipersiapkan. Klien diharapkan dapat
menghilangkan pertahanan-pertahanan dan persepsi-persepsinya yang kaku serta
bergerak menuju taraf fungsi pribadi yang lebih tinggi melalui perhatian yangg tulus,
respek, penerimaan, dan pengertian dari konselor. Dalam memenuhi peran dan
fungsinya tersebut, ada tiga ciri atau sikap yang harus dimiliki oleh konselor client
centered, yaitu sebagai berikut (Komalasari, dkk, 2011).
Menunjukkan sikap yang selaras dan keaslian (congruence or genuineness)
Kongruen mengandung arti bahwa konselor menampilkan diri yang sebenarnya, asli,
terintegrasi, dan otentik. Dalam hal ini, konselor harus dapat menampilkan
kekongruenan antara perasaan dan pikiran yang ada di dalam dirinya (inner) dengan
perasaan, pandangan, dan tingkah laku yang diekspresikan (outer). Konselor yang
otentik menampilkan diri yang spontan dan terbuka baik perasaan maupun sikap yang
ada dalam dirinya serta dapat berkomunikasi secara jujur dengan konseli. Konselor
juga diharapkan dapat melakukan self-disclosure yang sesuai dengan kondisi konseli
dan substansi topik yang dibicarakan dalam konseling. Hal ini dapat dilakukan

25
dengan cara mendengarkan konseli secara sungguh-sungguh dan memahami
permasalahannya. Adapun keaslian konselor dapat terlihat melalui respons-respons
konselor yang muncul secara alamiah, asli, dan tidak dibuat-buat, sehingga tidak
berlebihan.
 
 
Penerimaan tanpa syarat (unconditional positive regard and acceptance)
Unconditional positive regard berarti bahwa konselor dapat berkomunikasi dengan
konseli secara mendalam dan jujur sebagai pribadi. Dalam hal ini, konselor tidak
diperkenankan melakukan penilaian dan penghakiman terhadap perasaan, pikiran,
dan tingkah laku klien berdasarkan standar norma tertentu. Acceptance berarti bahwa
konselor menunjukkan penghargaan yang spontan terhadap klien dan menerimanya
sebagai individu yang berbeda dengan konselor. Perbedaan ini meliputi perbedaan
nilai-nilai, persepsi diri, ataupun pengalaman-pengalaman hidupnya. Adapun
penerimaan ini bertujuan untuk membangun hubungan terapeutik menjadi lebih
konstruktif.
Pemahaman empati yang tepat (accurate empathic understanding)
Empathy atau deep understanding merupakan kemampuan konselor untuk memahami
permasalahan klien, melihat melalui sudut pandang klien, dan peka terhadap
perasaan-perasaan klien sehingga konselor dapat mengetahui perasaan klien. Oleh
karena itu, konselor diharapkan dapat memahami permasalahan konseli tidak hanya
pada permukaannya saja, tetapi lebih mendalam pada kondisi psikologis klien.
Apabila ketiga kondisi tersebut dapat dimunculkan oleh konselor, maka dapat
diprediksi bahwa aktivitas konselor dalam konseling adalah menjajagi perasaan dan
sikap klien secara lebih mendalam. Klien kemungkinan akan menemukan beberapa
aspek dalam dirinya yang sebelumnya tidak disadarinya. Selain itu, klien akan lebih
mampu mendengarkan dirinya sendiri, mendengarkan apa yang sedang terjadi di

26
dalam pengalamannya sendiri, dan mendengarkan perasaan-perasaan yangg
sebelumnya tidak sanggup ia pahami.
Karakteristik Konseling Client Centered
Rogers tidak mengemukakan bahwa teori client centered merupakan suatu
pendekatan terapi yang tetap dan tuntas. Ia mengharapkan orang lain akan
memandang teorinya sebagai sekumpulan prinsip percobaan yang berkaitan dengan
perkembangan proses terapi, dan bukan sebagai suatu dogma. Rogers (dalam Corey,
2009) menguraikan Karakteristik yang membedakan pendekatan client
centered dengan pendekatan-pendekatan lain, yaitu (1) Pendekatan client
centered difokuskan pada tanggung jawab dan kesanggupan klien untuk menemukan
cara-cara menghadapi kenyataan secara lebih penuh. Klien sebagai orang yang paling
mengetahui dirinya sendiri adalah orang yang harus menemukan tingkah laku yang
lebih pantas bagi dirinya, (2) Pendekatan client centered menekankan dunia
fenomenal klien. Dengan empati yang cermat dan dengan usaha memahami klien,
terapis memberikan perhatian terutama pada persepsi diri klien dan persepsinya
terhadap dunia, (3) Pada pendekatan client centered, prinsip-prinsip psikoterapi yang
sama diterapkan pada semua orang, baik yang “normal” yang “neurotik” maupun
yang “psikotik”. Berdasarkan konsep bahwa hasrat untuk bergerak menuju
kematangan psikologis berakar dalam manusia, prinsip-prinsip terapi cliet
centered diterapkan pada individu yang fungsi psikologisnya berada pada taraf yang
relatif normal maupun pada individu yang derajat penyimpangan psikologisnya lebih
besar. (4) Menurut pendekatan client centered, psikoterapi hanyalah salah satu contoh
dari hubungan pribadi yang konstruktif. Klien mengalami pertumbuhan
psikoterapeutik di dalam dan melalui hubungannya dengan seseorang yang
membantunya melakukan apa yang tidak bisa dilakukannya sendirian. Itu adalah
hubungan dengan konselor yang selaras (menyeimbangkan tingkah laku dan ekspresi
eksternal dengan perasaan-perasaan dan pemikiran-pemikiran internal), bersikap

27
menerima dan empatik yang bertindak sebagai agen perubahan terapeutik bagi klien,
(5) Fungsi terapis pada terapi client centered adalah tampil langsung dan bisa
dijangkau oleh klien serta memusatkan perhatian pada pengalaman disini dan
sekarang yang tercipta melalui hubungan antara klien dan terapis. Pendekatan client
centered berlandaskan filsafat tentang manusia yang menekankan bahwa kita
memiliki dorongan bawaan pada aktualisasi diri dan memandang manusia secara
fenomenologis. Pendekatan client centered menempatkan tanggungjawab utama arah
terapi pada klien. Bertujuan membantu klien untuk menjadi pribadi yang bermanfaat.
Penerapan Pendekatan Client Centered dalam Menghadapi Perilaku Negatif
Deskripsi Kasus
Bagas adalah seorang mahasiswa yang melihat dirinya sebagai Arsitektur profesional
di masa yang akan datang, tetapi nilainya yang dikeluarkan dari sekolahnya ternyata
dibawah rata-rata. Perbedaan antara Bagas yang melihat dirinya (konsep diri) atau
bagaimana ia ingin melihat dia (ideal konsep diri) dan realitas kinerja akademis yang
buruk dapat menyebabkan kegelisahan dan kerentanan pribadi, yang dapat
memberikan motivasi yang diperlukan untuk masuk terapi. Bagas harus melihat
bahwa ada masalah atau, setidaknya bahwa ia tidak cukup nyaman untuk menghadapi
penyesuaian psikologis untuk mengeksplorasi kemungkinan untuk perubahan.
Diagnosis
Dari deskripsi kasus diatas dapat dapat disimpulkan bahwa gejala yang nampak.
Bagas merasa cemas terhadap gambaran diri sendiri karena adanya konflik dan
pertentangan, lebih-lebih antara siapa saya ini sebenarnya (real self) dan saya
seharusnya menjadi orang yang bagaimana (ideal self).
Proses Konseling
Untuk mengatasi masalah yang dihadapi Bagas pendekatan Client Centered cocok
digunakan. Selain itu tujuan dari pendekatan ini adalah membantu individu
menemukan konsep dirinya yang lebih positif lewat komunikasi konseling, di mana

28
konselor mendudukan konseli sebagai orang yang berharga, orang yang penting, dan
orang yang memiliki potensi positif dengan penerimaan tanpa syarat (unconditional
positive regard). Dalam hubungan konseling, diharapkan konselor dapat memahami
sifat-sifat kliennya secara baik. Karena pada hakikatnya klien adalah sebagai individu
yang memiliki keunikan tersendiri, di samping mempunyai kesamaan.
Proses konseling diarahkan agar Bagas merasa aman dan terbuka dalam
mengemukakan masalahnya, merasa tenteram dan bebas dalam mengekspresikan
keinginan-keinginannya, dan rencana-rencananya yang berkaitan dengan terbantunya
dia dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Sehingga Bagas meyakini
bahwa pilihannya benar, dan ia berusaha untuk mengambil semua resiko yang
berkaitan dengan keyakinannya dan akhirnya mantap dengan keputusan yang
diambilnya, termasuk konsekuensi atas keputusannya.
Dalam proses konseling konselor membantu Bagas agar dapat mengeksplorasi lebih
luas keyakinannya dan perasaan. Bagas dapat mengekspresikan ketakutannya, rasa
bersalah kecemasan, malu, kebencian, kemarahan, dan lain sebagainya. Emosi atau
perilaku negatif telah dianggap terlalu negatif untuk menerima dan memasukkan ke
dalam diri mereka. Dengan terapi, orang pindah ke penerimaan yang lebih besar dan
integrasi perasaan yang saling bertentangan dan membingungkan. Mereka semakin
menemukan aspek dalam diri mereka yang telah disimpan tersembunyi. Sebagai klien
merasa dimengerti dan diterima, mereka menjadi kurang defensif dan menjadi lebih
terbuka terhadap pengalaman mereka. Karena mereka merasa lebih aman dan kurang
rentan, mereka menjadi lebih realistis, menganggap orang lain dengan akurasi yang
lebih besar, dan menjadi lebih mampu untuk memahami dan menerima orang lain.
Kesimpulan Konseling
Pendekatan ini membuat Bagas dapat menghargai diri lebih seperti mereka, dan
perilaku mereka menunjukkan lebih banyak fleksibilitas dan kreativitas. Mereka
menjadi kurang peduli tentang memenuhi harapan orang lain, dan dengan demikian

29
mulai berperilaku dengan cara yang lebih benar untuk diri mereka sendiri. Individu-
individu mengarahkan hidup mereka sendiri dan bukan mencari di luar diri mereka
sendiri untuk mencari jawaban. Mereka bergerak ke arah yang lebih berhubungan
dengan apa yang mereka alami pada saat ini, kurang terikat oleh masa lalu, kurang
ditentukan, lebih bebas untuk membuat keputusan, dan semakin percaya diri masuk
untuk mengelola kehidupan mereka sendiri. Sehingga Bagas dapat memilih dan klien
dapat menyembuhkan dirinya sendiri, dan membuat pertumbuhan diri, serta
mengambil keputusan yang tepat dalam dirinya.

DAFTAR PUSTAKA BAB I

Bastaman, H.D. 2007. Logoterapi “Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan
Meraih Hidup Bermakna”. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Boeree, C George.. (2005). Personality Theories. Jogjakarta : Prismasophie. Gerald
Corey. (2007). Teori dan Praktek Konseling. Bandung: PT Refika Aditama Muhid,
Abdul. (Tt). Dimensi Spiritual dalam Psikoterapi. [Online]. Tersedia:
http://www.mailarchive.com/wanitamuslimah@yahoogroups.com/msg0653 3.html.
[18 September 2008].
Setiawan, Andre. (2008). Beragam Cara Pemecahan Masalah 2. [Online].
Tersedia:http://andrew-setiawan.blogspot.com/2008/06/beragam-cara- pemecahan-
masalah-2.html. [18 September 2008].
Tn. (Tt). Konseling Logoterapi. [Online]. Tersedia:
http://himappb.webly.com/bk.html. [18 September 2008].
Willis, Sofyan S. (2004). Konseling Individul Teori dan Praktek. Bandung : Alfabeta.
Willis, Sofyan S. (2009). Konseling Keluarga. Bandung : Alfabeta.
http://afemaleguest.blogs.friendster.com/afemaleguestblog/2006/11/perempuan_d
an_f.html

30
DAFTAR PUSTAKA BAB II
Fiest J dan Gregory J. Fiest. 2008. Theories of Personality. Yogyakarta. Pustaka
Pelajar.
Corey, Gerald. 2009. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT.
Refika Aditama.
Gerald Corey, 2009. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung Refika
Aditama. Terjemahan. Edisi Kelima.
Komalasari, G. dkk, 2011. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta. Indeks.
Larsen R. J dan David M. Buss. 2002. Personality Psychology. International Edition
Materi Kuliah. 2013. Mata kuliah Teori Pendekatan Konseling.
Palmer, S (ed). 2011. Konseling dan Psikoterapi. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Terjemahan dari judul asli; Introduction to Counseling and Psychoterapy.
Perry, W. 2010. Dasar-Dasar Teknik Konseling. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Terjemahan dari judul asli: Basic Counseling Techniques; A Beginning Therapist’s
Toolkit (2nd Edition).
Richard Nelson Jones. 2011. Teori dan Praktik Konseling dan Terapi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
W.S Winkel & MM. Sri Hastuti. 2012. Bimbingan dan Konseling Di Institusi
Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi

31

Anda mungkin juga menyukai