Anda di halaman 1dari 1

Setelah lama kutunggu akhirnya hari ini muncul juga pertanyaan yang ternyata kuidam-idamkan

keluar dari bapaku; “kuliahmu sampai mana?”.

Hari ini aku kembali memutuskan untuk memotong pendek rambutku, setelah selesai semua dan
akupun baru saja selesai mandi bapak tiba-tiba memanggilku ke teras depan.

“gimana kamu udah mendingan?” tanya bapaku.

Kupikir akan ada apa, “udah pak, emang sawan aja rambut makannya meriang” kataku mencoba
bercanda.

“duduk dulu sini ceritain sampai mana kuliahmu” tanya bapak lagi.

“ah kuliahku aman pak ini laporan kp udah 3 dari 5 bab, setelah itu proposal skripsi 3 bab baru deh
nambah 2 bab untuk skripsian”. Jelasku

Karena kupikir hanya berbincang-bincang biasa maka kuputuskan untuk menemaninya minum teh
sembari menunggu adzan maghrib.

Setelah cukup banyak yang dibicarakan akhirnya muncul satu pertanyaan yang membuatku loss;
“gimana perasaanmu? Matamu sedih dan kamu tidur sepanjang hari, ”

Bapak yang dimataku tegas dan lugas bahkan terkesan tidak ingin mencampuri perihal asmara anak-
anaknya ternyata memperhatikan juga.

“baik pak, sudah semakin baik lebih tepatnya.” Ucapku disertai tarikan napas.

“bapak tau dari ibu, semuanya bapak tau. Bapak Cuma mau tanya menurut kamu yang egois di
hubunganmu itu siapa?” tanya bapaku

“eeee.....” heningku

“pasti dikepalamu jawabannya pasanganmu kan?” tanya bapak lalu aku mengangguk lesu

“nang... yang egois di hubunganmu itu sebenarnya kamu, kenapa? Karena kalian itu kan jauhan, latar
belakang pasanganmu juga kan hampir sama kaya kita lalu pasanganmu juga pekerjaannya tidak
ringan kan? Bukankah sudah menjadi hal yang wajar kalau pasanganmu membutuhkan sosok
manusia disisinya? Kamu tidak bisa memberi itu setiap saat kan? Lalu kenapa kamu berpikir bahwa
pasanganmu egois karena memenuhi kebutuhannya? Bapak bukan nyalahin kamu, bapak seneng
kamu ketemu perempuan kaya pasanganmu itu, terakhir bapak ketemu orangnya ceria sekali dan
mau berkomunikasi sama ibu sama bapak ga seperti yang terdahulu dan bapak juga seneng kalo
memang kamu punya niatan untuk menjadikan pasanganmu itu yang terakhir menemani prosesmu
kalo memang seperti itu kamu harus janji sama dirimu nanti ketika prosesmu sudah berbuah
setidaknya ajak pasanganmu untuk senang ya. Nang, kamu itu lagi berproses dan ga gampang
menemani proses orang tuh karena tiap orang beda prosesnya kan? Makannya kalo memang kamu
benar mencintai pasanganmu, biarkan ia mencintai pilihannya.” Ucap bapaku straight the point.

“.....” tanpa ucapan sekatapun aku memandang gunung disebelah rumah lalu menitikan air mata.

Anda mungkin juga menyukai