Anda di halaman 1dari 3

Kotak impianku

Hai namaku Findiya leona panggilanku Findi. Aku duduk di bangku SMA. Aku anak kedua
dari tujuh bersaudara. Dulu ketika aku bertentangan dengan orangtuaku karena masa depanku,
aku hampir putus asa. Akibatnya cita-citaku terhambat oleh keinginan orangtuaku yang berkata
lain. Orangtuaku menuntutku menjadi seorang dokter, sedangkan aku ingin menjadi seorang
hakim. Tidak hanya itu saja konflikku, cita-citaku juga bertentangan dengan hobiku, ketika
impianku ingin menjadi hakim, namun hobi yang saya miliki ada di bidang seni dan olahraga.
Dulu tepatnya ketika saya menduduki bangku SD muncul keinginanku untuk menjadi
dokter, setiap guruku bertanya aku ingin menjadi apa, jawabanku tidak goyah untuk menjadi
seorang dokter karena saya termotivasi dari seorang dokter cantik yang saat itu mengobati
nenekku, dokter yang cantik, penuh perhatian, lembut dan saya dapat merasakan kenyamanan
melihatnya bagaimana nenekku yang diobati olehnya, tersirat di benakku bahwa aku ingin
sepertinya.
Ketika saya menduduki bangku SMP keinginanku berubah yaitu aku ingin menjadi
seorang hakim, di benakku tersirat, duduk dengan berwibawa di depan banyak orang, sangat di
hormati dan di segani. Semakin bertambah keinginan saya, semakin bertambah pula rasa takut
yang menggerogoti hatiku. Saya takut cita-cita ku kelak tidak sesuai ekspektasi kedua orang tua
ku, aku juga takut tidak bisa menggapai semua angan dan cita-citaku. Inilah perjuanganku
menggapai cita-citaku.
Ketika Bel SMA berbunyi “Teet… teett…”
“Finn tunggu…”
Aku pun menoleh ke belakang dengan rasa penasaran akan siapa yang memanggilku
“Oh kamu ya Sena, kirain siapa, ada apa?”
“Besok ikut aku yuk, kita kan udah kelas 3.” ucap Sena mengajak.
“Hmm.. okelah, tapi apa hubunganya sama kelas 3? Maaf lagi gak nyambung, banyak
pikiran soalnya.” jawab aku dengan sedikit bingung.
“Ada deh liat aja besok. Kamu banyak masalah kenapa?, sharing dong” jawab Sena yang
merasa cemas.
“ada deh, besok aja aku ceritain sekalian.” jawab aku yang usil.
“haha iya deh iya, ya udah tuh udah ada bemo yuk pulang” jawab Sena dengan
menunjuk arah bemo.
Senata adalah sahabat SMP ku yang saat ini satu SMA/atap sama aku.
***
Keesokan harinya..
“Tettt… Tettt…” Bel pulang pun berbunyi, aku langsung menuju kelas Sena. Tiba-tiba dia
lagi yang mengejutkanku.
“Ciluk.. Baaa… haha udah nungguin lama ya? Tumben banget kamu ke kelasku kan
biasanya aku yang ke kelasmu.” ucap Sena.
“Ah kamu dari dulu gak pernah berubah ya selalu ngagetin!. Kan gak papa sekali-kali aku
yang mengunjungimu, oh iya ayo aku tidak punya banyak waktu lagi banyak tugas ini.” ucap aku
yang sedikit kesal.
“Oke ayo pulang, supir bemo kita telah menunggu let’s go Finn.” jawab Sena semangat.
15 menit berlalu, kami pun tiba dirumahku.
“Assalamualaikum.” salamku.
Tiba-tiba Mama menghampiriku “Waalaikumsalam, tumben nak udah dateng?” Tanya
mama.
“Oh iya ma tadi cepat-cepat pulang, soalnya aku sama Sena mau belajar bareng juga ada
yang mau kita omongin sesuatu private talk maa biasa anak remaja” jawabku.
“Oalah pantes pulangnya cepet, ya sudah cepat bersihkan diri kamu!” jawab mama.
“Oke deh siap ma” ucapku.
Kami pun berbincang diruang tamu sembari menyantap kue buatan mama.
“jadi, apa yang ingin kamu bicarakan Sen?” tanyaku memulai pembicaraan.
“jadi gini Fin aku ada ajakan untuk kamu.” jawabnya.
“ajakan apa Sen?” jawabku penasaran.
“kamu mau gak daftar untuk pertukaran pelajar, kita bisa gunain sertifikat osis kita
sebagai pengurus inti dalam organisasi, yang kemudian pertukaran pelajar ini bisa kita jadikan
bukti pengalaman kita ketika daftar kuliah nantinya, bagaimana kamu tertarik gak?” ujarnya
penuh semangat.
“wahhh kita bisa gunain sertifikat osis yahh, kedengarannya seru yah ayo kita berjuang
Sena” jawabku.
“kita haruss bisaa semangattt” jawabnya sambil teriak.
Keesokan harinya Ayah dan Mama berbicara padaku lagi tentang masa depanku.
“Fin kamu jadi ngambil jurusan apa nak, kamu terlihat sangat labil dalam memilih, Ayah
dan Mama tidak memaksa kamu lagi untuk menjadi seorang dokter” tanya Ayah.
“Hmm ma.. aku rasa aku menuruti perkataan mama dan ayah. Menjadi seorang dokter
ternyata menyenangkan. Masalah menjadi hakim, tenang saja aku sudah memikirnya dua kali.
mungkin aku hanya sekedar ingin tahu saja” jawabku.
“Kamu serius nak? Kita sebagai orangtua tidak mau memaksa, sebab semua tergantung
kamu nak. Itu masa depanmu. Jika kita memaksamu masa depanmu akan terhambat, kita
hanya memberikan masukan saja.” jawab Ayah.
“Tapi satu syarat jika itu keinginanmu tolong ya nak laksanakan dengan baik, karena itu
kehendakmu bukan paksaan dari kita.” mama menanggapi.
“Iya Ma, makasi ya Ayah Mama udah ngasih pendapat buat aku.” jawabku.
“Itu udah jadi tanggung jawab Mama sama Ayah nak” jawab Ayah.
Setelah beberapa tahun, setelah aku dan Sena ikut pertukaran pelajar, aku menjalani
kuliah di kedokteran, aku sering mendapat beasiswa. Ini semua berkat kedua orangtuaku. Dan
hasilnya aku sukses, dapat bekerja dirumah sakit yang bisa dibilang cukup terkenal dengan
dibantu dorongan dari orangtua. Senata pun sukses, ia mendapat apa yang ia impikan, yaitu
menjadi kepala sekolah di sekolah muslim yang ia bangun sendiri. Kami berdua sukses dan
mendapatkan apa yang kami inginkan.
Pesan dari aku, ada baiknya kita menuruti perkataan dari orangtua. Karena kita dapat
menyaring dan mengambil yang penting yang berguna bagi masa depan kita.

Anda mungkin juga menyukai