Anda di halaman 1dari 38

REFARAT

SINDROM TERKAIT OBESITAS: PENGENALAN DAN


JENISNYA

Oleh :

Arman Kartha Panggalo

Pembimbing :

dr. Vivekenanda Pateda, Sp.A (K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I


PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Tujuan................................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................3
2.1 Definisi...........................................................................................................3
2.2 Etipatofisiologi...............................................................................................3
2.3 Epidemiologi..................................................................................................6
2.4 Manifestasi Klinis...........................................................................................6
2.4.1 Prader–Willi syndrome...................................................................................6
2.4.2 Bardet-Biedl syndrome.................................................................................11
2.4.3 Sindrom Cohen.............................................................................................11
2.4.4 Sindrom Alström..........................................................................................12
2.4.5 Sindrom X fragile  .................................................................................13
2.4.6 Sindrom Down  ......................................................................................14
2.4.7 Osteodistrofi herediter Albright....................................................................14
2.4.8 Borjeson-Forssman-Lehmann   .............................................................15
2.4.9 Sindrom Carpenter   ..............................................................................15
2.4.10 Sindrom Kabuki  .................................................................................15
2.4.11 Sindrom Smith–Magenis   ...................................................................16
2.4.12 Sindrom WAGR  .................................................................................17
2.4.13 Sindrom Kallman  ...............................................................................18
2.5 Diagnosis......................................................................................................18
2.6 Penatalaksanaan............................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................31

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obesitas pada anak merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
yang paling serius di abad ke-21. Masalah ini bersifat global dan terus-menerus
mempengaruhi banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah, dan
terutama daerah perkotaan (Ardıç et al., 2020). Selama 100 tahun terakhir ini,
penyebab obesitas dianggap berbeda-beda. Disfungsi hipofisis/hipotalamus
diasumsikan menyebabkan obesitas pada awal abad ke- 20. Antara tahun 1940-an
dan 1970-an, dianggap bahwa aspek psikologis dan psikodinamik merupakan
faktor utama penyebab obesitas. Pada tahun 1956, bentuk obesitas terkait sindrom
pertama kali dijelaskan. Faktor genetik ditemukan memiliki peran yang sangat
penting dalam regulasi berat badan. Selanjutnya, studi genetika molekuler telah
membantu dalam memahami dasar genetik dari obesitas tersebut (Radha and
Mohan, 2016).
Faktor-faktor seperti kebiasaan makan, lingkungan, metabolisme, gaya
hidup, dan genetika berperan penting dalam perkembangan obesitas. Lebih dari
90% kasus obesitas bersifat idiopatik dan kurang dari 10% terkait dengan
penyebab genetik dan hormonal (Xu and Xue, 2016). Kasus obesitas pada anak
dapat dikategorikan dalam kategori sindromik atau non-sindromik (Littleton,
Berkowitz and Grant, 2020). Obesitas disertai dengan hiperfagia dalam beberapa
sindrom terkait obesitas genetik klasik yang jarang terjadi, termasuk sindrom
Prader-Willi dan sindrom Alström (Butler et al., 2015). Bentuk genetik obesitas
yang langka ini penting untuk dideteksi secara klinis (Huvenne et al., 2016).
Selain adipositas yang berlebihan, obesitas sindromik berhubungan dengan
kelainan lain seperti fitur dismorfik, disabilitas intelektual, dan anomali spesifik
organ (Saeed et al., 2020). Selain itu, Body Mass Index (BMI) telah terbukti
berkorelasi negatif dengan kecerdasan intelektual, sehingga lebih memungkinkan
untuk menemukan obesitas pada pasien sindrom dengan retardasi mental (Kaur et
al., 2017).

1
Peran faktor genetik pada obesitas terkait sindrom tidak hanya sebagai
faktor risiko tetapi juga mempengaruhi respon terhadap pilihan terapi untuk
menurunkan berat badan berdasarkan farmakogenetiknya (Mahmoud, Kimonis
and Butler, 2022). Diagnosis obesitas ini merupakan hal yang penting karena
penatalaksanaan khusus, yang diberikan oleh tim khusus dan multidisiplin,
diperlukan sesegera mungkin (dimulai pada anak usia dini) (Huvenne et al.,
2016).

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah referat ini adalah:
1. Mengetahui penjelasan mengenai obesitas terkait sindrom secara umum
2. Mengetahui penjelasan tentang diagnosis dan penatalaksanaan pada pasien
pediatri dengan obesitas terkait sindrom.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Obesitas merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan penumpukan
lemak yang berlebihan di dalam tubuh. Body Mass Index (BMI) adalah ukuran
yang digunakan untuk mengklasifikasikan kelebihan berat badan dan obesitas
menggunakan tinggi dan berat badan (kg/m2). Nilai BMI dapat berbeda secara
signifikan pada anak-anak dan remaja, tergantung pada usia dan jenis kelamin
mereka. Jadi, setelah BMI anak dihitung, biasanya dibandingkan dengan nilai
referensi untuk jenis kelamin dan kelompok usia tertentu untuk menentukan
persentil BMI-nya (Yoo and Suneja, 2021).
Nilai BMI anak dalam persentil ke-85 hingga 94 dianggap kelebihan berat
badan, sedangkan nilai pada atau di atas persentil ke-95 didefinisikan sebagai
obesitas (Pearce, Webb-Phillips and Bray, 2016). Obesitas sindromik merupakan
obesitas parah yang terkait dengan fenotipe klinis tambahan (retardasi mental,
fitur dismorfik, dan kelainan perkembangan spesifik organ) (Huvenne et al.,
2016).

2.2 Etipatofisiologi
Obesitas pada anak secara umum disebabkan oleh konsumsi makanan
berlebihan dan minum minuman manis berkalori tinggi, tidak berolahraga atau
aktivitas fisik, serta faktor genetik. Faktor genetik memiliki dampak yang
signifikan pada predisposisi individu (Xu and Xue, 2016). Obesitas dihasilkan
dari interaksi faktor genetik dengan berbagai faktor lingkungan (seperti makan
berlebihan dan/atau pengurangan aktivitas fisik). Pemahaman tentang mekanisme
molekuler obesitas berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir dengan
pengembangan alat skrining genetik yang lebih cepat dan lebih tepat (Huvenne et
al., 2016). Terdapat beberapa sindrom penyebab obesitas pada manusia yang saat
ini diketahui (Tabel 1) (Butler, 2016).

3
4
Tabel 1. Penyebab Obesitas Terkait Sindrom pada Manusia (Butler, 2016).
Prader–Willi

Alstrom

Albright hereditary
osteodystrophy

Bardet–Biedl

Cohen

Fragile X

Down

Carpenter

Kabuki

Turner

Borjeson-Forssman-Lehmann

Klinefelter

1p36 deletion

Killian/Teschler-Nicola

Meskipun obesitas sering menjadi fitur klinis yang dominan dari berbagai
sindrom terkait, defek genetik yang mendasarinya seringkali merupakan kelainan
kromosom dan biasanya mencakup banyak gen, sehingga sulit untuk menguraikan
mekanisme yang tepat yang terkait langsung dengan regulasi berat badan (Loos
and Yeo, 2022). Berbagai jenis obesitas sindromik didasarkan pada serangkaian
kelainan genetik yang terjadi pada kromosom autosomal atau kromosom X
(Littleton, Berkowitz and Grant, 2020). Penyebab paling umum sindrom Down
adalah adanya salinan ekstra kromosom 21. Penyebab lainnya adalah translokasi
Robertsonian dan mosaikisme kromosom 21 (Mahmoud, Kimonis and Butler,
2022). Kelainan genetik obesitas sindromik lain dirangkum pada Tabel 2.

5
Tabel 2. Kelainan genetik pada berbagai obesitas sindromik (Stagi et al., 2017).
Sindrom  Kelainan Genetik 
BBS1 (11q13); BBS2 (16q12.2); BBS3 (ARL6,
3q11); BBS4 (15q24.1); BBS5 (2q31.1); BBS6
(MKKS, 20p12); BBS7 (4q27); BBS8 (TTC8,
14q31); BBS9 (PTHB1, 7p14); BBS10 (C12ORF58,
12q21.2); BB 11 (TRIM32, 9q33.1); BBS12
Bardet-Biedl 
(FLJ35630, 4q27); BBS13 (MKS1, 17q23); BBS14
(CEP290, 12q21.3); BBS15 (WDPCP,
2p15); BBS16 (SDCCAG8, 1q43); BBS17 (LZTFL1,
3p21); BBS18 (BBIP1, 10q25); BBS19 (IFT27,
22q12) 
Kurangnya segmen paternal 15q11-q13 (mikrodelesi,
Prader-Willi  disomi maternal, defek imprinting atau translokasi
resiprokal) 
Cohen  Gen resesif autosomal COH1 (chr 8q22‐q23) 
Alström   Gen resesif autosomal ALMS1 (chr 2p13-p14) 
X fragile   Gen terkait-XFMR1 (Xq27.3) 
Borjeson-Forssman-
Gen terkait-XPHF6 (Xq26‐q27) 
Lehmann 
Osteodistrofi herediter
Gen dominan autosomal GNAS1 (20q13.2) 
Albright 
Ulnar–mammary  Gen dominan autosomal TBX3 (12q24.21) 
Simpson-Golabi-
Gen terkait-XGPC4 (Xq26) 
Behmel 
Sindrom MEHMO  Lokus terkait-X MEHMO (Xp22.13-p21.1) 
Sindrom delesi 1p36  Mikrodelesi dominan autosomal 1p36 
Sindrom delesi 16p11.2   Mikrodelesi dominan autosomal 16p11.2 
Sindrom delesi Delesi paternal meliputi gen ACP1,TMEM18,MYT1L

6
Sindrom  Kelainan Genetik 
ACP1,TMEM18,MYT1L
(2p25) 

2.3

7
2.3 Epidemiologi
Prevalensi obesitas anak di seluruh dunia terus meningkat tajam sehingga
obesitas telah dianggap menjadi pandemi. 16-18% anak-anak dan remaja di
Amerika Serikat mengalami obesitas. Prevalensi obesitas meningkat dua kali lipat
di Amerika Serikat. Ada perbedaan etnis dan ras dalam prevalensi obesitas
tersebut (Kostovski et al., 2017). Sindrom Prader-Willi dan Bardet-Biedl
merupakan 2 sindrom yang paling sering dikaitkan dengan obesitas, tetapi
terdapat lebih dari 100 sindrom saat ini yang terkait dengan obesitas (Huvenne et
al., 2016). Sindrom Down adalah salah satu kelainan kromosom yang paling
umum pada manusia, terjadi pada 1:600–700 bayi baru lahir (Mahmoud, Kimonis
and Butler, 2022). Prevalensi berbagai sindrom terkait obesitas lainnya dirangkum
pada Tabel 3 (Stagi et al., 2017).

2.4 Manifestasi Klinis


Sindrom terkait obesitas termasuk gangguan seperti sindrom Prader-Willi /
Prader–Willi syndrome (PWS), sindrom Bardet-Biedl / Bardet-Biedl syndrome
(BBS) dan sindrom Alström (Littleton, Berkowitz and Grant, 2020). Selain itu,
ada banyak sindrom terkait obesitas lainnya, termasuk sindrom Borjeson-
Forssman-Lehmann, Carpenter, Ayazi, Coffin-Lowry, Cohen, Fragile X,
Rubinstein-Taybi dan Wilson-Turner (Littleton, Berkowitz and Grant, 2020).
Manifestasi klinis selain obesitas pada sindrom terkait dirangkum pada Tabel 3
(Stagi et al., 2017).

2.4.1 Prader–Willi syndrome


PWS adalah kelainan genetik kompleks yang memengaruhi banyak sistem
tubuh. Tampilan wajah yang khas dalam PWS adalah: karakteristik berupa
diameter bifrontal yang sempit, fisura palpebra berbentuk almond, dan mulut lebih
ke bawah dengan bibir atas yang tipis. Tangan kecil dan sempit dengan batas
ulnaris lurus dan jari meruncing serta kaki pendek dan lebar merupakan ciri khas
orang Kaukasia dengan kelainan ini. Fitur klinis sindrom ini dirangkum dalam
Gambar 1. Sepertiga pasien dengan PWS juga lebih cerah warna kulit dan

8
rambutnya, dan warna mata lebih terang daripada anggota keluarga lainnya.
Gambaran umum tambahan termasuk strabismus, scoliosis, dan/atau kyphosis
(Irizarry and Haqq, 2018).

Tabel 3. Obesitas sindromik (Stagi et al., 2017).


Gambaran klinis selain
Sindrom  Prevalensi 
obesitas 
1/125.000 Retardasi mental, distrofi retina
sampai atau retinopati pigmentasi,
Bardet-Biedl 
1/175.000 ekstremitas dismorfik,
kelahiran  hipogonadisme, anomali ginjal 
Hipotonia neonatus, retardasi
mental, hiperfagia,
1/25.000
Prader-Willi  dismorfi wajah, hipogonadisme
kelahiran 
hipogonadotropik, perawakan
pendek 
Didiagnosis
Distrofi retina, gigi insisivus sentral
pada kurang dari
Cohen  prominen, ekstremitas dismorfik,
1000 pasien di
mikrosefali, neutropenia siklik 
seluruh dunia 
Didiagnosis
pada sekitar 950 Distrofi retina, tuli neurosensori,
Alström  
pasien di seluruh diabetes, kardiomiopati dilatasi 
dunia 
Retardasi mental, perilaku
1/2500
X fragile   hiperkinetik, makroorkidisme,
kelahiran 
telinga besar, rahang menonjol 
Sekitar 50 Retardasi mental, hipotonia,
Borjeson-Forssman-
pasien yang hipogonadisme, dismorfi wajah
Lehmann 
dilaporkan  dengan telinga besar, epilepsi 

9
Gambaran klinis selain
Sindrom  Prevalensi 
obesitas 
Perawakan pendek, defek skeletal,
Osteodistrofi herediter 1/1.000.000
dismorfi wajah, anomali
Albright  kelahiran 
endokrin 
Malformasi ekstremitas atas (dari
hipoplasia phalanx terminal digiti
kelima hingga aplasia tangan dan
Ulnar–mammary    ekstremitas atas di sisi ulnaris),
perkembangan abnormal kelenjar
mammae dan puting susu, gigi, alat
kelamin, dan kelenjar apokrin 
Beberapa kelainan kongenital,
pertumbuhan berlebih pra-/pasca-
Simpson-Golabi-
  kelahiran, gambaran klinis
Behmel 
kraniofasial yang khas,
makrosefali, dan organomegali. 
Retardasi mental, kejang epilepsi,
<1/1.000.000
Sindrom MEHMO  hipogenitalisme, mikrosefali, dan
kelahiran 
obesitas 
Keterlambatan pertumbuhan,
malformasi, disabilitas intelektual
1/5000 sampai
sedang hingga berat, kejang,
1/10.000
Sindrom delesi 1p36  gangguan pendengaran dan
kelahiran
penglihatan, dan
hidup 
fitur klinis wajah tertentu yang
khas. 
Sindrom delesi 16p11.2   Sekitar 3/10.000 Keterlambatan perkembangan,
kelahiran  disabilitas intelektual, gangguan
spektrum autisme, gangguan

10
Gambaran klinis selain
Sindrom  Prevalensi 
obesitas 
komunikasi dan keterampilan
sosialisasi 
Sindrom delesi Sekitar 13
Hiperfagia, defisiensi intelektual,
ACP1,TMEM18,MYT1L pasien yang
gangguan perilaku yang parah 
  dilaporkan 

Gambar 1. Temuan fisik pada PWS (Irizarry and Haqq, 2018).

11
Gambar 2. Tampilan depan dan profil seorang wanita berusia 16 tahun dengan
PWS karena disomi maternal 15, menunjukkan gambaran klasik yang diamati
pada sindrom terkait obesitas ini (Mahmoud, Kimonis and Butler, 2022).

Bayi baru lahir dengan PWS mengalami hipotonia, hisapan yang buruk,
penurunan energi, gagal tumbuh dan sering membutuhkan pemberian makan
melalui selang selama beberapa minggu hingga bulan. Periode ini diikuti dengan
obesitas progresif pada usia 1-6 tahun dengan nafsu makan yang tidak terpuaskan,
perawakan pendek, perkembangan motorik dan kognitif yang terlambat, gangguan
perilaku, dan gangguan tidur. Tahapan perkembangan dari gagal tumbuh menjadi
hiperfagia dan obesitas ditunjukkan pada Gambar 3 (Irizarry and Haqq, 2018).

Gambar 3. Timeline fase nutrisi pada PWS (Irizarry and Haqq, 2018).

12
2.4.2 Bardet-Biedl syndrome
Sindrom Bardet-Biedl merupakan bentuk sindrom obesitas yang langka,
yang diturunkan secara resesif autosomal dimana obesitas pada sindrom ini
muncul bersama dengan kesulitan belajar dan penglihatan, kelainan genital, ginjal
dan struktural, seperti polydactyly, brachydactyly dan syndactyly (Littleton,
Berkowitz and Grant, 2020).

Gambar 4. Gejala klinis Sindrom Bardet-Biedl (Littleton, Berkowitz and Grant, 2020).

2.4.3 Sindrom Cohen


Sindrom Cohen memiliki manifestasi klinis yang bervariasi termasuk
distrofi retinokoroidal progresif dan miopia, mikrosefali yang didapat,
keterlambatan perkembangan, hipotonia, kelemahan sendi, fitur wajah khas
dengan gigi seri sentral yang menonjol, obesitas trunkus, disposisi ceria, dan
neutropenia. Pasien dengan sindrom Cohen biasanya menderita kegagalan untuk
menambah berat badan pada masa bayi dan anak usia dini, namun kemudian
menjadi kelebihan berat badan secara signifikan pada masa remajanya dengan
akumulasi lemak terutama di badan. Perubahan ini biasanya terjadi sangat cepat,
dengan kenaikan berat badan 10-15 kg diamati dalam waktu singkat dari empat
sampai enam bulan (Mahmoud, Kimonis and Butler, 2022).

13
Gambar 6. Gejala klinis Sindrom Cohen (Mahmoud, Kimonis and Butler, 2022)

2.4.4 Sindrom Alström


Sindrom Alström merupakan penyakit resesif autosom langka lainnya,
dengan gambaran klinis yang mirip dengan sindrom Bardet-Biedl. Gangguan ini
muncul dengan obesitas, bersama dengan kelainan visual, perawakan, ginjal

14
Gambar 7. Kriteria diagnosis sindrom Alström (Littleton, Berkowitz and Grant, 2020).
dan gonad. Membedakan perbedaan antara kedua sindrom ini pada prinsipnya
didasarkan pada saat masalah visual muncul dan jika polydactyly pasca-aksial
diamati (Littleton, Berkowitz and Grant, 2020).

2.4.5 Sindrom X fragile  


Sindrom X fragile adalah penyebab paling umum kecacatan intelektual
yang terjadi dalam keluarga. Sindrom X fragile dikaitkan dengan obesitas tetapi
subset memiliki fitur klinis yang sama dengan PWS yang disebut sebagai fenotip
Prader–Willi. Sindrom X fragile umumnya mengenai laki-laki dengan gambaran
klinis yang menonjol termasuk disabilitas intelektual, telinga besar yang
menonjol, kepala sempit, wajah memanjang dengan wajah tengah rata, dan
prognatisme. Kelemahan sendi, prolaps katup mitral, dan makroorkidisme juga
sering terjadi. Gangguan spektrum autisme juga bisa menjadi temuan umum pada
mereka yang mengalami sindrom X fragile klasik. Pasien laki-laki dengan mutasi
gen ini memiliki ciri-ciri serupa yang terlihat pada PWS termasuk hipotonia,
keterlambatan perkembangan, perawakan pendek, penis kecil, masalah perilaku,
makan berlebihan, dan obesitas yang signifikan (Butler, 2016).

Gambar 8. Gambaran kromosom Sindrom X fragile (Butler, 2016).

15
2.4.6 Sindrom Down  
Tingginya risiko obesitas pada Sindrom Down dapat dikaitkan dengan
banyak faktor seperti kecenderungan genetik, hipotiroidisme, penurunan aktivitas
fisik, kolesterol serum dan trigliserida yang tinggi, serta pola makan yang tidak
normal. Selain itu, hipotonia, peningkatan kerentanan terhadap peradangan
sistemik, penurunan laju metabolisme, depresi, dan tidak adanya dukungan sosial
dan finansial dapat berperan. Penurunan fungsi kognitif dapat menjadi salah satu
faktor pencetus terjadinya obesitas karena dapat mempengaruhi pemilihan
makanan dan tingkat aktivitas fisik (Mahmoud, Kimonis and Butler, 2022).

Gambar 9. Gejala klinis dan


gambaran Kromosom sindrom down

2.4.7 Osteodistrofi herediter Albright


Manifestasi klinis dari pasien dengan osteodistrofi
herediter Albright termasuk perawakan pendek,
brachydactyly, keterlambatan perkembangan,
pseudo-hipoparatiroidisme, wajah bulat, dan
obesitas dini (Mahzmoud,
Kimonis and Butler, 2022).

Gambar 10. Pasien umur 11 bulan berat badan 18 kg dengan obesitas, short neck dan round face

16
2.4.8 Borjeson-Forssman-Lehmann   
Borjeson–Forssman–Lehmann ditandai dengan disabilitas mental yang
parah, mikrosefalil, epilepsi, hipogonadisme, obesitas dan ginekomastia
(Kostovski et al., 2017).

Gambar 11. anak laki-laki yang terkena BFLS. Panel (a – d) menunjukkan pasien BFLS dengan mata cekung, ptosis, punggungan
supraorbital yang menonjol, telinga dan daun telinga besar, jari meruncing yang gemuk, metatarsal keempat pendek dengan jari kaki pendek
tertekuk dan jari kaki lebar. Panel (e – g) menunjukkan tiga pasien remaja dengan ginekomastia pada usia 12 tahun dan dua saudara laki-laki
berusia 14 dan 13 tahun). Panel ( e – g ) ( Clin Genet 2004 )

2.4.9 Sindrom Carpenter   


Sindrom Carpenter, atau acrocephalopoly-syndactyly tipe II, ditandai
dengan acrocephaly, polydactyly preaksial, syndactyly jaringan lunak, brachy-
atau agenesis mesophalangy tangan dan kaki, penyakit jantung bawaan,
hipogenitalisme, obesitas, hernia umbilikalis dan keterbelakangan mental
(Kostovski et al., 2017).

Gambar 12. Gambaran Gejala klinis Sindrom Carpenter (Kostovski et al., 2017).

17
2.4.10 Sindrom Kabuki  
Sindrom Kabuki ditandai dengan wajah yang spesifik, keterbelakangan
mental, malformasi visceral dan skeletal, defisiensi pertumbuhan, obesitas dan
kelainan endokrinologis (Kostovski et al., 2017).

Gambar 13. Gambaran wajah pada sindrom kabuki. Pasien ini memiliki alis mata yang melengkung, Metopic synostosis.
Displastic ear, Open lips, Eversi kelopak mata bawah bagian lateral.

2.4.11 Sindrom Smith–Magenis   


Pasien dengan sindrom Smith-Magenis ditandai dengan keterbelakangan
mental, keterlambatan perkembangan, anomali ginjal, gangguan tidur, fitur
dismorfik, dan masalah perilaku termasuk perilaku maladaptif/melukai diri
sendiri, agresif, dan perilaku hiperfagia seperti pasien dengan PWS. Lebih dari
90% pasien dengan sindrom Smith-Magenis mengalami kelebihan berat badan
atau obesitas setelah usia 10 tahun (Mahmoud, Kimonis and Butler, 2022).

18
Gambar 14. Sindrom Smith-Magenis. ( a ) Fenotipe bayi SMS tipikal dengan bibir atas 'tertekan' dan. (b) Laki-laki, usia 19 tahun, dengan
SMS. Perhatikan, meskipun dapat dikenali, karakteristik fitur wajah yang terkait dengan SMS seringkali tidak terlihat.

2.4.12 Sindrom WAGR  


Sindrom ini ditandai dengan predisposisi aniridia tumor Wilms, aniridia,
ambiguous genitalia, dan mental retardation (WAGR). Banyak gangguan
perilaku dan psikiatri telah dilaporkan dalam sindrom ini termasuk gangguan
spektrum autisme, gangguan defisit perhatian, gangguan obsesif-kompulsif,
gangguan kecemasan lainnya, dan depresi. Meskipun anak dengan sindrom
WAGR biasanya memiliki berat lahir rendah normal, obesitas yang signifikan
kemudian berkembang pada subkelompok pasien yang substansial (Mahmoud,
Kimonis and Butler, 2022).

19
Gambar 15. Radiografi kaki bayi saat lahir menunjukkan polydactyly bilateralpreaxial dari allux.
Gambar 16. Gambaran anak pada usia 2 tahun, menunjukkan
kesan wajah agak '' kasar '', hipertelorisme, ujung hidung bulat,
philtrum panjang, pipi penuh, kecil, dan telinga terlipat. Jempol
lebar sebagian terlihat.

2.4.13 Sindrom Kallman  


Sindrom Kallmann adalah kondisi genetik langka
dari defisiensi gonadotropin-releasing hormone dan
anosmia. Sebagian pasien dengan sindrom memiliki
beberapa anomali tambahan termasuk gerakan mata
yang abnormal, ptosis, gangguan pendengaran,
agenesis ginjal unilateral, bibir sumbing atau
palatoskisis, dan obesitas (Mahmoud, Kimonis and
Butler, 2022).

Gambar 17. Anak Berusia 9 tahun dengan


sindrom Kallmann sebelum diagnosis dan pengobatan

2.5 Diagnosis
Pemeriksaan fisis pada anak obesitas meliputi pemeriksaan antropometris.
Penentuan status gizi dilakukan berdasarkan berat badan (BB) menurut panjang
badan (PB) atau tinggi badan (TB) (BB/PB atau BB/TB). Grafik pertumbuhan
yang digunakan sebagai acuan ialah grafik WHO 2006 untuk anak kurang dari 5
tahun dan grafik CDC 2000 untuk anak lebih dari 5 tahun (IDAI, 2011). Pedoman
Praktik Klinis Endocrine Society menyarankan tes genetik pada pasien dengan

20
obesitas dini (sebelum usia 5 tahun) yang ekstrem dan yang memiliki gambaran
klinis sindrom obesitas genetik (khususnya hiperfagia ekstrem) dan/atau riwayat
keluarga dengan obesitas ekstrem (Styne et al., 2017). Jika bentuk obesitas
genetik yang langka dicurigai, diagnosis genetik harus didiskusikan dan
dipercayakan kepada spesialis di pusat rujukan (Gbr. 4) (Huvenne et al., 2016).

Gambar 4. Prioritas diagnosis genetik untuk obesitas dini yang parah (Huvenne et
al., 2016).
BDNF = brain-derived neurotropic factor; LEP = leptin; LEPR = leptin
receptor; MAGEL2 = MAGE-like 2; MC4R = melanocortin 4 receptor; NTRK2 =
neurotrophic tyrosine kinase receptor 2; PCSK1 = proprotein convertase
subtilisin/kexin type 1; POMC = proopiomelanocortin; SIM1 = single-minded 1.

Dalam kasus obesitas yang terkait dengan defisiensi intelektual dan/atau


gangguan perilaku, tes genetik harus mencakup setidaknya kariotipe resolusi
tinggi, investigasi metilasi DNA pada kromosom 15, fragile X, dan pemeriksaan
dengan comparative genomic hybridization (CGH) array. Tes khusus untuk
anomali monogenik lainnya (SIM1, MAGEL2, NTRK2) harus dipertimbangkan

21
tergantung pada fenotipe klinis. Dalam kasus obesitas yang berhubungan dengan
distrofi retina, ciliopathy harus dicari, khususnya Bardet-Biedel syndrome (BBS)
(Huvenne et al., 2016).
Ketika menilai anak-anak dan remaja dengan obesitas yang ekstrem,
dokter harus mempertimbangkan penyebab dan kondisi genetik yang berpotensi
dapat diobati (Gbr. 1). Diagnosis sindrom obesitas genetik dapat memberikan
informasi yang membantu keluarga dan penyedia layanan kesehatan mengelola
kesehatan anak atau remaja dengan tepat dan mengurangi stigma sosial. Selain itu,
dokter dapat memberikan konseling genetik (Styne et al., 2017).

22
Gambar 5. Bagan alur diagnosis sindrom terkait obesitas (Styne et al., 2017).

23
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan obesitas sindromik secara umum termasuk diet dan
aktivitas fisik, psikomotorik, aktivitas fisik yang disesuaikan, terapi penggantian
hormon, dll. Operasi bariatrik (bypass lambung laparoskopi, banding lambung,
atau sleeve gastrectomy) merupakan satu-satunya terapi yang efisien secara
jangka panjang untuk obesitas yang parah. Namun saat ini, data terkait terapi
bedah tersebut pada pasien dengan obesitas genetik masih terbatas dan masih
kontroversial (Huvenne et al., 2016).
Salah satu komplikasi utama dari obesitas adalah sindrom metabolik, yang
terdiri dari disfungsi antropometrik, klinis, dan metabolik yang memengaruhi
individu yang terkena untuk berkembang menjadi diabetes melitus tipe 2 dan
penyakit kardiovaskular (Aguilera, Olza and Gil, 2013). Mengelola obesitas
pediatrik termasuk intervensi diet membutuhkan upaya multidisipliner dari para
profesional kesehatan di berbagai tingkat, termasuk dokter, perawat sekolah, dan
edukator diabetes (Yoo and Suneja, 2021). Banyak faktor risiko yang dapat
dimodifikasi terkait diet (nutrisi, makanan, pola diet, dan perilaku makan) telah
dipertimbangkan dalam studi penelitian klinis sebelumnya dan disarankan dalam
pedoman tentang obesitas pada masa kanak-kanak (Tabel 1). Asupan lemak jenuh
dan karbohidrat yang lebih tinggi, termasuk konsumsi berlebihan makanan padat
energi seperti pizza, soda, dan minuman yang dimaniskan dengan gula / sugar-
sweetened beverages (SSB), telah dikaitkan dengan obesitas pada anak-anak. Pola
makan selama masa kanak-kanak telah ditemukan berhubungan antara pola
makan dan berbagai penyakit seperti diabetes, hipertensi, risiko kardiometabolik,
dan obesitas pada masa kanak-kanak. Pola diet Western, yang mengandung asam
lemak jenuh dalam jumlah tinggi, padat energi, miskin mikronutrien, dan terbatas
pada polisakarida non-pati (serat), dikenal sebagai faktor risiko makanan yang
mendorong obesitas pada masa kanak-kanak. Pola makan yang kaya akan daging,
soda, gorengan, mie instan, burger, dan pizza meningkatkan risiko obesitas
sebesar 30% dibandingkan pola makan yang kaya akan biji-bijian, kacang-
kacangan, kentang, ikan, jamur, rumput laut, buah-buahan, dan sayuran (Kim and
Lim, 2019).

24
Tabel 1. Faktor yang dapat dimodifikasi terkait diet yang mempengaruhi obesitas
pada masa kanak-kanak (Kim and Lim, 2019).
Faktor Berbahaya Bermanfaat
Gizi  Asupan energi total yang  Asupan vitamin C dan D yang
berlebihan, protein (dari cukup, polisakarida non pati
produk hewani), lemak, (serat), kalsium, folat, zat besi
lemak jenuh, natrium 
Makanan  Asupan makanan padat  Asupan biji-bijian yang cukup 
energi yang berlebihan:  Konsumsi susu, buah-buahan,
pizza, makanan cepat saji, sayuran, ikan setiap hari
makanan tambahan, soda,
minuman yang
dimaniskan dengan gula,
dan es krim 
Pola makan  Pola diet Western tinggi  Diet seimbang berdasarkan lima
asam lemak jenuh, padat kelompok makanan
energi, dan miskin  Diet stop-light/traffic-light
mikronutrien  dengan makanan dibagi menjadi
 Pola diet makanan olahan, tiga kategori: hijau (makanan
termasuk daging, soda, rendah energi, makanan bergizi
gorengan, mi instan, tinggi), kuning (makanan
burger, dan pizza berenergi sedang), dan merah
(makanan berenergi tinggi,
makanan rendah gizi)
Perilaku  Makan sambil menonton  Waktu makan keluarga, makan
diet dan TV bersama
kebiasaan  Melewatkan sarapan   Kontrol porsi 
makan  Sering ngemil dan makan  Waktu makan reguler

25
Kebiasaan makan tidak sehat dan pola yang terbentuk selama masa kanak-
kanak telah dikaitkan dengan penyakit tidak menular terkait nutrisi seperti
obesitas. Perilaku sedentari pada anak-anak dan remaja, asupan makanan ringan
yang lebih tinggi, konsumsi sugar-sweetened beverage (SSB), konsumsi makanan
cepat saji, makan sambil menonton televisi, melewatkan sarapan, berkurangnya
jumlah waktu makan keluarga yang dihabiskan untuk makan bersama, dan
menurunkan asupan susu, buah-buahan, dan sayuran setiap hari semuanya telah
dikaitkan dengan peningkatan angka obesitas pada masa kanak-kanak, yang
menyebabkan hasil diet dan kesehatan yang merugikan (Kim and Lim, 2019).
Sementara itu, asupan nutrisi yang cukup dari vitamin dan mineral, biji-
bijian, susu dan produk susu, buah-buahan, dan sayuran dalam diet seimbang
terbukti tidak hanya melindungi pertumbuhan tetapi juga mengelola obesitas pada
masa kanak-kanak. Selain itu, disarankan agar pola makan yang benar dengan
dukungan keluarga mencakup makan di rumah, makan bersama sebagai satu
keluarga, waktu makan yang teratur, dan ukuran porsi yang sesuai dengan
kebutuhan harian anak-anak dan remaja (Kim and Lim, 2019).
Manfaat kesehatan dikaitkan dengan gaya hidup aktif secara fisik pada
anak-anak, termasuk program pengendalian berat badan, latihan fisik untuk
individu dengan kegemukan, kebiasaan konsumsi makanan berlemak, dan
minuman atau minuman berkalori tinggi. Terlibat dalam aktivitas fisik
kemungkinan meningkatkan harapan hidup dan mengurangi risiko penyakit
jantung pada anak-anak. Untuk mencapai tingkat kebugaran fisik yang sehat
memerlukan program olahraga teratur 4-5 kali per minggu selama 30-60 menit.
Latihan fisik tersebut dapat termasuk berjalan, bersepeda, dan aktivitas olahraga
lainnya. Kurangnya taman bermain luar ruangan yang aman di taman dan sekolah
untuk anak-anak di kota juga membatasi kemampuan anak-anak untuk terlibat
dalam permainan fisik aktif atau olahraga rekreasi. Perlu diperhatikan bahwa
program kebugaran fisik sangat penting untuk perawatan kesehatan pediatrik
anak-anak (Xu and Xue, 2016). Dalam mempertimbangkan bagaimana
memodifikasi asupan makanan anak dengan obesitas, belum ada pendekatan yang
diterima secara universal. Pemahaman tentang asupan yang tepat untuk anak

26
dengan berat badan normal diperlukan. Untuk memudahkan referensi, berikut
merupakan algoritme pedoman asupan nutrisi umum dan penatalaksanaan
berdasarkan kelompok usia anak-anak dengan obesitas (Gambar 6 dan 7) (Cuda
and Censani, 2018).

27
Gambar 6. Pedoman asupan umum (berat badan normal): usia 5-18 tahun (Cuda and Censani, 2018).
Gambar 7. Manajemen anak dengan obesitas (Cuda and Censani, 2018).
Manajemen obesitas sindromik merupakan hal yang sulit, mengingat
kurangnya konsensus tentang farmakoterapi antiobesitas pada populasi pediatrik
serta berbagai gejala terkait. Namun, uji klinis sedang dilakukan secara aktif dan
beberapa penelitian yang melibatkan agonis Glucagon Like Peptide-1 (GLP-1)
telah menunjukkan hasil yang baik pada obesitas sindromik (Malhotra,
Sivasubramanian and Srivastava, 2021).
Penggunaan pengobatan farmakologis untuk obesitas direkomendasikan
oleh American Academy of Pediatrics (AAP) sebagai tambahan untuk perubahan
gaya hidup ketika ada risiko kesehatan terkait obesitas dan perubahan gaya hidup
belum efektif. Selain itu, AAP merekomendasikan farmakoterapi hanya untuk
anak-anak dengan BMI ≥ persentil ke-99. Di sisi lain, Endocrine Societytelah
menyarankan membatasi farmakoterapi hanya untuk pasien dengan BMI di atas
persentil ke-95 yang telah gagal dengan intervensi diet dan gaya hidup, atau
dalam kasus terbatas dengan BMI di atas persentil ke-85 dan komorbiditas berat.
Anak-anak yang kelebihan berat badan tidak boleh diobati dengan agen
farmakoterapi kecuali terdapat komorbiditas yang signifikan dan parah yang
persisten meskipun dilakukan modifikasi gaya hidup yang intensif (Stagi et al.,
2017).
Saat ini hanya ada beberapa obat yang disetujui untuk pengobatan
obesitas; obat-obatan tersebut termasuk dalam berbagai kategori farmakologis
dengan mekanisme aksi yang berbeda. Kelas utama obat yang digunakan dalam
terapi berat badan adalah penekan nafsu makan yang juga disebut agen
anoreksigenik. Obat ini meningkatkan kadar norepinefrin, dopamin dan serotonin
hipotalamus yang meningkatkan rasa kenyang dan mengurangi rasa lapar. Di
antara obat penekan nafsu makan, sibutramine digunakan untuk mengobati
obesitas pada anak hingga saat ini. Pada tahun 2010, sibutramine ditarik oleh
United States Federal Drug Administration (US FDA) dan European Medicine
Agency (EMA) karena peningkatan risiko kardiovaskular bagi individu yang
menggunakan obat tersebut. Selain itu, obat lain dari kelas obat yang sama seperti
efedrin dan fenfluramine ditarik dari pasaran karena efek sampingnya. Dengan

30
penarikan sibutramine, orlistat dan metformin saat ini menjadi satu-satunya obat
yang tersedia untuk pengobatan obesitas anak (Stagi et al., 2017).
Orlistat memiliki mekanisme aksi yang melibatkan induksi maldigesti
lipid (Kostovski et al., 2017). Orlistat, penghambat lipase pankreas, mencegah
pemecahan trigliserida menjadi asam lemak dan monogliserol yang dapat diserap.
Jadi, sekitar sepertiga trigliserida dari asupan makanan tidak diserap sehingga
mengurangi berat badan, kolesterol total dan kolesterol LDL. Di AS, orlistat
disetujui oleh FDA pada remaja berusia lebih dari 12 tahun. Hal ini terkait dengan
penurunan BMI yang signifikan sebesar 0,7 kg/m 2, tetapi pengobatan dikaitkan
dengan peningkatan tingkat efek samping termasuk ketidaknyamanan perut, nyeri,
steatorea dan penurunan penyerapan vitamin A, D, E dan K yang larut dalam
lemak. Jadi, penting untuk mengonsumsi suplemen vitamin yang larut dalam
lemak tersebut dalam jarak 2 jam dari pemberian orlistat. Efek samping biasanya
ringan sampai sedang dan umumnya berkurang frekuensinya dengan pengobatan
lanjutan. Biasanya, dosis 120 mg per oral tiga kali sehari diperlukan untuk
efektivitas obat tersebut (Stagi et al., 2017).
Meskipun metformin belum disetujui oleh US FDA untuk pengobatan
obesitas, obat tersebut dapat efektif sebagai agen penurunan berat badan selain
efeknya sebagai agen hipoglikemik. Lokasi aksinya yang utama adalah hati,
dengan meningkatkan uptake glukosa, menurunkan glukoneogenesis hati dan
mengurangi produksi glukosa hati. Metformin juga menghambat lipogenesis dan
meningkatkan sensitivitas insulin dan memiliki efek sebagai penekan nafsu
makan. Manfaat utama pengobatan ini adalah pengurangan asupan makanan,
penurunan berat badan, pengurangan lemak visceral, peningkatan profil lipid dan
intoleransi karbohidrat. Pasien yang diobati dengan metformin dapat melaporkan
rasa tidak nyaman di perut, yang membaik saat obat diminum bersama makanan.
Efek lainnya yaitu risiko kekurangan vitamin B12; oleh karena itu, multivitamin
direkomendasikan. Risiko asidosis laktat telah diamati pada orang dewasa tetapi
tidak terlihat pada pasien anak (Stagi et al., 2017).
Octreotide, analog somatostatin, telah diteliti sebagai pengobatan untuk
obesitas hipotalamus. Obat ini mengikat reseptor pada sel beta pankreas dan

31
menghambat pelepasan insulin. Octreotide bekerja lebih baik pada pasien dengan
hipersekresi insulin dan resistensi insulin. Penurunan berat badan yang lebih besar
berkorelasi dengan tingkat hipersekresi insulin yang lebih besar. Tingginya biaya
obat dan berbagai efek samping (masalah gastrointestinal, batu empedu,
penekanan GH dan TSH, disfungsi jantung) membatasi penggunaan obat ini
(Stagi et al., 2017).
Selain kontrol nafsu makan dan berat badan, obesitas sindromik juga
memerlukan pengelolaan banyak gejala terkait: serotonin reuptake inhibitor, N-
acetylcysteine, atau topiramate digunakan untuk mengontrol skin picking dan
tindakan repetitif. Demikian pula, steroid seks direkomendasikan pada masa
pubertas pada anak-anak dengan gangguan ini untuk memungkinkan karakteristik
seksual sekunder dan kesehatan tulang yang optimal (Malhotra, Sivasubramanian
and Srivastava, 2021).
Pada kasus anak dengan PWS, terapi hormon pertumbuhan / growth
hormone dapat meningkatkan pertumbuhan, komposisi tubuh, ketebalan otot,
kekuatan dan kelincahan fisik, performa motorik, dan metabolisme lipid. Respon
terbaik terhadap GH pada pasien PWS diamati dalam 12 bulan pertama
pengobatan. Meskipun pengobatan dini penting untuk perbaikan komposisi tubuh,
secara umum, dalam praktiknya, pengobatan baru dapat dimulai setelah usia 2
tahun. Pengobatan dapat dimulai dengan dosis 0,034 mg/kg/hari (0,24
mg/kg/minggu) pada bayi dan balita serta kadar IGF-1 dan IGFBP-3 digunakan
untuk menentukan dosis terapi GH. Kontraindikasi untuk terapi GH pada pasien
PWS adalah obesitas berat, diabetes melitus yang tidak terkontrol, OSA berat
yang tidak diobati, kanker aktif dan psikosis (Stagi et al., 2017). Evaluasi jalan
napas dan pola tidur perlu dilakukan sebelum terapi GH, dengan pemantauan
kualitas tidur yang ketat (Gbr. 9.3) (Irizarry and Haqq, 2018).

32
Gambar 9.3 Algoritma untuk inisiasi terapi hormon pertumbuhan / growth
hormone (GH) pada sindrom Prader-Willi (Irizarry and Haqq, 2018).

Oksitosin juga tercatat sebagai obat terapeutik untuk kondisi ini. Secara
fisiologis, oksitosin diproduksi oleh hipotalamus dan mengatur nafsu makan
melalui jalur hedonis dan homeostatis (Malhotra, Sivasubramanian and
Srivastava, 2021). Sejumlah fitur klinis sindrom Prader-Willi, seperti hiperfagia,
obesitas, dan anomali perilaku, dapat disebabkan oleh hiposekresi hipotalamus
oksitosin untuk pengurangan neuron nukleus paraventrikular (Stagi et al., 2017).

33
DAFTAR PUSTAKA

Aguilera, C.M., Olza, J. and Gil, A. (2013) ‘Genetic susceptibility to obesity and
metabolic syndrome in childhood’, Nutricion Hospitalaria, 28 Suppl 5, pp.
44–55. Available at: https://doi.org/10.3305/nh.2013.28.sup5.6917.
Ardıç, C. et al. (2020) ‘Maternal Gestational Diabetes and Early Childhood
Obesity: A Retrospective Cohort Study’, Childhood Obesity, 16(8), pp.
579–585. Available at: https://doi.org/10.1089/chi.2020.0183.
Butler, M.G. et al. (2015) ‘Coding and noncoding expression patterns associated
with rare obesity-related disorders: Prader&ndash;Willi and Alstr&ouml;m
syndromes’, Advances in Genomics and Genetics, 5, pp. 53–75. Available
at: https://doi.org/10.2147/AGG.S74598.
Butler, M.G. (2016) ‘Single Gene and Syndromic Causes of Obesity: Illustrative
Examples’, Progress in molecular biology and translational science, 140,
pp. 1–45. Available at: https://doi.org/10.1016/bs.pmbts.2015.12.003.
Cuda, S.E. and Censani, M. (2018) ‘Pediatric Obesity Algorithm: A Practical
Approach to Obesity Diagnosis and Management’, Frontiers in Pediatrics,
6, p. 431. Available at: https://doi.org/10.3389/fped.2018.00431.
Huvenne, H. et al. (2016) ‘Rare Genetic Forms of Obesity: Clinical Approach and
Current Treatments in 2016’, Obesity Facts, 9(3), pp. 158–173. Available
at: https://doi.org/10.1159/000445061.
IDAI (2011) ‘Asuhan Nutrisi Pediatrik (Pediatric Nutrition Care)’, Jakarta:
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia [Preprint].
Irizarry, K.A. and Haqq, A.M. (2018) ‘Syndromic Obesity’, in M.S. Freemark
(ed.) Pediatric Obesity: Etiology, Pathogenesis and Treatment. Cham:
Springer International Publishing (Contemporary Endocrinology), pp.
153–182. Available at: https://doi.org/10.1007/978-3-319-68192-4_9.
Kaur, Y. et al. (2017) ‘A systematic review of genetic syndromes with obesity’,
Obesity Reviews, 18(6), pp. 603–634. Available at:
https://doi.org/10.1111/obr.12531.

34
Kim, J. and Lim, H. (2019) ‘Nutritional Management in Childhood Obesity’,
Journal of Obesity & Metabolic Syndrome, 28(4), pp. 225–235. Available
at: https://doi.org/10.7570/jomes.2019.28.4.225.
Kostovski, M. et al. (2017) ‘Obesity in Childhood and Adolescence, Genetic
Factors’, Prilozi (Makedonska Akademija Na Naukite I Umetnostite.
Oddelenie Za Medicinski Nauki), 38(3), pp. 121–133. Available at:
https://doi.org/10.2478/prilozi-2018-0013.
Littleton, S.H., Berkowitz, R.I. and Grant, S.F.A. (2020) ‘Genetic Determinants of
Childhood Obesity’, Molecular diagnosis & therapy, 24(6), pp. 653–663.
Available at: https://doi.org/10.1007/s40291-020-00496-1.
Loos, R.J.F. and Yeo, G.S.H. (2022) ‘The genetics of obesity: from discovery to
biology’, Nature Reviews Genetics, 23(2), pp. 120–133. Available at:
https://doi.org/10.1038/s41576-021-00414-z.
Mahmoud, R., Kimonis, V. and Butler, M.G. (2022) ‘Genetics of Obesity in
Humans: A Clinical Review’, International Journal of Molecular
Sciences, 23(19), p. 11005. Available at:
https://doi.org/10.3390/ijms231911005.
Malhotra, S., Sivasubramanian, R. and Srivastava, G. (2021) ‘Evaluation and
Management of Early Onset Genetic Obesity in Childhood’, Journal of
Pediatric Genetics, 10(03), pp. 194–204. Available at:
https://doi.org/10.1055/s-0041-1731035.
Pearce, M., Webb-Phillips, S. and Bray, I. (2016) ‘Changes in objectively
measured BMI in children aged 4-11 years: data from the National Child
Measurement Programme’, Journal of Public Health (Oxford, England),
38(3), pp. 459–466. Available at: https://doi.org/10.1093/pubmed/fdv058.
Radha, V. and Mohan, V. (2016) ‘Obesity – Are we continuing to play the genetic
“blame game”?’, Advances in Genomics and Genetics, 6, pp. 11–23.
Available at: https://doi.org/10.2147/AGG.S52018.
Saeed, S. et al. (2020) ‘Genetic Causes of Severe Childhood Obesity: A
Remarkably High Prevalence in an Inbred Population of Pakistan’,

35
Diabetes, 69(7), pp. 1424–1438. Available at:
https://doi.org/10.2337/db19-1238.
Stagi, S. et al. (2017) New Thoughts on Pediatric Genetic Obesity: Pathogenesis,
Clinical Characteristics and Treatment Approach, Adiposity - Omics and
Molecular Understanding. IntechOpen. Available at:
https://doi.org/10.5772/66128.
Styne, D.M. et al. (2017) ‘Pediatric Obesity—Assessment, Treatment, and
Prevention: An Endocrine Society Clinical Practice Guideline’, The
Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism, 102(3), pp. 709–757.
Available at: https://doi.org/10.1210/jc.2016-2573.
Xu, S. and Xue, Y. (2016) ‘Pediatric obesity: Causes, symptoms, prevention and
treatment’, Experimental and Therapeutic Medicine, 11(1), pp. 15–20.
Available at: https://doi.org/10.3892/etm.2015.2853.
Yoo, H. and Suneja, U. (2021) ‘Pediatric Obesity Nutritional Guidelines’, in
StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560926/ (Accessed: 18 May
2021).

36

Anda mungkin juga menyukai