Anda di halaman 1dari 9

“Gangguan/penyakit/kelainan pada sistem Koordinasi Manusia

(saraf, hormon, dan alat indera) serta Teknologi yang mampu


menanggulanginya”
• Meningitis
Meningitis atau radang selaput otak adalah salah satu jenis penyakit saraf yang
kerap dialami seseorang, terutama pada bayi, anak-anak, dan remaja.
Peradangan pada selaput otak ini umumnya disebabkan oleh infeksi virus atau
bakteri, tetapi bisa juga terjadi akibat penyakit non-infeksi, seperti alergi obat
atau sarkoidosis.
Penderita meningitis biasanya mengalami beberapa gejala seperti sakit kepala
yang hebat, demam tinggi, dan leher kaku. Apabila penyakit ini tidak ditangani
dengan cepat dan tepat, meningitis bisa mengakibatkan kerusakan permanen
pada otak dan memicu komplikasi seperti kejang dan gagal ginjal.

• Stroke
Stroke merupakan salah satu penyakit tidak menular penyebab kematian
terbesar di dunia, termasuk di Indonesia. Penyakit saraf ini terjadi karena
terganggunya pasokan darah ke otak akibat penyumbatan atau pecahnya
pembuluh darah.
Kondisi ini menyebabkan jaringan otak tidak mendapatkan oksigen dan nutrisi
yang cukup untuk menjalankan fungsinya dengan baik. Ketika sel-sel otak mulai
rusak, penderita stroke dapat mengalami beberapa gejala, seperti mati rasa pada
wajah, kesulitan dalam berbicara, berjalan, dan melihat, sakit kepala yang hebat,
bahkan kelumpuhan.

• Multiple Sclerosis
Penyakit sklerosis ganda atau multiple sclerosis adalah jenis penyakit saraf yang
berisiko tinggi mengenai otak dan sumsum tulang belakang. Faktanya, penyakit
saraf ini merupakan penyebab kecacatan paling umum pada orang-orang berusia
20–30 tahun.
Multiple sclerosis bisa memengaruhi penglihatan, gerakan lengan atau kaki, dan
keseimbangan tubuh penderitanya. Gejala awal yang bisa dirasakan adalah
kelelahan, kesemutan, mati rasa, penglihatan kabur, dan otot kaku.
Penyebab multiple sclerosis sejauh ini belum diketahui secara pasti. Namun,
penyakit ini diduga terjadi akibat penyakit autoimun. Dalam kasus ini, sistem
kekebalan tubuh menyerang zat lemak yang melapisi saraf di otak dan sumsum
tulang belakang.

• Epilepsi
Epilepsi atau yang biasa disebut dengan ayan adalah penyakit saraf akibat
aktivitas listrik otak yang tidak normal. Penyakit ini bisa menyebabkan penderita
mengalami kejang yang berulang tanpa pemicu yang jelas.
Kelainan pada aktivitas listrik otak bisa terjadi karena beberapa hal, antara lain
trauma di kepala, gula darah yang sangat rendah, demam tinggi, dan pengaruh
alkohol.
Gejala kejang yang dialami penderita epilepsi biasanya berupa gerakan tangan
dan kaki yang tak terkendali atau aneh dan berulang, kehilangan kesadaran,
serta kebingungan.

• Bell’s Palsy
Bell’s palsy adalah penyakit saraf yang menyebabkan kelemahan atau
kelumpuhan sementara pada otot-otot di wajah. Kondisi ini terjadi ketika saraf
perifer yang mengontrol otot wajah mengalami peradangan, pembengkakan,
atau penekanan.
Pada Bell’s palsy, satu sisi wajah penderitanya akan menjadi kaku, sehingga ia
kesulitan tersenyum atau menutup mata. Dalam sebagian besar kasus, gejala
bersifat sementara dan akan hilang setelah beberapa minggu.
Selain yang disebutkan di atas, tumor otak atau tumor sumsum tulang
belakang, ALS, neuropati perifer, penyakit Parkinson, penyakit saraf motorik,
dan penyakit Alzheimer juga termasuk jenis penyakit saraf yang bisa terjadi.
Penyakit saraf merupakan penyakit yang cukup berbahaya yang bisa
memengaruhi kualitas hidup penderitanya, bahkan bisa mengancam nyawa. Jadi,
bila Anda mengalami gejalanya atau berisiko tinggi terkena penyakit saraf,
berkonsultasilah dengan dokter untuk menjalani pemeriksaan dan mendapatkan
penanganan yang tepat.

• Hipopituitarisme
Kondisi ini terjadi ketika kelenjar pituitari tidak mampu memproduksi hormon
dengan jumlah yang memadai, sehingga penderitanya mengalami kekurangan
hormon. Kekurangan hormon yang dihasilkan kelenjar pitutiari dapat
menimbulkan masalah kesehatan yang beragam. Pada
anak, hipopituitarisme dapat menyebabkan gangguan perkembangan.
Sedangkan pada orang dewasa, kondisi ini berpotensi menyebabkan
kemandulan atau infertilitas.

• Penyakit Addison
Penyakit Addison disebabkan oleh berkurangnya hormon yang diproduksi oleh
kelenjar adrenal. Penyakit ini bisa menyebabkan penderitanya mengalami
beberapa gejala seperti sering kelelahan, mual dan muntah, perubahan warna
kulit, tidak tahan terhadap suhu dingin, serta penurunan nafsu makan.

• PCOS (Sindrom Ovarium Polikistik)


Penyakit ini terjadi ketika fungsi ovarium atau indung telur terganggu dan
menyebabkan jumlah hormon di dalam tubuh wanita menjadi tidak
seimbang. PCOS merupakan salah satu faktor penyebab kemandulan pada
wanita. Penyebab penyakit PCOS belum diketahui secara pasti, namun penyakit
ini diduga dapat disebabkan oleh faktor genetik atau kondisi tertentu, seperti
kelebihan hormon androgen dan insulin.

• Gigantisme
Penyakit ini umumnya terjadi pada anak-anak. Kondisi gigantisme merupakan
penyakit akibat gangguan hormon ketika tubuh anak menghasilkan hormon
pertumbuhan secara berlebihan. Kondisi gigantisme membuat anak yang
mengalaminya memiliki tinggi badan dan berat badan di atas rata-rata.

• Hipertiroidisme
Hipertiroidisme terjadi ketika kadar hormon tiroksin atau tiroid yang dihasilkan
kelenjar tiroid di dalam tubuh sangat tinggi. Hipertiroidisme lebih sering terjadi
pada wanita, namun kondisi ini juga bisa dialami pria. Gangguan pada hormon
ini akan menyebabkan proses metabolisme tubuh terganggu, penurunan berat
badan, gangguan cemas, hingga detak jantung menjadi lebih cepat atau dada
berdebar-debar.

• Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kondisi ketika kelenjar tiroid terganggu dan tidak bisa
menghasilkan cukup hormon. Kondisi ini dapat menyebabkan gejala berupa
tubuh mudah lemas, sembelit, tidak tahan terhadap suhu dingin, sering
mengantuk, dan kulit kering. Pada anak-anak, hipotiroidisme dapat menghambat
tumbuh kembang mereka.

• Rabun dekat (hipermetropi)


Hipermetropi merupakan gangguan mata di mana penderitanya tidak dapat
melihat benda yang dekat dengan jelas. Pengidap hipermetropi dapat ditolong
dengan kacamata berlensa cembung. Gangguan mata tersebut terjadi karena
lensa mata terlalu pipih atau bola mata terlalu pendek sehingga bayangan jatuh
di belakang retina.

• Rabun jauh (miopi)


Miopi adalah gangguan mata di mana pengidap tidak dapat melihat benda-benda
yang letaknya jauh dari jangkauan mata. Gangguan mata ini disebabkan lensa
mata terlalu cembung atau bola mata terlalu panjang sehingga bayangan benda
jatuh di depan retina. Untuk memperbaiki kelainan mata seperti ini diperlukan
lensa yang bersifat memancarkan berkas sinar, yaitu lensa cekung.
• Astigmatis (mata silindris)
Astigmatis adalah kelainan pada mata yang menyebabkan penglihatan menjadi
kabur. Hal ini terjadi karena pengidap tidak mampu melihat garis-garis
horizontal dan vertikal secara bersama-sama. Mata juga tidak mampu
memfokuskan pandangan karena kornea mata tidak berbentuk bola. Kelainan ini
dapat diatasi dengan memakai kacamata silindris.

• Presbiopia (rabun dekat dan jauh)


Presbiopia adalah kelainan yang ditandai dengan mata tidak dapat melihat dekat
dan jauh. Hal itu terjadi karena daya akomodasi mata mulai berkurang. Kelainan
ini biasanya dialami oleh orang tua sehingga disebut mata tua. Kelainan ini dapat
diatasi dengan memakai kacamata berlensa rangkap, yaitu bagian atas berlensa
cekung (negatif) dan bagian bawah berlensa cembung (positif).

• Penderita rabun senja (rabun ayam)


Rabun ayam merupakan gangguan yang membuat seseorang tidak dapat melihat
dengan baik pada saat senja dan malam hari atau ketika cahaya mulai remang-
remang. Gangguan penglihatan ini disebabkan kurangnya vitamin A. Cara
mencegah dan mengatasi gangguan dengan mengonsumsi makanan yang banyak
mengandung vitamin A, seperti wortel, pepaya, dan tomat.

• Keratomalasi
Gangguan keratomalasi ditandai dengan kornea mata yang keruh. Penyebabnya
adalah kekurangan vitamin A yang sangat parah. Jadi, penyakit ini merupakan
tingkat lanjut rabun senja.
Kekurangan vitamin A menimbulkan penebalan selaput lendir mata. Akibatnya,
permukaan mata yang biasanya basah menjadi kering dan kasar
(xeroftalmia/xerosis). Jika tidak segera diatasi akan menimbulkan kebutaan.
Beberapa Teknologi untuk Menanggulangi Gangguan/Penyakit/kelaian pada
Sistem Koordinasi (Saraf, Hormon, Alat Indra)
Teknologi Deep Brain Stimulation (DBS)

Teknologi Deep Brain Stimulation (DBS) saat ini telah menjadi standar pengobatan di
dunia bagi penderita parkinson yang ingin kembali bebas bergerak. Teknologi tersebut
kini sudah bisa dilakukan sejumlah rumah sakit di Indonesia.
"Teknologi DBS membuat kualitas hidup penderita parkinson menjadi lebih baik," kata
dokter spesialis bedah syaraf Rumah Sakit (RS) Siloam Hospitals Kebon Jeruk, Frandy
Susatia dalam diskusi media di Jakarta, Selasa (3/5).
Dijelaskan, parkinson adalah satu penyakit yang menyerang otak. Gejala utama berupa
gangguan gerak yang disebabkan berkurangnya dopamin (zat yang membantu
mengirimkan sinyal dalam sistem syaraf) di otak. Kondisi ini terjadi akibat kematian sel
substansia nigra atau otak tengah. Hingga kini belum diketahui pasti penyebab
terjadinya parkinson. Namun diduga parkison disebabkan oleh gabungan dari sejumlah
faktor seperti genetik (keturunan), lingkungan dan juga penuaan.
"Karena semakin tua, jumlah dopamin dalam otak akan semakin berkurang. Kalau
berkurangnya sudah sampai 80 persen, maka biasanya muncul gejala-gejala parkinson,"
ujar Frandy. Sebelum ini, lanjut Frandy, pengobatan parkinson dilakukan dengan
minum obat-obatan, yang bisa menimbulkan efek samping berat bagi penderitanya.
Karena itu, teknologi DBS menjadi terobosan yang luar biasa pengobatan parkinson.
Hal senada dikemukakan dokter syaraf RS Siloam Kebon Jeruk lainnya, Made Agus M
Inggas. Perasi stimulasi otak atau DBS membuat pasien bisa hidup kembali normal, dan
tidak tergantung dengan obat-obatan oral lagi.
"Pada umumnya pasien bisa kembali pulih seperti semula. Tak ada lagi gemetar atau
tremor, kekakuan sendi, melambatnya seluruh gerak, serta gangguan postur tubuh,"
kata Made Agus.
Teknologi DBS, lanjut Made Agus, tidak bisa diterapkan pada semua penderita
parkinson. Teknologi itu untuk pasien yang sudah lebih dari 5 tahun minum obat, tidak
mengalami gangguan jiwa dan gangguan memori.
Operasi DBS di Siloam Hospitals dilakukan oleh tim dokter multidisiplin yang solid,
terdiri dari dokter spesialis saraf, dokter spesialis bedah saraf, psikiater, rehabilitasi
medis, terapi bicara hingga ahli gizi.
Sebelum ditemukannya DBS, terapi pembedahan dilakukan dengan cara lesi atau
membakar bagian otak paling dalam. Terapi lesi sudah lama ditinggalkan karena hanya
mengurangi gejala parkinson secara sementara. DBS telah diakui Food Drug
Administration (FDA) Amerika sejak 2002 lalu. Tindakan tersebut mulai dikembangkan
tak hanya untuk parkinson tetapi juga pada untuk penyakit lainnya yang berhubungan
dengan otak tengah seperti distonia, gangguan obsessive compulsive, dan epilepsi.
"Keuntungan lainnya dari DBS, selain tidak merusak otak, programnya dipasang sesuai
kebutuhan," kata Made Agus seraya menyebutkan RS Siloam saat ini telah berhasil
melakukan operasi DBS pada 12 pasien parkinson. Dijelaskan, DBS adalah tindakan
pembedahan di otak dengan menaruh kabel kejut untuk mendorong dopamin agar
kembali bekerja normal. Kabel kejut memiliki baterai kecil yang dipasang di dada
pasien.
"Baterai bertahan selama 5 tahun. Setelah habis akan diperbaharui lagi. Sambil
dievaluasi kesehatannya. Karena penyakit parkinsonnya tidak hilang. Hanya lebih
terkontrol saja," ujar Made Agus. Disinggung soal biaya operasi DBS, pihak RS Siloam
Kebon Jeruk menyebut angka Rp399 juta. Masih terbilang mahal, karena komponen
berbiaya tinggi yaitu baterai pemicu dopamin masih diimpor dari Amerika. (TW)

Teknologi untuk Menangani Meningitis

Sekadar diketahui, dilansir merdeka.com dari berbagai sumber, meningitis


merupakan suatu infeksi pada selaput pelindung yang menyelimuti otak dan saraf
tulang belakang. Nah, ketika meradang, selaput pelindung membengkak karena infeksi
yang terjadi. Efeknya adalah sistem saraf dan otak bisa rusak pada beberapa kasus.

Lalu, adakah obat untuk penyakit ini? Menurut Ketua Masyarakat Ilmuwan Teknolog
Indonesia (MITI) yang juga founder sekaligus CEO dari CTECH Lab EdWar Technology,
Profesor Warsito P. Taruno mengatakan bahwa obat atau teknologi sifatnya hanya
membantu tubuh melawan penyakit atau membuat sistem imunitas artifisial yang
sifatnya sementara.
"Meningitis adalah radang otak, obat yang paling efektif adalah daya imunitas yang
berasal dari dalam tubuh sendiri. Tetapi kalau ada masalah dalam sistem imunitas
tubuh sendiri obat apa pun tak akan mampu menahan," ujarnya saat dihubungi
Merdeka.com, (28/3). Meski begitu, kata dia, ada teknologi lain yang bisa
menyembuhkan meningitis yakni dengan teknologi imunoterapi.

"Ada (teknologi), tetapi obatnya sifatnya harus membantu sistem imunitas tubuh.
Teknologi itu disebut imunoterapi," ungkapnya. Mekanisme kerjanya, lanjut dia, dengan
mengambil serum dari plasma darah yang mengandung antibodi, kemudian serum itu
diperbanyak secara laboratorium dan disuntikkan kembali ke dalam tubuh.

"Dengan begitu sevenarnya tubuh sendiri yang melawan penyakit itu dengan antibodi
sendiri," jelasnya. Teknologi ini, menurutnya cukup berkembang di Jepang dan bisa
diimplementasikan di dalam negeri. "Saya kira bisa dilakukan di dalam negeri,"
tutupnya.

Teknologi Untuk Menangani Gangguan/Penyakit/Kelainan Pada Mata

Bagi sebagian orang yang mengalami mata minus, mungkin mengenakan kacamata
sebagai alat bantu penglihatan setiap hari akan terasa tidak nyaman. Namun, seiring
perkembangan zaman, beragam pengobatan dengan metode operasi lasik mata (laser)
kerap dilakukan.

Operasi lasik merupakan salah satu metode yang paling populer untuk mengoreksi
penglihatan dengan proses dan masa pemulihan yang cepat. Teknologi ini
menggunakan laser untuk mengoreksi bentuk kornea mata. Hasil koreksinya dapat
mengurangi, bahkan menghilangkan gangguan pada mata, seperti rabun jauh (myopia),
rabun dekat (hyperopia), dan astigmatisme (silindris).

Semua operasi laser untuk mengoreksi kemampuan melihat merupakan salah satu
teknik yang ditujukan untuk membentuk kembali kornea, bagian depan mata. Sehingga,
cahaya yang masuk melalui kornea dapat terfokus dengan benar ke retina yang terletak
di belakang mata.
Operasi lasik saat ini telah mengalami perkembangan dan dapat lebih menguntungkan.
Pasien juga tidak memerlukan banyak waktu dalam menjalani metode ini.

Untuk itu, kini, menurut dokter spesialis mata dari Ciputra SMG Eye Clinic Dr Utami
Noor Sya'baniyah SpM, telah hadir layanan lasik dengan metode dan teknologi terkini.
Metode tersebut bernama ReLEX Smile (Refractive Lenticule Extraction, Small Incision
Lenticule Extraxtion) yang dipercaya dapat memperbaiki mata dengan minimal
invasive, pemulihan lebih cepat, juga minim efek samping dan nyeri.

"ReLEX Smile pertama kali dikembangkan oleh Singapore Medical Group (SMG) sejak
2014. Tindakan ini dilakukan dalam waktu 10 menit," ungkapnya dalam acara Media
Workshop ReLEX Smile di Ciputra SMG Eye Clinic, Jakarta, beberapa waktu lalu, di
Jakarta.

Utami juga menjelaskan, syarat untuk menjalani metode tersebut tidak terlalu rumit.
Persyaratannya, antara lain, adalah mereka yang berusia 18 tahun ke atas, tidak sedang
hamil, dan tidak memiliki sejarah medis mata yang signifikan. Metode ini juga
menggunakan peralatan canggih dengan proses yang tidak memakan waktu lama.

ReLEx Smile menggunakan mesin VisuMax dari Carl Zeiss dan menggunakan metode
all-in-one step. Lebih praktis dan flapless (sedikit sayatan), yaitu sepanjang 2,4 mm.
Berbeda dengan lasik yang masih menggunakan dua mesin dengan panjang sayatan 20
mm.

"Metode ini menggunakan mesin yang dapat membuat lenticule (jaringan kornea
berbentuk lensa tipis) di kornea lapisan dalam dengan hanya membuat sayatan-sayatan
kecil di permukaan kornea dalam waktu 30 detik," tambahnya.

Namun, lanjut Utami ReLEx Smile belum bisa sepenuhnya menggantikan lasik karena
terbatasnya kasus yang bisa diatasi. Contohnya, ReLEx Smile terbatas hanya untuk
penderita miopi 10D, sedangkan lasik bisa lebih dari itu. "Sampai saat ini, ReLEx Smile
masih dalam tahap penelitian untuk pengembangannya. Tetapi, ReLEx Smile masih
memiliki potensi ke depannya," jelas Utami.

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Direktur Ciputra Healthcare Veimeirawaty
Kusnadi mengatakan, layanan ReLEX Smile menjadi solusi pengobatan mata pertama di
Jakarta. Diharapkan, keberadaan teknologi baru ini dapat menjadi solusi bagi
masyarakat yang membutuhkan layanan kesehatan mata, khususnya tindakan bedah
refraktif.

"Metode ini hadir untuk memberikan solusi bagi masyarakat yang membutuhkan agar
tidak lagi bergantung pada kacamata yang tentu membuat seseorang kerap merasa
tidak nyaman," jelas Veimeirawaty.

Anda mungkin juga menyukai