Anda di halaman 1dari 31

BAB 3

DASAR TEORI

3.1. Manajemen Proyek


Manajemen proyek adalah proses merencanakan, mengorganisir,
memimpin,dan mengendalikan sumber daya perusahaan untuk mencapai
sasaran jangka pendek yang telah ditentukan. Manajemen proyek tumbuh
karena dorongan mencari pendekatan pengelolaan yang sesuai dengan
tuntutan dan sifat kegiatan proyek, suatu kegiatan yang dinamis dan berbeda
dengan kegiatan operasionil rutin.(A.Rani Hafnidar : 2016). Dalam proyek
konstruksi pengelolaan terhadap waktu,biaya dan sumber daya sangat
berpengaruh dalam keberhasilan suatu manajemen konstruksi, hal tersebut
sangat berkaitan satu sama lain, sehingga apabila salah satunya tidak tepat
maka dapat mengakibatkan suatu proyek gagal atau estimasi yang tidak tepat
sehingga dapat menyebabkan kerugian dalam kegiatan proyek tersebut.
Melalui pendekatan mengenai tahapan proyek secara umum adalah
mengidentifikasi urutan langkah yang harus diselesaikan. Dalam "pendekatan
tradisional" ini, lima komponen perkembangan proyek dapat dibedakan
(empat tahap ditambah kontrol) dan ditambah lagi tahapan penyelesaian
proyek, yang dapat juga dapat disebut "Siklus Kehidupan Proyek" (Project
Life Cycle). Secara umum, siklus hidup proyek merupakan suatu metode yang
digunakan untuk menggambarkan bagaimana sebuah proyek direncanakan,
dikontrol, dan diawasi sejak proyek disepakati untuk dikerjakan hingga tujuan
akhir proyek tercapai. Terdapat lima tahap kegiatan utama yang dilakukan
dalam siklus hidup proyek yaitu :

3.1.1. Tahap Inisiasi


Tahap inisiasi proyek merupakan tahap awal kegiatan proyek sejak
sebuah proyek disepakati untuk dikerjakan. Pada tahap ini, permasalahan
yang ingin diselesaikan akan diidentifikasi. Beberapa pilihan solusi untuk
menyelesaikan permasalahan juga didefinisikan. Sebuah studi kelayakan
dapat dilakukan untuk memilih sebuah solusi yang memiliki kemungkinan
terbesar untuk direkomendasikan sebagai solusi terbaik dalam menyelesaikan
permasalahan. Ketika sebuah solusi telah ditetapkan, maka seorang manajer
proyek akan ditunjuk sehingga tim proyek dapat dibentuk.

3.1.2. Tahap Perencanaan dan Desain


Ketika ruang lingkup proyek telah ditetapkan dan tim proyek terbentuk,
maka aktivitas proyek mulai memasuki tahap perencanaan. Pada tahap ini,
dokumen perencanaan akan disusun secara terperinci sebagai panduan bagi
tim proyek selama kegiatan proyek berlangsung. Adapun aktivitas yang akan
dilakukan pada tahap ini adalah membuat dokumentasi project plan, resource
plan, financial plan, risk plan, acceptance plan, communication plan,
procurement plan, contract supplier dan perform phare review.

3.1.3. Tahap Eksekusi (Pelaksanaan proyek dan/atau Konstruksi)


Dengan definisi proyek yang jelas dan terperinci, maka aktivitas proyek
siap untuk memasuki tahap eksekusi atau pelaksanaan proyek. Pada tahap ini,
deliverables atau tujuan proyek secara fisik akan dibangun. Seluruh aktivitas
yang terdapat dalam dokumentasi project plan akan dieksekusi.

3.1.4. Tahap Pemantauan dan Sistem Pengendalian


Sementara kegiatan pengembangan berlangsung, beberapa proses
manajemen perlu dilakukan guna memantau dan mengontrol penyelesaian
deliverables sebagai hasil akhir proyek.

3.1.5. Tahap Penutupan


Tahap ini merupakan akhir dari aktivitas proyek. Pada tahap ini, hasil
akhir proyek (deliverables project) beserta dokumentasinya diserahkan
kepada pelanggan, kontak dengan supplier diakhiri, tim proyek dibubarkan
dan memberikan laporan kepada semua stakeholder yang menyatakan bahwa
kegiatan proyek telah selesai dilaksanakan. Langkah akhir yang perlu
dilakukan pada tahap ini yaitu melakukan post implementation review untuk
mengetahui tingkat keberhasilan proyek dan mencatat setiap pelajaran yang
diperoleh selama kegiatan proyek berlangsung sebagai pelajaran untuk
proyek-proyek dimasa yang akan datang.

3.1.6. Organisasi Proyek


Tahapan ini merupakan tahapan proyek sebelum kemudian ditutup
(penyelesaian). Namun tidak semua proyek akan melalui setiap tahap, artinya
proyek dapat dihentikan sebelum mereka mencapai penyelesaian. Beberapa
proyek tidak mengikuti perencanaan terstruktur dan /atau proses pemantauan.
Beberapa proyek akan melalui langkah 2, 3 dan 4 beberapa kali.
Banyak industri menggunakan variasi pada tahap-tahapan proyek ini.
Sebagai contoh, ketika bekerja pada sebuah perencanaan desain dan
konstruksi, proyek biasanya akan melalui tahapan dengan nama yang berbeda-
beda seperti pada tahapan perencanaan dengan nama: Pra-Perencanaan,
Desain Konseptual, Desain Skema, Pengembangan Desain, Gambar
Konstruksi (atau Dokumen Kontrak), dan/atau Administrasi Konstruksi.
Dalam manajemen proyek seorang manajer proyek dibutuhkan yaitu
orang yang professional dalam bidang manajemen proyek. Manajer proyek
memiliki tanggung jawab untuk melakukan perencanaan, pelaksanaan dan
penutupan sebuah proyek yang biasanya berkaitan dengan bidang industri
kontruksi, arsitektur, telekomunikasi dan informasi teknologi. Untuk
menghasilkan kinerja yang baik, sebuah proyek harus dimanage dengan baik
oleh manajer proyek yang berkualitas baik serta memiliki kompetensi yang
disyaratkan. Seorang manajer proyek yang baik harus memiliki kompetensi
yang mencakup unsur ilmu pengetahuan (knowledge), kemampuan (skill) dan
sikap (attitude). Untuk menjadi seorang manajer proyek yang baik, terdapat 9
ilmu yang harus dikuasai yaitu:
1. Manajemen ruang lingkup
2. Manajemen waktu
3. Manajemen biaya
4. Manajemen kualitas
5. Manajemen sumber daya manusia
6. Manajemen pengadaan
7. Manajemen komunikasi
8. Manajemen resiko
9. Manajemen integrase

3.2 Breakdown Structure


WBS dibuat sebagai identifikasi pertama pada sebuah sistem atau
proyek yang terstruktur dengan memecahkan rincian suatu produk atau
elemen pekerjaan (NASA, 1994). Adanya latar belakang informasi sebelum
proses awal pengembangan Work Breakdown Structure dengan kekuatan dan
evolusi WBS yang melampaui beberapa dekade dapat diistilahkan The house
metaphor yaitu suatu gambaran atau contoh menghasilkan konsep yang
digunakan dalam mengilustrasikan uraian pada umumnya, mengaplikasikan
suatu topik atau konsep dan poin awal terhadap perincian yang berhubungan
dengan konsep tersebut. House metaphor dapat dilihat dalam bentuk outline
sebagai berikut:

3.2.1 Informasi Dasar Work Breakdown Structure


Pada topik ini membahas informasi dasar WBS meliputi latar belakang,
definisi, fungsi, tujuan, manfaat, alasan kegunaannya, model, metode,
tantangan yang dihadapi dalam pengembangan, jenis-jenis WBS dan life cycle
WBS.
Diawali dengan latar belakang bahwa pentingnya sebuah Work Breakdown :
a. Memudahkan perubahan lingkungan
b. Memberikan suatu konsisten dan kerangka nyata pada program dan
kontrak proyek
c. Meningkatkan komunikasi melalui proses yang mudah.
d. Membantu perencanaan dan penempatan tanggung jawab teknik manajemen
Memberikan pondasi terhadap integrasi dan kesuksessan proyek
e. Memberikan standarisasi dan secara umum untuk implementasi proyek
Proyek dilakukan secara sederhana, WBS dapat dibangun sebagai
diagram
pohon atau bahkan dengan struktur organisasi perusahaan. Metode
kedua adalah membuat a logic flow dan atau sistem elemen cluster tertentu
yang menghasilkan tugas dan proyek. Didalam diagram pohon, unit
fungsional level yang paling bawah merupakan satu penugasan, dan hanya
satu, elemen kerja dimana didalam metode logic flow unit fungsional level
yang yang paling bawah bisa memperoleh beberapa elemen WBS. Berikut
dibawah ini adalah tabel garis besar hubungan dengan struktur WBS.

Tabel 3.1 Hubungan Garis Besar Metode dengan Struktur WBS

Level Metode
Flow Life Cycle Organisasi
Program Program Program Program

Proyek Sistem Life Cycle Divisi

Tugas Subsistem Sistem Departemen

Subtugas Individu Subsistem Seksi

Work Package Individu Individu Individu


Level Of Effort Individu Individu Individu

Metode pendekatan yang digunakan dalam pembuatan WBS adalah:


Menggunakan guidelines yaitu pendekatan dengan pedoman dari suatu
organisasi seperti Departement Of Defence (DOD) dalam persiapan WBS.
Pendekatan analogi ialah menelaah WBS pada proyek yang serupa sebagai
referensi terhadap proyek berikutnya (Deparment of Defence Handbook Work
Breakdown Structure, 1998).
Metode top-down ialah pendekatan diawali dengan asumsi struktur
proyek yang dimulai dengan mengidentifikasi deliverables mayor proyek,
persyaratan dan obyektif. Manajer proyek mengidentifikasi dan
mendefinisikan seluruh persyaratan proyek mayor, tugas atau deliverables,
kelompok unit dan terpecahkan kebagian kecil-kecil, elemen lebih
didefinisikan hingga sebuah lingkup kerja, jadwal dan biaya yang dapat
ditempatkan ke setiap elemen.
Metode bottom-up ialah dimulai dengan perincian pada level paling
bawah elemen pekerjaan (Departement Of Energy Office of Management,
Budget and Evaluation. Project Management Practice Work Breakdown
Structure, 2003) sehingga manajer proyek harus mengetahui dan
berpartisipasi setiap tahap-tahap proses (Filev, n.d) dimana biasanya hal ini
dipergunakan untuk kebutuhan analisa dan pengendalian (NASA, 1994).
Pendekatan mind-mapping ialah menuliskan setiap output pada catatan
secara terpisah dengan tim proyek untuk menemukan semua tugas-tugas yang
akan diperlukan menjadi lengkap sehingga output tersampaikan dengan
ukuran daftar yang bervariasi.

3.2.2 Petunjuk Secara Umum Persiapan PWBS dan CWBS


a. PWBS disiapkan diawal definisi proyek yang
diijinkan.
b. PWBS disiapkan sebagai melengkapi elemen CWBS
c. Sebuah perubahan konsep desain, PWBS akan memperbaharui dan
merubah sesuai sistem dan subsistem.
d. Ketika proyek berdasarkan kepada suatu Program Commitment
Agreement (PCA), PWBS secara formal dengan outline proyek akan
merubah semua atas persetujuan program office.
e. Persiapan CWBS dikembangkan secara umun tiga level paling tinggi
dari kontrak.
f. Persiapan CWBS dikembangkan dari elemen dasar PWBS dan meluas
untuk didalam Request For Proposal (RFP), penyiapan proposal, dan
proses evaluasi dan penyeleksian.
g. CWBS berdasarkan mulai persiapan hingga akhir sebagai hasil dari
h. negoisasi dan secara formal masuk kedalam kontrak.
i. Ketika terdapat item beresiko tinggi yang berada pada level CWBS yang
rendah maka item tersebut dapat teridentifikasi dengan level yang paling
tinggi di PWBS dan tidak perlu hingga meluas CWBS ke tiga level
teratas.

3.2.3 Aktivitas WBS


Suatu organisasi perusahaan bertanggung jawab atas pengembangan
dan mengelola PWBS dalam negoisasi dan menyetujui setiap CWBS.
PWBS. dikembangkan mulai tahap konseptual suatu proyek dengan
merencanakan analisa terhadap obyektif proyek, fungsional desain kriteria,
lingkup proyek, persyaratan kinerja teknis, usulan metode kinerja dan
dokumentasi teknis lainnya. Persetujuan akhir PWBS dicapai melalui
persetujuan dari perencanaan proyek, sekali lagi PWBS tidak boleh diperbaiki
kecuali melalui proses persetujuan formal pada titik mayor transisi didalam
proses yang diperbolehkan.
Suatu proyek perusahaan menggabungkan PWBS dalam setiap
permintaan dari proposal (RFP) dengan menyeleksi elemen PWBS untuk
suatu produk kerja sesuai permintaan dari setiap kontrak. PWBS harus
meliputi kamus WBS dimana merupakan deskripsi naratif (definisi) dari
setiap elemen yang tampak pada WBS. Suatu RFP berpotensi
menginstruksikan kontraktor dalam memperluasan akan menyeleksi elemen
CWBS secara tepat dalam membuat usulan CWBS yang akan diajukan
bersamaan dengan sebuah proposal dan apabila permohonan meminta beserta
kamus CWBS maka proposal harus menggunakan form yang spesifik
Kontraktor memperbolehkan perubahan saran dalam menyeleksi
elemen CWBS ketika perubahan diperlukan untuk mendapatkan sebuah
kebutuhan yang penting pada RFP ataupun untuk menambah keefektifan
CWBS terhadap memuaskan obyektif proyek. Dalam pengusulan suatu
CWBS seorang kontraktor dapat menentukan CWBS termasuk RFP akan
menguatkan kebutuhan yang tidak biasa pada keberadaan manajemen
kontraktor sistem pengendalian. Oleh sebab itu, kontraktor disarankan
memodifikasi CWBS dengan pendekatan kontraktor kepada manajemen.
Pada bagian evaluasi proposal, suatu perusahaan melakukan evaluasi teknis
dari CWBS yang diajukan oleh setiap proposer
Perusahaan memilih kontraktor pemenang dan bernegoisasi terhadap
sebuah kontrak. Pihak kontraktor memperbolehkan usulan secara pendekatan
alternatif menuju arah yang akan lebih baik lagi melengkapi obyektif proyek.
Jika perusahaan menerima dan alternatif negoisasi berdampak terhadap usulan
CWBS dan akan merevisi CWBS yang telah ternegoisasi. Diikuti dengan
persetujuan negoisasi kontrak maka perusahaan mengeluarkan kontrak
tersebut.

3.3 Detail Engineering Design (DED)


Detail Engineering Design ( DED ) adalah produk dari konsultan
perencana yang biasa digunakan dalam membuat sebuah perencanaan detail
bangunan sipil seperti gedung, jalan, jembatan, bendungan dll. Tujuan dari
Detail Engineering Design ( DED ) adalah menyusun dan merancang desain
teknis secara rinci yang akan dipergunakan sebagai pedoman pelaksanaan.
Produk yang dihasilkan dari DED antara lain : gambar rencana, desain
rencana, dan RAB (Rencana Anggaran Biaya), sebagai acuan bagi
pelaksanaan konstruksi dalam melaksanakan serta mengawal proses terkait
penyelenggaraan konstruksi. Lingkup pekerjaan yang akan dilaksanakan
dalam DED sesuai dengan kerangka acuan kerja, secara garis besar dapat
dibagi sebagai berikut :
1. Pekerjaan Lapangan
a. Survey Pendahuluan
b. Survey Topografi
c. Survey Hidrologi
d. Penyelidikan Tanah
2. Analisa dan Perencanaan Teknis
a. Analisa Hidrologi
b. Analisa Mekanika Tanah
c. Perencanaan Geometrik Jalan
d. Perencaan Bangunan Pelengkap
e. Penyusunan Bangunan Pelengkap
f. Penyusunan Gambar Teknis
g. Perhitungan Perkiraan Kuantitas dan Biaya
h. Penyusunan dokumen lelang

3.4 Volume Pekerjaan


Penghitungan volume pekerjaan merupakan hal yang sangat krusial
untuk menunjukkan besaran suatu proyek konstruksi. Volume seluruh jenis
pekerjaan ditunjukkan dalam satu dokumen Bill of Quantity (BOQ) yang
menjadi dasar untuk tender konstruksi. Masing-masing jenis pekerjaan harus
dilakukan perhitungan kuantitasnya untuk memperoleh volume pekerjaan
yang akan dikerjakan. Pengukuran setiap volume dilakukan dengan melihat
gambar rencana, spesifikasi teknis (umum dan khusus), serta dokumen lain
yang menjadi bagian tak terpisahkan sebagai hasil perencanaan. Secara
umum, pengitungan volume dari suatu pekerjaan dapat dilakukan dari
penghitungan jumlah barang; penghitungan panjang, luas, dan isi;
penghitungan berat; serta perkiraan total dari suatu pekerjaan. Satuan yang
dapat dihasilkan dari penghitungan ini satu satuan dalam: unit, buah, pak, m,
m’, m2 , m3 , kg, ton, dan lump sum (Ls).

3.4.1 Pekerjaan Umum


a. Mobilisasi
Kegiatan mobilisasi dihitung secara lump sum dengan
mempertimbangkan mobilisasi seluruh personil, mobilisasi dan pemasangan
peralatan, perkuatan perkerasan atau jembatan (jika diperlukan), penyediaan
lahan untuk penempatan seluruh personil dan alat; serta penghitungan
operasional seluruh peralatan dan kegiatan persiapan di lapangan selama
durasi proyek.
b. Kantor lapangan dan fasilitasnya
Penghitungan kuantitas/volume dari kantor lapangan dan fasilitasnya
dibayarkan secara lump sum, dengan komponen di dalamnya merupakan
kompensasi penuh untuk pembuatan, penyediaan, palayanan, pemeliharaan,
pembersihan, dan pembongkaran semua bangunan yang berfungsi sementara
di lapangan sepanjang durasi proyek.
c. Program SMK3
Penghitungan biaya program SMK3 dilakukan secara lump sum dengan
mempertimbangkan kegiatan yang akan dilaksanakan di lapangan terkait
penanganan K3 Konstruksi kepada setiap orang yang berada di tempat kerja
dan berhubungan dengan pemindahan bahan baku, penggunaan peralatan
kerja
konstruksi, proses produksi dan lingkungan sekitar tempat kerja,
termasuk kegiatan pencegahan dan pengendaliannya. Selain itu, penghitungan
biaya program SMK3 juga termasuk biaya Ahli K3 untuk paket pekerjaan
berisiko besar dan petugas K3 untuk proyek berisiko sedang atau kecil.
Ketentuan mengenai SMK3 diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 05/PRT/M/2014, tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum.
d. Pengujian pengeboran
Penghitungan volume pekerjaan pengujian pengeboran untuk
investigasi lapangan dilakukan dengan melakukan pengukuran panjang dari
lubang yang dibor dengan satuan pengukuran meter panjang.

Penghitungan volume didapat dari jumlah titik dan perkiraan kedalaman


menggunakan satuan meter panjang, dan pembayaran sesuai dengan
kedalaman pengerjaan di lapangan.

3.4.2 Pekerjaan Tanah


Untuk pekerjaan tanah perlu diperhatikan mengenai jenis tanah pada
lokasi kerja karena penghitungan volume tanah perlu disesuaikan dengan
jenis tanah dan kondisi yang diharapkan sesuai perencanaan. Penghitungan
volume, baik galian maupun timbunan, perlu mempertimbangkan jenis dan
sifat tanah.
Galian Tanah Pekerjaan galian diukur dalam meter kubik bahan yang
dipindahkan (bank). Penghitungan volume galian biasa harus berdasarkan
gambar penampang melintang profil tanah asli sebelum digali yang telah
disepakati/disurvei dan gambar pekerjaan galian akhir dengan garis,
kelandaian, dan elevasi sesuai dengan perencanaan. Metode penghitungan
dilakukan dengan metode luas ujung rata-rata, menggunakan penampang
melintang pekerjaan, umumnya dengan jarak tidak lebih dari 25 m atau
dengan jarak 50 m untuk medan yang datar. Untuk pekerjaan galian struktur
yang diukur adalah volume dari prisma yang dibatasi oleh bidangbidang
sebagai berikut:
1) Bidang atas adalah bidang horizontal seluas bidang pondasi yang
melalui titik terendah dari dasar tanah asli. Di atas bidang horizontal
ini galian tanah diperhitungkan sebagai galian tanah biasa atau galian
batu sesuai dengan jenis dan sifatnya.
2) Bidang bawah adalah bidang dasar pondasi.
3) Bidang tegak adalah bidang vertikal keliling pondasi. Pengukuran
volume tidak diperhitungkan di luar bidang-bidang yang diuraikan di
atas atau sebagai pengembangan tanah selama pemancangan, tambahan
galian karena kelongsoran, bergeser, runtuh, atau karena sebab-sebab
lain.
Contoh: Pada suatu galian tanah untuk pondasi dengan lebar atas 0,7 m;
lebar dasar 1,5 m; kedalaman 1 m, sepanjang 33 m, maka penghitungan galian
yang diperlukan dapat seperti berikut. Rumus luas penampang trapesium: L=
jumlah sisi sejajar x tinggi 2 Luas penampang galian tanah: L = (0,7 + 1,5) m
x 1 m 2 = 1,1 m2 Volume galian tanah = 1,1 m2 x 33 m = 36,3 m3 Jadi dapat
diketahui bahwa volume pekerjaan penggalian tanah adalah 36,3 m3 b.
Timbunan Pekerjaan timbunan haruslah diukur sebagai volume (m3 ) bahan
terpadatkan yang diperlukan, diselesaikan di tempat, dan diterima. Volume
yang diukur berdasarkan gambar penampang melintang profil tanah asli
sebelum digali yang telah disepakati/disurvei dan gambar pekerjaan galian
akhir dengan garis, kelandaian, dan elevasi sesuai dengan perencanaan.
Metode penghitungan dilakukan dengan metode luas ujung rata-rata,
menggunakan penampang melintang pekerjaan secara umum dengan jarak
tidak lebih dari 25 m atau dengan jarak 50 m untuk medan yang datar.
Perlu menjadi perhatian bahwa volume timbunan yang ditempatkan di
luar garis dan penampang melintang yang disepakati (termasuk timbunan
tambahan yang diperlukan sebagai akibat penggalian bertangga pada atau
penguncian ke dalam lereng lama, atau sebagai akibat dari penurunan
pondasi) tidak dimasukkan ke dalam volume yang dihitung, kecuali jika pada
tahap pelaksanaan terdapat pekerjaan yang terjadi karena ketidakstabilan atau
kegagalan serta kondisi yang menyebabkan konsolidasi tanah asli, seperti
pada daerah rawa. Pada daerah rawa, yang diperkirakan dapat terjadi
konsolidasi tanah, dapat dilakukan penghitungan volume dengan
menggunakan timbunan biasa atau timbunan pilihan. Jika menggunakan
timbunan biasa, volume timbunan ditentukan berdasarkan elevasi
tanah asli setelah penurunan (settlement), dengan melakukan pencatatan
besar penurunan yang terjadi. Jika menggunakan timbunan pilihan, selain
dapat menggunakan cara yang sama dengan timbunan biasa, penghitungan
dapat dilakukan dengan menghitung volume gembur yang diukur pada
kendaraan pengangkut sebelum pembongkaran muatan di lokasi penimbunan.
Volume gembur tersebut dihitung berdasarkan volume perkiraan volume
tanah yang perlu dipasok yang nantinya dilakukan pencatatan pada saat di
lapangan. c. Geotekstil Penghitungan volume geotekstil harus diukur
berdasarkan jumlah meter persegi yang dihitung dari garis batas pada gambar
atau garis batas pembayaran yang akan disepakati antara penyedia dan
pengguna jasa. Penghitungan volume geotekstil tidak meliputi tumpang tindih
sambungan. Penghitungan geotekstil dilakukan sesuai dengan jenis geotekstil
yang direncanakan, baik geotekstil filter, geotekstil separator, maupun
geotekstil stabilisator, sesuai dengan jenis dan kelas bahan yang diperlukan.

3.4.3 Pekerjaan Pondasi


a. Pondasi tiang pancang satuan
Penghitungan volume tiang pancang kayu atau beton pracetak
(bertulang atau pratekan) dan tiang pancang baja harus diukur dalam satuan
meter panjang dari tiang pancang sesuai dengan ukuran panjang dari setiap
ukuran dan jenisnya. Panjang tiang pancang yang diukur adalah dari ujung
tiang sampai batas potong tiang (cut off level) yaitu sampai sisi bawah pur
(pile cap) untuk tiang pancang yang seluruh panjangnya masuk ke dalam
tanah, atau dari ujung tiang panjang sampai permukaan tanah untuk tiang
pancang yang hanya sebagian panjangnya masuk ke dalam tanah. Perkiraan
panjang tiang ini didapat dari elevasi permukaan atau pile cap yang
direncanakan terhadap kedalaman tanah keras atau elevasi dasar tiang
pancang yang diinginkan. Penghitungan tiang pancang disesuaikan dengan
jumlah titik yang akan dipancang dalam lokasi kerja (= panjang tiang pancang
x jumlah titik). Sisa potongan tiang tidak dihitung dalam pengukuran volume.
Penyetelan, sepatu dan penyambungannya tidak dihitung dalam volume
namun dapat dipertimbangkan dalam menentukan harga satuan tiang.
b. Dinding turap
Penghitungan volume dinding turap kayu, baja, atau beton yang
permanen harus diukur sebagai jumlah dalam meter persegi (𝑚2 ) yang
dipasang memenuhi garis dan elevasi yang direncanakan. Luas dinding turap
merupakan panjang turap (diukur dari ujung turap sampai elevasi bagian
puncak turap 26 yang dipotong) dikali dengan panjang struktur (diukur pada
elevasi bagian puncak turap yang dipotong). Perlu diperhatikan bahwa batang
tarik, tiang jangkar atau balok, balok ganjal dasar, dan sebagainya tidak
dimasukkan ke dalam penghitungan volume pekerjaan. Untuk dinding turap
sementara, dalam bahan apapun untuk cofferdam, pengendalin drainase,
penahan lereng galian, atau penggunaan tidak permanen lainnya tidak
dihitung volumenya, melainkan harus dianggap telah tercakup dalam harga
satuan untuk galian, drainse, struktur, dan lain-lain.
c. Pasangan batu
Penghitungan volume pasangan batu harus diukur dalam meter kubik
(𝑚3 ) sebagai volume yang ditentukan oleh penampang dan panjang yang
direncanakan. Penghitungan volume tidak mencakup penyediaan dan
pemasangan semua bahan, serta penyiapan seluruh pondasi, pembuatan
lubang sulingan dan sambungan konstruksi, untuk pemompaan air, dan
pekerjaan akhir. Namun, semua kegiatan tersebut harus dipertimbangkan
dalam penghitungan harga satuan pekerjaan. Contoh: Tentukan volume
pasangan batu pada suatu pekerjaan pasangan batu 1:5 (dengan panjang = 10
m; lebar atas = 0,3 m; lebar bawah = 0,7 m; dan tinggi 1,8 m). - Volume = 10
m x (0,3+0,7) m x 1,8 m2 = 9 m3.
3.4.4 Pekerjaan Pengadaan dan Pemasangan Pipa
Penghitungan volume pipa dihitung mencakup pengadaan pipa dan
pemasangannya yang harus diukur dalam satuan meter panjang (m’) dari titik
masukan pipa ke keluarannya ke bagian lain sesuai dengan ukuran panjang
dari setiap ukuran dan jenisnya. Penghitungan volume pekerjaan pipa ini
mencakup pekerjaan bongkaran perkerasan, galian tanah, turap, bedding pipa,
installasi pipa, timbunan tanah, urugan agregat dan pemadatannya, serta
pekerjaan lain untuk penyelesaian pekerjaan ini; yang diukur dalam satuan
meter panjang. Perkiraan panjang pipa ini didapat dari koordinat dan elevasi
awal hingga koordinat dan elevasi akhir yang direncanakan. Kedalaman tanah
perlu menjadi perhatian dalam melakukan penghitungan volume pekerjaan ini
karena variasi kedalaman akan berdampak pada volume pekerjaan yang
tercakup dalam pekerjaan pemasangan pipa ini. Pekerjaan ini juga harus
mempertimbangkan adanya aksesoris pipa yang perlu dimasukkan ke dalam
harga satuan pekerjaan.
3.4.5 Pekerjaan Pembetonan
Penghitungan volume beton dilakukan menggunakan jumlah meter
kubik (𝑚3 ) sesuai dengan dimensi yang ditunjukkan pada gambar kerja.
Penghitungan volume tidak ada pengurangan terhadap volume yang ditempati
oleh pipa dengan luasan total setara dengan diameter kurang dari 200 mm atau
oleh benda lainnya yang tertanam, seperti water stop, baja tulangan,
selongsong pipa, atau lubang sulingan. Pengukuran pekerjaan dilakukan
dengan menghitung luas penampang beton yang dikalikan dengan tinggi
keton yang direncanakan.
Sebagai contoh, pekerjaan pembetonan pada kolom dengan ukuran 30
cm x 30 cm, tinggi 3 m, sebanyak 4 buah, sebagai berikut. Volume kolom
beton: P x L x T xjumlah = (0,3 x 0,3) x 3 x 4 = 1,08 𝑚3 Contoh: Dilakukan
pekerjaan pembetonan 4 buah kolom berukuran 30 cm x 30 cm dengan tinggi
3 m. Tentukan volume kolom beton. Volume kolom beton = panjang x lebar
x tinggi x jumlah kolom = (0,3 m x 0,3 m) x 3 m x 4 = 1,08 𝑚3

3.4.6 Pekerjaan Pengembalian Kondisi Perkerasan dan Beton


a. Pengembalian perkerasan (aspal)
Pada pekerjaan penambalan perkerasan, perbaikan lubang, laburan
setempat, perataan setempat, perbaikan tepi perkerasan, dan pengkerikilan
kembali dilakukan pengukuran sebagai volume bahan berbutir atau beraspal
yang sesuai dengan gambar yang direncanakan untuk terlewati dalam
pekerjaan. Pengukuran volume bahan yang digunakan sebagai perkerasan
harus dalam meter kubik, dalam bak truk (pengukuran gembur). Aspal untuk
penutupan retak harus dalam liter. Semua bahan lainnya harus diukur sebagai
volume bahan yang telah dipadatkan di tempat dalam meter kubik.
b. Pengembalian kondisi komponen beton
Pekerjaan pengembalian kondisi beton harus berdasarkan meter persegi
sebagai kompensasi penuh untuk seluruh operasi yang dilakukan pada
penutupan retak permukaan dengan menuangkan semen pengisi atau dengan
menyuntikan epoxy resin grout, melakukan pelapisan kembali pada
permukaan terekspos, memperbaiki beton yang mengelupas, melakukan
pembongkaran atau pembuangan beton lama, mengecor beton baru, dan/atau
membongkar dan mengganti selant sambungan ekspansi yang retak atau
getas; untuk semua beton yang terletak di atas perletakan yang memerlukan
pengembalian kondisi termasuk plat lantai, perkerasan, trotoar, dan curb.
c. Pekerjaan plesteran dan acian
Pekerjaan plesteran dan acian (dengan asumsi tebal plesteran 2 cm
adukan 1:4, dengan acian t = 2 mm, tinggi ban 10 cm, panjang 10 m, dan lebar
atas yg diaci 0,3 m): - Luas plesteran atas: (P x L) = 10 m x 0,3 m = 3 𝑚2 -
Luas plesteran ban (P x L) = 10 m x 0,1 m = 1 m2 - Luas plesteran seluruhnya
= 3,0 m + 1,0 m = 4,0 𝑚2 - Luas acian = luas plesteran = 4,0 𝑚2

3.4.7 Penghitungan Durasi Pekerjaan


Dalam hal menentukan volume pekerjaan yang membutuhkan durasi
proyek, maka pada tahap ini harus dilakukan penghitungan rencana durasi
pekerjaan yang dapat dihitung dari urutan pekerjaan kritis yang sedang
disusun. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengestimasi durasi
proyek, yaitu:
A. Mengidentifikasi jenis pekerjaan yang merupakan jalur kritis; 28
B. Tahapan pekerjaan disusun sebagai pekerjaan yang berurutan;
C. Durasi untuk tiap jenis pekerjaan dihitung berdasarkan jumlah tenaga
kerja dan jadwal pengadaan barang; dan
D. Besaran durasi tiap pekerjaan ditentukan dalam satu satuan waktu (hari,
minggu, bulan). Untuk menyusun durasi proyek, waktu yang
dipergunakan dalam bentuk minggu atau bulan.

3.5 Penjadwalan
Penjadwalan proyek merupakan bagian yang paling penting dari sebuah
perencanaan proyek, yaitu untuk menentukan kapan sebuah proyek
dilaksanakan berdasarkan urutan tertentu dari awal sampai akhir proyek.
Penjadwalan suatu proyek konstruksi selayaknya harus direncanakan secara
matang dan optimal guna menghindari terjadinya keterlambatan waktu
proyek/overun scheduled sertadampak lainnya (Tetimelay, 2018).
Metode jaringan kerja merupakan cara grafis untuk menggambarkan
kegiatan-kegiatan dan kejadian yang diperlukan untuk mencapai tujuan
proyek. Jaringan menunjukkan susunan logis antar kegiatan, hubungan timbal
balik antara pembiayaan dan waktu penyelesaian proyek, dan berguna dalam
merencanakan urutan kegiatan yang saling tergantung dihubungkan dengan
waktu penyelesaian proyek yang diperlukan. Jaringan kerja ini nantinya akan
sangat membantu dalam penentuan kegiatan-kegiatan kritis serta akibat
keterlambatan dari suatu kegiatan terhadap waktu penyelesaian keseluruhan
proyek (Dipohusudo, 1996).
Ada beberapa hal yang harus dilakukan terlebih dahulu dalam membuat
metode jaringan kerja (Callahan, 1992) yaitu:
1. Menentukan Aktivitas/Kegiatan
Langkah pertama dalam membuat penjadwalan waktu adalah memecah
seluruh lingkup pekerjaan proyek menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil.
Tujuannya adalah agar setiap pekerjaan dapat terkontrol dengan baik oleh
manajer proyek sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Besarnya setiap
aktivitas berbeda-beda bergantung pada jenis pekerjaan yang terlibat dan
pentingnya aktivitas tersebut bagi penyelesaian proyek. Yang harus
diperhatikan yaitu tidak ada aktivitas yang terlalu kecil sehingga terlihat tidak
penting, atau terlalu besar sehingga sulit dikontrol.
Besarnya aktivitas juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain, yaitu
waktu atau saat akivitas tersebut berjalan, hubungan aktivitas tersebut dengan
aktivitas lain, dan kapan aktivitas tersebut akan dilakukan. Selain itu desain
suatu proyek juga dapat memengaruhi pemilihan akivitas. Sebagai contoh:
instalasi kolom dan balok baja sebaiknya dipisahkan penjadwalannya dari
rangkanya. Tak ada dua penjadwalan dari proyek yang sama akan persis sama.
Hal ini terjadi karena dua orang pembuat jadwal tidak akan sama dalam
memecah atau membagi-bagi aktivitas proyek. Para pembuat jadwal proyek
mampu memecah-mecah aktivitas-aktivitas yang terlibat dalam proyek
berdasarkan latar belakang mereka, pengalaman, dan pengetahuan bagaimana
jadwal tersebut nantinya akan digunakan.
2. Menentukan Durasi Aktivitas/Kegiatan
Setiap aktivitas dikenai durasi. Durasi adalah jumlah waktu yang
diperkirakan untuk menyelesaikan satu aktivitas durasi ini dapat ditampilkan
dengan menggunakan satuan waktu: menit, jam, hari kerja, hari kalender,
minggu atau bulan. Penjadwalan pada dunia konstruksi biasanya
menggunakan satuan hari kerja atau hari kalender. Menurut Callahan (1992)
durasi aktivitas pada proyek konstruksi bergantung pada hal-hal berikut ini:
a. Jumlah pekerjaan.
b. Jenis pekerjaan.
c. Jenis dan jumlah sumber daya yang tersedia untuk kegiatan.
d. Apakah pekerjaan akan diselesaikan dalam satu shift atau banyak shift
ataupun lembur.
e. Lingkungan yang mempengaruhi pekerjaan.
f. Metode konstruksi.
g. Batas waktu proyek.
h. Siklus pekerjaan konstruksi.
i. Cuaca dan dampak lapangan pada produksi.
j. Kualitas pengawasan.
k. Pelatihan dan motivasi tenaga kerja.
l. Tingkat kesulitan pekerjaan.
3. Mendeskripsikan Aktivitas Kegiatan
Selain durasi, kegiatan-kegiatan pada penjadwalan konstruksi biasanya
disertai dengan sebuah deskripsi yang akan membantu dalam pembacaan
jadwal. Kebanyakan dari deskripsi ini dibuat dengan menggunakan singkatan
karena ruang dalam menuliskan deskripsi tersebut sangat terbatas.
Penyingkatan ini juga membantu mempercepat pemasukan data-data dalam
pembuatan penjadwalan, baik dengan menggunakan komputer maupun ditulis
tangan.
4. Menentukan Hubungan yang Logis
Setelah menentukan kegiatan dan durasi, langkah berikutnya dalam
membuat penjadwalan jaringan kerja adalah mengatur kegiatan-kegiatan
tersebut sehingga setiap aktivitas dapat disajikan secara logis. Bagaimana
setiap aktivitas
dihubungkan satu dengan lainya disebut hubungan logis. Setiap aktivitas
terhubung dengan aktivitas lain dalam satu penjadwalan (Widiasanti dan
Lenggogeni, 2013).
Berikut ini beberapa contoh metode penjadwalan umtuk perencanaan suatu
proyek yaitu:
1) Bagan Balok atau Barchart
Bar Chart pertama sekali dikembangkan oleh Henry L. Gantt (1861-
1919) sehingga sering juga disebut dengan Gantt Chart, adalah suatu diagram
yang terdiri dari batang-batang yang menunjukkan saat dimulai dan saat
selesai yang direncanakan untuk kegiatan-kegiatan pada suatu proyek.
Sejarah terciptanya bagan Gantt ini dimulai ketika Henry L Gantt berdiri
sendiri sebagai konsultan insinyur industri. Gantt mulai mempertimbangkan
sistem insentif dari Taylor (ahli manajemen ilmiah). Gantt membuat ide baru
yaitu dengan meninggalkan sistem tarif yang berbeda karena dianggapnya
terlalu kecil memberikan dampak motivasional. Sistem baru tersebut yaitu:
a. Setiap pekerja yang dalam sehari berhasil menyelesaikan tugas
dibebankan
kepadanya akan menerima bonus sebesar 50 sen.
b. Motivasi kedua yaitu supervisor akan mendapat bonus untuk setiap
pekerjayang mencapai standar harian, ditambahkan bonus tambahan
biola semua pekerja mencapai standar tersebut. (Hafnidar Rani, 2016)
Pada kolom tersusun urutan kegiatan yang disusun secara berurutan,
sedangkan baris menunjukkan periode waktu yang dapat berupa hari, minggu,
ataupun bulan. Perincian yang terdapat pada barchart adalah sebagai berikut
(Widiasanti dan Lenggogeni, 2013) :
a) Pada sumbu horizontal x tertulis satuan waktu, misalnya hari, minggu,
bulan, tahun. Waktu mulai dan akhir suatu kegiatan tergambar dengan
ujung kiri dan kanan balok dari kegiatan yang bersangkutan.
b) Pada sumbu vertikal y dicantumkan kegiatan atau aktivitas proyek dan
digambar sebagai balok.
c) Pada urutan antara kegiatan satu dengan lainnya perlu diperhatikan,
meskipun belum terlihat hubungan ketergantungan antara satu dengan
yang lain.
d) Format penyajian barchart yang lengkap berisi perkiraan urutan
pekerjaan, skala waktu, dan analisis kemajuan pekerjaan pada saat
pelaporan.
e) Jika barchart atau bagan balok dibuat berdasarkan jaringan kerja
Activity on Arrow, maka yang pertama kali digambarkan atau dibuat
baloknya adalah kegiatan kritis, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan-
kegiatan nonkritis.
Dalam menentukan unsur-unsur pada suatu barchart bergantung pada
kebutuhan proyek. Pada barchart yang paling sederhana, format yang harus
diikuti terdiri dari hal-hal seperti berikut ini :
a) Pada bagian kepala yang berisi judul atau nama proyek, lokasi
proyek,pemilik proyek, nomor proyek, nilai kontrak, nomor kontrak,
tanggal pembaruan, dan data-data lain yang dianggap penting.
b) Bagian batang atau balok yang menunjukkan waktu kegiatan selama
kegiatan berjalan keterangan-keterangan sebagai berikut :
1. Durasi kegiatan rencana atau perkiraan kurun waktu yang digunakan.
Kenyataan waktu yang digunakan. Kenyataan waktu yang digunakan
yang terungkap pada waktu pelaporan biasanya digambarkan dengan
garis tebal, sejajar dengan waktu perencanaan. Pada bagian inilah dapat
terlihat berapa besar perbedaan antara perencanaan dan kenyataan.
2. Sumber daya untuk menyelesaikan kegiatan yang bersangkutan. Berupa
jam orang atau jumlah orang, dan lain-lain.
3. Bila bagan balok dihasilkan dari analisis jaringan kerja, misalnya
diagaram AOA, maka akan meningkatkan dan memudahkan
penggunaannya bila dicantumkan pula penjelasan mengenai node-I dan
node-J pada masing-masing kegiatan.
4. Callahan (1992) dalam Widiasanti dan Lenggogeni (2013)
menyebutkan Laporan terakhir ditandai dengan garis putus vertikal.
Dengan demikian, akan terlihat seberapa jauh kemajuan atau
keterlambatan masing-masing kegiatan Sudah menjadi aturan umum
bahwa sebuah bagan balok atau barcart tidak boleh memiliki lebih dari
100 kegiatan karena jika hal itu terjadi, maka akan terjadi kesulitan
dalam mengerti penjadwalan tersebut. Pemilihan aktivitas- aktivitas dan
tujuan penggunaan barchart tersebut menentukan jumlah aktivitas pada
barchart.

Penyajian informasi bagan balok agak terbatas, misal hubungan antar


kegiatan tidak jelas dan lintasan kritis kegiatan proyek tidak dapat diketahui.
Karena urutan kegiatan kurang terinci, maka bila terjadi keterlambatan
proyek, prioritas kegiatan yang akan dikoreksi menjadi sukar untuk dilakukan
(Husen, 2011).
2) Kurva S atau Hanumm Curve
Callahan (1992) dalam Widiasanti dan Lenggogeni (2013) menyatakan
Kurva S adalah hasil plot dari barchart, bertujuan untuk mempermudah
melihat kegiatan-kegiatan yang masuk dalam suatu jangka waktu pengamatan
progres pelaksanaan proyek. Menurut Husen (2011) Kurva S adalah sebuah
grafik yang dikembangkan oleh Warren T. Hanumm atas dasar pengamatan
terhadap sejumlah besar proyek sejak awal hingga akhir proyek. Kurva S
dapat menunjukkan kemajuan proyek berdasarkan kegiatan, waktu dan bobot
pekerjaan yang direpresentasikan sebagai persentase kumulatif dari seluruh
kegiatan proyek. Visualisasi kurva S dapat memberikan informasi mengenai
kemajuan proyek dengan membandingkannya terhadap jadwal awal rencana.
Dari sinilah diketahui apakah ada keterlambatan atau percepatan jadwal
proyek. Indikasi tersebut dapat menjadi informasi awal guna melakukan
tindakan koreksi dalam proses pengendalian jadwal. Tetapi informasi tersebut
tidak detail dan hanya terbatas untuk menilai kemajuan proyek. Perbaikan
lebih lanjut dapat menggunakan metode lain yang dikombinasikan, misal
dengan metode bagan balok yang dapat digesergeser dan Network Planning
dengan memperbaharui sumber daya maupun waktu pada masing-masing
kegiatan. Untuk membuat kurva S, jumlah persentase kumulatif bobot
masing-masing kegiatan pada suatu periode diantara durasi proyek diplotkan
terhadap sumbu vertikal sehingga bila hasilnya dihubungkan dengan garis,
akan membentuk kurva S. Bentuk demikian terjadi karena volume kegiatan
pada bagian awal biasanya masih sedikit, kemudian pada pertengahan
meningkat dalam jumlah cukup besar, lalu pada akhir proyek volume kegiatan
kembali mengecil.
Untuk menentukan bobot pekerjaan, pendekatan yang dilakukan dapat
berupa perhitungan persentase berdasarkan biaya per item pekerjaan/kegiatan
dibagi nilai anggaran, karena satuan biaya dapat dijadikan bentuk persentase
sehingga lebih mudah untuk menghitungnya.
3) Penjadwalan Network Planning
Menurut Husen (2011) Network Planning diperkenalkan pada tahun 50-
an oleh tim perusahaan Du-Pont dan Rand Corporation untuk
mengembangkan system control manajemen. Metode ini dikembangkan
untuk mengendalikan sejumlah besar kegiatan yang memiliki ketergantungan
yang kompleks. Metode ini relatif lebih sulit, hubungan antar kegiatan jelas,
dan dapat memperlihatkan kegiatan kritis. Dari informasi network planning
lah monitoring serta tindakan koreksi kemudian dapat dilakukan, yakni
dengan memperbarui jadwal. Akan tetapi, metode ini perlu dikombinasikan
dengan metode lainnya agar lebih informatif. Tahapan penyusunan network
scheduling :
a. Menginventarisasi kegiatan-kegiatan dari paket WBS berdasar item
pekerjaan, lalu diberi kode kegiatan untuk memudahkan identifikasi.
b. Memperkirakan durasi setiap kegiatan dengan mempertimbangkan jenis
pekerjaan, volume pekerjaan, jumlah sumber daya, lingkungan kerja,
serta produktivitas pekerja
c. Penentuan logika ketergantungan antar kegiatan dilakukan dengan tiga
kemungkinan hubungan, yaitu kegiatan yang mendahului (predecessor),
kegiatan yang didahului (successor), serta bebas.
d. Perhitungan analisis waktu serta alokasi sumber daya, dilakukan setelah
langkah-langkah diatas dilakukan dengan akurat dan teliti.
4) Jalur Kritis
Pada metode jaringan kerja dikenal adanya jalur kritis, yaitu jalur yang
memiliki rangkaian komponen-komponen kegiatan, dengan total jumlah
waktu terlama dan menunjukkan kurun waktu penyelesaian proyek yang
tercepat. Jadi, jalur kritis terdiri dari rangkaian kegiatan kritis, dimulai dari
kegiatan pertama sampai pada kegiatan terakhir proyek. Jalur kritis penting
artinya bagi para pelaksana proyek karena pada jalur ini terletak kegiatan-
kegiatan yang pelaksanaannya harus tepat waktu, selesai juga tepat waktu.
Jika terjadi keterlambatan, maka akan menyebabkan keterlambatan proyek
keseluruhan. Sebelum membuat jalur kritis dalam metode penjadwalan
jaringan kerja AOA, haruslah diketahui terlebih dahulu cara perhitungan
durasi proyek yang terbagi dalam hitungan maju dan hitungan mundur
(Soeharto, 1995).
Ada beberapa istilah yang terlibat sehubungan dengan perhitungan maju
dan mundur metode AOA (Soeharto, 1995) sebagai berikut:
1. Early Start (ES)
yaitu waktu paling awal sebuah kegiatan dapat dimulai setelah kegiatan
sebelumnya selesai. Bila waktu kegiatan dinyatakan atau berlangsung dalam
jam, maka waktu ini adalah jam paling awal kegiatan dimulai.
2. Late Start (ZS)
yaitu waktu paling akhir sebuah kegiatan dapat diselesaikan tanpa
memperlambat penyelesaian jadwal proyek.
3. Eorly Finish (EF)
yaitu waktu paling awal sebuah kegiatan dapat diselesaikan jika dimulai
pada waktu paling awalnya dan diselesaikan sesuai dengan durasinya. Bila
hanya ada satu kegiatan terdahulu, maka EF suatu kegiatan terdahulu
merupakan ES kegiatan berikutnya.
4. Late Finish (LF)
yaitu waktu paling akhir sebuah kegiatan dapat dimulai tanpa
memperlambat penyelesaian proyek.

3.5.1 CPM (Crital Path Method)


Critical Path Method (CPM)/ Activity On Arrow Diagram (AOA)
Critical Path Method (CPM) merupakan salah satu metode yang di gunakan
dalam menganalisis penjadwalan waktu kerja sebuah proyek. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui jalur kritis yang di dalamnya terdapat
aktivitas- aktivitas kritis dan membandingkan penjadwalan waktu antara
waktu kerja yang di jadwalkan pemilik proyek dan waktu kerja yang di
jadwalkan dengan metode CPM (Tetimelay, 2018).
Pada metode CPM dikenal adanya jalur kritis, yaitu jalur yang memiliki
rangkaian komponen-komponen kegiatan dengan total jumlah waktu terlama
dan menunjukkan kurun waktu penyelesaian proyek yang tercepat. Jadi, jalur
kritis terdiri dari rangkaian kegiatan kritis, dimulai dari kegiatan pertama
sampai pada kegiatan terakhir proyek. Makna jalur kritis penting bagi
pelaksana proyek, karena pada jalur ini terletak kegiatan-kegiatan yang bila
pelaksanaannya terlambat akan menyebabkan keterlambatan proyek secara
keseluruhan. Kadang-kadang dijumpai lebih dari satu jalur kritis dalam
jaringan kerja (Soeharto, 1999). Berikut pada

3.5.2 PDM (Precedence Diagram Method


1. Perhitungan Maju Pada PDM
Tujuan dari perhitungan maju pada PDM adalah untuk menentukan
waktu mulai paling awal (early start) yang terjadi. Misalnya, berapakah Es
pada suatu aktivitas atau kegiatan yang mungkin dimulai atau berakhir. Untuk
membuat perhitungan maju dibutuhkan data kurun waktu aktivitas atau
durasi. Ketentuan dalam perhitungan maju adalah sebagai berikut:
a. Angka terkecil yang dapat terjadi padar ES adalah nol. Jadi, aktivitas
pertama vang dibuat ES nya adalah nol.
b. Aktivitas EF adalah aktivitas ES dijumlahkan dengan durasinva EF =
ESD.
c. Nilai ES pada kegiatan berikutnya didapatkan dengan menambahkan
lag pada anak panah dengan nilai EF pada kegiatan sebelumnya sesuai
dengan hubungan logis di antara kegiatan tersebut.
2. Perhitungan Mundur Pada PDM
Perhitungan mundur diselesaikan dengan menghitung durasi dari kanan
ke kiri diagram. Pada saat melakukan perhitungan rnundur, maka kotak Late
start dan late finish akan terisi. Langkah perhitungan mundur adalah sebagai
berikut:
a. Nilai terbesar yang mungkin terjadi untuk LS atau LF adalah nilai durasi
proyek.
b. Nilai LS adalah LF dikurangi durasi kegiatan.
c. Nilai LF pada kegiatan sebelurn didapat dari nilai LS dikurangi lag pada
anak panah pada kegiatan sesudah.
1) Precedence Diagramming Method (PDM)
Widiasanti dan Lenggogeni (2013) menyatakan Precedence
Diagramming Method (PDM) merupakan salah satu teknik penjadwalan yang
termasuk dalam teknik penjadwalan network planning atau rencana jaringan
kerja. Berbeda dengan AOA yang menitikberatkan kegiatan pada anak panah,
PDM menitikberatkan kegiatan pada node sehingga kadang disebut juga
Activity On Node. Istilah precedence diagramming pertama kali muncul di
tahun 1964 pada perusahaan IBM.
PDM merupakan versi yang lebih kompleks dari Activity On Node –
AON. Ada beberapa perbedaan antara Activity On Arrow (AOA), AON
dengan PDM, yaitu sebagai berikut :
1. Pada AOA, kegiatan yang ditampilkan dengan anak panah, sedangkan
AON dan PDM menggunakan node. Anak panah menunjukkan
hubungan logis antara kegiatan.
2. Pada AOA bentuk node adalah lingkaran, sementara pada AON dan
PDM bentuk node adalah persegi panjang.
3. Ukuran node pada AON dan PDM lebih besar dari node AOA karena
berisi lebih banyak keterangan.
4. Metode perhitungan AOA dan PDM sedikit berbeda.
Berikut pada Gambar 3.1 ini merupakan contoh dari diagram AON :

2) Project Evaluation and Review Technique (PERT)


PERT adalah metode yang ditemukan dalam upaya meningkatkan
kualitas perencanaan dan pengendalian dalam proyek selain metode CPM.
Bila CPM memperkirakan waktu komponen kegiatan proyek dengan
pendekatan deterministik satu angka yang mencerminkan adanya kepastian,
maka PERT direkayasa untuk menghadapi situasi dengan kadar
ketidakpastian (uncertainty) yang tinggi pada aspekkurun waktu kegiatan.
PERT memakai pendekatan yang menganggap bahwa kurun waktu kegiatan
tergantung pada banyak faktor dan variasi, sehingga lebih baik perkiraan
diberi rentang (range), yaitu dengan memakai tiga angka estimasi. PERT juga
memperkenalkan parameter lain yang mencoba mengukur ketidakpastian
tersebut secara kuantatif seperti deviasi standar dan varians. Dengan demikian
metode ini memiliki cara yang spesifik untuk menghadapi hal tersebut yang
memang hampir selalu terjadi pada kenyataannya dan mengakomodasinya
dalam berbagai bentuk perhitungan. (Hafnidar Rani, 2016)

3.6 Ms. Project


Microsoft Project atau Ms. Project merupakan suatu Program
manajerial yang khusus didesain untuk project, ms. project akan sangat
membatu bagi seorang pelaku yang bergelut dibidang proyek khususnya
seorang Project Control ata Project Manager. Ms. Project memberikan
keseimbangan antara penggunaan, keunggulan, dan fleksibilitas, sehingga
kita bisa mengerjakan tugas dengan lebih efisien dan efektif (Toba, 2009).
Dengan menggunakan Ms. Project, kita bisa mengontrol keuangan,
jadwal pelaksanaan, sehingga kita bisa mencegah proyek kita over bugdet
atau over waktudalam artian keterlambatan. Dengan Ms Project juga kita bisa
mengetahui lintasan
kritis sehingga kita bisa mengantisipasi keterlambatan project (Toba, 2009).
Dengan menggunakan Ms. Project pula kita dapat membuat jadwal,
alokasi resource, dan mengatur anggaran. Memahami jadwal (schedule)
dengan menggunakan fitur seperti task drivers untuk mengetahui kenapa
suatu tugas (task) berjalan pada tanggal tertentu, multiple level undo dibuat
untuk membalikkan perubahan langkah-langkah yang telah dibuat, dan
merubah hal-hal penting untuk menunjukkan anda data mana saja yang telah
berubah sebagai hasil dari pembaharuan yang telah anda lakukan pada project
plan (Toba, 2009).
Dengan mudah anda bisa export berbagai jenis data project ke Micfosoft
Office Word untuk membuat suatu dokumentasi yang formal, atau ke
Microsoft Office Excel untuk memperlihatkan chart atau spreadsheet, atau ke
Microsoft Office PowerPoint untuk presentasi yang dinamis, ataupun ke
Microsoft Ofice Visio Profesional untuk memperlihatkan diagram (Toba,
2009).

3.7 Rencanaan Anggaran Biaya (RAB)


Rencana Anggaran Biaya (RAB) merupakan estimasi biaya dalam
proyek konstruksi yang ditunjukan untuk menaksirkan / memperkirakan nilai
pembiayaan pada suatu proyek. Dalam proses konstruksi, RAB sendiri dibuat
oleh berbagi pihak sesuai dengan kepentingan masing-masing, mulai dari
pemilik (owner), Konsultan teknik (perencana), hingga kontraktor
(pelakasan). Seorang manajer proyek yang bertanggung jawab atas
pengelolaan proyek dari awal sampai akhir, sangat penting untuk mengetahui
lebih banyak segi-segi penentuan biaya dari suatu proyek, sesuai dengan
tahapan-tahapan awal dan akhir dari proyek. Pada tahap awal penentuan biaya
sangat diperlukan dalam mengambil keputusan dengan estimator proyek.
Pada tahap akhir penentuan biaya diperlukan untuk mengendalikan besarnya
biaya proyek. Penentuan biaya juga berguna untuk menerbitkan biaya laporan
bulanan. Tujuan akhirnya yakni menyelesaikan proyek sesuai kwalitas, pada
jadwal yang ditentukan didalam rencana anggaran. Bahwa biaya memegang
peranan penting dalam penyelenggaraan proyek. Pada taraf pertama
digunakan untuk mengetahui berapa besar yang diperlukan untuk
membangun proyek atau investasi, selanjutnya memiliki fungsi dengan
spektrum yang luas yaitu merencanakan dan mengendalikan sumber daya
(Imam, 2017).
Dalam bidang konstruksi, estimasi meliputi banyak hal yang mencakup
bermacam maksud dan kepentingan (Hidayat, 2017), seperti:
1. Pemilik
Menggunakan estimasi sebagai alat bantu untuk menentukan biaya
investasi modal yang harus ditanam.
2. Konsultan
Menggunakan estimasi sebagai alat bantu untuk menetapkan kelayakan
rancangan.
3. Kontraktor
Menggunakan estimasi untuk menyusun harga pembangunan dan
penawaran. Secara umum estimasi dapat dibagi kedalam 4 jenis estimasi
(Hidayat, 2017),
yaitu:
1. Estimasi Kasar
Merupakan estimasi yang dibuat pada tahap awal prakarsa proyek
berdasarkan garis besar rencana proyek yang diusulkan, mengingat
belum cukup tersedia data dan informasi. Estimasi ini digunakan
untuk menyaring dan menyeleksi usulan proyek ataupun membuat
ranking prioritas usulan proyek.
2. Estimasi Pendahuluan
Merupakan estimasi yang dibuat pada awal tahap memulai proyek dan
digunakan untuk keperluan penyusunan studi kelayakan proyek. Pada
saat estimasi dibuat, gambar dan spesifikasi detail proyek belum ada,
sehingga estimasi pendahuluan umumnya disiapkan berdasarkan
desain konseptual atau rancangan umum proyek.
3. Estimasi untuk Anggaran
Merupakan estimasi yang dibuat setelah proyek dinyatakan layak dan
disusunberdasarkan detail desain. Estimasi ini digunakan sebagai
acuan penyusunan anggaran biaya proyek, selain itu pihak kontraktor
menggunakan estimasi detail guna menyusun penawaran.
4. Estimasi Definitif
Merupakan estimasi yang dibuat untuk mengevaluasi penawaran
penyedia barang/jasa serta menetapkan keputusan pengadaan. Pada
tahap ini, struktur rincian pekerjaan, spesifikasi dan dokumen
pengadaan telah diselesaikan. Sehingga memungkinkan estimasi
dibuat dengan metode estimasi detail. Dengan menggunakan harga
sesuai pasaran.
Berikut ini hal-hal yang perlu dipersiapkan untuk penyusunan RAB :
1. Gambar rencana beserta detail gambar
Gambar kerja perlu dibuat lebih dahulu oleh arsitek. Gambar kerja akan
memudahkan mengurus perizinan, membuat surat perjanjian, menentukan
jenis pekerjaan, menghitung volume pekerjaan maupun spesifikasi serta
ukuran material bangunan.
2. Akumulasi perhitungan volume pekerjaan
Setelah gambar selesai, biasanya disusun jenis pekerjaan secara rinci.
Kemudian dihitung volume dari setiap pekerjaan. Biasanya dihitung dengan
menggunakan satuan m2, m3 atau per unit bagian. Setelah volume pekerjaan
didapatkan, nantinya akan dikalikan dengan harga satuan pekerjaan.
3. Harga satuan
Dalam menentukan harga satuan untuk setiap jenis pekerjaan, biasanya
dipisahkan antara biaya upah dan biaya material. Perlu diperhatikan faktor
kemungkinan adanya peningkatan biaya pada saat proyek dilakukan.
Biasanya RAB disusun beberapa saat (bulan atau tahun) sebelum proyek
dilakukan. Ternyata pada saat proyek dilaksanakan, biaya-biaya yang ada
sudah naik, sehingga terjadi pembengkakan biaya. Jangan lupa cek upah
pekerja dan harga bahan-bahan bangunan di area proyek.
4. Biaya operasi dan perawatan
Biaya ini aka nada saat proyek telah selesai, setelah proyek selesai
diharuskan adanya perawatan yang memerlukan biaya tidak sedikit
5. Biaya lain-lain
Biaya lain lain seperti biaya sewa kantor, biaya perjalanan,
dokumentasi, pajak, asuransi, biaya pengujian atau pengetesan, dan biaya lain
yang diperlukan selama pekerjaan berlangsung.
6. Rekapitulasi
Rekapitulasi ini adalah menjumlahkan semua nilai-nilai biaya dari
masing-masing pekerjaan yang sudah dihitung di atas. Hasilnya adalah
Jumlah Total Biaya Proyek. Jangan lupa masukkan biaya-biaya tambahan.
3.8 Kurva S
Kurva-S adalah pengembangan dan penggabungan dari diagram balok dan
Hannum Curve. Kurva-S digunakan untuk menggambarkan dan mengungkapkan
nilai- nilai kuantitas dalam hubungannya dengan waktu. Kurva-S menggambarkan
secara kumulatif kemajuan pelaksanaan proyek, kriteria ataupun ukuran kemajuan
proyek yang dapat berupa bobot prestasi pelaksanaan atau produksi nilai uang yang
dibelanjakan, jumlah kuantitas atau volume pekerjaan, penggunaan sumber daya,
jam, tenaga kerja dan masih banyak lagi. Kurva dibuat dengan sumbu-x
menunjukkan parameter waktu sedangkan sumbu-y sebagai nilai kumulatif
persentase (%) bobot pekerjaan.
Kurva ini disebut sebagai kurva-S karena berbentuk huruf S, hal ini
disebabkan oleh :
a. Pada tahap awal kurva agak landai, hal ini dikarenakan pada tahap awal
b. kegiatan proyek relatif sedikit dan kemajuan pada awalnya bergerak lambat.
c. Diikuti oleh kegiatan yang bergerak cepat dalam kurun waktu yang lebih
lama. Pada tahap ini terdapat banyak kegiatan proyek yang dikerjakan dengan
volume kegiatan yang lebih banyak.
d. Pada tahap akhir kecepatan kemajuan menurun dan berhenti pada titik akhir
dimana semua kegiatan proyek telah selesai dikerjakan.

Gambar 3.2 Contoh Kurva S (Sumber: Imam Soeharto, 1995)

Penggunaan dari kurva-S dalam manajemen proyek ini dapat digunakan


dalam hal :
a. Analisa kemajuan proyek secara keseluruhan.
b. Analisis kemajuan untuk satu unit pekerjaan atau elemen-elemennya.
c. Untuk menyiapkan rancangan produksi gambar, menyusun pengajuan
pembelian bahan material, penyiapan alat maupun tenaga kerja.
d. Analisis dana proyek.

Anda mungkin juga menyukai