Anda di halaman 1dari 2

.

Objek Kajian Akhlak

Objek kajian yang dibahas dalam ilmu akhlak pada intinya adalah perbuatan manusia.
Perbuatan tersebut selanjutnya ditentukan kriterianya apakah baik atau buruk. Dengan
demikian obyek pembahasan ilmu Akhlak berkaitan dengan norma atau penilaian terhadap
suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang.

Berkaitan dengan perilaku manusia, maka ilmu akhlak memberikan pembelajaran


bagaimana manusia berperilaku dan bertindak sehingga ia dapat memperoleh perilaku dan
tindakan yang sesuai dengan aturan Allah. Sedangkan berkaitan dengan sifat dan karakter,
ilmu akhlak memberikan pembelajaran bagaimana menjadikan sifat dan karakter tersebut
tertanam dengan kuat dijiwa seseorang. Proses pembentukan dan penanaman karakter itu
dapat melalui pembiasaan latihan, dan keteladanan.

Secara garis besar akhlak dibagi menjadi tiga bagian :

1. Akhak yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Allah.

2. Akhlak yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan manusia yang lain.

3. Akhlak yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan hewan, tumbuh-tumbuhan,


dan lingkungan sekitar.

Pembahasan dan penjelasan mengenai perbuatan, prilaku, sifat, dan karakter yang
harus dimiliki dan atau dihindari dinukilkan/disarikan dari ajaran-ajaran al-Qur’an dan al-
Hadits Rasulullah SAW.

Dengan demikian, pembahasan dalam ilmu akhlak sebenarnya sangat luas,


mengingat cakupannya yang meliputi semua gerak-gerik, prilaku, dan perbuaatan manusia
dalam hubungannya dengan seluruh pihak-pihak diluar dirinya yang didasarkan kepada
ajaran-aajaran al-Qur’an dan al-Hadits.

Hubungan manusia dengan Allah – sebagai Tuhannya—maka dapat di break down sebagai
berikut :

1. Keyakinan yang benar kepada Allah. Keyakinan kepada Allah adalah ajaran-ajaran di
ilmu akhlak yang berkaitan dengan bagaimana seorang mempunyai keyakinan/kepercayaan
yang benar sesuai dengan ajaran-ajaran al-Qur’an dan al-Hadits. Diantara ajaran-ajaran
tersebut diatas adalah :

a) Anjuran hanya bertuhan kepada Allah (tauhid) dan larangan keyakinan


mempersekutukan Allah (syirik). Keyakinan akan ke-Esa-an Allah adalah keyakinan yang
paling utama dalam ajaran islam, sehingga ini dapat penekanan yang sangat kuat dalam
kedua sumber ajaran tersebut. Keyakinan inilah yang membedakan islam sebagai agama
tauhid (monotheisme) dengan agama diluar islam.
b) Anjuran dan ajaran tentang untuk menjauhi perbuatan-perbuatan yang mengarah
kepada murtad, yang mengakibatkan seorang muslim keluar dari agamanya, seperti
meragukan kebenaran adanya Allah, meragukan kebenaran risalah Rasulullah saw,
meragukan adanya hari kiamat, meragukan kebenaran al-Qur’an dan lain-lain. Termasuk
keyakinan yang mendustakan kebenaran syariat shalat, puasa, zakat, dan haji.

c) Beribadah kepada Allah, yang terdiri dari ibadah yang telah diatur tata cara
pelaksanaannya (mahdah), dan ibadah yaang berkaitan kedudukan manusia sebagai khalifah
Allah (ghairu mahdah).

2. Beribadah dan mengabdi kepada Allah dalam semua aktivitas kehidupannya.

3. Keyakinan bahwa Allah mempunyai sifat yang baik (dalam al asmaul husna).

Selain itu, untuk menilai apakah perbuatan/akhlak itu baik atau buruk diperlukan
pula tolak ukur, yang baik atau buruk menurut siapa, dan apa ukurannya. Imam Al-Ghazali
membagi tingkatan keburukan akhlak menjadi empat macam, yaitu:

Keburukan akhlak yang timbul karena ketidaksanggupan seseorang mengendalikan


nafsunya, sehingga pelakunya disebut al-jahil.

Perbuatan yang diketahui keburukannya, tetapi ia tidak bisa meninggalkannya karena


nafsunya sudah menguasai dirinya, sehingga pelakunya disebut al-jahil al-dhollu.

Keburukan akhlak yang dilakukan oleh seseorang, karena pengertian baik baginya
sudah kabur, sehingga perbuatan buruklah yang dianggapnya baik. Maka pelakunya disebut
al-jahil al-dhollu al-fasiq.

Perbuatan buruk yang sangat berbahaya terhadap masyarakat pada umumnya,


sedangkan tidak terdapat tanda-tanda kesadaran bagi pelakunya, kecuali hanya
kekhawatiran akan menimbulkan pengorbanan yang lebih hebat lagi. Orang yang
melakukannya disebut al-jahil al-dhollu al-fasiq al-syarir.

Menurut Imam Al-Ghazali, tingkatan keburukan akhlak yang pertama, kedua dan
ketiga masih bisa dididik dengan baik, sedangkan tingkatan keempat sama sekali tidak bisa
dipulihkan kembali. Karena itu, agama Islam membolehkannya untuk memberikan hukuman
mati bagi pelakunya, agar tidak meresahkan masyarakat umum. Sebab kalu dibiarkan hidup,
besar kemungkinannya akan melakukan lagi hal-hal yang mengorbankan orang banyak.

Banyak sekali petunjuk dalam agama yang dapat dijadikan sarana untuk memperbaiki
akhlak manusia, antara lain anjuran untuk selalu bertobat, bersabar, bersyukur, bertawakal,
mencintai orang lain, mengasihani serta menolongnya. Anjuran-anjuran itu sering
didapatkan dalam ayat-ayat akhlak, sebagai nasihat bagi orang-orang yang sering melakukan
perbuatan buruk.

Anda mungkin juga menyukai