Sejarah
Pekan Olahraga Nasional (PON) menjadi salah satu yang tak terpisahkan
dari bangsa Indonesia, karena sudah terselenggara tiga tahun setelah
Soekarno menyatakan proklamasi kemerdekaan. PON Papua
2020 merupakan lanjutan dari perjalanan panjang pesta olahraga
nasional. PON Papua menjadi edisi ke-20, setelah kali pertama
dilaksanakan pada 1948.PON pertama yang dilaksanakan di Solo adalah
buntut dari kegagalan Indonesia tampil di Olimpiade 1948.
PORI dan KORI pada saat itu belum menjadi anggota International
Olympic Committee (IOC) sehingga atlet Indonesia tidak diterima
berpartisipasi. Selain itu pemerintah Inggris belum mengakui paspor
Indonesia dan hanya menerima atlet Indonesia dengan paspor Belanda.
Fakta mengenai masih sedikit negara yang mengakui kemerdekaan
Indonesia juga menjadi halangan berarti, Indonesia juga belum terdaftar
sebagai anggota PBB.
.
Acara pekan olahraga bukan sesuatu yang benar-benar baru karena pada 1938 dan 1942 ada
ajang bernama ISI (Ikatan Sport Indonesia) Sportweek.
PON pertama ditetapkan di Solo pada 9-12 September. Alasan pemilihan lokasi tak lepas dari
keberadaan fasilitas olahraga yang cukup lengkap di Solo. Dilaksanakan di masa kemerdekaan,
tepatnya di saat revolusi fisik, PON diwarnai kekhawatiran mengenai masalah keamanan.
Namun tidak ada insiden berarti hingga akhir pelaksanaan pesta olahraga terbesar pertama di
Indonesia yang saat itu diikuti 600 atlet dari 13 daerah.
PON I berakhir dengan Surakarta sebagai juara umum, disusul Yogyakarta, dan Kediri.
Surakarta meraih 16 emas, 10 perak, dan 10 perunggu. Pada saat itu tercatat sembilan cabang
olahraga yang dipertandingkan, yakni atletik, bola keranjang, bulutangkis, sepak bola, tenis,
renang, panahan, bola basket, dan pencak silat.
Jarak pelaksanaan PON, yang semula diusulkan dua tahun sekali, sempat berubah-ubah. Sampai
kemudian PON dilaksanakan empat tahun sekali. PON pernah gagal diselenggarakan pada 1965
terkait peristiwa gerakan 30 September 1965. Setelah itu PON rutin digelar empat tahun sekali,
kecuali pada 1996 yang hanya berjarak tiga tahun dari penyelenggaraan sebelumnya.
Atletik di PON Papua dihelat mulai 5-14 Oktober 2021 dengan 46 nomor
dipertandingkan. Emas Jabar disumbangkan oleh Agus Prayogo dengan tiga emas
(marathon, 1000 meter dan 5000 meter), kemudian dua emas Tresna Puspita (lontar
martil dan lempar cakram putri), Tyas Murtiningsih (100 meter putri), Hendro (20
Km jalan cepat putra) dan Holomoan (400 meter gawang putra).
Lalu ada Eki Pebri (tolak peluru putri), 4 x 100 meter putri, dan 4 x 400 putra yang
masing-masing menyumbangkan satu medali emas
DKI Jakarta, yang merupakan juara bertahan harus puas jadi runner-up dengan
raihan enam, lima perak, dan delapan perunggu. Emas DKI didapatkan dari Emilia
Nova yang turun di nomor 100 meter gawang putri, Odekta Elvina Naibaho yang
tampil dip di tiga nomor (marathon, 1.000 meter, dan 5.000 meter), dan Diva Renata
Jayadi dari lompat tinggi galah putri.
Kemudian di urutan ketiga adalah Nusa Tenggara Barat (NTB). NTB hanya kalah
perak dari DKI dengan koleksi enam emas, empat perak, dan tiga perunggu. Emas-
emas NTB didapatkan dari Sapwaturrahman di nomor lompat jangkit dan lompat
jauh, Ridwan di nomor 1500 putra, Lalu Muhammad Zohri di nomor 100 meter dan
200 meter, Dian Ekayanti di nomor 3.000 halang rintang.
Di atletik juga tercipta rekor baru, baik rekor PON ataupun rekor nasional. Merujuk
data dari PB PON tercipta tiga rekor nasional baru di Stadion Atletik Mimika Sport
Complex, yakni di nomor lempar lembing putri atas nama Atina Nur Kamil Intan
Bahtiar dengan lemparan sejauh 51,26 meter. Dia memecahkan rekor atas namanya
sendiri di PraPON Atletik 2019 dengan 50,46 m.
Rekor nasional lain dibuat oleh Sri Mayasari di nomor 400 meter putri. Sri mencapai
garis finis dengan waktu 53,21 detik. Dia memecahkan rekor milik emma Tahapary
di SEA Games Manila pada 1980.
Satu rekornas lain dibuat oleh Eki Febri Ekawati dari nomor tolak peluru putri. Eki
bikin lemparan sejauh 15,77 meter, melebihi pencapaiannya pada 2017 dengan 15,6
meter.