a. Latar belakang
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari Rumah Sakit yang mandiri (instalasi di
bawah direktur pelayanan) dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus dengan
tujuan untuk terapi pasien - pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit - penyulit
yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia.
Pelayanan ICU, saat ini, tidak terbatas hanya untuk menangani pasien pasca-bedah saja tetapi
juga meliputi berbagai jenis pasien dewasa, anak, yang mengalami lebih dari satu
disfungsi/gagal organ. Kelompok pasien ini dapat berasal dari Unit Gawat Darurat, Kamar
Operasi, Ruang Perawatan, ataupun kiriman dari Rumah Sakit lain.2 Ilmu yang diaplikasikan
dalam pelayanan ICU, pada dekade terakhir ini telah berkembang sedemikian rupa sehingga
telah menjadi cabang ilmu kedokteran tersendiri yaitu “Intensive Care Medicine”. Meskipun
pada umumnya ICU hanya terdiri dari beberapa tempat tidur, tetapi sumber daya tenaga
(dokter dan perawat terlatih) yang dibutuhkan sangat spesifik dan jumlahnya pada saat ini di
Indonesia sangat terbatas.
b. Tujuan
Intesive Care mempunyai 2 fungsi utama: yang pertama adalah untuk melakukan
perawatanpada pasien - pasien hawat darurat dengan potensi “reversible life threatening organ
dysfunction”, yang kedua adalah untuk mendukung organ vital pada pasien - pasien yang
akan menjalani operasi yang kompleks elektif atau prosedur intervensi dan resiko tinggi untuk
fungsi vital.
Beberapa komponen ICU yang spesifik yaitu : 1. Pasien yang dirawat dalam keadaan kritis 2.
Desain ruangan dan sarana yang khusus 3. Peralatan berteknologi tinggi dan mahal 4. Pelayanan
dilakukan oleh staf yang professional dan berpengalaman dan mampu mempergunakan peralatan
yang canggih dan mahal.
c. Ruang Lingkup
1. Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit - penyakit akut yang mengancam nyawa
dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit sampai beberapa hari
2. Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus melakukan
penatalaksanaan spesifik problema dasar.
3. Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasi yang ditimbulkan
oleh penyakit atau iatrogenic
4. Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang kehidupannya sangat tergantung pada
alat/mesin dan orang lain.
d. Landasan Hukum
Dalam pelayanan ICU di Rumah Sakit At-Turots Al-Islamy memiliki landasan hukum sebagai
berikut :
1. UU no. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
2. UU no. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah
3. UU no. 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
4. PP no. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
5. Keputusan Menteri Kesehatan no.1778 tahun 2010 tentang Pedoman Penyelenggaran
Pelayanan ICU di Rumah Sakit
6. Peraturan Menteri Kesehatan no.269 tahun 2010 tentang Rekam Medis
7. Peraturan Menteri Kesehatan no.290 tahun 2010 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran
BAB II
PELAYANAN INTENSIVE CARE UNIT
a. Praktik Kedokteran
Pelaksanaan pelayanan kedokteran intensive care adalah berbasis rumah sakit, diperuntukkan
dan ditentukan oleh kebutuhan pasien yang sakit kritis. Tujuan dari pelayanan intensive care
adalah memberikan pelayanan medik tertitrasi dan berkelanjutan serta mencegah fragmentasi
pengelolaan pasien sakit kritis, meliputi :
1. Pasien - pasien yang secara fisiologis tidak stabil dan memerlukan dokter, perawat,
perawat napas yang terkoordinasi dan berkelanjutan, sehingga memerlukan perhatian yang
teliti, aagr dapat dilakukan pengawasan yang konstan dan titrasi terapi.
2. Pasien - pasien yang dalam keadaan bahaya mengalami dekompensasi fisiologis dank
arena itu memerlukan pemantauan yang terus menerus dan kemampuan tim intensive care
untuk melakukan intervensi segera untuk mencegah timbulnya penyulit yang merugikan
h. Asas Prioritas
Setiap dokter primer dapat mengusulkan agar pasiennya bisa dirawat di ICU asalkan sesuai
dengan indikasi masuk yang benar. Mengingat keterbatasan ketersediaan fasilitasi di ICU,
maka berlaku asas prioritas dan keputusan akhir merupakan kewenangan penuh kepala ICU.
2. Sistem Pernafasan Kondisi atau penyakit spesifik dari sistem kardiovaskuler yang
mengindikasikan pasien untuk masuk ICU adalah sebagai berikut :
a) Gagal napas akut yang membutuhkan bantuan ventilator
b) Emboli paru dengan hemodinamik tidak stabil
c) Pasien dalam perawatan Intermediate Care Unit yang mengalami perburukan fungsi
pernapasan
d) Membutuhkan perawat/perawatan pernapasan yang tidak tersedia di unit perawatan
yang lebih rendah tingkatnya misalnyaa Intermediate Care Unit
e) Hemoptisis massif
f) Gagal napas dengan ancaman intubasi
3. Penyakit Neurologis Kondisi atau penyakit neurologis yang mengindikasikan pasien untuk
masuk ICU adalah sebagai berikut :
a) Stroke akut dengan penurunan kesadaran
b) Koma: metabolik, toksis, atau anoksia
c) Perdarahan intracranial dengan potensi herniasi
d) Perdarahan subarachnoid akut
e) Meningitis dengan penurunan kesadaran atau gangguan pernapasan
f) Penyakit system saraf pusat atau neuromuskuler dengan penurunan fungsi neurologis
atau pernapasan (misalnya: Myastenia Gravis, Syndroma Guillaine-Barre)
g) Status epileptikus
h) Mati batang otak atau berpotensi mati batang otak yang direncanakan untuk dirawat
secara agresif untuk keperluan donor organ
i) Vasospasme
j) Cedera kepala berat
4. Overdosis obat atau keracunan obat.
Kondisi atau penyakit spesifik akibat overdosis obat atau keracunan obat yang
mengindikasikan pasien untuk masuk ICU adalah sebagai berikut :
a) Keracunan obat dengan hemodinamik tidak stabil
b) Keracunan obat dengan penurunan kesadaran signifikan dengan ketidakmampuan
proteksi jalan napas
c) Kejang setelah keracunan obat
5. Penyakit Gastrointestinal Kondisi atau penyakit spesifik dari sistem gastrointestinal yang
mengindikasikan pasien untuk masuk ICU adalah sebagai berikut
a) Perdarahan gastrointestinal yang mengancam nyawa termasuk hipotensi, angina,
perdarahan yang masih berlangsung, atau dengan penyakit komorbid.
b) Gagal hati fulminant.
c) Pankreatitis berat
d) Perforasi esophagus dengan atau tanpa mediastinitis.
6. Endokrin Kondisi atau penyakit spesifik dari sistem endokrin yang mengindikasikan pasien
untuk masuk ICU adalah sebagai berikut :
a) Ketoasidosis diabetikum dengan komplikasi hemodinamik tidak stabil, penurunan
kesadaran, pernapasan tidak adekuat atau asidosis berat.
b) Badai tiroid atau koma miksedema dengan hemodinamik tidak stabil.
c) Kondisi hiperosmolar dengan koma dan/atau hemodinamik tidak stabil.
d) Penyakit endokrin lain seperti krisis adrenal dengan hemodinamik tidak stabil
e) Hiperkalsemia berat dengan penurunan kesadaran, membutuhkan monitoring
hemodinamik
f) Hipo atau hypernatremia dengan kejang, penurunan kesadaran
g) Hipo atau hipermagnesemia dengan hemodinamik terganggu atau disritmia
h) Hipo atau hyperkalemia dengan disritmia atau kelemahan otot
i) Hipofosfatemia dengan kelemahan otot
7. Bedah Kondisi khusus yang mengindikasikan pasien bedah untuk masuk ICU adalah
pasien pasca operasi yang membutuhkan monitoring hemodinamik/bantuan ventilator atau
perawatan yang ekstensif
8. Lain-lain
a) Syok sepsis dengan hemodinamik tidak stabil
b) Monitoring ketat hemodinamik
c) Trauma factor lingkungan (petir, tenggelam, hipo / hypernatremia)
d) Terapi baru / dalam percobaan dengan potensi terjadi komplikasi
e) Kondisi klinis lain yang memerlukan perawatan setingkat ICU
2. Nilai laboratorium Dilihat dari parameter objektif,pasien yang layak untuk masuk ICU
adalah pasien dengan nilai laboratorium sebagai berikut :
a) Natrium serum <110 mEq/L atau >170 mEq/L
b) Kalium serum <2,0 mEq/L atau >7,0 mEq/L
c) PaO2 <50 mmHg
d) pH <7,1 atau >7,7 e) Glukosa serum >800 mg/dl f) Kalsium serum >15 mg/dl g) Kadar
toksik obat atau bahan kimia lain dengan gangguan hemodinamik dan neurologis.
4. Elektrokardiogram Dilihat dari parameter objektif, pasien yang layak untuk masuk ICU
adalah pasien dengan gambaran elektrokardiogram sebagai berikut :
a) Infark miokard dengan aritmia kompleks, hemodinamik tidak stabil atau gagal jantung
kongestif
b) Ventrikel takikardi menetap atau fibrilasi
c) Blokade jantung komplit dengan hemodinamik tidak stabil
5. Pemeriksaan fisik (onset akut) Dilihat dari parameter objektif, pasien yang layak untuk
masuk ICU adalah pasien dengan hasil pemeriksaan fisik sebagai berikut :
a) Pupil anisokor pada pasien tidak sadar
b) Luka bakar >10% BSA
c) Anuria
d) Obstruksi jalan napas
e) Koma
f) Kejang berlanjut
g) Sianosis
h) Tamponade jantung
2. Pasien prioritas 2
Kriteria pasien ini memerlukan pelayanan canggih di ICU, sebab sangat beresiko bila
tidak mendapatkan terapi intensif segera, misalnya pemantauan intensif menggunakan
pulmonary arterial catheter. Pasien yang tergolong dalam prioritas 2 adalah pasien yang
menderita penyakit dasar jantung-paru, gagal ginjal akut dan berat, dan pasien yang telah
mengalami pembedahan mayor. Pasien yang termasuk prioritas 2, terapinya tidak
mempunyai batas, karena kondisi mediknya senantiasa berubah.
3. Pasien prioritas 3
Pasien yang termasuk kriteria ini adalah pasien sakit kritis, yang tidak stabil status
kesehatan sebelumnya, yang disebabkan oleh penyakit yang mendasarinya, atau penyakit
akutnya, secara sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuh dan atau manfaat terapi
di ICU pada kriteria ini sangat kecil, sebagai contoh adalah pasien dengan keganasan
metastatic disertai penyulit infeksi, pericardial tamponade, sumbatan jalan napas, dan
pasien penyakit jantung dan penyakit paru terminal disertai komplikasi penyakit akut
berat. Pengelolaan pada pasien kriteria ini hanya untuk mengatasi kegawatan akutnya saja,
dan usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi atau resusitasi jantung paru.
4. Pasien prioritas 4
Pasien dalam prioritas ini bukan merupakan indikasi masuk ICU. Pasien yang termasuk
kriteria ini adalah pasien dengan keadaan yang “terlalu baik” ataupun “terlalu buruk”
untuk masuk ICU.
l. Kriteria pasien keluar dari ICU. Kriteria Prioritas Pasien Keluar mempunyai 3 prioritas
yaitu :
1. Pasien prioritas 1. Pasien dipindahkan apabila pasien tersebut tidak membutuhkan lagi
perawatan intensif, atau jika terapi mengalami kegagalan, prognosa jangka pendek
buruk, sedikit kemungkinan bila perawatan intensif diteruskan, sebagai contoh : pasien
dengan tiga taua lebih gagal system organ yang tidak berespon terhadapt pengelolaan
agresif.
2. Pasien prioritas 2. Pasien dipindahkan apabila hasil pemantauan intensif menunjukkan
bahwa perawatan intensif tidak dibutuhkan dan pemantauan intensif selanjutnya tidak
diperlukan lagi.
3. Pasien prioritas 3. Pasien prioritas 3 dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi
intensif telah tidak ada lagi, tetapi mereka mungkin dikeluarkan lebih dini bila
kemungkinan kesembuhannya atau manfaat dari terapi intensif kontinyu diketahui
kemungkinan untuk pulih kembali sangat kecil, keuntungan dari terapi intensif
selanjutnya sangat sedikit. Pasien yang tergolong dalam prioritas ini adalah pasien
dengan penyakit lanjut (penyakit paru kronis, penyakit jantung atau hepar terminal,
karsinoma yang telah menyebar luas dan lain - lainnya) yang tidak berespon terhadap
terapi ICU untuk penyakit akut lainnya.
Prioritas pasien dipindahkan dari ICU berdasarkan pertimbangan medis oleh kepala ICU dan
atau tim yang merawat pasien, antara lain :
1. Penyakit atau keadaan pasien telah membaik dan cukup stabil, sehingga tidak memerlukan
terapi atau pemantauan yang intesif lebih lanjut
2. Secara perkiraan dan perhitungan terapi atau pemantauan intensif tidak bermanfaat atau tidak
memberi hasil yang berarti bagi pasien. Apalagi pada waktu itu pasien tidak menggunakan
alat bantu mekanis khusus (seperti ventilasi mekanis). Kriteria pasien yang demikian, antara
lain pasien yang menderita penyakit stadium akhir (misalnya ARDS stadium akhir). Sebelum
dikeluarkan dari ICU sebaiknya keluarga pasien diberikan penjelasan alasan pasien
dikeluarkan dari ICU.
3. Pasien atau keluarga menolak untuk dirawat lebih lanjut di ICU (keluar paksa)
4. Pasien hanya memerlukan observasi secara intensif saja, sedangkan ada pasien lain yang lebih
gawat yang memerlukan terapi dan observasi yang lebih intensif. Pasien seperti ini hendaknya
diusahakan pindah ke ruang yang khusus untuk pemantauan secara intensif yaitu HCU.
Kualifikasi
No Nama Pendidikan Sertifikasi Pengalaman Kebutuhan
Jabatan Kerja
Kepala Intensivist / dr KIC (Konsultan Minimal 1 1
ICU spesialis Intensive Care) Tahun
anestesi/dr
spesialis jantung
dan pembuluh
darah
Staf medis Dr.spesialis/dokter ALS/ACLS/FCCS Minimal 1 1
jaga 24 (Fundamental tahun
jam(standby) Critical Care
Support
Perawat D3/S1 Pelatihan Minimal kerja Perbanding
keperawatan sdh Kardiologi Dasar 1 tahun an
pelatihan da ICU min 3 perawat :
Kardiologi Dasar bulan(min 50% pasien =
dan ICU dari jumlah 1:2
seluruh perawat
merupakan
perawat terlatih
dan bersertifikat
Kardiologi Dasar
dan ICU)
b. Distribusi Ketenagaan
1. Dokter Intensivist/dr spesialis jantung dan pembuluh darah Harus memenuhi Standar
Kompetensi sebagai berikut:
a. Terdidik dan bersertifikat KIC (Konsultan Intensive Care)
b. Menunjang kualitas pelayanan ICU dan menggunakan sumber daya secara efisien
c. Mendarmabaktikan lebih dari 50% waktu profesinya dalam pelayanan ICU
d. Bersedia berpartisipasi dalam satu unit yang memberikan pelayanan 24 jam/7
hari/seminggu
e. Mampu melakukan prosedur Critical Care yaitu:
a) Sampel darah arteri
b) Mempertahankan jalan napas: intubasi trakheal, trakheostomi,ventilasi mekanis
c) Resusitasi Jantung Paru
d) Pipa Thorakostomi
f. Mampu melakukan dua peran utama:
a) Pengelolaan pasien: Berperan sebagai pemimpin tim,menggabungkan dan
melakukan layanan pada pasien berpenyakit kompleks atau cedera termasuk
gagal sistem multi organ
b) Manajemen Unit. Berpartisipasi aktif dalam aktivitas: Triage, alokasi tempat
tidur dan rencana pengeluaran pasien, Supervisi terhadap pelaksanaan
kebijakan kebijakan unit, Perbaikan kualitas yang berkelanjutan.
2. Dokter
a. Dokter spesialis yang dapat memberikan pelayanan setiap diperlukan
b. Dokter jaga 24 jam dengan kemampuan ALS/ACLS/FCCS
c. Perbandingan dokter : pasien = 4 : 6-8 bed.
3. Perawat Ruang ICU harus memiliki jumlah yang cukup dan lebih dari 50% harus
sudah pelatihan ICU minimal 3 bulan. Jumlah perawat ICU ditentukan berdasarkan
jumlah tempat tidur dan ketersediaan ventilasi mekanik. Perbandingan perawat :
pasien yang menggunakan ventilasi mekanik adalah 1:1, sedangkan perbandingan
perawat : pasien yang tidak menggunakan ventilasi mekanik adalah 1:2.
BAB IV
STANDAR FASILITAS
a. Denah Ruang
b. Standar Fasilitas
Instalasi ICU meruakan instalasi untuk perawatan pasien dengan gangguan jantung dan
pembuluh darah dengan keadaan belum stabil sehingga memerlukan pemantauan ketat secara
intensif dan tindakan segera. Instalasi ICU merupakan unit pelayanan khuus peyakit jantung
dan pembuluh darah yang menyediakan pelayanan yang komprehensif dan berkesinambungan
selama 24 jam.
Persyaratan Khusus
1. Letak bangunan instalasi ICU harus berdekatan dengan instalasi bedak sentral, Instalasi
gawat darurat,laboratorium dan instalasi radiologi
2. Harus bebas dari gelomBang elektromagnetik dan tahan terhadap getaran
3. Gedung harus terletak di daerah yang tenang
4. Temperatur ruangan harus terjaga tetap dingin
5. Aliran listrik tidak boleh terputus
6. Harus tersedia pengatur kelembaban udara
7. Sirkulasi udara yang dikondisikan seluaruhanya udara segar
8. Ruang perawat disrankan menggunakan pembatas fisisk transparan utnuk kurangi
kontaminasi terhadap perawat
9. Perlu disediakan titik grounding untuk peralatan elektrostatik
10. Tersedia Alirann gas Medis (O2,udara bertekanandan suction)
11. Pintu kedap asap dan tidak mudah terbakar
12. Terdapat pintu evakuasi yang luas dengan fasilitas ramp apabila letak ICU tidak di
lantaidasar
13. Ruang ICU sebaiknya kedap api
14. Pertemuan dinding lantai tidak boleh berbentuk sudut/harus melengkung agar pembersihan
mudah dan tidak menjadi sarang debu atau kotoran.
BAB V
TATA LAKSANA PELAYANAN
a. Alur Pelayanan
Pasien yang memerlukan pelayanan ICU dapat berasal dari :
1. Pasien dari IGD
2. Pasien dari HCU
3. Pasien dari kamar operasi atau kamar tindakan lain seperti kamar bersalin, ruang
endoskopi, ruang hemodialisa
4. Pasien dari ruang rawat inap
b. Informed Consent
Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif antara
dokter dengan pasien dan bertemunya pikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak akan
dilakukan tehadap pasien. Definisi operasionalnya adalah suatu pernyataan sepihak dari orang
yang berhak (yaitu pasien, keluarga atau walinya) yang isinya berupa ijin atau persetujuan
kepada dokter untuk melakukan tindakan medik sesudah orang yang berhak tersebut diberi
informasi. Sebelum masuk ke ICU, pasien dan keluarganya harus mendapatkan penjelasan
secara lengkap tentang dasar pertimbangan mengapa pasien harus mendapatkan perawatan di
ICU, serta berbagai macam tindakan kedokteran yang mungkin akan dilakukan selama pasien
dirawat di ICU dan yang penting juga adalah penjelasan tentang prognosa penyakit yang
diderita pasien. Penjelasan tersebut diberikan oleh Kepala ICU atau dokter jaga yang
bertugas. Setelah mendapatkan penjelasan tersebut, pasien dan atau keluarganya bisa
menerima atau tidak menerima. Pernyataan pasien dan atau keluarganya (baik bisa menerima
atau tidak bisa menerima) harus dinyatakan dalam formulir yang ditandatangani (informed
consent).
d. Sistem Rujukan
Rujukan adalah penyelenggaraan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas/wewenang dan
tanggung jawab secara timbal balik baik horisontal maupun vertikal terhadap kasus penyakit
atau masalah penyakit atau permasalahan kesehatan karena adanya keterbatasan dalam
memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh pasien. Terdapat 2 jenis rujukan :
1. Rujukan Eksternal: Rujukan antar fasilitas pelayanan kesehatan:
a. Rujukan Vertikal: Rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan dengan tingkatan berbeda
b. Rujukan Horisontal: Rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang memiliki
kemampuan lebih tinggi dalam tingkatan yang sama.
2. Rujukan Internal : Rujukan di dalam fasilitas kesehatan dari tenaga kesehatan ke tenaga
kesehatan. Ruang lingkup rujukan, terdiri dari :
a. Rujukan kasus penyakit atau masalah penyakit
b. Rujukan masalah permasalahan kesehatan Setiap rumah sakit mempunyai kewajiban
untuk merujuk pasien memerlukan pelayanan di luar kemampuan pelayanan rumah
sakit. Rumah sakit penerima rujukan harus mampu menjamin bahwa pasien yang
dirujuk tersebut mendapatkan penanganan segera. Rujukan balik ke fasilitas pelayanan
kesehatan yang merujuk harus dilakukan segera setelah alasan rujukan ke RS sudah
tertangani.Oleh karena itu , rujukan merupakan proses timbal balik yang meliputi
kerjasama, koordinasi dan transfer informasi di antara fasilitas kesehatan. Tujuan
dilakukannya rujukan adalah : Membutuhkan pendapat dari ahli lain (second opinion),
Memerlukan pemeriksaan yang tidak tersedia di rumah sakit, Memerlukan intervensi
medis di luar kemampuan rumah sakit, Memerlukan penatalaksanaan bersama dengan
ahli lainnya, Memerlukan perawatan dan pemantauan lanjutan
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
a. Pengertian
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : assessmen risiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan
b. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan di rumah sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian
tidak diharapkan.
Sedangkan aplikasi program ”Patient Safety” pada pelayanan, meliputi 9 (sembilan) solusi
Keselamatan Pasien Rumah Sakit, yaitu :
1. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip ( Look-alike, Sound-alike medication names);
2. Pastikan identifikasi pasien;
3. Komunikasi secara benar saat serah terima pasien;
4. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar;
5. Kendalikan cairan elektrolit pekat;
6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan;
7. Hindari salah kateter dan salah sambung slang;
8. Gunakan alat injeksi sekali pakai;
9. Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
a. Faktor Fisik di lingkungan Rumah Sakit Faktor-faktor fisik yang biasanya terjadi di
lingkungan kerja rumah sakit adalah ;
1) Iklim kerja
Dengan menaikan metabolisme melalui pemberian makanan tambahan dan dalam hal-hal
tertentu meningkatkan aktivitas
2) Kebisingan
Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang dapat menimbulkan bising
mengganggu (annoyance noise), yaitu kebisingan yang tidak menghi-langkan daya dengar,
tetapi mengganggu konsentrasi/ketenangan. Biasanya tingkat kebisingan rendah dan
suaranya tidak keras. Sedangkan bising yang menyebabkan kehilangan daya dengar, yaitu
kebisingan yang menyebabkan ketulian pada tingkat kebisingan yang tinggi. Nilai Ambang
Batas Kebisingan (NAB) telah diatur dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor
KEP-51/MEN/1999 dan Keputusan Dirjen PPM & PLP No.HK.00.06.64.44. Kebisingan
dapat menyebabkan berbagai pengaruh terhadap tenaga kerja seperti :
a. Gangguan Fisiologis
b. Gangguan Tidur
c. Gangguan Komunikasi
d. Gangguan Psikologis
e. Gangguan Pendengaran
Pengendalian bahaya fisik akibat kebisingan
Pengendalian terhadap bahaya kebisingan pada prinsipnya adalah mengu-rangi tingkat dan
atau lamanya pemaparan, secara garis besar usaha-usaha yang dapat ditempuh dengan cara
Pengendalian secara teknis yaitu Mengurangi kebisingan pada sumbernya, misalnya
memasang peredam pada tempat-tempat sumber bising, Merawat mesin-mesin secara
teratur, Fondasi mesin harus baik, dijaga agar baut dan sambungan tidak ada yang goyang.
Pengendalian secara administratif Pengaturan secara administratif dilakukan dengan mengatur
waktu pemaparan yaitu tidak berada di lingkungan kerja yang mempunyai kebisingan dengan
intensitas melampaui Nilai Ambang Batas (NAB)
3) Pencahayaan
Intensitas pencahayaan yang cukup dan distribusinya merata serta tidak menimbulkan
kesilauan, dapat terlaksana kalau perencanaan atau design dari pemasangan lampu ruangan
kerja. Intensitas cahaya dinyatakan dalam satuan “Lux” yaitu satuan penerangan atau
pencahayaan per m2 nya jatuh arus cahaya sebesar satu lumen. Standart intensitas
pencahayaan di tempat kerja diatur dalam Peraturan Menteri Perburuan (PMP No.7 th
1964) tentang syarat-syarat kebersihan di tempat kerja dan intensitas pencahayaan dan
Keputusan Dirjen PPM & PLP No.HK.00.06.64.44. Penerangan yang buruk dapat
mengakibatkan :
1. Kelelahan mata dengan akibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja
2. Keluhan pegal-pegal didaerah mata dan sakit kepala disekitar mata
3. Kerusakan indra mata
4. Meningkatnya terjadinya kecelakaan
Pengendalian bahaya fisik akibat Intensitas cahaya
a) Membersihkan secara rutin instalasi penerangan termasuk lampunya
b) Secepatnya mengganti dan memperbaiki instalasi penerangan dan lampu-lampu yang rusak
c) Jika memakai penerangan alami atau sinar matahari diupayakan agar jendela tempat jalannya
masuk sinar matahari tidak terhalang atau tertutup
d) Penambahan penerangan lokal apabila penerangan umum tidak mencukupi untuk jenis
pekerjaan-pekerjaan tertentu
4) Getaran
Getaran adalah merupakan salah satu faktor fisik dan biasanya terjadi karena mesin-mesin
atau alat-alat mekanis lainnya yang dijalankan dengan suatu motor dapat menghasilkan suatu
getaran yang akan diteruskan ke tubuh tenaga kerja yang mengoperasikannya. Nilai Ambang
Batas (NAB) intensitas getaran telah ditetapkan dengan keputusan Menteri Tenaga Kerja
Nomor KEP-51 /MEN/1999, Keputusan Dirjen PPM & PLP No. HK.00.06.64.44 dan
menurut Internasional Standar Organisation (ISO,1979) batas aman bagi kesehatan, yaitu
getaran paling kecil yang dapat mengganggu kesehatan adalah 14 mm/detik. Pengaruh dari
getaran adalah:
1. Menggangu kenyamanan kerja
2. Mempercepat terjadinya kelelahan
3. Membahayakan kesehatan
5) Gelombang Radiasi
Radiasi dapat ditimbulkan oleh peralatan-peralatan dengan kemajuan tek-nologi yang sangat
pesat sekarang ini. Radiasi gelombang elektromagnetik terdiri dari radiasi yang mengion dan
radiasi yang tidak mengion, seperti gelom-bang-gelombang mikro, sinar laser, sinar tampak
(termasuk sinar dari layar monitor), sinar infra red, sinar ultra violet. Nilai Ambang Batas
(NAB) telah diatur menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-51/MEN/1999
tanggal 16 April 1999. Pengaruh dari pada radiasi adalah:
1. Menyebabkan kemandulan
2. Menyebabkan mutasi gen
3. Menyebabkan berbagai penyakit mata
4. Menyebabkan iritasi kulit Pengendalian bahaya fisik akibat Radiasi
7) Faktor-faktor Biologis di lingkungan Rumah sakit Dalam lingkungan rumah sakit terdapat
berbagai macam penyakit yang di sebabkan oleh agent biologi atau Mikro organisme. Secara
garis besar agent - agent biologi dapat digolongkan sebagai berikut : Kelompok Bakteri ,
misalnya: Streptococcus, Salmonella, Staphylococcus,Legionella Pneumophilla, Kelompok
Virus, misalnya: HIV, HBV, Kelompok Jamur, misalnya: Blastomycetes, Actinomycetes,
Kelompok Parasit, misalnya: Ancylostoma, Ascaris, Kelompok Ricketsia dan Chlamydia,
misalnya: LGV, Psittacosis Cara penularan penyakit dari seseorang kepada orang lain dapat
terjadi dengan berbagai cara, misalnya: Melalui saluran pernapasan, Melalui kontak kulit,
Melalui saluran pencernaan, Melalui peredaran darah Bagian-bagian tubuh penderita yang
dapat menjadi sumber penularan antara lain adalah : Urine, Tinja, Keringat, dan Sputum
Pengendalian bahaya biologi : Peningkatan pengetahuan dan kepedulian petugas kesehatan
terhadap penyakit infeksi rumah sakit (PIRS), Protap untuk setiap pekerjaan dan tindakan,
Prosedur pengelolaan spesimen (darah, urine, tinja, sputum, dan lainnya), Sterilisasi,
desinfeksi, dekontaminasi peralatan medis, meja, lantai dan sebagainya, Isolasi pasien
(penyakit khusus), Sanitasi lingkungan Rumah Sakit, Pemeriksaan kesehatan berkala untuk
petugas, Melaksanakan pengelolaan limbah rumah sakit, Pelatihan pengendalian Infeksi
Rumah Sakit, Penggunaan alat pelindung diri
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan, maka fungsi
pelayanan kesehatan termasuk pelayanan dalam rumah sakit secara bertahap perlu terus
ditingkatkan agar menjadi efektif dan efisien serta memberi kepuasan terhadap pasien, keluarga
maupun masyarakat. Dengan latar belakang diatas, maka program pengendalian / peningkatan
mutu pelayanan merupakan prioritas utama di semua rumah sakit. Di Ruang ICU Rumah Sakit
At-Turots Al-Islamy, program pengendalian / peningkatan mutu pelayanan disusun berdasarkan
sistematika sebagai berikut :
1. Penetapan alur pelayanan teknis dan alur pelayanan administratif
2. Penetapan sistem pengadaan logistik dan fasilitas penunjang terkait
3. Penetapan Standar Pelayanan Medis dan Penunjang Medis (Penerapan Standar Pelayanan
Minimal, Indikator Mutu, dan penyusunan SPO)
4. Penetapan sistem rekruitmen dan pengembangan ketenagaan
5. Penetapan media monitoring layanan beserta standar layanan, meliputi :
Morning Report
Ronde Pelayanan Medis
Case Presentation
Rapat Rutin Mingguan
Rapat Bulanan
6. Pelaksanaan program MONEV (monitoring dan evaluasi) serta perumusan langkah
perbaikan / peningkatan mutu
7. Secara periodik perlu dilakukan studi banding untuk melihat layanan ICU rumah sakit lain,
baik rumah sakit pemerintah / Pemkot maupun swasta. Kegiatan “Bench Marking” diatas
diperlukan untuk memperluas wawasan staf ICU dalam pengelolaan unit layanan terkait
Dalam sistem ”Pengendalian Mutu” ICU Rumah Sakit At-Turots Al-Islamy secara sistematis
melalui berbagai tahapan sebagai berikut :
a. Pembuatan atau penetapan standar, indikator mutu dan SPO (alur kerja) yang relevan atau
terkait
b. Sosialisasi standar mutu
c. Menetapkan sistem Monitoring dan Evaluasi (MONEV)
d. Sebagai tindak lanjut dari kegiatan MONEV dirumuskan ACTION PLAN terkait
Sedangkan uraian sistematika program ”Pengendalian Mutu” diatas adalah
sebagai berikut :
A. Pembuatan atau Penetapan Standar Mutu, meliputi :
Penetapan Standar Pelayanan Medik; khususnya pembuatan pada 10 kasus penyakit
terbanyak dan kasus kegawatdaruratan medik secara umum
Penetapan Standar Asuhan Keperawatan
Pembuatan atau penetapan SPO tindakan medis dan tindakan keperawatan Pembuatan atau
penetapan SPO manajerial dan alur pelayanan
B. Sosialisasi Standar Mutu Dalam langkah sosialisasi dimaksud menggunakan media, yaitu :
surat, rapat rutin, ”morning report”.
C. Menetapkan atau melaksanakan sistem Monitoring dan Evaluasi (MONEV) Kegiatan ini
bertujuan untuk memonitor dan mengevaluasi sejauh mana standar mutu yang telah
ditetapkan diatas terlaksana / dilaksanakan oleh petugas di lapangan. Aplikasi kegiatan
MONEV ini meliputi :
Supervisi rutin; dilaksanakan oleh Kepala Ruang ICU dan supervisi unit terkait
Morning report (harian)
Rapat Manajerial Mingguan
Rapat rutin bulanan
D. Ditetapkan ACTION PLAN terkait tindaklanjut dari kegiatan MONEV. Penetapan dengan
”ACTION PLAN” ditentukan oleh temuan teknis dalam kegiatan Monitoring dan Evaluasi.
Dalam penerapan “ACTION PLAN” tersebut diharapkan mampu memfasilitasi percepatan
pencapaian standar mutu yang telah ditetapkan.
BAB IX
PENUTUP
Buku Pedoman Intensive Care Unit (ICU) disusun dalam rangka memberikan acuan bagi tenaga
kesehatan yang bekerja di unit pelayanan ICU Rumah Sakit At-Turots Al-Islamy agar dapat
menyelenggarakan pelayanan ICU yang bermutu, aman, efektif dan efisien dengan
mengutamakan keselamatan pasien. Apabila di kemudian hari diperlukan adanya perubahan,
maka Buku Pedoman Pelayanan ICU ini akan disempurnakan