Abdullah Gajali
2010716210024
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Laporan : Analisis Parameter Kualitas Air, Plankton dan Substrat Dasar
Perairan Sungai Dua Lut Sebagai Indikator Bahan Pencemaran di
Kabupaten Tanah Bumbu
NIM : 2010716210024
Baharuddin, S.kel., M.Si Nursalam, S.Kel., M.S Muh Afdal, S.Kel., M.Si
NIP. 197910102008011019 NIP. 197602102009121003 NIP. 199307122022031007
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kemudahan dalam
menyelesaikan laporan praktikum ini dengan judul Laporan Praktikum “Analisis Parameter
Kualitas Air, Plankton dan Substrat Dasar Perairan Sungai Dua Lut Sebagai Indikator Bahan
Pencemaran di Kabupaten Tanah Bumbu” ini dengan tepat waktu. Tanpa rahmat dan
pertolongan-Nya, saya tidak akan mampu menyelesaikan laporan praktikum ini dengan baik.
Tidak lupa shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi agung Muhammad SAW yang
syafa’atnya kita nantikan kelak.
Saya mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Laporan ini dibuat guna memenuhi tugas mata
kuliah PENCEMARAN ESTUARI DAN LAUT. saya berharap laporan ini dapat menjadi
referensi bagi pembaca.
Saya menyadari makalah ini masih perlu banyak penyempurnaan karena kesalahan
dan kekurangan. Saya terbuka terhadap kritik dan saran pembaca agar laporan ini dapat lebih
baik. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, baik terkait penulisan maupun
konten, saya memohon maaf. Demikian yang dapat saya sampaikan. Akhir kata, semoga
makalah ini dapat bermanfaat. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Abdullah Gajali
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL.................................................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................................................vi
BAB I.................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
1.1. Latar belakang.......................................................................................................................1
1.2. Maksud dan Tujuan...............................................................................................................3
1.3. Ruang Lingkup........................................................................................................................3
1.3.1. Ruang Lingkup Lokasi...........................................................................................................3
1.3.2. Ruang Lingkup Materi..........................................................................................................3
BAB II................................................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................................................4
2.1. Pengertian Pencemaran.........................................................................................................4
2.2. Jenis dan Sumber Pencemaran..............................................................................................5
2.3. Indikator Pencemaran..........................................................................................................11
2.4. Pencemaran d Wilayah Pesisir.............................................................................................14
2.5. Upaya Penanggulangan Pencemaran di Wilayah Pesisir.......................................................16
2.6. Kondisi Umum Wilayah Studi...............................................................................................23
BAB 3..............................................................................................................................................24
METODOLOGI PENELITIAN..............................................................................................................24
3.1. Waktu dan Lokasi.................................................................................................................24
3.2. Alat dan Bahan.....................................................................................................................25
3.2.1. Alat....................................................................................................................................25
3.2.2. Bahan.................................................................................................................................25
3.3. Metode Perolehan Data.......................................................................................................25
3.3.1. Penentuan Lokasi Sampling...............................................................................................25
3.3.2. Pengambilan Sampel.........................................................................................................27
3.3.3. Metode Analisis Sample di Laboratorium..........................................................................27
3.4. Metode Analisi Data............................................................................................................28
3.4.1. Baku Mutu.........................................................................................................................28
3.4.2. Sebaran Spasial..................................................................................................................29
3.3.3. Analisis Indeks Pencemaran...............................................................................................29
BAB 4..............................................................................................................................................30
HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................................................................30
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
Pencemaran air di banyak wilayah di Indonesia, seperti beberapa contoh di atas, telah
mengakibatkan terjadinya krisis air bersih. Lemahnya pengawasan pemerintah serta
keengganannya untuk melakukan penegakan hukum secara benar menjadikan problem
pencemaran air menjadi hal yang kronis yang makin lama makin parah.
Perubahan lingkungan perairan dapat terjadi karena berbagai aktivitas khususnya laut
dapat dikatakan tercemar apabila lingkungan tersebut mengalami penurunan fungsi, tidak
sesuai peruntukannya dan tidak lagi sesuai dengan lingkungan yang tercemar dapat
disebabkan karena masuknya polutan atau limbahyang dapat berasal dari kegiatan manusia
maupun secara alami. Tingkat pencemaran lingkungan laut yang tinggi ditandai dengan
terjadinya eutrofikasi atau meningkatnya jumlah nutrien yang disebabkan oleh polutan.
Polutan dapat bersifat merusak sementara setelah bereaksi dengan zat di lingkungan dapat
menjadi tidak merusak,namun dapat juga merusak dalam waktu yang lama contohnya logam
berat yang dapat terakumulasi di dalam tubuh. Polutan ini dapat berasal dari limbah
domestik, limbah industri atau limbah budidaya dan masih banyak lagi yang berumuara ke
laut. Hal ini tentunya akan membuat laut menjadi tercemar.
Pencemaran di laut tidak hanya merusak habitat organisme serta proses biologinya
namun juga dapat membahayakan kesehatan manusia melalui kontaklangsung dengan
perairan yang tercemar. Air laut dikatakan tercemar apabila kualitasnya menurun dan
fungsinya berubah karena perubahan tersebut menyebabkan keadaan negative terhadap
manusia dan lingkungan. Pencemaran di laut salah satunyadapat ditandai dengan terjadinya
bloom algae/plankton (meningkatnya aktivitas algaatau plankton yang berlebihan). Pengaruh
bahan pencemar terhadap lingkungan lautdapa dilihat dalam beberapa parameter antara lain
yaitu parameter fisika, kimia dan biologi. Sumber pencemaran sendiri bermacam-macam
yang jika dilihat dari tempat berasalnya pencemaran maka akan di bedakan menjadi dua,
yakni pencemaran yang berasal dari laut dan pencemaran yang berasal dari daratan.
Keduanya memberikan masukan yang tidak sesuai bagi lingkungan sehingga fungsi
lingkungan tidak dapat berjalan secara optimal. Pencemaran yang berasal dari laut dapat
disebabkan Karena tumpahan minyak, air ballast kapal dan lain sebagainya. Sedangkan
pencemaran daridaratan dapat disebabkan karena buangan limbah industri, limbah rumah
tangga danlain sebagainya.
Wilayah perairan Sungai Dua Laut merupakan perairan terbuka yang menghadap Laut
Jawa dan terletak di Kecamatan Sungai Loban, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan
Selatan. Hal tersebut membuat pantai ini bersifat dinamis atau berubah-ubah. Daerah ini juga
memiliki keunikan tersendiri dimana terdapat 3 muarasungai, yakni sungai Bunati, sungai
Angsana dan sungai Dua Laut. Sungai-sungaiyang memiliki hulu berbeda akan memberikan
masukan dari darat yang bervariasi sehingga dapat mempengaruhi kondisi perairan. Hal ini
ditambah lagi dengan adanya perusahaan batu bara yang terletak tidak jauh dari perairan
Sungai Dua Laut dapat berpotensi menambah masuknya zat atau polutan ke badan perairan.
Sebaran sampah yang terlihat di sepanjang pesisir Sungai Dua Laut juga dapat memberikan
dampak buruk bagi perairan tersebut. Berbagai aktivitas tersebut dapat merubah kualitas
perairan Sungai Dua Laut. Dari beberapa uraian tersebut maka penting dilakukankajian
mengenai tingkat pencemaran di perairan Sungai Dua Laut dengan berbagai parameter baik
fisik, kimia, biologi dan substrat perairan di daerah tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pencemaran tanah adalah keadaan di mana bahan kimia buatan manusia masuk
dan merubah lingkungan tanah alami. Pencemaran ini biasanya terjadi karena:
kebocoran limbah cair atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial;
penggunaan pestisida; masuknya air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan sub-
permukaan; kecelakaan kendaraan pengangkut minyak, zat kimia, atau limbah; air limbah
dari tempat penimbunan sampah serta limbah industri yang langsung dibuang ke tanah
secara tidak memenuhi syarat (illegal dumping). Ketika suatu zat berbahaya/beracun telah
mencemari permukaan tanah, maka ia dapat menguap, tersapu air hujan dan atau
masuk ke dalam tanah. Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian
terendap sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat
berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat mencemari air tanah
dan udara di atasnya.
Pencemaran Air adalah perubahan pada lingkungan Perairan yang terjadi akibat
dimasukkannya oleh manusia secara langsung maupun tidak bahan-bahan energi kedalam lingkungan
laut yang menghasilkan akibat yangdemikian buruknya sehingga merupakan kerugian terhadap
kekayaan hayati, bahaya terhadap kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut termasuk
perikanan dan lain-lain penggunaan laut yang wajar, pemburukan dari kwalitas air laut
danmenurunnya tempat-tempat permukiman dan rekreasi (Kusumaatmadja, 1978). Pencemaran laut
mencakup di dalamnya ancaman dari sumber-sumber daratan,tumpahan minyak, limbah tak terolah,
pengeruhan perairan, pengayaan nutrisi, spesiesinvasif pencemaran organik persisten (POPs), logam
berat, pengasaman perairan,senyawa radioaktif, sampah, penangkapan berlebih dan penghancuran
habitat pesisir(Mukhtasor, 2007)
Sumber tak langsung adalah kontaminan yang memasuki badan air dari tanah, air tanah atau
atmosfir berupa hujan. Pada dasarnya sumber pencemaran air berasal dari industri, rumah
tangga (pemukiman) dan pertanian. Tanah dan air tanah mengandung sisa dari aktivitas
pertanian misalnya pupuk dan pestisida. Kontaminan dari atmosfir juga berasal dari aktifitas
manusia yaitu pencemaran udara yang menghasilkan hujan asam.
Pengaruh bahan pencemar yang berupa gas, bahan terlarut, dan partikulat terhadap
lingkungan perairan dan kesehatan manusia dapat ditunjukkan secara skematik
sebagai berikut :
Gambar 4. Bagan Pengaruh beberapa jenis bahan pencemar terhadap lingkungan perairan (sumber Effendi, 2003).
1. Sabun
Adanya bahan buangan zat kimia yang berupa sabun (deterjen, sampo dan
bahan pembersih lainnya) yang berlebihan di dalam air ditandai dengan
timbulnya buih-buih sabun pada permukaan air. Sebenarnya ada perbedaan antara
sabun dan deterjen serta bahan pembersih lainnya. Sabun berasal dari asam lemak
(stearat, palmitat atau oleat) yang direaksikan dengan basa Na(OH) atau K(OH),
berdasarkan reaksi kimia berikut ini :
Sabun natron (sabun keras) adalah garam natrium asam lemak seperti pada
contoh reaksi di atas. Sedangkan sabun lunak adalah garam kalium asam lemak
yang diperoleh dari reaksi asam lemak dengan basa K(OH). Sabun lemak diberi
pewarna yang menarik dan pewangi (parfum) yang enak serta bahan antiseptic
seperti pada sabun mandi.
Sedangkan deterjen adalah juga bahan pembersih sepeti halnya sabun, akan
tetapi dibuat dari senyawa petrokimia. Deterjen mempunyai kelebihan
dibandingkan dengan sabun, karena dapat bekerja pada air sadah. Bahan deterjen
yang umum digunakan adalah dedocylbenzensulfonat. Deterjen dalam air akan
mengalami ionisassi membentuk komponen bipolar aktif yang akan mengikat ion
Ca dan/atau ion Mg pada air sadah. Komponen bipolar aktif terbentuk pada ujung
dodecylbenzen-sulfonat. Untuk dapat membersihkan kotoran dengan baik,
deterjen diberi bahan pembentuk yang bersifat alkalis. Contoh bahan pembentuk
yang bersifat alkalis adalah natrium tripoliposfat.
Bahan buangan berupa sabun dan deterjen di dalam air lingkungan akan
mengganggu karena alasan berikut :
- Larutan sabun akan menaikkan pH air sehingga dapat menggangg
kehidupan organisme di dalam air. Deterjen yang menggunakan bahan
non-Fosfat akan menaikkan pH air sampai sekitar 10,5-11
- Bahan antiseptic yang ditambahkan ke dalam sabun/deterjen juga
mengganggu kehidupan mikro organisme di dalam air, bahkan dapat
mematikan
- Ada sebagian bahan sabun atau deterjen yang tidak dapat dipecah
(didegradasi) oleh mikro organisme yang ada di dalam air. Keadaan ini
sudah barang tentu akan merugikan lingkungan. Namun akhir-akhir ini
mulai banyak digunakan bahan sabun/deterjen yang dapat didegradsi
oleh mikroorganisme
sehingga air yang terkena bahan buangan pemberantas hama ini permukaannya
akan tertutup lapisan minyak
4. Zat Radioaktif
Tidak tertutup kemungkanan adanya pembuangan sisa zat radioaktif ke air
lingkungan secara langsung. Ini dimungkinkan karena aplikasi teknologi nuklir
yang menggunakan zat radioaktif pada berbagai bidang sudah banyak
dikembangkan, sebagai contoh adalah aplikasi teknologinuklir pada bidang
pertanian, kedokteran, farmasi dan lain lain. Adanya zat radioaktif dalam air
lingkungan jelas sangat membahayakan bagi lingkungan dan manusia. Zat
radioaktif dapat menimbulkan kerusakan biologis baik melalui efek langsung
atau efek tertunda.
Pada pH < 4, sebagian besar tumbuhan air mati karena tidak dapat bertoleransi
terhadap pH rendah. Namun ada sejenis algae yaitu Chlamydomonas acidophila mampu
bertahan pada pH =1 dan algae Euglena pada pH 1,6.
Pada penentuan nilai BOD, hanya dekomposisi tahap pertama ynag berperan, sedangkan
oksidasi bahan anorganik (nitrifikasi) dianggap sebagai zat pengganggu.
Dengan demikian, BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme dalam lingkungan air untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan
organic yang ada dalam air menjadi karbondioksida dan air. Pada dasarnya, proses oksidasi
bahan organic berlangsung cukup lama. Menurut Sawyer dan McCarty, 1978 (Effendi, 2003)
proses penguraian bahan buangan organic melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme atau
oleh bakteri aerobic adalah :
Untuk kepentingan praktis, proses oksidasi dianggap lengkap selama 20 hari, tetapi
penentuan BOD selama 20 hari dianggap masih cukup lama. Penentuan BOD ditetapkan
selam 5 hari inkubasi, maka biasa disebut BOD5. Selain memperpendek waktu yang
diperlukan, hal ini juga dimaksudkan untuk meminimumkan pengaruh oksidasi ammonia
yang menggunakan oksigen juga. Selama 5 hari masa inkubasi, diperkirakan 70% - 80%
bahan organic telah mengalami oksidasi. (Effendi, 2003).
Jumlah mikroorganisme dalam air lingkungan tergantung pada tingkat kebersihan air.
Air yang bersih relative mengandung mikroorganisme lebih sedikit dibandingkan yang
tercemar. Air yang telah tercemar oleh bahan buangan yang bersifat antiseptic atau bersifat
racun, seperti fenol, kreolin, detergen, asam cianida, insektisida dan sebagainya, jumlah
mikroorganismenya juga relative sedikit. Sehingga makin besar kadar BOD nya, maka
merupakan indikasi bahwa perairan tersebut telah tercemar, sebagai contoh adalah kadar
maksimum BOD5 yang diperkenankan untuk kepentingan air minum dan menopang
kehidupan organisme akuatik adalah 3,0 – 6,0 mg/L berdasarkan UNESCO/WHO/UNEP,
1992. Sedangkan berdasarkan Kep.51/MENKLH/10/1995 nilai BOD5 untuk baku mutu
limbah cair bagi kegiatan industri golongan I adalah 50 mg/L dan golongan II adalah 150
mg/L.
Jika pada perairan terdapat bahan organic yang resisten terhadap degradasi biologis, misalnya
tannin, fenol, polisacharida dansebagainya, maka lebih cocok dilakukan pengukuran COD
daripada BOD. Kenyataannya hampir semua zat organic dapat dioksidasi oleh oksidator kuat
seperti kalium permanganat dalam suasana asam, diperkirakan 95% - 100% bahan organic
dapat dioksidasi.
Seperti pada BOD, perairan dengan nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi
kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya
kurang dari 20 mg/L, sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari 200 mg/L dan pada
limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/L (UNESCO,WHO/UNEP, 1992).
2.4. Pencemaran d Wilayah Pesisir
Kita ketahui bahwa laut menerima aliran dari sungai yang mengandung zat pencemar.
Selain itu, beberapa kegiatan sering membuang limbah langsung ke laut bahkan ada yang
secara illegal. Dengan demikian, seakan-akan laut menjadi tempat sampah yang sangat besar.
Beberapa bahan pencemar yang berasosiasi dengan lingkungan laut antara lain sebagai
berikut:
a) Patogen
b) Sedimen
c) Limbah padat
d) Panas
e) Material an organic beracun
f) Material organic beracun
g) Minyak
h) Nutrient
i) Bahan radioaktif
j) Oxygen demand materials (al. karbohydrat, protein, dan senyawa organic lainnya)
k) Material asam-basa
l) Material yang merusak estetika
Pada daerah tertentu, suatu bahan pencemar dapat menjadi lebih beresiko dibanding
bahan pencemar lain, sedangkan pada daerah lainnya dapat terjadi hal yang sebaliknya.
1. Sumber Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Wilayah Pesisir
Berdasarkan Pasal 1 butir 2 Peraturan Pemerintah Nomor: 19 Tentang Pengendalian
Pencemaran Dan/Atau Perusakan Laut disebutkan :
“Pencemaran Laut adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi,
dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga
kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai
lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya”.
Dalam perspektif global, pencemaran lingkungan pesisir dan laut dapat diakibatkan
oleh limbah buangan kegiatan atau aktifitas di daratan (land-based pollution), maupun
kegiatan atau aktivitas di lautan (sea-based pollution). Kontaminasi lingkungan laut akibat
pencemaran dapat dibagi atas kontaminasi secara fisik dan secara kimiawi.
1. Pencemaran bersumber dari aktiviat di daratan (Land-based Pollution)
Secara umum, kegiatan atau aktivitas di daratan yang berpotensi mencemari
lingkungan pesisir dan laut, antara lain adalah :
a) Penebangan hutan (deforestation)
b) Buangan limbah industri (disposal of industrial wastes)
c) Buangan limbah pertanian (disposal of agricultural wastes)
d) Buangan limbah cair domestik (sewege disposal)
e) Buangan limbah padat (solid waste disposal)
f) Konvensi lahan mangrove & lamun (mangrove swamp conversion)
g) Reklamasi di kawasan pesisir (reclamation)
pesisir dan laut yang berasal dari kegiatan di daratan maupun di lautan adalah sebagai berikut
(Pramudyanto, 2014):
Gambar 5. Jenis kegiatan di daratan atau di lautan yang menjadi kontributor penurunan kualitas pesisir
Selain hal tersebut di atas, kegiatan wilayah pesisir juga sangat kompleks sehingga
rawan terjadi konflik kepentingan. Misal pembangunan bendungan raksasa di pantai Jakarta
Utara (giant sea wall) mengakibatkan konflik kepentingan antara pemerintah DKI dan
nelayan setempat. Nelayan menganggap pembangunan bendungan tersebut mengganggu
mobilitas nelayan dan jumlah tangkapan ikan dikhawatirkan menurun. Kompleksitas wilayah
pesisir dapat dilihat pada gambar berikut dibawah ini.
Cara kedua yaitu penyisihan minyak secara mekanis (oil skimmer) melalui dua tahap
yaitu melokalisir tumpahan dengan menggunakan booms dan melakukan
pemindahan minyak ke dalam wadah dengan menggunakan peralatan mekanis yang
disebut skimmer. Upaya ini terhitung sulit dan mahal meskipun disebut sebagai
pemecahan ideal terutama untuk mereduksi minyak pada area sensitif, seperti pantai
dan daerah yang sulit dibersihkan dan pada jam-jam awal tumpahan. Sayangnya,
keberadaan angin, arus dan gelombang mengakibatkan cara ini
menemui banyak kendala.
Cara ketiga adalah bioremediasi yaitu mempercepat proses yang terjadi secara
alami, misalkan dengan menambahkan nutrien, sehingga terjadi konversi
sejumlah komponen menjadi produk yang kurang berbahaya seperti CO2 , air dan
biomass. Selain memiliki dampak lingkunga kecil, cara ini bisa mengurangi
dampak tumpahan secara signifikan. Sayangnya, cara ini hanya bisa diterapkan
pada pantai jenis tertentu, seperti pantai berpasir dan berkerikil, dan tidak efektif
untuk diterapkan di lautan.
Untuk suatu jenis air buangan tertentu, ketiga metode pengolahan tersebut dapat
diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau secara kombinasi (Soeparman, 2001)
akan lebih stabil jika pH air > 10,5 dan untuk hidroksiapatit pada pH > 9,5. Khusus
untuk krom heksavalen, sebelum diendapkan sebagai krom hidroksida [Cr(OH)3],
terlebih dahulu direduksi menjadi krom trivalent dengan membubuhkan reduktor
(FeSO4, SO2, atau Na2S2O5).
Penyisihan bahan-bahan organik beracun seperti fenol dan sianida pada
konsentrasi rendah dapat dilakukan dengan mengoksidasinya dengan klor (Cl2),
kalsium permanganat, aerasi, ozon hidrogen peroksida. Pada dasarnya kita dapat
memperoleh efisiensi tinggi dengan pengolahan secara kimia, akan tetapi biaya
pengolahan menjadi mahal karena memerlukan bahan kimia.
Apabila BOD air buangan tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih dapat
dianggap lebih ekonomis dari anaerob. Pada BOD lebih tinggi dari 4000 mg/l, proses
anaerob menjadi lebih ekonomis.
Sementara untuk pengolahan limbah padat dapat dilakukan dengan berbagai
cara yang tentunya dapat menjadikan limbah tersebut tidak berdampak buruk bagi
lingkungan ataupun kesehatan. Menurut sifatnya pengolahan limbah padat dapat
dibagi menjadi dua cara yaitu pengolahan limbah padat tanpa pengolahan dan
pengolahan limbah padat dengan pengolahan. Limbah padat tanpa pengolahan :
Limbah padat yang tidak mengandung unsur kimia yang beracun dan berbahaya dapat
langsung dibuang ke tempat tertentu sebagai TPA (Tempat Pembuangan Akhir).
Limbah padat dengan pengolahan : Limbah padat yang mengandung unsur kimia
beracun dan berbahaya harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke tempat-
tempat tertentu.
Pengolahan limbah juga dapat dilakukan dengan cara-cara yang sedehana
lainnya misalnya, dengan cara mendaur ulang, Dijual kepasar loakatau tukang
rongsokan yang biasa lewat di depan rumah – rumah. Cara ini bisa menjadikan limbah
atau sampah yang semula bukan apa-apa sehingga bisa menjadi barang yang
ekonomis dan bisa menghasilkan uang. Dapat juga dijual kepada tetangga kita yang
menjadi tukang loak ataupun pemulung. Barang-barang yang dapat dijual antara lain
kertas-kertas bekas, koran bekas, majalah bekas, botol bekas, ban bekas, radio tua, TV
tua dan sepeda yang usang. Dapat juga dengan cara pembakaran. Cara ini adalah cara
yang paling mudah untuk dilakukan karena tidak membutuhkan usaha keras. Cara ini
bisa dilakukan dengan cara membakar limbah-limbah padat misalnya kertas-kertas
dengan menggunakan minyak tanah lalu dinyalakan apinya. Kelebihan cara
membakar ini adalah mudah dan tidak membutuhkan usaha keras, membutuhkan
tempat atau lokasi yang cukup kecil dan dapat digunakan sebagai sumber energi baik
untuk pembangkit uap air panas, listrik dan pencairan logam. Upaya-upaya mudah
yang dapat dilakukan untuk mengurangi pengaruh limbah rumah tangga bagi
lingkungan selain diatas antara lain : menggunakan produk-produk ramah lingkungan
dan mengurangi sampah plastik dengan 3 R/3 M Reduce, Reuse, Recycle
(Mengurangi, Menggunakan kembali, Mendaur ulang)
2.6. Kondisi Umum Wilayah Studi
Pantai Sungai Dua Laut merupakan salah satu daerah yang berlokasi di Kecamatan
Sungai Loban, Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan. Wilayah ini
merupakan pemekaran dari Desa Sebamban pada tahun 1950. Menurut RZWP Kalsel Tahun
2018 wilayah perairan Sungai Dua Laut memiliki beberapa ekosistem yang masuk dalam
kawasan konservasi perairan Sungai Loban yang disebut KKP 02. Pantai Sungai Dua Laut
memiliki perairan yang termasuk dalam zona inti, zona perikanan berkelanjutan dan zona
pemanfaatan dan beberapa gugusan karang terdapat di wilayah ini diantaranya karang Sungai
Dua Laut, karang Bagusung, Karang Lola termasuk ke dalam. Selain itu daerah ini juga
dijadikan sebagai zona pariwisata bersama dengan beberapa pantai lainnya diantaranya pantai
Sungai Cuka, pantai Angsana, pantai Tebing, pantai Bunati, pantai Sungai Loban, pantai
Mardani, pantai Betung, pantai Pulau Salak, pantai Beringin, pantai Wiritasi, pantai Pejala,
pantai Pagatan dan pantai Motone.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
data
8 Botol Sampel Untuk menyimpan sample yang di ambil
9 Bahan Pengawet
10 Kamarrer water sampler
11 Layang-Layang Arus Untuk mengukur kecepatan dan arah arus
12 Bak ukur
13 Spektrometer mengukur Logam Berat, Nitrat, Nitrit, dll
14 Mikroskop Untuk mengidentifikasi plankton
15 Gelas Ukur Untuk mengukur volume air
16 Pipet tetes Untuk pengambilan air dalam jumlah sedikit
17 Tabung Erlenmeyer Tempat mencampurkan larutan
3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah
Tabel 3. Bahan praktikum
No Nama Kegunaan
.
1 Sampel Air Bahan untuk di
identifikasi
2 Sampel Plankton Bahan untuk di
indentifikasi
3 Regent Reaksi Penetrasi Lauran
4 Aquades Pelarut
5 Lugol Mengawetkan sample
plankton
- Tentukan lokasi pengambilan sampel berdasarkan karakteristik wilayah dan catat posisi
sampel dengan GPS.
- Lakukan pengambilan kualitas perairan pada 3 kolom kedalaman perairan yakni 0,2 d,
0,6 d dan 0,8 d.
- Untuk pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan thermometer batang dengan
cara mencelupkan termometer batang tersebut kedalam air selama beberapa menit/detik.
- Kecerahan dengan menggunakan sechi disk dengan cara memasukkan kedalam kolom
perairan, amati berapa jarak batas sampai alat tidak terlihat lagi.
- Kekeruhan/turbidity menggunakan water quality checker.
- Pengukuran salinitas di permukaan dilakukan dengan handrefractometer. Sebelum
melakukan pembacaan terlebih dahulu alat tersebut dikalibrasi dengan aquades.
- pH dan DO menggunakan water quality checker.
- Sampel plankton menggunakan planktonnet.
- Ambil sampel air dan masukkan ke dalam botol sampel selanjutnya akan dianalisis di
laboratorium.
- Ambil sampel substrat dan masukkan ke dalam kantong sampel selanjutnya akan
dianalisis di laboratorium
c) TSS. Analisis TSS dilakukan dengan cara menyiapkan 2 kuvet dan sampel yangakan
dianalisis. Masukkan kedalam 10 ml sampel ke dalam kuvet pertama lalukocok
hingga homogen, lalu menyiapkan blank untuk kalibrasi dengan memasukan10 ml
sampel ke kuvet kedua. Lalu masukan kuvet blanko yang sudah di lap dengantisu
bersih ke dalam sprektofotometer. Setelah itu menekan tombol Zero pada alatdan
tunggu hingga terbaca 0 pada alat. Setelah 0, lalu masukan sampel kuvet pertama dan
tekan READ, tunggu beberapa saat dan hasil analisis akan muncul pada monitor alat.
d) Nitrat. Masukan kode analisis nitrat yaitu 355 pada spektrofotometer. Menyiapkan2
kuvet untuk analisis nitrat, lalu masukan 10 ml sampel air kedalam kedua kuvet.Untuk
kuvet pertama masukan ke spektrofotometer sebagai blank dan tekan ZERO.Lalu
pada kuvet kedua tambahkan reagentnitrat lalu kocok selama 1 menit dandiamkan
selama 5 menit hingga warna sampel air berubah menjadi kuning. Lalumasukan ke
dalam alat, tekan READ dan tunggu hasilnya.
e) Fospat. Nyalakan alat spektrofotometer lalu cari kode 490. Masukkan sampel air pada
2 botol kuvet masing-masing 10 ml. Masukkan salah satu botol kuvet padaalat
sebagai blank selama beberapa saat, lalu botol lainnya dimasukkan reagent dan kocok
sampai reagent larut, setelah itu diamkan selama 2 menit. Selanjutnya,masukkan botol
kuvet yang sudah diberi reagent ke dalam alat, tunggu beberapasaat lalu akan muncul
nilainya.
f) Nitrat. Nyalakan alat spektrofotometer lalu masukkan sampel air pada 2 botol
kuvetmasing-masing 10 ml. Masukkan salah satu botol kuvet pada alat sebagai
blankselama beberapa saat, lalu botol lainnya dimasukkan reagent lalu kocok sampai
reagent larut, setelah itu diamkan selama 20 menit. Setelah itu masukkan botolkuvet
yang sudah diberi reagent ke dalam alat, tunggu beberapa saat lalu akanmuncul
nilainya.
g) Logam berat (Fe). Nyalakan alat spektrofotometer cari kode 8008. Masukkansampel
air pada 2 botol kuvet masing-masing 10 ml. Masukkan salah satu botolkuvet pada
alat sebagai blank selama beberapa saat, lalu botol lainnya dimasukkan reagent lalu
kocok sampai reagent larut, setelah itu diamkan selama 3 menit.Setelah itu masukkan
botol kuvet yang sudah diberi reagent ke dalam alat, tunggu beberapa saat lalu akan
muncul nilainya.
2) Metode Analisis Sampel Parameter Biologi
Parameter biologi yang diukur ialah plankton dan bentos. Untuk bentosdi
identifikasi dan di hitung indeks keseragamannya sedangkan untuk plankton
dilakukan analisis di laboratorium terlebih dahulu. Parameter plankton diukur dengan
cara mengambil sampel air plankton menggunakan pipet setelah itu taruh pada kaca
preparat secara perlahan. Lalu amati dengan menggunakan mikroskop, Setelah itu
melakukan identifikasi menggunakan data data plankton yang ada di lab untuk
mencocokkan nama dan jenis dari plankton tersebut.
3.4. Metode Analisi Data
3.4.1. Baku Mutu
Tabel 4. Nilai Baku Mutu
FISIKA
1 Suhu 28 - 30 °C
KIMIA
1 pH 6,5 – 8,5 -
2 Salinitas 33-34 %
3 Oksigen terlarut (DO) >5 mg/L
4 Nitrat (NO3-N) 0,06 mg/L
5 Nitrit 0,06 mg/L
6 Fosfat 0,015 mg/L
LOGAM TERLARUT
1 Besi (Fe) 0,01 mg/L
BIOLOGI
1 Plankton Tidak bloom Sel/100 ml
Dimana:
Ci = Konsentrasi parameter kualitas air
Li = Nilai baku mutu
PIj = Nilai indeks pencemar
BAB 4
Suhu di perairan Sungai Dua Laut berikasaran antara 25,50 – 32,50 °C.
dimana pengambilan data tersebut berlangsung selama 2 hari, suhu yang tertinggi
berada pada daerah perairan, sedangkan suhu yang terendah berada pada sekitara
pesisir. Perbadingan suhu tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
B. DO (dissolved oxygen)
Oksigen terlarut (DO) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal
dari fotosintesadan absorbsi atmosfer/udara. Oksigen terlarut di suatu perairan sangat
berperan dalam proses penyerapan makanan oleh mahkluk hidup dalam air. Untuk
mengetahui kualitas air dalam suatu perairan, dapat dilakukan dengan mengamati
beberapa parameter kimia seperti oksigen terlarut(DO). Semakin banyak jumlah DO
(dissolved oxygen) maka kualitas air semakin baik, jika kadaroksigen terlarut yang
terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasianaerobik
yang mungkin saja terjadi. Satuan DO dinyatakan dalam persentase saturasi.
Oksigenterlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses
metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk
pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi
bahan bahan organik dananorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen
dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil
fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut.
Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan,
karena oksigenterlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan
anorganik. Selain itu,oksigen juga menentukan biologik yang dilakukan oleh
organisme aerobik dan anaerobik. Dalamkondisi aerobik, peranan oksigen adalah
untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganikdengan hasil akhirnya adalah nutrien
yang ada pada akhirnya dapat memberikan kesuburan perairan. Dalam kondisi
anaerobik oksigen yang dihasilkan akan mereduksi senyawa senyawa kimia menjadi
lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas. Karena proses oksidasi dan
reduksiinilah maka peranan oksigen terlarut sangat penting untuk membantu
mengurangi beban pencemaran pada perairan secara alami maupun secara perlakuan
aerobik yang ditujukan untukmemurnikan air buangan industri dan rumah tangga
(Arisya, 2013)
Berdasarkan data praktikum sebaran DO di perairan Sungai Dua Laut berkisar 1,6 –
7,88 mg/L. DO yang tinggi ditandai dengan warna merah dan nilai yang rendah
ditandai dengan warna biru muda. Wilayah sebaran DO di perairan Sungai Dua Laut
cenderung merata namun di bagian muara memiliki nilai DO yang tinggi dan sebelah
Laut lepas memiliki nilai DO yang relatif rendah. Hal ini dapat dipengaruhi adanya
aliranair dari muara sungai. Sebaran tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
C. pH (derajat Keasaman)
Derajat keasaman atau pH merupakan suatu indeks kadar ion hidrogen (H +)
yang mencirikan keseimbangan asam dan basa. Nilai pH juga merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi produktifitas perairan (Pescod, 1973). Nilai pH pada suatu
perairan mempunyai pengaruh yang besar terhadap organisme perairan sehingga
seringkali dijadikan petunjuk untuk menyatakan baik buruknya suatu perairan (Odum,
1971). Biasanya angka pH dalam suatu perairan dapat dijadikan indikator dari adanya
keseimbangan unsur-unsur kimia dan dapat mempengaruhiketersediaan unsur-unsur
kimia dan unsur-unsur hara yang sangat bermanfaat bagi kehidupanvegetasi akuatik.
Tinggi rendahnya pH dipengaruhi oleh fluktuasi kandungan O2 maupun CO2 (Asri,
2014).
Berdasarkan Gambar 16 sebaran pH di perairan Sungai Dua Laut berkisar 5 –
8,15. pH yang tinggi ditandai dengan warna kuning dan nilai yang rendah ditandaid
engan warna biru tua. Perairan Sungai Dua Laut di bagi muara memiliki nilai pH yang
rendah dibanding dengan perairan laut lepas, hal ini terjadi karena pH di sekitaran
muara masin mengandung air payau dimana derajat keasaman tersebut masih rendah.
Berikut gambar sebaran pH:
D. Nitrat
Nitrogen dan fosfor di dalam sistem perairan ada dalam berbagai bentuk,
namun hanya beberapa saja yang dapat dimanfaatkan oleh alga dan tumbuhan air.
Untuk nitrogen, beberapa yang dapat dimanfaatkan adalah nitrit dan nitrat, sementara
untuk fosfor berupa senyawa orto fosfat (Jones, 2005).
Berdasarkan data praktikum diketahui bahwa nilai nitrat yang tertinggi adalah
1,61 Mg/L ditandai dengan warna biru tua, sedangkan nilai terendah 0,10 mg/L
ditandai dengan warna kuning. Terlihat pada gambar bahwa di daerah pesisir memiliki
warna kuning dan hijau yang berarti nilai nitrat rendah sendangkan pada laut sekitaran
laut lepas memiliki nitrat yang tinggi, tetapi ke laut lepas bagian barat daya nitrat
tersebut kembali rendah. Peta sebaran tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
E. Nitrit
Nitrit (NO2) merupakan bentuk peralihan antara ammonia dan
nitrat(nitrifikasi)oleh bakteri Nitrosomonas dan antara nitrat dengan gasnitrogen
(denitrifikasi) oleh karena itu, nitrit bersifat tidak stabil dengankeberadaan oksigen.
Kandungan nitrit pada perairan alami mengandung nitritsekitar 0.001 mg/L. Kadar
nitrit yang lebih dari 0.06 mg/L adalah bersifat toksik bagi organisme perairan.
Keberadaan nitrit menggambarkan berlangsungnya proses biologis perombakan bahan
organik yang memiliki kadar oksigen terlarutyang rendah. Selain itu nitrit juga
bersifat racun karena dapat bereaksi denganhemoglobin dalam darah, sehingga darah
tidak dapat mengangkut oksigen,disamping itu juga nitrit membentuk nitrosamin
(RRN-NO) pada air buangan tertentu dan dapat menimbulkan kanker (Maladi, 2013).
Berdasarkan data praktikum dan analisis di laboratorium, diketahui bahwa nilai nitrit
yang tertinggi adalah 0,001 mg/L ditandai dengan warna hijau, sedangkan nilai
terendah 0,027 mg/L ditandai dengan warna biru tua yang berada di wilayah pesisir
hingga ke tengahl aut lepas. Sebaran nitrit dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
G. Fosfat
Fosfat merupakan nutrient essensial yang diperlukan oleh tanaman dalam
proses pertumbuhan dan perkembangannya. Fosfat sebenarnya terdapat dalam jumlah
yang melimpah dalam tanah, namun sekitar 95-99% terdapat dalam bentuk fosfat
tidak terlarut sehingga tidak dapat digunakan oleh tanaman (Vassileva, 1998).
Berdasarkan data analisis tersebut diketahui bahwa nilai fosfat yang tertinggi
adalah 0,23 mg/L ditandai dengan warna merah yang terpusat di daerah peairan dekat
pesisir atau muara sungai, sedangkan nilai terendah 0,03 mg/L ditandai dengan warna
biru mudayang berada jauh dari pesisir. Beriku gambar peta sebaran fosfat
FitoPlankton
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
5000
4500
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
indeks keseragaman indeks keanekaragaman indeks dominansi
ZooPlankton
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
Indeks Keseragaman Indeks Keanekaragaman Indeks Dominansi
mutu air adalah ukuran kondisi air pada waktu dan tempat tertentu yang diukur dan/atau diuji
berdasarkan parameter tertentu dan metode tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud baku mutu air adalah ukuran batas atau
kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur
pencemar yang ditenggang (dibatasi) keberadaannya di dalam air, baku mutu inilah yang
harus di susun dan di tetapkan oleh pemerintah berdasarkan karakteristik badan air yang ada.
Indeks pemcemaran (pollution index) digunakan untuk menentukan tingkat
pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air. Pengelolaan kualitas air atas dasarIndeks
Pencemaran (IP) ini dapat memberi masukan pada pengambil keputusan agardapat menilai
kualitas badan air untuk suatu peruntukan serta melakukan tindakanuntuk memperbaiki
kualitas jika terjadi penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa pencemar. Kisaran nilai
indeks pencemaran di perairan Sungai Dua Laut dapat dilihat pada Gambar di bawah ini:
Nitrat, Nitrit, Fosfat. Dapat dilihat pada gambar diatas bahwa warna hijau merupakan daerah
yang memenuhi baku mutu, kuning cemar ringan, oren cemar sedang, dan merah cemar berat.
Sungai Dua Laut mendapatkan pengaruh dari berbagai sumber pencemaran, diantarnya
bersumber dari daratan yaitu adanya limbah domestik rumah tangga, aktifitas warga
setempat, dan ada juga yang bersumber dari laut itu sendiri, seperti sebagai alur pelayaran,
nelayan yang membuang sampah, dan ada beberapa dari aktivitas penambangan batu bara.
4.2.1. Perbandingan Data Praktikum
Data Praktikum ini dibandingkan dengan data praktikum sebelumnya pada tahun
2020. Pada data praktikum 2020 tersebut menggunakan Indeks Pencemaran Menurut PP
Nomor 19 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut, baku mutu
air laut adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat,energi atau komponen yang ada
atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air laut.
Kriteria baku kerusakan laut adala hukuran batas perubahan sifat fisik dan/atau hayati
lingkungan laut yang dapat ditenggang. Status mutu laut adalah tingkatan mutu laut pada
lokasi dan waktu tertentu yang dinilai, berdasarkan baku mutu air laut dan/atau kriteria baku
kerusakan laut.
Pada tahun 2020 daerah Sungai Dua Laut memiliki tingkat pencemaran yang sedang,
dimana nilai tersebut hampir tidak memenuhi baku mutu, tetapi adanya penurunan
pencemaran pada tahun 2023 ini, dimana tingkat pencemaran pada data praktek lapang 2023
memiliki tingkat cemar ringan dan memenuhi baku mutu, tetapi didominan oleh tingkat
cemar ringan. Hal ini mungkin terjadi berlakunya undang-undang yang baru sehingga tingkat
pencemaran di daerah Sungai Dua Laut Tersebut menjadi berkurang.
4.3. Analisis Pengaruh Pencemaran Terhadap Biota dan Kualitas Perairan
4.3.1. Parameter Fisik
A. Suhu
Menurut standar baku mutu biota laut untuk suhu adalah 28 –
30°C.Berdasarkan Gambar 26 dapat dikatakan bahwa kondisi suhu di perairan ini
kurang baik karena tidak memenuhi standar baku mutu. Perairan yang memenuhi
baku mutu ditandai dengan Hijau sedangkan perairan yang tidak memenuhi baku
mutu adalah yang berwarna Merah. Peningkatan suhu di perairan dapat disebabkan
perubahan iklim yang semakin terjadi saat ini sehingga akan dapat berdampak pada
kehidupan biota di dalamnya. Perubahan suhu yang drastis dapat membuat biota
mengalami stres bahkan kematian. Sedangkan pada ekosistem terumbu karang akan
menyebabkankarang memutih (bleaching ) jika terjadi kenaikan suhu secara terus-
menerus.
Pengukuran suhu di perairan Sungai Dua Laut dilakukan pada saat pagi
hinggasiang hari sehingga terjadi sebaran yang cukup beragam. Sebaran suhu di
perairanSungai Dua Laut disajikan pada Gambar di bawah ini:
B. DO (dissolved Oxygen)
Berdasarkan baku mutu air laut nilai DO yang sesuai untuk biota laut adalah
lebih besar dari 5 mg/L. Jika dilihat berdasarkan gambar diatas maka nilai DO
diseluruh perairan Sungai Dua Laut dominan memenuhi baku mutu namun hanya
didaerah sekitar muara sungai dan wilayah barat di laut lepas. Nilai DO yang tidak
memenuhi baku mutu di wilayah muara dapat disebabkan karen tingginya TSS
diwilayah tersebut yang berpengaruh terhadap kadar oksigen terlarut. Untuk wilayah
Laut lepas pantai dapat disebabkan karena adanya aktivitas dilaut seperti pelayaran
yang membuat perairan menjadi teraduk sehingga kadar DO menurun. Perubahan DO
yang signifikan akan berdampak terhadap biota laut yaitu jika kekurangan atau
kelebihan oksigen maka dapat menyebabkan kematian. Oksigen yang terlalu banyak
juga akan menjadi racun di perairan sehingga biota sulit untuk melakukan aktivitas
secara normal. Kadar DO yang tinggi menandakan perairan tersebut masih cocok
sebagai tempat tinggal bagi biota-biota laut. Berikut gambar sebaran BMA DO:
C. pH
Berdasarkan baku mutu air laut nilai pH yang baik adalah 7 – 8,5. Dan
jikadilihat pada gambar diatas bahwa kadar pH di perairan tersebut cukup beragam.
Pada wilayah yang berwarna merah merupakan daerah yang tidak memenuhi standar
baku mutu sedangkan yang berwarna hijau merupakan daerah yang memenuhi standar
baku mutu untuk biota laut. Peningkatan pH dapat disebabkan karena terjadinya
pengasaman air laut atau asidifikasi yang disebabkan oleh meningkatnya karbon
dilautan sehingga karbon tersebut mengikat oksigen yang membuat ion hidrogen
meningkat dan membuat perairan menjadi asam. Peningkatan pH yang tinggi dapat
membuat kematian biota atau migrasi biota ke wilayah yang lebih cocok. Peningkatan
pH di muara sungai dapat disebakan karena masuknya berbagai limbah ke laut
sehingga mempengaruhi kadar pH. Berikut peta sebaran BMA pH:
D. Nitrat
Berdasarkan baku mutu air laut nilai nitrat senilai 0,026 mg/L. Hal ini berarti
kandungan nitrat pada perairan Sungai Dua Laut jauh dari nilai baku mutu.
Kandungan nitrat yang terlalu tinggi dapat menyebabkanblooming algae atau
blooming plankton. Berikut Peta sebaran BMA Nitrit:
E. Nitrit
perairan Sungai Dua Laut.Berdasarkan nilai baku mutu untuk biota laut kadar
nitrit yang diperbolehkan di laut ialah senilai 0,06 mg/L. hal ini terlihat pada beberapa
wilayah ada daerah yang tidak memenuhi baku mutu tersebut. kandungan nitrit yang
melebihi ambang batas dapat membuat terjadinya kelimpahan plankton yang berujung
pada kematian biota.
F. Fosfat
Peta sebaran Nitrit di perairan Sungai Dua Laut sesuai baku mutu Berdasarkan baku
mutu air laut nilai fosfat senilai 0,0015 mg/L. Hal ini berarti kandungan fosfat pada
perarain Sungai Dua Laut tidak memenuhi nilai baku mutu. Hal ini dapat
diindikasikan karena peningkatan fosfat yang terlalu tinggi yang dapat disebabkan
karena adanya masukan dari darat seperti penggunakan pupuk yang berlebihan
sehingga kada fosfat meningkat. Kandungan fosfat yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan blooming algae atau blooming plankton. Berikut peta BMA sebaran
Fosfat:
G. BOD
Di perairan tersebut dominan tidak memenuhi baku mutu karena sangat kurang dari
batas maksimal yakni sebesar 20 mg/L.. Nilai BOD 5 yang tidak sesuai baku mutu
dapat menyebabkan biota keracunan bahkan kematian. Berikut peta sebaran BMA
BOD5:
BAB 5
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan pada penelitian ini adalah:
1. Cara pengambilan dan menganalisis sampel dilakukan secara insitu dan eksitu.
Analisis data insitu langsung dilakukan di lapangan, sedangkan analisis
sampel eksitu dilakukan di laboratorium.
2. Cara menganalisis data yang diambil yaitu menggunakan aplikasi Microsoft
Excel, Surfer 15 dan Arcgis
3. Parameter fisika yang dianalisis sebagai indikator pencemar adalah suhu
perairan. Parameter kimia yang dianalisis sebagai indikator pencemar adalah
salinitas, DO, pH, COD, BOD5, nitrat, nitrit, fosfat dan logam berat (Fe).
Parameter biologi yang dianalisis sebagai indikator pencemar adalah plankton.
4. Hasil analisis data yang didapat dengan nilai indikator baku mutu air laut
untuk biota menunjukkan bahwa perairan Sungai Dua Laut berstatus tercemar
ringan.
5. Ada beberapa faktor sumber pencemaran di Sungai Dua Laut, diantaranya
limbah warga, limbah lahan, penambangan batubara, dan beberapa aktivitas di
laut, seperti alur pelayaran.
5.2. Saran
Sebaiknya saat pengambilan data ada salah satu yang mengurus untuk penanggung
jawab data, sehingga ada data yang kosong atau tidak sesuai maka bisa dihubungi dengan
penanggung jawab data. Hal ini untuk tidak adanya perbedaan data saat menganalisi.
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, Chay, 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press: Yogyakarta.
Bird. E.C.F, 1976. An Introduction To Systemic Gemofphology. Australian National
University Press: Australia.
Vassileva. M, Vassilev, Azcon. N.R, 1998. World Journal Miceobial Biotech. 14: 281-284.
LAMPIRAN
Stasiun 145
FITOPLANKTO Total ni N pi ln pi H' = -∑pi ln pi E C
NO N
5,05050
1 Acineta 5 1,7 5 0,030864198 -3,478158423 0,107350569 0,000953
5,05050
2 Asterionella 5 1,7 5 0,030864198 -3,478158423 0,107350569 0,000953
5,05050
3 Botryococcus spp 5 1,7 5 0,030864198 -3,478158423 0,107350569 0,000953
4,04040
4 Chalamydocapsa 4 1,3 4 0,024691358 -3,701301974 0,091390172 0,00061
5,05050
5 Cladophora 5 1,7 5 0,030864198 -3,478158423 0,107350569 0,000953
3,03030
6 Dimorphococcus 3 1,0 3 0,018518519 -3,988984047 0,073870075 0,000343
Gleoecochapsa 2,02020
7 Alpicola 2 0,7 2 0,012345679 -4,394449155 0,054252459 0,000152
5,05050
8 Frontonia 5 1,7 5 0,030864198 -3,478158423 0,107350569 0,000953
3,03030
9 Loxophyllum 3 1,0 3 0,018518519 -3,988984047 0,073870075 0,000343
6,06060
10 Microspra 6 2,0 6 0,037037037 -3,295836866 0,122068032 0,001372
5,05050
11 Nephrocytium 5 1,7 5 0,030864198 -3,478158423 0,107350569 0,000953
3,03030
12 Phyramimonas 3 1,0 3 0,018518519 -3,988984047 0,073870075 0,000343
6,06060
13 Spirogyra 6 2,0 6 0,037037037 -3,295836866 0,122068032 0,001372
3,03030
14 Strombomonas 3 1,0 3 0,018518519 -3,988984047 0,073870075 0,000343
1,01010
15 Euglena 1 0,3 1 0,00617284 -5,087596335 0,031404916 3,81E-05
2,02020 0,93726189
16 Gonatozygon 2 0,7 2 0,012345679 -4,394449155 0,054252459 4 0,000152
3,03030
17 Rhopalodia gibba 3 1,0 3 0,018518519 -3,988984047 0,073870075 0,000343
3,03030
18 Zygogonium 3 1,0 3 0,018518519 -3,988984047 0,073870075 0,000343
3,03030
19 Microspora 3 1,0 3 0,018518519 -3,988984047 0,073870075 0,000343
3,03030
20 Thuricola 3 1,0 3 0,018518519 -3,988984047 0,073870075 0,000343
4,04040
21 Cyclidium sp. 4 1,3 4 0,024691358 -3,701301974 0,091390172 0,00061
4,04040
22 Chaetonema 4 1,3 4 0,024691358 -3,701301974 0,091390172 0,00061
6,06060
23 Aphanothece 6 2,0 6 0,037037037 -3,295836866 0,122068032 0,001372
3,03030
24 Euglypa tuberculata 3 1,0 3 0,018518519 -3,988984047 0,073870075 0,000343
4,04040
25 Euglenopsis 4 1,3 4 0,024691358 -3,701301974 0,091390172 0,00061
4,04040
26 Disematostoma 4 1,3 4 0,024691358 -3,701301974 0,091390172 0,00061
3,03030
27 Synedra 3 1,0 3 0,018518519 -3,988984047 0,073870075 0,000343
5,05050
28 Codosiga 5 1,7 5 0,030864198 -3,478158423 0,107350569 0,000953
2,02020
29 Phacus 2 0,7 2 0,012345679 -4,394449155 0,054252459 0,000152
4,04040
30 Attheya 4 1,3 4 0,024691358 -3,701301974 0,091390172 0,00061
31 Phacus longicauda 3 1,0 3,03030 0,018518519 -3,988984047 0,073870075 0,000343
3
3,03030
32 Characium 3 1,0 3 0,018518519 -3,988984047 0,073870075 0,000343
5,05050
33 Micrasterias 5 1,7 5 0,030864198 -3,478158423 0,107350569 0,000953
3,03030
34 Protococcus viridis 3 1,0 3 0,018518519 -3,988984047 0,073870075 0,000343
Rhizosolenia 4,04040
35 robusta 4 1,3 4 0,024691358 -3,701301974 0,091390172 0,00061
2,02020
36 Vorticella 2 0,7 2 0,012345679 -4,394449155 0,054252459 0,000152
3,03030
37 Tabellaria 3 1,0 3 0,018518519 -3,988984047 0,073870075 0,000343
Chrysophyta 3,03030
38 thalassionema 3 1,0 3 0,018518519 -3,988984047 0,073870075 0,000343
4,04040
39 Prorocentrum 4 1,3 4 0,024691358 -3,701301974 0,091390172 0,00061
4,04040
40 Dinobryon divergen 4 1,3 4 0,024691358 -3,701301974 0,091390172 0,00061
4,04040
41 Cyclidium sp. 4 1,3 4 0,024691358 -3,701301974 0,091390172 0,00061
4,04040
42 Chaetonema 4 1,3 4 0,024691358 -3,701301974 0,091390172 0,00061
6,06060
43 Aphanothece 6 2,0 6 0,037037037 -3,295836866 0,122068032 0,001372
1550,02560
JUMLAH 162 54,0 163,636 3150,708834 6
1,3333 4,04040
21 Cylindropcapsales 4 3 4 0,02632 -3,6375862 0,095725952 0,00069
Gonyaulax 1,3333 4,04040
22 urostyla 4 3 4 0,02632 -3,6375862 0,095725952 0,00069
3,03030
23 Mougeotia 3 1 3 0,01974 -3,9252682 0,077472399 0,00039
2,3333 7,07070
24 Phacus 7 3 7 0,04605 -3,0779704 0,141748636 0,00212
3,03030
25 Tetraedron 3 1 3 0,01974 -3,9252682 0,077472399 0,00039
1,6666 5,05050
26 Phacus longicauda 5 7 5 0,03289 -3,4144426 0,112317191 0,00108
6,06060
27 Characium 6 2 6 0,03947 -3,2321211 0,127583726 0,00156
1,3333 4,04040
28 Cladophora 4 3 4 0,02632 -3,6375862 0,095725952 0,00069
Protococcus 1,6666 5,05050
29 viridis 5 7 5 0,03289 -3,4144426 0,112317191 0,00108
Rhizosolenia 0,6666 2,02020
30 robusta 2 7 2 0,01316 -4,3307333 0,056983333 0,00017
6,06060
31 Vorticella 6 2 6 0,03947 -3,2321211 0,127583726 0,00156
3,03030
32 Disematostoma 3 1 3 0,01974 -3,9252682 0,077472399 0,00039
2,3333 7,07070
33 Synedra 7 3 7 0,04605 -3,0779704 0,141748636 0,00212
0,6666 2,02020
34 Community 2 7 2 0,01316 -4,3307333 0,056983333 0,00017
Licmophora 0,6666 2,02020
35 longipes 2 7 2 0,01316 -4,3307333 0,056983333 0,00017
3,03030
36 Acineta 3 1 3 0,01974 -3,9252682 0,077472399 0,00039
1,3333 4,04040
37 Cosmocladium 4 3 4 0,02632 -3,6375862 0,095725952 0,00069
0,6666 2,02020
38 Eunotia 2 7 2 0,01316 -4,3307333 0,056983333 0,00017
1,6666 5,05050
39 Gomphosphaeria 5 7 5 0,03289 -3,4144426 0,112317191 0,00108
3,03030
40 Pinnularia 3 1 3 0,01974 -3,9252682 0,077472399 0,00039
3,03030
41 Cymbella 3 1 3 0,01974 -3,9252682 0,077472399 0,00039
0,3333 1,01010
42 Zygogonium 1 3 1 0,00658 -5,0238805 0,033051846 4,3E-05
0,6666 2,02020
43 Microspora 2 7 2 0,01316 -4,3307333 0,056983333 0,00017
3,03030
44 Thuricola 3 1 3 0,01974 -3,9252682 0,077472399 0,00039
50,666 153,535 1600,02605
JUMLAH 152 7 3 3170,714062 6
Stasiun 145
Total ni N pi ln pi H' = -∑pi ln pi E C
NO ZOOPLANKTON
- 0,97678435
1 Actinophrys 2 0,66666667 2,02020202 0,02778 0,099542193 0,000771605
3,58351894
-
2 Barnacle 2 0,66666667 2,02020202 0,02778 0,099542193 0,000771605
3,58351894
-
3 Chaos diffluens 3 1 3,03030303 0,04167 0,13241891 0,001736111
3,17805383
-
4 Codosiga 4 1,33333333 4,04040404 0,05556 0,160576209 0,00308642
2,89037176
5 Disematostoma sp 1 0,33333333 1,01010101 0,01389 - 0,059398141 0,000192901
4,27666612
-
6 Euglena tripteris 3 1 3,03030303 0,04167 0,13241891 0,001736111
3,17805383
-
7 Euglypha 3 1 3,03030303 0,04167 0,13241891 0,001736111
3,17805383
-
8 Gymnodinium sp 3 1 3,03030303 0,04167 0,13241891 0,001736111
3,17805383
-
9 Lchthyophthirus sp 1 0,33333333 1,01010101 0,01389 0,059398141 0,000192901
4,27666612
-
10 Litonotus 3 1 3,03030303 0,04167 0,13241891 0,001736111
3,17805383
-
11 Ophrydium 2 0,66666667 2,02020202 0,02778 0,099542193 0,000771605
3,58351894
-
12 Oxytricha 2 0,66666667 2,02020202 0,02778 0,099542193 0,000771605
3,58351894
-
13 Paramecium sp 3 1 3,03030303 0,04167 0,13241891 0,001736111
3,17805383
-
14 Rhizopoda 1 0,33333333 1,01010101 0,01389 0,059398141 0,000192901
4,27666612
-
15 Rotaliella 3 1 3,03030303 0,04167 0,13241891 0,001736111
3,17805383
-
16 Thuricola 3 1 3,03030303 0,04167 0,13241891 0,001736111
3,17805383
-
17 Spirostomum 3 1 3,03030303 0,04167 0,13241891 0,001736111
3,17805383
-
18 Oikopleura 1 0,33333333 1,01010101 0,01389 0,059398141 0,000192901
4,27666612
-
19 Polyarthra 3 1 3,03030303 0,04167 0,13241891 0,001736111
3,17805383
-
20 Nassula 2 0,66666667 2,02020202 0,02778 0,099542193 0,000771605
3,58351894
-
21 Tintinnids 3 1 3,03030303 0,04167 0,13241891 0,001736111
3,17805383
-
22 Asplanchinidae 3 1 3,03030303 0,04167 0,13241891 0,001736111
3,17805383
Rhizopoda -
23 1 0,33333333 1,01010101 0,01389 0,059398141 0,000192901
(Sarcodina) 4,27666612
-
24 Urostyla 2 0,66666667 2,02020202 0,02778 0,099542193 0,000771605
3,58351894
-
25 Tetrahymen 2 0,66666667 2,02020202 0,02778 0,099542193 0,000771605
3,58351894
-
26 Urocentrum 1 0,33333333 1,01010101 0,01389 0,059398141 0,000192901
4,27666612
-
27 Gastropus 1 0,33333333 1,01010101 0,01389 0,059398141 0,000192901
4,27666612
-
28 Ploesoma 2 0,66666667 2,02020202 0,02778 0,099542193 0,000771605
3,58351894
-
29 Rotifer 3 1 3,03030303 0,04167 0,13241891 0,001736111
3,17805383
Asplanchna -
30 2 0,66666667 2,02020202 0,02778 0,099542193 0,000771605
prodonta 3,58351894
Blepharisma -
31 4 1,33333333 4,04040404 0,05556 0,160576209 0,00308642
hyalinum 2,89037176
JUMLAH 72 24 72,72727273 3,354264961 0,337037037
(Sarcodina) 3,44998755
-
14 Urostyla 1 0,33333 1,0101 0,01587 0,065764043 0,00025
4,14313473
-
15 Tetrahymen 2 0,66667 2,0202 0,03175 0,109523414 0,00101
3,44998755
-
16 Urocentrum 2 0,66667 2,0202 0,03175 0,109523414 0,00101
3,44998755
-
17 Gastropus 1 0,33333 1,0101 0,01587 0,065764043 0,00025
4,14313473
-
18 Ploesoma 1 0,33333 1,0101 0,01587 0,065764043 0,00025
4,14313473
-
19 Rotifer 3 1 3,0303 0,04762 0,144977259 0,00227
3,04452244
Asplanchna -
20 1 0,33333 1,0101 0,01587 0,065764043 0,00025
prodonta 4,14313473
-
21 Chaos difluens 3 1 3,0303 0,04762 0,144977259 0,00227
3,04452244
-
22 Astasia 2 0,66667 2,0202 0,03175 0,109523414 0,00101
3,44998755
-
23 Pseudobiotus spp 1 0,33333 1,0101 0,01587 0,065764043 0,00025
4,14313473
-
24 Strombidium 1 0,33333 1,0101 0,01587 0,065764043 0,00025
4,14313473
-
25 Dinophysis fortii 2 0,66667 2,0202 0,03175 0,109523414 0,00101
3,44998755
-
26 Diplonchloris 1 0,33333 1,0101 0,01587 0,065764043 0,00025
4,14313473
-
27 Euglypa rotunda 3 1 3,0303 0,04762 0,144977259 0,00227
3,04452244
-
28 Heleopera baetica 1 0,33333 1,0101 0,01587 0,065764043 0,00025
4,14313473
-
29 Monostyla 1 0,33333 1,0101 0,01587 0,065764043 0,00025
4,14313473
-
30 Notholca 1 0,33333 1,0101 0,01587 0,065764043 0,00025
4,14313473
-
31 Botrycoccus 3 1 3,0303 0,04762 0,144977259 0,00227
3,04452244
JUMLAH 63 21 63,6364 3,333925276 0,03854