Anda di halaman 1dari 1

"Sisa Tulang Ikan di Halaman Rumah"

Teks Inspiratif Karya : Kezia Annabel

Kelas : IXH

Orientasi
Aku Abel, si bungsu dengan kelana yang di harapkan bijaksana. dibesarkan oleh kesunyian dan waktu hidup, di lebarkan
oleh sabar di dada dan dterima oleh sepinya kehadiran. Kata bunda aku adalah "Sisa Tulang Ikan di Halaman Rumah" yang
terlupakan dan terbuang, layaknya dongeng yang terlupakan untuk dibacakan sebagai pengantar tidur.
Tugas sehari hariku dan kewajibanku hanya belajar dan meraih wajib pencapaian serta terduduk manis sembari berpangku
tangan, memperhatikan lalu-lalang penghuni rumah ini yang datang lalu pergi meninggalkanku kembali sendiri, juga
dengan bibir yang terkunci rapat sebab suaraku-pun tidak punya presisi yang cukup banyak untuk di dengar.
Rangkaian Pristiwa
Hari ini aku mengumpulkan keberanianku untuk mencoba berbicara kepada ayah bunda mengenai hal-hal yang ku rasakan
selama ini.
"Boleh aku berbicara?" aku bertanya di tengah kesibukan seisi rumah yang tidak pernah berhenti bekerja. Maka aku
menerima sisa atensi ketika orang orang pulang untuk berencana beristirahat. Bunda dan ayah menatap sesaat lalu
mengangguk lekas tanpa mendengar penuh apa-apa yang ingin kusampaikan.
Aku mengurungkan niatku sesaat ketika mendapati reaksi dari ayah dan bunda. Seperti biasanya sikap mereka seakan
tidak tertarik dan tidak adanya rasa peduli mengenai apa yang akan aku sampaikan. Namun aku berusaha untuk terus
meyakinkan diriku agar tetap bicara kepada mereka.
Komplikasi
"Kenapa tidak ada satupun yang peduli bahkan memperhatikan tumbuh ku?" tanyaku berharap kalimat yang ku keluarkan
dapat menyadarkan kedua orangtua ku.
“Kenapa kamu berpikiran seperti itu nak? Apa salah ayah dan bunda, sehingga kamu bisa bertanya seperti itu?” Ucap
ayahku dengan menatapku seperti orang kebingungan.
“Apakah ayah dan bunda tidak menyadarinya? Sejauh ini aku udah cukup lama diam tanpa perhatian dari ayah dan bunda.
Aku seperti hidup sendiri tanpa pertanyaan. Kenapa ayah dan bunda tidak pernah bertanya tentangku, sekedar
menanyakan “Apakah aku baik-baik saja?” bagaimana keehariannku di sekolah dan dirumah? Kenapa hanya prestasiku
yang selalu ayah dan juga bunda butuhkan? Sedangkan segala bentuk perjuanganku dan prosesku tidak pernah adanya
peran ayah dan bunda“ Jawabku dengan suara yang terpatah-patah serta air mata yang mulai tak terbendung.
"Nak, seperti nya ayah dan bunda sudah terlalu jauh meninggalkan mu untuk tumbuh sendiri. salah bunda yang berprinsip
bahwa kamu dilahirkan sebagai anak bungsu dan kamu memang menyanggupi untuk mampu dalam peran ini, yang
harusnya bunda meninggalkan status bunda sebagai manusia egois bukan nya meninggalkan anaknya yang sudah tumbuh
tanpa peran seorang ibu sedikitpun" ucap bunda yang akhirnya menyadari apa yang selama ini terjadi. "maafkan ayah dan
bunda ya nak selama ini selalu menekan bahkan menuntutmu namun tidak pernah memberi peran yang cukup sebagai
kedua orangtuamu" ucap ayah sambil memeluk bunda yang menangis.
Aku terheran mengapa bunda menangis? padahal seharusnya aku yang menangis.
Apakah ayah dan bunda sudah mulai memahami kondisiku? Atau hanyalah sekedari luluh sesaat atas amarah ku?
Resolusi
Tidak mudah bagiku untuk menerima berbagai bentuk maaf dari kedua orang tuaku sampai akhirnya aku bertemu dengan
laki laki paruh baya yang merupakan seorang pendeta di gerejaku. siang itu sepulang beribadah di hari minggu ia
memanggilku untuk bercakap sejenak dan berkata kepadaku "Nak jangan pernah menaruh akar pahit pada kedua
orangtua mu, melainkan kasihilah mereka dengan sepenuh hatimu. Memang mereka melakukan hal yang membuat mu
kecewa namun dibalik itu pasti ada alasan. Bersyukurlah kamu masih memiliki orang tua lengkap yang mau bekerja keras
demi masa depanmu, banyak manusia di luar sana yang tidak lagi memiliki orangtua dan terpaksa banting tulang
mengorbankan diri nya untuk sesuap nasi. Maka nak, bersyukur bila kamu masih di perbolehkan Tuhan untuk terus belajar
dan memiliki kedua orangtua" Aku berfikir sejenak dan air mata ku jatuh dengan sendirinya akhirnya aku tersadar bahwa
jika aku terus berpandangan buruk kepada orang tuaku dan tidak memahami kondisi mereka maka itu akan membuat aku
selalu merasa tidak cukup dan tidak bersyukur dengan kehadiran orangtuaku
Koda
Kini aku mengerti terhadap kondisi kedua orangtuaku. Aku akan selalu bersyukur dari hal-hal kecil yang ada di dalam
hidupku. Dari rasa saling memahami dan bersyukur mungkin hal inilah yang akan menumbuhkan keharmonisan di dalam
keluarga ku.
Dari Pristiwa ini, hal positif yang dapatku ambil ialah perlunya komunikasi dan saling meluangkan waktu di Tengah
kesibukan dan aktivitas di dalam keluarga.

Anda mungkin juga menyukai