Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN KEHAMILAN PADA IBU HAMIL


DENGAN PREEKLAMSIA
DI PUSKESMAS BAROS KOTA SUKABUMI

Disusun Oleh 
Nama :  Nina Marlina
Nim :  4009220042

Pembimbing Stase 
( Yeti Hernawati, S.ST., M.Keb.)

PROGRAM STUDI PROFESI KEBIDANAN


STIKES DHARMA HUSADA BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan mengucapkan Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Pendahuluan yang berjudul: ”Asuhan Kebidanan Kehamilan Pada Ibu Hamil
dengan Preeklamsia   di Puskesmas Baros Kota Sukabumi”. Laporan pendahuluan ini
disusun dengan maksud untuk memenuhi tugas Stase Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, laporan
pendahuluan ini tidak dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada: 
1. DR. Hj. Suryani Supardan, Dra., MM. selaku ketua Stikes Dharma Husada Bandung
2. Ira Kartika, S.ST., M.keb selaku ketua Program Studi Sarjana dan profesi Kebidanan Stikes
Dharma Husada Bandung
3. Dosen Pembimbing Akademik Program Studi Sarjana dan profesi Kebidanan Stikes Dharma
Husada Bandung
4. Dosen pembimbing stase asuhan kebidanan kehamilan
5. Dosen pembimbing praktik lahan
6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu
Semoga kebaikan Bapak dan ibu serta teman-teman yang diberikan mendapat ridho dari
Allah SWT. Penulis menyadari bahwa dalam perbuatan dan penulisan laporan pendahuluan ini
memiliki banyak kekurangan sehingga dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan
saran dan kritik yang membangun demi perbaikan. Semoga laporan pendahuluan ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca dan bidang pendidikan Aamiin. 

Sukabumi, November 2022

Penulis 
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEBIDANAN PADA KEHAMILAN DENGAN PREEKLAMSIA
DI PUSKESMAS BAROS KOTA SUKABUMI

Bandung, November 2022

Mengetahui, 

Ketua Prodi Sarjana & Profesi Penulis,

Ira Kartika, S.ST., M.Keb


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………i
LEMBAR PENGESAHAN ……………….………………………………………………….ii
DAFTAR ISI ………………………………….……………………………………………….iii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………….…………...1
A. Pengertian Preeklamsia……………………………………………………………...…1
B. Etiologi…………………………………………………………………………………1
C. Faktor Predisposisi……………………………………………………………………..1
D. Patofisiologi …………………………………………………………………………...2
E. Tanda dan Gejala……………………………………………………………………….3
F. Pemeriksaan Penunjang…………………………………………………………………4
G. Pengkajian………………………………………………………………………………4
H. Pemeriksaan Diagnostik………………………………………………………………..5

BAB II PENGKAJIAN (7 LANGKAH VARNEY)


A. Pengkajian Data (Data Subjektif dan Objektif) …………………………………………7
B. Interpretasi Data (Diagnosa) …………………………………………………………… 8
C. Diagnosa Potensial……………………………………………………………………… 8
D. Tindakan Segera…………………………………………………………………………
8
E. Perencanaan………………………………………………………………………………
9
F. Pelaksanaan ……………………………………………………………………………..9
BAB III PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/
PENUNJANG…………………………………..10
BAB IV PENATALAKSANAAN………………………………………………………………
12
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………...16

BAB I
PENDAHULUAN

A. Pengertian Preeklamsia
Preeklamsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas
yang terdiri dari hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda
kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah
kehamilan berumur 28 minggu atau lebih (Rustam Muctar, 1998).
Preeklamsia adalah sekumpulan gejala yang secara spesifik hanya muncul selama
kehamilan dengan usia lebih dari 20 minggu (Helen Varney, 2007). Preeklamsia adalah
sekumpulan gejala yaitu hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul pada wanita hamil
dengan usia kehamilan lebih dari 20 minggu, pada ibu bersalin dan nifas.

B. Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui dengan pasti. Carpenito (1997:1042) menerangkan
bahwa, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya preeklamsia sebagai berikut :
1. Usia ibu hamil kurang dari 21 tahun.
2. Usia ibu hamil lebih dari 35 tahun.
3. Mempunyai riwayat penyakit pembuluh ginjal.
4. Diabetes melitus.
5. Penyakit pembuluh darah.
6. Kehamilan kembar.
7. Mola hidatidosa.
8. Penyakit hipertensi kronik.
9. Riwayat keluarga dengan hipertensi sebagai pengaruh kehamilan.

C. Faktor predisposisi
Penyebab pre eklamsia belum diketahui secara pasti, penyakit ini masih disebut Disease
of theory (Sudhaberata, 2001). Namun demikian, perhatian harus ditunjukan terutama pada
penderita yang mempunyai faktor predisposisi terhadap pre eklamsia. Menurut Wiknjosastro
(2008) fraktor predisposisi/risiko tersebut antara lain:
1. Usia/umur: primigravida dengan usia dibawah 20 tahun dan semua ibu dengan usia
diatas 35 tahun dianggap lebih rentan.
2. Paritas: primigravida memiliki insideni hipertensi hampir dua kali lipat
3. Faktor keturunan (genetic): bukti adanya pewarisan secara genetik paling mungkin
disebabkan oleh turunan resesif.
4. Status sosial ekonomi: pre eklamsia dan eklamsia lebih umum ditemui pada
kelompok sosial ekonomi rendah.
5. Komplikasi obstetrik: kehamilan kembar, kehamilan mola atau hidrops fetalis.
6. Riwayat penyakit yang sudah ada sebelumnya: Hipertensi, Diabetes Melitus,
penyakit ginjal, System Lupus Erytematosus (SLE), sindrom antifosfolipid antibody.

D. Patofisiologi
Pada beberapa wanita hamil, terjadi peningkatan sensitifitas vaskuler terhadap
angiotensin II. Peningkatan ini menyebabkan hipertensi dan kerusakan vaskuler, akibatnya akan
terjadi vasospasme. Vasospasme menurunkan diameter pembuluh darah ke semua organ, fungsi
fungsi organ seperti plasenta, ginjal, hati dan otak menurun sampai 40-60 %. Gangguan plasenta
menimbulkan degenerasi pada plasenta dan kemungkinan terjadi IUGR dan IUFD pada fetus.
Aktivitas uterus dan sensitivitas terhadap oksitosin meningkat.
Penurunan perfusi ginjal menurunkan GFR dan menimbulkan perubahan glomerolus,
protein keluar melalui urin, asam urat menurun, garam dan air di tahan, tekanan osmotik plasma
menurun, cairan keluar dari intravaskuler, menyebabkan hemokonsentrasi. Peningkatan
viskositas darah dan edema jaringan berat dan peningkatan hematokrit. Pada preeklamsia berat
terjadi penurunan volume darah, edema berat dan berat badan naik dengan cepat.
Penurunan perfusi hati menimbulkan gangguan fungsi hati, edema hepar dan hemoragik
sub-kapsular menyebabkan ibu hamil mengalami nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran atas.
Ruptur hepar jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi yang hebat dari PIH, enzim enzim hati
seperti SGOT dan SGPT meningkat. Vasospasme arteriola dan penurunan aliran darah ke retina
menimbulkan symptom visual seperti skotoma (blind spot) dan pandangan kabur.

Patologi yang sama menimbulkan edema cerebral dan hemoragik serta peningkatan
iritabilitas susunan saraf pusat (sakit kepala, hiperfleksia, klonus pergelangan kaki dan kejang
serta perubahan efek). Pulmonari edema dihubungkan dengan edema umum yang berat,
komplikasi ini biasanya disebabkan oleh dekompensasi kordis kiri.

E. Tanda dan Gejala


Menurut Trijatmo (2005), gejala subjektif pada preeklamsia yaitu : 
1. Sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia.
2. Penglihatan kabur.
3. Nyeri di daerah epigastrium.
4. Mual atau muntah-muntah. 
5. Tekanan darah akan meningkat lebih tinggi.
6. Edema dan proteinuria bertambah meningkat.
Selain gejala subjektif preeklamsia di atas, tanda dan gejala preeklamsia ringan diantaranya:
1. Kenaikan tekanan darah sistolik 140 mmHg sampai kurang dari 160 mmHg; diastolik 90
mmHg sampai kurang dari 110 mmHg.
2. Proteinuria : didapatkannya protein di dalam pemeriksaan urin (air seni).
3. Edema (penimbunan cairan) pada betis, perut, punggung, wajah atau tangan.
Sedangkan tanda dan gejala pada preeklamsia berat diantaranya :
1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg.
2. Tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg.
3. Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus (kuning).
4. Trombosit < 100.000/mm3.
5. Oliguria (jumlah air seni < 400 ml/24 jam).
6. Proteinuria (protein dalam air seni > 3 g/L).
7. Nyeri ulu hati.
8. Gangguan penglihatan atau nyeri kepala bagian depan yang berat.
9. Perdarahan di retina (bagian mata).
10. Edema (penimbunan cairan) pada paru.
11. Koma.

F. Pemeriksaan penunjang
a. Uji diagnostik dasar.
a. Pengukuran tekanan darah.
b. Analisi protein dalam urine.
c. Pemeriksaan edema.
d. Pengukuran tinggi fundus uteri.
e. Pemeriksaan funduskopik.
b. Uji laboratorium.
1. Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi eritrosit pada sediaan
darah tepi).
2. Pemeriksaan fungsi hati (bilirubin, protein serum, aspartat aminotranferase).
3. Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin).
c. Uji untuk meramalkan hipertensi.
1. Roll-over test.
2. Pemberian infus angiotensin II.
G. Pengkajian
a. Sirkulasi
Peningkatan tekanan darah menetap melebihi nilai dasar setelah 20 minggu
kehamilan. Riwayat hipertensi kronis, nadi mungkin menurun, dapat mengalami memar
spontan, perdarahan lama, atau epistaksis (trombositopenia).
b. Eliminasi
Fungsi ginjal mungkin menurun (kurang dari 400ml/24jam) atau tidak ada.
c. Makanan/cairan
Mual, muntah. Penambahan berat badan 2+1b [0,9072kg] atau lebih dalam
1minggu, 6 1b [2,72kg] atau lebih/bulan (tergantung pada lamnya gestasi). Malnutrisi
(kelebihan atau kurang berat badan 20% atau lebih besar), masukan protein/kalori kurang.
Edema mungkin ada, dari ringan sampai berat/umum dan dapat meliputi wajah,
ekstrimitas dan sistim organ. Diabetes melitus. 

d. Neurosensori
Pusing, sakit kepala frontal. Diplopia, penglihatan kabur. Hiperefleksia. Kacau
mental-tonik, kemudian fase tonik-klonik, diikuti dengan periode kehilangan kesadaran.
Pemeriksaan funduskopi dapat menunjukkan edema atau spasme vaskuler.
e. Nyeri/ketidaknyamanan
Nyeri epigastrik (region kuadran atas kanan [KkaA]).
f. Penapasan
Pernapasan mungkin kurang dari 14x/menit. Krekels mungkin ada.
g. Keamanan
h. Ketidaksesuaian Rh mungkin ada.
i. Prediagnosis
Primmigravida, gestassi multipel, hidramnion, mola hidratidosa, hidrops fetalis (Antigen-
antibodi Rh). Gerakan bayi mungkin berkurang. Tanda-tanda abrupsi plasenta mungkin
ada..
j. Penyuluhan/pembelajaran
Remaja (di bawah usia 15 tahun) dan primigravida lansia (usia 35 tahun atau lebih)
berisiko tinggi. Riwayat keluarga hipertensi karena kehamilan (HDK).
H. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes presor supine (tes rollever) : dapat digunakan untuk memeriksa klien-klien berisiko
terhadap HKK, antara gestasi minggu ke 28-32, meskipun keakuratan diragukan;
peningkatan 20-30 mmHg pada tekanan sistolik atau 15-20mmHg pada tekanan diastol
menandakan tes positif.
b. Tekanan arteri rerata (MAP) : 90 mmHg pada trimester ke 2 menandakan HDK.
c. Hematokrit (Ht) : Meningkat pada perpindahan cairan, atau penurunan pada sindrom
HELLP (hemolisis, peningkatana enzim hepar, hitung trombosit rendah).
d. Hemoglobin (Hb) : Rendah bila terjadi hemolisis (sindrom HELLP).
e. Smear perifer : Distensi sel – sel darah atau skistosit pada sindrom HELLP atau hemolisis
intravaskuler. 
f. Hitung trombosit serum : Kurang dari 100.000/mm pada koagulasi intravaskuler
3

diseminata (KID) atau pada sindrom HELLP, seperti perekatan trombosit pada kolagen
yang dilepaskan dari pembuluh darah yang rusak.
g. Kadar kreatinin serum : Meningkat
h. AST (SGOT), laktat dehidrogenase (LDH), dan kadar bilirubin serum (terutama yang tidak
langsung) : Meningkat pada sindrom HELLP dengan masalah hepar.
i. Kadar asam urat : Setinggi 7 mg/100mL, bila masalah ginjal berat.
j. Masa protrombin (PT), masa tromboplastin parsial (PTT), masa pembekuan : Memanjang,
penurunan fibrinogen, produk spilt fibrin (FSP) dan produk degradasi fibrin (FDP) positif
bila terjadi koagulopati.
k. Berat jenis urin : Meningkat menunjukkan perpindahan cairan/dehidrasi vaskuler
l. Proteinuria : Dengan menggunakan dipstik pengukuran 1+ ke 2+ (sedang), 3+ ke 4+
(berat), atau lebih dari 5 gr/ l dalam 24 jam.
m. Kadar estriol urin/plasma : Menurun menandakan penurunan fungsi plasenta. (Estriol tidak
bermanfaat sebagai prediktor dari profil biofisik [BPP] karena kesenjangan waktu antara
masalah janin dan hasil tes).
n. Kadar laktogen plasenta manusia : Kurang dari 4 mEq/ml menunjukkan fungsi plasenta
abnormal (tidak sering dilakukan pada skrining HKK).
o. Ultrasonografi : Pada gestasi minggu ke 20 sampai ke 26 dan diulang kurangdari  6–10
minggu kemudian, menentukan usia gestasi dan mendeteksi retardasi pertumbuhan
intrauterus (IUGR).
p. Tes cairan amniotik (rasio lesitin terhadap sfingomielin [L/S], fosfatidilgliserol [pg], kadar
fosfatidilklolin tersaturasi) : menggambarkan maturitas paru janin.
q. BPP (biophysical profile), termasuk volume cairan amniotik, ”fetal tone”, pergerakan
pernapasan janin (FBM), pergerakan janin dan denyut jantung janin reaktif/tes nonstres :
menentukan kesejahteraan/risiko janin.
r. Tes stres kontraksi (CST) : Mengkaji respon janin terhadap stres kontraksi uterus.

BAB II
PENGKAJIAN

A. Pengkajian Data ( Data Subjektif dan Objektif )


1. Data Subjektif
Data atau fakta yang merupakan informasi yang termasuk biodata, mencakup
nama, umur, tempat tinggal, pekerjaan, status perkawinan, pendidikan serta keluhan-
keluhan, diperoleh dari hasil wawancara langsung pada pasien atau dari keluarga lainnya
tentang riwayat kesehatan . Keluhan yang dirasakan klien, riwayat keluhan, sifat keluhan,
riwayat riwayat kesehatan yang lalu, riwayat kehamilan dan persalinan, riwayat
ginekologi, penyakit keturunan,  riwayat KB, pola nutrisi (kebiasaan makan dan minum),
pola eliminasi terutama buang air kecil.untuk riwayat- riwayat lainnya yang perlu dikaji
seperti:
 Umur > 40 tahun
 Nulipara
 Multipara dengan riwayat preeklampsia sebelumnya
 Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru
 Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih
 Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan
 Kehamilan multipel
 IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)
 Hipertensi kronik
 Penyakit Ginjal
 Sindrom antifosfolipid (APS)
 Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau embrio
 Obesitas sebelum hamil

2. Data Objektif
 Pemeriksaan Umum 
Keadaan umum (tekanan darah, nadi, suhu, pernapasan, dan BB). Tekanan
darah, kelebihan berat badan sering menjadi faktor risiko terjadinya hipertensi.
Penambahan BB bermakna dan tiba-tiba (misal : lebih dari 1,5 kg/bln dalam trimester
ke-2 atau lebih dari 0,5kg/minggu pada trimester ke tiga) menunjukkan retensi cairan.
Gerakan cairan dari vaskuler ke ruang interstisial mengakibatkan edema.
 Pemeriksaan fisik secara sistematis 
Inspeksi daerah wajah perhatikan ekspresi wajah ibu, palpasi pada daerah
wajah ibu dan ekstremitas untuk memastikan adanya edema atau tidak, palpasi
daerah abdomen dan refleks patella, Indeks masa tubuh > 35, Tekanan darah
diastolik > 80 mmHg, Roll Over Tes dianggap positif bila selisih tekanan darah
diastolik antara posisi baring ke kiri dan terlentang menunjukkan 20 mmHg atau
lebih.
 
B. Interpretasi Data (Diagnosa)
Interpretasi data berdasarkan data subjektif dan objektif didapatkan diagnosa sebagai
berikut:
Diagnosa:  Ibu Hamil GPA gravida (minggu) dengan Preeklamsia

C. Diagnosa Potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain, yang
berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah di identifikasikan. Langkah ini
membutuhkan antisipasi bila memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien,
bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa/masalah potensial ini benar-benar terjadi
dilakukan asuhan yang aman.
Diagnosa potensial dalam kasus ini adalah:
1. Eklamsia
 Jelaskan pada pasien bahwa jika tekanan darah semakin tinggi, akan terjadi kejang-
kejang dan harus segera ke petugas kesehatan.
2. Persalinan Prematur, pada kasus preeklamsi persalinan kurang bulan sering terjadi karena
pengahiran kehamilan akan memperbaiki kesehatan maternal  
3. IUFD (Intra Uterine Fetal Death),bila tidak cepat penanganan bisa terjadi
D. Tindakan Segera
Proses terus menerus ini menghasilkan data baru segera dinilai. Data yang muncul
dapat menggambarkan suatu keadaan darurat dimana bidan harus segera bertindak atau
menyelamatkan klien. Berikan obat antihipertensi, Obat antihipertensi bekerja secara
langsung pada arteriol untuk meningkatkan relaksasi otot polos kardiovaskuler dan
membantu meningkatkan suplai darah ke serebrum, ginjal, uterus, dan plasenta.         
E. Perencanaan
Dikembangkan berdasarkan intervensi saat sekarang dan antisipasi diagnosa dan
problem serta data-data tambahan setelah data dasar. Ditinjau dari umur kehamilan dan
perkembangan gejala-gejala preeklamsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi
menjadi :
1. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan
medisinal.
2. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan
medisinal.
F. Pelaksanaan
Melaksanakan rencana tindakan serta efisiensi dan menjamin rasa aman klien.
Implementasi dapat dikerjakan keseluruhan oleh bidan ataupun bekerja sama dengan tim
kesehatan lain. Bidan harus melakukan implementasi yang efisien dengan melaksanakan
yang telah direncanakan, yaitu menjelaskan tentang keadaan klien bahwa ibu mengalami
preeklamsia, KIE Informed consent perawatan aktif atau perawatan konservatif, Motivasi IUD
post-partum,  obsservasi KU dan vital sign, pemeriksaan Darah Lengkap, Urinalisa,, USG.
G. Evaluasi              
Pada langkah ini dievaluasi kefektifan asuhan yang telah diberikan, apakah telah
memenuhi kebutuhan asuhan yang telah teridentifikasi dalam diagnosis maupun masalah.
Pelaksanaan rencana asuhan tersebut dapat dianggap efektif.

BAB III
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG

Pemeriksaan diagnostik/ penunjang diperlukan 


1. Tes presor supine (tes rollever) : dapat digunakan untuk memeriksa klien-klien berisiko
terhadap HKK, antara gestasi minggu ke 28-32, meskipun keakuratan diragukan;
peningkatan 20-30 mmHg pada tekanan sistolik atau 15-20 mmHg pada tekanan diastol
menandakan tes positif.
2. Tekanan arteri rerata (MAP) : 90 mmHg pada trimester ke 2 mmenandakan HKK.
3. Hematokrit (Ht) : Meningkat pada perpindahan cairan, atau penurunan pada sindrom
HELLP (hemolisis, peningkatana enzim hepar, hitung trombosit rendah).
4. Hemoglobin (Hb) : Rendah bila terjadi hemolisis (sindrom HELLP).
5. Smear perifer : Distensi sel – sel darah atau skistosit pada sindrom HELLP atau hemolisis
intravaskuler. 
6. Hitung trombosit serum : Kurang dari 100.000/mm pada koagulasi intravaskuler diseminata
3

(KID) atau pada sindrom HELLP, seperti perekatan trombosit pada kolagen yang dilepaskan
dari pembuluh darah yang rusak.
7. Kadar kreatinin serum : Meningkat
8. AST (SGOT), laktat dehidrogenase (LDH), dan kadar bilirubin serum (terutama yang tidak
langsung) : Meningkat pada sindrom HELLP dengan masalah hepar.
9. Kadar asam urat : Setinggi 7 mg/100mL, bila masalah ginjal berat.
10. Masa protrombin (PT), masa tromboplastin parsial (PTT), masa pembekuan : Memanjang,
penurunan fibrinogen, produk spilt fibrin (FSP) dan produk degradasi fibrin (FDP) positif
bila terjadi koagulopati.
11. Berat jenis urin : Meningkat menunjukkan perpindahan cairan/dehidrasi vaskuler
12. Proteinuria : Dengan menggunakan dipstik pengukuran 1+ ke 2+ (sedang), 3+ ke 4+ (berat),
atau lebih dari 5 gr/ l dalam 24 jam.
13. Kadar estriol urin/plasma : Menurun menandakan penurunan fungsi plasenta. (Estriol tidak
bermanfaat sebagai prediktor dari profil biofisik [BPP] karena kesenjangan waktu antara
masalah janin dan hasil tes).
14. Kadar laktogen plasenta manusia : Kurang dari 4 mEq/ml menunjukkan fungsi plasenta
abnormal (tidak sering dilakukan pada skrining HKK).
15. Ultrasonografi : Pada gestasi minggu ke 20 sampai ke 26 dan diulang 6–10 minggu
kemudian, menentukan usia gestasi dan mendeteksi retardasi pertumbuhan intrauterus
(IUGR).
16. Tes cairan amniotik (rasio lesitin terhadap sfingomielin [L/S], fosfatidilgliserol [pg], kadar
fosfatidilklolin tersaturasi) : menggambarkan maturitas paru janin.
17. BPP (biophysical profile), termasuk volume cairan amniotik, ”fetal tone”, pergerakan
pernapasan janin (FBM), pergerakan janin dan denyut jantung janin reaktif/tes nonstres :
menentukan kesejahteraan/risiko janin.
18. Tes stres kontraksi (CST) : Mengkaji respon janin terhadap stres kontraksi uterus.
BAB IV
PENATALAKSANAAN

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklamsia berat selama
perawatan maka perawatan dibagi menjadi :
1. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan
medisinal.
2. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medisinal.

Pengobatan medisinal pasien preeklamsia berat yaitu :


1. Segera masuk rumah sakit
2. Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30 menit, refleks patella setiap
jam.
3. Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125cc/jam) 500 cc.
4. Antasida
5. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
6. Pemberian obat anti kejang : magnesium sulfat
7. Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung
kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/im.
8. Antihipertensi diberikan bila :
a. Tekanan darah sistolis lebih 180 mmHg, diastolis lebih 110 mmHg atau MAP lebih 125
mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis kurang 105 mmHg (bukan kurang
90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta.
b. Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
c. Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan obat-obat
antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5
ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.
d. Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi secara
sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal pemberian
sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral.

9. Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalisasi
cepat dengan cedilanid D.
Pemberian Magnesium Sulfat. Cara pemberian magnesium sulfat :
a. Dosis awal : loading dose 4 gr MgSO4 40% dalam 100 ml NaCL: habis dalam 30
menit (73 tts/menit)
b. Dosis Pemeliharaan: 6 gr MgSO4 40% dalam 500 cc Ringger Laktat selama 6 jam
(28 tts/menit)
c. Syarat-syarat pemberian MgSO4
1. Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram (10% dalam 10
cc) diberikan intravenous dalam 3 menit.
2. Refleks patella positif kuat.
3. Frekuensi pernapasan lebih 16 kali per menit.
4. Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kgBB/jam).
d. Bila ada kejang ulangan : berikan 2g MgSO4 40%, IV
e. Magnesium dihentikan bila :
1. Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks fisiologis
menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya
dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot-otot pernapasan
karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter.
Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq
terjadi kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15 mEq/liter terjadi
kematian jantung.
2. Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat, hentikan pemberian
magnesium sulfat :
a. Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc)
b. secara IV dalam waktu 3 menit.
c. Berikan oksigen.
d. Lakukan pernapasan buatan.
3. Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 24 jam pasca persalinan sudah
terjadi perbaikan (normotensif).
Pengobatan Obstetrik :
a. Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu, yaitu :
1. Induksi persalinan : tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau lebih dan
dengan fetal heart monitoring.
2. Seksio sesaria bila:
a) Fetal assesment jelek
b) Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5) atau adanya
kontraindikasi tetesan oksitosin.
c) 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif. 
d) Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio sesaria.
b. Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu
 Kala I
1. Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio sesaria.
2. Fase aktif : Amniotomi dan bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi
pembukaan lengkap maka dilakukan seksio sesaria (bila perlu dilakukan tetesan
oksitosin).
 Kala II
Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan partus buatan.
Amniotomi dan tetesan oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 3 menit setelah
pemberian pengobatan medisinal. Pada kehamilan 32 minggu atau kurang; bila
keadaan memungkinkan, terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk memberikan
kortikosteroid.
c. Perawatan Konservatif
1. Indikasi : Bila kehamilan preterm kurang 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda
inpending eklampsia dengan keadaan janin baik.
2. Pengobatan medisinal : Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan aktif.
Pemberian loading dose MgSO4 intravenous 4 gr selama 15 menit, dilanjutkan
dengan maintenance MgSO4 10 gr selama 24 jam.
3. Pengobatan obstetri :
 Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.
 MgSO4 dihentikan bila sudah tidak mempunyai tanda-tanda pre eklampsia ,
selambat-lambatnya dalam 24 jam.
 Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan medisinal
gagal dan harus diterminasi.
 Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dahulu
MgSO4 20% 2 gram intravenous.
4. Penderita dipulangkan bila :
 Penderita kembali ke keadaan normal dan telah dirawat selama 3 hari.
 Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan preeklamsia ringan  penderita
dapat dipulangkan dan dilakukan rawat jalan sebagai pre eklampsia ringan
(diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).
DAFTAR PUSTAKA

Anik & Yulianingsih 2009, Asuhan kegawatdaruratan dalam Kebidanan, Trans Info Media, Jakarta.
Doengoes, Marilynn E 2001, Rencana Perawatan Maternal/Bayi : Pedoman untuk Perencanaan dan
Dokumentasi Perawatan Klien, edk 2, EGC, Jakarta.
Saifuddin, Abdul B 2002, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo, Jakarta.
Mochtar, Rustam 1998, Sinopsi Obstetri, EGC, Jakarta.
http://one.indoskripsi.com/node/9081,dilihat pada 06 November 2022
Prawirohardjo, Sarwono 2009, Ilmu Kebidanan Cetakan ke 2, edk 4, Bina Pustaka, Jakarta.
Mangkuji, Betty. Dkk (2012). Asuhan Kebidanan 7 Langkah Soap. Jakarta : EGC.
Nurhayati, dkk (2013). Konsep Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai